Anda di halaman 1dari 15

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS

OLEH:

1. Diana Widya Faradevi (P27226017014)


2. Riska Maudy (P27226017036)
3. Umri Barokah (P27226017044)

D III A FISIOTERAPI

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA
KARANGANYAR
2018

1
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah duktus arteriosus
yang tetap terbuka. Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal
dari arkus aorta ke VI pada janin yang menghubungkan arteri
pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi normal duktus
tersebut menutup secara fungsional 10 – 15 jam setelah lahir dan
secara anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2 – 3
minggu. Bila tidak menutup disebut Duktus Arteriosus Persisten
(Persistent Ductus Arteriosus : PDA).
Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya
ductus arteriosus (arteri yang menghubungkan aorta dan arteri
pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan
mengalirnya darah dari aorta tang bertekanan tinggi ke arteri
pulmonal yang bertekanan rendah.
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya
duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya
darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam
arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). Duktus arteriosus adalah
suatu pembuluh darah yang menghubungkan aorta (pembuluh
arteri besar yang mengangkut darah ke seluruh tubuh) dengan
arteri pulmonalis (arteri yang membawa darah ke paru-paru), yang
merupakan bagian dari peredaran darah yang normal pada janin.
Duktus arteriosus memungkinkan darah untuk tidak melewati
paru-paru. Pada janin, fungsi ini penting karena janin tidak
menghirup udara sehingga darah janin tidak perlu beredar melewati
paru-paru agar mengandung banyak oksigen. Janin menerima
oksigen dan zat makanan dari plasenta (ari-ari). Tetapi pada saat
lahir, ketika bayi mulai bernafas, duktus arteriosus akan menutup

2
karena darah harus mengalir ke paru-paru agar mengandung
banyak oksigen. Pada 95% bayi baru lahir, penutupan duktus
terjadi dalam waktu 48-72 jam.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana prevalensi dari patent ductus arteriosus?
2. Apa saja etiologi pada patent ductus arteriosus?
3. Bagaimana patofisiologi patent ductus arteriosus?
4. Bagaimanakah tanda gejala dari patent ductus arteriosus?
5. Apa prognosis dari patent ductus arteriosus?
6. Bagaimana perjalanan penyakit pada patent ductus arteriosus?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui prevalensi dari patent ductus arteriosus
2. Untuk mengetahui etiologi penyakit patent ductus arteriosus
3. Untuk mengetahui patofisiologi patent ductus arteriosus
4. Untuk mengetahui tanda gejala dari patent ductus arteriosu
5. Untuk mengetahui prognosis dari patent ductus arteriosus
6. Untuk mengetahui perjalanan penyakit patent ductus arteriosus

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. PREVALENSI
Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya
duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan dialirkannya
darah secara langsung dari aorta (tekanan lebih tinggi) ke dalam
arteri pulmoner (tekanan lebih rendah). (Betz & Sowden, 2002;
375).
Patent Duktus Arteriosus adalah kegagalan menutupnya
ductus arteriosus (arteri yang menghubungkan aorta dan arteri
pulmonal) pada minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan
mengalirnya darah dari aorta tang bertekanan tinggi ke arteri
pulmonal yang bertekanan rendah. (Suriadi, Rita Yuliani, 2001;
235).

Duktus arteriosus persisten adalah suatu keadaan duktus


arteriosus yang tetap terbuka lebih dari 15 jam setelah bayi lahir.
Secara umum, angka kejadian DAP 1 per 2500-5000 kelahiran
hidup pada bayi cukup bulan, 8 per 1000 kelahiran hidup pada bayi
prematur dan merupakan 9-12% dari seluruh penyakit jantung
bawaan.1,2,3,4 Duktus arteriosus persisten sering dijumpai pada
bayi prematur, insidensnya bertambah dengan berkurangnya masa
gestasi. Pada bayi berat badan kurang dari 1500 gram dan
mengalami distress pernafasan kira-kira 40% mengalami duktus
yang tetap terbuka. Pada bayi dengan berat badan kurang dari
1000 gram insidensinya mencapai 80%. Insidensi DAP tampaknya
berhubungan terbalik dengan berat badan lahir dan umur
kehamilan.

4
Di Indonesia, prevalensi patent ductus arteriosus yaitu
1:2000 sampai 1:5000 bayi baru lahir, merupakan 10 – 20% dari
penyakit jantung bawaan. Bila dikalikan dengan penduduk
Indonesia saat ini, maka diperkirakan ada (1: 2000) x jumlah
penduduk Indonesia (kurang lebih 265 juta jiwa). Hasilnya kira-kira
132.500 bayi terkena patent ductus arteriosus.

B. ETIOLOGI

Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat


diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit
jantung bawaan, antara lain :

1. Faktor prenatal :
a. Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
b. Ibu alkoholisme.
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun.
d. Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang
memerlukan insulin.
e. Bayi yang lahir prematur (kurang dari 37 minggu).
2. Faktor genetik :
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung
bawaan.
b. Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
c. Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
d. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.

C. PATOFISIOLOGI

Duktus arteriosus berasal dari lengkung aorta dorsal distal


ke enam dan secara utuh dibentuk pada usia ke delapan

5
kehamilan. Perannya adalah untuk mengalirkan darah dari paru-
paru fetus yang tidak berfungsi melalui hubungannya dengan
arteri pulmonal utama dan aorta desendens proksimal.
Pengaliran kanan ke kiri tersebut menyebabkan darah dengan
konsentrasi oksigen yang cukup rendah untuk dibawa dari
ventrikel kanan melalui aorta desendens dan menuju plasenta,
dimana terjadi pertukaran udara. Sebelum kelahiran, kira-kira
90% curahan ventrikel mengalir melalui duktus arteriosus.
Penutupan duktus arteriosus pada bayi kurang bulan
berhubungan dengan angka morbiditas yang signifikan,
termasuk gagal jantung kanan. Biasanya, duktus arteriosus
menutup dalam 24-72 jam dan akan menjadi ligamentum
arteriosum setelah kelahiran cukup bulan (Dice et al, 2007).

Konstriksi dari duktus arteriosus setelah kelahiran


melibatkan interaksi kompleks dari peningkatan tekanan
oksigen, penurunan sirkulasi prostaglandin E2, penurunan
respetor PGE2 duktus dan penurunan tekanan dalam duktus.
Hipoksia dinding pembuluh dari duktus menyebabkan
penutupan melalui inhibisi dari prostaglandin dan nitrik oksida di
dalam dinding duktus (Dice et al, 2007).

Patensi dari duktus arteriosus biasanya diatur oleh


tekanan oksigen fetus yang rendah dan sirkulasi dari prostanoid
yang dihasilkan dari metabolisme asam arakidonat oleh COX
dengan PGE2 yang menghasilkan relaksasi duktus yang paling
hebat di antara prostanoid lain. Relaksasi otot polos dari duktus
arteriosus berasal dari aktivasi reseptor prostaglandin G
berpasangan EP4 oleh PGE2. Setelah aktivasi reseptor
prostaglandin EP4, terjadi kaskade kejadian yang termasuk
akumulasi siklik adenosine monofosfat, peningkatan protein
kinase A dan penurunan myosin rantai ringan kinase, yang

6
menyebabkan vasodilatasi dan patensi duktus arteriosus (Dice
et al, 2007).

Dalam 24-72 jam setelah kelahiran cukup bulan, duktus


arteriosus menutup sebagai hasil dari peningkatan tekanan
oksigen dan penurunan sirkulasi PGE2 dan prostasiklin. Seiring
terjadinya peningkatan tekanan oksigen, kanal potassium
dependen voltase pada otot polos terinhibisi. Melalui inhibisi
tersebut, influx kalsium berkontribusi pada konstriksi duktus.
Konstriksi yang disebabkan oleh oksigen tersebut gagal terjadi
pada bayi kurang bulan dikarenakan ketidakmatangan reseptor
perabaan oksigen. Kadar dari PGE2 dan PGI1 berkurang
disebabkan oleh peningkatan metabolisme pada paru-paru yang
baru berfungsi dan juga oleh hilangnya sumber plasenta.
Penurunan dari kadar vasodilator tersebut menyebabkan duktus
arteriosus berkontriksi. Faktor-faktor tersebut berperan dalam
konstriksi otot polos yang menyebabkan hipoksia iskemik dari
dinding otot bagian dalam duktus arteriosus(Dice et al, 2007).

Selagi duktus arteriosus berkonstriksi, area lumen


berkurang yang menghasilkan penebalan dinding pembuluh dan
hambatan aliran melalui vasa vasorum yang merupakan
jaringan kapiler yang memperdarahi sel-sel luar pembuluh. Hal
ini menyebabkan peningkatan jarak dari difusi untuk oksigen
dan nutrisi, termasuk glukosa, glikogen dan adenosine trifosfat
yang menghasilkan sedikit nutrisi dan peningkatan kebutuhan
oksigen yang menghasilkan kematian sel. Konstriksi ductal pada
bayi kurang bulan tidak cukup kuat. Oleh karena itu, bayi kurang
bulan tidak bias mendapatkan hipoksia otot polos, yang
merupakan hal utama dalam merangsang kematian sel dan
remodeling yang dibutuhkan untuk penutupan permanen duktus
arteriosus. Inhibisi dari prostaglandin dan nitrik oksida yang

7
berasal dari hipoksia jaringan tidak sebesar pada neonatus
kurang bulan dibandingkan dengan yang cukup bulan, sehingga
menyebabkan lebih lanjut terhadap resistensi penutupan duktus
arteriosus pada bayi kurang bulan (Dice et al, 2007).

Pemberi nutrisi utama pada duktus arteriosus di bagian


lumen, namun vasa vasorum juga merupakan pemberi nutrisi
penting pada dinding luar duktus. Vasa vasorum berkembang ke
dalam lumen dan memiliki panjang 400-500 μm dari dinding luar
duktus. Jarak antara lumen dan vasa vasorum disebut sebagai
zona avascular dan melambangkan jarak maksimum yang
mengizinkan terjadinya difusi nutrisi. Pada bayi cukup bulan,
zona avascular tersebut berkembang melebihi jarak difusi yang
efektif sehingga menyebabkan kematian sel. Pada bayi kurang
bulan, zona avaskuler tersebut tidak mengembang secara utuh
yang menyebabkan sel tetap hidup dan menyebabkan
terjadinya patensi duktus. Apabila kadar PGE2 dan
prostaglandin lain menurun melalui inhibisi COX, penutupan
dapat terfasilitasi. Sebagai hasil dari deficit nutrisi dan hipoksia
iskemi, growth factor endotel vaskular dan kombinasinya
dengan mediator peradangan lain menyebabkan remodeling
dari duktus arteriosus menjadi ligament non kontraktil yang
disebut ligamentum arteriosum (Dice et al, 2007).

D. TANDA DAN GEJALA

Akibat terbukanya duktus, darah yang seharusnya mengalir ke


seluruh tubuh akan kembali ke paru-paru sehingga memenuhi
pembuluh paru-paru. Jumlah darah tambahan yang sampai ke paru-
paru tergantung kepada ukuran PDA. Jika PDA sangat kecil, maka

8
darah yang melewati PDA hanya sedikit. Pada keadaan ini, anak tidak
memiliki gejala sama sekali dan tampak baik-baik saja.

PDA yang kecil dapat diketahui jika pada pemeriksaan dengan


stetoskop terdengar murmur (suatu bunyi jantung ekstra yang
terdengar jika darah menyembur melalui lubang yang sempit).
Semakin kecil lubangnya, maka semakin sedikit darah yang mengalir
dan semakin halus bunyi murmur yang terdengar.

Jika PDA memiliki lubang yang besar, maka darah dalam jumlah
yang besar akan membanjiri paru-paru. Anak tampak sakit, dengan
gejala berupa:

a. Tidak mau menyusu


b. Berat badannya tidak bertambah
c. Kesulitan dalam bernafas
d. Denyut jantung yang cepat
e. Pertumbuhan yang buruk.
f. Berkeringat saat menangis atau makan.
g. Bernapas cepat atau sesak napas.
h. Mudah lelah.
i. Warna kebiruan atau kehitaman pada kulit.

Timbulnya gejala tersebut menunjukkan telah terjadinya gagal


jantung kongestif, yang seringkali terjadi pada bayi prematur. Anak
dengan PDA yang kecil tidak memiliki resiko menderita gagal
jantung kongestif, tetapi tetap memiliki resiko terjadinya
endokarditis. Endokarditis adalah infeksi pada jantung, katup
jantung maupun pembuluh darah jantung. Infeksi ini bisa berakibat
fatal dan dapat menyebabkan kematian, stroke serta kelainan
fungsi jantung.

Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering


disamarkan oleh masalah-masalah lain yang berhubungan dengan

9
prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan
beban ventrikel tidak terlihat selama 4 – 6 jam sesudah lahir. Bayi
dengan PDA kecil mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA lebih
besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal jantung kongestif
(CHF).Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung.
Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling
nyata terdengar di tepi sternum kiri atas). Tekanan nadi besar
(water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-loncat,
Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg). Takhikardia
(denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik. Resiko
endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.Infeksi
saluran nafas berulang, mudah lelah, Apnea, Tachypnea, Nasal
flaring, Retraksi dada, Hipoksemia.

E. DIAGNOSIS

1. Radiologi
Pada simpel PDA gambaran radiografi tergantung pada
ukuran defeknya. Jika defeknya kecil biasanya jantung tidak
tampak membesar. Jika defeknya besar kedua atrium kiri dan
ventrikel kiri juga tampak membesar (Sondheimer, 2007).

2. Elektrokardiografi
Pada gambaran EKG bisa terlihat normal atau mungkin
juga terlihat manifestasi dari hipertrofi dari ventrikel kiri. Hal
tersebut tergantung pada besar defeknya. Pada pasien dengan
hipertensi pulmonal yang di sebabkan peningkatan aliran darah
paru, hipertrofi pada kedua ventrikel data tergambarkan melalui
EKG atau dapat juga terjadi hipertrofi ventrikel kanan saja
(Sondheimer, 2007).

3. Ekokardiografi

10
Pada pemeriksaan ekokardiografi dapat melihat visualisasi
secara langsung dari duktus tersebut dan dapat mengkonfirmasi
secara langsung drajat dari defek tersebut. Pada bayi kurang
bulan dengan suspek PDA dapat dilihat dari ekokardiografi
untuk mengkonfirmasi diagnosis. Mendeteksi jika sudah terjadi
shunt dari kiri ke kanan(Sondheimer, 2007).

4. Kateterisasi dan Angio Kardiografi


Pemeriksaan kateterisasi jantung hanya dilakukan bila
terdapat hipertensi pulmonal, yaitu dimana secara Doppler
ekokardiografi tidak terlihat aliran diastolik. Pada kateterisasi
didapat kenaikan saturasi oksigen di arteri pulmonalis. Bila
tekanan di arteri pulmonalis meninggi perlu di ulang
pengukurannya dengan menutup PDA dengan kateter balon.

Angiografi ventrikel kiri dilakukan untuk mengevaluasi


fungsinya dan juga melihat kemungkinan adanya defek septum
ventrikel atau kelainan lain yang tidak terdeteksi dengan
pemeriksaan ekokardiografi (Sondheimer, 2007).

F. PROGNOSIS
Pasien dengan simple PDA dan defek ringan sampai
sedang biasanya dapat bertahan tanpa tindakan pembedahan
walaupun pada tiga sampai empat dekade kehidupan biasanya
muncul gejala seperti mudah lelah, sesak nafas bila beraktifitas
dan exercise intolerance dapat muncul. Hal tersebut merupakan
konsekuensi dari hipertensi pulmonal atau gagal jantung
kongestif (Sondheimer, 2007).

11
Penutupan PDA secara sepontan masih dapat terjadi
sampai umur 1 tahun. Hal ini biasanya terjadi pada bayi kurang
bulan. Setelah umur 1 tahun penutupan secara sepontan jarang
di temukan karena di sebabkan terjadinya endokarditis sebagai
komplikasi yang paling berpotensi (Sondheimer, 2007).
Prognosis untuk pasien dengan defek yang besar atau
hipertensi pulmonal tidak baik dan terjadi keterlambatan dalam
pertumbuhan dan perkembangan, pneumonia yang berulang dan
gagal jantung kongestif. Oleh karena itu pasien PDA dengan
defek besar walaupun masih dalam usia baru lahir perlu
dilakukan operasi penutupan PDA segera (Sondheimer, 2007).

12
13
DAFTAR PUSTAKA

Dharmawan Tommy. 2015. Pengaruh Ligasi Patent Ductus Arteriosus


pada Operasi Modifikasi Pintas Blalock Taussig. Fakultas Kedokteran.
Universitas Indonesia. Jakarta.

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web
&cd=3&ved=2ahUKEwiZv7yIle3dAhUSbo8KHey8CDsQFjACegQ
IBxAC&url=http%3A%2F%2Flib.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile%3Ddigital
%2F2016-3%2F20405379-SP-
Tommy%2520Dharmawan.pdf&usg=AOvVaw2rbMcCasmG-
DrFirLYY9Qj

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/49707/Chapter%
20II.pdf diunduh pada tanggal 27 September 2018.

Sri Endah Rahayuningsih, Nono Sumarna, Armijn Firman, dan Yunita


Sinaga. 2014. Terapi Non Steroid Anti Inflamatory Drug pada Bayi
Prematur dengan Duktus Arteriosus Persisten.

https://saripediatri.org/index.php/sari-
pediatri/article/download/896/829

14
15

Anda mungkin juga menyukai