Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Jantung Bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi
jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat
jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung dan
penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya lubang di sekat
jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari ringan
sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan vaskuler paru
(Roebiono, 2003).
A. PDA (Paten Duktus Arteriosus)
1. Definisi
a. Duktus Arterious
Duktus Arteriosus adalah saluran yang berasal dari arkus aorta ke VI pada
janin yang menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi
normal duktus tersebut menutup secara fungsional 10 15 jam setelah lahir dan
secara anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 2 3 minggu. (Buku ajar
kardiologi FKUI, 2006 ; 227).
b. Duktus Anterious Paten

Duktus arteriosus paten adalah terbukanya duktus arteriosus yang secara


fungsional menetap beberapa saat setelah lahir. Penutupan fungsional duktus,
normalnya terjadi segera setelah lahir. Akan tetapi, pada bayi yang baru lahir
prematur ada juga duktus yang baru menutup setelah enam minggu.
Pada bayi prematur, duktus arteriosus paten biasanya mempunyai susunan
anatomi yang normal dan keterbukaan merupakan akibat dari hipoksia dan
4

imaturitas. Duktus yang tetap terbuka setelah bayi cukup bulan berusia beberapa
minggu jarang menutup secara spontan.
2. Etiologi
Pada PDA kecil umumnya anak asimptomatik dan jantung tidak
membesar. Sering ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan
rutin dengan adanya bising kontinyu yang khas seperti suara mesin
(machinery murmur) di area pulmonal, yaitu di parasternal sela iga 23
kiri dan di bawah klavikula kiri. Tanda dan gejala adanya aliran ke
paru yang berlebihan pada PDA yang besar akan terlihat saat usia 14
bulan dimana tahanan vaskuler paru menurun dengan cepat.
Penutupan PDA secara spontan segera setelah lahir sering tidak
terjadi pada bayi prematur karena otot polos duktus belum terbentuk
sempurna sehingga tidak responsif vasokonstriksi terhadap oksigen
dan kadar prostaglandin E2 masih tinggi. Pada bayi prematur ini otot
polos vaskuler paru belum terbentuk dengan sempurna sehingga
proses penurunan tahanan vaskuler paru lebih cepat dibandingkan
bayi cukup bulan dan akibatnya gagal jantung timbul lebih awal saat
usia neonatus (Roebiono, 2003).
Prematuritas dianggap sebagai penyebab terbesar timbulnya duktus arteriosus
paten. Pada bayi prematur, gejala cenderung timbul sangat awal, terutama bila disertai
dengan sindrom distres pernapasan. Duktus arteriosus paten juga lebih sering terdapat
pada anak yang lahir di tempat yang tinggi atau di daerah pegunungan. Hal ini terjadi
karena adanya hipoksia, dan hipoksia ini menyebabkan duktus gagal menutup.
Ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka
kejadian penyakit jantung bawaan :
a. Faktor Prenatal :
1) Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella
Penyakit campak Jerman (rubella) yang terjadi pada trimester I kehamilan juga
dihubungkan dengan terjadinya duktus arteriosus paten. Bagaimana infeksi
rubella pada ibu dapat mengganggu proses penutupan duktus ini belum jelas
diketahui, tetapi diduga bahwa infeksi rubella ini mempunyai pengaruh langsung
pada jaringan duktus.
2) Ibu alkoholisme.
3) Umur ibu lebih dari 40 tahun.
4) Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
5) Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
b. Faktor Genetik :
5

1)
2)
3)
4)

Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.


Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
Lahir dengan kelainan bawaan yang lain (Buku Ajar

Keperawatan

Kardiovaskuler, Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan


Kita, 2001 ; 109)
Pada saat duktus menutup, darah dari jantung bagian kanan hanya mengalir ke
paru-paru (seperti yang terjadi pada orang dewasa).
Pada beberapa anak, duktus tidak menutup atau hanya menutup sebagian. Hal
ini terjadi karena tidak adanya sensor oksigen yang normal pada otot duktus atau
karena kelemahan pada otot duktus. Adapun faktor resiko terjadinya PDA adalah
prematuritas dan sindroma gawat pernafasan.
PDA mungkin terjadi :
1) Herediter- Infeksi rubela pada trimester pertama kehamilan
2) Rendahnya 02 (asfiksia, RDS, distres janin, di daerah dataran tinggi).
3. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit duktus arteriosus paten ditentukan berdasarkan perubahan
anatomi jantung bagian kiri, tahanan arteri pulmonal, saturasi oksigen dan
perbandingan sirkulasi pulmonal dan sistemik.
a. Tingkat I
Umumnya, penderita duktus arteriosus paten tingkat I tidak bergejala.
Pertumbuhan dan perkembangan fisik berlangsung dengan baik. Pada pemeriksaan
fisik dengan menggunakan elektrokardiografi dan rontgen foto dada, tidak
ditemukan adanya pembesaran jantung.
b. Tingkat II
Pasien sering menderita infeksi saluran napas, tetapi pertumbuhan fisik masih
sesuai dengan umur. Peningkatan aliran darah ke sirkulasi pulmonal dapat terjadi
sehingga timbul hipertensi pulmonal ringan. Pada umumnya pasien yang tidak
tertangani dengan baik pada tingkat ini, akan jatuh ke dalam tingkat III atau IV.
c. Tingkat III
Pada tingkat ini, infeksi saluran nafas makin sering terjadi. Pertumbuhan anak
biasanya terlambat; pada pemeriksaan, anak tampak kecil tidak sesuai umur dengan
gejala-gejala gagal jantung. Nadi juga dengan amplitudo yang lebar. Jika melakukan
aktivitas, pasien akan mengalami sesak napas yang disertai dengan sianosis ringan.
Pada pasien dengan duktus berukuran besar, gagal jantung dapat terjadi pada minggu
pertama kehidupan.

Dengan pemeriksaan rontgen foto dada dan elektrokardiografi, ditemukan


hipertropi ventrikel kiri dan atrium kiri yang juga disertai dengan hipertropi
ventrikel kanan yang ringan.
Suara bising jantung dapat didengar di antara sela iga tiga dan empat.
d. Tingkat IV
Pada keadaan ini, keluhan sesak napas dan sianosis akan semakin nyata.
Tahanan sirkulasi paru lebih tinggi daripada tahanan sistemik, sehingga aliran darah
di duktus berbalik dari kanan ke kiri.
Pemeriksaan dengan foto rontgen dan elektrokardiografi menunjukkan
hipertropi ventrikel kiri, atrium kiri dan ventrikel kanan. Kondisi pasien ini disebut
dengan Sindrom Eisenmenger.
4. Manifestasi Klinis
Gejala klinis PDA ditentukan oleh 2 faktor yaitu diameter duktus arteriosus dan
tahanan pembuluh darah paru. Bila tahanan pembuluh darah paru masih cukup tinggi
(akibat asfiksia, RDS dan sebagainya), walaupun diameter duktus arteriosus besar,
pirau dari kiri ke kanan masih kecil dan hanya timbul pada saat sistol saja. Pada saat ini
hanya terdengar bising sistolik di sela iga kedua kiri tanpa disertai gejala klinis lain
yang jelas. Setelah 1-2 minggu, tahanan pembuluh darah paru makin menurun, apalagi
bila diameter duktus cukup besar, pirau dari aorta ke arteria pulmonalis terjadi
sepanjang siklus jantung. Timbul bising sistolik kresendo dan bising diastolik
dekresendo (bising kontinyu), dan bising diastolik di apeks (karena stenosis mitral
relatif).
Gejala klinis
a. Tidak biru-biru
b. Tidak mau menyusu
c. Takipnea, takikardia
d. Berkeringat secara berlebihan
e. Denyut nadi sangat keras, tekanan nadi melebar (pulsus celer)
f. Hati membesar
g. Infeksi saluran pernafasan bagian bawah berulang
h. Berat badannya tidak bertambah
i. Mudah kelelahan
Timbulnya gejala tersebut menunjukkan telah terjadinya gagal jantung kongestif,
yang seringkali terjadi pada bayi prematur. Anak dengan PDA yang kecil tidak
memiliki resiko menderita gagal jantung kongestif, tetapi tetap memiliki resiko
terjadinya endokarditis. Endokarditis adalah infeksi pada jantung, katup jantung
maupun pembuluh darah jantung. Infeksi ini bisa berakibat fatal dan dapat
menyebabkan kematian, stroke serta kelainan fungsi jantung.

5. Patofisiologi
Duktus arteriosus adalah pembuluh darah yang menghubungkan aliran darah
pulmonal ke aliran darah sistemik dalam masa kehamilan (fetus). Hubungan ini (shunt)
ini diperlukan oleh karena sistem respirasi fetus yang belum bekerja di dalam masa
kehamilan tersebut. Aliran darah balik fetus akan bercampur dengan aliran darah bersih
dari ibu (melalui vena umbilikalis) kemudian masuk ke dalam atrium kanan dan
kemudian dipompa oleh ventrikel kanan kembali ke aliran sistemik melalui duktus
arteriosus. Normalnya duktus arteriosus berasal dari arteri pulmonalis utama (atau arteri
pulmonalis kiri) dan berakhir pada bagian superior dari aorta desendens, 2-10 mm
distal dari percabangan arteri subklavia kiri.
Dinding duktus arteriosus terutama terdiri dari lapisan otot polos (tunika media)
yang tersusun spiral. Diantara sel-sel otot polos terdapat serat-serat elastin yang
membentuk lapisan yang berfragmen, berbeda dengan aorta yang memiliki lapisan
elastin yang tebal dan tersusun rapat (unfragmented). Sel-sel otot polos pada duktus
arteriosus sensitif terhadap mediator vasodilator prostaglandin dan vasokonstriktor
(pO2).
Setelah persalinan terjadi perubahan sirkulasi dan fisiologis yang dimulai segera
setelah eliminasi plasenta dari neonatus. Adanya perubahan tekanan, sirkulasi dan
meningkatnya pO2 akan menyebabkan penutupan spontan duktus arteriosus dalam
waktu 2 minggu. Duktus arteriosus yang persisten (PDA) akan mengakibatkan pirai
(shunt) L-R yang kemudian dapat menyebabkan hipertensi pulmonal dan sianosis.
Besarnya pirai (shunt) ditentukan oleh diameter, panjang PDA serta tahanan
vaskuler paru (PVR)

Gambar A menunjukkan bagian jantung normal dan aliran darah normal. Gambar
B menunjukkan hati dengan patent ductus arteriosus. Cacat menghubungkan aorta
dengan arteri paru-paru. Hal ini memungkinkan darah yang kaya oksigen dari aorta
untuk bercampur dengan darah miskin oksigen di arteri paru-paru.
6. Komplikasi
a. Tekanan darah tinggi di paru-paru (hipertensi pulmonal)
Bila terlalu banyak darah terus beredar melalui jantung arteri utama melalui PDA
dapat

menyebabkan hipertensi pulmonal. Hipertensi paru dapat menyebabkan

kerusakan paru-paru permanen.


b. Gagal jantung
PDA pada akhirnya dapat menyebabkan otot jantung melemah, menyebabkan gagal
jantung. Gagal jantung adalah suatu kondisi kronis dimana jantung tidak dapat
memompa jantung secara efektif.
c. Endokarditis (infeksi jantung)
Orang-orang dengan masalah jantung sruktural, seperti PDA berada pada risiko
tinggi infeksi endokarditis daripada populasi umum. Endokarditis adalah suatu
peradangan pada lapisan dalam jantung yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
d. Arithmia(detak jantung tidak teratur)
Pembesaran hati karena PDA meningkatkan risiko arithmia. Biasanya terjadi
e.
f.
g.
h.

peningkatan risiko hanya dengan PDA yang besar.


Gagal ginjal
Obstruksi pembuluh darah pulmonal
Hepatomegali (pembesaran hati) jarang terjadi pada bayi premature
Enterokolitis nekrosis, kelainan pada saluran pencernaan berupa bercak pada

mukosa atau submokosa yang sering terjadi pada bayi pematur.


i. Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas)
j. Perdarahan gastrointestinal, penurunan jumlah trombosit
k. CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh.
Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut usia (lansia) karena penurunan fungsi
ventrikel akibat penuaan. CHF ini dapat menjadi kronik apabila disertai dengan
penyakit-penyakit seperti: hipertensi, penyakit katub jantung, kardiomiopati, dan
lain-lain. CHF juga dapat menjadi kondisi akut dan berkembang secara tiba-tiba
pada miokard infark.
l. Gagal tumbuh
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium

Pada penderita dengan duktus sedng sampai besar, pemeriksaan analisis gas
darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, sedangkan penderita dengan
komplikasi hipertensi pulmonal menetap akan disertai dengan asidemia.
b. Elektrokardiografi
Penderita dengan duktus yang kecil (tingkat I), gambaran EKG-nya masih
dalam batas-batas normal. Pada bayi dengan duktus besar (tingkat III), gambaran
EKG-nya menunjukkan hipertropi biventrikuler. Gambaran hipertropi ventrikel
kanan pada bayi sering masih dalam batas-batas fisiologis. Bila tahanan paru telah
naik, gambaran EKG-nya adalah deviasi sumbu ke kanan, hipertropi ventrikel
kanan, dan kadang-kadang ada hipertropi atrium kanan.
c. Ekokardiografi
Rasio atrim kiri terhadap pangkal aorta lebih dari 1,3 : 1 pada bayi cukup
bulan atau lebih dari 1.0 pada bayi praterm (disebabkan oleh peningkatan volume
atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri ke kanan). Pemeriksaan dengan Doppler
berwarna digunakan untuk mengevaluasi aliran darah dan arahnya.
d. Radiologi
Pada penderita dengan duktus kecil, gambaran radiologi jantung maupun paru
masih dalam batas normal.
Penderita dengan duktus sedang dan lebar dengan tahanan paru normal
menunjukkan

gambaran

radiologi

sebagai

berikut:

kardiomegali,

batang

arteripulmonalis menonjol sehingga tonjolan pulmonal prominen, dan atrium kiri


membesar. Aorta asenden juga membesar. Corakan pembuluh darah paru bertambah.
Pada penderita dengan duktus lebar dengan tahanan paru mulai naik, gambaran
radiologinya sebagai berikut: besar jantung normal atau sedikit membesar; ventrikel
kanan membesar dan batang arteri pulmonalis membesar sehingga tonjolan
pulmonal prominen; pembuluh darah paru sentral melebar, tetapi terjadi
ketidakcocokan karena pembuluh darah perifer normal atau berkurang.
e. Kateterisasi Jantung
Kateterisasi jantung pada saat ini jarang diperlukan sebagai alat diagnostik
duktus arteriosus paten. Fungsi alat ini sudah digantikan oleh ekokardiografi yang
non invasif. Kateterisasi jantung dipergunakan untuk mengukur tekanan dalam
atrium dan ventrikel jika ada sindrom Eisenmenger.
8. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan duktus arteriosus paten yang tidak terkomplikasi adalah
untuk menghentikan shunt dari kiri ke kanan. Pada penderita dengan duktus kecil,
penutupan ini ditujukan untuk mencegah endokarditis, sedangkan pada duktus sedang
dan besar untuk menangani gagal jantung kongestif dan mencegah terjadinya penyakit
10

vaskuler pulmonal. Penatalaksanaan ini dibagi atas terapi medikamentosa dan tindakan
bedah.
a. Medikamentosa
Terapi medikamentosa diberikan terutama pada duktus ukuran kecil, dengan
tujuan terjadinya kontraksi otot duktus sehingga duktus menutup. Jenis obat yang
sering diberikan adalah:
1) Golongan obat-obatan nonsteroid anti-inflamasi (indometasin / indosin).
Berfungsi untuk menekan produksi prostaglandin dengan cara menurunkan
aktivitas cyclo-oksigenase.
Dosis: 0,2 mg/kg iv pada 12 jam I, diikuti 0,1 mg/kg iv pada 12 jam berikutnya.
Kontraindikasi: hipersensitivitas, perdarahan gastrointestinal dan insufisiensi
ginjal.
Efek samping: nefritis, gagal ginjal dan leukopenia.
2) Prostaglandin E1 (Alprostil, Prostin VR)
Berfungsi untuk mempertahankan patensi duktus arteriosus, terutama jika sudah
ada shunt dari kanan ke kiri (sindrom Eisenmenger). Obat ini diberikan sebelum
tindakan operasi penutupan duktus dilakukan, dan efektif pada bayi prematur.
Dosis awal: 0,05-0,1 mcg/kg/min iv.
Dosis rumatan: 0,01-0,04 mcg/kg/min iv.
Kontraindikasi: hipersensitivitas dan sindrom distres pernapasan.
Efek samping: apnea, kejang, demam, hipotensi, dan penekanan aggregasi
trombosit.

b. Tindakan Bedah
Tindakan terbaik untuk menutup duktus adalah dengan melakukan operasi.
Risiko kematian yang kecil ini menyebabkan banyak dokter lebih aktif melakukan
operasi pada umur muda karena menunggu penutupan spontan mempunyai resiko
yang lebih besar daripada operasi.
Pada bayi prematur tanpa sindrom distres respirasi, dicoba dahulu
memperbaiki gagal jantungnya dengan digitalis. Bila ini berhasil, operasi dapat
ditunda 3 bulan lagi atau lebih lama karena banyak kasus dapat menutup spontan.
Indikasi untuk melakukan tindakan bedah, yaitu adanya kegagalan terapi
medikamentosa, trombositopenia, dan insufisiensi ginjal.
Ada beberapa teknik operasi yang dipakai untuk menutup duktus, seperti
penutupan dengan menggunakan teknik cincin dan metode ADO (Amplatzer Duct
Occluder). ADO berupa coil, terdiri dari beberapa ukuran yang sesuai dengan ukuran
duktus, dan dimasukkan ke dalam duktus dengan bantuan kateterisasi jantung
melalui arteri femoralis sampai ke aorta.

11

B. ASD (Atrial Septal Defect)


1. Definisi
Atrial septal defeck ( ASD ) adalah penyakit jantung bawaan lubang (defek) pada
septum interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena kegagalan fungsi interatrial
semasa janin. Aatrial septal defect adalah suatu lubang pada dinding (septum) yang
memisahkan jantung bagian atas ( atrium kiri dan kanan ).

ASD adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan kanan.(Sudigdo
Sastroasmoro, 1994).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Atrial
Septal Defect ( ASD ) penyakit jantung bawaan dimana terdapat lubang ( defek ) pada
sekat atau septum interatrial yang memisahkan atrium kiri dan kanan yang terjadi
karena kegagalan fusi septum interatial semasa janin.
2. Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang
diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebutdiantaranya :
a. Faktor Prenatal
1) Ibu menderita penyakit infeksi rubella
2) Ibu alkoholisme
3) Umur ibu lebih dari 40 tahun
4) Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
b. Faktor Genetik
1) Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
2) Ayah atau ibu menderita PJB
12

3) Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down


4) Lahir dengan kelainan bawaan lain
3. Klasifikasi
Tiga macam variasi yang terdapat pada ASD, yaitu :
a. Ostium secundum
Merupakan tipe ASD yang tersering. Kerusakan yang terjadi terletak pada
bagian tengah septum atrial dan fossa ovalis. Sekitar 8 dari 10 bayi lahir dengan
ASD ostium secundum. Sekitar setengahnya ASD menutup dengan sendirinya.
Keadaan ini jarang terjadi pada kelainan yang besar. Tipe kerusakan ini perlu
dibedakan dengan patent foramen ovale. Foramen ovale normalnya akan menutup
segera setelah kelahiran, namun pada beberapa orang hal ini tidak terjadi hal ini
disebut paten foramen ovale. ASD merupakan defisiensi septum atrial yang sejati.
b. Ostium primum
Kerusakan terjadi pada bagian bawah septum atrial. Biasanya disertai dengan
berbagai kelainan seperti katup atrioventrikuler dan septum ventrikel bagian atas.
Kerusakan primum jarang terjadi dan tidak menutup dengan sendirinya.
c. Sinus venosus
Kerusakan terjadi pada bagian atas septum atrial, didekat vena besar (vena
cava superior) membawa darah miskin oksigen ke atrium kanan. Sering disertai
dengan kelainan aliran balik vena pulmonal, dimana vena pulmonal dapat
berhubungan dengan vena cava superior maupun atrium kanan. Defek sekat primum
dikenal dengan ASD I, Defek sinus Venosus dan defek sekat sekundum dikenal
dengan ASD II
4. Manifestasi Klinis
Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik) pada
masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi gagal jantung
di tahunpertama kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian gagal jantung
meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya gangguan aktivitas listrik
jantung (aritmia). Gejala yang muncul pada masa bayi dan kanak-kanak adalah adanya
infeksi saluran nafas bagian bawah berulang, yang ditandai dengan keluhan batuk dan panas
hilang timbul ( tanpa pilek). Selain itu gejala gagal jantung (pada ASD besar) dapat
berupa sesak napas, kesulitan menyusu, gagal tumbuh kembang pada bayi atau cepat
capai saat aktivitas fisik pada anak yang lebih besar. Selanjutnya dengan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang seperti elektro-kardiografi (EKG), rontgent dada dan
echo-cardiografi, diagnosis ASD dapat ditegakkan. Gejalanya bisa berupa :
a. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan.
b. Dispneu (kesulitan dalam bernafas)
13

c.
d.
e.
f.

Sesak nafas ketika melakukan aktivitas


Jantung berdebar-debar (palpitasi)
Pada kelainan yang sifatnya ringan sampai sedang, mungkin sama sekali
Tidak ditemukan gejala atau gejalanya baru timbul pada usia pertengahan Aritmia.

5. Patofisiologi
Penyakit dari penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat dipastikan
banyak kasus mungkin terjadi akibat aksi trotogen yang tidak diketahui dalam
trisemester pertama kehamilan saat terjadi perkembangan jantung janin. Pertama
kehidupan status, saat struktur kardiovaskuler terbentuk kecuali duktus arteriosis paten
yaitu saluran normal untuk status yang harus menututp dalam beberapa hari pertama.
Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat
ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak
begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium kanan 5 mmHg).
Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri
pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt besar, maka volume darah
yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah yang melalui aorta.
Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis. Maka tekanan pada alatalat tersebut naik., dengan adanya kenaikan
tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan
tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu
bising sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis relatif
katup pulmonal ). Pada valvula trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan, sehingga
disini juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga terdengar bising diastolik.
Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis,
maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmunalis dan
akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi kejadian
ini pada ASD terjadinya sangat lambat ASD I sebagian sama dengan ASD II. Hanya
bila ada defek pada katup mitral atau katup trikuspidal, sehingga darah dari ventrikel
kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium kiri dan atrium kanan pada waktu
systole.Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II.
Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah
sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi
dan sianosis.
ASD akibat terjadinya kesalahan pada jumlah absorbsi dan proliferasi jaringan
pada tahap perkembangan pemisahan organ atrium menjadi atrium kiri dan kanan.
Akibat adanya celah patologis antara atrium kanan dan atrium kiri, klien dengan defec
14

septum atrium mempunyai beban pada sisi jantung kanan , akibat pirau dari atrium kiri
ke atrium kanan. Beban tersebut merupakan beban volume (volume overload). Aliran
darah pintas kiri ke kanan pada tipe osteum sekundum dan tipe sinus venosus akan
menyebabkan keluhan kelemahan dan sesak nafas, umumnya timbul pada usia dewasa
muda. Kegagalan jantung kanan serta aritma supra ventrikulear dapat pula terjadi pada
stadium lanjut. Namun apabila repurigtusi mitral berat, gejala serta keluhan akan
muncul lebih berat dan lebih awal. Gejala ini umumnya ditemukan pada umur 20 40
tahun.
Pada kasus atrial septal defect yang tidak ada komplikasi, darah yang
mengandung oksigen dari atrium kiri mengalir ke atrium kanan tetapi tidak sebaliknya.
Aliran yang melalui defek tersebut merupakan suatu proses akibat ukuran dan
complain dari atrium tersebut. Normalnya setelah bayi lahir complain ventrikel kanan
menjadi lebih besar dari pada ventrikel kiri yang menyebabkan ketebalan dinding
ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga juga berakibat volume serta ukuran atrium
kanan dan ventrikel kanan meningkat.
Jika complain ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat
shunt dari kiri ke kanan bias berkurang. Pada suatu saat berkurang. Pada suatu saat
sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit vaskuler paru yang terus bertambah
berat. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan ke kiri sehingga sirkulasi darah
sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi
dan sianosis yang menyebabkan gangguan system transport oksigen karena pertukaran
gas dalam paru-paru yang tidak efektif menyebabkan sesak nafas sehingga aktifitas
menjadi terganggu (intoleransi aktifitas).
6. Komplikasi
a. Hipertensi Pulmonal
b. Gagal Jantung
c. Penyakit pembuluh darah paru
d. Endokarditis
e. Aritmia
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
b. Foto thorax
c. EKG ; deviasi aksis ke kiri pada ASD primum dan deviasi aksis ke kanan pada ASD
Secundum; RBBB,RVH
d. Echo
e. Kateterisasi jantung ; prosedur diagnostik dimana kateter radiopaque dimasukan
kedalam serambi jantung melalui pembuluh darah perifer, diobservasi dengan

15

fluoroskopi atau intensifikasi pencitraan; pengukuran tekanan darah dan sample


darah memberikan sumber-sumber informasi tambahan.
f. TEE (Trans Esophageal Echocardiography)
8. Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Untuk tujuan praktis, penderita dengan defek sekat atrium dirujuk ke ahli
bedah untuk penutupan bila diagnosis pasti. Pembedahan jantung yang didasarkan
pada ukuran shunt menempatkan lebih pada kepercayaan terhadap data dari pada
alasan yang diberikan. Dengan terbuktinya defek sekat atrium dengan shunt dari kiri
ke kanan pada anak yang umurnya lebih dari 3 tahun, penutupan adalah beralasan.
Agar terdeteksi, shunt dari kiri ke kanan harus memungkinkan rasio QP/QS
sekurang-kurangnya 1,5 : 1 ; karenanya mencatat adanya shunt merupakan bukti
cukup untuk maju terus. Dalam tahun pertama atau kedua, ada beberapa manfaat
menunda sampai pasti bahwa defek tidak akan menutup secara spontan. Sesudah
umur 3 tahun, penundaan lebih lanjut jarang dibenarkan.Indikasi utama penutupan
defek sekat atrium adalah mencegah penyakit vascular pulmonal abstruktif.
Pencegahan masalah irama di kemudian hari dan terjadinya gagal jantung
kongesif nantinya mungkin jadi dipertimbangkan, tetapi sebenarnya defek dapat
ditutup kemudian jika masalah ini terjadi. Sekarang resiko pembedahan jantung
untuk defek sekat atrium varietas sekundum benar-benar nol. Kemungkinan
penutupan tidak sempurna pada pembedahan jarang.
Komplikasi kemudian sesudah pembedahan jarang dan terutama adalah
masalah dengan irama atrium. Berlawanan dengan pengalaman ini adalah masalah
obstruksi vaskular pulmonal yang sangat menghancurkan pada 510 persen
penderita, yang menderita penyakit ini. Penyakit vaskular pulmonal obstruktif
hampir selalu mematikan dalam beberapa tahun dan dengan sendirinya cukup alasan
untuk mempertimbangkan perbaikan bedah semua defek sekat atrium.
b. Penutupan Defek Sekat Atrium dengan kateter.
Alat payung ganda yang dimasukan dengan kateter jantung sekarang
digunakan untuk menutup banyak defek sekat atrium.Defek yang lebih kecil dan
terletak lebih sentral terutama cocok untuk pendekatan ini. Kesukaran yang nyata
yaitu dekatnya katup atrioventrikular dan bangunan lain, seperti orifisium vena kava,
adalah nyata dan hingga sekarang, sistem untuk memasukkan alat cukup besar
menutup defek yang besar tidak tersedia. Keinginan untuk menghindari pemotongan
intratorak dan membuka jantung jelas.Langkah yang paling penting pada penutupan
defek sekat atrium transkateter adalah penilaian yang tepat mengenai jumlah, ukuran
16

dan lokasi defek. Defek yang lebih besar dari pada diameter 25 mm, defek multipel
termasuk defek di luar fosa ovalis, defek sinus venosus yang meluas ke dalam vena
kava, dan defek dengan tepi jaringan kurang dari 3-6 mm dari katup trikuspidal atau
vena pulmonalis kanan dihindari.
c. Untuk penderita dengan defek yang letaknya sesuai, ukuran ditentukan dengan
menggembungkan balon dan mengukur diameter yang direntangkan. Payung dipilih
yang 80% lebih besar daripada diameter terentang dari defek. Lengan distal payung
dibuka pada atrium kiri dan ditarik perlahan-lahan tetapi dengan kuat
melengkungkan sekat ke arah kanan. Kemudian, lengan sisi kanan dibuka dan
payung didorong ke posisi netral. Lokasi yang tepat dikonfirmasikan dan payung
dilepaskan.
Penderita dimonitor semalam, besoknya pulang dan dirumat dengan profilaksi
antibiotik selama 6-9 bulan. Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani
tindakan penutupan pada defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara
spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa.
Namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar
kecilnya aliran darah (pirau) dan ada tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan
tekanan pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) serta penyulit lain.
Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi
bedah jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan langsung
ataupun menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun, pertama kali
dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson di Amerika Serikat, menyusul ditemukannya
mesin bantu pompa jantung-paru (cardio-pulmonary bypass) setahun sebelumnya.
d. Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak terlambat)
memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka kematian operasi
0-1%, angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al melaporkan survival (ketahanan
hidup) paska opearsi mencapai 98% dalam follow up 27 tahun setelah tindakan
bedah, pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun. Semakin
tua usia saat dioperasi maka survival akan semakin menurun, berkaitan dengan
sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru.
e. Terapi intervensi non bedah
Aso adalah alat khusus yang dibuat untuk menutup ASD tipe sekundum secara
non bedah yang dipasang melalui kateter secara perkutaneus lewat pembuluh darah
di lipat paha (arteri femoralis).Alat ini terdiri dari 2 buah cakram yang dihubungkan
dengan pinggang pendek dan terbuat dari anyaman kawat nitinol yang dapat
17

teregang menyesuaikan diri dengan ukuran ASD. Di dalamnya ada patch dan benang
polyester yang dapat merangsang trombosis sehingga lubang/komunikasi antara
atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna.

C. VSD (Ventricular Septal Defect)


1. Definisi
VSD adalah kelainan jantung bawaan berupa tidak sempurnanya penutupan
dinding pemisah antar ventrikel. Kelainan ini paling sering ditemukan pada anak-anak
dan bayi dan dapat terjadi secara congenital dan traumatic (I wadyan Sudarta, 2013:
32).
Defek septum ventrikel (VSD/Ventrikular Septal Defect) adalah suatu lubang
pada septum ventrikel. Septum ventrikel adalah dinding yang memisahkan jantung
bagian bawah (memisahkan ventrikel kiri dan ventrikel kanan ). VSD merupakan
gangguan atau lubang pada septum atau sekat diantara rongga ventrikel akibat
kegagalan fungsi atau penyambungan sekat interventrikel ( kasron, 2012: 137 ).

Mayoritas defek berada di pars membranosa septum ventrikel. Defek pada region
midportion atau apical septum ventricular merupakan defek muscular. Defek diantara
Krista supra ventricular dan otot papilaris conus arteriosus dapat diasosiasikan dengan
stenosis pulmonal dan tetralogy fallot. Defek suprakrista (superior terhadap Krista
supraventrikular) jarang terjadi, namun berada di bawah katup pulmonal dan mengenai
sinus aorta sehingga menyebabkan insufisiensi aorta.
Kadangkala VSD dapat menutup sendiri, jika VSD besar biasanya selalu harus
dioperasi. VSD ini tergolong penyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik dengan
18

vaskularisasi paru bertambah. VSD ini memiliki sifat khusus, yaitu shunt pada daerah
vantrikel, aliran darah pada arteri pulmonalis lebih banyak, tidak ada sianosis. Defek
septum ventrikel biasa sebagai defek terisolasi dan sebagai komponen anomaly
gabungan. Lubangan biasanya tunggal dan terletak pada bagian membranosa septum.
Gangguan fungsional lebih tergantung pada ukurannya dan keadaan bantalan vaskuler
paru, dari pada lokasi defek. Besarnya defek bervariasi mulai dari ukuran millimeter
(mm) sampai dengan centimeter (cm):
a. VSD kecil : diameter sekitar 1-5 mm, pertumbuhan anak dengan keadaan ini masi
normal walaupun ada kecenderungan terjadi infeksi saluran pernafasan.
b. VSD sedang-sangat besar : diameter lebih dari setengah ostium aorta, tekanan
ventrikel kanan biasanya meninggi.
2. Etiologi
Kelainan ini merupakan kelainan terbanyak terbanyak, yaitu 25% dari seluruh
kelainan jantung. Dinding pemisah antara kedua ventrikel tidak tertutup sempurna.
Kelainan ini umumnya congenital tetapi dapat pula terjadi karena trauma. VSD lebih
sering ditemukan pada anak-anak dan seringkali merupakan kelainan jantung bawaan.
Pada anak-anak, lubangnya sangat kecil, tidak menimbulkan gejala dan seringkali
menutup dengan sendirinya sebelum anak berumur 18 tahun. Pada kasus yang lebih
berat, bisa terjadi kelainan fungsi ventrikel dan gagal jantung. VSD bisa ditemukan
bersamaan dengan kelainan jantung lainnya. Faktor-faktor tersebut diantaranya :
a. Faktor Prenatal (faktor eksogen)
1) Rubella atau infeksi virus lainnya pada ibu hamil.
2) Gizi ibu hamil yang buruk.
3) Ibu yang alkoholik
4) Usia ibu >40 tahun
5) Ibu menderita diabetes
b. Faktor Genetik (faktor endogen)
1) Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
2) Ayah/ibu menderita PJB
3) Kelainan kromosom misalnya sindrom down
4) Lahir dengan kelainan bawaan yang lain
Kelainan ini merupakan kelainan terbanyak, yaitu sekitar 25% dari seluruh
kelainan jantung. Dinding pemisah antara kedua ventrikel tidak tertutup sempurna.
Kelainan ini umumnya congenital, tetapi dapat pula terjadi karena trauma. Kelainan
VSD ini sering bersama-sama dengan kelainan lain misalnya trunkus arteriosus,
Tetralogi Fallot.
3. Manifestasi Klinis
Tanda gejala umum :
a. Murmur
b. Dipsnea (sesak napas)
19

c.
d.
e.
f.
g.

Anoreksia
Takipnea (napas cepat)
Ujung-ujung jari hiperemik dan diameter dada bertambah
Pada anak yang kurus terlihat impuls jantung yang hiperdinamik
Pada palpasi dan auskultasi tekanan arteri pulmonalis yang tinggi dan penutupan
katup pulmonal teraba jelas pada sela iga ketiga kiri dekat sternum, dan mungkin

teraba getaran bising pada dinding dada.


Tanda gejala berdasarkan lubangnya:
a. Pada VSD kecil: biasanya tidak ada gejala-gejala. Bising pada VSD tipe ini bukan
pansistolik, tapi biasanya berupa bising akhir sistolik tepat sebelum S2.
b. Pada VSD sedang: biasanya juga tidak begitu ada gejala-gejala, hanya kadangkadang penderita mengeluh lekas lelah, sering mendapat infeksi pada paru sehingga
sering menderita batuk.
c. Pada VSD besar: sering menyebabkan gagal jantung pada umur antara 1-3 bulan,
penderita menderita infeksi paru dan radang paru. Kenaikan berat badan lambat.
Kadang-kadang anak kelihatan sedikit sianosis, gejala-gejala pada anak yang
menderitanya, yaitu; nafas cepat, berkeringat banyak dan tidak kuat menghisap susu.
Apabila dibiarkan pertumbuhan anak akan terganggu dan sering menderita batuk
disertai demam.
4. Patofisiologi
Adanya lubang pada septum interventrikuler memungkinkan terjadinya aliran dari
ventrikel kiri ke ventrikel kanan, sehingga aliran darah ke paru bertambah. Presentasi
klinis tergantungnya besarnya aliran pirau melewati lubang VSD serta besarnya tahanan
pembuluh darah paru. Bila aliran pirau kecil umumnya tidak menimbulkan keluhan.
Dalam perjalanannya, beberapa tipe VSD dapat menutup spontan (tipe perimembran
dan muskuler), terjadi hipertensi pulmonal, hipertrofi infundibulum, atau prolaps katup
aorta yang dapat disertai regurgitasi (tipe subarterial dan perimembran)(rianto, 2003;
masud 1992).
Defek septum ventricular ditandai dengan adanya hubungan septal yang
memungkinkan darah mengalir langsung antar ventrikel, biasanya dari kiri ke kanan.
Diameter defek ini bervariasi dari 0,5 3,0 cm. Perubahan fisiologi yang terjadi dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a. Tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningkatkan aliran darah kaya oksigen
melalui defek tersebut ke ventrikel kanan.
b. Volume darah yang meningkat dipompa ke dalam paru, yang akhirnya dipenuhi
darah, dan dapat menyebabkan naiknya tahanan vascular pulmoner.

20

c. Jika tahanan pulmoner ini besar, tekanan ventrikel kanan meningkat, menyebabkan
pirau terbalik, mengalirkan darah miskin oksigen dari ventrikel kanan ke kiri,
menyebabkan sianosis.
Keseriusan gangguan ini tergantung pada ukuran dan derajat hipertensi pulmoner.
Jika anak asimptomatik, tidak diperlukan pengobatan; tetapi jika timbul gagal jantung
kronik atau anak beresiko mengalami perubahan vascular paru atau menunjukkan
adanya pirau yang hebat diindikasikan untuk penutupan defek tersebut. Resiko bedah
kira-kira 3% dan usia ideal untuk pembedahan adalah 3 sampai 5 tahun.
Setelah kelahiran (dengan VSD), resitensi pulmonal tetap lebih tinggi melebihi
normal dan ukuran pirau kiri ke kanan terbatas setelah resitensi pulmonal turun pada
minggu-minggu pertama kelahiran, maka terjadi peningkatan pirau kiri ke kanan.
Ketika terjadi pirau yang besar maka gejala dapat terlihat dengan jelas. Pada
kebanyakan kasus, resistensi pulmonal sedikit meningkat dan penyebab utama
hipertensi pulmonal adalah aliran darah pulmonal yang besar. Pada sebagian paien
dengan VSD besar, arteriol pulmonal menebal hal ini dapat menyebabkan penyakit
vaskular paru obstruktif. Ketika rasio resistensi pulmonal dan sistemik adalah 1:1, maka
pirau menjadi bidireksional (dua arah), tanda-tanda gagal jantung menghilang dan
pasien menjadi sianotik. Namun hal ini sudah jarang terlihat karena adanya
perkembangan intervensi secara bedah.
5. Klasifikasi
Klasifikasi VSD berdasarkan lokasi lubang, dibagi menjadi 3 menurut
(Chandrasoma, 2006; Purwaningtyas, 2007) :
a. Tipe perimembran (60%)
b. Tipe subarterial (37%)
c. Tipe muskuler (3%)
Berdasarkan lokasi defek, VSD terbagi atas 4 yaitu :
a. Defek subpulmonal, disebabkan oleh kekurangan septum conal.
b. Defek membranous, terletak dibelakang septum dari katup tricuspid.
c. Defek Atrioventrikular (AV), disebabkan karena kekurangan komponen endokardial
dari septum interventrikuler.
d. Defek muscular, dapat terjadi dibagian manapun dari septum otot.
Berdasarkan ukuran defek, VSD terbagi atas 3 yaitu :
a. Defek kecil, tidak didapatkan gejala dan murmur jantung pada pemeriksaan rutin.
b. Defek sedang, menyebabkan timbul gejala pada bayi ( muncul pada bulan pertama
kehidupan).
c. Defek besar, gejala mulai muncul pada minggu pertama kehidupan.
6. Komplikasi

21

a. Endokarditis infektif. Penyakit yang disebabkan infeksi mikroba pada lapisan


endotel jantung ditandai oleh vegetasi yang biasanya terdapat pada katup jantung
namun dapat terjadi endokardium di tempat lain.
b. Gagal jantung kronik. Sindrom klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal
jantung berupa sesak, fatique, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema, dan
tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat. Tanda-tanda gagal
jantung; nafas cepat, sesak nafas, retraksi, bunyi jantung tambahan (murmur), edema
tungkai, hepatomegali.
c. Obstruksi pembuluh darah pulmonal (Adanya hambatan pada PD pulmonal ).
d. Syndrome eisenmenger (Terjadinya perubahan dari pirau kiri ke kanan menjadi
kanan ke kiri yang dapat menyebabkan sianosis ).
e. Terjadinya insulisiensi aorta atau stenosis pulmonary ( penyempitan pulmonal ).
f. Penyakit vascular paru progresif sebagai akibat lanjut dari syndrome eisenmenger.
g. Radang paru-paru (pneumonia/bronkopneumonia) berulang : gejala dan tanda
berupa batuk-batuk dengan sesak nafa disertai panas tinggi.
h. Kerusakan system konduksi ventrikel.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG :Gambaran EKG pada pasien VSD dapat menggambarkan besar kecilnya defek
dan hubungannya dengan hemodinamik yang terjadi :
1) Pada VSD kecil, gambaran EKG biasanya normal, namun kadang-kadang di
jumpai gelombang S yang sedikit dalam dihantaran perikardial atau peningkatan
ringan gelombang R di V5 dan V6.
2) Pada VSD sedang, EKG menunjukkan gambaran hipertrofi kiri. Dapat pula
ditemukan hipertrofi ventrikel kanan, jika terjadi peningkatan arteri pulmonal.
3) Pada VSD besar, hampir selalu ditemukan hipertrofi kombinasi ventrikel kiri dan
kanan. Tidak jarang terjadi hipertrofi ventrikekl kiri dan kanan disertai deviasi
aksis ke kanan (RAD). Defek septum ventrikel membranous inlet sering
menunjukkan deviasi aksis ke kiri (LAD).
b. Gambaran Radiologi Thorax :
1) Pada VSD kecil, memperlihatkan bentuk dan ukuran jantung normal dengan
vaskularisasi peru normal atau sedikit meningkat.
2) Pada VSD sedang, menunjukkan kardiomegali sedang dengan konus pulmonalis
yang menonjol, hilus membesar dengan vaskularisasi paru meningkat.
3) Pada VSD besar yang disertai hipertrofi pulmonal atau sindroma eisenmenger
tampak konus pulmonal sangat menonjol dengan vaskularisasi paru yang
meningkat di daerah hilus namun berkurang di perifer
c. Echocardiografi :
1) Pemeriksaan echocardiografi pada VSD meliputi M-Mode,dua dimensi doppler.
Pada doppler berwarna dapat ditemukan lokasi, besar dan arah pirau.
22

2) Pada defek yang kecil, M-Mode dalam batas normal sedangkan pada dua dimensi
defek kecil sulit dideteksi.
3) Pada defek sedang lokasi dan ukuran dapat ditentukan dengan ekokardigrafi dua
dimensi, dengan M-Mode terlihat pelebaran ventrikel kiri atau atrium,
kontraktilitas ventrikel masih baik.
4) Pada defek besar, ekokardiografi dapat menunjukkan adanya pembesaran ke
empat ruang jantung dan pelebaran arteri pulmonalis.
8. Penatalaksanaan
a. Umum
1) Ruangan harus cukup ventilasi, tetapi tidak boleh terlalu dingin. Selimuti pasien
agar tidak kedinginan, tetapi tidak boleh mengganggu pernafasannya (terlalu
berat di dada) pakaikan kaos kaki. Jangan pakai gurita.
2) Baringkan dengan kepala lebih tinggi (semi-fowler)
3) Jika banyak lendir baringkan dengan letak kepala ekstensi dengan memberi ganjal
di bawah bahunya (untuk memudahkan lendir keluar)
4) Jika bekas infus terjadi hematoma, oleskan jel tarombophob atau kompres dengan
alkohol. Hindari infeksi dengan bekerja secara aseptik.
5) Jika orang tua tidak menunggui harus lebih diperhatikan, ajaklah berbicara
walaupun pasiennya seorang bayi
6) Sering isap lendirnya; bila terlihat banyak lendir di dalam mulut, bila akan
memberi minum, atau bila akan mengubah sikap berbaringnya
7) Berbaringnya setiap 2 jam, lap dengan air hangat bagian yang bekas tertekan dan
diberi bedak
8) Observasi tanda vital, terutama pernapasan, suhu dan nadi, catat dalam catatan
perawatan
9) Penggunaan oksigen
Penggunaan oksigen mungkin sangat membantu untuk penderita gagal
jantung dengan edema paru-paru, terutama jika terdapat pirau dari kanan ke kiri
yang mendasari dengan hipoksemia kronik. Diberikan oksigen 30-50% dengan
kelembaban tinggi supaya jalan nafas tidak kering dan memudahkan sekresi
saluran nafas keluar. Namun, oksigen tidak mempunyai peran pada pengobatan
gagal jantung kronik.
10) Pembatasan cairan dan garam. Dianjurkan pemberian cairan sekitar 70-80%
(2/3) dari kebutuhan. Sebelum ada agen diuretik kuat, pembatasan diet natrium
memainkan peran penting dalam penatalaksanaan gagal jantung.
11) Kebutuhan nutrisi (Diet makanan Berkalori Tinggi)
Bayi yang sedang menderita gagal jantung kongestif banyak kekurangan
kalori karena kebutuhan metabolisme bertambah dan pemasukan kalori
berkurang. Oleh karena itu, perlu menambah kalori harian. Sebaiknya memakan
23

makanan berkalori tinggi, bukan makanan dengan volume yang besar karena anak
ini ususnya terganggu. Juga sebaiknya makanannya dalam bentuk yang agak cair
untuk membantu ginjal mempertahankan natrium dan keseimbangan cairan yang
cukup.
12) Hilangkan faktor yang memperberat (misalnya demam, anemia, infeksi) jika ada
Peningkatan temperatur, seperti yang terjadi saat seorang menderita demam,
akan sangat meningkatkan frekuensi denyut jantung, kadang-kadang dua kali dari
frekuensi denyut normal. Penyebab pengaruh ini kemungkinan karena panas
meningkatkan permeabilitas membran otot ion yang menghasilkan peningkatan
perangsangan sendiri. Anemia dapat memperburuk gagal jantung, jika Hb < 7 gr
% berikan transfusi PRC. Antibiotika sering diberikan sebagai upaya pencegahan
terhadap miokarditis/ endokarditis, mengingat tingginya frekuensi ISPA
(Bronkopneumoni) akibat udem paru pada bayi/ anak yang mengalami gagal
jantung kiri.
13) Penatalaksanaan diit pada penderita yang disertai malnutrisi
Memberikan gambaran perbaikan pertumbuhan tanpa memperburuk gagal
jantung bila diberikan makanan pipa yang terus-menerus. Secara farmakologis,
pengobatan adalah pendekatan tiga tingkat, yaitu:
a) Memperbaiki kinerja pompa jantung
b) Mengendalikan retensi garam dan air yang berlebihan
c) Mengurangi beban kerja
Pendekatan pertama adalah memperbaiki kinerja

pompa

dengan

menggunakan digitalis, jika gagal jantung tetap tidak terkendali maka digunakan
diuretik (pegurangan prabeban) untuk mengendalikan retensi garam dan air yang
berlebihan. Jika kedua cara tersebut tidak efektif, biasanya dicoba pengurangan
beban kerja jantung dengan vasodilator sistemik (pengurangan beban pasca). Jika
pendekatan ini tidak efektif, upaya lebih lanjut memperbaiki kinerja pompa
jantung dapat dicoba dengan agen simpatomimetik atau agen inotropik positif
lain. Jika tidak ada dari cara-cara tersebut yang efektif, mungkin diperlukan
transplantasi jantung. Untuk menilai hasilnya harus ada pencatatan yang teliti dan
berulang kali terhadap denyut jantung, napas, nadi, tekanan darah, berat
badan,hepar, desakan vena sentralis, kelainan paru, derajat edema, sianosis, dan
kesadaran.
b. Pembedahan
Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang belum permanen: biasanya
pada keadaan menderita gagal jantung, dalam pengobatannya menggunakan
24

digitalis. Bila ada anemia diberi transfusi eritrosit selanjutnya diteruskan dengan
terapi besi. Operasi dapat ditunda sambil menunggu penutupan spontan atau bila ada
gangguan dapat dilakukan setelah berumur 6 bulan.
Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal permanen: operasi paliatif atau
operasi koreksi total sudah tidak mungkin karena arteri pulmonalis mengalami
aterosklerosis. Bila defek ditutup, ventrikel kanan akan diberi beban yang berat
sekali dan akhirnya akan mengalami dekompensasi. Bila defek tidak ditutup,
kelebihan tekanan pada ventrikel kanan dapat disalurkan ke ventrikel kiri melalui
defek.
1) Antibiotic profilaksis mencegah endokarditis pada tindakan tertentu
2) Penanganan gagal jantung jika terjadi operasi pada umur 2-5 tahun
3) Prognosis operasi baik jika tahanan vascular paru rendah, pasien dalam keadaan
baik, BB 15 kg. Bila sudah terjadi sindrom Eisenmenger maka tidak dapat
dioperasi. Sindrom Eisenmenger diderita pada penderita dengan VSD yang berat,
yaitu ketika tekanan ventrikel kanan sama dengan ventrikel kiri, sehingga
shuntnya sebagian atau seluruhnya telah menjadi dari kanan ke kiri sebagai akibat
terjadinya penyakit vaskuler pulmonal
4) Penatalaksanaan bedah: Perbaikan defek septum ventricular
Perbaikan dini lebih disukai jika defeknya besar. Bayi dengan gagal jantung
kronik mungkin memerlukan pembedahan lengkap atau paliatif dalam bentuk
pengikatan atau penyatuan arteri pulmoner jika mereka tidak dapat distabilkan
secara medis. Karena kerusakan yang ireversibel akibat penyakit vaskular paru,
pembedahan hendaknya tidak ditunda sampai melewati usia pra sekolah atau jika
terdapat resistensi vaskular pulmoner progresif.
Berikut ini adalah komplikasi dari gangguan tersebut :
a) Kemungkinan insufisiensi aorta (terutama jika sudah ada sebelum pembedahan
b) Aritmia
Blok cabang ikatan kanan (ventrikulotomi kanan)
Blok jantung
c) Gagal jantung kronik, terutama pada anak dengan hipertensi pulmoner dan
ventrikulotomi kiri
d) Perdarahan
e) Disfungsi ventrikel kiri
f) Curah jantung rendah
g) Kerusakan miokardium
h) Edema pulmoner
c. Non bedah
Menutup defek dengan alat melalui kateterisasi jantung. Kateterisasi jantung
diperlukan pada :
1) VSD kecil dan sedang yang diduga ada peningkatan tahanan paru.
25

2) VSD besar dan atau gagal jantung.


Tujuan kateterisasi jantung terutama untuk mengetahui :
1) Jumlah defek.
2) Evaluasi besarnya pirau.
3) Evaluasi tahanan vaskular paru.
4) Evaluasi beban kerja ventrikel kanan dan kiri.
5) Mengetahui defek lain selain VSD.
Kateterisasi jantung kanan untuk mengukur tekanan dan saturasi pada aliran
darah pulmonal sedangkan kateterisasi jantung kiri untuk aliran darah sistemik.
d. Farmakologi
1) Vasopresor atau vasodilator adalah obat-obat yang dipakai untuk anak dengan
defek septum ventricular dan gagal jantung kronik berat.
2) Dopamine (intropin) memiliki efek inotropik positif pada miokard, menyebabkan
peningkatan curah jantung dan peningkatan tekanan sistolik serta tekanan nadi,
sedikit sekali atau tidak ada efeknya pada tekanan diastolic, digunakan untuk
mengobati gangguan hemodinamika yang disebabkan bedah jantung terbuka
(dosis diatur untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi ginjal).
3) Isoproterenol (isuprel) memiliki efek inotropik positif pada miokard,
menyebabkan peningkatan curah jantung dan kerja jantung, menurunkan tekanan
diastolik dan tekanan rata-rata sambil meningkatkan tekanan sistolik.
e. Penatalaksanaan Medis
1) Pada VSD kecil : ditunggu saja, kadang-kadang dapat menutup secara spontan.
Diperlukan operasi untuk mencegah endokarditis infektif.
2) Pada VSD sedang : jika tidak ada gejala-gejala gagal jantung, dapat ditunggu
sampai umur 4-5 tahun karena kadang-kadang kelainan ini dapat mengecil. Bila
terjadi gagal jantung diobati dengan digitalis. Bila pertumbuhan normal, operasi
dapat dilakukan pada umur 4-6 tahun atau sampai berat badannya 12 kg.
3) Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang belum permanen: biasanya
pada keadaan menderita gagal jantung sehingga dalam pengobatannya
menggunakan digitalis. Bila ada anemia diberi transfuse eritrosit terpampat
selanjutnya diteruskan terapi besi. Operasi dapatditunda sambil menunggu
penutupan spontan atau bila ada gangguan dapat dilakukan setelah berumur 6
bulan.
4) Pada VSD dengan hipertensi pulmonal permanen : operasi paliatif atau operasi
total sudah tidak mungkin karena arteri pulmonalis mengalami arteriosklerosis.
Bila defek ditutup, ventrikel kanan akan diberi beban yang berat sekali dan
akhirnya akan mengalami dekompensasi. Bila defek tidak ditutup, kelebihan
tekanan pada ventrikel kanan dapat di salurkan ke ventrikel kiri melalui defek.
D. AVSD (Atrioventrikular Defek Septum)
1. Definisi
26

Atrioventrikular berarti atrium dan ventrikel

(empat bilik jantung). Septum

berarti dinding antara sisi kiri dan kanan jantung. Defek berarti bocor/lubang.
Atrioventrikular defek septum berarti ada lubang antara atrium dan ventrikel.
Atrioventrikulardefek septum (AVSD) atau cacat saluran atrioventrikular (AVCD),
sebelumnya dikenal sebagai "kanal atrioventrikular umum" (CAVC) atau "bantal
endocardial cacat", dicirikan oleh kekurangan dari septum atrioventrikular dari jantung.
Hal ini disebabkan oleh atau tidak memadai fungsi abnormal dari atasan dan inferior
bantal endocardial dengan bagian tengah dari septum atrium dan bagian otot dari
septum ventrikel. Bila lubang terletak di daerah ostium primum, yang mana ini
termasuk salah satu bentuk Atrio-Ventrikular Septal Defect(AVSD).
AVSD dapat di klasifikasikan menjadi 2:
a. Dalam AVSD parsial, ada cacat di bagian quaeritur atau inferior dari septum atrium
tapi tidak ada komunikasi intraventricular langsung ( ostium cacat quaeritur ).
b. Dalam AVSD lengkap (CAVSD), ada komponen ventrikel besar di bawah salah satu
atau kedua selebaran bridging tinggi atau lebih rendah dari katup AV. Cacat
melibatkan seluruh wilayah persimpangan ruang atas dan bawah dari jantung, yaitu
dimana atrium bergabung dengan ventrikel.
Ada lubang besar antara bagian bawah atrium dan atas atau masuk sebagian
dari ventrikel dan ini dikaitkan dengan kelainan yang signifikan dari katup
memisahkan atrium dari ventrikel. Katup yang berlaku menjadi katup atrioventricular umum, dan tingkat keparahan cacat sangat tergantung pada lampiran
pendukung katup ke ventrikel dan apakah katup memungkinkan aliran dominan dari
atrium kanan ke ventrikel kanan dan dari atrium kiri ke kiri ventrikel. Masalah
secara keseluruhan sangat mirip dengan VSD tetapi lebih rumit.

27

Ada peningkatan aliran darah ke paru-paru melalui kedua komponen ventrikel


dan atrium yang cacat. Selain itu, katup atrio-ventricular abnormal selalu kebocoran,
sehingga ketika kontrak ventrikel, darah mengalir bukan hanya ke depan untuk
tubuh dan paru-paru, tetapi juga mundur ke atrium. Efek back-tekanan pada atrium
penyebab kemacetan darah di atrium kiri pada khususnya, dan ini pada gilirannya
menyebabkan kemacetan di vena pengeringan paru-paru. Pengaruh pada bayi adalah
untuk memperburuk gagal jantung yang berhubungan dengan VSD terisolasi dan
untuk mempercepat terjadinya hipertensi paru. Perlu disebutkan bahwa CAVSD
ditemukan di sekitar sepertiga dari bayi yang mengalami sindrom Down, tetapi juga
terjadi sebagai kelainan terisolasi.
AVSD dapat dideteksi dengan auskultasi jantung , mereka menyebabkan murmur
atipikal dan nada keras hati. Konfirmasi temuan dari auskultasi jantung dapat diperoleh
dengan jantung USG ( echocardiography - kurang invasif) dan kateterisasi jantung
(lebih invasif).
2. Etiologi
a. Sindrom Down
Sindrom down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan
mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom.
Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling
memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Jumlah kromosom 21 yang seharusnya
hanya 2 menjadi 3. Sindrom Down dapat meningkatkan risiko cacat saluran
atrioventrikular.
b. Penyakit jantung bawaan sejak lahir
Penyakit jantung bawaan adalah penyakit sejak lahir yang di mana si buah hati
masih dalam kandungan dengan keadaan yang kurang sempurna di bagian jantung.
Misalnya saja terdapat kebocoran jantung saat pembentukan jantung sewaktu masih
dalam janin. Hal tersebut yang menjadikan penyakit jantung bawaan, maksudnya
bawaan tersebut adalah penyakit atau ketidak sempurnaan jantung sewaktu masih
dalam kandungan.
3. Patofisiologi
Jika ada cacat dalam septum mungkin darah akan berjalan dari sisi kiri jantung ke
sisi kanan jantung, atau sebaliknya. Karena sisi kanan jantung mengandung darah vena
28

dengan kandungan oksigen rendah, dan sisi kiri jantung mengandung darah arteri
dengan kandungan oksigen tinggi, bermanfaat untuk mencegah komunikasi antara
kedua sisi jantung dan mencegah darah dari dua sisi jantung dari pencampuran satu
sama lain.
Kondisi Asosiasi : Jenis cacat jantung kongenital dikaitkan dengan pasien dengan
sindrom Down (trisomi 21) atau sindrom heterotaxy. 45% anak-anak dengan sindrom
Down memiliki penyakit jantung bawaan. Dari jumlah tersebut, 35-40% memiliki cacat
septum AV. Demikian pula, sepertiga dari seluruh anak yang lahir dengan AVSDs juga
memiliki sindrom Down.
4. Manifestasi Klinis
Biasanya penderita dengan AVSD tidak bergejala atau hanya memiliki gejala
ringan nonprogresif sampai mereka mencapai umur decade ke 3-4.
Ada dua jenis umum cacat saluran atrioventrikular - parsial dan lengkap. Bentuk
parsial hanya melibatkan dua kamar atas jantung. Bentuk lengkap memungkinkan darah
untuk bepergian dengan bebas di antara semua empat ruang jantung. Pada tipe baik,
darah ekstra beredar di paru-paru.
Complete atrioventricular canal defecttanda dan gejala cacat kanal lengkap
atrioventrikular biasanya berkembang pada beberapa minggu pertama kehidupan, yaitu
termasuk:
a.
b.
c.
d.

Kesulitan bernapas (dispnea)


Kurangnya nafsu makan
Kekurangan berat badan
Perubahan warna kebiruan pada bibir dan kulit (sianosis)
Jika bayi memiliki cacat kanal lengkap atrioventrikular, dia juga dapat

mengembangkan tanda dan gejala gagal jantung, termasuk:


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Kelelahan
Wheezing/ Mengi
Pembengkakan (edema) pada kaki, pergelangan kaki dan kaki
Excessive sweating Berker
ingat berlebihan
Penurunan kewaspadaanDetak jantung tidak teratur atau cepat
Cacat sebagian kanal atrioventrikular
Tanda dan gejala kerusakan parsial atrioventrikular kanal mungkin tidak muncul

sampai awal masa dewasa. Ketika mereka menjadi nyata, tanda dan gejala mungkin
berhubungan dengan komplikasi yang berkembang sebagai akibat dari cacat, dan
mungkin termasuk:
a. Detak jantung abnormal (aritmia)
29

b. Kegagalan jantung
c. Tekanan darah tinggi di paru-paru (hipertensi pulmonal)
5. Komplikasi
Prognosis defek sekat AV komplit tergantung besarnya shunt dari kiri ke kanan,
tingkat kenaikan tahanan vaskuler pulmonal dan keparahan insufiensi katup AV.
Kematian karena gagal jantung kongestif selama masa bayi dahulu sering terjadi
sebelum ditemukannya pembedahan korektif awal. Penderita yang hidup tanpa
pembedahan biasanya pada mereka berkembang penyakit obstruktif vaskuler pulmonal
atau biasanya stenosis pulmonal.
a. Pneumonia: jika bayi memiliki cacat atrioventrikular kanal tidak diobati, ia mungkin
telah terbukti pneumonia - infeksi paru-paru serius.
b. Pembesaran jantung (cardiomegaly). Peningkatan aliran darah melalui jantung
memaksanya untuk bekerja lebih keras daripada biasanya, menyebabkan itu untuk
memperbesar.
c. Gagal jantung tidak diobati, cacat saluran atrioventrikular biasanya akan
mengakibatkan gagal jantung - suatu kondisi dimana jantung tidak dapat memompa
darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
d. Tekanan darah tinggi di paru-paru (hipertensi pulmonal). Kapan ventrikel kiri
jantung melemah dan tidak dapat memompa cukup darah, peningkatan tekanan
punggung melalui pembuluh darah paru ke arteri di paru-paru, menyebabkan
tekanan darah tinggi di paru-paru .
6. Penatalaksanaan
Pengobatan bedah dan melibatkan penutupan cacat septum atrium dan ventrikel
dan restorasi dari katup AV yang kompeten kiri sejauh mungkin. Bedah prosedur Buka
memerlukan -paru mesin jantung dan dilakukan dengan sternotomy median
endovascular Percutaneous prosedur yang kurang invasif dan dapat dilakukan pada
jantung berdetak, tapi hanya cocok untuk pasien tertentu. Bedah kematian di pusatpusat mengalami kurang dari 10 persen untuk cacat lengkap dan kurang dari 5 persen
untuk cacat parsial.
Bayi lahir dengan AVSD umumnya di bidang kesehatan tidak memerlukan
operasi perbaikan segera. Jika operasi tidak diperlukan segera setelah lahir, bayi baru
lahir akan diawasi secara ketat untuk beberapa bulan mendatang, dan operasi yang
diadakan-off sampai tanda-tanda pertama bahaya paru-paru atau gagal jantung. Hal ini
memberikan waktu bayi untuk tumbuh, meningkatkan ukuran, dan dengan demikian
kemudahan operasi pada, jantung, serta kemudahan pemulihan. Bayi umumnya akan
memerlukan operasi dalam waktu tiga sampai enam bulan, bagaimanapun, mereka
30

mungkin dapat pergi ke dua tahun sebelum operasi menjadi perlu, tergantung pada
beratnya cacat.
Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat mengalami
kemunduran dari sistem penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya
mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan
dukungan maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana
atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik
maupun mentalnya. Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi
adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal
dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut
menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini
memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.
(Mahanta Aldiano).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit jantung bawaan merupakan suatu kelainan struktur pembentukan jantung
saat masih berada di dalam kandungan. Penyakit jantung bawaan terbagi menjadi dua,
yaitu sianotik dan non sianotik. Penyakit jantung bawaan non sianotik ini lebih dikenal
sebagai jantung bocor. Hal ini karena adanya lubang di aliran pirau kiri ke kanan jantung
ataupun tidak adanya aliran pirau dari kiri ke kanan jantung. Hal ini membuat aliran darah
yang menuju paru berlebih.
Penyakit jantung bawaan non sianotik memiliki banyak tipe yaitu Patent Ductus
Arterious (PDA), Atrial Septal Defect (ASD), Ventricular Septal Defect (VSD), AVSD
(Atrioventrikular Defek Septum). Dengan Mengenal penyakit jantung bawaan non
sianotik ini Anda menjadi tau apa yang harus dilakukan bila memiliki anak yang

31

mengalami kelainan bawaan ini. Pendeteksian lebih dini sangat diperlukan agar upaya
pengobatan dan juga perawatan dengan lebih optimal.
B. Saran
Perlunya penyuluhan khusus kepada masyarakat tentang penyakit ini juga dirasa
cukup penting, agar kasus yang terjadi dapat dicegah. Kepada ibu hamil diharapkan dapat
memberikan ASI eksklusif guna memaksimalkan imunitas anak agar terhindar dari
penyakit. Pencegahannya juga dapat dilakukan dengan menjaga janin pada masa
kehamilan dengan tidak mengkonsumsi rokok, alkohol maupun bahan makanan yang
kiranya berdampak pada jantung ibu dan janin yang akan dilahirkannya nanti.
Penulis juga mengharapkan makalah ini dapat menambah wawasan pembaca,
khususnya bagi para perawat dalam menambah wawasan agar dapat menangani masalahmasalah kesehatan yang ada di masyarakat. Sehingga, tenaga kesehatan terutama perawat
dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat sesuai dengan tanda dan gejala
sehingga penyakit pada anak dapat teratasi.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L. dan Sowden, Linda A. 2006. Buku Saku Keperawatan Pediactri. EGC :
Jakarta
Guyton. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi II. EGC : Jakarta.
Kumar, Cotran, Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. EGC : Jakarta
Muscari E Mary. 2005. Keperawatan Pediatrik. EGC : Jakarta
Nn. Makalah Patent Ductus Arteriosus. Diunduh dari: http://file:///D:/Duktus-AnteriosusPaten/Referensi/Makalah-Patent-Ductus-Arterious.htm. Diakses pada: 16 Januari
Nn.

2016
Askep

Patent

Ductus

Arteriosus

Patent.

Diunduh

dari:

http://putrisayangbunda.blog.com/2010/08/29/askep-patent-ductus-arterious-pda/.
Nn.

Diakses pada: 17 Januari 2016


Makalah
PDA
Persistent

Ductus

Arteriosus.

Diunduh

dari:

http://zhoghyearhye.blogspot.co.id/2014/09/makalah-pda-persistent-ductusarteriosus.html. Diakses pada: 15 Januari 2016


32

Nn. Ventrikel Septum Devec. Diunduh dari: http://www.riyawan.com/2014/06/ventrikelseptum-devec-vsd.html. Diakses pada: 17 januari 2016
Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. FKUI : Jakarta
Setyawan, Hilal. Askep Duktus Arteriosus Pada Anak. Diunduh dari: http://hilalsetyawan.blogspot.co.id/2012/11/askep-duktus-arteriosus-pada-anak_309.html.
Diakses pada: 16 Januari 2016
Suriyadi dan Yuliani, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta
Wahab, A. Samik. 2009. Kardiologi Anak Penyakit Jantung Kongenital. EGC : Jakarta ; 6985
Wahab, Samik. Kardilogi Anak : 2009. Penykit Jantung Kongenital yang Tidak Sianotik.
EGC : Jakarta
Wordpress. Asuhan Keperawatan Patent Ductus Arteriosus (PDA). Diunduh dari:
https://ilirdha.wordpress.com/2012/10/12/asuhan-keperawatan-patent-ductusarterious-pda/. Diakses pada: 17 Januari 2016

33

Anda mungkin juga menyukai