Anda di halaman 1dari 23

Mitral Stenosis

Muhamad firdaus

(102017023)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510.

Email : Muhamadfirdhaus90@gmail.com

Abstrak

Mitral Stenosis merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran darah
dari atrium kiri melalui katup mitral. Gangguan aliran tersebut terjadi akibat kelainan
struktur mitral sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat diastol.
Ekokardiografi merupakan modalitas pilihan yang paling sensitif dan spesifik untuk
diagnosis stenosis mitral, walaupun bisa juga menggunakan Elektrocardiography,
Radiography. Secara umum, semua pasien dengan stenosis mitral harus mendapatkan
profilaksis antibiotik yang tepat terhadap endokarditis jika ditemukan tanda-tanda
bakterimia. Namun untuk menyembuhkannya harus di lakukan terapi definitif, bisa
menggunakan PBMV, Valve Replacement.

Kata kunci : Mitral Stenosis, Elektrocardiograpgy, PBMV

Abstract:
Mitral Stenosis is a condition where there is a disruption in blood flow from the
left atrium through the mitral valve. The flow disturbance is caused by abnormalities in
the mitral structure so that the left ventricular filling is caused by diastole.
Echocardiography is the most sensitive and specific modality of choice for the diagnosis
of mitral stenosis, although it can also use electrocardiography, radiography. In general,
all patients with mitral stenosis should get appropriate antibiotic prophylaxis against
endocarditis if bacteremic signs are found. But to cure it must be done definitive therapy,
can use PBMV, Valve Replacement.
Keywords: Mitral Stenosis, Electrocardiography, PBMV

1
Pendahuluan

Penyakit katup jantung merupakan penyakit jantung yang cukup sering ditemukan.

Di Amerika Serikat, sekitar 10-20% operasi bedah jantung dilakukan karena penyakit

katup jantung. Penyakit katup jantung merupakan penyebab penyakit jantung nomor dua.

Penyakit katup jantung banyak disebabkan oleh penyakit degeneratif di negara maju

sedangkan penyakit katup jantung sering disebabkan penyakit jantung rematik pada

negara berkembang seperti halnya Indonesia. Berdasarkan jenis kelamin penderita, laki-

laki lebih sering terdiagnosis daripada perempuan. Terdapat penelitian yang

menyebutkan bahwa sekitar 4.2 juta – 5.6 juta orang dewasa di Amerika Serikat dan

diprediksikan jumlah tersebut akan terus meningkat di masa yang akan datang. Dari

beberapa penyakit katup jantung, salah satu diantaranya adalah stenosis mitral.1,2

Stenosis mitral merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran darah

dari atrium kiri melalui katup mitral. Gangguan aliran tersebut terjadi akibat kelainan

struktur mitral sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat diastol.3

Penyebab terjadi stenosis mitral dapat bervariasi. Penyebab utama terjadinya stenosis

mitral tidak sama seperti penyakit katup jantung lainnya. Penyebab terjadinya stenosis

mitral kebanyakan disebabkan oleh demam rematik, sedangkan penyebab lainnya yang

sangat jarang adalah kelainan kongenital, ekposur radiasi, mukopolisarkoidosis,

kalsifikasi annulus mitral, dan miksoma atrium kiri. Pada stenosis mitral, katup jantung

dapat mengalami perubahan karena terjadi proses fibrosis, kalsifikasi, fusi korda, fusi

komisura, dan penebalan leaflet/katup di katup mitral. Hal tersebut membuat katup mitral

menjadi sulit untuk terbuka dan menyebabkan aliran darah dari atrium kiri terhambat dan

menumpuk/terbendung. Bendungan ini akan terjadi terus menerus hingga mencapai

2
pembuluh darah pulmonal dan ventrikel kanan sehingga dapat menyebabkan gangguan

pada paru dan jantung.4

Gambar 1. Mitral stenosis

Normalnya, luas katup mitral dapat membuka berukuran 4.0 cm2 hingga 5.0 cm2.

Gejala stenosis mitral biasanya muncul ketika luas katup mitral saat membuka hanya

mencapai 1.5 cm2 hingga 2.5 cm2. Gejala stenosis mitral juga dapat muncul saat istirahat

jika luas katup mitral saat membuka tidak mencapai 1.0 cm2. Walaupun begitu, gejala

stenosis mitral dapat muncul pada katup mitral yang masih dapat membuka lebar namun

3
pengisian diastoliknya mengalami gangguan. Hal tersebut dapat terjadi pada ibu hamil,

fibrilasi atrium, olahraga, dan efek emosional.4. Derajat keparahan stenosis mitral dapat

diklasifikasikan menjadi derajat ringan, derajat sedang, dan derajat berat berdasarkan

luas area katup mitral saat terbuka, tekanan rata-rata, dan tekanan darah arteri pulmonal.5

Gejala pertama yang sering muncul dari stenosis mitral adalah sesak nafas (shortness of

breath), namun pada pasien stenosis mitral dapat juga ditemukan gejala seperti fibrilasi

atrium, edema paru, dan emboli. Beberapa gejala yang jarang terjadi pada stenosis mitral

dapat berupa suara serak, batuk darah, dan disfagia. Survival Rate 10 tahun pada pasien

stenosis mitral dengan gejala asimptomatik atau minimal mencapai angka 80%,

sedangkan pada pasien stenosis mitral dengan 1 gejala berat saja dapat menurunkan

Survival Rate 10 tahun menjadi 0 - 15%.1,4

Pada pemeriksaan fisik pada pasien stenosis mitral dapat ditemukan seperti suara

opening snap yang diikuti suara gemuruh saat fase diastolik, dan suara S1 yang keras

serta suara P2 yang keras. Pada pemeriksaan radiografi, pelebaran atrium kiri merupakan

tanda yang paling sering ditemukan. Pembesaran atrium kanan, ventrikel kanan, dan

arteri pulmonal dapat juga terjadi pada kasus stenosis mitral yang berat dengan hipertensi

pulmonal. Selain radiografi, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah EKG,

ekokardiografi, dan kateterisasi jantung. Temuan paling tersering pada pemeriksaan

EKG adalah pembesaran atrium kiri (gelombang P > 0.12s pada lead II) dan atrial

fibrilasi. Ekokardiografi merupakan pilihan utama untuk menentukan ada atau tidak

adanya mitral stenosis sedangkan kateterisasi jantung sudah jarang digunakan karena

dengan ekokardiografi saja sudah dapat menentukan derajat keparahan stenosis mitral.6

Tatalaksana pada kasus stenosis mitral bergantung dengan derajat keparahan

stenosis mitral. Pengobatan pada kasus stenosis mitral yang asimptomatik tidak

4
dilakukan, sedangkan pada kasus stenosis mitral yang lebih lanjut, maka penanganan

dapat dilakukan secara invasif seperti percutaneus mitral valvuloplasty dengan balon

kateter dan operasi penggantian katup mitral. Pasien dengan stenosis mitral akibat

penyakit jantung rematik harus mendapatkan obat antibiotik yang efektif terhadap bakteri

β-hemolitik streptokokus untuk mencegah demam rematik berulang. Obat antikoagulan

dapat diberikan untuk mencegah fibrilasi atrium untuk mencegah kardioemboli.6

Anamnesis

Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan lengkap karena sebagian

besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan diagnosis.7

1. Menanyakan identitas pasien

2. Menanyakan peramasalahannya/ keluhan utama pasien

3. Menanyakan keluhan penyerta pasien

4. Menanyakan stressornya misalnya penyakit kronis menahun atau akut, pengobatan

atau obat yang sedang dikonsumsi, pernah mengalami trauma fisik dan lainnya.

5. Menanyakan RPS yaitu menanyakan riwayat penyakit saat ini, pernah seperti ini atau

tidak, terakhir sakit seperti ini, makin parah atau tidak.

6. Menanyakan riwayat kehidupan pribadinya, misalnya : kecendrungan suka

menyendiri, suka hal mistis, suka curiga, suka jadi pusat perhatian, suka melanggar

atruan, suka menonjolkan kelebihan, suka menghindar, suka akan keteraturan dan

ketepatan atau suka menurut di depan namun berontak di belakang. Riwayat

Pendidikan dan pekerjaan. Riwayat agama misalnya : selalu taat beragama? Riwayat

perkawinan misalnya : sudah menikah? Menanyakan riwayat keluarga misalnya : ada

yang mengalami gangguan jiwa dan hubungannya dgn pasien. Menanyakan

5
kehidupan social sekarang misalnya : ukuran rumah, status kepemilikan, anak

bagaimana.7

Berdasarkan anamnesis, diketahui bahwa seorang wanita 50 tahun sesak nafas

sejak beberapa bulan yang lalu, dan makin hari makin memberat, akhir akhir ini pasien

sering batuk dan di sertai darah muda yang berbusa, kemudian ada penurunan nafsu

makan. Kemudian dari hasil pemeriksaan fisik di temukan murmur di garis parasternais

kiri antara ICS 2-4 (diastolic murmur dan opening swab).

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah Echocardiography,

Electrocardiography, Radiografi (foto thoraks).

Echocardiography adalah pendekatan yang paling akurat untuk diagnosis dan

evaluasi MS. Hal ini direkomendasikan untuk semua pasien dengan MS pada presentasi

awal, untuk reevaluasi mengubah gejala atau tanda-tanda, dan secara berkala (tergantung.

Keparahan penyakit) untuk perkembangan pemantauan penyakit. Pencitraan

menunjukkan anatomi karakteristik dengan penebalan leaflet dan pembatasan

pembukaan disebabkan oleh fusi simetris dari commissures, sehingga menghasilkan

"doming" (seperti kubah) dari daun katup saat diastole.

Elektrokardiografi relatif tidak sensitif untuk mendeteksi MS ringan, tetapi tidak

menunjukkan perubahan karakteristik dalam obstruksi sedang atau berat. Pembesaran

atrium kiri (P durasi gelombang dalam memimpin II> 0,12 detik dan / atau gelombang

sumbu P antara +45 dan -30 derajat) adalah fitur elektrokardiografi utama MS dan

ditemukan pada 90% pasien dengan MS signifikan dan ritme sinus. Tanda-tanda

6
elektrokardiografi pembesaran atrium kiri berkorelasi lebih erat dengan volume atrium

kiri dibandingkan dengan tekanan atrium kiri.

Gambar, EKG.

Radiografi Pasien dengan MS hemodinamik signifikan hampir selalu memiliki

bukti pembesaran atrium kiri pada pandangan lateral dan oblik anterior kiri, meskipun

siluet jantung mungkin normal pada proyeksi frontal.


7
Pembesaran atrium kiri ekstrim jarang terjadi pada MS terisolasi, ketika hadir, MR

biasanya parah. Pembesaran arteri paru, ventrikel kanan, dan atrium kanan (serta atrium

kiri) umumnya terjadi pada pasien dengan MS berat. Kadang-kadang, kalsifikasi dari

katup mitral jelas pada rontgenogram dada tetapi, fluoroskopi diperlukan untuk

mendeteksi kalsifikasi katup.

Working Diagnose (WD)

Terdapat beberapa tanda stenosis mitral pada pemeriksaan fisik. Palpitasi pada

bagian dada anterior kiri bisa dirasakan pada pasien dengan peningkatan tekanan

ventrikel kanan. Pada auskultasi dapat ditemukan suara S1 yang keras. Namun jika katup

mitral hanya dapat membuka sedikit, mengalami kalsifikasi, dan immobile maka suara

S1 bisa saja menjadi normal. Selain suara S1 yang keras, suara opening snap (OS) setelah

suara S2 biasanya muncul pada kasus stenosis mitral. Interval antara S2 dan OS akan

8
semakin memendek seiring parahnya derajat stenosis mitral. Pada kasus stenosis mitral,

suara murmur dapat didengar. Hal tersebut dikarenakan turbulensi yang terjadi akibat

katup mitral yang tidak dapat membuka lebar saat diastol.

Epidemiologi

Prevalensi terjadi mitral stenosis sebanding dengan prevalensi penyakit rematik.

Prevalensi penyakit rematik lebih tinggi di negara-negara berkembang daripada Amerika

serikat. Pada tahun 1980 insiden demam reumatik di Amerika Serikat berkisar 0,5-

2/100.000 penduduk dan semakin menurun di tahun selanjutnya dikarenakan pengobatan

yang luas dan efektif dari penggunaan antibiotik dalam mengobati infeksi dari

streptococcus.8 Prevalensi penyakit rematik di negara berkembang seperti di India

mencapai 100-150 kasus per 100.000 penduduk. Sekitar 2/3 penderita stenosis mitral

merupakan perempuan. Onset dari gejala pertama biasanya muncul pada dekade ke-3

atau ke-4 masa kehidupan. Survival Rate 10 tahun pada pasien stenosis mitral dengan

gejala asimptomatik atau minimal mencapai angka 80%, sedangkan pada pasien stenosis

mitral dengan 1 gejala berat saja dapat menurunkan Survival Rate 10 tahun menjadi 0 -

15%.1,4

Etiologi

Penyebab utama dari MS adalah demam rematik, dengan perubahan rematik ada

dalam 99% dari katup mitral stenosis (MS). Sekitar 25% dari semua pasien dengan

penyakit jantung rematik yang hanya didapatkan murni MS, dan sekitar 40% memiliki

gabungan MS dan MR(mitral regurgitation). Keterlibatan multivalve terlihat pada 38%

pasien MS, dengan katup aorta yang terkena dampak di sekitar 35% dan katup trikuspid

di sekitar 6%. Katup pulmonal jarang yang terkena dampak. Dua pertiga dari semua

9
pasien dengan MS rematik adalah perempuan. Interval antara episode awal demam

rematik dan bukti klinis obstruksi MV adalah bervariasi, mulai dari beberapa tahun

sampai dengan lebih dari 20 tahun.8

Hasil demam rematik menyebabkan perubahan karakteristik dari katup mitral,

penegakan diagnostik adalah adanya penebalan di tepi leaflet, fusi komisura, dan

pemendekan dan fusi chordal. Pada demam rematik akut, terjadi peradangan dan. edema

dari daun katup, dengan small fibrin-platelet trombi sepanjang zona kontak leaflet. Hal

ini akan menimbulkan jaringan parut (scarring) dan mengakibatkan deformitas katup,

dengan obliterasi dari arsitektur leaflet normal dengan fibrosis, dan neovaskularisasi

kolagen meningkat dan selularitas jaringan. Badan aschoff, ciri patologis penyakit

rematik, yang paling sering terlihat di miokardium, bukan jaringan katup, dengan tubuh

aschoff diidentifikasi dalam hanya 2% dari pasien diotopsi dengan penyakit katup

kronis.3,4,6

Perubahan anatomi menyebabkan tipikal fungsional yang khas pada katup mitral

rematik. Dalam tahap-tahap awal dari penyakit, daun katup yang relatif fleksibel snap

terbuka di diastole menjadi bentuk melengkung karena pembatasan gerak di ujung daun

katup. Ini doming diastolik paling jelas dalam gerakan daun katup anterior dan menjadi

kurang menonjol sebagai daun katup menjadi lebih fibrosis dan kalsifikasi. Fusi simetris

hasil commissures dalam lubang kecil berbentuk oval sentral dalam diastole bahwa pada

spesimen patologis berbentuk seperti mulut ikan atau sosok karena daun katup anterior

tidak dalam posisi terbuka. Dengan stadium akhir penyakit, daun katup menebal mungkin

begitu keras dan kaku dan tidak dapat membuka atau menutup, berkurang atau jarang,

bahkan menghilangkan suara jantung pertama dan menyebabkan gabungan MS dan MR.

Ketika demam rematik hasil secara eksklusif atau terutama dalam kontraksi dan fusi dari

10
tendinea korda, dengan fusi kecil dari commissures katup, maka gejala MR akan lebih

dominan.3,4

Perdebatan berlanjut tentang apakah anatomi perubahan dalam hasil MS berat dari

episode berulang dari demam rematik, proses autoimun kronis yang disebabkan oleh

reaktivitas silang antara protein streptokokus dan jaringan katup, atau penyakit katup

yang terjadi kalsifikasi. Bukti yang mendukung infeksi berulang sebagai faktor penting

dalam perkembangan penyakit termasuk korelasi antara variabilitas geografis dalam

prevalensi penyakit jantung rematik dan usia di mana pasien datang dengan MS berat. Di

Amerika Utara dan Eropa, di mana ada sekitar 1 kasus/100, 000 penduduk, pasien datang

dengan obstruksi katup berat dalam dekade keenam dari kehidupan. Sebaliknya, di

Afrika, dengan prevalensi penyakit 35/100, 000, penyakit parah sering terlihat pada

remaja. Sebaliknya, bukti yang mendukung penyakit katup akibat kalsifikasi setelah

diamati bahwa terjadi restenosis setelah valvuloplasty mitral disebabkan oleh penebalan

leaflet dan fibrosis daripada fusi commissural berulang.6

MS kongenital jarang dan biasanya didiagnosis pada masa bayi atau anak usia dini.

MS merupakan komplikasi yang jarang dari penyakit ganas karsinoid, lupus eritematosus

sistemik, rheumatoid arthritis, dan mucopolysaccharidoses dari fenotip Hunter-Hurler,

penyakit Fabry, dan penyakit Whipple. Terapi Methysergide adalah penyebab biasa tapi

didokumentasikan MS. Hubungan antara defek septum atrium dengan MS rematik

disebut Lutembacher sindrom.3

Kondisi lain dapat menyebabkan obstruksi inflow ventrikel kiri, termasuk tumor

atrium kiri, khususnya myxoma, ball valve thrombus di atrium kiri (biasanya

berhubungan dengan MS), endokarditis infektif dengan vegetasi yang besar, atau

membran bawaan di atrium kiri (yaitu, cor triatriatum). Pada pasien yang lebih tua,
11
kalsifikasi annular yang luas mitral dapat mengakibatkan pembatasan ukuran dan

gerakan anulus dan dapat memperpanjang ke dasar daun katup mitral, sehingga MS

fungsional, meskipun obstruksi jarang parah.6

Manifestasi Klinis

Derajat berat ringannya stenosis mitral ditentukan dari kemampuan katup mitral

membuka. Semakin parah stenosisnya maka semakin parah gejala yang ditimbulkan.

Gejala yang pertama kali sering dikeluhkan adalah sesak nafas dan berkurangnya

kemampuan beraktivitas. Pada kasus stenosis mitral yang ringan, sesak nafas tidak

muncul saat beristirahat; namun, gejala tersebut muncul saat tekanan atrium kiri

meningkat seperti saat beraktivitas yang membutuhkan kontraksi atrium yang lebih cepat

untuk memenuhi pengisian ventrikel (menurunnya waktu pengisian diastolik). Pada

kasus stenosis mitral yang lebih parah, sesak nafas muncul bahkan saat beristirahat.

Penderita akan semakin mudah lelah dan dapat disertai dengan gejala-gejala kongestif

paru seperti paroxysmal nocturnal dypsnea dan orthopnea. Dengan stenosis mitral yang

berlanjut disertai hipertensi pulmonal, tanda-tanda seperti distensi vena jugular,

hepatomegali, ascites, dan edema perifer akan muncul. Jika saraf laringeal tertekan oleh

arteri pulmonal yang membesar maupun atrium kiri, suara serak dapat menjadi salah satu

gejala.5

Nafas yg sulit

Gejala yang paling umum dari presentasi MS adalah sesak, kelelahan, dan

penurunan toleransi aktivitas. Gejala dapat disebabkan oleh penurunan kemampuan

untuk meningkatkan curah jantung normal dengan latihan atau peningkatan tekanan vena

paru dan fungsi paru berkurang. Sesak dapat disertai dengan batuk dan mengi. Kapasitas

vital berkurang, mungkin karena adanya pembuluh paru membesar dan edema
12
interstisial. Pasien yang memiliki obstruksi penting untuk pengosongan atrium kiri dan

sesak dengan aktivitas biasa (NYHA fungsional Kelas III) umumnya memiliki ortopnea

juga dan beresiko mengalami serangan edema paru. Yang terakhir ini mungkin dipicu

oleh usaha, stres emosional, infeksi pernafasan, demam kehamilan, atau AF dengan

tingkat ventrikel cepat atau takiaritmia lainnya.5

Edema paru dapat disebabkan oleh kondisi apapun yang meningkatkan laju aliran

melintasi katup mitral stenosis, baik karena peningkatan cardiac output total atau

pengurangan dalam waktu yang tersedia untuk aliran darah di lubang mitral terjadi. Pada

pasien dengan peningkatan resistensi pembuluh darah paru, fungsi RV sering terganggu

dan presentasi juga dapat mencakup gejala dan tanda-tanda gagal jantung kanan.4,5

MS adalah penyakit progresif lambat, dan banyak pasien tetap asimtomatik

tampaknya hanya dengan menyesuaikan gaya hidup mereka ke tingkat yang lebih

menetap. Biasanya, status gejala dapat secara akurat dinilai oleh riwayat penyakit,

meminta pasien untuk membandingkan tingkat saat tenaga maksimum untuk titik waktu

tertentu di masa lalu. Test treadmill mungkin berguna untuk pasien yang dipilih untuk

menentukan status fungsional secara obyektif dan dapat dikombinasikan dengan Doppler

echocardiography untuk menilai hemodinamik latihan.4,5

Hemoptisis

Hemoptisis jarang pada pasien dengan diagnosis yang dikenal dari MS karena

intervensi dilakukan sebelum obstruksi parah menjadi kronis. Ketika hemoptysis tidak

terjadi, itu bisa mendadak dan berat, yang disebabkan oleh pecahnya berdinding tipis,

vena bronkial dilatasi, biasanya sebagai akibat dari kenaikan mendadak tekanan atrium

kiri, atau mungkin lebih ringan, dengan hanya bernoda darah dahak terkait dengan

serangan dispnea nocturnal paroksismal (PND). Pasien MS juga mungkin memiliki


13
karakteristik sputum merah muda berbusa edema paru akut dengan pecahnya kapiler

alveolar. Hemoptisis juga bisa disebabkan oleh infark paru, komplikasi akhir dari MS

terkait dengan gagal jantung.3,4

Dada Nyeri

Nyeri dada bukan merupakan gejala khas MS, tetapi persentasi kecil, mungkin

15%, dari pasien dengan ketidaknyamanan dada pengalaman MS yang bisa dibedakan

dari angina pectoris. Gejala ini dapat disebabkan oleh hipertensi RV parah sekunder

untuk penyakit pembuluh darah paru atau aterosklerosis koroner secara bersamaan.

Jarang, nyeri dada mungkin menjadi sekunder untuk obstruksi koroner yang disebabkan

oleh embolisasi koroner. Pada banyak pasien, namun, penjelasan yang memuaskan untuk

nyeri dada tidak dapat ditemukan penyebabnya, bahkan setelah studi hemodinamik dan

angiografik lengkap.3,4

Patologi

Proses perubahan patologi sampai terjadinya gejala klinis (periode laten) biasanya

memakan waktu bertahun-tahun (10-20 tahun). Pada stenosis mitral akibat demam

rematik akan terjadi proses peradangan (valvulitis) dan pebentukan nodul tipis di

sepanjang garis penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan fibrosis dan penebalan

katup jantung, kalsifikasi, fusi komisura, pemendekan korda atau kombinasi dari proses

tersebut.3,8

Fusi dari komisura akan menimbulkan penyempitan dari orifisium primer,

sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder. Pada

endokarditis reumatika, daun katup dan korda akan mengalami sikatrik dan kontraktur

bersamaan dengan pemendekan korda.8

14
Kalsifikasi biasanya terjadi pada usia lanjut dan biasanya sering terjadi pada

perempuan dibanding pria. Kalsifikasi katup ini juga sering terjadi pada keadaan gagal

ginjal kronik.3

Patofisiologi

Deskriptor yang paling berguna dari tingkat keparahan obstruksi katup mitral

adalah derajat pembukaan katup diastole, atau daerah lubang katup mitral. Pada orang

dewasa normalnya luas katup mitral dapat membuka berukuran 4.0 cm2 hingga 6.0 cm2.

Bila area orifisium katup berkurang sampai 2 cm maka diperlukan upaya aktif atrium kiri

berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal dapat terjadi.

Stenosis mitral kritis terjadi bila pembukaan katup berkurang hingga menjadi 1 cm2. Pada

tahap ini, dibutuhkan tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan

cardiac output yang normal.10

Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada stenosis

mitral. Kenaikan tekanan atau hipertensi pulmonal pada awalnya terjadi secara pasif

akibat kenaikan tekanan atrium kiri. Peningkatan tekanan pulmonal didukung oleh

perubahan pada vaskular paru berupa vasokonstriksi akibat bahan neurhumoral seperti

endotelin, atau perubahan anatomik. Perubahan anatomik yang dimaksud adalah proses

remodelling tunika media dan intima yang menjadi hipertrofi (reactive hypertension).

Peningkatan tekanan hidrostatik pada pembuluh darah pulmonal ini akan menyebabkan

transudasi plasma ke interistisium paru dan alveoli. Penderita akan merasakan sesak dan

gejala gagal jantung kongestif. Pada kasus yang parah, peningkatan tekanan vena

pulmonal yang signifikan dapat membuat vena bronkial ruptur di dalam parenkim paru

sehingga menimbulkan gejala batuk parah penyakit.3,4

15
Tekanan yang berlebih pada atrium kiri secara terus menerus akan menyebabkan

pembesaran atrial kiri. Atrial kiri akan mengalami peregangan dan hantaran konduksi

jantung akan menjadi kacau. Jika hal ini terjadi, fibrilasi atrium dapat terjadi. Fibrilasi

atrium dapat membuat penurunan cardiac output pada kasus stenosis mitral karena waktu

pengisian diastolik akan lebih berkurang. Pengisian diastolik berkurang akibat

peningkatan denyut jantung sehingga waktu untuk darah mengalir melalui katup mitral

berkurang, dan, di waktu yang sama akan terjadi peningkatan tekanan atrium yang lebih

parah.8

Gejala stenosis mitral biasanya muncul ketika luas katup mitral saat membuka

hanya mencapai 1.5 cm2 hingga 2.5 cm2, terutama saat frekuensi denyut jantung

meningkat. Gejala stenosis mitral juga dapat muncul saat istirahat jika luas pembukaan

katup mitral tidak mencapai 1.0 cm2. Walaupun begitu, gejala stenosis mitral dapat

muncul pada katup mitral yang masih dapat membuka lebar pada kondisi jantung yang

pengisian diastoliknya mengalami gangguan, seperti pada ibu hamil, fibrilasi atrium,

olahraga, dan efek emosional.8

Klasifikasi

Derajat berat ringannya stenosis mitral dapat juga ditentukan oleh gradien

trasmitral, luasnya area katup mitral. Serta hubungan antara lamanya waktu antara

penutupan katup aorta dan kejadian opening snap. Berdasarkan luasnya area katup mitral,

derajat stenosis adalah sebagai berikut:

1. Minimal : bila area >2.5 cm2


2. Ringan : bila area 1.4-2.5 cm2
3. Sedang : bila area 1-1.4 cm2
4. Berat` : bila area <1 cm2

16
5. Reaktif : bila area >2.5 cm2

Keluhan dan gejala stenosis mitral akan mulai muncul bila luas area katup mitrap

meurun sampai seperdua normal (<2-2.cm2). Hubungan antara gradien dan luasnya area

katup serta waktu pembukaan katup mitral dapat dilihat pada Table.1

Derajat stenosis interval A2-OS Area Gradien

Ringan >110 msec >1,5 cm2 <5 mmHg

Sedang 80-110 msec >1 cm2-1,5 cm2 5-10 mmHg

Berat <80 msec <1 cm2 >10 mmHg

Tabel 1. Hubungan antara gradien dan luasnya area katup serta waktu pembukaan

katup mitral.5

Differential Diagnose atau Diagnosis Banding (DD)

Regurgitasi Mitral

Regurgitasi mitral adalah suatu keadaan di mana terdapat aliran darah balik dari ventrikel
kiri ke dalam atrium kiri pada saat sistol, akibat tidak dapat menutupnya katup mitral secara
sempurna. Dengan demikian, aliran darah saat sistol akan terbagi dua. Pasien Mitral regurgitasi
berat hampir semuanya simptomatik. Pada beberapa kasus dapat diperberat oleh adanya ruptur
chordae, umumnya ditandai oleh sesak nafas dan rasa lemas yang berlebihan, yang timbul secara
tiba-tiba.Kadang ruptur korda ditandai oleh adanya nyeri dada, orthopnea, paroxysmal nocturnal
dispnea dan rasa capai kadang ditemukan pada Mitral regurgitasi. 10,11

Penatalaksanaan
17
Medikal

Manajemen medis MS terutama diarahkan berikut: (1) pencegahan demam rematik

berulang, (2) pencegahan dan pengobatan komplikasi MS, dan (3) perkembangan pemantauan

penyakit untuk memungkinkan intervensi pada titik waktu yang optimal. pasien dengan stenosis

mitral harus mendapatkan profilaksis antibiotik yang tepat terhadap endokarditis jika ditemukan

tanda-tanda bakterimia. Antibiotik yang digunakan dapat berupa golongan penisilin, eritromisin,

sulfa, sefalosporin. Obat-obat inotropik negative seperti β-bloker atau CCB (calcium chanel

blocker) dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus dengan fungsional NYHA III.

Diet rendah garam disertai diuretik dapat bermanfaat jika terdapat bukti adanya kongesti pada

paru. Terapi antikoagulan diindikasikan untuk pencegahan emboli sistemik pada pasien MS

dengan AF (persisten atau paroxysmal), setiap kejadian emboli sebelumnya (bahkan jika dalam

ritme sinus), dan adanyaa trombus atrium kiri. Antikoagulasi juga dapat dipertimbangkan untuk

pasien dengan irama sinus dan MS parah ketika ada pembesaran atrium kiri yang parah

(diameter> 55 mm) atau kontras spontan pada echocardiography. Pasien tanpa gejala dengan

ringan sampai sedang penyakit katup mitral rematik harus memiliki pemeriksaan sejarah dan fisik

setiap tahunnya, dengan echocardiography setiap 3 sampai 5 tahun untuk stenosis ringan, setiap

1 sampai 2 tahun untuk stenosis moderat, dan setiap tahun untuk stenosis yang parah. Evaluasi

lebih sering sesuai untuk setiap perubahan dalam tanda-tanda atau gejala. Semua pasien dengan

MS yang signifikan harus disarankan untuk menghindari pekerjaan yang membutuhkan tenaga

yang berat. Atrial Fibrilasi (AF) sering terjadi pada stenosis mitral. Prevalensi 30-40% akan

muncul akibat hemodinamik yang bermakna karena hilangnya kontribusi atrium terhadap

pengisian ventrikel serta frekuensi ventrikel yang cepat. Ketika AF terjadi secara akut, biasanya

AF disertai dengan Rapid Ventricular Response (RVR). Penatalaksanaan dini perlu dilakukan

seperti pemberian digitals (digoxine) dan dapat dikombinasikan dengan β-bloker atau

nondihydropyridine CCB. Ketika obat ini tidak efektif atau ketika kontrol tingkat tambahan

diperlukan, digoksin atau amiodarone dapat dipertimbangkan. Selain hal diatas, upaya yang

18
harus dilakukan untuk membangun kembali ritme sinus adalah dengan

mengkombinasi pengobatan farmakologis dan kardioversi. Pada pasien yang telah memiliki AF

selama lebih dari 24 jam, sebelum prosedur kardioversi, antikoagulasi dengan warfarin selama

lebih dari 3 minggu dapat dilakukan. 5,12

Stenosis mitral menimbulkan mekanisme obstruksi pada aliran darah di jantung

sehingga sebagai terapi definitifnya adalah menghilangkan obstruksinya sendiri.

Terdapat 3 prosedur untuk menghilangkan obstruksi mitral, yaitu : BMV (Baloon mitral

valvulotomy) dan penggantian katup mitral.13

Percutaneous Balloon Mitral Valvotomi (PBMV)

Pasien dengan MS ringan sampai sedang yang tidak menunjukkan gejala sering

tetap demikian selama bertahun-tahun, dan hasil klinis mirip dengan usia-cocok pasien

normal. Namun, MS parah atau gejala dikaitkan dengan miskin hasil jangka panjang jika

stenosis tidak lega mekanis. Percutaneous BMV adalah prosedur pilihan untuk

pengobatan MS sehingga intervensi bedah sekarang disediakan untuk pasien yang

memerlukan intervensi dan tidak kandidat untuk prosedur perkutan. BMV juga masuk

akal untuk pasien bergejala yang berisiko tinggi untuk operasi, bahkan ketika morfologi

katup tidak ideal, termasuk pasien dengan restenosis setelah BMV sebelumnya atau

commissurotomy sebelumnya yang tidak cocok untuk operasi karena resiko yang sangat

tinggi. Ini termasuk pasien lemah sangat tua, pasien dengan penyakit jantung iskemik

yang berat terkait, pasien yang MS rumit oleh penyakit paru, ginjal, atau neoplastik,

wanita usia subur di antaranya pengganti MV tidak diinginkan, dan wanita hamil dengan

MS. 12

Prosedur dari PMBV adalah dengan memasukkan balon kateter melalui vena

femoralis kanan menuju atrium kiri melalui atrial septum, kemudian sesampainya di

19
orifisium katup mitral, balon dikembangkan sehingga katup mitral melebar dan aliran

darah kembali lancar. Ada Kontraindikasi PMBV, Area katup mitral > 1,5 cm2, trombus

di atrial kiri, regurgitasi mitral derajat sedang atau lebih, kalsifikasi berat bikomisura,

tanpa ada fusi komisura, bersamaan dengan kelainan katup aorta berat, kombinasi

stenosis/regurgitasi berat tricuspid, PJK yang memerlukan bedah pintas koroner.12

Penggantian Katup Mitral (Valve Replacement)

MV pengganti dianjurkan untuk pasien dengan gejala MR parah ketika BMV atau

bedah perbaikan MV tidak mungkin. Biasanya, MV pengganti diperlukan untuk pasien

dengan MS gabungan dan MR sedang atau berat, orang-orang dengan kalsifikasi

commissural yang luas, fibrosis parah, dan fusi Subvalvular, dan mereka yang telah

menjalani valvotomi sebelumnya. Tingkat kematian untuk rentang operasi penggantian

MV terisolasi dari 3% menjadi 8% di sebagian besar pusat dan rata-rata 6,04% dalam

basis data yang besar dari 16.105 operasi seperti untuk pasien dengan MS dan / atau MR

dilaporkan dalam Society of Thoracic Surgeons (STS) Nasional Database.12

Prognosis

Apabila timbul atrium fibrilasi prognosisnya kurang baik (25% angka harapan

hidup 10 tahun) dibandingkan pada kelompok irama sinus (46% angka harapan hidup 10

tahun). Hal ini dikarenakan angka resiko terjadinya emboli arterial secara bermakna

meningkat pada atrium fibrilasi.4,12

20
Kesimpulan

Stenosis mitral merupakan suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran darah dari

atrium kiri melalui katup mitral. Gangguan aliran tersebut terjadi akibat kelainan struktur mitral

sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri pada saat diastol.3

Prevalensi terjadi mitral stenosis sebanding dengan prevalensi penyakit rematik.

Prevalensi penyakit rematik lebih tinggi di negara-negara berkembang daripada Amerika

serikat. Pada tahun 1980 insiden demam reumatik di Amerika Serikat berkisar 0,5-2/100.000

penduduk dan semakin menurun di tahun selanjutnya dikarenakan pengobatan yang luas dan

efektif dari penggunaan antibiotik dalam mengobati infeksi dari streptococcus.8

Ekokardiografi merupakan modalitas pilihan yang paling sensitif dan spesifik untuk

diagnosis stenosis mitral. Dengan ekokardiografik dapat dilakukan evaluasi struktur dari katup,

pliabilitas dari daun katup, ukuran dari area katup dengan planimetri, struktur dari apparatus

subvalvular, juga dapat ditentukan fungsi ventrikel. Secara umum, semua pasien dengan

stenosis mitral harus mendapatkan profilaksis antibiotik yang tepat terhadap endokarditis jika

ditemukan tanda-tanda bakterimia, Stenosis mitral menimbulkan mekanisme obstruksi pada

aliran darah di jantung sehingga sebagai terapi definitifnya adalah menghilangkan obstruksinya

sendiri. Terdapat beberapa prosedur untuk menghilangkan obstruksi mitral, yaitu : BMV

(Baloon mitral valvulotomy) dan penggantian katup mitral.13

21
Daftar Pustaka

1. Maganti K, Rigolin VH, Sarano EM, dan Bonow OR.Valvular Heart Disease:

“Diagnosis and Management”. Mayo Clin Proc. Mei 2010; 85(5): 483–500.

(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2861980/#__ffn_sectitle),

diakses tanggal 21/10/2019)

2. Nikomo VT, Gardin JM, Skelton TM, Gottdiener JS, Scot CG, Sarano EM. Burden

of Valvular Disease : “a population based study”. Lancet. 16 Sep 2006; 368(9540):

1005-11

(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2861980/#__ffn_sectitle),

diakses tanggal 21/10/2019)

3. Sudoyo AW, Setiyojadi B, Alwi I, Simadhibrata MK, dan Setiati S (editor). Buku

Ajar Ilmu Penyakit dalam (jilid II, edisi IV). Jakarta: Interna Publishing. 2009. Hal

1672-1678.

4. Yusak M. stenosis mitral. In : Rilantono LI, eds. Buku ajar kardiologi. 5th. Jakarta:
Gaya baru. 2004. P: 135-138.
5. Bonow RO, Carabello BA, Chatterjee K, et al. 2008 Focused update incorporated

into the ACC/AHA 2006 guidelines for the management of patients with valvular

heart disease: a report of the American College of Cardiology/American Heart

Association Task Force on Practice Guidelines (Writing Committee to Develop

Guidelines for the Management of Patients With Valvular Heart Disease).

Circulation.2008;118:e523-e661

(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2861980/#__ffn_sectitle),

diakses tanggal 22/10/2019)

6. Baumgartner H, Hung J, Bernejo J, et al. Echocardiographic assessment of valve

stenosis: EAE/ASE recommendations for clinical practice. J Am Soc


22
Echocardiogr. 2009;22:1-23.

(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2861980/#__ffn_sectitle),

diakses tanggal 21/10/2019)

7. Bickley LS, Szilagyi PG. Anamnesis dan riwayat kesehatan bates: buku saku. Edisi

ke-5. Jakarta: EGC; 2008. h.64-70.

8. Otto CM, Bonow RO. Valvular heart disease. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL,

Zipes DP, editors. , eds. Braunwald's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular

Medicine 8th ed.Philadelphia, PA: WB Saunders; 2007:1625-1712

(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2861980/#__ffn_sectitle),

diakses tanggal 23/10/2019)

9. Yusak M. stenosis mitral. In : Rilantono LI, eds. Buku ajar kardiologi. 5th. Jakarta:

Gaya baru. 2004. P: 135-138.

10. Sudoyo A.W. Setyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna

publishing.2009

11. ACCF/AHA Guidline for Mitral regurgitation : a Report of the American College

of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on practice

Guidlines. 2013.

12. Carabello BA. Contemporary Reviews in Cardiovascular Medicine : “Modern

Management of Mitral Stenosis”. Circulation. 2005; 112: 432-437.

13. Reyes VP, Raju BS, Wynne J, Stephenson LW, Raju R, Fromm BS, Rajagopal P,

Mehta P, Singh S, Rao DP. Percutaneous balloon valvuloplasty compared with

open surgical commissurotomy for mitral stenosis. N Engl J Med. 1994; 331: 961–

967.

23

Anda mungkin juga menyukai