Anda di halaman 1dari 4

Komplikasi Cardiac Arrest

1. Cedera otak pasca henti jantung


Perubahan homeostatis, terbentuk radikal bebas, kaskade protease yang patologis dan
aktivasi sinyal apoptosis maupun nekrosis neuron sehingga terjadi cedera otak.
Mikrosirkulasi otak terganggu karena thrombosis..
2. Disfungsi Miokardial pasca henti jantung
3. Respon reperfusi
4. Kematian

Penatalaksanaan

1. RJP (resusitasi jantung paru)


Adalah suatu tindakan darurat sebagai usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas/
henti jantung ke fungsi yang optimal guna mencegah kematian biologis.
a. Kontraindikasi
Orang yang diketahui berpenyakit terminal dan yang telah secara klinis mati lebih
dari 5 menit.
b. Tahap-tahap resusitasi
Resusitasi jantung paru pada dasarnya dibagi dalam 3 tahap dan pada setiap tahap
dilakukan tindakan-tindakan pokok yang disusun menurut abjad:
1) Pertolongan dasar (basic life support)
a) Airway control, yaitu membebaskan jalan nafas agar tetap terbua
dan bersih.
b) Breathing support, yaitu mempertahankan ventilasi dan oksigenasi
paru secara adekuat.
c) Circulation support, yaitu mempertahankan sirkulasi darah dengan
cara memijat jantung.
2) Pertolongan lajut (advanced life support)
a) Drug dan fluid, yaitu pemberian obat dan cairan.
b) Electrocardiography, yaitu penentuan irama jantung.
c) Fibrillation treatment yaitu mengatasi fibrilasi ventrikel.
3) Pertologan jangka Panjang (prolonged life support)
a) Gauging yaitu, memantau dan mengevaluasi resusitasi jantung
paru, pemeriksaan dan penentuan penyebab dasar serta penilaian
dapat tidakya penderita diselamatkan dan diteruskan
pengobatanya.
b) Human mentation, yaitu penentuan kerusakan jaringan otak dan
resusitasi serebral.
c) Intensive care, yaitu perawatan intensif jangka Panjang.

Penanganan henti jantung dilakukan untuk membantu menyelamatkan pasien atau


mengembalikan fungsi cardiovaskuler. Adapun prinsip-prinsipnya, yaitu :

1. Tahap I :
1) Brikan bantuan hidup dasar
2) Bebaskan jalan nafas, sseterusnya angkat leher / topang dagu
3) Bantuan nafas, mulut ke mulut, mulut kehidung, mulut ke alat bntuan
nafas

Jika nadi tidak teraba : tiup paru 1 kali di selingi kompres dada 30 kali

2. Tahap II :
1) Bantuan hidup lanjut
2) Jangan hentikan kompres jantung dan venulasi paru.
3) Berikan adrenalin 0,5 – 1 mg(IV), ulang dosis yang lebih besar jika
diperlukan. Jika henti jantung lebih dari 2 menit, ulangi dosis ini setiap 10
menit sampai timbul denyut nadi.
4) Pasang EKG, apakah ada fibrilasi, asistol kompleks yang aneh :
Defibrasi : DC shock.
5) Pada fibrasi ventikel diberikan obat lodikain / xilokain 1-2 mg/kg BB.
Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Diagnostik

a. EKG
Biasanya tes yang diberikan dalam kasus ini adalah dengan EKG. Ketika dipasang
EKG, sensor dipasang pada dada atau kadang-kadang dibagian tubuh lainnya
misalnya tangan dan kaki. EKG mengukur waktu dan durasi dari tiap fase lirik
jantung dan dapat menggambarkan gangguan pada irama jantung. Karena cedera otot
jantung tidak dilakukan impuls listrik normal, EKG dapat menunjukkan bahwa
serangan jantung telah terjadi. EKG dapat mendeteksi pola listrik abnormal, seperti
interval QT berkepnjangan, yang menigkatkan risiko kematian mendadak.
b. Tes darah
1. Pemeriksaan enzim jantung
Enzim jantung tertentu akan masuk kedalam darah jika jantung terkena
seragan jantung. Karena serangan jantung dapat memicu sudden cardiac
arrest.
2. Elektrolit jantung
Melalui sampel darah, dapat meengetahui elektrolit yang berada pada jantung,
antara lain kalium, kalsium, magnesium. Ketidak seimbangan pada elektrolit
dapat memicu terjadinya aritmia dan sudden cardiac arrest.
3. Tes obat
Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk
menginduksi aritmia.
4. Tes hormn
Pengujian untuk hipertiroidisme dapat meunjukan kondisi ini sebagai pemicu
cardiac arrest.
c. Imaging test
1. Pemeriksaan foto torak
Menggambarkan bentuk dada dan ukuran dada serta pembuluh darah.
2. Echocardiogram
Tes ini mengguakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran jantung.
d. Electrical system (electrophysiological) testing and mapping
Tes ini jika di perlukan, biasanya dilakukan nanti setelah seseorang sembuh dan
jika penjelasan yang mendasari serangan jantung belum di temukan.
e. Ejection fraction testing
Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac arrest adalah
seberapa baik jantung dapat memompa darah. Hal ini mengacu pada persentase darah
yang dipompa keluar dari ventrikel setiap detak jantung.
f. Coronary catheterization (angiogram)
Pengujian in dapat menunjukkan arteri koroner terjadi penyempitan atau
penyumbatan. Jumlah pembuluh darah yang tersumbat merupakan predictor
penting sudden cardiac arrest.

Diana. 2010. Kamus Kedokteran Lengkap. Surabaya : Serba jaya.

Udjianti. Wajan Juni. 2011. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai