Anda di halaman 1dari 4

MENURUT ALQUR’AN:

Berdasarkan Al-Quran, perbuatan pidana yang dilakukan Oleh seseorang


yang bertanggung jawab diberi hukuman dengan hukuman tertentu sesuai keadilan
menurut Petunjuk Allah. Dasar dari pada Siapa yang berbuat pidana, perbuatan
kejahatan apa yang dapat dipidana dan bagaimana hukumanya. Perama didasarkan
pada Keimanan Kepada Allah dan Wahyu Allah dan Al-Quran dan kedua
didasarkan kepada akal sehat manusia untuk mendapatkan kemaslahatan didunia
dan kebahagiaan di akherat. Islam sebagai sistim nilai memegang peranan penting
untuk memberikan pencerahan nilai, penyadaran moral, perbaikan mental atau
penyempurnaan akhlak, dengan memanfaatkan potensi baik setiap indivisu, yakni
hati nurani. Lebih jauh Islam tidak hanya komitmen dengan upaya pensalehan
individu, tetapi juga pensalehan social. Dalam pensalehan sosial ini, Islam
mengembangkan semangat untuk mengubah kemungkaran, semangat saling
mengingatkan, dan saling menasehati.

Sejatinya Islam mengembangkan semangat kontrol sosial. Dalam bentuk


lain, Islam juga mengembangkan bentuk peraturan perundangan yang tegas, sistim
pengawasan administratif danb managerial yang ketat. Oleh karena itu dalam
memberikan dan menetapkan hukuman bagi pelaku korupsi, seharusnya tidak
pandang bulu, apakah ia seorang pejabat ataukah ia orang kebanyakan. Tujuan
hukuman tersebut adalah memberikan rasa jera guna menghentikan kejahatan yang
telah ia lakukan, sehingga dapat diciptakan rasa damai, dan rukun dalam
masyarakat. Korupsi merupakan perbuatan maksiat yang dilarang oleh syara’,
meskipun nash tidak menjelaskan had atau kifaratnya. Akan tetapi pelaku korupsi
dikenakan hukuman ta’zir atas kemaksiatn tersebut. Perbuatan maksiat mempunyai
beberapa kemiripan, diantaranya, mengkhianati janji, menipu, sumpah palsu,
makan harta riba dll. Maka perbuatan termasuk ke dalam jarimah ta’zir yang
penting. Hal ini sejalan dengan hadis Nabi SAW berikut :

‫ ﻝﺎﻗ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﷲﺍ ﻰﻠﺻ ﱮﻨﻟﺍ ﻦﻋ ﻪﻨﻋ ﷲﺍ ﻰﺿﺭ ﺮﺑﺎﺟ ﻦﻋ‬: ‫ﺐﻬﺘﻨﻣ ﻻﻭ ﻦﺋﺎﺧ ﻰﻠﻋ ﺲﻴﻟ‬

(‫ﻊﻄﻗ ﺲﻠﺘﳐ ﻻﻭ )ﻯﺬﻣﺮﺘﻟﺍﻭ ﺪﲪﺍ ﻩﺍﻭﺭ‬

Artinya :

“Tidak ada (hukuman) potong tangan bagi pengkhianat, perampok dan


perampas/pencopet”. (HR.Ahmad dan Tirmizy). Diriwayatkan oleh Jabir RA dari
nabi SAW, Nabi bersabda :

Sebagai aturan pokok, Islam membolehkan menjatuhkan hukuman ta’zir atas


perbuatan maksiat, pabila dikendaki oleh kepentingan umum, artinya perbuatan-
perbuatan dan keadaan-keadaan yang bisa dijatuhi hukuman ta’zir tidak mungkin
ditentukan hukumannya sebelumnya, sebab hal ini tergantung pada sifat – sifat
tertentu, dan pabila sifat-sifat tersebut tidak ada maka perbuatan tersebut tidaklagi
dilarang dan tidak dikenakan hukuman. Sifat tersebut adalah merugikan
kepentingan dan ketertiban umum. Dan apabila perbuatan tersebut telah dibuktikan
di depan Pengadilan maka hakim tidak boleh membebaskannya, melainkan harus
menjatuhkan hukuman ta’zir yang sesuai untuknya.

Islam telah melarang seorang Islam menyuap penguasa dan pembantu -


pembantunya. Begitu juga penguasa dan membantunya dilarang menerima suap
tersebut. Firman Allah dalam surah al- baqarah ayat 188:

َ‫وال ُك ْم ب َْي نَ ُك ْم اِ ْبلبَا اط ال َو ْتُدلُوا اِبَا إاَل ا ْْ ُل َّكاام‬ ْ


َ ‫ت ُكلُوا أَ َم‬
ْ َ ‫َول‬

‫التَأْ ُكلُوا فَاريًقا ام ْن ْأَ َمواال النَّا اس اِبْاْاْل ْث َوأَ ْن ْتُم تَ ْع َل ُمو َن‬

Dan janganlah kamu makan harta benda


kamu diantara kamu dengan bathil dan janganlah kamu menyuap dengan harta itu
kepada para hakim, dengan maksud supaya kamu dapat memakan sebagian harta
orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.

( Al-Baqarah Ayat 188) 1

Hukum Islam yang disyariatkan Allah Swt pada hakekatnya diproyeksikan untuk
kemaslahatan manusia. Salah satu kemaslahatan yang hendak direalisasikan adalah
terpeliharanya harta dari pemindahan hak milik yang menyimpang dari prosedur

1. QS. An-Nisa Ayat 29


ۤ
‫اض ِّم ۡن ُكمۡ‌ ۚ َواَل ت َۡقتُلُ‚ ۡۤ‚وا اَ ۡنـفُ َس ُكمۡ‌ؕ اِ َّن‬ ۤ ِ َ‫ٰيـاَيُّهَا الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡوا اَل ت َۡا ُكلُ ۡۤوا اَمۡ َوالَـ ُكمۡ بَ ۡينَ ُكمۡ بِ ۡالب‬
ٍ ‫اط ِل اِاَّل اَ ۡن تَ ُك ۡونَ تِ َجا َرةً ع َۡن تَ َر‬
‫هّٰللا َ َكانَ بِ ُكمۡ َر ِح ۡي ًما‬

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan


harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan
yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu."

Penjatuhan hukuman ta’zir untuk kepentingan dan ketertiban umum ini,


merujuk kepada perbuatan Rasulullah SAW, dimana ia pernah menahan seorang
laki-laki yang dituduh mencuri unta, Setelah diketahui/terbukti ia tidak
mencurinya, maka Rasulullah membebaskannya. Syari’at Islam tidak menentukan
macam-macam hukuman untuk jarimah ta’zir, tetapi hanya menyebutkan
sekumpulan hukuman, dimulai dari hukuman yang seringan-ringannya, seperti
nasehat, ancaman, sampai pada hukuman yang seberat-beratnya.

Penerapannya sepenuhnya diserahkan kepada Hakim (Penguasa), dengan


kewenangan yang dimilikinya, ia dapat menetapkan hukuman yang sesuai dengan
kadar kejahatan dan keadaan pelakunya,9 dengan memperhatikan ketentuan-
ketentuan umum Islam dalam menjatuhkan hukuman, yaitu :

1. Tujuan penjatuhan hukuman, yaitu menjaga dan memelihara kepentingan umum

2.Efektifitas hukuman dalam menghadapi korupsi tanpa harus merendahkan


martabat kemanusiaan pelakunya

3. Sepadan dengan kejahatan, sehingga teras adil

4. Tanpa pilih kasih, semua sama keudukannya di depan hukum.

Anda mungkin juga menyukai