Makalah Gadar
Makalah Gadar
DI SUSUN OLEH:
VILLY N. R. JOHANIS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVESITAS PEMBANGUNAN INDONESIA MANADO
T.A 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep
Kegawat Daruratan Pada Pasien Dengan Tenggelam”. Makalah ini juga
diharapkan dapat digunakan oleh mahasiswa lain untuk menambah ilmu
pengetahuan mengenai konsep kegawat daruratan khususnya kehawat daruratan
pada pasien dengan tenggelam.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ii
BAB I...........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN........................................................................................................................3
A. Latar Belakang.................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah............................................................................................................4
C. Tujuan..............................................................................................................................4
BAB II..........................................................................................................................................5
LANDASAN TEORI...................................................................................................................5
A. Konsep dasar kegawatdaruratan pada korban tenggelam..................................................5
B. Kegawatdaruratan pada korban tenggelam.......................................................................9
C. Penanganan pertama.......................................................................................................11
D. Penatalaksanaan..............................................................................................................12
BAB III......................................................................................................................................14
PENUTUP..................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diseluruh dunia, kasus tenggelam adalah kasus kematian terbanyak no. 2
dan no. 3 yang menimpa anak-anak dan remaja. Pada umumnya kasus tenggelam ini
sering terjadi di Negara-negara yang beriklim panas dan Negara dunia ketiga.
Insiden terjadinya kasus tenggelam pada anak-anak ini berbeda-beda tingkatan pada
tiap-tiap Negara. Dibandingkan dengan Negara-negara berkembang yang lain
reputasi Australia kurang baik, karena kasus tenggelam di Negara ini masuk dalam
urutan terbanyak. Tenggelam merupakan salah satu kecelakaan yang dapat berujung
pada kematian jika terlambat mendapat pertolongan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO), mencatat, tahun 2000 di seluruh dunia ada
400.000 kejadian tenggelam tidak sengaja. Artinya, angka ini menempati urutan
kedua setelah kecelakaan lalu lintas. Bahkan Global Burden of Disease (GBD)
menyatakan bahwa angka tersebut sebenarnya lebih kecil dibanding seluruh
kematian akibat tenggelam yang disebabkan oleh banjir, kecelakaan angkutan air
dan bencana lainnya. Ditaksir. selama tahun 2000, 10 persen kematian di seluruh
dunia adalah akibat kecelakaan, dan 8 persen akibat tenggelam tidak disengaja
(unintentional) yang sebagian besar terjadi di negara- negara berkembang.
Dalam hal ini, maka pertolongan kegawatdaruratan dengan pasien
tenggelam harus dilakukan secara cepat dan tepat untuk menghindari Pertolongan
pertama dalam kegawatdaruratan merupakan pertolongan secara cepat dan bersifat
sementara waktu yang diberikan pada seseorang yang menderita luka atau terserang
penyakit mendadak. Pertolongan ini menggunakan fasilitas dan peralatan yang
tersedia pada saat itu dan di tempat yang dibutuhkan.
Pada korban dengan kasus tenggelam pertolongan pertama merupakan
tindakan wajib yang harus dilakukan segeraterjadinya kolaps pada alveolus, lobus
atas atau unit paru yang lebih besar. Penatalaksanaan tindakan kegawatdaruratan ini
3
tentunya harus dilakukan secara benar dengan tujuan untuk mencegah kondisi
korban lebih buruk, mempertahankan hidup serta untuk peningkatan pemulihan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang akan dibahas pada makalah ini
yaitu:
1. Apa yang dimaksud kegawatdaruratan korban tenggelam?
2. Bagaimana penatalaksanaan korban tenggelam ?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penyusunan makalah ini adalah
:
1. Untuk mengetahui konsep kegawatdaruratan korban tenggelam
4
BAB II
LANDASAN TEORI
5
mengandung oksigen untuk sampai dan berhubungan dengan bagian depan
permukaan alveolus di paru-paru,dimana bagian ini merupakan bagian penting
yang berfunsi untuk pertukaran gas di paru-paru dan proses oksigenisasi darah.
2. Etiologi
a. Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan
b. Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan
c. Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang
d. Kurangnya pengawasan oarng tua terhadap anak
e. Kurangnya keamanan peralatan saat renang.
3. Manifestasi klinis
a. Koma
b. Peningkatan edema paru
c. Kolaps sirkulasi
d. Hipoksemia
e. Asidosis
f. Timbulnya hiperkapnia
g. Frekuensi pernafasan berkisar dari pernapasan yang cepat dan dangkal
sampai apneu.
h. Syanosis
i. Lunglai
j. Postur tubuh deserebrasi atau dekortikasi
k. Koma dengan cedera otak yang irreversibel.
4. Kondisi umum
a. Pria lebih beresiko untuk mengalami kejadian tenggelam terutama dengan
usia 18-24 tahun
b. Kurang pengawasan terhadap anak terutama yang berusia 5 tahun ke
bawah
c. Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air
d. Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat dan air yang sangat
dalam
6
e. Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan
membunuh,kekerasan atau permainan di luar batas.
5. Patofisiologi
7
Berdasarkan kondisi paru-paru korban
a. Typical Drawning
Yaitu keadaan dimana cairan masuk ke dalam saluran pernapasan korban
saat korban tenggelam. Atau sering disebut tenggelam basah (wet
drowning), yaitu kematian terjadi sesudah menghirup air.
b. Atypical Drawning
1) Dry Drowning
Yaitu keadaan dimana hanya sedikit bahkan tidak ada cairan yang masuk
ke dalam saluran pernapasan. Tenggelam kering (Dry Drowning), yaitu
kematian sebelum menghirup air. Tenggelam kering dapat terjadi jika
tenggelam air tawar ataupun air asin. Pada keadaan ini cairan tidak
masuk kedalam saluran nafas, tetapi saat air akan masuk kedalam
saluran nafas, terjadi spasme laring yang menyebabkan tertutupnya
jalan nafas.
2) Immersion Syndrom
Terjadi terutama pada anak-anak yang tiba-tiba terjun ke dalam air
dingin ( suhu < 20°C ) yang menyebabkan terpicunya reflex vagal yang
menyebabkan apneu, bradikardia, dan vasokonstriksi dari pembuluh
darah kapiler dan menyebabkan terhentinya aliran darah koroner dan
sirkulasi serebaral. Sering juga disebut tenggelam dalam air dingin (cold
immer sionsyndrome/immer sionsyndrome), dimana seseorang
tenggelam dalam air dingin, reseptor suhu pada kulit teraktivasi secara
tiba-tiba dan yang menyebabkan terhentinya nafas dan jantung tiba-tiba.
3) Submersion of the Unconscious
Sering terjadi pada korban yang menderita epilepsy atau penyakit
jantung khususnya coronary atheroma, hipertensi atau peminum yang
mengalami trauma kepala saat masuk ke air.
4) Delayed Dead
Yaitu keadaan dimana seorang korban masih hidup setelah lebih dari 24
jam setelah diselamatkan dari suatu episode tenggelam.
8
c. Tenggelam sekunder (secondary drowning)
Yaitu terjadi beberapa hari setelah korban tenggelam dan diangkat dari air.
Korban meninggal karena komplikasi yang diakibatkan tenggelam,seperti
aspirasi,pneumonia,dan ketidakseimbangan elektrolit.
Berdasarkan kondisi kejadian
1) Tenggelam
Yaitu suatu keadaan dimana penderita akan meneguk air dalam jumlah
yang banyak sehingga air masuk ke dalam saluran pernapasan dan
saluran nafas atas tepatnya bagian apiglotis akan mengalami spasme yang
mengakibatkan saluran nafas menjadi tertutup serta hanya dapat dilalui
oleh udara yang sangat sedikit.
2) Hamper tenggelam
Yaitu suatu keadaan dimana penderita masih bernafas dan membatukkan
air keluar.
8. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan foto toraks-aneka temuan (dari infiltirat parenkim tersebar
sampai edema pulmner luas)
b. Nilai analisa gas darah arteri-untuk menentukan asidosis respiratori dan
asidosis metabolic
c. Pemantauan TIK-untuk menentukan perfusi serebri
d. EKG
e. Hitung darah lengkap
Aspirasi paru terjadi pada sekitar 90% korban tenggelam dan 80 – 90% pada
korban hampir tenggelam. Jumlah dan komposisi aspirat dapat mempengaruhi
perjalanan klinis penderita, isi lambung, organism pathogen, bahan kimia
toksik dan bahan asing lain dapat member cedera pada paru dan atau
menimbulkan obstruksi jalan nafas.
9
2. Perubahan Pada Kardiovaskuler
Fungsi ginjal penderita tenggelam yang telah mendapat resusitasi biasanya tidak
menunjukkan kelainan, tetapi dapat terjadi albuminuria, hemoglobonuria,
oliguria dan anuria. Kerusakan ginjal progresif akan mengakibatkan tubular
nekrosis akut akibat terjadinya hipoksia berat, asidosis laktat dan perubahan
aliran darah ke ginjal.
Pada korban tenggelam tidak mengaspirasi sebagian besar cairan tetapi selalu
menelan banyak cairan. Air yang tertelan, aspirasi paru, cairan intravena yang
diberikan selama resusitasi dapat menimbulkan perubahan keadaan cairan dan
elektrolit. Aspirasi air laut dapat menimbulkan perubahan elektrolit dan
perubahan cairan karena tingginya kadar Na dan Osmolaritasnya. Hipernatremia
10
dan hipovolemia dapat terjadi setelah aspirasi air laut yang banyak. Sedangkan
aspirasi air tawar yang banyak dapat mengakibatkan hipervolemia dan
hipernatremia. Hiperkalemia dapat terjadi karena kerusakan jaringan akibat
hipoksia yang luas.
C. Penanganan pertama
1. Prinsip pertolongan di air :
2. Penanganan Korban
e. Sampai di darat atau perahu lakukan penilaian dini dan RJP bila perlu.
11
3. Pernapasan Berhenti
Penyebab berhentinya pernafasan yang sering dijumpai adalah :
a. Tenggorokan tersumbat
b. Lidah atau cairan kental yang menyumbat tenggorokan pada orang yang
tidak sadar.
c. Tenggelam,tercekik oleh asap, atau karena keracunan.
e. Serangan jantung
D. Penatalaksanaan
Penanganan pada korban tenggelam dibagi dalam tiga tahap, yaitu:
1. Bantuan Hidup Dasar
Penanganan ABC merupakan hal utama yang harus dilakukan, dengan fokus
utama pada perbaikan jalan napas dan oksigenasi buatan, terutama pada korban
yang mengalami penurunan kesadaran. Bantuan hidup dasar pada korban
tenggelam dapat dilakukan pada saat korban masih berada di dalam air. Prinsip
utama dari setiap penyelamatan adalah mengamankan diri penyelamat lalu
korban, karena itu, sebisa mungkin penyelamat tidak perlu terjun ke dalam air
untuk menyelamatkan korban. Namun, jika tidak bisa, penyelamat harus terjun
dengan alat bantu apung, seperti ban penyelamat, untuk membawa korban ke
daratan sambil melakukan penyelamatan. Cedera servikal biasanya jarang pada
korban tenggelam, namun imobilisasi servikal perlu dipertimbangkan pada
korban dengan luka yang berat.
Penilaian pernapasan dilakukan pada tahap ini, yang terdiri dari tiga langkah,
yaitu:
Look, yaitu melihat adanya pergerakan dada
12
Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas
dengan normal setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi dada lalu
pemberian napas buatan dengan rasio 30:2. Terdapat tiga cara pemberian napas
buatan, yaitu mouth to mouth, mouth to nose, mouth to mask, dan mouth to neck
stoma.
Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian napas
bantuan untuk mengurangi hipoksemia. Pemberian napas buatan inisial yaitu
sebanyak 5 kali. Melakukan pernapasan buatan dari mulut ke hidung lebih
disarankan karena sulit untuk menutup hidung korban pada pemberian napas
mulut ke mulut. Pemberian napas buatan dilanjutkan hingga 10 – 15 kali selama
sekitar 1 menit. Jika korban tidak sadar dan tenggelam selama <5 menit,
pernapasan buatan dilanjutkan sambil menarik korban ke daratan. Namun, bila
korban tenggelam lebih dari 5 menit, pemberian napas buatan dilanjutkan selama
1 menit, kemudian bawa korban langsung ke daratan tanpa diberikan napas
buatan.
Kompresi dada diindikasikan pada korban yang tidak sadar dan tidak
bernapas dengan normal, karena kebanyakan korban tenggelam mengalami henti
jantung akibat dari hipoksia. Pemberian kompresi ini dilakukan di atas tempat
yang datar dan rata dengan rasio 30:2. Namun, pemberian kompresi intrinsik
untuk mengeluarkan cairan tidak disarankan, karena tidak terbukti dapat
mengeluarkan cairan dan dapat berisiko muntah dan aspirasi.
Selama proses pemberian napas, regurgitasi dapat terjadi, baik regurgitasi air dari
paru maupun isi lambung. Hal ini normal terjadi, namun jangan sampai
menghalangi tindakan ventilasi buatan. Korban dapat dimiringkan dan cairan
regurgitasinya dikeluarkan.
Bantuan hidup lanjut pada korban tenggelam yaitu pemberian oksigen dengan
tekanan lebih tinggi, yang dapat dilakukan dengan BVM (Bag Valve Mask) atau
tabung oksigen.1 Oksigen yang diberikan memiliki saturasi 100%. Jika setelah
13
pemberian oksigen ini, keadaan korban belum membaik, dapat dilakukan intubasi
trakeal
BAB III
PENUTUP
14
Korban dikatakan hampir tenggelam apabila korban dapat bertahan hidup
dalam 24 jam pertama. Apabila tidak dilakukan penanganan segera maka sebagian
besar pasien mengalami kerusakan organ yang multipel dimana otak merupakan
organ yang sangat peka dalam hal ini. Patofisiologi korban hampir tenggelam sangat
tergantung kepada jumlah dan sifat cairan yang terhisap serta lamanya hipoksemia
terjadi. Oleh sebab itu, tindakan di luar rumah sakit atau di tempat kejadian
tenggelam menentukan hasil tindakan di rumah sakit dan prognosa selanjutnya.
Untuk pengelolaan, korban hampir tenggelam dikategorikan berdasarkan
status neurologis. Kategori A dan B biasanya membutuhkan perawatan medis
supportif sedangkan penderita yang termasuk dalam kategori C membutuhkan
tindakan untuk mempertahankan kehidupan dan perawatan intensif. Juga harus
dicari dan ditangani trauma yang timbul, seperti masalah kejang.
15
DAFTAR PUSTAKA
16