Anda di halaman 1dari 18

MINI DOPS

KONSEP DASAR TINDAKAN SUCTION RUANGAN CVCU RS DR M


DJAMIL PADANG TAHUN 2022

OLEH KELOMPOK 1 :

1. Afikri Rahma Putra, S.Kep 6. Neki Retdia Pitri, S.Kep


2. Dava Millenia Fresha, S.Kep 7. Neri Mardayani, S.Kep
3. Febriola Yuki Nugraha, S.Kep 8. Pipit Hutria,S.Kep
4. Isma Dwi Yunita, S.Kep 9. Wilga, S.Kep
5. Nana Chanza, S.Kep 10. Zahara Mutia Rusdy, S.Kep

Dosen Pemimbing : Ns. Vino Rika Nofia, M.Kep

Pemimbing Klinik : Ns. Dwi Mustika Syafrida, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES SYEDZA SAINTIKA

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kelompok ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia yang dilimpahkan-Nya sehingga kelompok dapat menyelesaikan Mini Dops tentang
“Suction”.

Maka pada kesempatan ini kelompok ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang
sedalam-dalamnya kepada :

1. Ibu Ns. Vino Rika Nofia, M.Kep sebagai Pembimbing akademik yang telah mengarahkan
dan memberikan masukkan sehingga kelompok dapat menyelesaikan makalah ini.
2. Ibu Ns. Dwi Mustika Syafrida, S.Kep selaku pembimbing klinik yang telah memberikan
dan mengarahkan masukkan sehingga kelompok dapat menyelesaikan makalah ini.
Kelompok menyadari bahwa laporan ini belum sempurna. Oleh karena itu kelompok
sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kelompok berharap semoga makalah ini dapat
diterima dan bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi kelompok dan bagi peneliti
selanjutnya

Padang, September 2022

Kelompok I
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.....................................................................................................................

Daftar Isi .............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

Latar belakang.....................................................................................................................

Tujuan..................................................................................................................................

Manfaat ...............................................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Suction Orofaringeal............................................................................................................

Sction ETT...........................................................................................................................

Suction Trakeostomi............................................................................................................

BAB III PENUTUP

Keimpulan...........................................................................................................................

Saran....................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Intensive Care Unit (ICU) adalah ruang di rumah sakit yang dilengkapi staf dan
peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien yang terancam jiwa oleh
kegagalan/disfungsi satu organ atau ganda yang masih reversibel (Musliha, 2019) . World
Health Organization (WHO) melaporkan bahwa pasien kritis di Intensive Care Unit
prevalensi nya meningkat per tahun nya. Tercatat 9,8- 24,6% pasien koma dan dirawat di
Intensive Care Unit per 100.000 penduduk, serta kematian akibat penyakit kritis hingga
kronik di dunia meningkat sebanyak 1,1-7,4 Juta orang (WHO,2016). Menurut Adamski et
al (2015) di dapatkan angka kematian di Intensive Care Unit tertinggi yaitu di arab Saudi
sebesar 20%, sedangkan di Amerika Serikat lebih dari 500.000 kematian tiap tahunnya
(WHO,2014). Di Asia (Indonesia) penyebab kematian tertinggi di Intensive Care Unit
yaitu sepsis sebesar 25%-30% dan gangguan kardiovaskuler sebesar 11%-18% (Kemenkes
2014).

Penghisapan masukan cateter suction secara lembut tidak boleh kasar, sampai
ujung cateter menyentuh karina yang ditandai dengan respon batuk. Dahulukan
penghisapan di endotrakeal tube untuk pasien yang menggunakan endotrakeal tube
/Ventilasi mekanik kemudian diteruskan penghisapan disekitar rongga mulut. Sumbat
“port” penghisap dengan ibu jari. Dengan perlahan rotasi kateter saat menariknya, tidak
boleh lebih dari 15 detik. Bilas kateter dengan larutan steril. Bila klien tidak mengalami
distress pernafasan, istirahat 20-30 detik, sebelum memasukkan ulang keteter (Dewi dkk,
2016). Penghisapan lendir melalui endotrakeal tube dikaitkan dengan beberapa komplikasi
yaitu hipoksemia, trauma jalan napas, infeksi nosokomial, dan distrimia jantung, yang
berhubungan dengan hipoksemia. Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupinya
pemenuhan kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat defisiensi oksigen atau peningkatan
penggunaan oksigen dalam tingkat sel, ditandai dengan adanya warna kebiruan pada kulit
(sianosis). Secara umum, terjadinya hipoksia disebabkan oleh menurunnya kadar Hb,
menurunnya difusi O2 dari alveoli ke dalam darah, menurunya perfusi jaringan, atau
gangguan ventilasi yang dapat menurunkan konsentrasi oksigen (Hidayat dkk, 2015).
Penanganan untuk obstruksi jalan napas akibat akumulasi sekresi pada Endotrakeal Tube
adalah dengan melakukan tindakan penghisapan lendir (suction) dengan memasukkan
selang kateter suction melalui Hidung/mulut/Endotrakeal Tube yang bertujuan untuk
membebaskan jalan nafas, mengurangi retensi sputum dan mencegah infeksi paru. Secara
umum pasien yang terpasang endotrakeal tube memiliki respon tubuh yang kurang baik
untuk mengeluarkan benda asing, sehingga sangat diperlukan tindakan penghisapan lendir
suction (Berty, dkk 2013)

Apabila tindakan suction melalui endotrakeal tubetidak dilakukan pada pasien dengan
gangguan bersihan jalan nafas maka pasien tersebut akan mengalami kekurangan suplai
oksigen. Cara yang mudah untuk mengetahui kekurangan suplai oksigen adalah dengan
pemantauan kadar saturasi oksigen (SaO2) Saturasi oksigen adalah persentase hemoglobin
yang berikatan dengan oksigen dalam arteri. Saturasi oksigen normal adalah antara 95-
100%.. Tindakan suction melalui endotrakeal tubedapat memberikan efek samping antara
lain terjadi penurunan kadar saturasi oksigen > 5%. Pemantauan kadar saturasi oksigen
adalah dengan menggunakan alat oksimetri nadi (pulse oxyimetri). (Hidayat dkk 2012)
Berdasarkan hasil penelitian di Ruang IGD dan ICU RSUD Prabumulih, tahun 2017
dengan judul “ Pengaruh Tindakan Suction ETT Terhadap Kadar Saturasi Oksigen Pada
Pasien Gagal Nafas”, dapat disimpulkan bahwa sebelum dilakukan tindakan suction
melalui ETT kadar saturasi oksigen pasien masih dalam batas normal 95%-100% hal ini
disebabkan karena pengaruh tindakan hiperoksigenisasi yaitu berupa pemberian oksigen
murni 100% kepada responden selama 2 menit sebelum tindakan suction. 3 Hal ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya hipoksia pada pasien sebagai akibat dari tindakan
suction. Setelah dilakukan suction melalui ETT terjadi penurunan kadar saturasi oksigen
akan tetapimasih tetap dalam batas normal(Yuliani,dkk 2017).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan berjudul “Effect of Application of


Endotracheal Suction Guidelines on Cardiorespiratory Parameters of Mechanically
Ventilated Patients”, menyimpulkan setelah dilakukan suction endotrakeal terdapat
peningkatan yang signifikan dalam volume tidal pernafasan, tekanan parsial, oksigen arteri
dan saturasi oksigen arteri (Suad Elsayed,2017) .
B. Tujuan
Bertujuan untuk mengetahui tindakan suction berdasarkan jenis suction yang digunakan
dan untuk mencari kelebihan jenis suction yang digunakan .

C. Manfaat
Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menjadi referensi dan bahan masukan yang bermanfaat dan data bagi mahasiswa
jurusan keperawatan tentang ens suction dan bagaimana penggunaan suction berdasarkan
jenisnya
Bagi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan dapat berguna sebagai informasi tambahan perawat dalam memberikan
pendidikan kesehatan dan meningkatkan pelayanan keperawatan tentang jenis suction
BAB II

KONSEP DASAR TINDAKAN SUCTION

SUCTION OROFARINGEAL

A. Kriteria
1. Kelengkapan alat penghisap lender dengan ukuran selang yang tepat
2. Menggunakan satu selang penghisap lendir steril untuk satu klien
3. Menggunkan selang penghisap lendir yang lembut
4. Penghisapan dilakukan dengan gerakan memutar dan intermittene
5. Observasi tanda-tanda vital
B. Pengertian
Suatu metode untuk mengeluarkan secret jalan nafas dengan menggunakan alat via
mulut! nasofaring atau trakeal.
C. Tujuan
1. Mengeluarkan sekret obstruksi jalan napas
2. Mempermudah ventilasi jalan napas proses pendihan gas keluar dan ke dalam paru
3. Mendapatkan sampel sekret untuk tujuan diagnostic
4. Mencegah terjadinya infeksi akibat penumpukan sekret
D. Indikasi
1. Klien mampu batuk secara efektif tetapi tidak mampu membersihkan sekret dengan
mengeluarkan atau menelan
2. Klien yang kurang responsive atau koma yang memerlukan pembuangan secret oral
E. Persiapan
Lingkungan
1. Penjelasan pada kleuarga
2. Pasang skerem/ tabir
3. Pencahayaan yang baik sama klien

Klien

1. Penjelasan terhadap tindakan yang akan dilakukan


2. Atur posisi klien
Klien sadar posisi semi fawler : kepala miring ke satu sisi (oral suction) dan posisi semi
fawler dengan leher ekstensi (nasal suction)
Klien tidak sadar : baringkan klien dengan posisi lateral menghadap pelaksana tindakan
(oral nasal suction)

Alat
1. Regulator vakum set
2. Kateter penghiap steril sesuai ukuran
3. Air steril
4. Handscoon steril
5. Pelumas larut dalam air
6. Selimut/ handuk
7. Masker wajah
8. Tong spatel k/p
Pelaksanaan
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik
b. Evaluasi/ validasi
c. Kontrak
2. Fase Kerja
a. Suction via nasofaringeal dan Orofaringeal
b. Siapkan peralatan disamping tempat tidur klien
c. Cuci tangan dan memakai sarung tangan
d. Mengatur posisi klien (perhatikan keadaan umum klien)
e. Pasang handuk pada bantal atau di bawah dagu klien
f. Pilih tekanan dan tipe unit vakum yang tepat
g. Tuangkan air steril/ normal salin dalam wadah steril
h. Ambungkan kateter penghisap steril ke regulator vakum
i. Ukur jarak antara daun telinga dan ujung hidung klien
j. Basahi ujung kateter dengan larutan steril
k. Penghisapan
Nasaringeal masukkan kesalah satu lubang hidung dan jagan didorong paksa. Bila
lubang satu tidak paten pindah kelubang hidung yang lainnya.
Orofaringeal masukkan ke satu sisi mulut klien dan arahkan ke orofaring dengan
perlahan
l. Sumbat “port” penghisap dengan ibu jari dengan perlahan rotasi kateter saat
menariknya tidak boleh lebih dari 2 deti
m. .Bilas kateter dengan larutan steril. Bila klien tidak mengalami disteress
pernapasan istirahat 20-30 detik sebelum memasukkan ulang kateter
n. Bila diperlukan penghisapan ulang ulang langkah 9-11
o. Bila klien mampu minta untuk nafas dalam dan batuk efektif diantara penghisapa
p. Hiisap secret pada mulut atau bawah lidah setelah penghisapan nasofaringeal dan
ororaringeal
q. Buang kateter penghisap bersamaan dengn pelepasan hanscoon
r. Cuci tangan

Nasotrekeal

a. Jelaskan prosedur pada klien


b. Atur posisi klien semi fawler atau fawler
c. Mencuci tangan
d. Gunakan masker wajah
e. Pasang handuk atau selimut steril (bila tersedia) diatas dada klien
f. Isi mangkok kecil dengan 100 ml nacl 0,9%
g. Pasang handscoon steril
h. Ambil kateter penmghisap dan hubungkan dengan selang penghubung
i. Pastikan peralatan berfungsi dengan baik dengan menghisap sejumlah kecil
cairan nacl 0,9%
j. Oleskan bagian distal 6-8 cm kateter dengan pelumas
k. Lepaskan slang oksigen bila terpasang tanpa memberikan hisapan masukkan
secara perlahan ke dalam hidung agak ke bawah
l. Penghisapan trakeal
m. Lakukan suction intermitten 10 detik dengan meletakkan dan melepaskan ibu jari
pada “port” ventilasi kateter dan dengan perlahan tarik kateter dengan cara
memutar kedepan dan kebelakang bantu klien untuk batuk pasang selang oksigen
kembali bila perlu
n. Bilas kateter dengan nacl 0,9%
o. Tindakan penghisapan dapat diulangi sesuai kebutuhan
p. Monitor status kardiopulmonal klien diantara suction
q. Bila telah selesaikan berskan alat-alat
r. Cuci tangan
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan
b. Rencana tindak lanjut
c. Kontrak yang akan datang

Pendokumentasian

Pengkajian sebelum dan sesudah suction (ukuran kateter, lama tindakan, secret larna,
bau, jumlah dan konsistensi, toleransi klien terhadap tindakan yang dilakukan)

SUCTION ETT

Selang atau pipa Endotrakheal merupakan alat yang digunakan untuk membantu
mensekresi hipersekresi mukus pada area trakea bagian dalam dengan prinsip pengisapan
guna mempertahankan kepatenan jalan napas. Kateter suction yang akan digunakan untuk
membersihkan jalan nafas biasanya mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda idealnya
kateter suction yang baik adalah efektif menghisap sekret dan resiko trauma jaringan yang
minimal. Diameter kateter suction bagian luar tidak boleh melebihi setengah dari diameter
bagian dalam lumen tube diameter kateter yang lebih besar akan menimbulkan atelectasis
sedangkan kateter yang terlalu kecil kurang efektif untuk menghisap sekret yang kental. yang
penting diingat adalah setiap kita melakukan suction bukan sekretnya saja yang dihisap tapi
Oksigen di paru juga dihisap dan alveoli juga bisa kolaps. Oleh karena itu penting kiranya
untuk memeperhatikan waktu atau durasi ketika dilaksanakan prosedur pengisapan dengan
rasional dapat menyebabkan kolaps pada paru.

1. Tujuan pelaksanaan pemasangan suction


a. Memelihara kepatenan jalan napas
b. Dapat memberikan oksigen dengan konsentrasi tinggi
c. Menjamin tercapainya volume tidal yang diinginkan
d. Mencegah teriadinya aspirasi
e. Mempermudah penghisapan lendir di trakea
f. Merupakan jalur masuk beberapa obat-obat resusitasi
2. Indikasi
a. Henti jantung
b. Pasien sadar yang tidak mampu bernapas dengan baik (edema paru, Guillan-Bare
syndrom, sumbatan jalan napas)
c. Perlindungan jalan napas tidak memadai (koma, arefleksi)
d. Penolong tidak mampu memberi bantuan napas dengan cara konvensional

3. Peralatan dan prosedur

Peralatan

a. Pipa endotrakeal (ETT) dengan ukuran


1. Perempuan ; 7,0, 7,5 dan 8,0
2. Pria : 8,0 dan 8,5
3. Emergens : 7,5
b. Stilet
c. Forsep margil
d. Jeli
e. Spuit 20 atau 10 cc
f. Stetoskop
g. Bantal
h. Plester dan gunting
i. Alat penghisap lendir

Prosedur

1. Prainteraksi
a. Siapkan diri peralatan
b. Cuci tangan
c. Kaji status klien
d. Siapkan Alat
2. Orientasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur Suction ETT
b. Makukan hiperventilasi minimal 30 detik sambil dilakukan sellick manuver
c. Beri pelumas pada ujung ETT sampai daerah cuff
d. Letakkan bantal setinggi ± 10 cm di oksiput dan pertahankan kepala tetap
ekstensi
e. Bila perlu lakukan pengisapan lendir pada mulut dan Faring
f. Buka mulut dengan cara cross finger dan tangan kiri memegang laringoskop
g. Masukkan bilah laringoskop menelusuri mulut sebelah kanan, sisihkan lidah ke
kiri
h. Masukkan bilah sampai mencapai dasar lidah, perhatikan agar lidah atau bibir
tidak terjepit diantara bilah dan gigi pasien
i. Angkat laringoskop keatas dan kedepan dengan kemiringan 30 °C - 40 °C, jangan
sampai menggunakan gigi sebagai titik tumpu
j. Bila pita suara sudah terlihat, masukkan ETT sambil memperhatikan bagian
proksimal dari cuff ETT melewati pita suara ± 1-2 cm atau pada orang dewasa
kedalaman ETT ± 19-23 cm
k. Waktu untuk intubasi tidak boleh lebih dari 30 detik
l. Makukan ventilasi dengan menggunakan bagging dan lakukan auskultasi pertama
pada lambung kemudian pada paru kanan dan kiri sambil memperhatikan
pengembangan dada
m. Bila terdengar suara gargling pada lambung dan dada tidak mengembang! lepaskan
ETT dan lakukan hiperventilasi ulang selama 30 detik kemudian lakukan intubasi
kembali
n. Kembangkan balon cuff dengan menggunakan spuit 20 atau 10 cc dengan volume
secukupnya sampai tidak terdengar lagi suara kebocoran dimulut pasien saat
dilakukan ventilasi
o. Lakukan fiksasi ETT dengan plester agar tidak terdorong atau tercabut
p. Pasang orofaring untuk mencegah pasien menggigit ETT jika mulai sadar
q. Lakukan ventilasi terus dengan oksigen 100 (10-12 l/m)
SUCTION TRAKAEOSTOMI

A. Pengertian
Trakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding depan%anterior trakhea
untuk benafas. Traheostomi adalah tindakan membuat stoma agar udara dapat masuk ke
paru-paru dengan memintas jalan nafas bagian atas (Adams, 1997). Menurut letah stoma
trakheostomi dibedakan letak tinggi dan letak rendah dan batas letak ini adalah cincin
trakhea ketiga.
B. Indikasi
1. Mengatasi obstruksi laring
2. Mengurangi ruang rugi (dead air spase) di saluran nafas bagian atas seperti daerah
rongga mulut, sekitar lidah dan faring. &engan adanya stoma maka seluruh oksigen
yang hirupnya akan masuk ke dalam paru tidak ada yang tertinggal di ruang rugi itu.
1al ini berguna pada penderita dengan kerusakan paru yang kapasitas vitalnya
berkurang
3. Mempermudah penghisapan sekret dari bronkus dari penderita yang tidak dapat
mengeluarkan sekret secara fisiologik misalnya pada penderita dalam keadaan koma
4. Untuk memasang respirator alat bantu pernafasan
5. Untuk mengambil benda asing dari subgiotik apabila tidak mempunyai fasilitas
untuk bronkoskopi
C. Fungsi
1. Mengurangi jumlah ruang hampa dalam traktus trakheobronkial 70 sampai 100 ml.
Penurunan ruang hampa dapat berubah ubah dari 10 sampai 50% tergantung pada
ruang hampa fisiologik tiap individu
2. Mengurangi tahanan aliran udara pernafasan yang selanjutnya mengurangi kekuatan
yang diperlukan untuk memindahkan udara sehingga mengakibatkan peningkatan
regangan total dan ventilasi alveolus yang lebih efektif. Asal lubang trakheostomi
cukup besar (paling sedikit pipa
3. Proteksi terhadap aspirasi
4. Memungkinkan pasien menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting pada pasien
dengan gangguan pernapasan
5. Memungkinkan jalan masuk langsung ke trachea untuk pembersihan
6. Memungkinkan pemberian obat-obatan dan humidiiikasi ke traktus
7. Mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan secret ke perifer oleh
tekanan negative intra toraks yang tinggi pada fase inspirasi batuk yang normal
D. Anatomi
Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago. Trakea
berasal dari kartilago krikoid yang berbentuk cincin stempel dan meluas ke anterior pada
esofagus, turun ke dalam thoraks di mana ia membelah menjadi dua bronkus utama pada
karina. Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah lateral
dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di setelah
depan dan lateral. 'smuth melintas trakea di sebelah anterior! biasanya setinggi cincin
trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus.
Di bawah jaringan subkutan dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra
sternal yang melekat pada kartilago tiroid dan hioid
E. Indikasi
Gejala-gejala yang mengindikasikan adanya obstruksi pada jalan nafas
Timbulnya dispneu dan stridor eskpirasi yang khas pada obstruksi setinggi atau di
bawah rima glotis terjadinya retraksi pada insisura suprasternal dan supraklavikular.
1. Pasien tampak pucat atau sianotik
2. Disfagia
3. Pada anak-anak akan tampak gelisah
Tindakan trakeostomi akan menurunkan jumlah udara residu anatomis paru hingga 50%
Sebagai hasilnya, pasien hanya memerlukan sedikit tenaga yang dibutuhkan untuk
bernanas dan meningkatkan ventilasi alveolar. Tetapi hal ini juga sangat tergantung pada
ukuran dan jenis pipa trakeostomi
Gangguan yang mengindikasikan perlunya trakeostomi 1.2, 3 :
1. Terjadinya obstruksi jalan nafas atas
2. Sekret pada bronkus yang tidak dapat dikeluarkan secara fisiologis misalnya pada
pasien dalam keadaan koma
3. Untuk memasang alat bantu pernapasan (respirator)
4. Apabila terdapat benda asing di subglotis
5. Penyakit inflamasi yang menyumbat jalan nafas (misal angina ludwig) epiglotitis
dan lesi vaskuler, neoplastik atau traumatik yang timbul melalui mekanisme
serupa
6. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran nafas atas seperti rongga
mulut, sekitar lidah dan faring. Hal ini sangat berguna pada pasien dengan
kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya berkurang.
Indikasi lain yaitu :
a. Cidera parah pada wajah dan leher
b. Setelah pembedahan wajah dan leher
c. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga
mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi
F. Pembagin Trakeostomi
Menurut lama penggunaannya trakeosomi dibagi menjadi penggunaan permanen dan
dan penggunaan sementara. sedangkan menurut letak insisinya, trakeostomi
dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin
trakea ke tiga. Jika dibagi menurut waktu dilakukannya tindakan, maka trakeostomi
dibagi dalam trakeostomi darurat dan segera dengan persiapan sarana sangat kurang
dan trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik.
G. Jenis tindakan
Surgical trakeostomy
Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang operasi. Insisi
dibuat diantara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 0-2 cm.
Percutaneous Tracheostomy
Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan
pembuatan lubang diantara cincing trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena
lubang yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan
tidak meninggalkan scar. Selain itu! kejadian timbulnya injeksi juga jauh lebih kecil./.
Mini tracheostomy
Dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan trakeostomi mini ini
dimasukan menggunakan kawat dan dilator
H. Jenis Pipa
Cuffed Tubes
Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga memperkecil risiko
timbulnya aspirasi dan jaringan di bawahnya dibuka tepat di tengah maka trakea ini
mudah ditemukan. Pembuluh darah yang tampak ditarik lateral. 'smuth tiroid yang
ditemukan ditarik ke atas supaya cincin trakea jelas terlihat. Jika tidak mungkin,
ismuth tiroid diklem pada dua tempat dan dipotong ditengahnya. Sebelum klem ini
dilepaskan ismuth tiroid diikat keda tepinya dan disisihkan ke lateral. Perdarahan
dihentikan dan jika perlu diikat. Lakukan aspirasi dengan cara menusukkan jarum
pada membran antara cincin trakea dan akan terasa ringan Waktu ditarik. Buat stoma
dengan memotong cincin trakea ke tiga dengan gunting yang tajam. Kemudian pasang
kanul trakea dengan ukuran yang sesuai. Kanul difiksasi dengan tali pada leher pasien
dan luka operasi ditutup dengan kasa. Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu
diperhatikan insisi kulit jangan terlalu pendek agar tidak sukar mencari trakea dan
mencegah terjadinya emfisema kulit
I. Komplikasi
1. Perdarahan lanjutan pada arteri inominata
2. Infeksi
3. Fistula trakeoesofaguss
4. Stenosis trakea
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada kesimpulan Penghisapan masukan cateter suction secara lembut tidak


boleh kasar, sampai ujung cateter menyentuh karina yang ditandai dengan respon batuk.
Dahulukan penghisapan di endotrakeal tube untuk pasien yang menggunakan endotrakeal
tube /Ventilasi mekanik kemudian diteruskan penghisapan disekitar rongga mulut. Sumbat
“port” penghisap dengan ibu jari. Dengan perlahan rotasi kateter saat menariknya, tidak
boleh lebih dari 15 detik. Bilas kateter dengan larutan steril. Bila klien tidak mengalami
distress pernafasan, istirahat 20-30 detik, sebelum memasukkan ulang keteter (Dewi dkk,
2016). Penghisapan lendir melalui endotrakeal tube dikaitkan dengan beberapa komplikasi
yaitu hipoksemia, trauma jalan napas, infeksi nosokomial, dan distrimia jantung, yang
berhubungan dengan hipoksemia.

Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen


dalam tubuh akibat defisiensi oksigen atau peningkatan penggunaan oksigen dalam tingkat
sel, ditandai dengan adanya warna kebiruan pada kulit (sianosis). Secara umum, terjadinya
hipoksia disebabkan oleh menurunnya kadar Hb, menurunnya difusi O2 dari alveoli ke
dalam darah, menurunya perfusi jaringan, atau gangguan ventilasi yang dapat menurunkan
konsentrasi oksigen (Hidayat dkk, 2015). Penanganan untuk obstruksi jalan napas akibat
akumulasi sekresi pada Endotrakeal Tube adalah dengan melakukan tindakan penghisapan
lendir (suction) dengan memasukkan selang kateter suction melalui Hidung/ mulut/
Endotrakeal Tube yang bertujuan untuk membebaskan jalan nafas, mengurangi retensi
sputum dan mencegah infeksi paru. Secara umum pasien yang terpasang endotrakeal tube
memiliki respon tubuh yang kurang baik untuk mengeluarkan benda asing, sehingga
sangat diperlukan tindakan penghisapan lendir suction (Berty, dkk 2013).

B. Saran
Pembahasan pada laporan ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk
rumah sakit. Dalam rangka meningkatkan mutu rumah sakit dan dapat menentukan
kebijakan yang terkait tindakan suction berdasarkan jenis suction yang digunakan di
RSUP. Dr. M Djamil ini.
Daftar Pustaka

Amirullah, R. Penatalaksanaan Pneumotoraks di Dalam Praktek. Dalam praktek htm. (18


Januari 2009).
Naracman, Elly, (1999). Buku Saku Prosedur Keperawatan Bedah. Jakarta: EGC
Potter, P.A dn Perry, A.G. (2006) . Fundamental keperawatan : Konsep Proses dan Praktik.
Edisi 4 Volume 2 Jakarta ; EGC
Http://www.perpustakaandepkes.org;8180/bistream/123456789/1304/9/09hal%2036-45-pd.

Anda mungkin juga menyukai