Anda di halaman 1dari 90

Universitas Bhakti Kencana

Jl. Sekarno Hatta No,754 Telp. 022.7830768


Cibiru

OTORISASI :

KODE MATA AJAR ; FK012004 BOBOT : 1 SKS SEMESTER GANJIL

KOORDINATOR DEKAN KETUA PRODI

Ade Tika Herawati, M.Kep Rd. Siti Jundiah, M.Kep Dede Nur Aziz M, M.Kep
VISI & MISI

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA


VISI

“Menjadi Perguruan Tinggi Mandiri, Unggul, dan berdaya saing untuk meningkatkan
kualitas hidupbangsa Indonesia”

MISI

“Mengembangkan kelembagaan dalam rangka mewujudkan perguruan tinggi yang


mandiri dengan sistem manajemen mutu terstandarisasi nasional dan internasional.
Membangun dan mengembangkan mutu pendidikan dalam melaksanakan Tri
Dharma Perguruan Tinggi dibidang pengajaran, penelitian dan pengabdian
masyarakat. Mengoptimalkan kapasitas sivitas akademika yang kreatif dan inovatif"

VISI MISI FAKULTAS

VISI

“Menjadi Fakultas yang Mandiri, Unggul, dan berdaya saing di bidang keperawatan
dalam meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia pada tahun 2024”

MISI

1. Mengembangkan fakultas dalam rangka mewujudkan perguruan tinggi yang mandiri


dengan sistem manajemen mutu terstandarisasi nasional.
2. Membangun dan mengembangkan mutu pendidikan dalam melaksanakan Tri
Dharma Perguruan Tinggi dibidang pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat.
3. Membangun dan mengembangkan jiwa, kreatif, inovatif dan entrepreneur di seluruh
civitas akademika
VISI MISI PROGRAM STUDI
Visi :

Menghasilkan perawat yang mandiri, unggul dan berdaya saing dalam perawatan
luka untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia tahun 2024

Misi

1. Menjalankan sistem manajemen mutu yang terstandarisasi nasional dalam


pengelolaan program studi.

2. Melaksanakan Tridharma Perguruan tinggi dalam pendidikan, penelitian dan


pengabdian masyarakat.

3. Meningkatkan kemampuan lulusan dalam perawatan luka untuk mewujudkan


kualitas hidup bangsa Indonesia.

ii
DAFTAR PENYUSUN MODUL KEPERAWATAN MEDIKA BEDAH I

Edited by

Ade Tika Herawati, S.Kep, Ners, M.Kep.


Fakultas Keperawatan, Universitas Bhakti Kencana,
Kelompok Keilmuan Keperawatan Medikal Bedah dan Keperawatan Gawat Darurat

Team :

Tuti Suprapti, S.Kp.M.Kep.


Fakultas Keperawatan, Universitas Bhakti Kencana,
Kelompok Keilmuan Keperawatan Medikal Bedah dan Keperawatan Gawat Darurat

Vina Vitniawati, S.Kep, Ners. M.Kep.


Fakultas Keperawatan, Universitas Bhakti Kencana,
Kelompok Keilmuan Keperawatan Medikal Bedah dan Keperawatan Gawat Darurat

Anggi Jamiyanti, S.Kep, Ners. M.Kep.


Fakultas Keperawatan, Universitas Bhakti Kencana,
Kelompok Keilmuan Keperawatan Medikal Bedah dan Keperawatan Gawat Darurat

iii
LEMBAR REVISI

No. Keterangan Revisi Tanggal Revisi Paraf


Kata Pengantar

Assalamualaikum wr.wb
Teriring puji dan syukur ke hadirat Alloh S W T , Alhamdulillah Modul
Praktikum Keperawatan Medika Bedah I untuk Diploma III Keperawatan
Universitas Bhakti Kencana dapat diselesaikan.

Modul praktikum ini sebagai penuntun mahasiswa dalam mengaplikasikan


teori yang terdapat dalam mata kuliah Keperawatan Medika Bedah I dalam
memenuhi unsur praktikum di laboratorium. Keperawatan Medika Bedah I
merupakan mata kuliah yang menekankan pada asuhan keperawatan yang
lazim terjadi pada usia dewasa dengan focus pemenuhan gangguan kebutuhan
Oksigen, kebutuhan Nutrisi, kebutuhan cairan dan kebutuhan eliminasi yang
diakibatkan gangguan patologis di system Pernafasan, Cardiovasculer, sistem
perkemihan, sistem pencernaan dan gangguan sistem Endokrin.

Semoga Modul praktikum Keperawatan Medikal Bedah ini dapat


b e rma nf aa t bagi Dosen dan Mahasiswa. Kritik dan saran untuk perbaikan
modul ini ke depan sangat kami harapkan.

Bandung, 11 September 2023


Koordinator

Ade Tika Herawati, S.Kep, Ners, M.Kep.


DAFTAR ISI

VISI & MISI


DAFTAR PENYUSUN
LEMBAR REVISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
MODUL 1 : Terapi Oksigen
MODUL 2 : Nebulizer
MODUL 3 : Latihan Batuk Efektif .
MODUL 4 : Perawatan Tracheostomy
MODUL 5 : Pemeriksaan AGD
MODUL 6 : Pemasangan Kateter
MODUL 7 : Perawatan Kolostomy
MODUL 8 : Pemasangan NGT (222)
MODUL 9 : Pemasangan EKG
MODUL 10 : Skrining Tuberkulosis (80)
MODUL 11 : Pengambilan sampel urine tengah (Midstream)
MODUL 12 : Pemeriksaan Darah Vena
MODUL 13 : Pengisapan Jalan Nafas
MODUL 14 : Pemberian Nutrisi Parenteral
MODUL I
TERAPI OKSIGEN

1. Tujuan
1.1 Kompetensi yang Dicapai : Mahasiswa mampu melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan kebutuhan Oksigenisasi : terapi Oksigen
1.2 Tujuan Praktikum :
a. Mahasiswa mengetahui tentang tindakkan yang dilakukan pada klien
dengan gangguan kebutuhan Oksigenisasi.
b. Mahasiswa dapat melakukan prosedur tindakan untuk memenuhi
kebutuhan gangguan kebutuhan Oksigenisasi : Terapi Oksigen.
2. Prinsip
Pemberian Oksigen diberikan pada klien dengan gangguan kebutuhan
oksigen dengan mengalirkan gas dari tabung sehingga tercipta tekanan negatif
sehingga udara dapat masuk ke dalam paru-paru lebih banyak.

3. Pendahuluan/ dasar teori.


Pemberian oksigen diberikan melalui 2 cara :
1. Aliran rendah
2. Aliran tinggi

Tujuan pemberian Oksigen adalah :


1. Untuk mengatasi keadaan Hipoksia sesuai hasil AGD
2. Menurunkan kerja nafas dan menurunkan kerja jantung.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Oksigenisasi adalah


1. Jumlah oksigen yang masuk (Ventilasi)
2. Kecepatan Difusi
3. Kapasitas Haemoglobin
4. Zat Pembawa Oksigen ke jaringan (Perfusi jaringan).
Cara pemberian Oksigen :
1. Nasal Canul
2. Sungkup : Rebreathing dan Non Rebreathing

Pemberian oksigen dilakukan secara berkelanjutan/kontinue harus diperhatikan


Humidifikasinya untuk mengurangi efek samping dari pemberian oksigen seperti
adanya iritasi dan kelebihan/keracunan Oksigen.

4. Alat dan bahan


Alat dan bahan yang diperlukan adalah
1. Tabung Oksigen
2. Selang Masker, Nasal canul. Rebreathing dan Nonrebreathing Mask
3. Flowmeter
4. Humidifier
5. Cairan steril
6. Stetoskop

5. Prosedur kerja

1. Identifikasi Pasien menggunakan minimal 2 identitas (Nama, TTL, no. Rekam


medis)
2. Jelaskan tujuan dari pemberian terapi Oksigen
3. Siapkan alat dan bahan yang digunakan
4. Lakukan cuci tangan 6 langkah
5. Tuangkan cairan steril kedalam Humidifier (sesuai batas)
6. Pasang Flowmeter dan Humidifier ke sumber oksigen
7. Sambungkan selang masker ke Humidifier
8. Atur aliran oksigen sesuai kebutuhan, Nasal canul, rebreathing dan non
Rebreathing sesuai
9. Pastikan Oksigen mengalir melalui selang kebutuhan
10. Pastikan Oksigen mengisi kantung reservoir hingga mengembang
11. Pasang masker menutupi hidung dan mulut
12. Lingkarkan dan eratkan tali karet melingkar ke kepala
13. Bersihkan area kulit mulut dan hidung setiap 2-3 jam jika pemberian oksigen
dilakukan secara kontinue
14. Monitor cuping , septum dan hidung luar terhadap adanya gangguan integritas
mukosa/kulit hidung setiap 8 jam
15. Monitor kecepatan oksigen dan status pernafasan setiap 8 jam atau sesuai indikasi.
16. Pasang tanda oksigen sedang dipakai (Jika perlu)
17. Rapikan pasien dan alat yang digunakan
18. Lakukan cuci tangan 6 langkah
19. Dokumentasikan prosedur yang sudah dilakukan dan respon pasien :
a. Metode pemberian Oksigen
b. Kecepatan Oksigen
c. Respon pasien.
d. Efek samping yang merugikan yang terjadi yang dirasakan oleh klien.

Bagan Kerja.
(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa
mengisi).
6.Hasil Praktikum
(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa
mengisi).

7. Diskusi dan pembahasan


(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa
mengisi).
8. Kesimpulan
(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa mengisi).

9. Daftar Pustaka
1. PPNI (2018), Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Definisi dan indikator
diagnostik, Jakarta, DPP PPNI.
2. PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakkan
Keperawatan, Jakarta, DPP PPNI
3. PPNI (2021), Pedoman Standar Prosedur Operasional Keperawatan, Jakarta, DPP
PPNI
MODUL II

NEBULIZER
1. Tujuan :
1.1. Kompetensi yang dicapai : Mahasiswa mampu melakukan kegiatan yang berhubungan
dengan pemenuhan kebutuhan oksigen : Pemberian Nebulizer.
1.2. Tujuan Praktikum :
a. Mahasiswa mengetahui tentang prosedur pemberian Nebulizer
b. Mahasiswa mengetahui indikasi diberikannya Nebulizer
c. Mahasiswa mengetahui tentang tujuan dilakukannya Nebulizer

2. Prinsip
Pemberian Nebulizer dilakukan pada klien yang mengalami gangguan pernafasan akibat
adanya Bronkhokonstriksi, adanya sekret yang mengental dan gangguan oksigen lainnya.

3. Pendahuluan / Dasar Teori.


Tujuan pemberian Nebulizer adalah untuk memberikan obat dalam bentuk uap agar bisa
masuk kedalam paru-paru.

4. Alat dan Bahan.


Persiapan alat :
1. Mesin Nebulizer
2. Masker dan selang Nebulizer
3. Obat Nebulizer : Combivent
4. Nacl 0.9 %
5. Sarung Tangan
6. Tissue
7. Bengkok
8. Tong Spatel
5. Prosedur Kerja
Tindakkan yang dilakukan :
1. Identifikasi Pasien menggunakan minimal 2 identitas (Nama, TTL, no. Rekam medis)
2. Jelaskan tujuan dari pemberian Nebulizer
3. Siapkan alat dan bahan yang digunakan
4. Lakuakan Prinsip 6 Benar (Pasien, obat, dosis, waktu, rute dan dokumentasi)
5. Lakukan cuci tangan 6 langkah
6. Pasang sarung tangan
7. Posisikan pasien dalam posisi yang nyaman (semifowler / fowler)
8. Sambungkan mesin Nebulizer dengan sumber listrik
9. Masukkan Obat sesuai advis / rencana pengobatan , Tambahkan Nacl 0.9% (Jika
perlu)
10. Siapkan masker sesuai ukuran klien. Pasangkan masker menutupi mulut dan hidung
11. Nyalakan (tekan tobol on) mesin.
12. Lakukan Nebulizer selama 15-20 menit (Atau sampai obat nya habis)
13. Siapkan tissue dan bengkok (Jika perlu)
14. Kaji respon klien terhadap nebu yang diberikan
15. Bereskan alat-alat jika sudah digunakan
16. Dokumentasikan tindakkan yang dilakukan :
a.Waktu terapi diberikan
b. Obat yang diberikan
c. Tuliskan respon klien setelah nebulisasi dilakukan
Bagan Kerja.
(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa
mengisi).

6.Hasil Praktikum
(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa
mengisi).
7. Diskusi dan pembahasan
(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa
mengisi).

8.Kesimpulan
(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa mengisi).
9. Daftar Pustaka
1. PPNI (2018), Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Definisi dan indikator
diagnostik, Jakarta, DPP PPNI.
2. PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan
Tindakkan Keperawatan, Jakarta, DPP PPNI
3. PPNI (2021), Pedoman Standar Prosedur Operasional Keperawatan, Jakarta,
DPP PPNI
MODUL 3

LATIHAN BATUK EFEKTIF


1. Tujuan :
1.1. Kompetensi yang dicapai : Mahasiswa mampu melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan oksigen : Latihan Batuk Efektif.
1.2. Tujuan Praktikum :
a. Mahasiswa mengetahui tentang prosedur batuk efektif
b. Mahasiswa mengetahui indikasi dilakukannya batuk efektif
c. Mahasiswa mengetahui tentang tujuan dilakukannya batuk efektif.

2. Prinsip
Latihan batuk efektif dilakukan pada pasien dengan penumpukkan sekret dengan tujuan
membersihkan faring, laring dan bronkhus atau benda asing di sepanjang jalan nafas.
3. Pendahuluan / Dasar Teori.
Xxxx
4. Alat dan Bahan.
Persiapan alat :
a. Sarung tangan bersih (jika perlu)
b. Tissue
c. Bengkok dengan cairan desinfektan.
d. Suplai Oksigen (Jika perlu).
e. Pengalas

5. Prosedur Kerja
Tindakkan yang dilakukan :
1. Identifikasi Pasien menggunakan minimal 2 identitas (Nama, TTL, no. Rekam medis)
2. Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur.
3. Siapkan alat dan bahan yang digunakan
4. Lakukan cuci tangan 6 langkah
5. Pasang sarung tangan bersih, Jika perlu
6. Identifikasi kemampuan batuk.
7. Atur posisi semi fowler dan fowler
8. Anjurkan menarik nafas melalui hidung selama 4 detik, menahan nafas selama 2 detik,
kemudian menghembuskan nafas dari mulut dengan bibir dibulatkan (mencucu) selama
8 detik.
9. Anjurkan mengulangi tindakkan menarik nafas dan menghembuskan selama 3 kali.
10. Anjurkan batuk dengan kuatlangsung setelah tarik nafas dalam yang ke-3
11. Kolaborasi pemberian mukolitik dan ekspektoran, jika perlu.
12. Rapikan pasien dan alat-alat yang digunakan
13. Lepaskan sarung tangan
14. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah.
15. Dokumentasikan tindakkan yang dilakukan dan respon klien setelah dilakukan latihan
batuk efektif.

Bagan Kerja.
(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa
mengisi).
6.Hasil Praktikum
(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa
mengisi).

7. Diskusi dan pembahasan


(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa
mengisi).
8.Kesimpulan
(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa mengisi).

9. Daftar Pustaka
1. PPNI (2018), Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Definisi dan indikator
diagnostik, Jakarta, DPP PPNI.
2. PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakkan
Keperawatan, Jakarta, DPP PPNI
3. PPNI (2021), Pedoman Standar Prosedur Operasional Keperawatan, Jakarta,
DPP PPNI
MODUL 4
PERAWATAN TRACHEOSTOMY
1. Tujuan :
a. Kompetensi yang dicapai : Mahasiswa mampu melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan oksigen : Perawatan
Tracheostomy
b. Tujuan Praktikum :
1) Mahasiswa mengetahui tentang prosedur perawatan Tracheostomy
2) Mahasiswa mengetahui indikasi perawatan tracheostomy
3) Mahasiswa mengetahui tentang tujuan dilakukannya perawatan
Tracheostomy

2. Prinsip.
Perawatan Tracheostomy adalah tindakan yang dilakukan untuk mempertahankan
kebersihan, kepatenan Tracheostomy. Tujuan penatalaksanaan Tracheostomy adalah
mempertahankan kepatenan jalan nafas dan keadaan tracheostomy

Prinsip kerja perawatan Tracheostomy adalah steril.

3. Pendahuluan / Dasar Teori.


Tujuan perawatan Tracheostomy adalah membersihkan akumulasi sekresi pada stoma
untuk meminimalkan risiko infeksi dengan menggunakan teknik steril. Perawatan
tracheostomy dilakukan minimal 2x sehari atau sesuai kebutuhan, tergantung kondisi
pasien (Adanya akumulasi sekret dan adanya infeksi). Lubang Tracheostomy biasanya
akan sembuh sendiri setelah selang dibuka. Lama penyembuhan bervariasi, dari bbrp
hari sampai bbrp minggu.
4. Alat dan Bahan
1. Pasien
2. Alat
a. Persiapan alat steril b. Persiapan alat tidak steril
- Kassa steril - Alas
- Kapas steril - Bengkok 2 buah (1 buah
- Lidi kapas diisi dengan desinfectan)
- Pinset 3 buah (1 - Verban gulung
cyrurgis dan 2 - Handscoon
anatomis) - Spuit 5 cc
- Kom steril - Korentang
- Nacl steril
- Antibiotik ointment
(Bila diprogramkan)

5. Prosedur Kerja.

1. Identifikasi pasien dengan mennggunakan minimal 2 identitas (nama dan tanggal


lahira0
2. Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur
3. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
4. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah.
5. Posisikan pasien dalam posisi semi fowler.
6. Pasang Tssue / handuk.
7. Pasang masker dan sarung tangan bersih.
8. Lepaskan balutan kotor.
9. Lepaskan saung tangan
10. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah.
11. Buka set ganti balutan steril
12. Isi kom dengan cairan steril.
13. Pakai sarung tangan steril dan gunakan tangan dominan untuk melakukan tindakkan.
14. Lepaskan oksigen (Jika terpasang).
15. Lepaskan Inner kanul tracheostomy dengan tangan dominan.
16. Bersihkan Inner kanul dengan sikat. Dan bilas dengan cairan steril.
17. Pasang kembali inner tracheostomy.
18. Bersihkan stoa atau kulit sekitar dengan kassa lembab atau lidi kapas.
19. Keringkan kulit sekitar dengan kassa steril.
20. Lepaskan ikatan tracheostomy jika kotor.
21. Pasangkan balutan steril dan ikatan pada selang tracheostomy
22. Rapikan alat yang sudah digunakan.
23. Lepaskan sarung tangan.
24. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah.
25. Dokumentasikan tanda-tanda infeksi sekitar stoma, perdarahan dan respon pasien.

Evaluasi :
1. Respon pasien saat dilakukan tindakkan
2. Keadaan luka sekitar tracheostomy
3. Keadaan fiksasi trakheostony baik fiksasi dalam maupun fiksasi luar
4. Obat yang dipakai (Jika ada)

6. Hasil Praktikum
7. Diskusi dan Pembahasan

8. Kesimpulan
9. Pustaka
1. PPNI (2018), Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Definisi dan indikator
diagnostik, Jakarta, DPP PPNI.
2. PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakkan
Keperawatan, Jakarta, DPP PPNI
3. PPNI (2021), Pedoman Standar Prosedur Operasional Keperawatan, Jakarta, DPP
PPNI
MODUL V
PEMERIKSAAN AGD
 Tujuan
1.1. Kompetensi yang dicapai.
Mahasiswa mampu melakukan prosedur diagnostik yang berhubungan dengan
gangguan kebutuhan Oksigenisasi : Pemeriksaan AGD
1.2. Tujuan Praktikum.
a. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan AGD
b. Mahasiswa mengetahui tujuan dilakukannya AGD
c. Mahasiswa mampu memahami hasil pemeriksaan AGD
 Prinsip.
Pemeriksaan AGD diakukan dengan menggunakan darah arteri dengan menggunakan
prinsip steril.

 Pendahuluan / Dasar Teori.


Pemeriksaan AGD dilakukan untuk menentukan seberapa baik kondisi paru-paru
memindahkan Oksigen ke dalam darah dan menghilangkan Karbon diaoksida dari
darah, keidakseimbnagan oksigen, Karbondioksida dan Tingkat pH darah.
Indikasi :
Pasien dengan PPOK yang mengalami hambatan aliran udara pada saluran pernafasan
yang bersifat progresif non reversibel atau reversibel Parsial.

Gejala Klien yang memerlukan pemeriksaan AGD yaitu :


1. Klien yang mengalami kesulitan nafas.
2. Klien yang mengalami sesak nafas.
3. Klien yang dicurigai mengalami ketidakseimbangan Asam Basa.
Hasil AGD Normal :
1. pH : 7.38-7.42
2. Bikarbonat (HCO3) : 22-28 miliequivalen per liter.
3. Tekanan Parsial Oksigen : 75-100 mmHg.
4. Tekanan Parsial CO2 : 38-42 mmHg
5. Saturasi Oksigen : 94-100 %

 Alat dan Bahan


1. Handschoon bersih
2. Spuit AGD 3 cc
3. Heparin
4. Karet
5. Alkohol swab
6. Plester
7. Bantalan
8. Pengalas
9. Bengkok
10. Es batu (Jika perlu)

 Prosedur Kerja
Prosedur melakukan AGD :
1. Identifikasi Pasien menggunakan minimal 2 Identitas ( Nama, TTL, No. Rekam
medis).
2. Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur.
3. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
4. Lakukan cuci tangan 6 langkah.
5. Pasang Handschoon bersih.
6. Lakukan Allentest sebelum menusuk Arteri Radialis.
7. Bilas Spuit dengan Heparin.
8. Tentukan Area penusukan dengan merasakan denyut nadi.
9. Pasang alas dibawah area penusukan.
10. Pasang Bantalan dibawah area pergelangan tangan (Jika perlu)
11. Bersihkan area penusukan dengan menggunakan aklohol swab.
12. Stabilisasi area arteri yang akan dilakukan penusukan dengan meregangkan kulit.
13. Tusuk jarum dengan sudut 45 derajat sampai 90 derajat dengan bevel menghadap
ke atas
14. Aspirasi darah sebanyak 1-3 cc
15. Cabut jarum dari arteri secara perlahan.
16. Tusukkan jarum spuit pada karet
17. Berikna penekanan pada area penusukan 5-15 menit.
18. Pasang Plester pada area penusukan.
19. Berikan label pada darah yang akan dikirimkan ke Laboratorium.
20. Rapikan pasien dan alat-alat yang telah digunakan.
21. Lepaskan Handschoon.
22. Lakukan cuci tangan 6 langkah.
23. Dokumentasikan prosedur yang telah dditentukan dan bagaimana Respon klien.

 Hasil Praktikum
 Diskusi dan Pembahasan

 Kesimpulan
 Pustaka
1. PPNI (2018), Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Definisi dan indikator
diagnostik, Jakarta, DPP PPNI.
2. PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakkan
Keperawatan, Jakarta, DPP PPNI
3. PPNI (2021), Pedoman Standar Prosedur Operasional Keperawatan, Jakarta, DPP
PPNI
MODUL VI
PEMASANGAN KATETER
1. Tujuan

1.1 Kompetensi yang Dicapai : Mahasiswa mampu melakukan kegiatan yang


berhubungan dengan kebutuhan eliminasi : Pemasangan Kateter
1.2 Tujuan Praktikum :
a. Mahasiswa mengetahui tentang tindakkan yang dilakukan pada klien dengan
gangguan kebutuhan eliminasi : Pemasangan Kateter
b. Mahasiswa dapat melakukan prosedur tindakan untuk memenuhi kebutuhan
gangguan kebutuhan eliminasi : Pemasangan Kateter.
c. Mahasiswa mengetahui tujuan pemasangan Kateter

2. Prinsip.
Prinsip pemasangan kateter : Gentle/;embut, Aseptic dan antiseptic, lubrikasi yang
adekuat dan gunakan ukuran kateter yang lebih kecil / sesuai dengan ukuran klien.

3. Pendahuluan / Dasar Teori.


Kateter adalah Pipa yang dimasukkan untuk mengeluarkan cairan. Kateterisasi urine
adalah tindakkan memasukkan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra
dengan tujuan mengeluarkan urine atau mengosongkan kandung kemih.
Penumpukkan urine dalam kandung kemih beresiko infeksi bahkan kerusakkan ginjal.
Pemasangan kateter dilakukan oleh perawat professional dan kateter harus diganti
setiap 6-8 hari sekali.

Kontra indikasi kateterisasi :


1. Adanya infeksi saluran kemih.
2. Hematuria
3. Rasa nyeri pada uretra
Efek samping pemasagan kateter adalah adanya infeksi, kejang dan mungkin juga kram
perut.

Masalah yang sering terjadi pada pemasangan kateter adalah adanya sumbatan pada
kateter urine. Hal yang dapat dilakukan adalah spooling dengan cairan dan perawat
memastikan kebersihan dan kesterilannya.

4. Alat dan Bahan


Pemasangan Kateter pada Laki-laki.
1. Handschoon steril
2. Kateter urine sesuai ukuran
3. Urine bag dan penggantungnya
4. Spuit 20 cc
5. Aquabidest atau Nacl
6. Jelly Lidokain 2%
7. Cairan antiseptik
8. Handschoon bersih
9. Kom Bersih
10. Wadah sampel urine
11. Kapas / kassa dan cairan antiseptik
12. Pengalas
13. Bengkok
14. Sampiran

5. Prosedur Kerja
1 Identifikasi Pasien menggunakan minimal 2 identitas (Nama, TTL, no. Rekam
medis)
2 Jelaskan tujuan dari pemasangan Kateter
3 Siapkan alat dan bahan yang digunakan
4 Jaga Privasi dan pasang sampiran
5 Atur posisi klien dalam posisi terlentang dengan kedua kaki Abduksi
6 Letakkan pengalas dibawah bokong
7 Tutup area pinggang dengan selimut
8 Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
9 Pasang sarung tangan bersih
10 Bersihkan area genetalia dengan kapas/kassa dan cairan antiseptik
11 Bilas dan keringkan, kemudian lepas sarung tangan bersih
12 Buka set kateter steril dan alat-alat steril lainnta. Tempatkan dialas steril dengan
tetap memperhatikan tekhnik aseptik.
13 Pasang sarung tangan steril
14 Sambungkan kateter dengan urinebag
15 Pegang Penis tegak lurus dengan tangan non dominan dan masukkan 10 ml jelly
ke dalam meatus uretra dengan tangan dominan.
16 Tutup meatus uretra dengan jari jari telunjuk selama 1-2 menit
17 Masukkan kateter ke dalam meatus uretra secara perlahan dengan tangan
dominan sampai pangkal kateter sambil menganjurkan tarik nafas dalam.
18 Lakukan Fiksasi internal dengan memasukkan Nacl/aquabidest untuk
mengembangkan balon kateter
19 Tarik kateter perlahan sampai terasa ada tahanan untuk memastikan kateter
terfiksasi dengan baik dalam kandung kemih.
20 Lepaskan sarung tangan steril.
21 Lakukan fiksasi eksternal dengan plester di area abdomen bawah dengan penis
mengarah ke dada.
22 Gantungkan urinebag dengan posisi lebih rendah dari pasien
23 Pasang sarung tangan bersih dan ambil sampel urine segera dari kantung urine
bag (Jika perlu)
24 Lepaskan sarung tangan bersih
25 Rapikan pasien dan alat yang sudah digunakan
26 Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
27 Dokumentasikan prosedur yang dilakukan. Catat warna urine, jumlah urine yang
keluar, jumlah Nacl/aquabidest yang dimasukkan untuk mengembangkan balon,
waktu pemasangan dan respon pasien saat dilakukan tindakkan.
6. Hasil Praktikum

7. Diskusi dan Pembahasan


8. Kesimpulan

9. Pustaka
1. PPNI (2018), Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Definisi dan indikator
diagnostik, Jakarta, DPP PPNI.
2. PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakkan
Keperawatan, Jakarta, DPP PPNI
3. PPNI (2021), Pedoman Standar Prosedur Operasional Keperawatan, Jakarta, DPP
PPNI
MODUL VII
PERAWATAN KOLOSTOMI

1. Tujuan
1.1. Kompetensi yang dicapai.
Mahasiswa mampu melakukan prosedur diagnostik yang berhubungan dengan
gangguan kebutuhan Eliminasi : Perawatan Kolostomi
1.2. Tujuan Praktikum.
1. Mahasiswa mampu melakukan perawatan Kolostomi
2. Mahasiswa mengetahui tujuan dilakukannya perawatan kolostomi
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang komplikasi dan efek samping dari
pemasangan Kolostomi

2. Prinsip.
Prinsip perawatan kolostomi adalah bersih. Perawatan kolostomi dilakukan minimal 1x
perhari atau saat Dibutuhkan oleh klien.

3. Pendahuluan / Dasar Teori.


1. Pengertian.
Stoma adalah suatu lubang pada usus besar dan aperture pada kulit sehingga
menciptakan anus buatan

2. Tipe Colostomy.
a. Coloctomy terminal/ akhir; usus dipisahkan ujungnya dikeluarkan melalui
dinding abdomen
b. Colostomy loop; suatu loop usus dikeluarkan dari abdomen (2 apertura :
proksimal dan distal)

3. Sasaran.
a. Penyakit hirscprung
b. Atresia ani
4. Hal-hal yang perlu diperhatikan
a. Jaga agar stoma tetap bersih. Untuk mencegah iritasi, hindari kontak feses dengan
area kulit sekitar
b. Kenakan pakaian longgar agar tidak menekan kolostomy
c. Laporka bila terdapat tanda seperti di bawah ini :
a. Perdarahan stoma lebih dari biasa, ketika membersihkan stoma
b. Perdarahan kulit sekitar stoma
c. Perubahan ukuran stoma
d. Waspada bila suhu tubuh pasien lebih dari normal

4. Alat dan Bahan


4.1. Persiapan alat
1. Sarung tangan
2. Skin barrier
3. Colostomy bag
4. Kom berisi air hangat / Cairan Fisiologis
5. Pinset anatomis
6. Pinset sirurgis
7. Gunting
8. Perlak dan alas
9. Spuit 10 cc
10. Bengko yang telah di bungkus plastic

4.2. Persiapan pasien


Beritahukan pasien atau keluarga tentang procedure yang akan dilakukan.

5. Prosedur Kerja
Prosedur Perawatan Kolostomi :
1. Identifikasi pasien menggunakan minimal 2 identitas (nama dan Tanggal lahir)
2. Jelaskan tujuan dan langkah prosedur.
3. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
4. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah.
5. Pasang sarung tangan
6. Jaga Privacy pasien.
7. Pasang pengalas dan gulung dibawah lokasi stoma.
8. Letakkan bengkok yang telah dilapisi plastik diatas pengalas
9. Buka Klip kantung kolostomy diatas plastik hitam dengan hati-hati.
10. Buka kantung stoma. Nuang feses dan urine.
11. Angkat base palte secara perlahan dan masukkan kedalam kanong plastik hitam.
12. Ganti sarung tangan.
13. Bersihkan stoma dan sekitar stoma menggunakan kapas dengan diameter 5-10 cm.
14. Bersihakan jahitan sekekliling stoma dengan cairan Nacl.
15. Keringkan stoma dengan kassa kering.
16. Tutup lubang stoma dengan menggunakan kassa lembab dan siapkan plate baru.
17. Pasang plate pada kulit sekitar stoma dan posisi stoma di bagian bawah.
18. Buka kertas pengalas dan berikan pasta disekeliling stoma dan rapikan dengan
menggunakan ujung jari kita.
19. Tekan dengan hati-hati sekeliling base plate menggunakan jari tangan.
20. Pasang kantung stoma.
21. Pasang klipnya dibawah kantung stoma sekitar 2-3 cm.
22. Rapikan pasien dan alat-alat yang digunakan.
23. Lepaskan sarung tangan.
24. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah.
25. Dokumentasi prosedur yang dilakukan dan respon klien.

6. Hasil Praktikum
7. Diskusi dan Pembahasan

8. Kesimpulan

9. Pustaka
1. PPNI (2018), Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Definisi dan indikator
diagnostik, Jakarta, DPP PPNI.
2. PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakkan
Keperawatan, Jakarta, DPP PPNI
3. PPNI (2021), Pedoman Standar Prosedur Operasional Keperawatan, Jakarta, DPP
PPNI
MODUL VIII
PEMASANGAN NGT
1. Tujuan :
1.1. Kompetensi yang dicapai : Mahasiswa mampu melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan Nutrisi : Pemasangan NGT.
1.2. Tujuan Praktikum :
a. Mahasiswa mengetahui tentang prosedur pemasangan NGT
b. Mahasiswa mengetahui indikasi pemasangan NGT
c. Mahasiswa mengetahui tentang tujuan pemasangan NGT

2. Prinsip
Pemasangan NGT dilakukan dengan memasukkan selang yang dimasukkan melalui
hidung melalui tenggorokkan sampai ke dalam lambung. Prinsip pemangan NGT adalah
Bersih. Pemasangan NGT dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada saat klien
mengalami kesulitan makan secara oral.

3. Pendahuluan / Dasar Teori.


Selang nasogastrik (nasogastric tube/NGT), yang dikenal juga dengan nama selang
makanan atau sonde, adalah selang plastik lunak yang dipasang melalui hidung (nasal)
menuju lambung (gaster). Agar tidak berpindah posisi, selang akan direkatkan ke kulit di
dekat hidung dengan pita perekat

Tujuan pemasangan selang nasogastrik adalah untuk membantu pemberian makanan dan
obat-obatan kepada pasien yang tidak bisa mengonsumsi makanan atau obat dari mulut.
Selain itu, selang nasogastrik juga bisa digunakan untuk mengeluarkan gas atau cairan dari
dalam lambung.
Selain melalui hidung, selang juga bisa dimasukkan melalui mulut (oral). Selang ini disebut
sebagai selang orogastrik (orogastric tube/OGT).
NGT dan OGT digunakan untuk tujuan yang sama, tetapi selang orogastrik biasanya
dipasang pada pasien yang tidak bisa menggunakan selang nasogastrik, misalnya pasien
dengan cedera pada hidung atau bayi baru lahir yang perlu bernapas sepenuhnya dari
hidung.
Kondisi yang Memerlukan Selang Nasogastrik
Salah satu tujuan dilakukannya pemasangan selang nasogastrik adalah untuk pemberian
nutrisi, yaitu pada:

Pasien yang dalam kondisi koma

Pasien yang mengalami penyempitan atau sumbatan saluran pencernaan

Pasien yang menggunakan alat bantu pernapasan

Bayi yang lahir prematur atau menderita kelainan bawaan

Pasien yang tidak mampu mengunyah atau menelan, misalnya penderita stroke
atau Disfaghia.

Selain itu, pemasangan selang nasogastrik juga dapat dilakukan untuk pengambilan sampel isi
lambung dan pengosongan lambung, misalnya untuk mengeluarkan zat beracun.

Efek Samping Pemasangan Selang Nasogastrik


Beberapa efek samping yang dapat muncul dari pemasangan selang nasogastrik adalah rasa
mual dan muntah, perut kembung, serta naiknya makanan dan obat dari lambung. Selain itu,
risiko terjadinya cedera pada hidung, kerongkongan, dan lambung saat pemasangan selang
juga dapat terjadi.

Durasi Penggunaan Selang Nasogastrik


Lamanya penggunaan selang nasogastrik tergantung pada kondisi pasien dan tujuan
pemasangannya, tetapi sebaiknya digunakan hanya dalam jangka pendek. Selang ini bisa
terpasang hingga 4–6 minggu, namun harus diganti setiap 3–7 hari atau sesuai kebutuhan.
4. Alat dan Bahan.
Persiapan alat :
- Selang Nasogastrik tube - Handscoon
- Tisue - Plester
- Gunting plester - Jelly yang larut dalam air
- Stetoskop - Handuk mandi atau alas
- Spuit 50 cc - Bengkok
- Kassa - Makanan cair yang akan diberikan
- Air minum / pembilas selang

5. Prosedur Kerja
1 Identifikasi Pasien menggunakan minimal 2 identitas (Nama, TTL, no.
Rekam medis)
2 Jelaskan tujuan dari pemasangan NGT
3 Siapkan alat dan bahan yang digunakan
4 Lakukan cuci tangan 6 langkah
5 Pasang sarung tangan bersih
6 Posisikan pasien dalam posisi semi fowler
7 Letakkan pengalas di dada pasien
8 Tentukan panjang selang NGT dengan mengukur dari ujung hidung ke
telinga lalu ke Proxesus Xypodieus.
9 Tandai panjang selang yang telah diukur
10 Periksa kepatenan lubang hidung yang akan dipasang NGT
11 Lumasi ujung selang NGT dengan XY / jelly sekitar 10 cm
12 Masukkan selang secara perlahan tapi tegas melalui lubang hidung
sampai batas yang telah diukurr
13 Anjurkan pasien menundukkan kepala saat selang NGT mencapai
Nasofaring
14 Anjurkan klien menelan saat NGT dimasukkan
15 Periksa posisi ujung selang dengan cara :
1. Memasukkan sekitar 10 ml udara kedalam selang dan Auskultasi bunyi
udara pada lambung
2. Aspirasi cairan lambung
3. Cek keasaman cairan lambung dengan Kertas pH
16 Fiksasi selang NGT pada hidung dengan Plester
17 Rapikan Pasien dan alat alat yang telah digunakan
18 Lepaskan sarung tangan dan lakukan kebersihan tangan 6 langkah
19 Dokumentasikan ukuran NGT yang digunakan, panjang NGT yang
dimasukkan, lubang hidung yang digunakan , pengecekan posisi NGT dan
respon klien selama prosedur dilakukan.

6. Hasil Praktikum
7. Diskusi dan Pembahasan

8. Kesimpulan

9. Pustaka
1. PPNI (2018), Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Definisi dan indikator
diagnostik, Jakarta, DPP PPNI.
2. PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakkan
Keperawatan, Jakarta, DPP PPNI
3. PPNI (2021), Pedoman Standar Prosedur Operasional Keperawatan, Jakarta, DPP
PPNI
MODUL IX
PEMASANGAN EKG
1. Tujuan :
1.1. Kompetensi yang dicapai : Mahasiswa mampu melakukan tindakkan yang
berhubungan dengan gangguan sirkulasi : Perekaman EKG.
1.2. Tujuan Praktikum :
a. Mahasiswa mengetahui tentang prosedur perekaman EKG
b. Mahasiswa mengetahui indikasi perekaman EKG
c. Mahasiswa mengetahui tentang tujuan dilakukannya perekaman EKG

2. Prinsip
Perekaman EKG dilakukan sebanyak 12 Sadapan dengan memasang elektroda pada area
tertentu pada ekstremitas dan dada untuk mendapatkan sadapan potensial listrik yang
dihasilkan oleh aktivitas jantung.

3. Pendahuluan / Dasar Teori.


Pemeriksaan ektrokardiogram (EKG) adalah pemeriksaan kesehatan terhadap
aktivitas elektrik (listrik) jantung. Elektrokardiogram adalah rekaman aktivitas elektrik jantung
sebagai grafik jejak garis pada kertas grafik. Bentuk jejak garis yang naik dan turun tersebut
dinamakan gelombang (wave). Proses perekaman aktivitas listrik jantung dalam bentuk grafik
disebut elektrokardiografi.

1. Tujuan Pemeriksaan EKG


Tes EKG dilakukan untuk beberapa keperluan antara lain.
1. Memeriksa aktivitas elektrik jantung
2. Menemukan penyebab nyeri dada, yang dapat disebabkan serangan jantung, inflamasi
kantung sekitar jantung (perikarditis), atau angina.
3. Menemukan penyebab gejala penyakit jantung, seperti sesak napas, pusing, pingsan,
atau detak jantung lebih cepat atau tidak beraturan (palpitasi).
4. Mengetahui apakah dinding ruang-ruang jantung terlalu tebal (hypertrophied)
5. Memeriksa seberapa baik kerja suatu obat dan apakah obat tersebut memiliki efek
samping terhadap jantung.
6. Memeriksa apakah suatu alat mekanis yang dicangkok dalam jantung, misalnya
pacemaker, bekerja dengan baik untuk mengendalikan denyut jantung.
7. Memeriksa kesehatan jantung pada penderita penyakit atau kondisi tertentu, seperti
hipertensi, kolesterol tinggi, diabetes, atau penyakit lainnya.

Prosedur pemeriksaan EKG adalah sebagai berikut.


1. Pasien akan diminta berbaring di tempat tidur dan membuka sebagian pakaian serta
melepas asesori yang mengandung logam (misalnya jam tangan, handphone, sabuk).
2. Tubuh pasien akan dipasangi elektroda berupa lempeng logam tipis. Elektroda ini akan
dilapisi pasta untuk meningkatkan konduktivitas tubuh. Pasien diminta rileks dan tidak
berbicara.
3. Pemeriksaan EKG dilakukan biasanya sekitar 5 menit.

2. Hasil Pemeriksaan EKG


Pemeriksaan EKG merekam kerja jantung dalam bentuk grafik garis.
a. Denyut jantung dinilai normal jika:
Nadi : Reguler, 60 – 100 kali/menit.
b. Denyut jantung dinilai abnormal jika:
Denyut jantung terlalu lambat (kurang dari 60 denyut per menit), atau denyut
jantung terlalu cepat (lebih dari 100 denyut per menit), atau ritme denyut
jantung tidak beraturan
Pola denyut jantung tidak normal
Untuk menentukan irama jantung regular atau ireguler adalah dilihat dari irama sinus.
1. Irama Sinus berasal dari gelombang P yang harus diikuti oleh kompleks QRS. Ini
normal pada orang yang jantungnya sehat.
2. Irama Bukan Sinus, yakni selain irama sinus, misalkan tidak ada kompleks QRS
sesudah gelombang P, atau sama sekali tidak ada gelombang P. Ini menunjukkan
adanya blokade impuls elektrik jantung di titik-titik tertentu dari tempat jalannya
impuls seharusnya (bisa di Nodus SA-nya sendiri, jalur antara Nodus SA – Nodus
AV, atau setelah nodus AV), dan ini abnormal.
3. Reguler, jarak antara gelombang R dengan R berikutnya selalu sama dan teratur.
Kita juga bisa menentukan regulernya melalui palpasi denyut nadi di arteri karotis,
radialis dan lain-lain.
4. Tidak reguler, jarak antara gelombang R dengan R berikutnya tidak sama dan
tidak teratur, kadang cepat, kadang lambat, misalnya pada pasien-pasien aritmia
jantung.

c. FREKUENSI JANTUNG
Cara menghitung Frequensi jantung :
a. Cara ke-1
HR = 1500 / x
Keterangan:
x = jumlah kotak kecil antara gelombang R yang satu dengan gelombang R
setelahnya.
b. Cara ke-2
HR = 300 / y
Keterangan: y = jumlah kotak sedang (5×5 kotak kecil) antara gelombang R yang
satu dengan gelombang R setelahnya. (jika tidak pas boleh dibulatkan ke angka
yang mendekati, berkoma juga ga masalah)
c. Cara ke-3
Adalah cara yang paling mudah, bisa ditentukan pada Lead II panjang (durasi 6
detik, patokannya ada di titik-titik kecil di bawah kertas EKG, jarak antara titik 1
dengan titik setelahnya = 1 detik, jadi kalau mau 6 detik, bikin aja lead II manual
dengan 7 titik).

Caranya adalah:
HR = Jumlah QRS dalam 6 detik tadi itu x 10.
Nanti yang kita tentukan dari Frekuensi jantung adalah:

Normal: HR berkisar antara 60 – 100 x / menit.


Bradikardi= HR < 60x /menit
Takikardi= HR > 100x/ menit

d. Gelombang P
Gelombang P adalah representasi dari depolarisasi atrium. Gelombang P yang normal:
lebar < 0,12 detik (3 kotak kecil ke kanan)
tinggi < 0,3 mV (3 kotak kecil ke atas)
selalu positif di lead II
selalu negatif di aVR
Yang ditentukan adalah normal atau tidak:
Normal
Tidak normal:
P-pulmonal : tinggi > 0,3 mV, bisa karena hipertrofi atrium kanan.
P-mitral: lebar > 0,12 detik dan muncul seperti 2 gelombang berdempet,
bisa karena hipertrofi atrium kiri.
P-bifasik: muncul gelombang P ke atas dan diikuti gelombang ke bawah,
bisa terlihat di lead V1, biasanya berkaitan juga dengan hipertrofi atrium
kiri.
e. PR Interval
PR interval adalah jarak dari awal gelombang P sampai awal komplek QRS.
Normalnya 0,12 – 0,20 detik (3 – 5 kotak kecil). Jika memanjang, berarti ada blokade
impuls. Misalkan pada pasien aritmia blok AV, dll.
Yang ditentukan: normal atau memanjang.

f. Kompleks QRS
Adalah representasi dari depolarisasi ventrikel. Terdiri dari gelombang Q, R dan S.

Normalnya:
Lebar = 0.06 – 0,12 detik (1,5 – 3 kotak kecil)
tinggi tergantung lead.
Yang dinilai:
a. Gelombang Q : adalah defleksi pertama setelah interval PR / gelombang P.
Tentukan apakah dia normal atau patologis. Q Patologis antara lain:
durasinya > 0,04 (1 kotak kecil)
dalamnya > 1/3 tinggi gelombang R.

b. Variasi Kompleks QRS


QS, QR, RS, R saja, rsR’, dll. Variasi tertentu biasanya terkait dengan
kelainan tertentu.
c. Interval QRS adalah jarak antara awal gelombang Q dengan akhir gelombang S.
Normalnya 0,06 – 0,12 detik (1,5 – 3 kotak kecil). Tentukan apakah dia normal
atau memanjang.

d. Tentukan RVH/LVH
Rumusnya,
RVH jika tinggi R / tinggi S di V1 > 1
LVH jika tinggi RV5 + tinggi SV1 > 35

g. ST Segmen
ST segmen adalah garis antara akhir kompleks QRS dengan awal gelombang T.
Bagian ini merepresentasikan akhir dari depolarisasi hingga awal repolarisasi
ventrikel. Yang dinilai:
Normal: berada di garis isoelektrik
Elevasi (berada di atas garis isoelektrik, menandakan adanya infark miokard)
Depresi (berada di bawah garis isoelektrik, menandakan iskemik)

h. Gelombang T
Gelombang T adalah representasi dari repolarisasi ventrikel. Yang dinilai adalah:
Normal: positif di semua lead kecuali aVR
Inverted: negatif di lead selain aVR (T inverted menandakan adanya iskemik)

3. Posisi Elektroda
4. Hasil EKG Normal

4. Alat dan Bahan.


Persiapan alat :
- Mesin EKG
- Elektroda dada (Prekordial) dan ekstremitas.
- Alkohol swab
- Jelly / XY
- Handscoon
- Tisue
- Sampiran
- Bengkok

5. Prosedur Kerja
1 Identifikasi Pasien menggunakan minimal 2 identitas (Nama, TTL, no. Rekam
medis)
2 Jelaskan tujuan dari pemasangan NGT
3 Siapkan alat dan bahan yang digunakan
4 Lakukan cuci tangan 6 langkah
5 Pasang sarung tangan bersih
6 Atur posisi klien senyaman mungkin
7 Jaga Privasi Klien
8 Bersihkan permukaan kulit dipergelangan tangan, kaki dan dada
9 Berikan jelly secukupnya pada area yg akan dipasang elektroda
10 Sambungkan kabel dengan Manset eklektroda pada ekstremitas
11 Pasang manset elektroda ekstremitas pada pergelangan tangan tangan dan kaki.
a. Kabel RA dengan elektroda dinpergelangan tangan kanan.
b. Kabel LA dengan elektroda di pergelangan tangan kiri.
c. LF atau LL dengan elektroda dinpergelangan kaki kiri
d. RF atan LF atau N dengan elektroda dipergelangan kaki kanan.
12 Sambungkan kabel dengan elektroda dada
13 Pasang balon elektroda pada dada.
C1 pada Riang intercosta IV tepi sternal kanan.
C2 pada Intercostal IV tepi sternal kiri
C3 pertengahan C2 dan C4
C4 pada Ruang Intercostal V kiri di garis Midclavicula
C5 pada Ruang Intercostal V kiri di garis Axila Anterior
C6 pada Ruang Intercostal V Kiri di garis Mid Aksila
14 Nyalakan mesin EKG dan operasikan mesin EKG sesuai petunjuk penggunaan
mesin.
15 Anjurkan klien bernafas Normal dan tidak bergerak serta tidak berbicara saat
perekaman.
16 Lakukan perekaman Jantung
17 Matikan mesin EKG
18 Lepaskan elektroda pada dada dan ekstremitas
19 Bersihkan jelly dari tempat perekaman pada dada dan ekstremitas
20 Tuliskan Identitas pasien pada kertas EKG
21 Rapikan pasien dan alat-alat yang sudah digunakan
22 Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
23 Dokumentasikan prosedur yang sudah dilakukan, hasil perekaman EKG dan
respon klien selama prosedur dilakukan.
6. Hasil Praktikum

7. Diskusi dan Pembahasan


8. Kesimpulan

9. Pustaka
1. PPNI (2018), Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Definisi dan indikator
diagnostik, Jakarta, DPP PPNI.
2. PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakkan
Keperawatan, Jakarta, DPP PPNI
3. PPNI (2021), Pedoman Standar Prosedur Operasional Keperawatan, Jakarta, DPP
PPNI
MODUL X
SKRINING TUBERKULOSIS

1. Tujuan
1.1 Kompetensi yang Dicapai : Mahasiswa mampu melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan kebutuhan Oksigenisasi : Skrining Tuberkulosis.
1.2 Tujuan Praktikum :
a. Mahasiswa mengetahui tentang tindakkan yang dilakukan pada pasien
yang dilakukan skrining Tuberkolosis
b. Mahasiswa dapat melakukan prosedur tindakan yang dilakukan saat
melakukan skrining Tuberkulosis
2. Prinsip
Skrining tuberkulosis dilakukan sebagai salahsatu prosedur diagnostik untuk
mengetahui apakah seseorang itu mengidap Tuberkulosis atau tidak. .

3. Pendahuluan/ dasar teori.

Skrining TB dilakukan sebagai upaya untuk deteksi dini penyakit TB. Ada beberapa
kelompok yang perlu mendapatkan skrining TB, mulai dari orang dengan riwayat
kontak langsung dengan penderita, orang yang tinggal di lingkungan padat
penduduk, hingga pekerja kantoran,

(TB) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium


tuberculosis. Penyakit TB sangat mudah menular melalui percikan ludah (droplet)
penderita TB yang batuk atau bersin.
Infeksi bakteri TB bisa menyerang hampir ke seluruh bagian tubuh, termasuk paru-
paru dan jaringan atau organ di luar paru, seperti otak, selaput meningen, kelenjar
limfa, ginjal, hingga tulang.

Kelompok yang Membutuhkan Skrining TB

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, ada beberapa kelompok orang yang
perlu mendapatkan skrining TB. Berikut ini adalah kelompok-kelompok yang
kemungkinan perlu melakukan skrining TB:

Orang yang kontak langsung dengan penderita TB, seperti tenaga medis

Orang yang tinggal serumah dengan penderita TB

Orang yang tinggal di lingkungan padat penduduk, lingkungan kumuh, atau barak
pengungsian

Orang yang bekerja di lingkungan yang ramai, seperti perkantoran

Orang yang bekerja di tempat penampungan tunawisma, panti jompo, atau penjara

Perokok, orang lanjut usia, atau orang yang menderita malnutrisi, DM (diabetes
melitus), atau HIV/AIDS

Meski begitu, perlu tidaknya skrining akan ditentukan berdasarkan hasil kuesioner
khusus yang akan diberikan oleh petugas kesehatan. Kuesioner ini berisi
pertanyaan untuk melihat seberapa besar risiko pasien terinfeksi TB dan apakah
pasien memerlukan skrining TB.

Skrining TB pada Orang Dewasa

Skrining sebagai upaya penanggulangan TB bisa dilakukan pada orang dewasa dan
anak-anak. Pada orang dewasa, setelah melakukan anamnesis atau tanya jawab,
akan dilakukan serangkaian tes berikut ini:
Tes dahak

Tes dahak atau BTA menggunakan sampel dahak untuk mendeteksi bakteri TB.
Dokter akan memberikan wadah khusus yang sudah disteril untuk menampung
dahak.

Dahak yang diperlukan dalam pemeriksaan BTA diambil sewaktu, yaitu dahak
pertama yang diambil saat berkunjung ke fasilitas kesehatan, serta yang diambil di
pagi hari, yaitu dahak tampungan di pagi hari segera setelah bangun tidur. Sampel
dahak tersebut kemudian dibawa ke faskes, baik itu puskesmas atau rumah sakit.

Agar lebih mudah mengeluarkan dahak, ada beberapa tips yang bisa dilakukan,
yaitu:

Minum lebih banyak supaya dahak lebih mudah keluar.

Saat pagi hari sebelum mengambil sampel dahak, gosok gigi tanpa menggunakan
cairan antiseptik atau obat kumur.

Tarik napas dalam-dalam dan tahan beberapa detik, kemudian keluarkan batuk
dengan agak keras agar dahak keluar.

Ulangi langkah tadi beberapa kali sampai dahak yang keluar cukup untuk sebagai
sampel.

Pastikan yang keluar bukanlah air liur, melainkan dahak yang bertekstur kental dan
berwarna.

Simpan dahak di dalam wadah yang telah disediakan dan tutup rapat.

Simpan wadah tersebut di ruangan yang dingin, sebisa mungkin jangan simpan di
dalam suhu ruang.
Bila kesulitan mengeluarkan dahak, dianjurkan untuk menghirup uap hangat dari
air panas atau ketika mandi dengan air panas. Namun, lakukanlah dengan hati-hati
agar kulit tidak mengalami luka bakar.

Bila dari hasil tes dahak ditemukan bakteri TB, maka orang tersebut didiagnosis
menderita TB dan perlu mendapatkan penanganan.

Foto Rontgen

Foto Rontgen dada juga dilakukan sebagai bagian skrining TB. Skrining dengan
Rontgen dada bisa dilakukan oleh orang-orang di lingkungan yang berisiko
terinfeksi TB, seperti asrama dan lapas, serta kelompok orang tertentu, seperti
ODHA (orang dengan HIV/AIDS) atau penderita diabetes melitus.

Skrining TB pada Anak-Anak

Sama seperti pada orang dewasa, skrining TB pada anak-anak juga dilakukan
dengan melakukan tes dahak dan foto Rontgen. Namun, yang membedakan adalah
anak-anak juga perlu menjalani beberapa tes berikut ini:

Tes Mantoux

Pada tes ini, dokter akan menyuntikkan sedikit tuberkulin, yaitu protein yang
mengandung bakteri TBC, ke kulit lengan bawah. Setelah itu, kulit yang telah
mendapat suntikan ini akan dipantau reaksinya selama 48–72 jam dan selanjutnya
dilakukan penilaian.

Skoring TB

Setelah menjalani tes Mantoux, anak akan menjalani tes dahak dan foto Rontgen.
Selanjutnya, dokter juga akan melakukan skoring TB. Jumlah skor yang didapat
bisa menjadi landasan dokter untuk menentukan terapi pada anak.
Sistem skoring untuk mendiagnosis TB anak adalah sebagai berikut:

Parameter 0 1 2 3 Skor

Laporan
keluarga,
BTA negatif
Kontak TB Tidak jelas - atau BTA BTA (+)
tidak jelas,
BTA tidak
tahu

Positif (≥10 mm
Uji tuberkulin (tes
Negatif - - atau ≥5 mm pada
Mantoux)
imunokompromais)

Klinis gizi
BB/TB<90% buruk atau
Berat badan/keadaan
- atau BB/TB<70% -
gizi
BB/U<80% atau
BB/U<60%

Demam yang tidak


diketahui - ≥2 minggu - -
penyebabnya

Batuk kronis - ≥3 minggu - -

Pembesaran kelenjar
≥1 cm, >1,
limfe leher, ketiak, - - -
tidak nyeri
lipat paha

Pembengkakan
Ada
tulang/sendi panggul, - - -
pembengkakan
lutut, falang

Normal/
Gambaran
Foto toraks kelainan - -
sugestif TB
tidak jelas

Skor total

Penyakit TB harus dideteksi sejak dini dan diobati sampai tuntas. Hal ini karena TB
merupakan penyakit yang mudah menular, berisiko resisten terhadap pengobatan, serta bisa
menyebabkan berbagai komplikasi dan kematian.
4. Alat dan bahan
Alat dan bahan yang diperlukan adalah
1. Alat pelindung diri (Masker N95)
2. Sarung tangan
3. Google
4. Formulir skrining TB

5. Prosedur kerja

1. Identifikasi target populasi skrining Tuberkulosis (Kelompok beresiko).


2. Jelaskan tujuan dan prosedur skrining Tuberkulosis.
3. Jadwalkan waktu skrining Tuberkulosis
4. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
5. Lakukan cuci tangan 6 langkah
6. Pasang APD sesuai kebutuhan.
7. Lakukan pemeriksaan tanda dan gejala Klinis Tuberkulosis.
a. Batuk > 2 minggu.
b. Penurunan BB.
c. Berkeringat pada malam hari tanpa aktivitas.
d. Demam.
e. Sesak nafas.
f. Badan lemah.
g. Nafsu makan menurun.
8. Informasikan hasil skrining.
9. Lepaskan APD.
10. Dokumentasikan hasil skrining.
Bagan Kerja.
(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa
mengisi).

6.Hasil Praktikum
(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa
mengisi).
7. Diskusi dan pembahasan
(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa
mengisi).

8. Kesimpulan
(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa mengisi).
9. Daftar Pustaka
1. PPNI (2018), Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Definisi dan indikator
diagnostik, Jakarta, DPP PPNI.
2. PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakkan
Keperawatan, Jakarta, DPP PPNI
3. PPNI (2021), Pedoman Standar Prosedur Operasional Keperawatan, Jakarta, DPP
PPNI
MODUL XI

PENGAMBILAN SAMPEL URINE TENGAH (MIDSTREAM)

1. Tujuan :
1.1. Kompetensi yang dicapai : Mahasiswa mampu melakukan kegiatan yang berhubungan
dengan pemenuhan kebutuhan Eliminasi : pengambilan sampel urine tengah
(Midstream).
1.2. Tujuan Praktikum :
a. Mahasiswa mengetahui tentang prosedur pengambilan sampel urine tengah
b. Mahasiswa mengetahui indikasi dilakukan pengambilan sampel urine tengah
c. Mahasiswa mengetahui tentang tujuan dilakukan pengambilan sampel urine
tengah

2. Prinsip
Pemberian Nebulizer dilakukan pada klien yang mengalami gangguan pernafasan akibat
adanya Bronkhokonstriksi, adanya sekret yang mengental dan gangguan oksigen lainnya.

3. Pendahuluan / Dasar Teori.

Pengambilan sampel urine untuk diagnosis infeksi saluran kemih (ISK) pada anak sering kali

sulit dilakukan karena anak-anak berusia muda belum dapat mengikuti instruksi urinasi.

Padahal, pengambilan sampel urine untuk menegakkan diagnosis infeksi saluran kemih

sangat diperlukan karena manifestasi klinis ISK pada anak sering kali tidak spesifik. Infeksi

saluran kemih dapat memunculkan gejala berupa nyeri saat berkemih (disuria), nyeri perut,

dan demam.
Beberapa orang tua juga melaporkan gejala yang mirip dengan infeksi viral atau bakterial

lain, seperti anak menjadi tidak aktif, rewel, malas menyusu, dan muntah. Karena gejala ISK

pada anak tidak spesifik, diperlukan pemeriksaan sampel urine untuk diagnosis.

Kultur urine adalah pemeriksaan baku emas untuk diagnosis infeksi saluran kemih. Akurasi

hasil kultur urine akan sangat tergantung pada metode pengambilan sampel urine, karena

metode pengambilan yang tidak tepat dapat menyebabkan kontaminasi urine. Saat ini

masih terdapat perdebatan mengenai metode pengambilan sampel urine yang terbaik pada

anak-anak, terutama anak prakontinensia.

4. Alat dan Bahan.


Persiapan alat :
1. Sarung Tangan bersih
2. Wadah sampel urine

5. Prosedur Kerja
Tindakkan yang dilakukan :
1. Identifikasi Pasien menggunakan minimal 2 identitas (Nama, TTL, no. Rekam medis)
2. Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur.
3. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
4. Lakukan cuci tangan 6 langkah
5. Pasang sarung tangan
6. Anjurkan menginformasikan jika pasien akan berkemih.
7. Anjurkan aliran urine awal dibuang dan aliran selanjutnya ditampung dalam wadah.
8. Anjurkan penampungan urine selesai sebelum aliran urine habis.
9. Tutup rapat wadah urine untuk mencegah kebocoran dan kontaminasi
10. Berikan label pada wadah sampel urine (nama jelas, no RM, tanggal pengambilan dan
waktu pengambilan sampel urine)
11. Kirim sampel urine ke laboratorium
12. Lepaskan sarung tangan
13. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
14. Dokumentasikan prosedur yang dilakukan dan respon pasien.

Bagan Kerja.
(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa
mengisi).
6.Hasil Praktikum
(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa
mengisi).

7. Diskusi dan pembahasan


(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa
mengisi).

8.Kesimpulan
(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa mengisi).
9.Daftar Pustaka
1. PPNI (2018), Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Definisi dan indikator
diagnostik, Jakarta, DPP PPNI.
2. PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan
Tindakkan Keperawatan, Jakarta, DPP PPNI
3. PPNI (2021), Pedoman Standar Prosedur Operasional Keperawatan, Jakarta,
DPP PPNI
MODUL XII

PEMERIKSAAN DARAH VENA


1. Tujuan :
1.1. Kompetensi yang dicapai : Mahasiswa mampu melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan oksigen : Pemeriksaan darah
Vena.
1.2. Tujuan Praktikum :
a. Mahasiswa mengetahui tentang prosedur pemeriksaan darah vena
b. Mahasiswa mengetahui indikasi dilakukannya pemeriksaan darah vena
c. Mahasiswa mengetahui tentang tujuan dilakukannya pemeriksaan darah vena

2. Prinsip
Pengambilan darah vena dilakukan menggunakan sampel darah yang berasal dari
pembuluh darah vena.

3. Pendahuluan / Dasar Teori.


Terdapat dua cara pengambilan sampel darah vena, yaitu cara terbuka (menggunakan jarum spuit)
dan cara tertutup (jarum dan tabung vacum/ vacutainer. Spesimen darah venadiambil sebnayak 4.5
ml dan ditambahkan larutan Natrium Sitrat 3.85 sebanyak 0.5 ml sebagai anti koagulan.

4. Alat dan Bahan.


Persiapan alat :
a. Sarung tangan bersih (jika perlu)
b. Spuit sesuai ukuran (Biasanya 3 cc atau 5 cc)
c. Alkohol swab
d. Tabung sampel darah sesuai kebutuhan
e. Torniquet
f. Plester
g. Pengalas
h. Bengkok
i. Safety Box.
5. Prosedur Kerja
Tindakkan yang dilakukan :
1. Identifikasi Pasien menggunakan minimal 2 identitas (Nama, TTL, no. Rekam medis)
2. Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur.
3. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
4. Lakukan cuci tangan 6 langkah
5. Pasang sarung tangan bersih, Jika perlu
6. Pilih Vena yang akan dilakukan penusukan.
7. Pasang Pengalas dibawah area vena yang dipilih.
8. Lakukan pembendungan dengan memasang torniquet 5-10 cm diatas area penusukan.
9. Anjurkan membuka dan mengepalkan tangan beberapa kali untuk membantu vena
berdilatasi.
10. Bersihkan area penusukan dengan alkohol swab.
11. Lakukan penusukan dengan sudut 20-30 derajat dengan Bevel menghadap keatas .
12. Aspirasi sampel darah sesuai kebutuhan (Jika menggunakan spuit) atau pegang
adapter lalu tekan tabung vakum dan biarkan darah masuk sampai sesuai kebutuhan
(jika menggunakan vacutainer).
13. Lepaskan Torniquet.
14. Keluarkan jarum dari Vena secara perlahan.
15. Lakukan penekanan pada area penusukan.
16. Berikan balutan dengan kassa steril (jika perlu)
17. Pasang plester pada area penusukan jika darah telah berhenti.
18. Pindahkan darah dari spuit kedalam tabung vakum (Jika menggunakan spuit).
19. Berikan label pada tabung sampel darah dan kirim segera ke bagian laboratorium.
20. Buang jarum pada savetybox.
21. Rapikan pasien dan alat-alat yang digunakan.
22. Lepaskan sarung tangan
23. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah.
24. Dokumentasikan tindakkan yang telah dilakukan dan respon klien setelah dilakukan
tindakkan.
Bagan Kerja.
(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa mengisi).

6.Hasil Praktikum
(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa mengisi).
7. Diskusi dan pembahasan
(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa
mengisi).

8.Kesimpulan
(Diisi oleh mahasiswa-dikosongkan beri Space yang cukup untuk mahasiswa mengisi).
9. Daftar Pustaka
1. PPNI (2018), Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Definisi dan indikator
diagnostik, Jakarta, DPP PPNI.
2. PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakkan
Keperawatan, Jakarta, DPP PPNI
3. PPNI (2021), Pedoman Standar Prosedur Operasional Keperawatan, Jakarta,
DPP PPNI
MODUL XIII
PENGHISAPAN JALAN NAFAS
1. Tujuan :
a. Kompetensi yang dicapai : Mahasiswa mampu melakukan kegiatan yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan oksigen : Penghisapan jalan nafas.
b. Tujuan Praktikum :
1) Mahasiswa mengetahui tentang prosedur penghisapan jalan nafas
2) Mahasiswa mengetahui indikasi dilakukannya penghisapan jalan nafas.
3) Mahasiswa mengetahui tentang tujuan dilakukannya penghisapan jalan
nafas.

2. Prinsip.
Penghisapan jalan nafas adalah upaya membersihkan sekret dengan memasukkan
kateter suction bertekanan negatif kedalam mulut. Nasofaring, trakhea dan
Endotracheal Tube (ETT).

3. Pendahuluan / Dasar Teori.


Penghisapan jalan nafas dilakukan untuk membersihkan sekret yang tertumpuk pada
jalan nafas. Penghisapan lendir dilakukan sesuai kebutuhan atau pada saat adanya
penumpukkan sekret pada jalan nafas. Dilakukan 2-3x perhari atau sesuai kebutuhan.
Membersihkan jalan napas dengan cepat untuk meningkatkan ventilasi atau memfasilitasi
pernapasan merupakan elemen penting dalam manajemen jalan napas. Penyedotan di
lingkungan pra-rumah sakit melibatkan aspirasi mekanis darah, muntahan, dan sekret
paru dari saluran napas pasien. Penyedotan yang aman memerlukan pengetahuan inti
tentang peralatan, teknik, persiapan pasien, dan komplikasi yang mungkin terjadi
selama prosedur.
Peran Suction dalam Manajemen Jalan Nafas
Jalan napas yang paten sangat penting untuk kelangsungan hidup pasien. Penghapusan
akumulasi sekret, darah dan muntahan meningkatkan efisiensi pernapasan,
menurunkan risiko obstruksi jalan napas total dan meningkatkan visualisasi trakea
untuk intubasi.1
Kesadaran akan risiko yang ada adalah langkah pertama menuju pengembangan
rencana penghisapan pasien sakit kritis sebelum rumah sakit. Bersama dengan
penggunaan peralatan yang tepat, hal ini memungkinkan penyediaan perawatan pasien
sebaik mungkin selama penyedotan.2
Bekerja berdasarkan kebijakan dan prosedur setempat, penyedia EMS harus
menentukan metode penyedotan yang paling tepat, dengan mempertimbangkan
masalah keselamatan pasien, persyaratan waktu, sumber pengisapan, dan kenyamanan
pasien. Penyedotan bukanlah teknik yang tidak berbahaya. Penyedia layanan juga
harus memiliki rencana untuk menyelesaikan masalah yang mungkin terjadi selama
penyedotan. Trauma trakea, hipoksemia akibat penghisapan, hipertensi, disritmia
jantung, dan peningkatan tekanan intrakranial semuanya berhubungan dengan
penghisapan. Beberapa penelitian juga mencatat perlunya dukungan psikologis bagi
pasien yang sadar.3

Pemeriksaan Peralatan Hisap


Unit hisap saat ini menawarkan pengujian yang mudah digunakan untuk memastikan
dengan cepat bahwa semua fungsi berfungsi dengan baik: pemeriksaan oklusi, efisiensi
penumpukan vakum, tingkat vakum maksimum yang dapat dicapai, dan status
kebocoran udara. Pelat jam besar dan unit kontrol tunggal lebih mudah dioperasikan
dengan sarung tangan dan dalam lingkungan pengoperasian EMS yang sering kali
terbatas. Periksa semua peralatan hisap unit Anda di awal setiap shift dan setelah
digunakan, ikuti rekomendasi pabrikan. Perangkat hisap portabel dan yang dipasang di
dinding di dalam ambulans biasanya memiliki pengaturan vakum variabel 0 mmHg-
500 mmHg. Tekanan hisap pada unit mekanis yang dioperasikan dengan baterai dan
sistem Venturi dapat diatur dengan penyesuaian kenop kontrol atau katup.
Sistem hisap menggunakan beberapa bentuk katup periksa untuk mencegah cairan atau
partikel memasuki saluran hisap ke pompa. Jangan sekali-kali menyambungkan pipa
pengisap langsung ke sumber penghisap. Melewati perangkap dapat mengakibatkan
kontaminasi pada pompa dan pipa terkait, penurunan kinerja pompa, atau kegagalan
pompa total.

Persiapan Pasien
Suctioning adalah komponen kebersihan bronkus yang melibatkan aspirasi mekanis
sekret dari nasofaring, orofaring, dan trakea. Jalan napas mungkin dalam keadaan
alami atau buatan (seperti selang endotrakeal). Pasien mungkin menerima atau tidak
menerima ventilasi mekanis. Prosedurnya mencakup persiapan pasien, tindakan
penyedotan yang sebenarnya, dan perawatan lanjutan serta observasi pasien.
Untuk mempersiapkan pasien yang sadar untuk melakukan penyedotan, pasien harus
diberi oksigen terlebih dahulu dengan oksigen 100% selama minimal 30 detik sebelum
tindakan penyedotan. Beberapa kondisi pasien mungkin menghalangi penggunaan
teknik pra-oksigenasi, karena jalan napas mungkin terhambat sehingga menghambat
oksigenasi. Penyedotan jalan napas mungkin diindikasikan untuk memungkinkan
oksigenasi.

Pra-oksigenasi dapat dilakukan dengan penggunaan pengayaan oksigen sementara


dengan masker non-pernapasan ulang aliran tinggi pada pasien yang bernapas secara
spontan, ventilator mekanis, ventilasi manual dengan masker katup-kantong, dan FiO2
100. Sebagai persiapan untuk Jika terjadi penyedotan, pasien mungkin mengalami
hiperventilasi karena pemberian dengan kecepatan yang meningkat dan/atau volume
tidal. Sediakan waktu ekspirasi yang cukup untuk memungkinkan ekspirasi lengkap
volume tidal yang diberikan. Tempatkan pasien pada oksimeter denyut untuk menilai
oksigenasi selama dan setelah prosedur.
Memposisikan pasien dengan benar untuk ventilasi, manajemen jalan napas, dan
penghisapan dapat membantu penyedia layanan EMS menghindari intubasi yang tidak
diperlukan. Pasien yang sadar akan menolak berbaring terlentang saat memerlukan
penyedotan atau saat mengalami gangguan pernapasan. Posisikan pasien miring sambil
memberikan akses jalan napas dan mengontrol pergerakan pasien di ranjang
bayi. Pasien juga dapat dibiarkan dalam posisi tegak untuk melakukan penyedotan.
Pasien yang sadar, terutama pasien dengan masalah kronis, mungkin menyadari
perlunya penyedotan dan mampu melakukan penyedotan sendiri. Izinkan pasien
menggunakan kateter hisap untuk membersihkan jalan napasnya sendiri. Ini akan
membantu menghindari rangsangan menyakitkan pada jaringan saluran napas.
Banyak pasien dengan saluran pernafasan buatan, seperti selang trakeostomi,
memerlukan penghisapan yang efektif. Panggilan ke EMS mungkin dimulai karena
masalah terkait penghisapan pada pasien perawatan di rumah. Kanula pasien mungkin
tersumbat oleh lendir atau bahan kering lainnya, sehingga menyulitkan
penyedotan. Komunikasikan dengan pasien yang sadar mengenai perlunya penyedotan
dan mekanisme prosedurnya.
Teknik steril harus digunakan selama penempatan kateter hisap melalui tabung
endotrakeal ke dalam trakea dan penerapan tekanan negatif saat kateter ditarik. Setiap
masuknya kateter penghisap ke dalam saluran napas buatan dianggap sebagai peristiwa
penghisapan. Durasi setiap tindakan penyedotan harus sekitar 10 detik. Tekanan hisap
harus diatur serendah mungkin agar sekret tetap efektif dibersihkan. Data
eksperimental untuk mendukung tingkat hisap maksimum yang sesuai masih
kurang. Beberapa buku teks menyebutkan batas aman maksimum sebesar 100-150
mmHg.

4. Alat dan Bahan


1. Pasien
2. Alat
a. Sarung tangan steril (untuk Nasofaring, trakhea dan ETT) atau sarung tangan
bersih (Untuk mulut).
b. Masker dan Google (Jika perlu).
c. Selang suction (sesuai ukuran).
d. Selang penyambung.
e. Mesin suction
f. Kom steril berisi cairan steril
g. Tissue
h. Pengalas
i. Sumber oksigen
j. Stetoskop.
k. Oksimetri nadi.

5. Prosedur Kerja.

1. Identifikasi pasien dengan mennggunakan minimal 2 identitas (nama dan tanggal


lahir)
2. Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur
3. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
4. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah.
5. Posisikan pasien dalam posisi semi fowler.
6. Auskultasi suara nafas.
7. Pasang oksimetri nadi.
8. Letakkan pengalas dibawah dagu atau dada.
9. Hubungkan selang penyambung ke mesin suction.
10. Hubungkan selang penyambung dengan ujung selang suction.
11. Nyalakan mesin suction dan atur tekanan negatif sesuai kebutuhan (Dewasa 120-150
mmHg, anak-anak 100-120 mmHg dan bayi 60-100 mmHg)

.
12. Berikan oksigen 100% Minimal 30 detik dengan selang oksigen.
13. Pasang sarung tangan steril.
14. Lakukan penghisapan tidak lebih dari 15 detik.
15. Lakukan penghisapan pada ETT terlebih dahulu lalu hidung dan mulut (Jika pasien
terpasang ETT).
16. Bilas selang suction dengan cairan steril.
17. Berikan kesempatan bernafas 3-5 kali sebelum penghisapan berikutnya.
18. Monitor saturasi oksigen selama penghisapan.
19. Lepas dan buang selang suction
20. .matikan mesin selang suction.
21. Auskultasi kembali suara nafas.
22. Rapikan pasien dan alat-alat yang sudah digunakan.
23. Lepaskan sarung tangan.
24. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah.
25. Dokumentasikan warna, jumlah, konsistensi sputum, kemampuan batuk, saturasi
oksigen dan suara nafas serta respon pasien.
6. Hasil Praktikum

7. Diskusi dan Pembahasan


8. Kesimpulan

9. Pustaka
1. PPNI (2018), Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Definisi dan indikator
diagnostik, Jakarta, DPP PPNI.
2. PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakkan
Keperawatan, Jakarta, DPP PPNI
3. PPNI (2021), Pedoman Standar Prosedur Operasional Keperawatan, Jakarta, DPP
PPNI
MODUL X IV
PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL
 Tujuan
1.1. Kompetensi yang dicapai.
Mahasiswa mampu melakukan prosedur diagnostik yang berhubungan dengan
gangguan kebutuhan nutrisi : Pemberian Nutrisi Parenteral.
1.2. Tujuan Praktikum.
a. Mahasiswa mampu melakukan pemberian nutrisi parenteral
b. Mahasiswa mengetahui tujuan diberikannya nutrisi parenteral
c. Mahasiswa mengetahui prosedur pemberian nutrisi parenteral
 Prinsip.
Pemberian nutrisi parenteral adalah pemberian nutrisi melalui pembuluh darah vena
baik total parenteral nutrisi atau pemberian nutrisi parenteral secara parsial pada
pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrinya nya secara oral dan enteral.

 Pendahuluan / Dasar Teori.


Parenteral adalah metode pemberian nutrisi, obat, atau cairan melalui pembuluh darah.
Metode ini sering kali dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan fungsi
pencernaan, seperti malabsorpsi, atau pasien yang baru menjalani operasi saluran
cerna.
Tubuh mendapatkan nutrisi dari makanan dan minuman yang dikonsumsi sehari-hari.
Makanan dan minuman tersebut kemudian akan melalui proses pencernaan di dalam
tubuh. Namun, sistem pencernaan terkadang bisa mengalami gangguan, sehingga
kemampuannya dalam mencerna dan menyerap nutrisi menjadi terganggu. Ketika hal
tersebut terjadi, tubuh akan sulit memperoleh nutrisi penting. Lama-kelamaan, tubuh
bisa mengalami kekurangan nutrisi.
Untuk mencegah dan mengatasi masalah tersebut, Anda bisa mendapatkan asupan
nutrisi secara parenteral dari dokter. Selain untuk memberikan nutrisi dan cairan,
metode parenteral juga bisa dilakukan untuk memberikan obat-obatan melalui suntikan
ke pembuluh darah atau infus. Cara pemberian obat seperti ini biasanya dilakukan pada
pasien yang sulit atau tidak bisa menelan, atau memiliki gangguan pencernaan.
Pemberian nutrisi parenteral akan disesuaikan dengan kondisi pasien secara
keseluruhan, jenis nutrisi yang diperlukan, dan penyakit yang diderita. Sebagian pasien
bisa mendapatkan nutrisi parenteral selama beberapa waktu saja, tetapi ada pula pasien
yang membutuhkan nutrisi parenteral seumur hidupnya.

Berikut ini adalah beberapa kondisi yang membuat seseorang perlu mendapatkan
nutrisi parenteral:
• Kanker pada saluran pencernaan, misalnya kanker lambung dan kanker usus besar
• Penyakit radang usus, seperi penyakit Crohn dan kolitis ulseratif
• Riwayat operasi pada usus
• Gangguan pada aliran darah atau iskemia
• Penyumbatan di usus, misalnya ileus obstruktif
• Malabsorpsi
• Kesulitan menelan atau disfagia
Pemberian nutrisi parenteral juga bisa dilakukan pada bayi yang tidak dapat mencerna
nutrisi dari ASI atau susu formula dengan baik, seperti pada kondisi necrotizing
enterocolitis atau NEC.
Pemberian nutrisi parenteral dilakukan melalui suntikan atau infus. Secara umum, ada
dua jenis metode pemberian nutrisi secara parenteral, yaitu:
1. Nutrisi parenteral total (total parenteral nutrition/TPN)
Metode pemberian nutrisi parenteral ini dilakukan pada pasien yang sama sekali tidak
bisa mencerna seluruh jenis nutrisi, sehingga seluruh asupan nutrisinya diberikan
sepenuhnya melalui infus.
2. Nutrisi parenteral parsial (partial parenteral nutrition/PPN)
PPN umumnya dilakukan dalam jangka waktu pendek pada pasien dengan kondisi
dehidrasi atau memiliki kesulitan mencerna nutrisi tertentu (malabsorpsi).
Meski bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan tubuh, pemberian
nutrisi secara parenteral juga dapat menimbulkan beberapa risiko dan efek samping
berikut ini:
• Infeksi, biasanya pada pembuluh darah vena
• Pembengkakan di tangan, tungkai, wajah, atau di organ tertentu, seperti paru-paru
• Sesak napas
• Gangguan elektrolit
• Gula darah naik berlebihan (hiperglikemia) atau (hipoglikemia)
• Demam dan menggigil
• Pembekuan darah
• Gangguan fungsi hati
• Masalah pada empedu, misalnya pembentukan batu empedu atau radang empedu
• Berkurangnya kepadatan tulang, terutama pada pemberian nutrisi parenteral jangka
pajang

 Alat dan Bahan


1. Handschoon bersih
2. Spuit sesuai kebutuhan
3. Nutrisi parenteral sesuai kebutuhan
4. Infusion pump atau syringe pump, Jika perlu
5. Extention Tube
6. Three Way
7. Alkohol swab
8. Bengkok
9. Standar Infus
 Prosedur Kerja
Prosedur melakukan AGD :
1. Identifikasi Pasien menggunakan minimal 2 Identitas ( Nama, TTL, No. Rekam
medis).
2. Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur.
3. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.
4. Lakukan prinsip 6 benar terhadap terapi nutrisi yang diberikan.
5. Lakukan cuci tangan 6 langkah.
6. Pasang Handschoon bersih.
7. Periksa kepatenan akses intravena.
8. Sambungkan set infus ke wadah nutrisi parenteral.
9. Atur jalur intravena pada three way.
10. Atur kecepatan dan volume nutrisi parenteral sesuai program.
11. Gunakan infusion Pump atau syringe pump (Jika perlu).
12. Rapikan pasien dan alat-alat yang telah digunakan.
13. Lepaskan Handschoon.
14. Lakukan cuci tangan 6 langkah.
15. Dokumentasikan prosedur yang telah dilakukan dan Respon klien.

 Hasil Praktikum
 Diskusi dan Pembahasan

 Kesimpulan
 Pustaka
1. PPNI (2018), Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Definisi dan indikator
diagnostik, Jakarta, DPP PPNI.
2. PPNI (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakkan
Keperawatan, Jakarta, DPP PPNI
3. PPNI (2021), Pedoman Standar Prosedur Operasional Keperawatan, Jakarta, DPP
PPNI

Anda mungkin juga menyukai