Anda di halaman 1dari 20

TINJAUAN PUSTAKA

LOW BACK PAIN DENGAN RADIKULOPATI

Oleh:

Putu Ayu Melati Widyasari 1902611228

Feliani Sanjaya 1902611229

Gracia Gisela 1902611233

Pembimbing:

Dr. dr. I Putu Eka Widyadharma, M.Sc., Sp.S(K)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI DEPARTEMEN/KSM NEUROLOGI

FK UNUD/RSUP SANGLAH

2019
LOW BACK PAIN DENGAN RADIKULOPATI

Lembar Pengesahan

Tinjauan Pustaka ini telah disahkan pada tanggal …

Pembimbing

Dr. dr. I Putu Eka Widyadharma, M.Sc., Sp.S(K)


NIP. 19750922 200912 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen/KSM Neurologi


FK Unud/RSUP Sanglah

Dr. dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K)


NIP. 19561010 198312 1 001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia-Nya, tinjauan pustaka yang berjudul “Low Back Pain dengan Radikulopati” ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tinjauan pustaka ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Departemen/KSM Neurologi FK UNUD/
RSUP Sanglah Denpasar yang dilaksanakan tanggal 21 Oktober 2019 sampai dengan
1 Desember 2019.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis banyak memperoleh bimbingan,
petunjuk serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini,
penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Dr. dr. I Made Oka Adnyana, Sp.S(K) selaku Ketua Departemen/KSM
Neurologi FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar,
2. dr. I A Sri Indrayani, Sp.S selaku Penanggung Jawab Pendidikan Dokter Muda
Departemen/KSM Neurologi FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar,
3. Dr. dr. I Putu Eka Widyadharma, M.Sc., Sp.S(K) selaku Dokter Pembimbing
di Departemen/KSM Neurologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, yang
membimbing dan memberikan masukan dalam penyusunan tinjauan
pustaka ini,
4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan dan
bantuan yang telah diberikan dalam penyelesaian tinjauan pustaka ini.

Penulis menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga
laporan ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah kesehatan dan
memberi manfaat bagi masyarakat.

Denpasar, November 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

COVER .......................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 2
2.1 Definisi ........................................................................................................... 2
2.2 Etiologi ........................................................................................................... 2
2.3 Patofisiologi.................................................................................................... 3
2.4 Kriteria Diagnosis ........................................................................................... 4
2.5 Penatalaksanaan .............................................................................................. 9
2.6 Edukasi ......................................................................................................... 11
BAB III SIMPULAN .................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 14

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Gambaran umum terjadinya kompresi saraf tulang belakang......................4
Gambar 2A. Gambaran dari Tes Lasegue......................................................................7
Gambar 2B. Ilustrasi dari akar saraf L5 yang terkompresi oleh herniasi pada diskus L4-
L5 mengalami traksi pada Tes Lasegue.........................................................................7
Gambar 3. Ilustrasi dari Tes Naffzinger..........................................................................8

v
BAB I

PENDAHULUAN
Nyeri merupakan pengalaman sensoris dan emosional tidak menyenangkan
yang dapat mempengaruhi kualitas hidup dan menyebabkan penurunan produktivi-
tas.1,2 Nyeri punggung bawah/low back pain (LBP) merupakan salah satu penyebab
utama disabilitas di seluruh dunia dengan kejadian seumur hidup sekitar 51% - 84%
dan pada lebih dari 10 % orang setiap saatnya.3 Insiden LBP di beberapa negara
berkembang sekitar 15% - 20 % dari total populasi. Jumlah penderita LBP di Indonesia
tidak diketahui secara pasti, namun diperkirakan antara 7,6% hingga 37%.4
Penyebab LBP cukup luas dan lumbosacral radiculopathy (LR) bisa menjadi
salah satu penyebabnya. Belum ada data epidemiologi yang pasti terkait LR, namun
diperkirakan tingkat prevalensi LR sekitar 3%-5% pada populasi pasien. Namun
sebagian literatur menyatakan insidensi pasien LBP dengan gejala radikular adalah
sekitar 12%-40%.5
LR adalah kondisi sindrom nyeri yang disebabkan oleh kompresi atau iritasi
akar saraf pada punggung bawah. Sekitar 50% dari LBP disebabkan oleh prolapsed
intervertebral disc (PID) yaitu suatu kondisi ketika nucleus pulposus menonjol keluar
dari posisi semula akibat robekan pada annulus fibrosus yang menyebabkan saraf
terjepit sehingga menimbulkan nyeri radikulopatik.5–7 Selain karena faktor penyakit
degeneratif, LR juga bisa disebabkan oleh hernia nucleus pulposus (HNP) atau
aktivitas-aktivitas yang membebani area punggung bawah seperti atlet angkat besi,
trauma, posisi duduk dan kerja yang tidak ergonomis.7–9
Gejala khas dari LR adalah nyeri yang menjalar hingga ke ekstremitas bawah
mengikuti pola dermatom, yang dikenal sebagai sciatica. Gejala ini bisa diikuti oleh
mati rasa, kelemahan, kesemutan dan kehilangan refleks pada area tersebut.5,10
Oleh karena mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menjalankan
aktivitasnya, maka perhatian dan penanganan terhadap nyeri menjadi penting untuk
menjaga kualitas hidup penderitanya, khususnya pada LBP dengan radikulopati.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Nyeri merupakan suatu sinyal dari tubuh untuk individu agar berhenti
melakukan sesuatu yang dianggap berbahaya atau menyakitkan untuk melindungi
tubuh dari ancaman. Intensitas dan frekuensi rasa nyeri yang muncul juga tergantung
dari faktor pemicu rasa nyeri tersebut, mulai dari rasa nyeri derajat ringan sampai
derajat berat.8
Sebagian besar nyeri otot punggung berhubungan dengan kerja tulang, ligamen,
dan otot punggung. Intensitas rasa nyeri yang dirasakan satu individu berbeda dari
individu lainnya. Gejala nyeri yang dirasakan meliputi rasa sakit dan kaku otot (stiff),
mati rasa, serta kesemutan (paresthesia). Nyeri pada bagian punggung juga dapat
menjalar ke bagian tubuh yang lain seperti tangan, bokong, tungkai, dan kaki.
Sebaliknya, nyeri yang dirasakan di daerah punggung bisa juga bersumber dari bagian
tubuh lain.8,9,11
LR adalah kondisi sindrom nyeri yang disebabkan oleh kompresi atau iritasi
akar saraf pada punggung bawah. Umumnya nyeri berasal dari kompresi saraf di L4-5
atau L5-S1. Nyeri yang ditimbulkan berupa nyeri sciatica yaitu penjalaran nyeri
mengikuti pola dermatom dari area punggung bawah hingga ke kaki bawah.10

2.2 Etiologi

Penyebab paling sering terjadinya LR adalah lesi pada intervertebral disc dan
faktor degeneratif tulang belakang. Secara umum, etiologi dari LR adalah sebagai
berikut:5

 Kondisi degeneratif spina (paling umum)


o Spondylolisthesis
o Stenosis spina
 Trauma

2
 Tumor
o Metastasis tumor (paling umum)
o Tumor primer
o Ependimoma
o Schwannoma
o Neurofibroma
o Limfoma
o Lipoma
o Paraganglioma
o Ganglioneuroma
o Osteoblastoma
 Infeksi
o Osteodiscitis
o Osteomyelitis
o Abses epidural
o Infeksi lain: lyme disease, HIV/AIDS, herpes zoster
 Kondisi vaskular
o Hemangioblastoma, aterior-venous malformation (AVM)
2.3 Patofisiologi

LR bisa disebabkan oleh baik faktor mekanik seperti karena aktivitas yang salah
atau trauma maupun faktor inflamasi yang menekan akar saraf di area lumbar-sakrum.
Nyeri yang ditimbulkan berupa nyeri sciatica yaitu penjalaran nyeri mengikuti pola
dermatom dari area punggung bawah hingga ke kaki bawah. Area yang terdampak
nyeri juga bergantung dari posisi saraf yang terganggu.5

Gejala nyeri yang paling sering dirasakan oleh penderita kompresi spinal cord
berupa nyeri radikular mulai dari saraf sciatic turun hingga ke belakang paha dan betis,
lalu ke telapak kaki. Nyeri seperti ini disebut sebagai sciatica. Nyeri kaki yang
dirasakan umumnya lebih berat daripada nyeri di punggung bawah dan lokasi nyeri di
kaki bergantung dari akar saraf yang terkompresi. Kompresi pada akar saraf lumbar

3
yang lebih tinggi, seperti pada L2, L3, dan L4 dapat menyebabkan nyeri hingga ke
depan paha dan betis.10

Gambar 1. Gambaran umum terjadinya kompresi saraf tulang belakang.12


Terdapat beberapa penelitian yang mengungkapkan bahwa terjadinya
radikulopati lebih dominan disebabkan oleh mekanisme inflamasi terkait dengan
kompresi akar saraf pada herniasi diskus. Nucleus pulposus mengandung sejumlah
mediator proinflamasi dan irritan jaringan seperti phospholipase A2, nitrat oksida, dan
prostaglandin E. Penonjolan nucleus pulposus ke kanal spina akibat disrupsi annulus
fibrosus pada PID menimbulkan keluarnya mediator proinflamasi tersebut yang akan memicu
terjadinya respon inflamasi di area jaringan saraf sensitif-nyeri di tempat sekitar terjadinya
herniasi. Kandungan phospholipase A2 yang tinggi diketahui terdapat pada diskus
lumbal yang mengalami herniasi. Substansi ini bekerja pada membran sel untuk
melepas arachidonic acid sebagai prekursor untuk prostanglandin lainnya dan
leukotrin untuk memicu terjadinya kaskade inflamasi lebih jauh.6,7

2.4 Kriteria Diagnosis


LBP yaitu nyeri yang dirasakan daerah punggung bawah, dapat berupa nyeri
lokal, nyeri radikuler ataupun campuran keduanya. Nyeri ini dapat terasa diantara sudut

4
iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu didaerah lumbal atau lumbosakral dan dapat
disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki.13
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis yang mendukung adalah adanya keluhan berupa nyeri khas radikular atau
gangguan sensibilitas dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik neurologis yang
mengindikasikan adanya iritasi radiks atau gangguan fungsi neurologis.13
1. Anamnesis
Untuk mendapatkan diagnosis, diperlukan menggali riwayat penyakit
sebanyak- banyaknya yang berasal dari anamnesis yang berupa Sacred 7 dan
Fundamental 4. Pemeriksa memberikan pertanyaan yang berupa:
a) Apa keluhan utama pasien (misalnya : nyeri, mati rasa (baal),
kelemahan otot), dan lokasi dari gejala?
b) Apakah aktivitas dan posisi kepala dapat memperparah atau
meringankan gejalanya? Aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan di
dalam ruang arachnoidal seperti batuk, bersin, mengejan dapat
memprovokasi rasa nyeri sciatica diskogenik. Informasi ini dapat
membantu baik untuk mendiagnosis maupun dalam
penatalaksanaannya.14
c) Apakah pasien pernah mengalami cedera di area leher? Jika iya, kapan
terjadinya, seperti apa mekanisme terjadi cederanya, dan apa yang
dilakukan pada saat itu?
d) Apakah pasien pernah mengalami episode gejala serupa sebelumnya
atau nyeri leher yang terlokalisir?
e) Apa pengobatan sebelumnya yang telah dicoba oleh pasien (baik berupa
resep dokter atau mengobati sendiri)
f) Tanyakan riwayat sosial pasien, meliputi olahraga dan posisi pasien,
pekerjaan, dan penggunaan dari nikotin dan / atau alkohol
g) Pasien mungkin mengeluhkan perubahan sensorik di sepanjang
dermatom radiks saraf yang terlibat, dapat berupa kesemutan, mati rasa
(baal), atau hilangnya sensasi.

5
h) Beberapa pasien mungkin mengeluh kelemahan motorik. Sebagian
kecil pasien akan datang dengan kelemahan otot saja, tanpa rasa sakit
yang signifikan atau keluhan sensorik

2. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengamatan pasien. Hal yang
termasuk di dalam pemeriksaan ini adalah kepala, postur leher dan
gerakan selama percakapan normal. Biasanya, pasien memiringkan
kepala akan jauh dari sisi cedera dan menahan leher yang kaku. ROM
yang aktif biasanya berkurang, terutama di ekstensi, rotasi dan lateral
bending, baik menuju atau jauh dari akar saraf yang terkena.
Peningkatan sakit dengan lateral bending yang jauh dari sisi yang
terkena didapatkan dari hasil peningkatan perpindahan herniasi diskus
ke akar saraf, sedangkan nyeri ipsilateral menunjukkan pelampiasan
dari akar saraf di lokasi foramen saraf.
b) Palpasi
Pada palpasi, nyeri biasanya dicatat dari otot paraspinal serviks,
dan biasanya lebih terlihat di sepanjang sisi ipsilateral dari akar saraf
yang terkena. Nyeri otot dapat muncul di sepanjang otot dimana gejala
tersebut disebutkan (misalnya tulang belikat medial, lengan proksimal,
epikondilus lateral). Hipertonis atau kejang pada palpasi pada otot-otot
yang sakit mungkin saja terjadi.
c) Tes Lasegue dan Tes Lasegue silang (Test O’Conell)
Tes Lasegue hampir selalu positif pada derajat <700. Sciatica
diskogenik dapat diprovokasi dengan mengangkat tungkai dalam posisi
lurus yang diinervasi oleh saraf yang bermasalah. Tes Lasegue positif
merupakan konfirmasi sciatica akibat HNP. Tes Lasegue silang (tes
O’Conell) dapat juga dilakukan untuk memprovokasi sciatica
diskogenik dengan mengangkat tungkai sehat dalam posisi lurus.14

6
d) Tes Naffzinger
Tes Naffzinger hampir selalu positif pada pasien dengan sciatica
diskogenik. Tes ini dilakukan dengan cara menekan pada kedua vena
jugularis pasien selama ±30 detik dan meminta pasien untuk mengejan.
Tindakan ini akan meningkatkan tekanan intrakranial dan tekanan
intratekal. Peningkatan tekanan tersebut, akan memperkuat iritasi yang
ada pada radiks sehingga akan menimbulkan nyeri pada pasien dengan
sciatica diskogenik.14
e) Pemeriksaan sensori
Pasien akan menunjukkan penurunan atau hilangnya sensasi
dalam distribusi dermatom. Selain itu pasien dengan radikulopati
biasanya hyperesthesia untuk sentuhan ringan dan pemeriksaan pin-
prick. Pemeriksaan sensorik cukup subjektif karena membutuhkan
respon dari pasien.

Gambar 2. (A) Gambaran dari Tes Lasegue (B) Ilustrasi dari akar saraf L5 yang
terkompresi oleh herniasi pada diskus L4-L5 mengalami traksi pada Tes Lasegue.15

7
Gambar 3. Ilustrasi dari Tes Naffzinger.16
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Radiografi atau Foto Polos Rontgen. Tujuan utama foto polos Roentgen
adalah untuk mendeteksi adanya kelainan struktural.
b) MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi
kelainan diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi
kompresi medulla spinalis dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk
mengetahui beratnya perubahan degenerative pada diskus intervertebra.
MRI memiliki keunggulan dibandingkan dengan CT-Scan, yaitu adanya
potongan sagital dan dapat memberikan gambaran hubungan diskus
intervertebra dan radiks saraf yang jelas, sehingga MRI merupakan
prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan diagnosIS banding
gangguan struktural pada medulla spinalis dan radiks saraf.
c) CT-Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra
dengan baik, dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi
diskus intervertebra. Namun demikian, sensitivitas CT-Scan tanpa
myelography dalam mendeteksi herniasi masih kurang bila
dibandingkan dengan MRI.
d) Nerve Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG) NCS
dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk
menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau
saraf tunggal. Selain itu, pemeriksaan ini juga membantu menentukan

8
lokasi kompresi radiks saraf. Namun bila diagnosis radikulopati sudah
pasti secara pemeriksaan klinis, maka pemeriksaan elektrofisiologis
tidak dianjurkan.
e) Laboratorium berupa: Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap
darah, faktor rematoid, fosfatase alkali/asam, dan kalsium.

2.5 Penatalaksanaan
LBP dengan radikulopati dapat diterapi menggunakan cara konservatif atau
dengan operasi. Dalam penanganan untuk 6-8 minggu pertama merupakan indikasi
untuk terapi konservasi. Penanganan dengan operasi dapat dilakukan apabila keluhan
masih ada setelah setidaknya 6 minggu setelah penanganan konservatif.17
a. Konservatif
Perawatan konservatif terutama ditujukan untuk mengurangi rasa sakit dan
termasuk penggunaan analgesik, obat anti inflamasi non-steroid, muscle
relaxant dan steroid oral (prednison). Selain itu terdapat perawatan konservatif
lainnya, yaitu seperti traksi, manipulasi, ultrasound, akupunktur, atau korset.
Efektivitas bed rest diperiksa pada pasien dengan sciatica, hasilnya
menunjukkan bahwa saran untuk istirahat di tempat tidur tidak seefektif saran
untuk tetap aktif untuk orang-orang dengan sakit punggung. Dalam penelitian,
mayoritas pasien radikulopati merespon dengan baik terhadap perawatan
konservatif, dan gejalanya sering membaik dalam enam minggu hingga tiga
bulan.17
 Non- farmakologi
Umumnya pasien dengan sciatica membutuhkan pelatihan otot. Dalam
literatur dapat ditemukan berbagai macam latihan untuk low back pain
salah satunya adalah pilates. Pilates tidak hanya bekerja untuk
stabilisasi tetapi juga untuk kesadaran tubuh. Latihan yang dikenal
untuk menghilangkan rasa sakit di punggung bawah adalah latihan
McKenzie. Tujuan utama terapi ini adalah mengurangi rasa sakit. Hal
pertama yang perlu dipelajari pasien adalah kesadaran tubuhnya itu

9
mengurangi rasa sakit. Selain itu pasien dengan low back pain juga
disarankan untuk melatih stabilisasi seperti dengan Core Stabilisation
Exercise (CSE) dan Abdominal Drawing-in Manouevre (ADIM).
Terapi olahraga sering merupakan pengobatan lini pertama dan
memiliki banyak keuntungan. Dalam sebuah studi acak untuk
membuktikan efek setelah program rehabilitasi 52 minggu; yang
pertama yaitu terapi olahraga dengan kombinasi dengan terapi
konservatif dan yang kedua hanya perawatan konservatif. Tinjauan
sistematis menyimpulkan bahwa terapi traksi dan olahraga efektif.
Terapi fisik dapat meliputi peregangan ringan dan modalitas pereda
nyeri. Program rehabilitasi komprehensif meliputi latihan postural,
reaktivasi otot, koreksi fleksibilitas dan defisit kekuatan. Penelitian
mengatakan bahwa latihan stabilisasi lebih baik daripada tanpa
pengobatan, manipulasi dan maupun mechanic tractional, pengobatan
farmakologi dan elektroterapi.17,18
 Farmakologi
Sebuah studi yang diterbitkan pada tahun 2016 yang mengungkapkan
bahwa penggunaan epidural injection (EI) yang tepat untuk mengobati
nyeri panggul dapat secara signifikan meningkatkan skor nyeri dan skor
cacat fungsional, yang mengarah pada penurunan signifikan dalam
tingkat bedah.18 Selain itu, EI dengan atau tanpa steroid secara klinis
efektif, cepat, aman dan metode perawatan yang lebih murah
dibandingkan dengan intervensi bedah. Dalam sebuah penelitian
dengan 532 pasien untuk mengevaluasi efek obat anti inflamasi non-
steroid, atau penghambat COX-2, dapat disimpulkan bahwa obat
tersebut memiliki efek signifikan terhadap nyeri radikuler akut
dibandingkan dengan plasebo.19 Namun penelitian lain mengatakan
bahwa tidak ada efek positif pada nyeri radikuler lumbal. Ada beberapa
penelitian yang telah meneliti efek akupunktur pada orang dengan nyeri
radikuler lumbar akut. Akupunktur akan memiliki efek positif pada

10
intensitas nyeri, dan ambang rasa sakit. Di antara pasien dengan
radikulopati lumbal akut, steroid oral (prednison) akan membebaskan
mereka dari rasa sakit dan meningkatkan fungsi.18,19
b. Tindakan Bedah
Intervensi bedah untuk nyeri panggul disebut diskektomi dan berfokus pada
pengangkatan herniasi diskus dan akhirnya menjadi bagian dari diskus. 90%
dari semua pasien yang telah menjalani operasi untuk herniasi lumbar
menjalani diskektomi saja, meskipun jumlah prosedur fusi tulang belakang
telah sangat meningkat. Selain itu, tingkat komplikasi dari diskektomi
sederhana dilaporkan kurang dari 1%.19 Di samping diskektomi sederhana dan
fusi tulang belakang, ada 3 perawatan bedah lainnya yang dapat diterapkan
pada pasien dengan herniasi diskus: 1) chemonucleolysis 2) diskektomi
perkutan 3) mikrodisektomi. Ketika dibandingkan perawatan bedah (50%) vs
non-operatif (50%) untuk nyeri radikuler lumbar dalam sebuah penelitian
dengan 501 pasien, disimpulkan bahwa pasien dalam kelompok operasi dan
non-operatif membaik secara substansial selama periode 2 tahun. Namun, pada
kelompok yang menerima perawatan konservatif (terapi fisik aktif, pendidikan
/ konseling dengan instruksi latihan di rumah, dan obat anti-inflamasi non-
steroid), 30% pasien menjalani operasi pada akhir penelitian.20

2.6 Edukasi
Untuk pasien dengan LBP diperlukan edukasi berupa:13
 Edukasi penyebab, pengobatan, penatalaksanaan, dan prognosis
 Kembali ke aktifitas normal dini dan bertahap
 Mengenal dan mengelola faktor biopsikososial
 Memberi penjelasan kepada pasien dan keluarga bahwa tingkat perbaikan dari
gangguan radikulopati tergantung dari tingkat keparahan radikulopati tersebut
dan seberapa cepat memulai penanganannya
 Keluarga ikut membantu memotivasi pasien untuk tetap semangat menjalani
pengobatan.

11
BAB III

SIMPULAN

Nyeri punggung bawah/ low back pain (LBP) merupakan salah satu penyebab
utama disabilitias di seluruh dunia dengan kejadian seumur hidup sekitar 51%- 84%
dan pada lebih dari 10% orang setiap saatnya. Jumlah penderita LBP di Indonesia tidak
diketahui secara pasti, namun diperkirakan antara 7,6% hingga 37%. Salah satu
penyebab tersering LBP adalah lumbosacral radiculopathy (LR) merupakan sindrom
kondisi nyeri yang disebabkan oleh kompresi atau iritasi akar saraf punggung bawah.
Umumnya nyeri berasal dari kompresi saraf di L4-5 atau L5-S1. Nyeri yang
ditimbulkan berupa nyeri sciatica yaitu penjalaran nyeri mengikuti pola dermatom dari
area punggung bawah hingga ke kaki bawah.
Insiden LBP dengan gejala radicular adalah sekitar 12%- 40% dengan sekitar
50% insiden disebabkan oleh prolapsed intervertebral disc (PID). PID merupakan
kondisi ketika nucleus pulposus menonjol keluar dari posisi semula akibat robekan
pada annulus fibrosus yang menyebabkan saraf terjepit sehingga menimbulkan nyeri
radikulopatik. Selain itu, LR juga disebabkan oleh hernia nucleus pulposus (HNP) atau
aktivitas-aktivitas yang membebani area punggung bawah. Gejala khas dari LR adalah
nyeri yang menjalar hingga ke ekstremitas bawah mengikuti pola dermatom, yang
dikenal sebagai sciatica. Terdapat beberapa penelitian yang mengungkapkan bahwa
terjadinya radikulopati lebih dominan disebabkan oleh mekanisme inflamasi terkait
dengan kompresi akar saraf pada herniasi diskus. Penonjolan nucleus pulposus ke kanal
spina akibat disrupsi annulus fibrosus pada PID menimbulkan keluarnya mediator
proinflamasi dan irritan jaringan seperti phospholipase A2, nitrat oksida, dan
prostaglandin E yang akan memicu terjadinya respon inflamasi di area jaringan saraf
sensitif-nyeri di tempat sekitar terjadinya herniasi. Kandungan phospholipase A2 yang
tinggi diketahui terdapat pada diskus lumbal yang mengalami herniasi. Substansi ini
bekerja pada membran sel untuk melepas arachidonic acid sebagai prekursor untuk
prostanglandin lainnya dan leukotrin untuk memicu terjadinya kaskade inflamasi lebih
jauh.

12
Diagnosis LBP dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Anamnesis diperoleh dengan Sacred 7 dan Funadamental 4, anamnesis yang
dikatakan mendukung adalah adanya keluhan berupa nyeri khas radikular atau
gangguan sensibilitas dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan fisik neurologis yang
mengindikasikan adanya iritasi radiks atau gangguan fungsi neurologis. Anamnesis
ditunjang dengan pemeriksaan fisik yaitu inspeksi dengan tujuan mengamati kepala,
postur leher dan gerakan selama percakapan normal, palpasi bertujuan apakah ada
nyeri, hipertonus dan kejang pada otot, serta tes Lasegue, tes Lasegue silang (tes
O’Conell), tes Nazzfinger dan pemeriksaan sensori. Selain itu, diagnosis dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang berupa radiografi, CT- Scan, MRI, Nerve
Conduction Study (NCS) dan Electromyography (EMG). LBP dengan radikulopati
dapat diterapi menggunakan cara konservatif baik non farmakologi maupun
farmakologi atau dengan tindakan bedah. Dalam penanganan LBP dengan radikulopati
selama 6-8 minggu pertama merupakan indikasi untuk terapi konservasi. Penanganan
dengan operasi dapat dilakukan apabila keluhan masih ada setelah setidaknya 6 minggu
setelah penanganan konservatif. Perawatan konservatif terutama ditujukan untuk
mengurangi rasa sakit dan termasuk penggunaan analgesik, obat anti inflamasi non-
steroid, pelemas otot dan steroid oral (prednison). Selain itu terdapat perawatan
konservatif lainnya, yaitu seperti traksi, manipulasi, ultrasound, akupunktur, atau
korset telah banyak dibahas. Dalam penelitian, mayoritas pasien radikulopati merespon
dengan baik terhadap perawatan konservatif, dan gejalanya sering membaik dalam
enam minggu hingga tiga bulan. Intervensi bedah untuk nyeri panggul disebut
diskektomi dan berfokus pada pengangkatan herniasi diskus dan akhirnya menjadi
bagian dari diskus. Saat dibandingkan antara perawatan bedah dengan non-operatif
untuk nyeri radikuler lumbar, disimpulkan bahwa pasien yang dioperasi dan non-
operatif membaik secara substansial selama 2 tahun.

13
DAFTAR PUSTAKA
1. Roselina E, Arifin S, Gidion H. HERNIA NUKLEUS PULPOSUS MELALUI
CORE STABILITY. 2013;(16).

2. Session CR. HERNIA NUKLEUS PULPOSUS ( HNP ). 2013;

3. Hooten WM, Cohen SP. Clinically Focused Review for Primary Care. Mayo
Clin Proc [Internet]. 2015;90(12):1699–718. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.mayocp.2015.10.009

4. Satriadi, A. A., Fitriangga, A., Zakiah, M., Rahmayanti S. Pengaruh


Peregangan terhadap Keluhan Nyeri Punggung Bawah pada Pekerja Bagian
Produksi di PT. SDJ Pontianak. J Cerebellum. 2018;4(2):1059–66.

5. Alexander CE, Varacallo M. Lumbosacral Radiculopathy [Internet]. StatPearls


Publishing. 2019 [cited 2019 Oct 27]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430837/

6. Konstantinovic LM, Kanjuh ZM, Milovanovic AN, Cutovic MR, Djurovic


AG, Savic VG, et al. Acute low back pain with radiculopathy: A double-blind,
randomized, placebo-controlled study. Photomed Laser Surg. 2010;28(4):553–
60.

7. Malanga GA. Lumbosacral Radiculopathy. Medscape. 2018.

8. RW DWS, Natalia D. Nyeri punggung pada operator komputer akibat posisi


dan lama duduk. MKB. 2010;42(3):123–7.

9. Souisa M. Hubungan Intensitas Nyeri dan Jenis Kelamin dengan Kualitas


Tidur Penderita Strain Lumbosakral. Universitas Sebelas Maret Surakarta;
2016.

10. Ben-Yishay A. Lumbar Radiculopathy. SPINE-health. 2012.

11. Huldani. Nyeri Punggung. Fakultas Kedokteran Universitas Lambung


Mangkurat; 2012.

14
12. Park DK. Herniated Disk in the Lower Back. American Academy of
Orthopaedic Surgeons. 2017.

13. Campbell WW. De Jong’s The Neurologic Examination. Lippincott Williams


& Wilkins; 2012.

14. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2009.
98 p.

15. Ropper AH, Zafonte RD. Sciatica. N Engl J Med [Internet]. 2015 Mar
25;372(13):1240–8. Available from: https://doi.org/10.1056/NEJMra1410151

16. MediSavvy. Naffzinger’s Test [Internet]. 2017 [cited 2019 Nov 9]. Available
from: https://medisavvy.com/naffzingers-test/

17. Murphy DR, Hurwitz EL, Gerrard JK, Clary R. Pain patterns and descriptions
in patients with radicular pain: Does the pain necessarily follow a specific
dermatome? Chiropr Osteopat. 2009;17(1):9.

18. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. Clinically oriented anatomy. Lippincott
Williams & Wilkins; 2013.

19. Serdyuk V V. Idiopathic scoliosis: mechanisms of development. In:


Orthopaedic Proceedings. The British Editorial Society of Bone & Joint
Surgery; 2012. p. 29.

20. Vloka JD, Hadžic A, April E, Thys DM. The division of the sciatic nerve in
the popliteal fossa: anatomical implications for popliteal nerve blockade.
Anesth Analg. 2001;92(1):215–7.

15

Anda mungkin juga menyukai