Anda di halaman 1dari 50

Laporan Kasus

Low Back Pain

Oleh:

Syellin Ivasga Baylina NIM. 2130912320017

Aisy Samara Istiqomah NIM. 2130912320077

Agnes Angelina Laila Cibro NIM. 2130912320064

Vina Salsabila NIM. 2130912320017

Mohammad Syahru Ramadhan NIM. 2130912310149

Pembimbing:

dr. Meilda Sartika Dewi, Sp.S

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RS MOCH. ANSHARI SALEH

BANJARMASIN

September, 2022
DAFTAR ISI

Halaman

COVER....................................................................................................... i

DAFTAR ISI............................................................................................... ii

DAFTAR TABEL...................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR.................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 3

A. Definisi................................................................................. 3

B. Epidemiologi........................................................................ 3

C. Etiologi................................................................................. 4

D. Faktor Risiko........................................................................ 8

E. Patofisiologi.......................................................................... 11

F. Klasifikasi............................................................................. 12

G. Manifestasi Klinis................................................................. 14

H. Diagnosis.............................................................................. 15

I. Tatalaksana........................................................................... 25

J. Komplikasi........................................................................... 29

K. Prognosis.............................................................................. 30

BAB III LAPORAN KASUS.................................................................. 31

BAB IV PEMBAHASAN........................................................................ 40

BAB V PENUTUP................................................................................. 43

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 44

ii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Manifestasi klinis berdasarkan etiologi.............................................. 15

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Cara Melakukan Tes Laseque………................................................

20

2.2 Cara Melakukan Test Patrick………………….................................

21

2.3 Foto Polos Skoliosis akibat spasma otot………................................

23

2.4 CT Mielografi Kompresi Nervus……………………......................

23

2.5 MRI Untuk Menentukan Diskus.……………………......................

24

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Low back pain atau LBP atau nyeri punggung bawah termasuk salah satu

dari gangguan muskuloskeletal, gangguan psikologis dan akibat dari mobilisasi

yang salah. LBP merupakan keluhan yang sering dijumpai dan umum dikeluhkan

masyarakat jika datang berobat ke dokter. LBP merupakan rasa nyeri pada bagian

atas costa dan di atas lipatan gluteal inferior yang disertai dengan nyeri kaki atau

tanpa nyeri kaki. Hampir setiap orang pernah mengalami low back pain di dalam

hidupnya. LBP menjadi permasalahan baik bagi negara maju dan negara

berkembang. LBP menyebabkan seseorang yang mengalaminya menjadi tidak

produktif dan dapat menyebabkan disabilitas atau kecacatan.1,2

LBP merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi pada pekerja

terutama pekerja yang menggunakan kekuatan fisik dalam melakukan

pekerjaannya. Penanganan beban yang dilakukan berulang tanpa memperhatikan

posisi tubuh yang benar. Jika seseorang berkerja tanpa istirahat yang cukup dapat

menyebabkan LBP akibat dari penggunaan masa otot dan tulang yang melebihi

kapasitas dan beban kerja. Di Thailand menunjukan pravelensi LBP pada petani

mencapai 56% sampai 73,1%, sedangkan di Indonesia masalah LBP masih jarang

terlaporkan sehingga sangat sulit diketahui secara pasti, namun prevalensi LBP

18% meningkat dengan bertambahnya usia.3

Berdasarkan The Global Burden Of Disease 2010 Study, mengatakan

bahwa LBP menjadi penyumbang terbesar kecacatan secara global yang

menduduki peringkat keenam dari total beban keseluruhan. Penderita LBP di

1
Indonesia diperkirakan mencapai 7,6% hingga mencapai 37%. Keluhan nyeri

punggung sering terjadi pada usia 20-40 tahun. Beberapa faktor seperti kerja

berlebihan, ketegangan otot, cidera otot dan LBP non-spesifik dapat memicu

timbulnya LBP. Selain itu terdapat faktor usia, riwayat obesitas, gangguan

psikologis, posisi bekerja menjadi pemicu nyeri punggung.2 Faktor resiko yang

sangat perperan dalam LBP adalah usia dan pekerjaan. Semakin bertambahnya

usia seseorang maka resiko menderita LBP juga bertambah karena terjadi proses

degenerasi diskus intervertebralis. Pekerjaan yang menyebabkan overload

kemampuan tulang belakang lama-lama akan menginduksi accelerated

degenerative articular.4

Ada beberapa pilihan terapi bagi LBP yaitu terapi medikamentosa, latihan

fisik dan pembedahan. Terapi medikamentosa menjadi terapai yang banyak dipilih

dan sering dikombinasi dengan latihan fisik. Beberapa obat yang banyak dijadikan

pilihan terapi adalah Non Steroid Anti Inflammatory Drugs (NSAID), muscle

relaxant dan GABA. Dukungan dari keluarga juga berperan sebagai faktor yang

dapat mempengaruhi kepatuhan pasien dalam melakukan pengobatan secara

teratur.2,4

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Nyeri punggung bawah atau LBP merupakan suatu periode nyeri

punggung yang dapat mengenai 1/2 tungkai yang berlangsung setidaknya 24 jam

atau 1 hari. Seseorang yang mengalami LBP menyebabkan perubahan struktur

tulang belakang dan muskuloskeletal seseorang. LBP mencakup tiga sumber nyeri

yang berbeda yakni lumbosacral aksial radikuler dan nyeri yang menyebar. Nyeri

punggung lumbosacral aksial mengacu pada nyeri di daerah lumbal L1-L5

vetebral dan tulang belakang sacrum S1 di daerah sakrokoksigeal, nyeri radikuler

menjalar ke ekstremitas sepanjang distribusi dermatomal sekunder akibat iritasi

ganglion saraf atau akar dorsal sedangkan nyeri dapat mengenai ke daerah yang

jauh dari sumbernya tetapi sepanjang lintasan non dermatomal.5,6

B. Epidemiologi

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa di negara industri

setiap tahun tercatat 2-5 % yang mengalami nyeri punggung bawah (LBP). Di

Amerika Serikat keluhan LBP menempati urutan kedua keluhan tersering setelah

nyeri kepala. Diperkirakan setidaknya 70% manusia menderita nyeri punggung,

baik kronis maupun sporadis. Di negara Inggris melaporkan 17,3 juta orang

pernah mengalami nyeri punggung pada suatu waktu dan dari jumlah tersebut 1,1

juta mengalami kelumpuhan akibat nyeri punggung. Di Indonesia diperkirakan

angka prevalensi 7,6% sampai 37%. Masalah nyeri punggung pada pekerja pada

3
umumnya dimulai pada usia dewasa muda dengan puncak prevalensi pada

kelompok 25-60 tahun. Kemudian National Safety Council melaporkan bahwa

sakit akibat kerja dengan frekuensi kejadian yang paling tinggi adalah sakit/nyeri

pada punggung bawah, yaitu 22% dari 1.700.000 kasus . Hampir 80% penduduk

di negara industri pernah mengalami LBP. Menurut Global Burden of Disease

Study 2016 melaporkan LBP menyumbang year lived with disability (YLD)

mencapai 40,8-75,9 juta dari total YLD. Prevalensi LBP dilaporkan 15-45%

diantara populasi umum diseluruh dunia.4,7,8

C. Etiologi

Nyeri punggung dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terjadi

pada tulang belakang, otot, diskus intervertebralis, sendi, maupun struktur lain

yang menyokong tulang belakang. Kondisi yang dapat menyebabkan seseorang

mengalami LBP yakni sebagian besar disebabkan oleh adanya rangsang mekanik

pada tulang belakang dan jaringan sekitarnya. Penyebab pasti LBP sulit untuk

ditentukan maka harus dikaji kembali setelah anamnesis, dilanjutkan dengan

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.10

1. Gangguan psikologis

Macnab mengklasifikasikan LBP berdasarkan etiologinya menjadi:

viscerogenic, neurogenic, spondylogenic dan psychogenic back pain. Adapun

Jayson mengklasifikasikannya menjadi: primary back pain, secondary

backache,reffered backache, dan psychosomatic backache.

Gangguan psikologis di sini harus murni, tanpa ada gangguan atau

perubahan struktur dari jaringan dari punggung bawah. Stres dapat memicu LBP

4
dengan meningkatnya ketegangan otot (muscle tension) bahkan memicu

munculnya chronic idiopathic low back pain.

2. Mobilisasi yang salah

Pola hidup yang tidak aktif merupakah salah satu faktor terjadinya keluhan

LBP. Namun, pola hidup yang aktif pun bisa menjadi penyebab apabila aktivitas

fisik tersebut tidak sesuai dengan kapasitas atau kekuatan dari tubuh. Berat atau

ringan aktivitas fisik ini bergantung pada mobilitas tubuh tersebut. Sementara

mobilitas tubuh dipengaruhi oleh beban aktivitas, repetisi (pengulangan), durasi,

postur dan posisi tubuh pada saat melakukan aktivitas fisik.

Beban aktivitas adalah sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh

seseorang ataupun sekelompok orang, selama periode waktu tertentu dalam

keadaan normal.21 Repetisi atau pengulangan adalah gerakan yang dilakukan

dengan pola yang sama dalam waktu tertentu. Frekuensi pengulangan yang terlalu

sering dapat menyebabkan kelelahan atau fatigue. Selain fatigue, dapat pula

menyebabkan ketegangan dari otot-otot tulang belakang yang bekerja menahan

beban tubuh serta menopang tubuh untuk tetap tegak. Ketegangan otot serta

fatigue ini dapat diperparah oleh posisi tubuh yang janggal.

LBP terjadi karena biomekanik vertebra lumbal akibat perubahan titik

berat badan dengan kompensasi perubahan posisi tubuh dan akan menimbulkan

nyeri. Ketegangan (strain) otot dan keregangan (sprain) ligamentum tulang

belakang merupakan salah satu penyebab utama LBP.

3. LBP akibat perubahan jaringan

5
Perubahan jaringan tersebut tidak hanya pada daerah punggung bagian

bawah, tetapi terdapat juga di sepanjang punggung dan anggota bagian tubuh lain.

Beberapa jenis penyakit dengan keluhan LBP yang disebabkan oleh perubahan

jaringan antara lain:

a. Osteoartritis (Spondylosis Deformans)

Spondylosis adalah penyakit degeneratif tulang belakang. Spondylosis ini

disebabkan oleh proses degenerasi yang progresif pada diskus intervertebralis,

yang mengakibatkan makin menyempitnya jarak antar vertebra sehingga

mengakibatkan terjadinya osteofit, penyempitan kanalis spinalis dan foramen

intervertebralis dan iritasi persendian posterior. Rasa nyeri pada spondylosis ini

disebabkan oleh terjadinya osteoarthritis dan tertekan radiks oleh kantong

durameter yang mengakibatkan iskemik dan radang. Spondylosis lumbal

merupakan penyakit degeneratif pada corpus vertebra atau diskus intervertebralis.

Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita. Faktor utama yang bertanggung

jawab terhadap perkembangan spondylosis lumbal adalah usia, obesitas, duduk

dalam waktu yang lama dan kebiasaan postur yang jelek. Pada faktor usia

menunjukkan bahwa kondisi ini banyak dialami oleh orang yang berusia 40 tahun

keatas. Faktor obesitas juga berperan dalam menyebabkan perkembangan

spondylosis lumbar.

Spondylosis lumbal seringkali merupakan hasil dari osteoarthritis atau spur

tulang yang terbentuk karena adanya proses penuaan atau degenerasi. Proses

degenerasi umumnya terjadi pada segmen L 4-L5 dan L5-S1. Komponen-komponen

vertebra yang seringkali mengalami spondylosis adalah diskus intervertebralis,

facet joint, corpus vertebra dan ligament.

6
b. Fibrositis

Penyakit ini juga dikenal dengan reumatism muskuler. Penyakit ini

ditandai dengan nyeri dan pegal di otot, khususnya di leher dan bahu

c. Infeksi

Infeksi pada sendi terbagi atas dua jenis, yaitu infeksi akut yang

disebabkan oleh bakteri dan infeksi kronis, disebabkan oleh bakteri tuberkulosis.

Infeksi kronis ditandai dengan pembengkakan sendi, nyeri berat dan akut, demam

serta kelemahan

4. Trauma

Jaringan otot dapat rusak akibat penggunaan dan robekan aktivitas sehari-

hari. Trauma pada area (gerakan yang menghentak, kecelakaan, jatuh, fraktur

(patah tulang), tertarik, dislokasi, benturan langsung pada otot) juga dapat menjadi

penyebab nyeri muskuloskeletal. Gerakan bagian punggung belakang yang kurang

baik dapat menyebabkan kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot.

5. LBP akibat penyakit muskuloskeletal

Stabilitas vertebra tergantung pada integritas korpus vertebra dan diskus

intervertebralis serta dua jenis jaringan penyokong yaitu ligamentum dan otot.

Untuk menahan beban yang berat terhadap tulang belakang ini, stabilitas daerah

pinggang sangat bergantung pada gerak kontraksi volunter dan refleks otot-otot

sacrospinal, abdominal, gluteusmaximus, dan hamstring.14 Bangunan yang peka

nyeri tersebut adalah sebagai berikut:

 Ligamentum longitudinalis anterius

 Ligamentum longitudinalis posterius

 Korpus vertebra dan periosteumnya

7
 Sendi apofisial (Articulatio zygoapophyseal)

 Ligamentum supra spinale

 Fascia dan otot

Nyeri muskuloskeletal dapat berasal dari otot, ligamen, tendon, dan tulang.

Penyebab dari nyeri muskuloskeletal dapat bervariasi.

6. Kelainan tulang bawaan

Kelainan-kelainan kondisi tulang vertebra tersebut dapat berupa tulang

vertebra hanya setengah bagian karena tidak lengkap pada saat lahir. Hal ini dapat

menyebabkan timbulnya LBP yang disertai dengan skoliosis ringan.11,12

D. Faktor Risiko

Banyak faktor yang dapat menyebabkan LBP, namun secara umum faktor-

faktor penyebab LBP dibagi menjadi tiga faktor yaitu faktor pekerjaan, faktor

individu, dan faktor lingkungan. Faktor individu berkaitan dengan masa kerja,

usia, lama kerja, jenis kelamin, posisi kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan

olahraga, obesitas, kebiasaan mengkonsumsi alkohol. Sedangkan yang termasuk

faktor lingkungan seperti getaran yang terpapar terhadap tubuh seseorang secara

terus-menerus atau temperatur yang ekstrem. Faktor pekerjaan yang dapat

menyebabkan LBP contohnya adalah melakukan pekerjaan yang sifatnya repetisi,

pekerjaan yang memaksakan tenaga, dan pekerjaan yang bersifat statis. 8,12,13

a. Faktor individu

1. Usia

LBP ditemukan pada usia kerja 25-65 tahun dan kebanyakan

disebabkan karena faktor pekerjaan. Namun LBP sangat umum terjadi pada usia

35-55 tahun, sedangkan pada usia 30 tahun keatas ditemukan peningkatan keluhan

8
LBP akibat proses dari degeneratif karena kerusakan jaringan, penggantian

jaringan menjadi jaringan parut, dan pengurangan cairan. Hal ini menyebabkan

stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang.

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin berpengaruh terhadap LBP karena secara fisiologis

kemampuan otot pada perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Dan pada

perempuan keluhan LBP atau LBP sering terjadi pada saat mengalami menstruasi.

Selain itu menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang menurun

sehingga dapat memungkinkan terjadi LBP.

3. Indeks Masa Tubuh (IMT)

Obesitas atau kegemukan juga mempengaruhi LBP apabila berat

badan seseorang bertambah tulang belakang akan tertekan saat menerima beban

tubuh sehingga mengakibatkan kerusakan pada tulang belakang. Orang yang

memiliki berat badan berlebih lima kali beresiko menderita LBP dibanding

dengan orang yang memiliki berat badan ideal. Kekuatan otot, seseorang yang

diberi pekerjaan melebihi dari kemampuan fisiknya akan kurang efektif dalam

menangani tugas tersebut. Otot vertebra kurang aktif secara cepat sehingga dapat

menimbulkan tekanan berlebihan pada vertebra. mengalami cedera yang

mengakibatkan LBP.

4. Merokok

Merokok juga dapat menyebabkan nyeri punggung karena nikotin

dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan dan merokok juga

menyebabkan berkurangnya kandungan mineral dalam tulang.

5. Masa Kerja

9
Semakin lama masa kerja atau semakin lama pekerja terpajan

faktor risiko dalam bekerja maka besar risiko dapat mengalami Low Back Pain.

Karena mengalami Low Back Pain atau LBP termasuk penyakit kronis yang dapat

membutuhkan waktu yang lama sehingga dapat menimbulkan manifestasi klinis.

b. Faktor Pekerjaan

1. Posisi Kerja

Posisi kerja yang tidak benar atau tidak ergonomis dapat menyebabkan

transfer tenaga dari otot ke jaringan rangka menjadi tidak efisien sehingga mudah

mengalami kelelahan dan dapat menimbulkan cedera. Posisi kerja janggal juga

berpengaruh yaitu, merupakan posisi tubuh menyimpang secara sigifikan dari

posisi tubuh yang normal pada saat melakukan suatu pekerjaan. Posisi janggal

diantaranya seperti pengulangan atau waktu yang lama dalam posisi berputar,

menggapai, memiringkan badan, jongkok, berlutut, memegang dalam posisi statis,

menjepit dengan tangan. Dan posisi ini akan melibatkan beberapa area tubuh dari

pekerja seperti bahu, punggung, dan lutut karena pada daerah ini yang sering

mengalami cedera

2. Beban Kerja

Pekerjaan yang menggunakan tenaga besar akan memberikan beban

mekanik yang lebih besar pula terhadap otot, tendon, ligamen, dan sendi. Beban

kerja yang berat akan mengakibatkan inflamasi, iritasi, kelelahan, kerusakan otot

tendon dan jaringan lainnya.

3. Repitisi

10
Repetisi merupakan pengulangan gerakan kerja yang sama, hal ini akan

berdampak pada ketegangan dan kelelahan pada otot tendon. Keluhan otot terjadi

karena otot menerima tekanan terus menerus tanpa adanya relaksasi.

4. Durasi

Durasi merupakan lama waktu terpajan faktor resiko. Resiko fisiologis

yang dikaitkan dengan dengan gerakan sering dan berulang yaitu kelelahan otot,

selama berkontraksi otot memerlukan oksigen. Apabila gerakan berulang-ulang

dari otot terlalu cepat dan oksigen belum mencapai ke jaringan makan akan

menimbulkan kelelahan pada otot.

c. Faktor Lingkungan

Getaran dan kebisingan

Getaran akan dapat berpotensi menimbulkan keluhan Low Back Pain

apabila seseorang bekerja di lingkungan yang memiliki getaran. Getaran akan

akan menyebabkan kontraksi otot meningkat sehinga menyebabkan peredaran

darah terganggu, penimbunan asam laktat meningkat dan menimbulkan rasa nyeri.

Sedangkan kebisingan secara tidak langsung juga memicu dan meningkatkan rasa

nyeri LBP karena bisa membuat stres pada pekerja saat berada di lingkungan yang

tidak baik.

E. Patofisiologi

Keluhan pada LBP terjadi karena respon tubuh yang mengeluarkan

mediator inflamasi akibat faktor-faktor yang menyebabkan LBP sehingga jaringan

otot atau tulang yang cedera memicu pengeluaran sitokin pro-inflamasi yang akan

menimbulkan persepsi nyeri, mekanisme nyeri merupakan proteksi pada tubuh

seperti spasme otot yang selanjutnya dapat menimbulkan iskemia. Nyeri

11
pungggung bawah miogenik dapat mengakibatkan spasme pada otot yang mana

dapat menimbulkan penderita merasakan nyeri. Spasme otot yang berkepanjangan

dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah yang mengakibatkan

ischemia).

Ischemia dapat menyebabkan akumulasi asam laktat dengan jumlah yang

besar di dalam jaringan. Keterlibatan akumulasi asam laktat di dalam jaringan

dapat merangsang ujung-ujung saraf nyeri (reseptor nyeri). Nyeri dapat berasal

dari efek langsung dari muscle spasme yang merangsang reseptor nyeri, tetapi

dapat juga berasal dari efek tidak langsung dari muscle spasme yang mengompresi

pembuluh darah sehingga menyebabkan ischemia. Hal ini akan menciptakan

pelepasan subtansi kimiawi penyebab nyeri.16,17

F. Klasifikasi

Berdasarkan waktu dan mulai timbulnya gejala LBP diklasifikasikan

menjadi tiga kategori yaitu LBP akut, subakut dan kronik. Namun LBP dapat juga

diklasifikasikan sebagai LBP spesifik dan nonspesifik. LBP nospesifik mengacu

pada kekakuan, nyeri dan nyeri yang dirasakan pada daerah lumbosakral yang

tidak memiliki penyebab yang berbeda. Sedangkan LBP spesifik dapat ditelusuri

ke patologi atau kondisi tertentu. Misalnya, LBP spesifik dapat menjadi

konsekuensi dari trauma mayor, infeksi, kondisi tulang dan kondisi inflamasi.

a. LBP Akut

LBP yang berlangsung selama kurang dari 6 minggu. Acute back pain

ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba dan tentang waktunya

hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri dapat

hilang atau sembuh. Acute LBP dapat disebabkan karena luka traumatik seperti

12
kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian

tersebut selain dapat merusak jaringan juga dapat melukai otot ligamen dan juga

tendon. Pada kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan

spinal masih dapat sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanaan awal nyeri

pinggang akut terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik.

b. LBP Subakut

LBP yang berlangsung selama dari 6 sampai 12 minggu.

c. LBP Kronik

Rasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari 3 bulan.

Rasa nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya

memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic low

back pain dapat terjadi karena osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses

degenerasi discus intervertebralis dan tumor.

LBP yang dibedakan dari kelainan kongenital yaitu :

1. LBP visirogenik

LBP yang disebabkan oleh adanya proses patologik di ginjal atau visera di

daerah pelvis serta tumor retroperitoneal. Nyeri viserogenik tidak bertambah berat

dengan aktivitas tubuh dan sebaliknya tidak berkurang dengan istirahat. Pada

penderita LBP viserogenik yang mengalami nyeri hebat akan selalu mengeliat

dalam upaya untuk meredakan rasa nyerinya.

2. LBP Vaskulogenik

Pada nyeri ini aneurisma atau penyakit vascular periter dapat menimbulkan

nyeri punggung atau menyerupai iskialgia. Aneurisma abdominal dapat

13
menimbulkan LBP dibagian dalam dan tidak ada hubungannya dengan aktivitas

fisik.

3. LBP spondilogenik

Suatu nyeri yang disebabkan oleh berbagai proses patologik di kolumna

vertebralis yang terdiri dari unsur tulang (osteogenik), diskus inveterbralis

(diskogenik) dan miofasial (miogenik) dan proses patologik di artikulasio

sakroiliaka.

4. LBP psikogenik

Nyeri jenis ini tidak jarang ditemui, tetapi biasanya ditemukan setelah

dilakukan pemeriksaan yang lengkap, dan hasilnya tidak memberikan jawaban

yang pasti. LBP pada umumnya disebabkan oleh ketegangan jiwa atau kecemasan

dan depresi atau campuran antar kecemasan dan depresi.

5. LBP neurogenik

LBP neurogenik misalnya pada iritasi arachnoid dengan sebab apapun dan

tumor-tumor pada spinaldurmater dapat menyebabkan nyeri belakang.5,16

G. Manifestasi Klinis

Berikut ini merupakan manifestasi klinis atau tanda dan gejala dari LBP :

a. Nyeri sepanjang tulang belakang, dari pangkal leher sampai ke tulang

ekor.

b. Nyeri tajam terlokalisir di leher, punggung atas atau punggung bawah,

terutama setelah mengangkat benda berat atau terlibat dakam aktivitas

kerja berat yang lainnya.

c. Sakit kronis di bagian punggung tengah atau punggung bawah, terutama

setelah duduk atau berdiri dalam waktu yang lama.

14
d. Nyeri punggung pun dapat menjalar ke pantat, dibagian belakang paha ke

betis lalu menjalar ke kaki.

e. Ketidaknyamanan untuk berdiri tegak tanpa rasa sakit atau kejang otot di

punggung bawah.12,13

Tabel 2.1 Manisfestasi klinis berdasarkan etiologi


LBP Viscerogen Vaskulogen Neurogen Spondilogen Psikogenik Muskulogen
ik ik ik ik ik

Istirahat + Tetap - Berdiri ↑ + +/- -


tenang malam
Aktivitas + Tetap + + ++ +/- +
Organ spesifik + - - - - -
Sifat nyeri Menetap Nyeri Meneta Radikuler Inkonsist Menetap
punggun p en
g dalam
Perjalaran - Bokong + + +/- -
dan
pantat
Batuk/ - - - +/- canal - -
mengejan/
stenosis
membungkuk

Spasme otot +/- +/- ++ ++ -/+++ +++

H. Diagnosis

Anamnesis

Keluhan Utama : nyeri diantara sudut iga terbawah dan lipat bokong bawah.

• Onset: akut, kronik, insidious, kronis-progresif.

• Kualitas: sifat nyeri (tumpul, seperti tertusuk, terbakar).

15
• Kuantitas: pengaruh nyeri terhadap ADL, frekuensi, durasi, intensitas/derajat

nyeri.

• Kronologis: riwayat penyakit sekarang.

• Faktor Memperberat: saat batuk, mengejan, membungkuk, aktivitas.

• Faktor Memperingan: istirahat.

• Penjalaran dari nyeri harus ditanyakan, apakah menjalar sampai ke bokong

atau sampai ke tungkai

• Gejala penyerta: kesemutan, rasa baal, gangguan berkemih, gangguan

BAB, disfungsi seksual.

• Riwayat penyakit dahulu: keluhan serupa sebelumnya, riwayat trauma.

• Riwayat penyakit keluarga: riwayat keganasan dalam keluarga.

• Riwayat sosial ekonomi: pekerjaan yang berhubungan dengan keluhan

utama.

Kriteria diagnosis LBP perlu diketahui adalah :

1. Awitan

Penyebab mekanis nyeri punggung menyebabkan nyeri mendadak yang

timbul setelah posisi mekanis yang menugikan. Mungkin terjadi robekan otot,

peregangan fasia atau iritasi permukuan sendi. Keluhan karena penyebab lain

timbul bertahap. Lama dan frekuensi serangan. Nyeri punggung akibat sebab

mekanik beriangsung beberapa hari sampai beberapa bulan. Heriasi diskus bisa

membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya. Degenerasi diskus dapat

menycbabkan rasa tidak nyaman kronik dengan eksaserbasi selama 2-4 minggu.

2. Lokasi dan penyebaran

16
Kebanyakan nyeri punggung akibat gangguan mekanis atau medis terutama

terjadi di daerah lumbosakral. Nyeri yang menyebar ke tungkai bawah atau hanya

di tungkai bawah mengarah ke iritasi akar saraf. Nyeri yang menyebar ke tungkai

juga dapat disebabkan peradangan sendi sakroiliaka. Nyeri psikogenik tidak

mempunyai pola penyebaran yang tetap.

3. Faktor yang memperberat/memperingan

Pada lesi mekanis keluhan berkurang saat istirahat dan bertambah parah saat

aktivitas. Pada penderita HNP duduk agak bungkuk memperberat nyeri. Batuk,

bersin atau manuver valsava akan memperberat nyeri. Pada penderita tumor, nyeri

lebih berat atau menetap jika berbaring.

4. Kualitas/intensitas

Penderita perlu menggambarkan intensitas nyeri serta dapar

membandingkannya dengan berjalannya waktu. Harus dibedakan antar nyeri

punggung dengan nyeri tungkai, mana yang lebih dominan dan intensitas dari

masing-masing nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri radikuler. Nyeri pada

tungkai yang lebih banyak dari pada nyeri punggung dengan rasio 80-20%

menunjukkan adanya radikulopati dan mungkin memerlukan suatu tindakan

operasi. Bila nyeri nyeri punggung lebih banyak daripada nyeri tungkai, biasanya

tidak menunjukkan adanya suatu kompresi radiks dan juga biasanya tidak

memerlukan tindakan operatif. Gejala nyeri punggung yang sudah lama dan

intermiten, diselingi oleh periode tanpa gejala merupakan gejala khas dari suatu

NPB yang teriadinya secara mekanis. Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang

mendadak dan berat, yang biasanya berhubungan dengan pekerjaan, bisa

menyebabkan suatu NPB, namun sebagian besar episode heniasi diskus terjadi

17
sctelah suatu gerakan yung relatif, seperti membungkuk atau memungut barang

yang enteng. Harus dapat membedakan gerakan-gerakan mana yang bisa

menyebabkan bertambahnya nyeri NPB, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan

nyeri biasanya berkurung bila tiduran atau berdiri, dan sctiap gerukan yang bisa

menyebabkan meningginya tekanan intra abdominal akan dapat menambah nyeri,

juga batuk, bersin dan menggan sewaktu defekasi. Selain nyeri olch penyebab

mekanik ada pula nyeri nonmekanik.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik secara komprehensif pada pasien dengan nyeri punggung

meliputi evaluasi sistem neurologi dan muskuloskeltal. Pemeriksaan neurologi

meliputi evaluasi sensasi tubuh bawah, kekuatan dan refleks-refleks.

• Inspeksi :

Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi dan bila pasien tetap berdiri dan

menolak untuk duduk, maka sudah harus dicurigai adanya suatu herniasi diskus.

Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat

nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta adanya

skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh

spasme otot paravertebral.

Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:

 Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.

 Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan nyeri pada

tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal,

18
karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga

menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal.

 Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada

tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada saraf yang terinflamasi

diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan tekanan pada saraf spinal

tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di

sebelahnya (jackhammer effect).

• Palpasi :

 Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan

suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay).

 Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri

dengan menekan pada ruangan intervertebralis

 Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan (stepoff)

pada palpasi di tempat/level yang terkena.

 Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk

mencari adanya fraktur pada vertebra.

 Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan neurologis.

 Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada

hiperefleksia yang menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron

(UMN). Dari pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan kelainan yang

berupa UMN atau LMN.

• Pemeriksaaan Motorik

19
Harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk

menemukan abnormalitas motoris.Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :

 Berjalan dengan menggunakan tumit.

 Berjalan dengan menggunakan jari atau berjinjit.

 Jongkok dan gerakan bertahan ( seperti mendorong tembok )

• Pemeriksaan Sensorik

Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan perhatian

dari penderita dan tak jarang keliru

• Refleks

Refleks yang harus di periksa adalah refleks di daerah Achilles dan

Patella, respon dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui lokasi

terjadinya lesi pada saraf spinal.

• Special Test

 Tes Lasegue:

Mengangkat tungkai dalam keadaan ekstensi. Positif bila pasien tidak dapat

mengangkat tungkai kurang dari 60° dan nyeri sepanjang nervus ischiadicus. Rasa

nyeri dan terbatasnya gerakan sering menyertai radikulopati, terutama pada

herniasi discus lumbalis/ lumbo-sacralis.

20
Gambar 2.1 Cara Melakukan Tes Lasegue

• Tes Patrick dan anti-patrick:

Fleksi-abduksi-eksternal rotation-ekstensi sendi panggul. Positif jika gerakan

diluar kemauan terbatas, sering disertai dengan rasa nyeri. Positif pada penyakit

sendi panggul, negative pada ischialgia.

Gambar 2.2 Cara Melakukan Test Patrick

• Tes kernig

Pasien terlentang, paha difleksikan, kemudian meluruskan tungkai bawah

sejauh mungkin tanpa timbul rasa nyeri yang berarti. Positif jika terdapat spasme

involunter otot semimembraneus, semitensinous, biceps femoris yang membatasi

ekstensi lutut dan timbul nyeri.

• Tes Naffziger

21
Dengan menekan kedua vena jugularis, maka tekanan LCS akan meningkat,

akan menyebabkan tekanan pada radiks bertambah, timbul nyeri radikuler. Positif

pada spondilitis.

• Tes valsava:

Penderita disuruh mengejan kuat maka tekanan LCS akan meningkat,

hasilnya sama dengan percobaan Naffziger.

• Spasme m. psoas:

Diperiksa pada pasien yang berbaring terlentang dan pelvis ditekan kuat –

kuat pada meja oleh sebelah tangan pemeriksa, sementara tangan lain

menggerakkan tungkai ke posisi vertical dengan lutut dalam keadaan fleksi tegak

lurus. Panggul secara pasif mengadakan hiperekstensi ketika pergelangan kaki

diangkat. Terbatasnya gerakan ditimbulkan oleh spasme involunter m.psoas.

• Tes Gaenselen:

Terbatasnya fleksi lumbal secara pasif dan rasa nyeri yang diakibatkan sering

menyertai penyakit pada art. Lumbal / lumbosacral. Dengan pasien berbaring

terlentang, pemeriksa memegang salah satu ekstremitas bawah dengan kedua

belah tangan dan menggerakkan paha sampai pada posisi fleksi maksimal.

Kemudian pemeriksa menekan kuat – kuat ke bawah kearah meja dan ke atas

kearah kepala pasien, yang secara pasif menimbulkan fleksi columna spinalis

lumbalis.17,18

Pemeriksaan Penunjang4,18

a) Laboratorium:

Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap darah

(LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal.

22
b) Pungsi Lumbal (LP) :

LP akan normal pada fase permulaan prolaps diskus, namun belakangan akan

terjadi transudasi dari low molecular weight albumin sehingga terlihat albumin

yang sedikit meninggi sampai dua kali level normal.

c) Pemeriksaan Radiologis :

a. Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadang-kadang

dijumpai penyempitan ruangan intervertebral, spondilolistesis, perubahan

degeneratif, dan tumor spinal. Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang

terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu

skoliosis akibat spasme otot paravertebral.

Gambar 2.3 Foto Polos Skoliosis akibat spasma otot

b. CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis

telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.

c. Mielografi berguna untuk melihat kelainan radiks spinal, terutama pada pasien

yang sebelumnya dilakukan operasi vertebra atau dengan alat fiksasi metal. CT

mielografi dilakukan dengan suatu zat kontras berguna untuk melihat dengan

lebih jelas ada atau tidaknya kompresi nervus atau araknoiditis pada pasien yang

23
menjalani operasi vertebra multipel dan bila akan direncanakan tindakan operasi

terhadap stenosis foraminal dan kanal vertebralis.

Gambar 2.4 CT Mielografi Kompresi Nervus

d. MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan

menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah

ortopedi tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang

paling terkena. MRI sangat berguna bila:

• vertebra dan level neurologis belum jelas

• kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak

• untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi

• kecurigaan karena infeksi atau neoplasma

Mielografi atau CT mielografi dan atau MRI adalah alat diagnostik yang

sangat berharga pada diagnosis LBP dan diperlukan oleh ahli bedah saraf atau

ortopedi untuk menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan menentukan adakah

adanya sekwester diskus yang lepas dan mengeksklusi adanya suatu tumor.

Mumenthaler (1983) menyebutkan adanya 25% false negative diskus prolaps pada

mielografi dan 10% false positive dengan akurasi 67%.

24
Gambar 2.5 MRI Untuk Menentukan Diskus

e) Elektromiografi (EMG) :

Dalam bidang neurologi, maka pemeriksaan elektrofisiologis atau

neurofisiologis sangat berguna pada diagnosis sindroma radiks. Pemeriksaan

EMG dilakukan untuk :

- Menentukan level dari iritasi atau kompresi radiks

- Membedakan antara lesi radiks dengan lesi saraf perifer

f) Elektroneurografi (ENG)

Pada elektroneurografi dilakukan stimulasi listrik pada suatu saraf perifer

tertentu sehingga kecepatan hantar saraf (KHS) motorik dan sensorik (Nerve

Conduction Velocity/NCV) dapat diukur, juga dapat dilakukan pengukuran dari

refleks dengan masa laten panjang seperti F-wave dan H-reflex. Pada gangguan

radiks, biasanya NCV normal, namun kadang-kadang bisa menurun bila telah ada

kerusakan akson dan juga bila ada neuropati secara bersamaan.4,18,19

25
I. Tatalaksana

Penyebab LBP sangatlah beraneka ragam sehingga tatalaksananya juga

bervariasi. Pada dasarnya ada dua tahapan terapi pada LBP yakni terapi

konservatif dan terapi operatif. Kedua terapi ini mempunyai kesamaan tujuan

yaitu rehabilitasi.

a. Terapi Konservatif

Terapi konservatif meliputi rehat baring atau bed rest, medikamentosa dan

fisioterapi.

1. Rehat baring

Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari dengan

sikap tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai pegas atau per, dengan demikian

tempat tidur harus dari papan yang lurus dan kemudian ditutup dengan lembar

busa yang tipis.

Tirah baring ini sangat bermanfaat untuk LBP, fraktur dan Hernia Nukleus

Pulposus. Lama tirah baring bergantung pada berat-ringannya gangguan yang

dirasakan penderita. Setelah tirah baring dianggap cukup, maka dapat dilakukan

latihan tertentu, atau terlebih dahulu dipasang korset. Tujuan latihan ini adalah

untuk mencegah terjadinya kontraktur dan mengembalikan lagi fungsi-fungsi otot.

2. Medikamentosa

Ada dua jenis obat dalam tatalaksana LBP, ialah obat yang bersifat

simtomatik dan yang bersifat kausal. Obat-obat simtomatik antara lain analgetika

(salisilat, paracetamol, dll), kortikosteroid (prednisolon, prednisone), anti-

inflamasi non steroid (AINS) misalnya piroksikam, antidepresan trisiklik secara

sentral misalnya amitriptilin, dan obat penenang minor misalnya diazepam,

26
klordiasepoksid. Obat-obat kausal misalnya anti tuberculosis, antibiotika untuk

spondilitis piogenik, nukleolisis misalnya khimopapain, kolagenase untuk HNP.

3. Fisioterapi

Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan permukaan

yang lebih dalam) misalnya pada Hernia Nukleus Pulposus, trauma mekanik akut,

serta traksi pelvis misalnya untuk relaksasi otot dan mengurangi lordosis.

b. Terapi operatif

Terapi operatif dilakukan jika tindakan konservatif tidak memberikan hasil

yang nyata, atau terhadap kasus fraktur yang menyebabkan defisit neurologic.

Pada kondisi ini memerlukan tindakan yang bersifat segera (cito).

Rehabilitasi mempunyai makna yang luas apabila ditinjau dari segi

pelaksanaannya. Namun demikian tujuannya hanya satu ialah mengupayakan agar

penderita dapat segera bekerja seperti semula dan tidak timbul LBP lagi di

kemudian hari. Pada kasus tertentu, tujuan rehabilitasi tadi teoritis tidak akan

tercapai, maka tujuannya diturunkan satu tingkat, ialah agar penderita tidak

menggantungkan diri pada orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari (the

activities of daily living), misalnya makan, minum, berganti pakaian, ke kamar

mandi dan sebagainya.

Apabila tujuan rehabilitasi kelas dua ini teoritis juga tidak akan tercapai,

maka tujuan rehabilitasi perlu diturunkan lagi agar penderita tidak mengalami

komplikasi yang membahayakan penderita, misalnya pneumonia, osteoporosis,

dan sebagainya.

27
Teknik pelaksaanaan rehabilitasi akan melibatkan berbagai macam disiplin,

atau dengan kata lain rehabilitasi bersifat multidisipliner dan dipengaruhi oleh

berbagai macam faktor (multifaktorial).11,22,23

Penatalaksanaan konservatif, seperti terapi fisik, imobilisasi serviks atau obat

anti-inflamasi lebih disukai. Tetapi ketika pasien mengalami nyeri yang tidak

dapat disembuhkan atau gejala neurologis yang progresif, intervensi bedah

diperlukan. Seperti yang telah disebutkan, mielopati biasanya disebabkan oleh

kompresi. Ketika intervensi bedah diperlukan, maka fokus terapi adalah

dekompresi medulla spinalis dan radix. Pencegahan kelainan bentuk dengan

mempertahankan atau menambah stabilitas tulang belakang akan menjadi tujuan

lain dari intervensi bedah ini. Ada banyak teknik yang dapat digunakan untuk

dekompresi medulla spinalis baik dari anterior maupun posterior. Pilihan teknik

yang paling efektif bergantung pada berbagai faktor seperti lokasi, komborbiditas,

stabilitas tulang belakang dan pengalaman ahli bedah.10,21,22

Teknik bedah berikut dapat digunakan untuk mendekompresi sumsum tulang

belakang:2

1. Laminectomy, pendekatan posterior yang telah terbukti menjadi teknik yang

aman dan efektif.

2. Laminoplasty, pendekatan posterior yang dikembangkan untuk

memungkinkan dekompresi medulla spinalis sambil mempertahankan

gerakan dengan perubahan yang lebih kecil dari biomekanika tubuh.

3. Anterior cervical discectomy, efektif untuk patologi ventral seperti osteofit

atau herniasi diskus

28
4. Anterior cervical corpectomy, efektif dalam patologi yang lebih dari sekadar

gangguan discus intervertebralis.

Stenosis pada vertebra lumbalis dapat diobati secara konservatif dengan

penggunaan obat-obatan yang berfokus pada peningkatan diameter pembuluh

darah, karena diameter pembuluh darah di cauda equina pada pasien stenosis regio

lumbalis jauh lebih kecil daripada diameter pembuluh darah pada orang sehat.

Obat-obatan yang dapat digunakan sebagai terapi konservatif adalah vitamin,

NSAID, muscle relaxant dan prostaglandin.2

Tatalaksana non-operatif juga terdiri dari terapi fisik, injeksi epidural, dan

injeksi sendi facet. Operasi tulang belakang invasif minimal dapat memberikan

terapi dengan risiko komplikasi yang lebih rendah dan pemulihan yang berpotensi

lebih cepat dibandingkan prosedur operasi terbuka konvensional.16

Saat menunggu operasi, kombinasi olahraga, perubahan gaya hidup, suntikan,

atau pengobatan oral dapat membantu untuk mengontrol gejala nyeri. Sangat

penting untuk mengonsumsi obat apa pun persis seperti yang diresepkan dokter,

karena banyak obat pereda nyeri dan pelemas otot dapat menyebabkan efek

samping, terutama bila digunakan dalam waktu lama.2

Stenosis tulang belakang lumbal dapat diobati melalui pembedahan dengan

prosedur ringan dekompresif. Ini adalah prosedur invasif minimal di mana mereka

akan menghilangkan sebagian struktur dari ligamentum flavum yang hipertrofi

dan beberapa tulang interlaminar sambil mempertahankan anatomi, stabilitas dan

biomekanik tulang belakang lumbar.2

Penggunaan prosedur ringan dekompresif ditunjukkan bahwa dibandingkan

dengan laminektomi operasi laminektomi terbuka:22

29
1. Komplikasi lebih minimal.

2. Hanya sedikit atau tidak ada masalah ketidakstabilan yang ditemukan pasca

operasi.

3. Durasi operasi yang lebih pendek.

4. Kehilangan darah selama operasi lebih minimal.

5. Mengurangi waktu rawat inap pasca operasi.

6. Keselamatan pasien lebih baik.

J. Komplikasi

1. Depresi

Pada pasien low back pain memiliki kecenderungan mengalami depresi

sehingga akan berdampak pada gangguan pola tidur, pola makan, dan aktivitas

sehari-hari klien. Apabila depresi yang dialami pasien berlangsung lama akan

dapat menghambat waktu pemulihan low back pain.

2. Berat Badan

Pasien low back pain biasanya akan mengalami nyeri yang hebat dibagian

punggung bawah yang menyebabkan aktivitas dan gerakan pasien terhambat.

Akibat terhambatnya aktivitas dan gerakan pasien dapat menyebabkan kenaikan

berat badan dan obesitas. Selain itu, low back pain dapat mengakibatkan

lemahnya otot. Lemahnya otot akibat hanya berdiam dalam posisi akan

mengakibatkan akumulasi lemak dalam tubuh menjadi banyak.

3. Kerusakan Saraf

Low back pain dapat menyebabkan kerusakan saraf terutama masalah pada

vesika urinaria sehingga pasien dengan low back pain akan menderita

inkontinensia.22,23

30
K. Prognosis

Prognosis seseorang dengan LBP umumnya baik, namun jika seseorang

telah mengalami LBP yang cukup lama bahkan bertahun-tahun sehingga LBP

dapat berkembang dari LBP jangka pendek menjadi LBP kronis atau intermitten

maka memerlukan perhatian khusus.23

Ad vitam : Tergantung etiologi dan berat defisit neurologis

Ad sanationam : Tergantung etiologi dan berat defisit neurologis

Ad Fungsionam : Tergantung etiologi dan berat defisit neurologis

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. KS

Umur/TTL : 54 tahun/Blitar, 05 Agustus 1968

Alamat : Jl. Pasar Minggu RT. 10 RW. 2

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Operator Alat Berat

Masuk RS : 3 September 2022

No. RM : 478159

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis dilakukan tanggal 5 September 2022, pukul 07.00 WITA.

31
Keluhan Utama

Nyeri punggung bawah

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD Ansari Saleh Banjarmasin pada hari Sabtu, 3

September 2022 dengan keluhan nyeri punggung bagian bawah. Keluhan berawal

sejak sekitar 2 bulan lalu dimana saat itu pasien terjatuh ketika sedang

memarkirkan sepeda motor. Keluhan awal yang dirasakan pasien berupa nyeri

pinggang, kemudian pasien juga mengeluhkan nyeri dan kelemahan pada kedua

kaki yang menyebabkan pasien kesulitan berjalan. Pasien kemudian dirawat di

RSUD Hadji Boejasin Pelaihari selama 17 hari. Setelah itu pasien mengalami

perbaikan dan mulai rawat jalan namun keluhan tetap muncul kembali. Pasien

kemudian dirujuk ke RS Ansari Saleh pada tanggal 3 September 2022 dengan

keluhan nyeri dirasakan di punggung bawah menjalar sampai ke tungkai bawah

dan mengalami kelemahan sehingga sulit berjalan dimulai dari kaki kanan

kemudian kaki kiri dengan VAS 7. Kedua tungkai kaki dirasakan panas dan kebas

yang semakin parah. Nyeri memberat saat pasien beraktivitas, membaik saat

pasien berbaring dan istirahat. Rasa kebal dan panas tetap ada pada kedua tungkai

kaki meskipun sedang istirahat sehingga pasien sulit untuk tidur. Nyeri pertama

kali muncul sekitar pada Juli 2022 setelah jatuh dari sepeda motor. Pasien bekerja

sebagai koperator alat berat yang mengharuskan untuk duduk dalam posisi yang

lama sekitar 12 jam/hari. Keluhan lain seperti nyeri kepala, sulit menelan, muntah,

demam, maupun kejang disangkal. Pasien mengaku sulit BAK dan BAB terasa

keras. Nafsu makan pasien baik, pasien makan 3x1 dengan nasi, ikan/ayam, sayur

32
dan buah. Pasien mengeluhkan tidak bisa tidur selama 2 hari terakhir akibat nyeri

dan rasa panas yang dirasakan.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat hipertensi, diabetes melitus, asam urat, dan kolesterol tinggi

disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

 Riwayat ibu dan ayah pasien memiliki penyakit hipertensi, diabetes melitus,

dan keluhan serupa disangkal.

Riwayat Kebiasaan

 Merokok (+) 24-30 batang per hari, minum alkohol (-)

III. PEMERIKSAAN (Dilakukan pada tanggal 5 September 2022)

Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran compos mentis, GCS: E4V5M6, VAS : 7

Tanda vital : Tekanan darah: 120/70 mmHg

Nadi : 62x/menit

Napas : 24x/menit

Suhu : 36,4 oC

SpO2 : 99% tanpa suplemen 02

Kepala : Normosefali, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

ikterik, pupil isokor diameter 3/3 mm, refleks cahaya

langsung +/+ dan tidak langsung +/+, refleks kornea +/+

Leher : Pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)

33
Dada : Bentuk dan pergerakan simetris, suara napas vesikuler,

wheezing dan ronkhi tidak ada.

Jantung: S1-S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen : Inspeksi: Datar

Auskultasi: Bising usus normal

Perkusi: timpani seluruh lapang abdomen

Palpasi: Supel, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba

Ekstremitas : Akral hangat. edema (-), atrofi otot (-).

Status Neurologis

Kesadaran: Compos mentis, GCS E4V5M6

a. Meningeal Sign:

Kaku kuduk (-)

Lasegue sign (-)

Kernig (-)

Brudzinski 1 (-)

Brudzinski 2 (-)

Brudzinski 3 (-)

Brudzinski 4 (-)

b. Refleks Fisiologis:

Bisep + 2 / + 2

Trisep + 2 / + 2

Patella + 2 / + 2

34
Achilles + 2/ + 2

c. Refleks Patologis:

Babinski: -/-

Chaddock: -/-

Gonda: -/-

Oppenheim -/-

Hoffman Trommer -/-

Gordon: -/-

Schaeffer: -/-

d. Pemeriksaan motorik

5 3

5 3

Gerak superior: bebas/bebas terbatas

Gerak inferior: bebas/bebas terbatas

Atrofi otot

- +

- +

Tonus otot eutoni

e. Pemeriksaan sensorik

Sensasi nyeri

+ + (menurun)

+ + (menurun)

35
Sensasi suhu tidak dilakukan

Sensasi getar tidak dilakukan

Nervus Cranialis Kanan Kiri


NI Daya Penghidu N N
N II Daya Penglihatan 1/60 1/60
Medan Penglihatan N N
Pengenalan warna N N
N III Ptosis (-) (-)
Gerakan Mata Bebas Bebas
Ukuran Pupil 3 mm 3 mm
Bentuk Pupil Bulat Bulat
Refleks Cahaya (+) (+)
N IV Strabismus Divergen (-) (-)
Gerakan Mata ke Lateral Bawah (+) (+)
Strabismus Konvergen (-) (-)
NV Menggigit (+) (+)
Membuka Mulut (+) (+)
Sensibilitas Muka N N
Refleks Cornea (+) (+)
Trismus (-) (-)
N VI Gerakan Mata ke Lateral (+) (+)
Strabismus Konvergen (-) (-)
Diplopia (-) (-)
N VII Kedipan Mata (+) (+)
Lipatan Nasolabial Simetris
Sudut Mulut Simetris
Mengerutkan Dahi (+) (+)
Mengerutkan Alis (+) (+)
Menutup Mata (+) (+)

36
Nervus Cranialis Kanan Kiri
Meringis (+) (+)
Menggembungkan Pipi (+) (+)
Daya Kecap Lidah 2/3 Depan (+) (+)
N VIII Mendengar Suara Berbisik (+) (+)
Mendengar Detik Arloji (+) (+)
Tes Rinne Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Tes Weber Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
Tes Schwabach Tidak Tidak
dilakukan dilakukan
N IX Arkus Faring N N
Daya Kecap Lidah 1/3 Belakang (+) (+)
Refleks Muntah (+)
Suara Sengau (-)
Tersedak (-)
NX Arkus Faring N
Bersuara N
Menelan N
N XI Memalingkan Kepala (+) (+)
Sikap Bahu N N
Mengangkat Bahu (+) (+)
N XII Sikap Lidah Simetris
Tremor Lidah (-)
Menjulurkan Lidah Simetris

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan foto thorax AP

 Cor: bentuk, ukuran, dan posisi normal

37
 Paru: corakan bronkovaskular normal, tidak tampak infiltrate, hilus d/s normal,

nodul (-)

 Trachea di tengah

 Sinus phrenicocostalis d/s tajam

 Hemidiafragma d/s dome shape

 Tulang skeletal normal

Kesimpulan: foto thorax dalam batas normal

2. Pemeriksaan MRI kontras thorax

 Alignment baik, curve normal

 Tidak tampak listhesis/ kompresi

 Tidak tampak perubahan intensitas bone marrow

 Tampak perubahan intensitas discus intervertebralis thoracal 2-3 isointens

T1W1 dan hipointens T2W1 dengan bulging posterocentral discus

intervertebralis thoracal 2-3 yang mendesak ringan dural sac pada level

tersebut

 Tidak tampak lesi intra/ekstra medularry pre dan pasca kontras

 Discus intervertebralis 1-2, 3-4, 4-5, 5-6, 6-7, 7-8, 8-9, 9-10, 10-11,11-12, T12-

L1 tampak baik

 Tidak tampak gambaran abses pada soft tissue pada pre dan pasca kontras

Kesimpulan: degenerative discus intervertebralis T2-3 yang disertai HNP

posterocentral grade 1 level tersebut

3. Pemeriksaan laboratorium (02/09/2022)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.6 12.0 – 18.0 g/dl

38
Leukosit 9.70 3.0 – 11 ribu/ul
Eritrosit 4.36 4.00 – 5.30 juta/ul
Hematokrit 36.3 36.0 – 48.0 %
Trombosit 357 150 – 400 rb/ul
RDW-CV 13.8 11.0 – 16.0 %
MCV, MCH, MCHC
MCV 83.3 75.0 – 96.0 fl
MCH 28.9 28.0 – 32.0 pg
MCHC 34.7 33.0 – 37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.3 0.0 - 1.0 %
Eosinofil% 2.5 1.0 - 3.0 %
Neutrofil% 72.0 50.0 - 81.0 %
Limfosit% 16.4 20.0 - 40.0 %
Monosit% 8.8 2.0 - 8.0 %
GINJAL
Ureum 18.3 15 - 45 mg/dl
Kreatinin 0.5 0.6 - 1.0 mg/dl

IV. DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : LBP

Diagnosis Topis : Discus intervertebralis thoracal 2-3

Diagnosis Etiologi : HNP

V. PENATALAKSANAAN

- IVFD NS 0,9% 10 tpm

- Inj. Dexamethasone 2x1 amp

- Inj. Ranitidin 2x1 amp

- Inj. Mecobalamin 2x1 amp

- PO. Gabapentin 1x300 mg

- PO. Amitriptilin 25 mg 2x1

- PO. Tramadol 2x1

VI. PROGNOSIS

39
Ad vitam : bonam

Ad fungsionam : bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

BAB IV

PEMBAHASAN

Keluhan utama pasien ketika datang adalah nyeri punggung bawah.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien

didiagnosis dengan hernia nucleus pulposus. Hernia Nucleus Pulposus (HNP)

adalah suatu penyakit, dimana bantalan lunak diantara ruas-ruas tulang belakang

(soft gel disc atau Nukleus Pulposus) mengalami tekanan dan pecah, sehingga

terjadi penyempitan dan terjepitnya urat-urat saraf yang melalui tulang belakang

40
kita. Saraf terjepit lainnya disebabkan oleh keluarnya nukleus pulposus dari

diskus melalui robekan annulus fibrosus keluar menekan medullas spinalis atau

mengarah ke dorsolateral menekan saraf spinalis sehingga menimbulkan rasa

nyeri yang hebat.6,10

Pada pasien didapatkan beberapa faktor risko dimana pasien memiliki

pekerjaan yang mengharuskan untuk duduk dalam jangka waktu yang lama yaitu

hingga 12 jam/ hari. sehingga sesuai dengan faktor lain yang dapat menyebabkan

HNP yaitu memiliki pekerjaan yang menetap (tidak aktif), memerlukan

mengangkat berat atau banyak membungkuk dan memutar, riwayat cedera

pinggang, riwayat operasi tulang belakang.12,13

Pasien juga memiliki riwayat sebagai perokok aktif sebanyak rata-rata 24-

30 batang/hari. Pada penelitian Bento et al didapatkan 23 koresponden yang

mengalami nyeri punggung bawah dari 66 koresponden yang merupakan perokok

dengan persentase 36,5%. Hasil penelitian ini berkaitan dengan keluhan nyeri

punggung bawah dan riwayat pasien yang merupakan perokok aktif. LBP

dikaitkan dengan merokok dalam penelitian ini. Penjelasan yang mungkin untuk

hubungan ini dengan merokok adalah bahwa komponen rokok menyebabkan

perubahan pH dan nutrisi dari diskus intervertebralis dengan predisposisi herniasi

diskus, pengurangan resistensi otot-otot yang terlibat dengan stabilisasi tulang

belakang lumbar, dan gangguan persepsi rasa nyeri. Pasien juga diketahui

memiliki riwayat perceraian dalam pernikahannya. Menurut penelitian, dari 35

koresponden yang memiliki riwayat perceraian dalam pernikahan didapatkan 14

koresponden yang mengalami keluhan nyeri punggung bawah dengan persentase

41
22,2%. Hasil penelitian ini sesuai dengan kasus pasien dimana terdapat riwayat

perceraian dalam status pernikahan. Pada penelitian, didapatkan risiko nyeri

punggung bawah yang lebih tinggi pada peserta yang telah bercerai dibandingkan

peserta yang lajang atau menikah, terlepas dari jenis kelamin pasien. Hilangnya

dukungan sosial mungkin berhubungan dengan peningkatan risiko meningkatnya

depresi dan kecemasan yang mungkin berkaitan dengan kondisi muskuloskeletal,

seperti nyeri punggung bawah. 25

Gejala yang dialami pasien adalah nyeri punggung bawah menjalar sampai

tungkai sesuai dengan teori bahwa nyeri punggung pun dapat menjalar ke bokong,

dan bisa sampai ke kaki, sifat nyeri radikuler. Gejala klinis HNP selama istirahat

nyeri berkurang dan jika aktivitas nyeri bertambah, hal ini sesuai dengan keadaan

pasien yang merasakan nyeri memberat pada saat pasien beraktivitas, dan

membaik saat pasien berbaring dan istirahat.13

Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan refleks patologis maupun tanda

meningeal. Kemudian untuk pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan MRI

thorakal kontras dan didapatkan kesimpulan degeneratif discus intervertebralis

disertai hernia nucleus pulposus posterocentral grade 1 setinggi level torakal 2-3.

Pasien selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan ENMG.

Selama menjalani perawatan, pasien diberikan pengobatan IVFD NS 10

tpm, inj. Dexamethasone, inj. Ranitidin, inj. Mecobalamin, Po Gabapentin, Po

Tramadol, Po Amitriptilin. Infus NS digunakan untuk menjaga keseimbangan

cairan dan elektrolit. Inj Ranitidin ditujukan sebagai gastroprotektor untuk

mencegah terjadinya iritasi lambung, kemudian Inj. Mecobalamin atau vitamin

42
B12 yang sering digunakan untuk mengobati neuropati perifer. Gabapentin

diberikan sebagai antikonvulsan yang memiliki potensi sebagai analgetik

adjuvant. Pada pasien ini diberikan tramadol yang merupakan obat golongan

opioid untuk meredakan nyeri intensitas sedang-berat. Pada pasien juga diberikan

amitriptilin 25 mg 2x1. Amitriptilin merupakan terapi pilihan utama untuk nyeri

neuropatik dari golongan trisiklik antidepresan. Dosis amitriptilin yang

direkomendasikan dimulai pada 10 mg per hari, dosis dapat ditingkatkan agar

mendapatkan efek optimal, tetapi tidak lebih dari 75 mg per hari. 20,24

BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki bernama Tn. KS usia 54 tahun

yang dirawat di Ruang Berlian RSUD Dr. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin

dengan keluhan utama nyeri punggung bawah. Berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis mengarah pada Hernia Nucleus Pulposus.

Tatalaksana pada pasien yang telah diberikan adalah IVFD NS 10 tpm, inj.

Dexamethasone, inj. Ranitidin, inj. Mecobalamin, Po Gabapentin, Po Tramadol,

Po Amitriptilin.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Aini N, Silvia D I. Perbedaan Karakteristik Individu Dan Karakteristik


Pekerjaan Terhadap Keluhan Low Back Pain Pada Tenaga Kesehatan Di
RSIA Kenari Graha Medika Cileungsi Tahun 2019. Kesehatan Dan
Kebidanan.2019;8(2).

2. Putri DAR, Imandiri A, Rachmawati .Therapy Low Back Pain With Swedish
Massage, Acupressure And Turmeric. Journal Of Vocational Heath
Studies.2020

3. Maulida E. Hubungan Posisi Kerja Dengan Kejadian Low Back Pain Pada
Petani Di Kecamatan Panti Kabupaten Jember. [Skripsi]. [Jember] Fakultas
Keperawatan, Universitas Jember;2020.

44
4. Riski MM, Saftarina F. Tatalaksana Medikamentosa Pada Low Back Pain
Kronis. Majority2020;1(9).

5. Ng JY, Mahmuddin U. Quality Of Complementary And Alternative Medicine


Recommendation Back Pain Low Guidelines. European Spine Journal. 2020.

6. Hurwitz El, Ran Dh Awa K, Yu H, Cote P, Haldeman S. The Global Spine


Care Initiative; A Summary Of The Global Burden Of Low Back Pain And
Neck Palu Studies. European Spine Journal.2018.

7. Sufreshtri H , Puspitasari N. Pengaruh Workplace Stretching Active Dynamic


Back Exercise Terhadap Peningkatan Aktivitas Fungsional Low Back Pain
Miogenik Pada Penjahit. Visikes.2020;19(1).

8. Gaya LL. Pengaruh aktivitas olahraga, kebiasaan merokok, dan frekuensi


duduk statis dengan kejadian low back pain. J Agromed Unila. 2015;2(2).

9. Tarakkol R, Elsami J, Amiri A, Zarshenas L. Survey Of Awareness About


The Risk Factors Of Lom Back Pain Among Operating Room Personnel Of
Shiraz Hospital; A Cross-Sectional Study. Journal Homepage.2020.

10. Alder A MA, Alexander CM, Mc Gregor AH. Prevalence And Incidence Of
Low Back Pain In The Kingdom Of Saudi Arabia: A Systematic Review.
Journ Al Of Epidemiology And Global Health.2019.

11. Regan, John J. Spondylosis. 2010. [cited 14 April 2015]. Available from:
http://www.spineuniverse.com/conditions/spondylosis/spondylosis.

12. Wilyo RD, Rondo AGEY, Tubagus VN. Baju Magnetic Resonance Imaging
Lumbosakral Pada Penderita Dengan LBP Di Bagian/ Instalasi Radiologi FK
Unsrat/ Rsup Prof. Dr. R. D Kandou Manado Periode April-Oktober 2019.
Jurnal Unsrat.2020; 8(1):41 -5.

13. Zhang TT, Et All. Obesity Is A Risk Factor For Low Back Pain. Walters
Heath.2016.

14. Novianti YPP. Pengaruh Core Stability Exercise Terhadap Tingkat LBP
Miogenik Pada Ibu Rumah Tangga Di Dusun Gondang Desa Parengan.
[Skripsi][Malang]. Fakultas Ilmu Kesehatan , Universitas Muhammadiyah
Malang. 2017.

15. Mahendra A. Hubungan Usia, Masa Kerja, Status Gizi Dan Intensitas Getaran
Mesin Dengan Keluhan Subyektif Low Back Pain. [Artikel Ilmiah]
[Semarang] Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah
Semarang.2018.

45
16. Arif I. Asuhan Keperawatan Pada Tn. I Low Back Pain Di Ruangan Rawat
Inap Ambun Suri Lantai 3 RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun
2018. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang. 2018

17. Pangestu SE. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Keluhan Low Back Pain
Pada Perawat Di Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) Instalasi Bedah.
[Skripsi].[Purwokerto]. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Purwokerto. 2018.

18. Allegri M, Et All. Mekanism Of Low Back Pain: A Guide For Diagnosis And
Therapy. F1000 Research. 2016.

19. Hegmann KT , Et All. Diagnostic Test For Low Back Disorder. JOEM.
2019;4(61).

20. Foster NE, Et All Prevention And Treatment Of Low Back Pain: Evidence,
Challenge, And Promising Direction. The Lancet.2018.

21. Wenger HC, Cifu AS. Treatment Of Low Back Pain. Jama Clinical Guideline
Sinopsis.2017;8(318).

22. Urits L, Et All. Low Back Pain, A Comprehensive Review: Phatophysiology,


Diagnosis And Treatment. Curr Pain Rep Journal.2019;23 (23).

23. Foster NE,Windt DAVID, Dunn KM, Croft P. Prognosis Research In Health
Care Concept, Methods And Impact. Oxford University Press.2019.

24. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang
GPDO. Harsono ed. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: UGM Press.
2000; 84-89.

25. Bento TPF et al. Low back pain and some associated factors: is there any
difference between genders?. Brazilian Journal of Physical Therapy.
2020;24(1): 79-87.

46

Anda mungkin juga menyukai