Anda di halaman 1dari 22

Referat

TONSILITIS

Oleh :

Nadia Salsabila Az-Zalwi 21100707360803111

PRESEPTOR
dr. Jenny Tri Yuspita S, Sp.THT-KL

SMF THT-KL
RSUD M. NATSIR SOLOK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat ini dengan judul “Tonsilitis” yang
merupakan salah satu tugas kepaniteraan klinik dari bagian THT-KL.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada dr. Jenny Tri Yuspita S,
Sp.THT-KL selaku pembimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat ini
tepat waktu demi memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna, karena itu
penulis mengharapkan masukan dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan laporan kasus ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Solok, 12 June 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................................1
1.2 Tujuan.............................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................4
2.1 Anatomi Tonsil...............................................................................................................4
2.2 Definisi Tonsilitis............................................................................................................6
2.3 Klasifikasi Tonsilitis.......................................................................................................8
2.4 Etiologi Tonsilitis............................................................................................................9
2.5 Patofisiologi Tonsilitis....................................................................................................9
2.6 Gambaran Klinis............................................................................................................10
2.7. Diagnosis Tonsilitis.......................................................................................................11
2.8 Diagnosis Banding.........................................................................................................12
2.9 Penatalaksanaan.............................................................................................................13
2.10 Komplikasi...................................................................................................................14
2.11 Prognosis......................................................................................................................14
2.12 Tonsilektomi................................................................................................................14
BAB III PENUTUP............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tonsilitis merupakan peradangan tonsil palatina yang merupakan salah satu bagian

pembentuk cincin waldeyer. Cincin waldeyer di bentuk oleh beberapa tonsil, anatara lain adenoid

tonsil (1), tonsil palatina (2), tonsil lingual (30-100), dan tuba tonsil (2). Penyebaran infeksi

dapat melalui udara (droplets), tangan, dan ciuman. Sering terjadi terutama pada anak, walaupun

dapat mengenai semua umur.

Berdasarkan waktu berlangsung (lamanya) penyakit, tonsilitis terbagi menjadi 2, yakni

tonsilitis akut jika penyakit (keluhan) berlangsung kurang dari 3 minggu dan tonsilitis kronis jika

inflamasi atau peradangan pada tonsil palatina berlangsung lebih dari 3 bulan atau menetap.

Infeksi terjadi terus menerus karena kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotic.

Tonsilitis akut dapat disebabkan baik oleh virus, bakteri aerob maupun anaerob. Bakteri yang

sering menyebabkan peradangan akut adalah golongan Streptokokus β hemolitikus grup A,

Staphilokokusaureus,Streptokokus pneumaniae, Haemophilus influenza. Infeksi kronis pada

tonsil merupakan lanjutan infeksi akut yang tidak mengalami penyembuhan sempurna, dimana

kuman penyebab tonsilitis kronis sama pula dengan tonsilitis akut.

Epidemiologi tonsilitis di Indonesia Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI

tahun 2012, angka kejadian penyakit tonsilitis di Indonesia sekitar 23%. Berdasarkan data

epidemiologi penyakit THT di tujuh provinsi di Indonesia pada bulan September tahun 2012,

prevalensi tonsillitis kronik sebesar 3,8%.

1
Peradangan tonsil akan mengakibatkan pembesaran yang menyebabkan kesulitan

menelan atau seperti ada yang mengganjal di tenggorok. Pada anak biasanya keadaan ini juga

dapat mengakibatkan keluhan berupa ngorok saat tidur karena pengaruh besarnya tonsil

mengganggu pernafasan bahkan keluhan sesak nafas juga dapat terjadi apabila pembesaran tonsil

telah menutup jalur pernafasan. Jika peradangan telah ditanggulangi, kemungkin tonsil kembali

pulih seperti semula atau bahkan tidak dapat kembali sehat seperti semula. Apabila tidak terjadi

penyembuhan yang sempurna pada tonsil, dapat terjadi infeksi berulang. Apabila keadaan ini

menetap, bakteri patogen akan bersarang di dalam tonsil dan terjadi peradangan yang kronis atau

yang disebut dengan tonsilitis kronis

Diagnosis dari tonsilitis akibat infeksi Streptokokus β hemolitikus grup A yang

ditemukan di tenggorok, selain di dasarkan atas gambaran klinis, pemeriksaan bakteriologik,

perlu juga pemeriksaan imunologik sebagai tanggapan antibodi terhadap produk Streptokokus

yang bersifatantigenik. Tetapi berbeda halnya dengan tonsilitis kronik, hasil pemeriksaan

bakteriologik dari usapan tenggorok, kadang tidak dapat dipercaya oleh karena hasil biakan

kuman dari permukaan tonsil tidak dapat menggambarkan keadaan kuman yang berbeda dalam

tonsil. Diperlukan pemeriksaan kadar antibodi terhadap Streptokokus β hemolitikus grup A, pada

tonsilitis kronik untuk mengetahui adanya infeksi tersebut

Ketepatan terapi dan edukasi pada fase tonsilitis akut dapat menghindari kejadian dari

tonsilitis kronis dan komplikasi yang dapat terjadi. Penatalaksanaan tonsilitis meliputi

medikamentosa dan operatif. Terapi medikamentosa yaitu dengan pemberian antibiotika sesuai

kultur ditujukan untuk mengatasi infeksi yang terjadi baik pada tonsilitis akut, maupun tonsilitis

rekuren atau tonsilitis kronis eksaserbasi akut. Sedangkan Pada tonsil hipertrofi yang dapat

2
menyebabkan keadaan emergency berupa obstruksi saluran napas yang merupakan indikasi

absolut untuk tindakan tonsilektomi.

1.2 Tujuan

Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian THT-KL di RSUD

M.Natsir Kota Solok mengenai Tonsilitis.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tonsil

Tonsil merupakan salah satu pertahanan tubuh terdepan. Tonsilterdiridari jaringan limfoid

yang dilapisi oleh epitel respiratori.Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran

di faring yang terdiri dari tonsilpalatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsillingual, dantonsiltuba eustachius.

A) Tonsil Palatina

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa

tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan

pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm,

masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil.

Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal

sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh:

a) Lateral – muskulus konstriktor faring superior

b) Anterior – muskulus palatoglosus

c) Posterior – muskulus palatofaringeus

4
d) Superior – palatum mole

e) Inferior – tonsil lingual

Perdarahan

Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1) arteri maksilaris

eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri

maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan

cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior

diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara

kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri

faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang

bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil,

vena lidah dan pleksus faringeal

Persarafan

Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal)

dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk kira-

kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi

adalah sel plasma yang matan. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin

(IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di

jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel

retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel

ilmfoid. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan

5
proliferasi

6
limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan

mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan

sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.

B) Adenoid Tonsil

Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang

sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu

segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun

mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus.

Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan

adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat

meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada

masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7

tahun kemudian akan mengalami regresi

C) Tonsil Lingual

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum

glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada

apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata .

2.2 Definisi

Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau amandel.

Berikut adalah gambar tonsilitis :

7
Tonsilitis adalah infeksi amandel pada kelenjar di kedua sisi belakang tenggorokan.

Amandel adalah bagian dari sistem kekebalan, yang melindungi dan membantu tubuh untuk

melawan infeksi. Tonsilitis sangat umum dan dapat terjadi pada semua usia. Hal ini paling umum

pada anak-anak dan dewasa muda.Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh

kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus pygenes, dapat

juga disebabkan oleh virus.

8
2.3 Jenis-Jenis Tonsilitis

1. Tonsillitis akut

Dibagi lagi menjadi 2, yaitu :

a. Tonsilitis viral

Ini lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab paling

tersering adalah virus Epstein Barr.

b. Tonsilitis Bakterial

Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A stereptococcus beta hemoliticus yang

dikenal sebagai strept throat, pneumococcus, streptococcus viridian dan streptococcus piogenes.

Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mulai mati.

2. Tonsilitis membranosa

a. Tonsilitis Difteri

Penyebabnya yaitu oleh kuman Coryne bacterium diphteriae, kuman yang termasuk

Gram positif dan hidung di saluran napas bagian atas yaitu hidung, faring dan laring.

b. Tonsilitis Septik

Penyebab streptococcus hemoliticus yang terdapat dalam susu sapi sehingga

menimbulkan epidemi. Oleh karena di Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan cara pasteurisasi

sebelum diminum maka penyakit ini jarang ditemukan.

3. Angina Plout Vincent

Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada

penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. Gejala berupa demam

sampai 39° C, nyeri kepala , badan lemah dan kadang gangguan pecernaan.

9
4.Tonsilitis kronik

Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis ialah rangsangan yang menahun dari

rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca kelemahan fisik dan

pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi

kadang dapat berbeda.

2.4 Etiologi

Bakteri penyebab terbanyak adalah streptokokus beta hemolitikus group A,Misalnya:

Pneumococcus, staphylococcus, Haemalphilus influenza, sterptoccoccus non hemoliticus atau

streptoccus viridens. Selain itu dapat disebabkan oleh virus eppstein barr, hemofilus influenza.

Penyebabnya infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil berfungsi membantu

menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi.

Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang,

menyebabkan tonsillitis.

2.5 Patofisiologi

Saat bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut,amandel berperan

sebagai filter, menyelimuti organism yang berbahaya tersebut sel-sel darah putih ini akan

menyebabkan infeksi ringan pada amandel.Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk

antibody terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan

menahan infeksi atau virus.Infeksi bakteri dari virus inilah yang menyebabkan tonsillitis.

Bakteri atau virus menginfeksi lapisan epitel tonsil-tonsil epitel menjadikan terkikis dan

terjadi peradangan serta infeksi pada tonsil.Infeksi tonsil jarang menampilkan gejala tetapi dalam

kasus yang ekstrim pembesaran ini dapat menimbulkan gejala menelan.Infeksi tonsil yang ini

adalah peradangan di tenggorokan terutama dengan tonsil yang abses (abses peritonsiler).Abses

1
besar yang terbentuk dibelakang tonsil menimbulkan rasa sakit yang intens dan demam tinggi

(39C-40C).abses secara perlahan-lahan mendorong tonsil menyeberang ke tengah tenggorokan.

Dimulai dengan sakit tenggorokan ringan sehingga menjadi parah.pasien hanya mengeluh

merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan.Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran

menelan,panas,bengkak,dan kelenjar getah bening melemah didalam daerah submandibuler,sakit

pada sendi dan otot,kedinginan, seluruh tubuh sakit,sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga.

Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan,belakang tenggorokan akan

terasa mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam.

2.6 Manifestasi Klinis

Pasien yang menderita tonsilitis biasanya akan merasakan hal seperti berikut :

a. sakit tenggorokan dan leher

b. Nyeri ketika menelan

c. drooling pada anak-anak

d. demam (suhu tubuh yang lebih 37.5ºC untuk orang dewasa dan lebih dari 38 º C pada

anak-anak)

e. kehilangan nafsu makan, dan merasa umumnya 'tidak sehat'

f. amandel merah dan bengkak (dengan nanah)

g. bengkak dan kelenjar getah bening tender (kelenjar) di kedua sisi leher

h. perubahan suara mereka (seperti terdengar 'Serak' atau teredam).

Anak-anak mungkin mengeluh sakit perut tanpa sakit yang tenggorokan, dan mereka

mungkin muntah. Anak-anak kecil mungkin hanya mengalami demam.

1
2.7 Diagnosis

Anamnesa di dapatkan :

a. Tonsilitis akut : nyeri tenggorok, nyeri waktu menelan, demam tinggi, lesu, nyeri

di sendi-sendi, tidak nafsu makan, nyeri alih di telinga

b. Tonsilitis difteri : Suhu sub febris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah,

nyeri menelan

c. Tonsilitis septik angina plaut Vincent : demam, nyeri kepala, badan lemah, kadang

terdapat gangguan pencernaan, nyeri pada mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi

mudah berdarah

d. Tonsilitis kronik : rasa mengganjal di tenggorok, kering ditenggorok, nafas

berbau Pemeriksaan fisik di dapatkan :

a) Akut : tonsil membengkak, hiperemis, terdapat detritus berbentuk folikel,

lacuna/ tertutup oleh membrane semu, kelenjar submandibular bengkak

b) Tonsilitis difteri ; tonsil bengkak, tertutup bercak putih kotor yang semakin lama

menyebar luas membentuk membrane semu, jika di coba angkat maka akan

mudah berdarah. Dapat juga kelenjar limfa leher membesar hingga membentuk

leher sapi (bull neck)/ burgemeesters hals

c) Tonsilitis angina plaunt Vincent : mukosa mulut faring hiperemis,membrane

putih keabuan diatas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris,

mulut berbau, kelenjar sub mandibula membesar.

Selain dari anamnesa dan pemeriksaan fisik, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan

penunjang. Usap tonsilar dikultur untuk menentukan adanya infeksi bakteri. Uji kultur bakteri

penyebab. Jika tonsil adenoid ikut terinfeksi maka dapat menyebabkan otitis media supuratif

yang

1
mengakibatkan kehilangan pendengaran, pasien harus diberikan pemeriksaan audiometik secara

menyeluruh sensitivitas/ resistensi dapat dilakukan jika diperlukan.

2.8 Diagnosis Banding

a) Abses peritonsil

Manifestasi klinis : Odinofagia, Otalgia. Muntah, Mulut bau, Hipersalivasi, Suara

gumam, Sukar membuka mulut (trismus)

Pemeriksaan fisik : Palatum mole membengkak dan menonjol kedepan, dapat teraba

fluktuasi, Uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral, Tonsil bengkak, hiperemis,

detritus, terdorong kearah tengah, depan, bawah

b) Faringitis viral

Manifestasi klinis : Nyeri tenggorokan, nyeri menelan, mual, hidung berair

Pemeriksaan fisik : Laring don tonsil hiperemis, Maculopapular rash, Konjungtivitis,

Pembesaran KGB

c) Faringitis bacterial

Manifestasi klinis : Nyeri menelan, Kadang disertai demam tinggi, Muntah, Jarang

disertai batuk

Pemeriksaan fisik : Tonsil membesar, Faring dan laring hiperemis & eksudat Petekie

pada palatum dan faring (setelah beberapa hari), Kelenjar limfe leher membesar, kenyal,

dan nyeri tekan

d) Abses retrofaring

Manifestasi klinis : Rasa nyeri dan sulit menelan, Demam, Leher kaku, Sesak napas

(sumbatan jalan napas), Stridor, Terjadi perubahan suara

1
Pemeriksaan fisik : Benjolan di dinding belakang faring (unilateral), Mukosa bengkak dan

hiperemis

2.9 Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan tonsillitis akut

a) Antibiotik golongan penelitian atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat

isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klidomisin.

b) Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk

mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.

c) Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung

selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3 kali negative

d) Pemberian antipiretik

b. Penatalaksanaan tonsillitis kronis

a) Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.

b) Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif

tidak berhasil.

c. Penatalaksanaan tonsilitis difteri

a) Anti difteri serum dosis 20.000-100.000 unit tergantung umur dan berat penyakit

b) Antibiotic penisilin atau eritromisin 25-50 mg/KgBB terbagi dalam 3 dosisi selama 14 hari

c) Kortikosteroid 1,2 mg/KgBB perhari

d) Antipiretik untuk jika demam

1
e) Pasien diisolasikan dan istirahat di tempat tidur selama 2-3

minggu d penatalaksanaan angina plaut Vincent

a) Antibiotic spektrum lebar selama 1 minggu

b) Perbaiki higeine mulut

c) Vitamin C dan vitamin B kompleks

2.10 Komplikasi

1. Tonsilitis akut : OMA, sinusitis, abses peritonsil, abses parafaring, bronchitis, artiris dan

septikemia akibat infeksi v. jugularis interna

(sindrom lemieree), mengorok saat tidur, OSA

2. Tonsilitis difteri : sumbatan jalan nafas, miokarditis, kelumpuhan otot palatum mole, otot

mata untuk akomodasi, otot faring, otot laring, kesulitan menelan, suara parau,

kelumpuhan otot pernafasan

3. Tonsilitis kronis : rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum,

endocarditis, artritis, myositis, nefritis, uveitis, iridosikitis, dermatitis, pruritis, urtikaria,

furunkulosis

2.11 Prognosis

Quo ad Vitam : Bonam

Quo ad Fungsionam : Dubia ad Bonam

Quo ad Sanationam : Dubia

2.12 Tonsilektomi

Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsil palatina. Terdapat

indikasi tertentu dari tonsilektomi pada kasus tonsilitis

1
1. Menurut American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery (AAO-

HNS) (1995)

Indikasi Absolut

a) Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat,

gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner

b) Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase

c) Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam

d) Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi

anatomi Indikasi Relatif

a) Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik adekuat

b) Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi medis

c) Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik dengan

pemberian antibiotik β-laktamase resisten

d) Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai merupakan suatu keganasan

2. Menurut Hoddeson dan Gourin 2009

Indikasi Absolut

a) OSA/SDB

b) Sumbatan jalan nafas dengan corpulmonal

c) Hemorrhagic tonsilitis

d) Tonsilitis penyebab kejang demam

e) Suspek keganasan

Indikasi relative

1
a) Tonsilitis akut rekuren

b) Tonsilitis kronik yang tidak mempan dengan antibiotic

c) Tonsilitis yang terkait dengan halithosis dan nyeri, tidak respon dengan pengobatan

d) Abses peritonsil

e) Disfagia karena hipertrofi adenoid

3. Menurut kriteria paradise 2002

a) 7 episode serangan atau lebih dalam 1 tahun

b) 5 episode serangan atau lebih dalam 2 tahun

c) 3 episode serangan atau lebih dalam 3

tahun Gejala setiap episode

a) Suhu naik lebih dari 38,5 derajat celcius

b) Limfadenopati >2 cm

c) Eksudat dan eritema pada tonsil dan faring

d) Test B hemolitikus streptococcus positif dan sudah mendapat terapi antibiotic.

1
BAB III

KESIMPULAN

Tonsilitis merupakan penyakit THT-KL yang cukup sering terjadi. Tonsilitis dimulai dari

tonsilitis akut hingga menjadi tonsilitis kronik. Gejala klinis dari penderita tonsilitis dapat berupa

demam, nyeri menelan, tenggorokan terasa mengganjal, lesu, letih, dan banyak lagi. Pemberian

terapi dan edukasi yang tepat pada penderita tonsilitis akut dapat menghindari terjadi tonsilitis

kronik dan terjadinya komplikasi. Terapi konservatif dapat diberikan sesuai kuman/bakteri yang

menginfeksi. Dapat juga diberikan terapi operatif bilamana penderita memenuhi kriteria untuk

tonsilektomi.

1
Daftar Pustaka

Rahardjo SP. Jangan sepelekan Amandel.LSQ. Makasar.2022

Fakh IM, Novialdi, Elmatris. Karakteristik pasien Tonsilitis Kronis Pada Anak di Bagian THT-
KL di RSUP M. Djamil Padang Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Andalas. 2016. PP : 436-32

Zuhdi M, Triola S, Teti A. Hubungan Antara Usia dengan Ukuran Tonsil Pada Tonsilitis Kronis
di Rumah Sakit Islam Siti Rahmah Padang Sumatera Barat Pada Tahun 2017-2018. Health and
Medical Journal. 2020. PP :19-28

Salihat A, novialdi, Irawati L. Hubungan Umur, Jenis Kelamin dan Perlakuan Penatalaksanaan
dengan Ukuran Tonsil pada Penderita Tonsilitis Kronis di Bagian THT-KL RSUP DR M. Djamil
Padang Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Andalas. 2015

Kentjono WA, Juniati SH, Sutikno B. Pediatric otorhinolaryngology head and neck surgery :
common clinical aspects. Fakultas Kedokteran Universitad Airlangga. 2016. PP : 3-26

Soepardi EA, dkk. Ed. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher.
Ed 7.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012. PP : 197-200.

Anda mungkin juga menyukai