TONSILITIS
Disusun Oleh:
I4061192020
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
LEMBAR PERSETUJUAN
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat
dengan judul “Tonsilitis”. Referat ini dibuat sebagai salah satu syarat
kelulusan kepaniteraan klinik Stase Ilmu Penyakit THT-KL RSUD Doktor
Soedarso Pontianak.
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
b. Tonsilitis Difteri
Frekuensi kejadian tonsilitis difteri menurun seiring keberhasilan
imunisasi aktif. Tidak semua individu yang terinfeksi akan menjadi sakit.
Terkandung titer anti toksin dalam darah seseorang (minimal 0,03 IU per ml
darah). Tersering ditemukan pada anak berusia di bawah 10 tahun (khususnya
anak berusia 2-5 tahun) walaupun dapat pula ditemukan pada orang dewasa.
Bakteri yang ada menghasilkan endotoksin khusus yang menyebabkan
nekrosis sel epitelial dan ulserasi, sehingga menyebabkan mukosa terluka dan
terbentuk fibrin (pseudomembran). 1
c. Angina Plaut-Vincent (Stomati- Tis Ulser Membranosa)
Ditandai dengan disfagia unilateral dengan napas berbau dan malaise.
Dapat menyebar hingga ke uvula, dinding fairng, gusi dan proteus alveolaris.
Penatalaksanaan dengan antibiotik spektrum luas (Penisilin) selama 1 minggu,
kauter lokal dengan 10% AGNO, atau asam kromik 5%, disertai dengan obat
kumur untuk memperbaiki higienitas mulut. Vitamin C dan vitamin B
kompleks juga dapat diberikan pada pasien. 1
d. Tonsilitis Kronik
Beberapa faktor yang menjadi faktor predisposisi terjadinya tonsilitis
kronik mencakup pajanan radiasi, higienitas oral buruk, rokok, perubahan
cuaca, dan penggunaan obat-obatan.1
Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi
pada tonsila palatina yang menetap. Tonsilitis Kronis disebabkan oleh
serangan ulangan dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan yang
permanen pada tonsil.15
Pada tonsilitis difteri gejala klinis dapat dibagi menjadi gejala umum, gejala
lokal, dan gejala toksik. Gejala umum dapat berupa demam subfebris, sakit kepala,
penurunan nafsu makan, tubuh melemah, nadi lambat dan nyeri menelan. Dalam
24 jam gejala dapat memberat hingga malaise dan sakit kepala berat, dan mual.
Lebih lanjut, pasien dapat hingga pucat, nadi cepat, koma, hingga kematian. Gejala
lokal dapat berupa terdapat membran semu (pseudomembran) pada tonsil, dapat
meluas hingga palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea, dan bronkus yang
hingga dapat menyumbat saluran napas. Awalnya pseudomembran yang terbentuk
berwarna putih keabu-abuan kemudian berwarna abu-abu. Pseudomembran
melekat erat, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Dalam perjalanan
penyakitnya akan teraba kelenjar getah bening leher yang mebesar dan bila
membesar hingga menyerupai leher sapi disebut Burgemeester's hals (bull neck).
Gejala toksik berupa terdapat endotoksin yang dapat merusak jantung (miokarditis
hingga dekompensasio kordis), saraf kranial (kelumpuhan otot palatum dan otot
pernapasan), dan ginjal (albuminuria). 1
a. Anamnesis
Anamnesis diperlukan untuk menentukan tipe tonsilitis (akut, berulang
atau kronik) atau akibat infeksi virus atau bakteri. Umumnya gejala tipikal dari
tonsilitis, seperti nyeri tenggorokan, disfagia, odinofagia, limfadenopati servikal,
suara serak, demam, halitosis, sakit kepala dan hilangnya napsu makan. Namun,
dapat terdapat gejala atipikal pada anak berupa nyeri perut, mual dan muntah. 20
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang diperlukan pada tonsilitis adalah sebagai berikut :
- Ukuran
- Warna
- Permukaan: adanya membran berwarna abu-abu tidak mudah berdarah
mengarah kepada infeksi virus Epstein Barr sedangkan adanya
pseudomembran berwarna putih dan mudah berdarah mengarah pada
diagnosis banding difteri
- Eksudat
- Detritus
- Ulkus
- Kripta melebar/tidak
- Lalu, dilanjutkan palpasi menilai kelenjar getah bening servikal,
pembengkakan dan nyeri tekan serta pemeriksaan telinga dan pergerakan
leher.20,21
- Demam (1 poin)
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diperlukan ketika infeksi bakteri group A
beta-hemolytic streptococcus (GABHS) dicurigai sebagai penyebab tonsilitis
atau ketika tonsilitis menyebar sampai ke struktur leher bagian dalam. Kultur
tenggorok merupakan pemeriksaan standar pada tonsilitis bakteri. 20
1. Kultur Tenggorok
3. Antibodi Antistreptokokus
DAFTAR PUSTAKA
10. Nizar, M., Qamariah, N., & Muthmainah, N. (2016). Identifikasi Bakteri
Penyebab Tonsilitis Kronik pada Pasien Anak di Bagian THT RSUD
Ulin Banjarmasin. Berkala Kedokteran 12; 2: 197-204.
18. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-7. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2015.
21. Chen MM, Roman SA, Sosa JA, Judson BL. Safety of Adult
Tonsillectomy: A Population-Level Analysis of 5968 Patients. JAMA
Otolaryngol Head Neck Surg. 2014 Mar;140(3):197-202.
22. Fine AM, Nizet V, Mandl KD. Large-scale validation of the Centor and
McIsaac scores to predict group A streptococcal pharyngitis. Arch Intern
Med. 2012;172(11);847-852.
23. Fischer P. Defending the Real Standard of Care. Fam Pract Manag.
2009;15(2):48