LUKA BAKAR
Pembimbing:
dr. Daddy Samuel Carol Sp.B
Disusun oleh:
Anastasia N B Weubun
(2265050009)
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Luka
Bakar” dengan baik dan tepat waktu. Karya Tulis ini disusun sebagai salah satu kriteria
ujian dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Indonesia di RSUD CAM BEKASI.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian Karya Tulis ini, terutama
kepada:
1. dr.Daddy Samuel Carol Sp.B selaku pembimbing dan fasilitator atas
pengarahannya bagi penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis ini dan belajar
dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD CAM Bekasi
2. Jajaran para dokter dan staff Ilmu Bedah RSUD CAM Bekasi
3. Rekan - rekan dalam Kepaniteraan Klinik RSUD CAM Bekasi
Kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkat kepada semua pihak yang telah
turut membantu. Penulis menyadari bahwa Karya Tulis ini masih jauh dari sempurna oleh
karna itu penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran yang membangun. Akhir
kata, penulis berharap agar Karya Tulis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
kedokteran dan pengetahuan bagi pembaca. Kiranya Tuhan selalu melimpahkan karunia-
Nya kepada kita semua.
Penulis
(Anastasia Weubun)
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................4
1.2 Tujuan.................................................................................................................5
1.3 Manfaat...............................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................32
3
BAB I
PENDAHULUAN
Luka bakar merupakan kerusakan atau cedera kulit tubuh yang disebabkan
oleh trauma panas atau trauma dingin (frost bite). Penyebabnya bisa karena api, air
panas, listrik, kimia, radiasi dan trauma dingin (frost bite). 1 Ketika terjadi luka bakar
maka tubuh akan berespon, baik secara lokal maupun sistemik. Respon tubuh
terhadap luka bakar tergantung dari tingkat keparahan, penyebab,cedera inhalasi,
paparan terhadap toksin, cedera traumatik, usia, penyakit kronis, intoksikasi obat dan
alkohol, dan waktu pemberian tindakan medis.1 Derajat kerusakan lapisan kulit
mempengaruhi kedalaman luka bakar.3 Perubahan sistemik yang terjadi akibat luka
bakar dipengaruhi oleh Total Body Surface Area (TBSA) di mana jika cukup parah
akan menyebabkan hipermetabolisme, gangguan hemodinamik, peningkatan
permeabilitas usus, penurunan aliran darah ginjal, imunosupresi, peningkatan
permeabilitas vaskular, dan edema. Luka bakar juga dapat menyebabkan syok
distributif, disfungsi organ, sepsis, hingga kematian.1,3
4
manajemen sistemik, dan skin graft sering juga diperlukan untuk pengobatan topikal.
Penanganan awal yang
5
tidak tepat ataupun penundaan dapat menimbulkan efek buruk pada pengobatan dan
perjalanan penyakit selanjutnya. Oleh karena itu, evaluasi yang akurat dari tingkat
keparahan dan inisiasi pengobatan yang tepat diperlukan dalam penanganan luka
bakar.2
Data yang diperoleh dari WHO menyebutkan bahwa wanita di wilayah Asia
Tenggara memiliki angka kejadian luka bakar yang tertinggi, 27% dari angka
keseluruhan secara global meninggal dunia dan hampir 70% diantaranya adalah
wanita. Data Nasional mengenai angka mortalitas atau data kejadian luka bakar di
seluruh Indonesia masih belum ada. Umumnya pusat luka bakar di level RSUP atau
RSUD yang memiliki bidang bedah plastik mempunyai data pasien yang dirawat di
unit luka bakar RSUP / RSUD tersebut.1
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah:
a. Tujuan Umum: Mengetahui dan memahani mengenai luka bakar
b. Tujuan Khusus: Menjelaskan definisi, epidemiologi, klasifikasi, etiologi, faktor
risiko, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana, komplikasi, serta prognosis luka
bakar.
1.3 Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan juga wawasan
kepada mahasiswa/mahasiswi yang sedang menjalani stase ilmu bedah mengenai luka
bakar dan penatalaksanaannya.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
Dermis terhubung dengan epidermis melalui membran basal dan terdiri dari dua
lapisan yang terdiri dari jaringan ikat, yaitu lapisan papiler dan retikuler yang tergabung
tanpa batas yang jelas. Lapisan papiler adalah lapisan atas yang lebih tipis, terdiri dari
jaringan ikat longgar, serta kontak dengan epidermis. Lapisan retikuler adalah lapisan
yang lebih dalam, lebih tebal, selnya lebih sedikit, dan terdiri dari jaringan ikat padat/
berkas serat kolagen. Di dalam lapisan dermis terdapat kelenjar keringat, rambut,
folikel rambut, otot, neuron sensorik, dan pembuluh darah. 4
Hipodermis merupakan lapisan kulit terdalam dan disebut juga sebagai fasia
subkutan. Lapisan ini mengandung lobulus adiposa, folikel rambut, neuron sensorik,
dan pembuluh darah. 4
Luka bakar merupakan cedera pada kulit atau jaringan organik lainnya yang
terutama disebabkan oleh panas atau karena radiasi, radioaktivitas, listrik, gesekan,
dingin, panas, atau kontak dengan bahan kimia. Namun Sebagian besar dibebabkan
8
oleh
9
panas. Luka bakar termal (panas) terjadi ketika sel di atau jaringan kulit dihancurkan
oleh: cairan panas (melepuh/scalds), padatan panas (luka bakar kontak), atau nyala api
3
(flame burn). Luka bakar, utamanya yang berat, umumnya akan disertai dengan
respon imun dan inflamasi, perubahan metabolik, dan syok distributif yang
menyebabkan penanganannya cukup sulit dan dapat berujung pada kegagalan organ
multipel.1
Sekitar 90% luka bakar terjadi pada tingkat sosio ekonomi rendah di negara-
negara berpenghasilan menengah ke bawah, berdasarkan data dari WHO. Wanita
wilayah Asia Tenggara menempati angka kejadian luka bakar tertinggi di mana 27%
dari angka keseluruhan global meninggal dunia. Data studi epidemiologi di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2011-2012 menunjukkan bahwa
terdapat 303 pasien yang dirawat akibat luka bakar dengan perbandingan laki-laki dan
perempuan adalah 2,26:1 dan usia rata-rata yaitu 25,7 tahun. Rata-rata pasien dirawat
selama 13,72 hari dengan angka kematian mencapai 33% pada tahun 2011 dan 34%
pada tahun 2012.2
10
10%
b. TBSA 10-20% pada luka bakar partial thickness pada pasien anak dibawah
11
10 tahun dan dewasa diatas usia 40 tahun, atau luka bakar full-thickness
<10%
c. TBSA ≤10% pada luka bakar full-thickness pada anak atau dewasa tanpa
masalah kosmetik atau mengenai daerah mata, wajah, telinga, tangan, kaki
atau perineum
2.3.3 Luka Bakar Berat
Kriteria luka bakar berat:
a. TBSA ≥25%
b. TBSA ≥20% pada anak usia dibawah 10 tahun dan dewasa usia diatas 40
tahun
c. TBSA ≥10% pada luka bakar full-thickness
d. Semua luka bakar yang mengenai daerah mata, wajah, telinga, tangan,
kaki, atau perineum yang dapat menyebabkan gangguan fungsi atau
kosmetik
e. Semua luka bakar listrik
f. Semua luka bakar yang disertai dengan trauma berat atau trauma inhalasi
g. Semua pasien luka bakar dengan kondisi buruk
13
kerusakan vaskuler dan kebocoran pembuluh darah. Vasokonstriktor poten
yaitu tromboksan A2 memilikikonsentrasi yang tinggi pada luka bakar dan
penggunaan inhibitor lokal dapat meningkatkan aliran darah serta menurunkan
zona stasis. Antioksidan, antagonis bradikinin, dan tekanan luka subatmosfer
juga meningkatkan aliran darah dan mempengaruhi kedalaman luka. Interaksi
endotel lokal dengan neutrofil memediasi beberapa respon inflamasi lokal
yang terkait dengan zona stasis. Zona hiperemia ditandai dengan vasodilatasi
dari peradangan di sekitar luka bakar. Daerah ini mengandung jaringan
hidup dari mana proses penyembuhan dimulaidan umumnya tidak beresiko
untuk nekrosis lebih lanjut.3
17
berpindah ke area ekstra-interstinal sehingga terjadi peningkatan translokasi
bakteri dalam beberapa hari setelah luka bakar. Luka bakar juga berhubungan
dengan cedera inhalasi akibat panas atau inhalasi dari asap atau produk kimia
dari pembakaran.1
Pada luka bakar akan terjadi sekresi hormone stress seperti
katekolamin, glukokortikoid, fan glukagon sehingga terjadi peningkatan
tekanan daran, resistensi insulin perifer, serta pemecfahan glikogen, protein,
dan lipid yang akan menyebabkan peningkatan pengeluaran energi,
peningkatan suhu tubuh, kehilangan total protein tubuh, pengecilan otot,
dan peningkatan stimulasi sintesis protein fase akut yang akhirnya akan
menyebabkan katabolisme organ, disfungsi organ, dan kematian.1
19
Gambar 2.8. “Palmar Method”
20
Tabel 2.1. Klasifikasi Derajat Kedalaman Luka Bakar 2
Cap
Kedalaman Warna Bula Refill Sensasi Kesembuhan
21
Gambar 2.10. Luka Bakar Superfisial 2
23
Gambar 2.13. Struktur EMSB 2
A. Primary Survey
Segera identifikasi kondisi-kondisi mengancam jiwa dan lakukan
manajemen emergensi.
a. Airway : Penatalaksanaan jalan nafas dan manajemen trauma
cervical
b. Breathing : Pernapasan dan ventilasi
c. Circulation : Sirkulasi dengan kontrol perdarahan
d. Disability : Status neurogenik
e. Exposure : Pajanan dan pengendalian lingkungan
24
Adapun check list dalam mengidentifikasi dan tata laksana pasien luka
bakar berat pada primary survey berdasarkan Fundamental Critical Care
Support (FCCS course) oleh Asosiasi Critical Care dunia, Early
Management of Severe Burn course, dan ABC of Burn.
26
V (Verbal): merespon cahaya
terhadap rangsang - Hati-hati pada pasien dengan
verbal hipoksemia dan syok karena dapat
P (Pain): merespon terjadi penurunan kesadaran dan
terhadap rangsang gelisah.
nyeri
U (Uneresponsive):
tidak ada respon
Exposure Exposure dan kontrol - Melepas semua pakaian dan
lingkungan aksesorus yang melekat pada
tubuh pasien
- Lakukan log roll untuk melihat
permukaan posterior pasien
- Jaga pasien tetap dalam keadaan
hangat
- Menghitung luas luka bakar
dengan metode “Rule of Nine”
27
Tests Menyingkirkan - X-Ray:
kemungkinan adanya o Lateral cervical
trauma lain o Thorax
o Pelvis
o Lainnya sesuai indikasi
Tubes - Mencegah - Pasang nasogastic tube (NGT)
gastroparesis
- Dekompresi
lambung
B. Secondary Survey
Setelah dilakukan pertolongan pertama maka dapat dilanjutkan dengan
secondary survey. Merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala
sampai kaki. Pemeriksaan dilaksanakan setelah kondisi mengancam nyawa
diyakini tidak ada atau telah diatasi. Tujuan akhirnya adalah untuk
menegakkan diagnosis yang tepat. Maka, hal-hal berikut adalah yang perlu
diperiksa pada secondary survey. 2
a. Riwayat penyakit
Informasi yang harus didapatkan mengenai riwayat penyakit yang
diderita pasien sebelum terjadi trauma:
o A (Allergies) : Riwayat alergi
o M (Medications) : Obat – obat yang di konsumsi
o P (Past illness) : Penyakit sebelum terjadi trauma
o L (Last meal) : Makan terakhir
o E (Events) : Peristiwa yang terjadi saat trauma
b. Mekanisme trauma
Informasi yang harus didapatkan mengenai interaksi antara pasien
dengan lingkungan:
o Luka bakar: durasi paparan, jenis pakaian yang digunakan, suhu
dan kondisi air, jika penyebab luka bakar adalah air panas,
kecukupan tindakan pertolongan pertama
o Trauma tajam: kecepatan proyektil, jarak, arah gerakan pasien saat
terjadi trauma, panjang pisau, jarak dimasukkan, arah
o Trauma tumpul: kecepatan dan arah benturan, penggunaan sabuk
pengaman, jumlah kerusakan kompartemen penumpang, ejeksi
28
(terlontar), jatuh dari ketinggian, jenis letupan atau ledakan dan
jarak terhempas
c. Pemeriksaan secondary survei
o Lakukan pemeriksaan head to toe examination merujuk pada
pemeriksaan sekunder ATLS course (advanced trauma life
support)
o Monitoring / Chart / Hasil resusitasi tercatat
o Persiapkan dokumen transfer
25
2. Kebutuhan nutrisi
Pasien luka bakar membutuhkan makronutrien dan
mikronutrien yang adekuat akibat kondisi hipermetabolik yang dialaminya
dan terjadi peningkatan kehilangan nitrogen yang tinggi di mana terjadi
pemecahan protein hingga 80-90%. Jika kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi
maka proses risiko malnutrisi akan meningkat, gangguan penyembuhan
luka, disfungsi organ, kerentanan terhadap infeksi meningkat, dan
kematian.
Perhitungan kebutuhan energi pasien luka bakar dewasa dapat
dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut:
o Rumus Modifikasi Harris Benedict
Keterangan:
KEB : kebutuhan energi basal
BB : berat badan ideal dalam kilogram (kg)
TB : tinggi badan dalam sentimeter (cm)
U : usia
26
lebih direkomendasikan dibandingkan nutrisi parenteral total karena
dengan
27
masuknya makanan melalui saluran cerna, mukosa usus halus dapat
terlindungi dari kerusakan yang timbul pasca trauma, mencegah
translokasi bakteri melalui dinding usus, perbaikan fungsi imun, kadar
hemoglobin dan albumin serum lebih baik.2
3. Perawatan luka
Tatalaksana perawatan luka bakar bergantung pada
karakteristik dan ukuran luka dan ditujukan untuk penyembuhan yang
cepat dan tidak terlalu menyakitkan. Perawatan luka bakar dapat dibagi
menjadi tiga tahap, yaitu: penilaian, manajemen, dan rehabilitasi. Setelah
luas dan kedalaman luka telah dinilai dan luka telah dibersihkan dan
didebridemen secara menyeluruh, fase manajemen dimulai. Setiap luka
harus dibalut dengan penutup yang sesuai yang memiliki beberapa fungsi.
Pertama, harus melindungi epitel yang rusak, meminimalkan kolonisasi
bakteri dan jamur, dan memberikan tindakan belat untuk mempertahankan
posisi fungsi yang diinginkan. Kedua, balutan harus oklusif untuk
mengurangi kehilangan panas evaporatif dan meminimalkan stres dingin.
Ketiga, balutan harus memberikan kenyamanan atas luka yang
menyakitkan.7
28
2.7.4 Pembedahan
29
Gambar 2.15. Garis Insisi untuk Eskarotomi6
30
Pembentukan sikatrik dan kontraktur pada otot
Deformitas dan gangguan gerak
Multi organ failure, end organ damage
Gangguan psikis seperti post traumatic stress disorder (PTSD), depresi,
dan ansietas
31
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Luka bakar merupakan cedera pada kulit yang meliputi lapisan epidermis dan
dermis. Luka bakar paling banyak disebabkan oleh api. Faktor yang berperan terhadap
respon host adalah tingkat keparahan luka bakar (persentase TBSA dan kedalaman luka
bakar), penyebab luka bakar, cedera inhalasi, paparan terhadap toksin, cedera
traumatik, usia pasien, penyakit kronis pasien, intoksikasi obat dan alkohol, dan waktu
pemberian tindakan medis. Derajat kerusakan lapisan kulit mempengaruhi kedalaman
luka bakar. Perubahan sistemik akibat luka bakar dipengaruhi oleh Total Body Surface
Area (TBSA) yang jika parah dapat menyebabkan hipermetabolisme, gangguan
hemodinamik, peningkatan permeabilitas usus, penurunan aliran darah ginjal,
imunosupresi, peningkatan permeabilitas vaskular, edema. syok distributif, disfungsi
organ, sepsis, hingga kematian.
Diagnosis luka bakar dilakukan dengan melakukan penilaian luas luka bakar
menggunakan rule of nine dan palmar area untuk mendapatkan persentase TBSA. Pada
anak dapat dihitung dengan pediatric rule of nine karena proporsi luas permukaan
tubuh anak dan dewasa berbeda. Penilaian kedalaman luka bakar dilakukan
berdasarkan kedalaman jaringan yang rusak. Kedalaman luka bakar dapat dikategorikan
menjadi luka bakar epidermal, superficial dermal, mid-dermal, deep-dermal dan full
thickness.
Penatalaksanaan luka bakar dimulai dari pertolongan pertama di tempat
kejadian dan dalam 24 jam pertama yang terdiri dari primary survey dan secondary
survey. Primary survey terdiri dari airway, breathing, circulation, disability, dan
exposure. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan pertolongan pertama atau FATT.
Setelah pertolongan pertama dilakukan dapat dilanjutkan dengan secondary survey
dengan memeriksa riwayat penyakit dan mekanisme trauma pada pasien. Pasien dengan
luka bakar luas dan dalam harus mendapatkan perawatan yang lebih intens dengan
merujuk ke RS dengan fasilitas yang memadai. Setelah 24 jam pertama, dapat
dilakukan resusitasi cairan, pemenuhan kebutuhan nutrisi, dan perawatan luka.
32
Pembedahan seperti eksisi tangensial, STSG, eskarotomi, dan fasiotomi dapat
dilakukan sesuai indikasi.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Jeschke MG, van Baar ME, Choudhry MA, Chung KK, Gibran NS, Logsetty S.
Burn injury. Nat Rev Dis Primer. 2020 Dec;6(1):11.
2. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Luka Bakar. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia; 2019.
3. Sabiston DC, Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL, editors.
Sabiston textbook of surgery: the biological basis of modern surgical practic. 20th
edition. Philadelphia, PA: Elsevier; 2017. 2146 p.
4. Yousef H, Alhajj M, Sharma S. Anatomy, Skin (Integument), Epidermis
[Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov. 2021. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470464/.
5. Schaefer T, Szymanski K. Burn Evaluation And Management [Internet].
Ncbi.nlm.nih.gov. 2022. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430741/.
6. Emergency Management of Severe Burns (EMSB). 18th ed. Australian and New
Zealand Burn Association (ANZBA); 2018.
7. Sabiston DC, Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston
Textbook of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice. 21st
edition. Philadelphia, PA: Elsevier; 2021.
8. Brunicardi FC, editor. Schwartz’s principles of surgery. Eleventh edition. New
York: McGraw-Hill; 2018.
9. Complications of Burns.Calgary Guide [Internet]. 2015. Available from:
https://calgaryguide.ucalgary.ca/complications-of-burns/.
10. Dahal P, Ghimire S, Maharjan NK, Rai SM. Baux’s and Abbreviated Burn
Severity Score for the Prediction of Mortality in Patients with Acute Burn Injury.
J Coll Med Sci-Nepal. 2016 Jan 22;11(4):24–7.
11. Yoshino Y, Ohtsuka M, Kawaguchi M, et al. The wound/burn guidelines - 6:
Guidelines for the management of burns. J Dermatol. 2016;43(9):989-1010.
doi:10.1111/1346-8138.13288
34