Anda di halaman 1dari 39

REFERAT

LUKA BAKAR

Pembimbing:
dr. Daddy Samuel Carol Sp.B

Disusun oleh:
Anastasia N B Weubun
(2265050009)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
RSUD KOTA BEKASI CHASBULLAH ABDUL MAJID
PERIODE 13 MARET – 27 MEI 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Luka
Bakar” dengan baik dan tepat waktu. Karya Tulis ini disusun sebagai salah satu kriteria
ujian dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Indonesia di RSUD CAM BEKASI.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian Karya Tulis ini, terutama
kepada:
1. dr.Daddy Samuel Carol Sp.B selaku pembimbing dan fasilitator atas
pengarahannya bagi penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis ini dan belajar
dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah RSUD CAM Bekasi
2. Jajaran para dokter dan staff Ilmu Bedah RSUD CAM Bekasi
3. Rekan - rekan dalam Kepaniteraan Klinik RSUD CAM Bekasi
Kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkat kepada semua pihak yang telah
turut membantu. Penulis menyadari bahwa Karya Tulis ini masih jauh dari sempurna oleh
karna itu penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran yang membangun. Akhir
kata, penulis berharap agar Karya Tulis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
kedokteran dan pengetahuan bagi pembaca. Kiranya Tuhan selalu melimpahkan karunia-
Nya kepada kita semua.

Jakarta, 31 Maret 2023

Penulis
(Anastasia Weubun)

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................4
1.2 Tujuan.................................................................................................................5
1.3 Manfaat...............................................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................6


2.1 Anatomi Kulit......................................................................................................6
2.2 Definisi dan Epidemiologi Luka Bakar.............................................................7
2.3 Klasifikasi Luka Bakar......................................................................................8
2.4 Etiologi dan Faktor Risiko Luka Bakar.............................................................9
2.5 Patofisiologi Luka Bakar.................................................................................10
2.6 Diagnosis Luka Bakar.....................................................................................14
2.7 Tatalaksana Luka Bakar..................................................................................19
2.8 Komplikasi Luka Bakar..................................................................................29
2.9 Prognosis Luka Bakar.....................................................................................30

BAB III KESIMPULAN........................................................................................................31


3.1 Kesimpulan.........................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................32

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hingga saat ini, luka bakar masih merupakan tantangan bagi para tenaga
kesehatan dan juga salah satu masalah kesehatan utama bagi masyarakat secara global
dimana berdampak kepada gangguan permanen pada penampilan/estetika dan fungsi
diikuti oleh adanya ketergantungan pada pasien, kehilangan pekerjaan dan
ketidakpastian akan masa depan.1 Menurut WHO, diperkirakan sekitar 180.000 atau
90% kematian setiap tahun disebabkan oleh luka bakar dan sebagian besar kasus
terjadi pada negara-negara berkembang atau berpenghasilan rendah dan menengah,
daerah yang umumnya tidak memiliki infrastruktur yang dibutuhkan untuk
mengurangi insiden luka bakar. Luka bakar non-fatal merupakan penyebab utama
morbiditas.3

Luka bakar merupakan kerusakan atau cedera kulit tubuh yang disebabkan
oleh trauma panas atau trauma dingin (frost bite). Penyebabnya bisa karena api, air
panas, listrik, kimia, radiasi dan trauma dingin (frost bite). 1 Ketika terjadi luka bakar
maka tubuh akan berespon, baik secara lokal maupun sistemik. Respon tubuh
terhadap luka bakar tergantung dari tingkat keparahan, penyebab,cedera inhalasi,
paparan terhadap toksin, cedera traumatik, usia, penyakit kronis, intoksikasi obat dan
alkohol, dan waktu pemberian tindakan medis.1 Derajat kerusakan lapisan kulit
mempengaruhi kedalaman luka bakar.3 Perubahan sistemik yang terjadi akibat luka
bakar dipengaruhi oleh Total Body Surface Area (TBSA) di mana jika cukup parah
akan menyebabkan hipermetabolisme, gangguan hemodinamik, peningkatan
permeabilitas usus, penurunan aliran darah ginjal, imunosupresi, peningkatan
permeabilitas vaskular, dan edema. Luka bakar juga dapat menyebabkan syok
distributif, disfungsi organ, sepsis, hingga kematian.1,3

Luka bakar umumnya akan dijumpai di semua tingkat fasilitas kesehatan


mulai dari klinik swasta hingga rumah sakit. Luka bakar ringan sembuh dengan
pengobatan topikal saja, tetapi luka bakar sedang hingga berat memerlukan

4
manajemen sistemik, dan skin graft sering juga diperlukan untuk pengobatan topikal.
Penanganan awal yang

5
tidak tepat ataupun penundaan dapat menimbulkan efek buruk pada pengobatan dan
perjalanan penyakit selanjutnya. Oleh karena itu, evaluasi yang akurat dari tingkat
keparahan dan inisiasi pengobatan yang tepat diperlukan dalam penanganan luka
bakar.2

Data yang diperoleh dari WHO menyebutkan bahwa wanita di wilayah Asia
Tenggara memiliki angka kejadian luka bakar yang tertinggi, 27% dari angka
keseluruhan secara global meninggal dunia dan hampir 70% diantaranya adalah
wanita. Data Nasional mengenai angka mortalitas atau data kejadian luka bakar di
seluruh Indonesia masih belum ada. Umumnya pusat luka bakar di level RSUP atau
RSUD yang memiliki bidang bedah plastik mempunyai data pasien yang dirawat di
unit luka bakar RSUP / RSUD tersebut.1

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan referat ini adalah:
a. Tujuan Umum: Mengetahui dan memahani mengenai luka bakar
b. Tujuan Khusus: Menjelaskan definisi, epidemiologi, klasifikasi, etiologi, faktor
risiko, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana, komplikasi, serta prognosis luka
bakar.

1.3 Manfaat
Penulisan referat ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan juga wawasan
kepada mahasiswa/mahasiswi yang sedang menjalani stase ilmu bedah mengenai luka
bakar dan penatalaksanaannya.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kulit


Kulit merupakan organ terbesar di tubuh manusia dan menutupi seluruh
permukaan tubuh bagian luar. Kulit terdiri dari 3 lapisan, yaitu epidermis, dermis, dan
hipodermis. Struktur kulit terdiri dari jaringan rumit yang berfungsi sebagai penghalang
awal tubuh terhadap patogen, sinar UV, dan bahan kimia, serta cedera mekanis. Kulit
juga mengatur suhu dan jumlah air yang dilepaskan ke lingkungan. 4
Ketebalan setiap lapisan kulit bervariasi tergantung bagian tubuh dan
dikategorikan berdasarkan ketebalan lapisan epidermis dan dermis. Kulit tak berbulu
yang terdapat di telapak tangan dan telapak kaki paling tebal karena epidermis
mengandung lapisan ekstra yaitu stratum lusidum. Punggung atas dianggap paling tebal
berdasarkan ketebalan dermis, tetapi dianggap "kulit tipis" secara histologis karena
ketebalan epidermis tidak memiliki lapisan stratum lusidum dan lebih tipis dari kulit
yang tidak berbulu.4
Epidermis terdiri dari 5 lapisan, yaitu stratum basalis, stratum spinosum, stratum
granulosum, stratum lusidum, dan stratum korneum. Stratum basalis atau stratum
germinativum merupakan lapisan yang paling dalam dan terpisahkan dengan dermis
oleh membran basalis (basal lamina) dan menempel dengan membran basalis oleh
hemidesmosom. Pada lapisan ini terdapat melanosit dan lapisan ini memproduksi
keratinosit. Stratum spinosum terdiri dari 8-10 sel dan dikenal sebagai lapisan sel duri
yang mengandung sel polihedral tidak beraturan. Stratum granulosum, 3-5 lapisan sel,
mengandung sel berbentuk berlian dengan butiran keratohialin dan butiran pipih yang
berfungsi untuk menjaga agar sel tetap menempel satu sama lain. Stratum lusidum
terdiri dari 2-3 lapisan sel dan terdapat pada kulit yang lebih tebal seperti pada telapak
tangan dan telapak kaki, merupakan lapisan tipis bening yang terdiri dari eleidin yang
merupakan produk transformasi keratohyalin. Stratum korneum merupakan lapisan
paling atas yang terdiri dari 20-30 lapisan sel dan tersusun dari keratin dan sisik tanduk.
Di dalam lapisan ini, keratinosit yang mati mengeluarkan defensin yang merupakan
bagian dari pertahanan kekebalan pertama kita. 4

7
Dermis terhubung dengan epidermis melalui membran basal dan terdiri dari dua
lapisan yang terdiri dari jaringan ikat, yaitu lapisan papiler dan retikuler yang tergabung
tanpa batas yang jelas. Lapisan papiler adalah lapisan atas yang lebih tipis, terdiri dari
jaringan ikat longgar, serta kontak dengan epidermis. Lapisan retikuler adalah lapisan
yang lebih dalam, lebih tebal, selnya lebih sedikit, dan terdiri dari jaringan ikat padat/
berkas serat kolagen. Di dalam lapisan dermis terdapat kelenjar keringat, rambut,
folikel rambut, otot, neuron sensorik, dan pembuluh darah. 4
Hipodermis merupakan lapisan kulit terdalam dan disebut juga sebagai fasia
subkutan. Lapisan ini mengandung lobulus adiposa, folikel rambut, neuron sensorik,
dan pembuluh darah. 4

Gambar 2.1. Anatomi Kulit 4

2.2 Definisi dan Epidemiologi Luka Bakar

Luka bakar merupakan cedera pada kulit atau jaringan organik lainnya yang
terutama disebabkan oleh panas atau karena radiasi, radioaktivitas, listrik, gesekan,
dingin, panas, atau kontak dengan bahan kimia. Namun Sebagian besar dibebabkan

8
oleh

9
panas. Luka bakar termal (panas) terjadi ketika sel di atau jaringan kulit dihancurkan
oleh: cairan panas (melepuh/scalds), padatan panas (luka bakar kontak), atau nyala api
3
(flame burn). Luka bakar, utamanya yang berat, umumnya akan disertai dengan
respon imun dan inflamasi, perubahan metabolik, dan syok distributif yang
menyebabkan penanganannya cukup sulit dan dapat berujung pada kegagalan organ
multipel.1

Sekitar 90% luka bakar terjadi pada tingkat sosio ekonomi rendah di negara-
negara berpenghasilan menengah ke bawah, berdasarkan data dari WHO. Wanita
wilayah Asia Tenggara menempati angka kejadian luka bakar tertinggi di mana 27%
dari angka keseluruhan global meninggal dunia. Data studi epidemiologi di Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2011-2012 menunjukkan bahwa
terdapat 303 pasien yang dirawat akibat luka bakar dengan perbandingan laki-laki dan
perempuan adalah 2,26:1 dan usia rata-rata yaitu 25,7 tahun. Rata-rata pasien dirawat
selama 13,72 hari dengan angka kematian mencapai 33% pada tahun 2011 dan 34%
pada tahun 2012.2

2.3 Klasifikasi Luka Bakar


Berdasarkan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Luka Bakar
yang disusun berdasarkan keputuhan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun
2019, luka bakar diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu luka bakar ringan, luka
bakar sedang, dan luka bakar berat. Adapaun kriteria masing-masing kelompok luka
bakar adalah sebagai berikut:2
2.3.1 Luka Bakar Ringan
Kriteria luka bakar ringan:
a. TBSA ≤15% pada dewasa
b. TBSA ≤10% pada anak
c. Luka bakar full-thickness dengan TBS ≤2% pada anak maupun dewasa
tanpa mengenai daerah mata, telinga, wajah, tangan, kaki, atau perineum.
2.3.2 Luka Bakar Sedang
Kriteria luka bakar sedang:
a. TBSA 15-25% pada dewasa dengan kedalaman luka bakar full-thickness <

10
10%
b. TBSA 10-20% pada luka bakar partial thickness pada pasien anak dibawah

11
10 tahun dan dewasa diatas usia 40 tahun, atau luka bakar full-thickness
<10%
c. TBSA ≤10% pada luka bakar full-thickness pada anak atau dewasa tanpa
masalah kosmetik atau mengenai daerah mata, wajah, telinga, tangan, kaki
atau perineum
2.3.3 Luka Bakar Berat
Kriteria luka bakar berat:
a. TBSA ≥25%
b. TBSA ≥20% pada anak usia dibawah 10 tahun dan dewasa usia diatas 40
tahun
c. TBSA ≥10% pada luka bakar full-thickness
d. Semua luka bakar yang mengenai daerah mata, wajah, telinga, tangan,
kaki, atau perineum yang dapat menyebabkan gangguan fungsi atau
kosmetik
e. Semua luka bakar listrik
f. Semua luka bakar yang disertai dengan trauma berat atau trauma inhalasi
g. Semua pasien luka bakar dengan kondisi buruk

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko Luka Bakar


Etiologi luka bakar pada orang dewasa dan anak berbeda, di mana pada dewasa
dan anak usia besar luka bakar umumnya terjadi akibat api sedangkan pada anak dan
lansia luka bakar umumnya terjadi akibat air panas. 6 Penyebab terbanyak luka bakar
adalah api yang akan menyebabkan kerusakan jaringan akibat udara yang sangat panas
dan udara yang teroksidasi serta cairan panas yang akan merusak jaringan sehingga
menyebabkan luka lepuh.3
Faktor risiko yang berperan pada luka bakar antara lain: usia, lokasi, demografi,
dan status ekonomi rendah. Lokasi berperan besar dalam risiko dan tatalaksana luka
bakar, di mana lokasi berhubungan dengan ketersediaan sumber daya. Kurangnya
sumber daya akan berimbas pada edukasi, rehabilitasi, dan tingkat kelangsungan hidup.
Individu dengan luka bakar parah di lingkungan yang kaya akan sumber daya dapat
menerima perawatan dalam hitungan menit, sedangkan individu dengan luka bakar di
lingkungan yang kurang sumber daya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
12
mendapat perawatan. Perawatan luka bakar yang ideal membutuhkan kolaborasi ahli
bedah, ahli anestesi, terapis okupasi dan fisioterapis, perawat, ahli gizi, terapis
rehabilitasi, dan pekerja sosial. Setiap keterlambatan dalam mencapai sumber-sumber
ini memperparah keterlambatan resusitasi sehingga meningkatkan risiko kematian.
Faktanya, tingkat kelangsungan hidup untuk semua luka bakar adalah 94,6%, namun
pada populasi berisiko, di komunitas yang kekurangan sumber daya medis, hukum, dan
kesehatan masyarakat, tingkat kelangsungan hidupnya sangat rendah.3

2.5 Patofisiologi Luka Bakar


Faktor yang berperan terhadap besarnya respon host adalah tingkat keparahan
luka bakar (persentase TBSA dan kedalaman luka bakar), penyebab luka bakar, cedera
inhalasi, paparan terhadap toksin, cedera traumatik, usia pasien, penyakit kronis pasien,
intoksikasi obat dan alkohol, dan waktu pemberian tindakan medis.1

2.5.1 Respon Lokal


Cedera termal secara lokal dapat menyebabkan nekrosis koagulasi dari
epidermis serta jaringan di bawahnya dan kedalaman cedera tergantung pada
temperatur di kulit yang terpapar, tingkat kepanasan agen penyebab, dan
durasi paparan. Api, cairan panas, dan kontak dengan benda panas atau dingin
dapat menyebabkan kerusakan sel melalui perpindahan energi yang kemudian
menginduksi nekrosis koagulasi. Luka bakar kimia dan luka bakar listrik
secara langsung menyebabkan cedera pada membran sel dan perpindahan
energi panasnya dapat menyebabkan nekrosis koagulasi atau nekrosis koalisi.3
Kulit memiliki penghalang yang kuat terhadap perpindahan energi ke
jaringan yang lebih dalam sehingga membatasi banyak cedera pada lapisan ini.
Area cedera kulit atau superfisial dibagi menjadi 3 zona, yaitu zona koagulasi,
zona stasis, dan zona hiperemis. Zona koagulasi merupakan daerah nekrotik
luka bakar di mana sel telah terganggu yang apabila terjadi cedera, jaringan
akan rusak secara permanen. Zona stasis merupakan area yang langsung
mengelilingi zona nekrotik dan memiliki kerusakan sedang dengan penurunan
perfusi jaringan. Zona ini dapat bertahan atau berlanjut menjadi nekrosis
koagulasi tergantung padalingkungan luka. Zona stasis berhubungan dengan

13
kerusakan vaskuler dan kebocoran pembuluh darah. Vasokonstriktor poten
yaitu tromboksan A2 memilikikonsentrasi yang tinggi pada luka bakar dan
penggunaan inhibitor lokal dapat meningkatkan aliran darah serta menurunkan
zona stasis. Antioksidan, antagonis bradikinin, dan tekanan luka subatmosfer
juga meningkatkan aliran darah dan mempengaruhi kedalaman luka. Interaksi
endotel lokal dengan neutrofil memediasi beberapa respon inflamasi lokal
yang terkait dengan zona stasis. Zona hiperemia ditandai dengan vasodilatasi
dari peradangan di sekitar luka bakar. Daerah ini mengandung jaringan
hidup dari mana proses penyembuhan dimulaidan umumnya tidak beresiko
untuk nekrosis lebih lanjut.3

Gambar 2.2. Zona kerusakan pada luka bakar3

Kedalaman luka bakar bervariasi tergantung dari derajat kerusakan


jaringan dan diklasifikasikan menjadi derajat kerusakan dari epidermis,
dermis, lemak subkutan, dan struktur yang mendasarinya. Luka bakar derajat 1
terbatas pada epidermis, di mana luka bakar ini terasa nyeri, eritematosa, dan
pucat saat disentuh, namun tidak akan meninggalkan jaringan parut. Luka
bakar derajat 2 dibagi menjadi 2 tipe, yaitu luka bakar superfisial dan dalam.
Luka bakar superfisial terasa nyeri, eritematosa, pucat saat disentuh, dan
biasanya melepuh. Luka ini secara spontan mengalami reepitalisasi dari
struktur epidermis yang tertahan di rete ridges, folikel rambut, dan kelenjar
keringat dalam 1-2 minggu. Setelah sembuh mungkin akan tampak perubahan
kulit dalam waktu lama. Luka bakar derajat 3 tampak pucat dan belang-
belang, tidak pucat saat disentuh, nyeri jika ditusuk jarum. Luka ini sembuh
melalui reepitalisasi dari folikel rambut dan keratinosit kelenjar keringat
dalam 2-5 minggu dan sering meninggalkan
14
jaringan parut parah akibat hilangnya dermis. Luka bakar derajat 4 melibatkan
struktur di bawah kulit, yaitu otot, tulang, dan otak.3

Gambar 2.3. Kedalaman Luka Bakar1

2.5.2 Respon Sistemik


Luka bakar parah meliputi lebih dari 20% TBSA pada pasien dewasa
dan 40% TBSA pada pasien anak, pada umumnya diikuti oleh periode stress,
inflamasi, dan hipermetabolisme yang ditandai dengan respon sirkulasi
hiperdinamik dengan peningkatan suhu tubuh, glikolisis, proteolisis, dan
lipolisis.3 Respon inflamasi dan stress ditandai dengan peningkatan kadar
sitokin, kemokin, dan fase akut protein.1

Gambar 2.4. Efek sistemik luka bakar parah3

Luka bakar biasanya menyebabkan syok distributif, yaitu keadaan


fisiologis abnormal di mana perfusi jaringan dan pengiriman oksigen sangat
terganggu akibat kebocoran kapiler yang nyata dari cairan dari intravaskular
ke ruang interstisial, yang berkontribusi pada edema jaringan yang dalam
dan
15
akumulasi cairan. Luka bakar juga menekan fungsi jantung dalam beberapa
jam setelah cedera dan bertahan selama 24-48 jam melalui stres oksidatif,
pelepasan mediator inflamasi (seperti IL-6 dan faktor nekrosis tumor (TNF))
dan perubahan seluler (seperti apoptosis). dan nekrosis). Penurunan fungsi
jantung dan hipovolemia, serta aliran darah rendah akibat vasokonstriksi,
mempengaruhi perfusi jaringan dan organ sehingga menyebabkan kerusakan
organ.1

Gambar 2.5. Fase hipermetabolik pada luka bakar1

Sel imun teraktivasi sebagai respon terhadap luka bakar dalam


beberapa jam dan kemudian akan terjadi aktivasi jalur inflamasi sehingga
menyebabkan sindrom respon inflamasi sistemik. Beberapa penelitian
mengatakan bahwa pertumbuhan bakteri usus meningkat setelah luka bakar
akibat penurunan umunitas usus, hipoperfusi, dan dismotilitas usus.
Peningkatan permeabilitas dalam beberapa jam setelah luka bakar
16
menyebabkan bakteri usus dapat

17
berpindah ke area ekstra-interstinal sehingga terjadi peningkatan translokasi
bakteri dalam beberapa hari setelah luka bakar. Luka bakar juga berhubungan
dengan cedera inhalasi akibat panas atau inhalasi dari asap atau produk kimia
dari pembakaran.1
Pada luka bakar akan terjadi sekresi hormone stress seperti
katekolamin, glukokortikoid, fan glukagon sehingga terjadi peningkatan
tekanan daran, resistensi insulin perifer, serta pemecfahan glikogen, protein,
dan lipid yang akan menyebabkan peningkatan pengeluaran energi,
peningkatan suhu tubuh, kehilangan total protein tubuh, pengecilan otot,
dan peningkatan stimulasi sintesis protein fase akut yang akhirnya akan
menyebabkan katabolisme organ, disfungsi organ, dan kematian.1

2.6 Diagnosis Luka Bakar


2.6.1 Penilaian Luas Luka Bakar
Dalam melakukan penilaian area luas luka bakar, dibutuhkan
penggunaan metode kalkulasi seperti “Rule of Nines” untuk dapat menghitung
presentasi total luas luka bakar (%TBSA). “Rule of Nine” membagi luas
permukaan tubuh menjadi multiple 9% area, kecuali perineum yang diestimasi
menjadi 1%. Penggunaan “Rule of Nine” dianggap akurat untuk pasien-pasien
dewasa dengan luka bakar yang luas, namun kurang akurat jika digunakan
pada luka bakar yang kecil atau pada pasien anak.

Gambar 2.6. “Rule of Nine” pada orang dewasa


18
Penggunaan “Rule of Nine” sangat akurat untuk digunakan pada pasien
dewasa, namun tidak akurat bila digunakan pada pasien anak. Hal ini
disebabkan karena proporsi luas permukaan tubuh pada anak sangat berbeda
dengan pasien dewasa. Anak-anak memiliki proporsi paha dan kaki yang kecil
dan bahu dan kepala yang lebih besar dibandingkan orang dewasa. Oleh
karena itu, penggunaan “Rule of Nine” tidak disarankan untuk pasien anak-
anak karena dapat menghasilkan estimasi cairan resusitasi yang tidak akurat.2

Penggunaan “Pediatric Rule of Nine” harus digunakan untuk pasien


anak dengan luka bakar. Namun setiap peningkatan umur pada anak,
persentasi harus disesuaikan. Setelah usia 12 bulan, setiap tahun 1% dikurangi
dari area kepala dan 0,5% ditambahkan pada dua kedua kaki anak. Jika
usianya sudah mencapai 10 tahun maka dianggap proporsi tubuh anak sudah
sesuai dengan proporsi tubuh orang dewasa.2

Gambar 2.7. “Pediatric Rule of Nine” 6

Sedangkan untuk mengestimasi luas luka bakar yang kecil dapat


menggunakan area palmar (jari dan telapak tangan) dari tangan pasien yang
dianggap memiliki 1% total body surface area (TBSA).

19
Gambar 2.8. “Palmar Method”

2.6.2 Penilaian Kedalaman Luka Bakar


Berdasarkan kedalaman jaringan luka bakar yang rusak, luka bakar
dibagi menjadi 3 klasifikasi besar yaitu luka bakar superficial, mid dan deep.
Klasifikasi yang lebih lanjut diperjelas berdasarkan Emergency Management
Severe Burn course oleh Australian & New Zealand Burn Association
(ANZBA) menjadi epidermal, superficial dermal, mid-dermal, deep dermal
atau full-thickness.2

Gambar 2.9. Kedalaman Luka Bakar 6

20
Tabel 2.1. Klasifikasi Derajat Kedalaman Luka Bakar 2
Cap
Kedalaman Warna Bula Refill Sensasi Kesembuhan

Epidermal Merah - Ada Ada Ya


Superficia Merah Kecil Ada Ada Ya
l Dermal muda pucat

Mid Dermal Merah Ada Lamb +/- Biasanya


muda gelap at
Deep Bercak +/- Tidak Tidak Tidak
Derma merah tua
l
Full Putih Tidak Tidak Tidak Tidak
Thicknes
s

Luka bakar superfisial merupakan luka bakar yang dapat sembuh


secara spontan dengan bantuan epitelisasi. Luka bakar jenis ini dibagi menjadi
luka bakar epidermal dan luka bakar dermal superfisial. Luka bakar epidermal
hanya mengenai bagian epidermis pasien dan paling sering disebabkan oleh
matahari dan ledakan minor. Lapisan dermis yang bertingkat terbakar dan
mengalami proses penyembuhan dari regenerasi lapisan basal epidermis. Luka
bakar ini terasa cukup menyakitkan akibat peningkatan produksi mediator
inflamasi dan sembuh dalam waktu cepat yaitu 7 hari tanpa meninggalkan
bekas luka.2
Luka bakar dermal superfisial mengenai bagian epidermis dan dermis
superfisial (dermis papiler). Pada luka bakar jenis ini terbentuk bula di mana
bagian kulit yang melapisi bula merupakan lapisan yang sudah mati dan
terpisahkan dari bagian kulit yang masih viable dengan membentuk edema
yang dilapisi oleh lapisan nekrotik yang disebut bula yang dapat pecah
sehingga mengekspos lapisan dermis sehingga kedalaman jaringan yang rusak
dapat meningkat. Luka bakar ini terasa nyeri akibat saraf sensoris yang
terekspos. Luka bakar jenis ini dapat sembuh secara spontan dengan bantuan
epitelisasi dalam waktu 14 hari yang meninggalkan defek warna luka tanpa
eskar yang berbeda dengan warna kulit yang tidak terkena.2

21
Gambar 2.10. Luka Bakar Superfisial 2

Luka bakar mid-dermal merupakan luka bakar yang terletak antara


luka bakar dermal superfisial dan deep dermal. Pada luka bakar jenis ini sel
epitel yang bertahan untuk proses re-epitelisasi sangat sedikit akibat luka
bakar yang agak dalam sehingga tidak selalu terjadi penyembuhan luka bakar
secara spontan. Capillary refilling pada pasien luka bakar ini akan berkurang
dan akan timbul edema jaringan dan bula. Warna luka bakar pada luka bakar
mid-dermal adalah merah muda agak gelap. Pada luka bakar ini terjadi
kerusakan pleksus dermal dari saraf kutaneus sehingga ada penurunan sensasi
rasa namun pasien masih tetap merasa nyeri.2

Gambar 2.11. Luka Bakar Mid Dermal 2

Luka bakar deep dermal merupakan luka bakar dengan derajat


keparahan yang sangat besar. Luka bakar jenis ini tidak dapat sembuh secara
spontan dengan bantuan epitelisasi dan memerlukan waktu yang cukup lama
untuk sembuh serta meninggalkan bekas eskar. Luka bakar deep dermal
biasanya memiliki bula dengan dasar berwarna blotchy red pada lapisan
22
retikuler dermis. Warna ini disebabkan oleh ekstravasasi hemoglobin sel darah
merah yang rusak akibat pembuluh darah yang ruptur. Ciri khas luka bakar ini
adalah adanya fenomena capillary blush. Pada luka bakar jenis ini ujung saraf
pada kulit mengalami kerusakan sehingga sensasi rasa nyeri akan hilang.2
Luka bakar full thickness merupakan luka bakar yang dapat merusak
lapisan epidermis dan dermis kulit dan dapat penetrasi ke struktur yang lebih
dalam. Luka bakar ini biasanya berwarna putih dan waxy atau tampak gosong.
Saraf sensoris pada luka bakar jenis ini sudah rusak secara keseluruhan dan
menyebabkan sensasi rasa hilang. Pada luka bakar full thickness terjadi
pembentukan eskar yang berasal dari koagulasi kulit mati sehingga memiliki
penampilan leathery.2

Gambar 2.12. Luka Bakar Full Thickness 2

2.7 Tatalaksana Luka Bakar


2.7.1 Pertolongan Pertama di Tempat Kejadian dan dalam 24 Jam Pertama
Prinsip-prinsip Primary Survey dan Secondary Survey pada trauma
(ATLS) dan resusitasi secara simultan harus diterapkan pada pertolongan
pertama luka bakar. Secara umum yang harus dilakukan adalah menghentikan
proses pembakaran diikuti dengan pendinginan luka bakar. Menurut
Emergency Management of Severe Burns (EMSB), tatalaksananya tersetruktur
seperti gambar berikut:

23
Gambar 2.13. Struktur EMSB 2

Tenaga kesehatan harus melengkapi dirinya dengan alat pelindung diri


seperti sarung tangan, google glass, dan baju pelindung khusus sebelum
melakukan pertologan pertama. Pasien luka bakar harus dievaluasi dengan
sistematis, yang mana Langkah pertama berupa identifikasi ancaman hidup
terbesar.

A. Primary Survey
Segera identifikasi kondisi-kondisi mengancam jiwa dan lakukan
manajemen emergensi.
a. Airway : Penatalaksanaan jalan nafas dan manajemen trauma
cervical
b. Breathing : Pernapasan dan ventilasi
c. Circulation : Sirkulasi dengan kontrol perdarahan
d. Disability : Status neurogenik
e. Exposure : Pajanan dan pengendalian lingkungan

24
Adapun check list dalam mengidentifikasi dan tata laksana pasien luka
bakar berat pada primary survey berdasarkan Fundamental Critical Care
Support (FCCS course) oleh Asosiasi Critical Care dunia, Early
Management of Severe Burn course, dan ABC of Burn.

Tabel 2.2. Checklist Primary Survey pada Luka Bakar Berat 2


Manajemen Cek Tindakan
Airway Patensi jalan nafas - Berbicara dengan pasien
- Bersihkan jalan nafas dari benda
asing
- Lakukan chin lift, jaw thrust
- Hindari melakukan hiperfleksi
atau hiperekstensi kepala dan
leher
- Kontrol tulang cervical dengan
rigid collar neck
Breathing - Periksa tanda- - Inspeksi dada, pastikan
tanda hipoksia dan pergerakan dinding dada adekuat
hiperventilasi atau dan simetris
hipoventilasi - Berikan oksigen 100% high flow
- Hati-hati pasien 10-15 liter per menit melalui
dengan intoksikasi masker non-rebreathing
karbon - Jika tetap sesak, lakukan bagging
monoksida, atau ventilasi mekanik
tampak
cherry pink dan
tidak
bernapas
- Hati-hati luka
bakar yang
melingkar pada
dada (jika ada
pertimbangkan
eskarotomi)
Circulation - Tanda-tanda syok - Lakukan penekanan pada luka jika
- Cek nadi sentral terdapat perdarahan aktif
- Cek tekanan darah - Pasang 2 jalur IV ukuran besar,
- Cek capillary lebih disarankan pada daerah yang
refill (normal <2 tidak terkena luka bakar
detik) - Jika pasien syok, berikan bolus
- Cek luka bakar ringer lactat hingga nadi radial
melingkar pada teraba
ekstremitas - Ambil sampel darah untuk
(pertimbangkan pemeriksaan darah lengkap,
eskarotomi) analisis gas darah arteri
- Cari dan tangani tanda-tanda
klinis syok lainnya
yangdisebabkan oleh
penyebab lainnya
25
Disalibity Derajat Kesadaran: - Periksa derajat kesadaran
A (Alert): sadar penuh - Periksa respon pupil terhadap

26
V (Verbal): merespon cahaya
terhadap rangsang - Hati-hati pada pasien dengan
verbal hipoksemia dan syok karena dapat
P (Pain): merespon terjadi penurunan kesadaran dan
terhadap rangsang gelisah.
nyeri
U (Uneresponsive):
tidak ada respon
Exposure Exposure dan kontrol - Melepas semua pakaian dan
lingkungan aksesorus yang melekat pada
tubuh pasien
- Lakukan log roll untuk melihat
permukaan posterior pasien
- Jaga pasien tetap dalam keadaan
hangat
- Menghitung luas luka bakar
dengan metode “Rule of Nine”

Setelah dilakukan primary survey, maka dilanjutkan dengan


pertolongan pertama yang terdiri dari fluids, analgesia, tests, dan tubes
(FATT).6 Langkah-langkahnya sebagai berikut seperti tertera pada tabel:6

Tabel 2.3. Langkah Pertolongan Pertama pada Luka Bakar 2


Manajemen Cek Tindakan
Fluid Resusitasi cairan yang - Parkland Formula/Baxter: 3-4ml
(Resusitasi adekuat dan x Berat badan (kg) x % TBSA
Cairan) monitoring Luka bakar (+ maintenance untuk
pasien anak)
- Setengan dari jumlah cairan
(50%) diberikan pada 8 jam
pertama dan setengah cairan
sisanya (50%) diberikan dalam 18
jam selanjutnya
- Gunakan cairan kristaloid
(Hartmann solution) seperti ringer
lactat
- Hitung urine output tiap jam
- Lakukan pemeriksaan EKG, nadi,
tekanan darah, respiratory rate,
pulse oximetry, analisis gas darah
arteri
- Berikan cairan resusitasi sesuai
indikasi
- SIADH (IDAI)
Analgesia Manajemen nyeri - Berikan morfin intravena 0,05 –
0,1 mg.kg sesuai indikasi
- Untuk anak, paracetamol cairan
drip (setiap 6 jam) dengan dosis
10-15mg/kgBB/kali

27
Tests Menyingkirkan - X-Ray:
kemungkinan adanya o Lateral cervical
trauma lain o Thorax
o Pelvis
o Lainnya sesuai indikasi
Tubes - Mencegah - Pasang nasogastic tube (NGT)
gastroparesis
- Dekompresi
lambung

B. Secondary Survey
Setelah dilakukan pertolongan pertama maka dapat dilanjutkan dengan
secondary survey. Merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala
sampai kaki. Pemeriksaan dilaksanakan setelah kondisi mengancam nyawa
diyakini tidak ada atau telah diatasi. Tujuan akhirnya adalah untuk
menegakkan diagnosis yang tepat. Maka, hal-hal berikut adalah yang perlu
diperiksa pada secondary survey. 2
a. Riwayat penyakit
Informasi yang harus didapatkan mengenai riwayat penyakit yang
diderita pasien sebelum terjadi trauma:
o A (Allergies) : Riwayat alergi
o M (Medications) : Obat – obat yang di konsumsi
o P (Past illness) : Penyakit sebelum terjadi trauma
o L (Last meal) : Makan terakhir
o E (Events) : Peristiwa yang terjadi saat trauma
b. Mekanisme trauma
Informasi yang harus didapatkan mengenai interaksi antara pasien
dengan lingkungan:
o Luka bakar: durasi paparan, jenis pakaian yang digunakan, suhu
dan kondisi air, jika penyebab luka bakar adalah air panas,
kecukupan tindakan pertolongan pertama
o Trauma tajam: kecepatan proyektil, jarak, arah gerakan pasien saat
terjadi trauma, panjang pisau, jarak dimasukkan, arah
o Trauma tumpul: kecepatan dan arah benturan, penggunaan sabuk
pengaman, jumlah kerusakan kompartemen penumpang, ejeksi

28
(terlontar), jatuh dari ketinggian, jenis letupan atau ledakan dan
jarak terhempas
c. Pemeriksaan secondary survei
o Lakukan pemeriksaan head to toe examination merujuk pada
pemeriksaan sekunder ATLS course (advanced trauma life
support)
o Monitoring / Chart / Hasil resusitasi tercatat
o Persiapkan dokumen transfer

2.7.2 Merujuk Pasien

Pasien dengan luka bakar luas dan dalam harus mendapatkan


perawatan yang lebih intens dengan merujuk ke RS dengan fasilitas sarana
pelayanan luka bakar yang memadai. Lakukan assessment segera dan
stabilisasi di RS terdekat sebelum transfer pasien dilakukan. Tatalaksana awal
meliputi survei primer dan sekunder diikuti dengan evaluasi pasien untuk
kemungkinan rujukan. Catat seluruh assessment dan tatalaksana yang
diberikan sebelum dilakukan transfer pasien ke unit luka bakar. Segera
lakukan komunikasi via telepon dengan unit tujuan rujuk sebelum transfer
pasien dan sesuaikan dengan protokol rujukan masing-masing RS. Berikut ini
merupakan kriteria rujuk berdasarkan EMSB course oleh ANZBA:2

1. Luka bakar lebih dari 10% TBSA


2. Luka bakar lebih dari 5% TBSA pada anak
3. Luka bakar full thickness lebih dari 5% TBSA
4. Luka bakar pada area khusus (wajah, tangan, kaki, genitalia, perineum,
sendi utama, dan luka bakar yang mengelilingi ekstremitas serta luka bakar
pada dada
5. Luka bakar dengan trauma inhalasi
6. Luka bakar listrik
7. Luka bakar karena zat kimia
8. Luka bakar dengan penyakit yang menyertai sebelumnya
9. Luka bakar yang disertai trauma mayor
10. Luka bakar pada usia ekstrem: anak sangat muda dan orang tua
24
11. Luka bakar pada wanita hamil
12. Luka bakar bukan karena kecelakaan

Untuk membantu proses rujukan direkomendasikan adanya kerangka


komunikasi terstandarisasi yang bervariasi mulai dari identify, situation,
background, assessment, dan recommendation (ISBAR) dengan tujuan agar
transfer informasi klinis yang penting dapat dilakukan secara efisien.6

2.7.3 Tatalaksana Setelah 24 Jam Pertama


1. Kebutuhan cairan (Resusitasi cairan)
Resusitasi yang adekuat pada pasien luka bakar meliputi
penetapan dan pemeliharaan akses intravena yang sesuai. Semakin lama
waktu yang diperlukan untuk memulai resusitasi maka semakin buruk pula
hasil penatalaksanaannya, oleh karena itu penundaan resusitasi harus
diminimalisir sebisa mungkin.7 Resusitasi cairan harus diberikan pada
pasien dengan luka bakar derajat dua atau tiga dengan luas lebih dari 20%
TBSA. Perhitungan kebutuhan cairan dilakukan pada saat pasien
mengalami trauma luka bakar, bukan pada saat pasien datang.
Penghitungan kebutuhan resusitasi cairan dapat dilakukan dengan
menggunakan Parkland formula.2

Cairan yang disarankan untuk digunakan pada saat resusitasi adalah RL


dengan 50% total perhitungan cairan dibagi menjadi 2 tahap dalam waktu
24 jam pertama. Tahap 1 diberikan dalam 8 jam dan tahap 2 diberikan
dalam 16 jam setelahnya. Cairan harus diberikan melalui 1 jalur IV dan
dipasang pada kulit yang tidak terkena luka bakar. Jika pemberian cairan
dapat diberikan peroral, berikan pasien minuman yang setara dengan 15%
BB pasien tiap 24 jam selama 2 hari. Setiap satu liter pemberian cairan
oral dapat diikuti dengan pemberian 5 gram tablet garam.2

25
2. Kebutuhan nutrisi
Pasien luka bakar membutuhkan makronutrien dan
mikronutrien yang adekuat akibat kondisi hipermetabolik yang dialaminya
dan terjadi peningkatan kehilangan nitrogen yang tinggi di mana terjadi
pemecahan protein hingga 80-90%. Jika kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi
maka proses risiko malnutrisi akan meningkat, gangguan penyembuhan
luka, disfungsi organ, kerentanan terhadap infeksi meningkat, dan
kematian.
Perhitungan kebutuhan energi pasien luka bakar dewasa dapat
dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut:
o Rumus Modifikasi Harris Benedict

Keterangan:
KEB : kebutuhan energi basal
BB : berat badan ideal dalam kilogram (kg)
TB : tinggi badan dalam sentimeter (cm)
U : usia

Injury factor: - < 20% BSA : 1,5


- 20-40% BSA : 1,6 - 1,7
- > 40% BSA : 1,8- 2,1
Activity factor: - Confined to bed : 1,2
- Minimal ambulation : 1,3
o Rumus Rule of Thumb

Nutrisi dapat diberikan melalui jalur oral, enteral, parenteral


atau campuran sesuai kondisi pasien. Jalur pemberian nutrisi enteral dini

26
lebih direkomendasikan dibandingkan nutrisi parenteral total karena
dengan

27
masuknya makanan melalui saluran cerna, mukosa usus halus dapat
terlindungi dari kerusakan yang timbul pasca trauma, mencegah
translokasi bakteri melalui dinding usus, perbaikan fungsi imun, kadar
hemoglobin dan albumin serum lebih baik.2

3. Perawatan luka
Tatalaksana perawatan luka bakar bergantung pada
karakteristik dan ukuran luka dan ditujukan untuk penyembuhan yang
cepat dan tidak terlalu menyakitkan. Perawatan luka bakar dapat dibagi
menjadi tiga tahap, yaitu: penilaian, manajemen, dan rehabilitasi. Setelah
luas dan kedalaman luka telah dinilai dan luka telah dibersihkan dan
didebridemen secara menyeluruh, fase manajemen dimulai. Setiap luka
harus dibalut dengan penutup yang sesuai yang memiliki beberapa fungsi.
Pertama, harus melindungi epitel yang rusak, meminimalkan kolonisasi
bakteri dan jamur, dan memberikan tindakan belat untuk mempertahankan
posisi fungsi yang diinginkan. Kedua, balutan harus oklusif untuk
mengurangi kehilangan panas evaporatif dan meminimalkan stres dingin.
Ketiga, balutan harus memberikan kenyamanan atas luka yang
menyakitkan.7

Gambar 2.14. Burn Wound Dressings7

28
2.7.4 Pembedahan

Pembedahan dini pada luka bakar bertujuan untuk life saving,


limb saving, atau sebagai upaya mengurangi penyulit yang berhubungan
dengan dampak yang dapat timbul akibat jaringan nekrotik yang melekat pada
bagian tubuh yang terbakar dan berkaitan dengan proses penyembuhan luka.2

Eksisi tangensial merupakan prosedur membuang jaringan


nekrotik pada luka bakar deep partial thickness dan full thickness serta
menjaga jaringan yang masih viable sebanyak mungkin. Tindakan ini
bertujuan untuk mengurangi risiko kulit terinfeksi oleh bakteri dan
mengekspos bagian kulit yang dapat digunakan untuk skin graft. Prosedur ini
dilakukan segera paska kejadian luka bakar di mana paling baik dilakukan
dalam 24 jam mengingat jumlah perdarahan yang semakin kecil jika operasi
dilakukan segera.2

Split thickness skin graft (STSG) dilakukan setelah eksisi. Skin


graft pada luka bakar dilakukan dengan tujuan meminimalisir kehilangan
cairan, mengurangi kebutuhan metabolik, dan melindungi kulit dari
tereksposnya organisme yang infeksius. Prosedur ini dilakukan dengan
menanamkan lapisan kulit yang terdiri dari epidermis dan superfisial dermis
yang diambil dari kulit yang tidak terkena luka bakar.2

Eskarotomi merupakan tindakan eksisi eskar yang melingkari


dada atau ekstremitas.2 Luka bakar full thickness dengan eskar yang kaku
dapat membentuk efek torniket seiring dengan perkembangan edema, yang
menyebabkan gangguan aliran keluar vena dan akhirnya aliran masuk arteri. 8
Eskarotomi jarang dibutuhkan pada 8 jam pertama setelah cedera dan
sebaiknya tidak dilakukan kecuali diindikasikan karena pertimbangan sekuele
estetika.8 Indikasi dilakukannya eskarotomi adalah luka bakar yang mengenai
seluruh ketebalan dermis hingga timbul edema yang menjepit pembuluh darah,
seperti pada luka bakar melingkar pada area ekstremitas dan dada.2

29
Gambar 2.15. Garis Insisi untuk Eskarotomi6

Fasiotomi dilakukan apabila ditemukan tanda-tanda sindrom


kompartemen, yaitu parestesia, nyeri, penurunan CRT, dan perkembangan
hilangnya denyut nadi distal.2,8 Sindrom kompartemen yang dihasilkan paling
sering terjadi pada luka bakar melingkar pada ekstremitas namun dapat juga
terjadi sindrom kompartemen pada abdomen dan toraks.8

2.8 Komplikasi Luka Bakar


Sumber komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri dan juga
gangguan selama proses penyembuhan luka. Komplikasi yang dapat timbul akibat
luka bakar di antaranya adalah:9

 Infeksi hingga sepsis


 Syok hipovolemik
 Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
 Gangguan perfusi
 Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
 Hipotermia
 Kehilangan saraf permanen dan nyeri neuropatik

30
 Pembentukan sikatrik dan kontraktur pada otot
 Deformitas dan gangguan gerak
 Multi organ failure, end organ damage
 Gangguan psikis seperti post traumatic stress disorder (PTSD), depresi,
dan ansietas

2.9 Prognosis Luka Bakar


Penentuan prognosis mortalitas luka bakar dapat dilakukan dengan
menggunakan Abbreviated Burn Severity Index (ABSI). ABSI memiliki 5 variabel
yang digunakan untuk menentukan mortalitas pasien luka bakar, yaitu: jenis
kelamin, usia, trauma inhalasi, luka bakar full-thickness, dan persentase TBSA yang
terkena luka bakar.10, 11
Tabel 2.4. Nilai Skor ABSI10

Tabel 2.5. Prediksi Ancaman Terhadap Kehidupan10

31
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Luka bakar merupakan cedera pada kulit yang meliputi lapisan epidermis dan
dermis. Luka bakar paling banyak disebabkan oleh api. Faktor yang berperan terhadap
respon host adalah tingkat keparahan luka bakar (persentase TBSA dan kedalaman luka
bakar), penyebab luka bakar, cedera inhalasi, paparan terhadap toksin, cedera
traumatik, usia pasien, penyakit kronis pasien, intoksikasi obat dan alkohol, dan waktu
pemberian tindakan medis. Derajat kerusakan lapisan kulit mempengaruhi kedalaman
luka bakar. Perubahan sistemik akibat luka bakar dipengaruhi oleh Total Body Surface
Area (TBSA) yang jika parah dapat menyebabkan hipermetabolisme, gangguan
hemodinamik, peningkatan permeabilitas usus, penurunan aliran darah ginjal,
imunosupresi, peningkatan permeabilitas vaskular, edema. syok distributif, disfungsi
organ, sepsis, hingga kematian.
Diagnosis luka bakar dilakukan dengan melakukan penilaian luas luka bakar
menggunakan rule of nine dan palmar area untuk mendapatkan persentase TBSA. Pada
anak dapat dihitung dengan pediatric rule of nine karena proporsi luas permukaan
tubuh anak dan dewasa berbeda. Penilaian kedalaman luka bakar dilakukan
berdasarkan kedalaman jaringan yang rusak. Kedalaman luka bakar dapat dikategorikan
menjadi luka bakar epidermal, superficial dermal, mid-dermal, deep-dermal dan full
thickness.
Penatalaksanaan luka bakar dimulai dari pertolongan pertama di tempat
kejadian dan dalam 24 jam pertama yang terdiri dari primary survey dan secondary
survey. Primary survey terdiri dari airway, breathing, circulation, disability, dan
exposure. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan pertolongan pertama atau FATT.
Setelah pertolongan pertama dilakukan dapat dilanjutkan dengan secondary survey
dengan memeriksa riwayat penyakit dan mekanisme trauma pada pasien. Pasien dengan
luka bakar luas dan dalam harus mendapatkan perawatan yang lebih intens dengan
merujuk ke RS dengan fasilitas yang memadai. Setelah 24 jam pertama, dapat
dilakukan resusitasi cairan, pemenuhan kebutuhan nutrisi, dan perawatan luka.

32
Pembedahan seperti eksisi tangensial, STSG, eskarotomi, dan fasiotomi dapat
dilakukan sesuai indikasi.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Jeschke MG, van Baar ME, Choudhry MA, Chung KK, Gibran NS, Logsetty S.
Burn injury. Nat Rev Dis Primer. 2020 Dec;6(1):11.
2. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Luka Bakar. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia; 2019.
3. Sabiston DC, Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL, editors.
Sabiston textbook of surgery: the biological basis of modern surgical practic. 20th
edition. Philadelphia, PA: Elsevier; 2017. 2146 p.
4. Yousef H, Alhajj M, Sharma S. Anatomy, Skin (Integument), Epidermis
[Internet]. Ncbi.nlm.nih.gov. 2021. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470464/.
5. Schaefer T, Szymanski K. Burn Evaluation And Management [Internet].
Ncbi.nlm.nih.gov. 2022. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430741/.
6. Emergency Management of Severe Burns (EMSB). 18th ed. Australian and New
Zealand Burn Association (ANZBA); 2018.
7. Sabiston DC, Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Sabiston
Textbook of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice. 21st
edition. Philadelphia, PA: Elsevier; 2021.
8. Brunicardi FC, editor. Schwartz’s principles of surgery. Eleventh edition. New
York: McGraw-Hill; 2018.
9. Complications of Burns.Calgary Guide [Internet]. 2015. Available from:
https://calgaryguide.ucalgary.ca/complications-of-burns/.
10. Dahal P, Ghimire S, Maharjan NK, Rai SM. Baux’s and Abbreviated Burn
Severity Score for the Prediction of Mortality in Patients with Acute Burn Injury.
J Coll Med Sci-Nepal. 2016 Jan 22;11(4):24–7.
11. Yoshino Y, Ohtsuka M, Kawaguchi M, et al. The wound/burn guidelines - 6:
Guidelines for the management of burns. J Dermatol. 2016;43(9):989-1010.
doi:10.1111/1346-8138.13288

34

Anda mungkin juga menyukai