Anda di halaman 1dari 43

Visi

Pada tahun 2028 menghasilkan perawat yang unggul dalam penerapan ketrampilan
keperawatan lansia berbasis IPTEK keperawatan.

ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN LUKA BAKAR

MATA KULIAH: KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

Disusun oleh :
Kelompok 11 / 2 Reguler A

1. Rifa Aliyah Nanda / P3.73.20.1.19.029


2. Shada Aulya Harini / P3.73.20.1.19.033
3. Theresia Irene / P3.73.20.1.19.037

Pembimbing : Dahlia Simanjuntak, SKM, M.Kes.

PRODI DIII KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARA
III 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt. yang telah memberikan penulis kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Sholawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada Baginda tercinta kita yaitu Muhammad saw. yang dinanti-
nantikan syafaatnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah swt. atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik ataupun akal pikiran, sehingga penulis mampu menyelesaikan
pembuatan makalah mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II dengan judul Asuhan
Keperawatan Pasien dengan Luka Bakar.
Pada kesempatan ini, dalam penulisan makalah ini, penulis mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, orang tua, keluarga, serta teman-teman yang sudah mendukung hingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan.
Sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dan
penyempurnaan makalah ini.

Bekasi, 03 Februari 2021


Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................................ii
Daftar Isi..............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................................1
B. Tujuan Penulisan........................................................................................................2
C. Sistematika Penulisan.................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Sistem Integumen........................................................................................4
B. Fisiologi Sistem Integumen.......................................................................................5
C. Pengertian Luka Bakar...............................................................................................6
D. Etologi Luka Bakar....................................................................................................7
E. Patofisiologis Luka Bakar..........................................................................................8
F. Pathway......................................................................................................................9
G. Manifestasi Klinik Luka Bakar................................................................................10
H. Klasifikasi Luka Bakar.............................................................................................13
I. Luas Luka Bakar......................................................................................................15
J. Pemeriksaan Diagnostik Luka Bakar......................................................................16
K. Penatalaksanaan Medis Luka Bakar........................................................................17
L. Manajemen Perawatan Luka Bakar..........................................................................19
M. Komplikasi Luka Bakar............................................................................................22
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR
A. Pengkajian Keperawatan..........................................................................................24
B. Diagnosa Keperawatan.............................................................................................28
C. Intervensi Keperawatan............................................................................................29
D. Implementasi Keperawatan......................................................................................37
E. Evaluasi Keperawatan..............................................................................................38
BAB IV PENUTUP
a. Kesimpulan...............................................................................................................39
b. Saran.........................................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................40
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Luka bakar adalah cedera yang terjadi ketika jaringan tubuh bersentuhan
langsung atau terpapar panas dari api, uap, cairan dan benda panas, bahan kimia,
sengatan listrik atau radiasi (Santosa, 2019).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi. Kulit
dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun
jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak dengan sumber
panas atau penyebabnya. Kedalaman luka bakar akan mempengaruhi kerusakan
atau gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel (Purwanto, 2016).
Luka bakar masih merupakan tantangan bagi para tenaga kesehatan dan
juga salah satu masalah kesehatan utama bagi masyarakat secara global dimana
berdampak kepada gangguan permanen pada penampilan dan fungsi. Menurut
WHO, sekitar 90 persen luka bakar terjadi pada sosial ekonomi rendah di negara-
negara berpenghasilan menengah ke bawah (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07, 2019).
Data yang diperoleh dari WHO menyebutkan bahwa wanita di wilayah Asia
Tenggara memiliki angka kejadian luka bakar yang tertinggi, 27% dari angka
keseluruhan secara global meninggal dunia dan hampir 70% diantaranya adalah
wanita. Studi epidemiologi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) tahun
2011-2012 data pasien yang dirawat selama periode 2 tahun adalah 303 pasien.
Perbandingan antara pria dan wanita adalah 2,26 : 1 dan usia rata-rata adalah 25,7
tahun (15-54 tahun). Rata-rata pasien dirawat adalah 13,72 hari dengan angka
kematian sebanyak 34% pada tahun 2012 dan sebanyak 33% pada tahun 2011
(Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07, 2019).
Selain itu, Riset Kesehatan Dasar Kemenkes yang dirilis pada 2013
mencatat, luka bakar menempati urutan keenam penyebab cedera tidak disengaja
(unintentional injury) setelah jatuh, sepeda motor, benda tajam atau tumpul,
transportasi darat lain, dan kejatuhan dengan tingkat prevalensi 0,7 persen dari
jumlah penduduk Indonesia.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, luka bakar menyebabkan sekitar
195.000 jiwa meninggal di Indonesia setiap tahun (Sabu, 2018).
Perlu diketahui bahwa penyebab angka kematian dan kecacatan adalah
tingkat keparahan akibat kecelakaan, kurang memadainya peralatan, sistem
pertolongan, dan pengetahuan penanganan yang tidak tepat. Apabila penanganan
luka bakar tidak benar, maka berdampak timbulnya beberapa macam komplikasi.
Luka bakar tidak hanya menimbulkan kerusakan kulit, tetapi juga mempengaruhi
seluruh sistem tubuh pasien. Pada pasien dengan luka bakar luas (mayor) tubuh
tidak mampu lagi untuk mengkompensasi sehingga timbul berbagai macam
komplikasi yang memerlukan penanganan khusus (Moenadjat, 2009).
Dalam meminimalisir angka kejadian kecacatan dan kematian yang
ditimbulkan akibat luka bakar, dibutuhkan peran aktif perawat, mahasiswa
keperawatan, dan petugas kesehatan lainnya, termasuk Dinas Kesehatan dalam
pencegahan kebakaran dan penanganan luka bakar. Oleh karena itu, penulis akan
membahas lebih lengkap terkait luka bakar yang berisikan konsep dasar penyakit
dan asuhan keperawatan pasien dengan luka bakar yang dapat dijadikan media
pembelajaran bagi mahasiswa.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa dapat menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
luka bakar.
Tujuan Khusus
1. Diharapkan mahasiswa dapat memahami konsep dasar luka bakar meliputi
pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, manifestasi klinik, patofisiologi,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan medis, dan komplikasi penyakit.
2. Diharapkan mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien
dengan luka bakar.

C. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara keseluruhan dalam makalah ini,
berikut disajikan sistematika penulisan makalah yang terdiri dari empat bab, dengan
susunan sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan tentang konsep dasar penyakit luka bakar
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR
Bab ini menjelaskan tentang konsep dasar asuhan keperawatan pada apasien dengan
luka bakar
BAB IV PENUTUP
Berisikan kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan analisa dan optimalisasi
sistem berdasarkan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Berisikan sumber yang menjadi rujukan penulis dalam melakukan penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Sistem Integumen


Integumen atau kulit menyusun 15% hingga 20% berat badan. Kulit yang
utuh adalah sistem pertahanan primer tubuh. Kulit melindungi dari infeksi
organisme membantu dalam pengaturan suhu tubuh, mengolah vitamin, dan
memberikan penampilan eksternal kita. K ulit memiliki tiga lapisan, yaitu epidermis
(lapisan luar), dermis (lapisan dalam), dan hypodermis (lapisan bawah kulit).
1. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang terdiri dari epitel
berlapis bertanduk, mengandung sel malonosit, Langerhans dan merkel. Tebal
epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal terdapat
pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5% dari
seluruh ketebalan kulit. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang
paling atas sampai yang terdalam) yaitu stratum korneum, stratum lusidum,
stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basale (stratum
Germinatum) (Perdanakusuma, 2007).
2. Dermis
Dermis tersusun oleh sel-sel dalam berbagai bentuk dan keadaan, dermis
terutama terdiri dari serabut kolagen dan elastin. Serabut-serabut kolagen
menebal dan sintesa kolagen akan berkurang seiring dengan bertambahnya
usia. Sedangkan serabut elastin terus meningkat dan menebal, kandungan
elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada
usia lanjut kolagen akan saling bersilang dalam jumlah yang besar dan serabut
elastin akan berkurang mengakibatkan kulit terjadi kehilangan kelenturanannya
dan tampak berkeriput (Perdanakusuma, 2007). Di dalam dermis terdapat
folikel rambut, papilla rambut, kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar
sebasea, otot penegak rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf dan
sebagian serabut lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit
(Tranggono dan Latifah, 2007).
3. Lapisan Subkutan (Hipodermis)
Lapisan subkutan merupakan lapisan dibawah dermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit
secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-
beda menurut daerah tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang
suplai darah ke dermis untuk regenerasi (Perdanakusuma, 2007).

(Sumber: artikelmateri.com)
Gambar 1.a Anatomi Fisiologi Sistem Integumen

B. Fisiologi Sistem Integumen


Kulit adalah struktur yang secara morfologi kompleks yang memiliki
beberapa fungsi penting bagi kehidupan. Kulit berbeda secara anatomis maupun
fisiologis pada berbagai bagian tubuh.
1. Fungsi Proteksi
Kulit melindungi tubuh terhadap banyak bentuk trauma (misalnya
mekanis, suhu, kimiawi, radiasi). Lapisan epidermis kuat yang utuh adalah
barier mekanis bakteri partikel asing organisme lain dan bahan kimia sulit
menembusnya. Sekresi yang berminyak dan sedikit asam dari kelenjar sebaseus
lebih jauh melindungi tubuh dengan membatasi pertumbuhan berbagai
organisme. Kulit telapak tangan dan kaki yang menebal memberikan penutup
tambahan untuk menyerap penggunaan yang konstan atau trauma terhadap area
ini.
2. Fungsi Termoregulasi
Suhu tubuh mempresentasikan keseimbangan antara proses produksi dan
pelepasan panas. Kulit dengan kemampuannya untuk mengubah kecepatan
hilangnya panas, adalah titik utama regulasi suhu tubuh. Kecepatan hilangnya
panas bergantung terutama pada suhu permukaan kulit yang merupakan fungsi
dari aliran darah kulit. Aliran darah kulit bervariasi dalam respon terhadap
perubahan suhu inti tubuh dan perubahan suhu lingkungan eksternal.
3. Fungsi Reseptor Sensorik
Selain penglihatan dan pendengaran, alat sensorik utama manusia adalah
kulit. Serat-serat sensorik yang bertanggung jawab untuk nyeri, sentuhan, dan
suhu membentuk jaringan Kompleks di dalam dermis. Informasi
ditransmisikan dalam bagian-bagian ke medula spinalis dan diteruskan ke
korteks somatosensorik, dimana informasi di integrasikan menjadi representasi
somatotopik dari tubuh.
4. Fungsi Produksi Vitamin D
Epidermis terlibat dalam sintesis vitamin D. Dengan adanya cahaya
matahari atau radiasi UltraViolet, sterol yang ditemukan pada sel-sel malpighi
dikonversi untuk membentuk vitamin D di dalam liver menjadi bentuk
aktifnya. Vitamin D membantu dalam absorpsi kalsium dan fosfat dari
makanan.

C. Pengertian Luka Bakar


Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit
dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun
jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak dengan sumber
panas/penyebabnya. Kedalaman luka bakar akan mempengaruhi kerusakan atau
gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel (Purwanto, 2016).
Luka bakar adalah luka yang terjadi karena terbakar api langsung maupun
tidak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan
kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram
air panas banyak terjadipada kecelakaan rumah tangga (Purwanto, 2016).
Luka bakar adalah cedera yang terjadi ketika jaringan tubuh bersentuhan
langsung atau terpapar panas dari api, uap, cairan dan benda panas, bahan kimia,
sengatan listrik atau radiasi (Santosa, 2019).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa luka bakar adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas,
seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi.

D. Etiologi Luka Bakar


Luka bakar dapat disebabkan berbagai zat dan benda yang berkontak
langsung dengan kulit atau paru. Untuk memfasilitasi penanganan, cedera luka
bakar dikelompokkan berdasarkan mekanisme cedera.
1. Luka Bakar Termal (Panas)
Luka bakar termal disebabkan oleh paparan atau kontak langsung dengan
api, cairan panas, uap air, dan benda panas. Contoh kasus luka bakar termal
adalah mereka yang mengalami kebakaran di perumahan, kecelakaan lalu lintas
eksplosif, kecelakaan saat memasak, atau pada penyulutan cairan mudah
terbakar yang disimpan secara kurang hati-hati.
2. Luka Bakar Listrik
Luka bakar listrik dapat disebabkan oleh panas yang dihasilkan oleh
energi listrik seiring listrik tersebut melewati tubuh titik listrik dapat
disebabkan oleh kontak dengan kabel listrik yang terbuka atau bermasalah atau
jalur listrik tegangan tinggi. Orang yang tersambar petir juga menderita cedera
listrik.
3. Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi adalah jenis luka bakar yang paling jarang dan
disebabkan oleh paparan terhadap sumber radioaktif. Jenis cedera ini terkait
dengan kecelakaan radiasi nuklir dan penggunaan radiasi pengion di industri,
dan radiasi terapeutik. Luka bakar matahari yang ditimbulkan akibat paparan
berkepanjangan terhadap sinar ultraviolet atau Radiasi matahari juga dianggap
sebagai bentuk luka bakar radiasi
4. Luka Bakar Kimia
Luka bakar kimia disebabkan oleh kontak dengan asam kuat, basa kuat,
atau senyawa organik. Konsentrasi volume, jenis bahan kimia, serta rentang
waktu kontak menentukan keparahan cedera kimia. Luka bakar kimia dapat
terjadi akibat kontak dengan bahan pembersih rumah tangga tertentu dan
berbagai bahan kimia yang digunakan di industri pertanian dan militer. Cedera
kimia pada mata yang terhirupnya asap kimia dapat menjadi gawat.
5. Cedera Inhalasi
Paparan terhadap gas asfiksian (misalnya karbon monoksida) dan asap
pada umumnya terjadi pada cedera api. Paparan gas asfiksian, keracunan asap,
dan cedera termal (panas) langsung terhadap jaringan paru menyusun 3 aspek
cedera inhalasi.

E. Patofisiologis Luka Bakar


Pada dasarnya luka bakar itu terjadi akibat paparan suhu yang tinggi,
akibatnya akan merusak kulit dan pembuluh darah tepi maupun pembuluh darah
besar dan akibat kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan plasma sel
darah, protein dan albumin, mengalami gangguan fisiologi. Akibatnya terjadilah
kehilangan cairan yang masif, terganggunya cairan di dalam lumen pembuluh
darah. Suhu tinggi juga merusak pembuluh darah yang mengakibatkan sumbatan
pembuluh darah sehingga beberapa jam setelah terjadi reaksi tersebut bisa
mengakibatkan radang sistemik, maupun kerusakan jaringan lainnya. Dari
penjelasan tersebut maka pada luka bakar juga dapat terjadi sok hipovelemik (burn
syok).
Perubahan patofisiologi yang terjadi setelah cedera luka bakar kulit
bergantung pada luas atau ukuran luka bakar. Untuk luka bakar yang lebih kecil,
tanggapan tubuh terhadap cedera terlokalisasi pada area yang terbakar. Namun,
pada luka yang lebih luas, tanggapan tubuh terhadap cedera bersifat sistemik dan
sebanding dengan luasnya cedera. Manifestasi klinis luka bakar luas berevolusi
dalam gambaran yang dramatik selama perjalanan klinik pascacedera. Cedera luka
bakar luas mempengaruhi semua sistem mayor dalam tubuh. Tanggapan sistemik
terhadap cedera luka bakar biasanya ditandai oleh penurunan fungsi (hipofungsi)
yang diikuti dengan peningkatan fungsi (hiperfungsi) setiap sistem organ.
F. Pathway
G. Manifestasi Klinik Luka Bakar
1. Derajat Cedera
Tanda dan gejala pada luka bakar dapat ditentukan berdasarkan
klasifikasi luka bakar itusendiri, diantaranya:

2. Hipotermia
Selain adanya perubahan tampilan fisik, kehilangan kulit juga menyebabkan
masalah lainnya. Hipotermia dapat terjadi akibat hilangnya panas tubuh lewat
luka dan ditandai pada suhu inti tubuh kurang dari 98,6° F. Hipotermia
sangatberbahaya karena menyebabkan menggigil, yang lalu menyebabkan
peningkatan konsumsi oksigen dan kebutuhan kalorik serta vasokonstriksi pada
perifer. Hipotermia sering terjadi pada cedera luas selama beberapa jam pertama
setelah cedera, evakuasi, dan transpor ke fasilitas luka bakar.
3. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Kehilangan air lewat penguapan melalui luka bakar berperan terhadap
hilangnya volume cairan klien dan status hidrasi yang terganggu. Kehilangan
lewat penguapan yang tidak dikompensasi dengan penggantian cairan ditandai
dengan tekanan darah yang rendah, penurunan keluaran urine, membran mukus
yang kering, dan buruknya turgor kulit.
4. Perubahan pada Respirasi
Pada awalnya, pada klien dapat terjadi takipneu setelah cedera luka bakar.
Analisis gas darah arteri dapat menampilkan tekanan oksigen arteri (PaO²) yang
relatif normal, dengan saturasi oksigen yang lebih rendah dari yang diharapkan
relatif terhadap PO². Pada mereka dengan cedera inhalasi, insufisiensi
pernapasan dapat terjadi selama fase resusitasi ketiga pergeseran cairan pada
titik tertinggi dan cedera parenkim paru sangat rentan terhadap pembentukan
edema. Selanjutnya dalam perjalanan pemulihan, gagal nafas dapat terjadi
karena infeksi (sering kali 10 hari hingga dua minggu setelah cedera).
5. Menurunnya Curah Jatung
Setelah cedera luka bakar yang luas, denyut jantung dan tekanan vaskular
perifer meningkat sebagai tanggapan atas pelepasan katekolamin dan
hipovolemia relatif, namun curah jantung pada awalnya menurun (hipofungsi).
Kira-kira 24 jam setelah cedera luka bakar pada klien yang menerima resusitasi
cairan, curah jantung kembali normal dan kemudian meningkat (2 hingga 2,5
kali dari normal) untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik tubuh
(hiperfungsi).
Perubahan curah jantung terjadi bahkan sebelum volume intravaskular yang
bersirkulasi kembali normal. Tekanan darah arteri normal atau sedikit meningkat
kecuali terjadi hipovolemia parah. Penurunan curah jantung yang terlihat pada
awalnya setelah cedera luka bakar ditunjukkan oleh penurunan tekanan darah,
penurunan keluaran urine, denyut perifer lemah, dan jika dipantau lewat kateter
arteri pulmonal, curah jantung kurang dari 4L/menit, indeks jantung kurang dari
2,5L/menit, dan tahanan vaskular sistemik kurang dari 900 dyne
6. Respon Nyeri
Klien akan mengalami nyeri yang hebat akibat luka bakar dan terpaparnya
ujung saraf karena hilangnya integritas kulit. Penyintas luka bakar biasanya
menjelaskan tiga jenis nyeri yang muncul pada cedera mereka, nyeri latar, nyeri
lonjakan, dan nyeri prosedural. Nyeri latar dialami ketika klien sedang
beristirahat atau sedang melakukan aktivitas yang tidak berhubungan dengan
prosedur, seperti berganti posisi dari tempat tidur, atau pada gerakan dinding
dada atau perut yang terjadi pada pernapasan dalam atau batuk.
Nyeri lonjakan adalah peningkatan nyeri yang dirasakan yang melebihi
tingkat intensitas rendah nyeri latar. Seperti nyeri latar, ia dialami ketika klien
sedang istirahat atau terlibat dalam aktivitas hidup sehari-hari atau aktivitas
minor lainnya yang membutuhkan pergerakan pada daerah yang cedera. Nyeri
prosedural dijelaskan sebagai nyeri akut dan berintensitas tinggi. Manajemen
bergantung pada fase pemulihan dan termasuk opioid kerja-singkat (misalnya
morfin sulfat, fentanil, hidromorfon, oxycodone, dan ketamin). Obat inhalasi,
seperti nitrat oksida dapat pula digunakan untuk menangani nyeri prosedural
7. Perubahan Psikologi
Segera setelah cedera, mereka yang dengan cedera Mayor dapat merespon
dengan psikologi, ketidakpercayaan, kecemasan, dan perasaan terbebani. Klien
dan anggota keluarga mungkin sadar dengan apa yang terjadi namun dapat
melakukan koping dengan situasi yang ada secara buruk. Oleh karena klien tidak
memiliki kemampuan yang terbatas untuk mencerna informasi baru, kehadiran
keluarga dan teman-teman yang sudah dikenal dapat membantu meringankan
kecemasan.
Instruksi dan informasi sederhana yang sudah disiapkan sebelumnya,
terutama sebelum prosedur penting untuk dilakukan. Keluarga klien dengan
penyakit kritis membutuhkan jaminan, kedekatan dengan orang yang cedera, dan
informasi. Secara khusus keluarga ingin mengetahui bagaimana klien
diperlakukan, fakta spesifik tentang kemajuan klien, dan mengapa mengapa
prosedur tersebut dilakukan.
8. Tingkat Kesadaran yang Terganggu
Jarang terjadi klien dengan cedera luka bakar mengalami kerusakan
neurologi kecuali paparan yang lama terhadap asap telah terjadi. Klien dengan
cedera luka bakar Mayor sering kali terbangun dan sadar pada saat masuk rumah
sakit. Ketika perubahan tingkat kesadaran terjadi saat masuk rumah sakit,
seringkali ia berhubungan dengan trauma neurologi (misalnya jatuh, kecelakaan
kendaraan bermotor), gangguan perfusi ke otak, hipoksemia (seperti pada
kebakaran di ruang tertutup), cedera inhalasi (seperti pada paparan terhadap
asfiksiat atau bahan-bahan beracun lainnya dari kebakaran), cedera luka bakar
listrik, atau efek obat-obat yang muncul dalam tubuh pada saat cedera. (

H. Klasifikasi Luka Bakar


1. Berdasarkan Penyebab
a. Luka bakar karena api
b. Luka bakar karena air panas
c. Luka bakar karena bahan kimia
d. Luka bakar karena listrik
e. Luka bakar karena radiasi
f. Luka bakar karena suhu rendah
2. Berdasarkan Kedalaman Luka Bakar
Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan
kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, maka semakin
luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi (Rahayuningsih, 2012) :

(Sumber: rsgm.maranatha.edu)
Gambar 1.b Klasifikasi Luka Bakar
a. Luka bakar derajat I
Luka bakar derajat I ditandai dengan luka bakar superfisial dengan
kerusakan pada lapisan epidermis. Umumnya tidak disertai kelepuhan
pada kulit, kulit kemerahan pada bagian yang terbakar, bengkak ringan,
nyeri namun kulit tidak terkoyak karena melepuh, tidak terdapat bula,
nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
b. Luka bakar derajat II
Luka bakar derajat II terjadi pada lapisan epidermis dan sebagian
dermis dibawahnya, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi.
Umumnya memiliki gejala berupa kulit kemerahan, melepuh, bengkak
yang tak hilang selama beberapa hari, kulit terlihat lembab atau becek,
nyeri, dan bercak-bercak berwarna merah muda.
c. Luka bakar derajat III
Luka bakar derajat III terjadi pada seluruh ketebalan kulit. Semua
organ kulit sekunder rusak dan tidak ada kemampuan lagi untuk
melakukan regenerasi kulit secara spontan atau repitelisasi. Umumnya
memiliki gejala berupa daerah luka tampak berwarna putih, kulit hancur,
sedikit nyeri karena ujung saraf telah rusak dan biasanya tidak melepuh.
3. Berdasarkan Tingkat Keseriusan Luka
a. Luka bakar ringan
1) Luka bakar derajat II < 15% pada orang dewasa
2) Luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak
3) Luka bakar derajat III < 1%
b. Luka bakar sedang
1) Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
2) Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak
3) Luka bakar derajat III < 10%
c. Luka bakar berat
1) Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
2) Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
3) Luka bakar derajat III 10% atau lebih
4) Luka bakar yang mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki,
genetalia/perineum, cedera inhalasi, listrik, dan trauma lain.
I. Luas Luka Bakar
Berbagai metode dalam menentukan luas luka bakar (Clevo, 2012):
1. Rumus Sembilan (Rule Of Nines)
Rumus Sembilan merupakan cara yang cepat untuk menghitung luas
daerah yang terbakar. Sistem tersebut menggunakan persentase dalam
kelipatan sembilan terhadap permukaan tubuh yang luas.

(Sumber: Wallace, 2017)


Gambar 1.c Rumus Sembilan (Rule of Nines) pada Orang Dewasa

Wallace (2017), membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang


terkenal dengan Rule of Nines (Dewasa), yaitu:
a. Kepala dan leher : 9%
b. Lengan masing-masing 9% : 18%
c. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
d. Tungkai masing-masing 18% : 36%
e. Genetalia / perineum : 1%

Wallace (2017), membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang


terkenal dengan Rule of Nines (Anak-Anak), yaitu:
a. Kepala dan leher : 18%
b. Lengan masing-masing 9% : 18%
c. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
d. Tungkai masing-masing 7% : 28%
2. Metode Lund and Browder
Metode Lund and Browder adalah metode mementukan presentase luas
luka bakar pada berbagai bagian anatomik, berubah menurut pertumbuhan
dengan membagi tubuh menjadi daerah-daerah yang sangat kecil dan
memberikan estimasi proporsi luas permukaan tubuh. Metode Lund dan
Browder persentasenya disesuikan dengan usia (Wallace, 2017).

(Sumber: ResearchGet.net)
Gambar 1.e Metode Lund and Bowder

J. Pemeriksaan Diagnostik Luka Bakar


Pemeriksaan lain yang dilakukan sebagai penunjang adalah sebagai berikut.
1. Hitung darah lengkap. Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh
darah.
2. Leukosit. Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri). Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon
dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum. Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin. Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan ,
kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat. Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan
cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum. Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum. Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
9. BUN atau Kreatinin. Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi
ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume. Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau
luasnya cedera.
11. EKG. Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12. Fotografi luka bakar. Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.

K. Penatalaksanaan Medis Luka Bakar


Pasien luka bakar (Combustio) harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas
utama adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan
mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang
menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di
jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar
atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada pasien luka bakar,
intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada trakeostomi (Purwanto,
2016).
1. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
a. Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi
jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian
oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga
akan terbentuk radikal bebas yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis.
b. Perawatan jalan nafas
c. Penghisapan sekret (secara berkala)
d. Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen
jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan.
Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9%
ditambah dengan bronkodilator bila perlu.
e. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
2. Tatalaksana resusitasi cairan
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang
adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga
iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan
diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas yang tidak
diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk
menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta meminimalisasi respons
inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan keuntungan
dari berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan
sebagainya pada waktu yang tepat. Resusitasi cairan dilakukan dengan
memberikan cairan pengganti. Berkut cara untuk menghitung kebutuhan cairan
yaitu (Purwanto, 2016).
a) Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
8 jam pertama = diberikan 50%
16 jam berikutnya = 50%
Tetesan Infus =
Jumlah Cairan 1 jam = 60/faktor infus
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah
cairan hari kedua.
3. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar,
maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang
diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-
30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi
kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus (Purwanto, 2016).
Dukungan nutrisi
a. Kebutuhan Kalori dihitung berdasarkan rumus curreri yaitu Kebutuhan
kalori 24 jam = (25 kcal x kg BB) + (40 kcal x TBSA)
b. Pasien dengan fungsi ginjal baik dapat diberikan protein 2g/kgBB/hari
c. Minum diberikan pada penderita luka bakar segera setelah peristalsis
menjadi normal, diberikan sebanyak 25mL/kgBB/hari, dan diuresis dapat
mencapai sekurang-kurangnya 30mL/jam
d. Makanan diberikan oral pada penderita luka bakar segera setelah dapat
minum tanpa kesulitan, sedapat mungkin 2500 kal/hari dan sedapat
mungkin mengandung 100 – 150gr protein/hari.
e. Pemberian suplemen vitamin, mineral, vitamin A, vitamin C, Zinc, Vitamin
E, selenium dan besi dapat membantu proses penyembuhan luka bakar

L. Manajemen Fase Perawatan Luka Bakar


1. Fase darurat perawatan luka bakar
a. Perawatan ditempat kejadian
Perawatan awal penderita luka bakar mengkuti prinsip umum
perawatan penderita trauma. Khususnya penderita harus dikeluarkan dari
sumber tenaga panas, baik pakaian terbakar atau kawat listrik tegangan
tiggi. Setelah ventilasi dan fungsi jantung kembali normal pemeriksaan
umum yang cepat dilakukan pada luka untuk menentukan keparahan dan
luas luka. Penderita luka bakar kecil (TBSA kurang dari 20 %) dapat
dirawat pada tempat kejadian dengan dengan memberi air dingin untuk
mengurangi nyeri dan dibawa kerumah sakit untuk mendapat penanganan
lanjutan. Tetapi penderita luka bakar yang besar mungkin perlu diberi infus
intravena dan dibawa dengan amat hati-hati.
b. Penatalaksanan medis darurat
Bila luka besar dan belum ada infus intravena, harus dipasang
kateter besar, terutama pada anggota gerak atas yang tidak ada luka, bila
tidak ada tempat untuk ini, infus dapat dipasang di tungkai atau vena
sentral. Keteter urina juga dapat dipasang untuk memantau pengeluran urin
selama resusitasi. Darah harus diambil untuk memeriksa jumlah sel darah,
elektrolit serum dan kreatinin, pada penderita luka bakar yang besar
Ketika infus dipasang dan darah diambil, harus dibuat anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang sistematis dalam anamnesis, penting alergi obat,
keadaan imunisasi tetanus, dan proses penyakit sistemik, semua ini dapat
berpengaruh atau merubah perawatan. Pemeriksaan mata dan wajah,
susunan pernapasan dan jantung serta abdomen harus mendapatkan
perhatian khusus. Pada luka bakar yang besar, pemeriksaan foto thorax
harus dilakukan didalam ruang gawat darurat ketika pasian distabilisasi.
Pemeriksaan radiologi yang lain dapat dilakukan bersamaan, tergantung atas
luas luka bakar.
c. Penatalaksanaan kehilangan cairan atau syok
Resusitasi syok (untuk luka bakar berat: luas luka bakar >25%,
dengan syok, atau keterlambatan > 2 jam). Untuk mengetahui berapa cairan
yang harus digantikan, terlebih dahulu harus diprediksi volume sirkulasi.
Volume sirkulasi merupakan 10% dari total volume tubuh.
Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang
adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional,
sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik.
Penatalaksanaan cairan atau syok dengan memberikan cairan melalui
intaravena atau infus dan cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan
eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume
dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari
seluruh sel, selain upaya pemberian cairan dapat diupayakan pemberian
Nutrisi Enteral Dini (NED) melalu NGT dalam 8 jam pertama pasca cedera.
Selain bertujuan mencegah terjadinya atrofi mukosa usus, pemberian NED
ini bertitik tolak mencegah dan mengatasi kondisi hipometabolik pada fase
akut/ fase syok dan mengendalikan hiperkatabolisme yang terjadi pada fase
flow.
Pemberian antibiotic juga tidak dibenarkan pada kondisi ini, karena
merubah pola / habitat kuman yang mengganggu balans flora usus. serta
meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan
kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid,
hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. (Moenadjat,
2001).
2. Fase akut/intermediet Keperawatan Luka Bakar
a. Ancaman infeksi
Pada awal terjadinya luka bakar bisa dkatakan terbebas dari bakteri,
namun segera setelah itu adanya jaringan mati akan menjadi tempat
tumbuhnya bakteri yang akan berdampak munculnya infeksi. Pada luka
bakar yang luas, infeksi merupakan sebab utama kesakitan dan kematian.
Pencegahan infeksi pada luka bakar ada dua tahap yaitu:
1) Pencegahan tahap pertama dengan menghilangkan jaringan mati,
pemberian antiseptic pada luka dan melakukan tindakan asepsis seperti
pemakaian verban.
2) Pencegahan tahap kedua untuk mencegah masuknya bakteri dari tempat
luka ke jaringan lebih dalam dan darah dengan terapi antibiotic yang
sesuai, Imunisasi pasif meliputi pemberian antisera terhadap bakteri
yang menyebabkan infeksi pada luka bakar dan imunisasi aktif seperti
vaksin tetanus toksoid untuk mencegah penyakit tetanus. (Nasronudin
dkk, 2011).
b. Perawatan luka umum
1) Tekan luka untuk menghentikan perdarahan menggunakan kain yang
steril atau bersih, posisikan luka menghadap ke atas.
2) Bilas luka dengan air bersih kemudian bersihkan daerah luka dengan
sabun
3) Jika terdapat benda yang tertancap pada luka setelah dibersihkan,
gunakan pinset steril untuk mencabutnya.
4) Oleskan krim atau salep antibiotic untuk menjaga permukaan kulit tetap
lembap.
5) Tutupi luka dengan verban untuk membantu menjaganya agar tetap
bersih dan terhindar dari bakteri.
6) Ganti verban secara teratur, sehari sekali.
c. Terapi Antibiotik Topikal
Pemberian antibiotic yang ditujukan mencegah dan mengatasi
infeksi yang terjadi pada luka. Jenis antibiotic yang diberikan didasari atas
pola kuman dan hasil kultur kuman yang menyebabkan infeksi serta
memiliki sensitifitas. Bentuk krim lebih bermanfaat dibandingkan salep dan
atau bentuk ointment. Ada beberapa jenis antibiotic yang sering digunakan
untuk tujuan topical, yaitu silver nitrate 0.5%, mafenide acetate 10 %, silver
sulvadiazine 1%, dan gentamisisn sulfat.
3. Fase rehabilitasi pada pasien luka bakar
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi
maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar
berupa parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi kerapuhan
jaringan atau organ-organ structural.

M. Komplikasi Luka Bakar


Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari
ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka.
1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
2. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan
integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir
kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat.
Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan
terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan
obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
3. Adult Respiratory Distress Syndrome
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan
pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda
ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat
mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress
fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah
okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini
merupakan tanda-tanda ulkus curling.
5. Syok sirkulasi
Terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang
terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya
pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan
haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena
sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
6. Gagal ginjal akut
Saluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan
yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam
urine.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN LUKA BAKAR

A. Pengkajian Keperawatan
1. Biodata
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat,
tnggal MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian klita perlu
informasi selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi
hebatnya luka bakar akan tetapi anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatsa
80 tahun memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian, data pekerjaan
perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar agama
dan pendidikan menentukan intervensi ynag tepat dalam pendekatan.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah
nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf.
Dalam melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time,
quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam atau hari setelah klien
mengalami luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah
sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru
berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru.
3. Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya
kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama
menjalan perawatanketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi
beberapa fase; fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak),
fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang
klien pulang).
4. Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien
sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien
mempunyai riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau
penyalagunaan obat dan alkohol.
5. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi: jumlah anggota keluarga,
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah
kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan
6. Pola ADL
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila
terjadi perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada pemenuhan
kebutuhan nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia, mual, dan muntah. Pada
pemeliharaan kebersihan badan mengalami penurunan karena klien tidak dapat
melakukan sendiri. Pola pemenuhan istirahat tidur juga mengalami gangguan.
Hal ini disebabkan karena adanya rasa nyeri.
7. Riwayat psikososial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body
image yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami
gangguan perubahan. Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan
yang laam sehingga mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini
menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.
8. Aktifitas/istirahat
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area
yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
9. Sirkulasi
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok);
penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi
perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik);
takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema
jaringan (semua luka bakar).
10. Integritas ego
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
11. Eliminasi
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin
hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot
dalam;
diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi);
penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar
dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
12. Makanan/cairan
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
13. Neurosensori
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam
(RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal;
kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur
membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
14. Nyeri atau Kenyamanan
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren
sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar
ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar
ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar
derajat tiga tidak nyeri.
15. Pernafasan
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera
inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan
menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada;
jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme,
oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema
laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
16. Keamanan
Tanda:
a. Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5
hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan
kehilangan cairan/status syok.
b. Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan
variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung
gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring
posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
c. Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit
mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh;
ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam
dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut
sampai 72 jam setelah cedera.
d. Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah
nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal
tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot
tetanik sehubungan dengan syok listrik).
17. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas
sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila
luka bakar mencapai derajat cukup berat
b. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah
sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
c. Pemeriksaan kepala dan leher
1) Kepala dan rambut. Catat bentuk kepala, penyebaran rambut,
perubahan warna rambut setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat
luka bakar, grade dan luas luka bakar
2) Mata. Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi
adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta
bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar
3) Hidung. Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan
dan bulu hidung yang rontok.
4) Mulut. Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering
karena intake cairan kurang
5) Telinga. Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing,
perdarahan dan serumen
6) Leher. Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan
sebagai kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan
d. Pemeriksaan thorak / dada.
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada
tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk
ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi
e. Abdomen.
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya
nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
f. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor atau terdapat lesi
merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga
potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
g. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru
pada muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
h. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa
menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan
nyeri yang hebat (syok neurogenik)
i. Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar
(luas dan kedalaman luka). Pengkajian kedalaman luka bakar dibagi
menjadi 3 derajat (grade). Grade tersebut ditentukan berdasarkan pada
keadaan luka, rasa nyeri yang dirasanya, dan lamanya kesembuhan luka.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d kerusakan kulit atau jaringan (D.0077)
2. Kerusakan integritas kulit b.d trauma (D.0129)
3. Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan melalui rute abnormal
luka (D.0036)
4. Resiko infeksi b.d pertahanan primer tidak adekuat kerusakan perlindungan
kulit (D.0142)
5. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan dan ketahanan (D.0054)
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d status hipermetabolik
(D.0019)
7. Ansietas b.d krisis situasi: kecacatan (D.0080)
8. Gangguan citra tubuh b.d krisis situasi kecacatan (D.0083)

C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut b.d kerusakan kulit atau jaringan
Kriteria Hasil Intervensi
 Menyatakan nyeri berkurang  Tutup luka sesegera mungkin, kecuali
atau terkontrol perawatan luka bakar metode pemejanan pada
 Menunjukkan ekspresi wajah udara terbuka
atau postur tubuh rileks Rasional:
 Berpartisipasi dalam aktivitas Suhu berubah dan tekanan udara dapat
dari tidur atau istirahat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung
dengan tepat saraf.
 Ubah pasien yang sering dan rentang gerak aktif
dan pasif sesuai indikasi
Rasional :
Gerakan dan latihan menurunkan kekuatan sendi
dan kekuatan otot tetapi tipe latihan tergantung
indikasi dan luas cedera.
 Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan
lampu penghangat dan penutuptubuh
Rasional :
Pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar
mayor, sumber panas eksternal perlu untuk
mencegah menggigil.
 Kaji keluhan nyeri pertahankan lokasi,
karakteristik dan intensitas (skala 0-10)
Rasional :
Nyeri hampir selalu ada pada derajat beratnya,
keterlibatan jaringan atau kerusakan tetapi biasanya
paling berat selama penggantian balutan dan
debridement.
 Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri
Rasional :
Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi
dan dapat meningkatkan mekanisme koping.

 Dorong penggunaan tehnik manajemen stress,


contoh relaksasi, nafas dalam, bimbingan
imajinatif dan visualisasi.
Rasional :
Memfokuskan kembali perhatian, memperhatikan
relaksasi dan meningkatkan rasa control yang dapat
menurunkan ketergantungan farmakologi.
 Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional :
Dapat menghilangkan nyeri

2. Kerusakan integritas kulit b.d trauma


Kriteria Hasil Intervensi
 Menunjukkan regenerasi  Kaji atau catat ukuran warna kedalaman luka,
jaringan perhatikan jaringan metabolik dan kondisi
 Mencapai penyembuhan tepat sekitar luka
waktu pada area luka bakar Rasional :
Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan
penanaman kulit dan kemungkinan petunjuk
tentang sirkulasi pada area grafik.
 Berikan perawatan luka bakar yang tepat dan
tindakan control infeksi
Rasional :
Menyiapkan jaringan tubuh untuk penanaman dan
menurunkan resiko infeksi.

3. Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan melalui rute abnormal
luka
Kriteria Hasil Intervensi
Menunjukkan perbaikan  Awasi tanda-tanda vital, perhatikan pengisian
keseimbangan cairan dibuktikan kapiler dan kekuatan nadi perifer.
oleh haluaran urine individu, Rasional :
tanda-tanda vital stabil, Memberikan pedoman untuk penggantian cairan
membran mukosa lembab. dan mengkaji respon kardiovaskuler .
 Awasi haluaran urine dan berat jenis, observasi
warna dan hemates sesuaiindikasi
Rasional :
Secara umum penggantian cairan harus difiltrasi
untuk meyakinkan rata-rata haluaran urine 30-50
ml
/ jam (pada orang dewasa). Urine bisa tampak
merah sampai hitam pada kerusakan otot massif
sehubungan dengan adanya darah dan keluarnya
mioglobin.
 Perkirakan deranase luka dan kehilangan yang
tak tampak
Rasional :
Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan
protein, proses inflamasi dan kehilangan melalui
evaporasi besar mempengaruhi volume sirkulasi
dan haluaran urine, khususnya selama 24-72 jam
pertama setelah terbakar.
 Timbang berat badan tiap hari
Rasional :
Pergantian cairan tergantung pada berat badan
pertama dan perubahan selanjutnya. Peningkatan
berat badan 15-20% pada 72 jam pertama selama
pergantian cairan dapat diantisipasi untuk
mengembalikan keberat sebelum terbakar kira-kira
10 hari setelah terbakar.
 Selidiki perubahan mental
Rasional :
Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat
mengindikasikan ketidakadekuatan volume
sirkulasi atau penurunan perfusi serebral.
 Observasi distensi abdomen, hematemesess,
feses hitam, hemates drainase NG dan feses
secara periodik.
Rasional :
Stress (curling) ulkus terjadi pada setengah dan
semua pasien pada luka bakar berat (dapat terjadi
pada awal minggu pertama).
 Kolaborasi kateter
urine Rasional :
Memungkinkan observasi ketat fungsi ginjal dan
menengah stasis atau reflek urine, potensi urine
dengan produk sel jaringan yang rusak dapat
menimbulkan disfungsi dan infeksi ginjal.

4. Resiko infeksi b.d pertahanan primer tidak adekuat kerusakan perlindungan kulit
Kriteria Hasil Intervensi
Tidak ada tanda-tanda infeksi  Implementasikan tehnik isolasi yang tepat sesuai
indikasi
Rasional :
Tergantung tipe atau luasnya luka untuk
menurunkan resiko kontaminasi silang atau terpajan
pada flora bakteri multiple.
 Tekankan pentingnya tehnik cuci tangan yang
baik untuk semua individu yang datang kontak
ke pasien
Rasional :
Mencegah kontaminasi silang
 Cukur rambut disekitar area yang terbakar
meliputi 1 inci dari batas yang terbakar
Rasional :
Rambut media baik untuk pertumbuhan bakteri
 Periksa area yang tidak terbakar (lipatan paha,
lipatan leher, membran mukosa )
Rasional :
Infeksi oportunistik (misal : Jamur) seringkali
terjadi sehubungan dengan depresi sistem imun atau
proliferasi flora normal tubuh selama terapi
antibiotik sistematik.
 Bersihkan jaringan nekrotik yang lepas
(termasuk pecahnya lepuh) dengan gunting dan
forcep.
Rasional :
Meningkatkan penyembuhan
 Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional :
Mencegah terjadinya infeksi

5. Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan dan ketahanan


Kriteria Hasil Intervensi
Menyatakan dan menunjukkan  Pertahankan posisi tubuh tepat dengan dukungan
keinginan berpartisipasi dalam atau khususnya untuk luka bakar diatas sendi.
aktivitas, mempertahankan posisi, Rasional :
fungsi dibuktikan oleh tidak Meningkatkan posisi fungsional pada ekstermitas
adanya kontraktor, dan mencegah kontraktor yang lebih mungkin
mempertahankan atau diatas sendi.
meningkatkan kekuatan dan  Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten,
fungsi yang sakit dan atau diawali pasif kemudian aktif
menunjukkan tehnik atau perilaku Rasional :
yang memampukan aktivitas. Mencegah secara progresif, mengencangkan
jaringan parut dan kontraktor, meningkatkan
pemeliharaan fungsi otot atau sendi dan
menurunkan kehilangan kalsium dan tulang.
 Instruksikan dan Bantu dalam mobilitas, contoh
tingkat walker secaratepat.
Rasional :
Meningkatkan keamanan ambulasi

6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d status hipermetabolik


Kriteria Hasil Intervensi
Menunjukkan pemasukan nutrisi  Auskultasi bising usus, perhatikan hipoaktif atau
adekuat untuk memenuhi tidak ada bunyi
kebutuhan metabolik dibuktikan Rasional :
oleh berat badan stabil atau massa Ileus sering berhubungan dengan periode pasca luka
otot terukur, keseimbangan bakar tetapi biasanya dalam 36- 48 jam dimana
nitrogen positif dan regenerasi makanan oral dapat dimulai.
jaringan.  Pertahankan jumlah kalori berat, timbang BB /
hari, kaji ulang persen area permukaan tubuh
terbuka atau luka tiap minggu.
Rasional :
Pedoman tepat untuk pemasukan kalori tepat, sesuai
penyembuhan luka, persentase area luka bakar
dievaluasi untuk menghitung bentuk diet yang
diberikan dan penilaian yang tepat dibuat.
 Awasi massa otot atau lemak subkutan sesuai
indikasi
Rasional :
Mungkin berguna dalam memperkirakan perbaikan
tubuh atau kehilangan dan keefektifan terapi.
 Berikan makan dan makanan sedikit dan sering
Rasional :
Membantu mencegah distensi gaster atau
ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan.

7. Ansietas b.d krisis situasi: kecacatan


Kriteria Hasil Intervensi
 Menyatakan kesadaran,  Berikan penjelasan dengan sering dan informasi
perasaan dan menerimanya tentang prosedur perawatan
dengan cara sehat Rasional :
 Mengatakan ansietas atau Pengetahuan apa yang diharapkan
ketakutan menurun sampai menurunkan ketakutan dan ansietas,
tingkat yang dapat ditangani. memperjelas kesahalan konsep dan meningkatkan
 Menunjukkan ketrampilan kerjasama.
pemecahan masalah,  Libatkan pasien atau orang terdekat dalam proses
penggunaan sumber yang pengambilan keputusan kapanpun mungkin
efektif. Rasional :
Meningkatkan rasa kontrol dan kerjasama
menurunkan perasaan tak berdaya atau putus asa
 Dorong pasien untuk bicara tentang luka bakar
bila siap
Rasional :
Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus-
menerus untuk membuat beberapa rasa terhadap
situasi apa yang menakutkan.
 Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan
kesempatan untuk bertanya dan berikan jawaban
terbuka atau jujur.
Rasional :
Pertanyaan kompensasi menunjukkan realitas situasi
yang dapat membantu pasien atau orang terdekat
menerima realita dan mulai menerima apa yang
terjadi.

8. Gangguan citra tubuh b.d krisis situasi kecacatan


Kriteria Hasil Intervensi
 Menyatakan penerimaan  Kaji makna kehilangan atau perubahan pada
situasi diri pasien atau orang terdekat
 Bicara dengan keluarga atau Rasional :
orang terdekat tentang situasi Episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-
perubahan yang terjadi. tiba, tak diantisipasi membuat perasaan kehilangan
 Membuat tujuan realitas atau aktual yang dirasakan.
rencana untuk masa depan  Bersikap realistik dan positif selama pengobatan
 Memasukkan perubahan pada penyuluhan kesehatan dan menyusun tujuan
dalam konsep diri tanpa dalam keterbatasan.
harga diri negatif Rasional :
Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan
hubungan baik antara pasien dan perawat.
 Berikan harapan dalam parameter situasi individu,
jangan memberikan keyakinan yang salah.
Rasional :
Meningkatkan pandangan positif dan memberikan
kesempatan untuk menyusun tujuan dan rencana
untuk masa depan berdasarkan realitas.
D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncakan dalam rencna tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat
harus mengetahui beberapa hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan
pada klien, tiknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan psaien.
1. Tahap Persiapan
Tahap awal pelaksanaan asuhan keperawatan menuntut perawat
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk melakukan intervensi.
Persiapan tersebut meliputi kegiatan meninjau ulang (review) asuhan
keperawatan yang telah diidentifikasi pada tahap perencanaan, menganalisis
kemampuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan, mengetahui
komplikasi dari intervensi keperawatan yang mungkin timbul, menentukan dan
mempersiapkan peralatan yang diperlukan, mempersiapkan lingkungan yang
kondusif sesuai dengan intervensi yang akan dilaksanakan, mengidentiikasi
aspek hukum dan kode etik keperawatan terhadap risiko yang mungkin muncul
akibat dilakukan intervensi.
2. Tahap Intervensi
Pendekatan asuhan keperawatan meliputi intervensi independen (suatu
kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa penunjuk atau instruksi dokter
atau profesi kesehatan lainnya), dependen (pelaksanaan rencana tindakan
medis), dan interdependen (menjelaskan kegiatan yang memerlukan kerjasama
dengan profesi kesehatan lainnya seperti tenaga sosial, ahli gizi, fisioterapi, dan
dokter).
3. Tahap Dokumentasi
Berisi catatan perkembangan dari pasien pada tiap masalah yang telah
dilakukan tindakan. Implementasi asuhan keperawatan harus diikuti oleh
pendokumentasian yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam
proses keperawatan. Semua tindakan keperawatan dicatat ke dalam format
yang telah ditetapkan institusi.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi, dan
implementasinya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat respon klien terhadap
asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan.
Proses evaluasi terdiri dari 2 tahap, yaitu:
1. Mengukur pancapaian tujuan klien. Perawat menggunakan keterampilan
pengkajian untuk mendapatkan data yang akan digunakan dalam evaluasi yang
terdiri dari beberapa komponen yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (status
emosional), psikomotor, perubahan fungsi tubuh.
2. Membandingkan data yang terkumpul dengan tujuan dan pencapaian tujuan.
Ada 3 kemungkinan keputusan pada tahap ini:
a. Klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan.
b. Klien masih dalam proses mencapai hasil yang ditentukan.
c. Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah ditentukan.
Kualitas asuhan keperawatan dapat dievaluasi pada saat proses (formatif) dan
dengan melihat hasilnya (sumatif).
1) Evaluasi proses atau formatif
Fokus tipe evaluasi ini adalah aktifitas dari proses keperawatan dan
hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses harus
dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk
membantu menilai efektifitas intervensi tersebut. Evaluasi formatif terus
menerus dilaksanakan sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.
2) Evaluasi hasil atau sumatif
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan
klien pada akhir asuhan keperawatan. Meskipun informasi pada tahap ini
tidak secara langsung berpengaruh terhadap klien yang dievaluasi, tetapi
evaluasi hasil dapat menjadi suatu metode untuk memonitor kualitas dan
efektifitas intervensi yang telah diberikan.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada asuhan keperawatan luka bakar bekaitan dengan sistem integumen
yang terdiri dari tiga lapisan, yaitu: epidermis (lapisan kulit bagian luar), dermis
(kulit) dan lapisan subkutan atau hipodermis (lapisan bawah kulit).
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit
dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun
jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak dengan sumber
panas atau penyebabnya.
Kedalaman luka bakar akan mempengaruhi kerusakan atau gangguan
integritas kulit dan kematian sel-sel. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
oleh pasien luka bakar mulai dari hitung darah lengkap sampai fotografi luka bakar.
Penatalaksanaan pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik dan prioritas
utamanya untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan
mendukung sirkulasi sistemik. Apabila pasien luka bakar tidak ditanganin dengan
cepat dan tepat dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi luka bakar seperti
bekas luka, hipotermia, gangguan bergerak, infeksi, gangguan pernapasan,
kehilangan banyak cairan tubuh.

B. Saran
Dalam meminimalisir angka kejadian kecacatan dan kematian yang
ditimbulkan akibat luka bakar, dibutuhkan peran aktif perawat, mahasiswa
keperawatan, dan petugas kesehatan lainnya, termasuk Dinas Kesehatan dalam
pencegahan kebakaran dan penanganan luka bakar. Oleh karena itu, diharapkan
tenaga kesehatan, terumata perawat, diharapkan bisa mengerti dan memahami
tentang asuhan keperawatan pada apasien luka bakar agar saat menerapkan pada
pasien tidak terjadi suatu kesalahan yang menyebabkan pasien tambah parah atau
bahkan bisa mengalami kematian karena kesalahan dalam melakukan asuhan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Black joyce. M & Jane Hokanse Hawks. 2014. Medical Surgical Nursing vol 2. Jakarta:
Salemba Medika.

Clevo R.M TH. 2012. Asuhan KeperawatanMedikal Bedahdan Penyakit Dalam.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Hadi, Purwanto. 2016. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07. 2019. Pedoman Nasional Pelayanan


Kedokteran Tata Laksana Luka Bakar. Diakses dari
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/KMK_No HK_01_07-
MENKES-555-
2019_ttg_Pedoman_Nasional_Pelayanan_Kedokteran_Tata_Laksana_Luka_Bakar.
pdf. Pada tanggal 03/02/2021.

Moenadjat, Y., 2009. Luka Bakar: Masalah dan Tatalaksana. Ed.4. Jakarta: Balai Penerbit
FK UI.

Muchlisin. 2019. Pengaruh Sinar Ultraviolet Terhadap Proses Penyembuhan Luka:


Literatur Review. Semarang: Universitas Diponegoro.

Perdanakusuma, D. S. 2007. Anatomi Fisiologi Kulit Dan Penyembuhan Luka. Plastic


Surgery Departement, Airlangga University School of Medicine. Surabaya:
Soetomo General Hospital.

Rahayuningsih, T. 2012. Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio). PROFESI Vol. 08.


Surakarta: STIKES PKU Muhammadiyah.

Richardson, M.D. & Warnock, D.W. 2003. Fungal Infection. Oxford: Blackwell
Publication.

Sabu, Subhan. 2018. Luka Bakar Sebabkan 195.000 Orang di Indonesia MeninggaI Dunia.
12 Mei 2018. Diakses dari
https://lifestyle.okezone.com/read/2018/05/12/481/1897511/luka-bakar-sebabkan-
195-000-orang-di-indonesia-meninggai-dunia. Pada tanggal 03/02/2021.

Santosa, Zen. 2019. Mengatasi Luka Gores dan Luka Bakar. Yogyakarta: CV Alaf Media.

Wallace. 2017. Perhitungan Luas Luka Bakar dengan Metode Rule of Nines dan Metode
Lund and Browder. Jakarta: Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai