Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KERUSAKAN

INTEGRITAS KULIT PADA KLIEN DENGAN LUKA BAKAR


Keperawatan Medikal Bedah
Makalah ini diajukan utnuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah

Disusun Oleh :
Amsiah 4002230339
Fitriani Dewi Esa 4002230127
Hilda Tira Puspita 4002230108
Liah Muflihah 4002230348
Maylian Lestyastuti 4002230135
Neni Setiawati 4002230128
Ratih Wiharni 4002230336

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA
BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas luasnya
limpahan rahmat dan hidayah-Nya hingga akhirnya tugas Keperawatan Medikal
Bedah “Asuhan Keperawatan dengan Kerusakan Integritas Kulit Pada Pasien
dengan Luka Bakar” ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Shalawat dan
salam tidak lupa kami panjatkan pada junjungan Rasulullah Muhammad Shallallahu
‘Alaihi Wasallam, para sahabatnya serta ummatnya yang senantiasa iltizam diatas
kebenaran hingga akhir zaman.

Penulisan makalah ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memenuhi
tugas mata kuliah “ KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH ”. Kami menyadari
bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini penuh keterbatasan dan masih
jauh dari kesempurnaan. Karena itu, saran yang konstruktif merupakan bagian yang
tak terpisahkan dan senantiasa kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini.

Semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapat pahala yang berlipat
ganda disisi Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Bandung, Oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................................2
C. TUJUAN PENULISAN...............................................................................................3
BAB II.......................................................................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................................4
A. KONSEP LUKA BAKAR...........................................................................................4
B. ETIOLOGI...................................................................................................................5
C. MANIFESTASI KLINIS.............................................................................................6
D. PATOFISIOLOGI.......................................................................................................8
E. FASE LUKA BAKAR.................................................................................................9
G. INDIKASI RAWAT INAP LUKA BAKAR........................................................11
H. PENATALAKSANAAN........................................................................................12
I. KOMPLIKASI...........................................................................................................17
J. PROSES PENYEMBUHAN.....................................................................................18
K. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BERAT RINGANNYA LUKA BAKAR

………………………………………………………………………………………………
……………………………18
BAB III....................................................................................................................................23
ASUHAN KEPERAWATAN................................................................................................23
A. PENGKAJIAN...........................................................................................................23
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN...............................................................................27
C. INTERVENSI KEPERAWATAN............................................................................28
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN.....................................................................34
E. EVALUASI KEPERAWATAN................................................................................34
BAB IV....................................................................................................................................37

ii
KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................................37
A. KESIMPULAN...........................................................................................................37
B. SARAN........................................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................x

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Luka bakar atau combustion adalah suatu bentuk kerusakan dan kehilangan
jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber suhu yang sangat tinggi seperti
kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ke tubuh (flash), terkena air panas
(scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat serangan listrik, akibat
bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn) dan suhu yang sangar
rendah (Gowri et al, 2012).
Pada tahun 2004, World Health Organization (WHO) Global Burden Disease
diperkirakan 310.000 orang meninggal akibat luka bakar, dan 30% pasien berusia
kurang dari 20 tahun. Luka bakar karena api merupakan penyebab kematian ke 11
pada anak berusia 1-9 tahun. Anak-anak beresiko tinggi terhadap kematian akibat
luka bakar, dengan prevalensi 3,9 kematian per 100.000 populasi. Luka bakar
dapat menyebabkan kecacatan seumur hidup (WHO, 2008). Di Amerika Serikat,
luka bakar menyebabkan 5000 kematian per tahun dan mengakibatkan lebih dari
50.000 pasien di rawat ianp (Kumar et al, 2007). Di Indonesia, prevalensi luka
bakarsebesar 0,7% (RISKESDAS, 2013)

Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus


yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab (etiologi) dan anatomi
luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang
meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif
daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan
oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan
komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api atau paparan
radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang
berbeda dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau percikan api. Luka

1
bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko infeksi yang lebih besar
daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau
tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan
teknik pengobatan yang berbeda dari lokasi tubuh lain. Ketahanan hidup setelah
cedera luka bakar telah meningkat pesat selama abad kedua puluh. Perbaikan
resusitasi, pengenalan agen antimikroba topikal dan yang lebih penting praktek
eksisi dini luka bakar memberikan kontribusi terhadap hasil yang lebih baik.
Namun, cedera tetap mengancam jiwa (National Institutes Of General Medical
Sciences 2007).

Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung


dengan lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan
sebelumnya dan inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka bakar dan
pengaruh lain yang menyertasi. Klien luka bakar sering mengalami kejadian
bersamaan yang merugikan, seperti luka atau kematian anggota keluarga yang
lain, kehilangan rumah dan lainnya. Klien luka bakar harus dirujuk untuk
mendapatkan fasilitas perawatan yang lebih baik untuk menangani segera dan
masalah jangka panjang yang menyertai pada luka bakar tertentu.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Jelaskan tentang pengertian luka bakar.
2. Jelaskan etiologi luka bakar.
3. Jelaskan tentang tanda dan gejala dari luka bakar.
4. Jelaskan pemeriksaan penunjang pada luka bakar.
5. Jelaskan mengenai komplikasi luka bakar.
6. Jelaskan tentang penatalaksanaan pada luka bakar.
7. Jelaskan mengenai asuhan keperawatan dengan kerusakan integritas kulit pada
klien luka bakar, yang terdiri dari:
a. Pengkajian.

2
b. Diagnosa keperawatan.
c. Intervensi.
d. Implementasi.
e. Evaluasi.

C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Penulis mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien kerusakan
integritas kulit dengan luka bakar baik secara langsung dan komprehensif
meliputi aspek bio, psiko, sosial, dan spiritual dengan pendekatan proses
keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB; Kasus combustio/luka bakar
b. Untuk mengetahui tentang pengertian dari luka bakar.
c. Untuk mengetahui tentang etiologi luka bakar.
d. Untuk mengetahui apa saja tanda dan gejala dari luka bakar.
e. Untuk mengetahui apa saja penatalaksanaan dari luka bakar
f. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang apa saja yang dapat dilakukan
pada kasus klien dengan luka bakar
g. Untuk mengetahui apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada klien
dengan luka bakar
h. Untuk memberikan pembelajaran bagi perawat dalam menangani masalah
kerusakan integritas kulit dengan klien luka bakar dalam praktik di
lapangan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP LUKA BAKAR
Luka bakar adalah cedera yang terjadi dari kontak langsung ataupun
paparan terhadap sumber panas, kimia, listrik atau radiasi (Joyce M. Black, 2009).

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan


kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi. (Musliha, 2010). Luka bakar adalah injury pada jaringan yang disebabkan
oleh suhu panas (thermal), bahan kimia, elektrik dan radiasi (Suryadi, 2001).

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kulit
dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun
jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak dengan
sumber panas/penyebabnya. Kedalaman luka bakar akan mempengaruhi
kerusakan/ gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel (Purwanto, 2016).

Meskipun semua luka bakar melibatkan kerusakan jaringan karena


transfer energi, penyebab yang berbeda dapat dikaitkan dengan respons fisiologis
dan patofisiologis yang berbeda. Misalnya, nyala api atau minyak panas dapat
langsung menyebabkan luka bakar yang dalam, sedangkan luka melepuh
disebabkan dari cairan atau uap panas, bahan kimia alkali menyebabkan nekrosis
kolikatif (di mana jaringan diubah menjadi cairan kental), sedangkan luka bakar
asam menyebabkan nekrosis koagulasi), cedera listrik dapat menyebabkan
kerusakan jaringan dalam yang lebih besar; Kerusakan jaringan pada luka listrik
berkorelasi dengan kekuatan medan listrik, cedera termal juga bisa terjadi karena
kedinginan. Radang dingin disebabkan oleh sejumlah mekanisme termasuk cedera
sel langsung dari kristalisasi air di jaringan dan cedera tidak langsung dari

4
iskemia dan reperfusi, hal ini tidak hanya menyebabkan nekrosis kulit tetapi juga
kerusakan jaringan dalam (Jeschke et al., 2020).

Luka bakar adalah luka yang parah, seringkali mengakibatkan morbiditas


yang signifikan, penurunan nilai kesejahteraan, emosional, dan kualitas hidup
penderita (Smolle et al., 2017). Luka bakar adalah luka yang terjadi karena
terbakar api langsung maupun tidak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari
matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak
langsung dari api, misalnya tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan
rumah tangga (Purwanto, 2016).

B. ETIOLOGI
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung
maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik
maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar,
penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:

a. Paparan api
1. Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh
atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
2. Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas.
Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami
kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat
seperti solder besi atau peralatan masak.
b. Scalds (air panas) Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental
cairan dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang

5
akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat
dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan,luka
umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh
kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan
keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang
menandai permukaan cairan.
c. Uap panas Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan
radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas
yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi
inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal
di paru.
d. Gas panas Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian
atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.
e. Aliran listrik Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan
tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang
menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan luka
bakar tambahan.
f. Zat kimia (asam atau basa)
g. Radiasi
h. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi

C. MANIFESTASI KLINIS
a. Menurut (Effendy, 2019) manifestasi klinik yang muncul pada luka bakar
sesuai dengan kerusakannya :
1. Grade I Kerusakan pada epidermis, kulit kering kemerahan, nyeri sekali,
sembuh dalam 3-7 dan tidak ada jaringan parut.
2. Grade II Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan
edema subkutan, luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri, sembuh
dalam 28 hari tergantung komplikasi infeksi.

6
3. Grade III Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah
keputihputihan dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang rusak
tidak sembuh sendiri maka perlu Skin graff
b. Berdasarkan tingkat keseriusan luka American Burn Association
menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori:
a. Luka bakar mayor
a. Luka bakar lebih dari 20% pada anak-anak
b. Luka bakar fullthickness lebih dari 20%
c. Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan
perineum
d. Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan
derajat dan luasnya luka
e. Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi
b. Luka bakar moderat
a. Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak-anak
b. Luka bakar fullthickness kurang dari 10%
c. Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telingakaki, dan
perineum
c. Luka bakar minor
Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofini (1991)
dan Griglak (1992) dalam (Nurarif & Hardhi, 2015) adalah:
a. Luka bakar dengan luas kurang dari 10% pada anak-anak
b. Luka bakar fullthickness kurang dari 2%
c. Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan dan kaki
d. Luka tidak sirkumfer
e. Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik dan fraktur

7
D. PATOFISIOLOGI
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau
radiasi elektromagnetik. Derajat luka bakar berhubungan dengan beberapa factor,
termasuk konduksi jaringan yang terkena, waktu kontak dengan sumber tenaga
panas dan pigmentasi permukaan. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur
yang kurang tahan terhadap konduksi panas, sedang tulang, paling tahan. Jaringan
lain memiliki kondisi sedang. Sumber-sumber radiasi elektromagnetik meliputi
sinar X, gelombang mikro, sinar ultraviolet, dan cahaya tampak. Radiasi ini dapat
merusak jaringan baik dan jaringan panas(gelombang mikro) atau ionisasi (sinar
X).
Sel-sel dapat menahan temperature sampai 40C, tampak kerusakan bermakna.
Antara 44-51C, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk setiap
kenaikan derajat temperature dan waktu penyiaran yang terbatas yang dapat
ditoleransi. Diatas 51C , protein terdenaturasi dan kecepatan kerusakan jaringan
yang sangat hebat. Temperature diatas 70 C menyebabkan kerusakan selular
yang sangat cepat dan hanya periode penyiaran yang sangat singkat yang dapat
ditahan. Pada rentang panas yang lebih rendah, tubuh dapat mengeluarkan tenaga
panas dengan perubahan sirkulasi, tetapi pada rentang panas lebih tinggi hal ini
tidak efektif.
Luka bakar terbentuk dari beberapa daerah, dimulai dengan daerah koagulasi
jaringan pada titik kerusakan maksimal. Mengelilingi daerah koagulasi terdapat
daerah statis yang ditandai adanya aliran darah berlangsung cepat dan terdiri dari
sel-sel yang masih bisa diselamatkan. Di sekeliling daerah statis terletak daerah
hiperemia, tempat sel kurang rusak dan dapat sembuh sempurna. Dengan
pengeringan atau infeksi, sel pada daerah statis dapat hilang dan luka dengan
kedalaman tidak penuh diubah menjaid kedalaman penuh. Salah satu tujuan
perawatan luka bakar adalah menghindari hilangnya kedua daerah luar ini.
Luka bakar secara klasik, dibagi atas derajat satu, dua, dan tiga, luka derajat
satu hanya mengenai epidermis luar dan tampak sebagai daerah hiperemia dan

8
eritema. Luka derajat dua mengenai lapisan epidermis yang lebih dalam dan
sebagian dermis serta lepuh dan edema dan basah. Luka derajat tiga mengenai
semua lapisan epidermis dan dermis serta biasanya tampak sebagai luka kering,
seringkali dengan vena koagulasi yang terbanyang melalui permukaan kulit
Walaupun klasifikasi luka bakar ini cukup bermanfaat dan dewasa ini sering di
gunakan, namun luka bakar lebih baik digunakan,namun luka bakar lebih baik
diklasifikasi sebagai ‘sebagian ketebalan kulit meliputi luka derajat satu dan
dua,luka seluruh ketebalan kulit meliputi luka derajat tiga. Penggunaan system
klasifikasi kedalaman luka ini dapat memberi gambaran klinik tentang apakah
luka sembuh secara spontan atau apakah membutuhkan cengkokan. Pada evaluasi
awal,sering sulit untuk memeriksa kedalaman luka,terutama pada luka dermis
yang dalam (derajat dua)
Kedalaman luka tidak hanya tergantung pada tipe agen bakar dan saat
kontaknya,tetapi juga terhadap ketebalan kulit didaerah luka dan penyediaan
darahnya. Daerah-daerah kulit tebal membutuhkan kontak lebih lama terhadap
sumber panas untuk mendapat luka seluruh ketebalan kulit dari pada daerah
berkulit tipis.kulit pasien lebih lanjut usia dan bayi lebih tipis pada semua daerah
dari pada kelompok umjur lain,serta merupakan factor pertimbangan penting
untuk menentukan kedalaman luka bakar pada pasien ini.

E. FASE LUKA BAKAR


1. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang
penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening.
Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan
nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan
airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar,
namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi
dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian

9
utama penderita pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak
sistemik. Problema sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya
ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan
jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan
hiperdinamik yang masih ditingkahi dengan problema instabilitas sirkulasi.
2. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan
atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang
terjadi menyebabkan :
a. Proses inflamasi dan infeksi
b. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang
atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ-organ
fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme
3. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan penunjang pada luka bakar
yaitu :
1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi

10
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon
dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan
cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek
atau luasnya cedera.
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar.

G. INDIKASI RAWAT INAP LUKA BAKAR


1. Luka bakar grade II
a. Dewasa >20%

11
b. Anak / orang tua >15%
2. Luka bakar grade III
3. Luka bakar dengan komplikasi : jantung, otak dll.

H. PENATALAKSANAAN
Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) beberapa penatalaksanaan
yangdapat diberikan pada pasien luka bakar adalah sebagai berikut
a. Evaluasi Awal
Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada
luka akibat trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway
BreathingCirculation) yang diikuti dengan pendekatan khusus pada komponen
spesifik luka bakar pada survei sekunder. Saat menilai
Airway,perhatikan apakah terdapat luka bakar inhalasi. Biasanya ditemukan
sputum karbonat, rambut atau bulu hidung yang gosong, luka bakar pada
wajah, edema oropharyngeal, perubahan suara, perubahan status mental. Bila
benar terdapat luka bakar inhalasi lakukan intubasi endotracheal,
kemudian beri oksigen melalui mask face atau endotracheal tube.
Meskipun perdarahan dan trauma intraaktivitas merupakan prioritas
utama dibandingkan luka bakar, perlu dipikirkan untuk meningkatkan
jumlah cairan pengganti. Anamnesis secara singkat dan cepat harus
dilakukan pertama kali untuk menentukan mekanisme dan waktu
terjadinya trauma
b. Pertolongan pertama
1. Segera hindari sumber api dan mematikan api pada
tubuh,misalnya dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar
untuk menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala.
2. Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek
torniket, karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi
edema.

12
3. Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air
atau menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-
kurangnya 15 menit. Akan tetapi, cara ini tidak dapat dipakai untuk luka
bakar yang lebih luas karena bahaya terjadinya hipotermi. Es tidak
seharusnya diberikan langsung pada luka bakar apapun
c. Resusitasi cairan
Perawatan awal pasien yang terkena luka bakar, pemberian
cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena yang adekuat
harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena luka
bakar. Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan
mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema.
Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka
dan akumulasi maksimum edema pada 24 jam pertama setelah luka bakar.
Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian garam
ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel
tubuh. Pemberian cairan paling sering adalah dengan Ringer Laktat
untuk 48 jam setelah terkena luka bakar. Output urin yang adekuat adalah 0,5
sampai 1,5 ml/kgBB/jam. Formula yang terkenal untuk resusitasi cairan
adalah Formula Parkland, 24 jam pertama, cairan ringer laktat = 4
ml/kgBB/%lukabakar. Contohnya pria dengan berat 80 kg dengan luas luka
bakar 25% membutuhkan cairan: 25 x 80kg x 4 ml = 8000 ml dalam
24 jam pertama. 1/2 jumlah cairan 4000ml diberikan dalam 8 jam, 1/2 jumlah
cairan sisanya 4000 ml diberikan dalam 16 jam berikutnya.
d. Penggantian Darah
Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan
sejumlah sel darah merah sesuai dengan ukuran dan kedalaman luka bakar.
Karena plasma predominan hilang pada 48 jam pertama setelah terjadinya
luka bakar, tetapi relative polisitemia terjadi pertama kali. Oleh sebab itu,
pemberian sel darah merah dalam 48 jam pertama tidak dianjurkan, kecuali

13
terdapat kehilangan darah yang banyak dari tempat luka. Setelah proses
eksisi luka bakar dimulai, pemberian darah biasanya diperlukan
e. Perawatan Luka Bakar
Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasicairan,
selanjutnya dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantungpada
karakteristik dan ukuran dari luka :
1. luka bakar derajat I,merupakan luka ringan dengan sedikit
hilangnya barier pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu dibalut,
cukup dengan pemberian salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit
dan melembabkan kulit. Bila perlu dapat diberikan NSAID (Ibuprofen,
acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit dan pembengkakan.
2. Luka bakar derajat II(superfisial), perlu perawatan luka setiap harinya,
pertama-tama lukadiolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut
dengan perban katun dan dibalut lagi dengan perban elastis. Pilihan lain
luka dapat ditutup dengan penutup luka sementara yang terbuat
dari bahan alami (Xenograft (Pig skin) atau Allograft (homograft,
cadaver skin)) atau bahan sintesis (opsite, biobrane, transcyte, integra 3
luka derajat II(dalam)
3. Luka derajat III perlu dilakukan eksisi awal dan cangkokkulit (early
exicition and grafting).
f. Nutrisi
Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yangberbeda
dari orang normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami
keadaan hipermetabolik. Kondisi yang berpengaruh dan dapat
memperberat kondisi hipermetabolik yang ada adalah:
1. umur,jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh, masa
bebas lemak.
2. Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat,
penyakit ginjal dan lain-lain.

14
3. Luas dan derajat luka bakar
4. Suhu dan kelembaban ruangan
5. Aktivitas fisik dan fisioterapi
6. Penggantian balutan
7. Rasa sakit dan kecemasan
8. Penggunaan obat-obatan tertentu dan pembedahan.
g. Early Exicision and Grafting (E&G)
Dengan metode ini eschar diangkat secara operatif dan
kemudian luka ditutup dengan cangkok kulit (autograft dan
atauallograft) setelah terjadi penyembuhan, graft akan terkelupas dengan
sendirinya. E&G dilakukan 3-7 hari setelah terjadi luka, pada
umumnya tiap harinya dilakukan eksisi 20% dari luka bakar kemudian
dilanjutkan pada hari berikutnya. Tapi ada juga ahli bedah yang
sekaligus melakukan eksisi pada seluruh luka bakar, tapi cairan ini
memiliki resiko yang lebih besar yaitu terjadi hipotermi, atau terjadi
perdarahan masif akibat eksisi. Metode ini mempunyai beberapa
keuntungan dengan penutupan luka dini, mencegah terjadinya infeksi pada
luka
h. Escharotomy
Luka bakar grade III pada ekstremitas dapat menyebabkan
iskemik distal yang progresif, terutama apabila terjadi edema saat
resusitasi cairan, dan saat adanya pengerutan keropeng. Iskemik dapat
menyebabkan gangguan vaskuler pada jari-jari tangan dan kaki. Tanda dini
iskemi adalah nyeri, kemudian kehilangan daya rasa sampai baal pada ujung-
ujung distal. Juga luka bakar menyeluruh pada bagian thorax atau
abdomen dapat menyebabkan gangguan respirasi, dan halini dapat
dihilangkan dengan escharotomy. Dilakukan insisi memanjang yang
membuka keropeng sampai penyempitan bebas

15
i. Antibiotik
Pemberian antibiotik yang didapat secara topikal atau
sistemik.Pemberian secara topikal dapat dalam bentuk salep atau cairan untuk
merendam. Contoh antibiotik yang sering dipakai berupa salep antaralain:
silver sulfadiazine, mafenide acetate, silver nitrate, Povidoneiodine,
bacitracin (biasanya untuk luka bakar grade I), neomycin,polymyxin
B, nysatatin, mupirocin, Mebo.
j. Kontrol rasa sakit
Terapi farmakologi yang digunakan biasanya dari
golonganopioid dan NSAID.
k. Perban Biologis
Perban biologis membantu dalam empat cara:
1. Mencegah kontaminasi dan pengeringan dari bakteri,
2. Menghilangkan bakteri dari permukaan luka,
3. Melapisi luka untuk autografting, dan
4. Mengurangi peradangan secara lokal dengan mengurangi respon
metabolik terhadap luka (Mehrotra & Misir, 2018)
l. Penggunaan herbal
1. Madu
Madu adalah bahan makanan manis yang kompleks dengan sifat
antimikroba dan antioksidan yang mapan. Ini telah digunakan selama
ribuan tahun dalam berbagai aplikasi, tetapi yang palingpenting
termasuk pengobatan luka permukaan, luka bakar
danpembengkakan (Nolan et al., 2019).Penggunaan madu dalam
merawat luka bakar memiliki keuntungan dalam menciptakan
lingkungan yang lembab, tidak melekat dipermukaan luka bakar,
memberikan penghalang bakteri sehingga mencegah infeksi silang dan
bakteri yang menginfeksi.Sifat antibakteri madu dikaitkan dengan
osmolaritas tinggi, pH rendah dan produksi hidrogen per oksida.
Madu memiliki sifat antibakteri terhadap berbagai macam
mikroba. Madu berperanpositif dalam memodulasi penyembuhan luka
jika dimasukkan kedalam matriks hidrogel berbasis kitosan. Pembalut luka
hydrogel yang mengandung 75% madu tidak akan berfungsi hanya
sebagaipenutup untuk memberikan lingkungan lembab yang bersih untuk

16
penyembuhan tetapi juga secara langsung berkontribusi pada
peningkatan regenerasi dan pemulihan jaringan (El-Kased et al.,2017)
2. Aloe Vera
Lidah buaya telah digunakan secara tradisional
untukmengobati luka kulit (luka bakar, luka, gigitan serangga,
daneksim) dan masalah pencernaan karena sifat anti-
inflamasi,antimikroba, dan penyembuhan luka (Sánchez et al.,
2020).Fermentasi lidah buaya dapat secara nyata mengurangi
aktivitas pengurangan oksigen dan secara signifikan menghambat
pertumbuhan patogen, fermentasi lidah buaya mempercepat
penyembuhan luka bakar melalui pengelupasan keropeng dan
meningkatkan pertumbuhan rambut. Fermentasi lidah buaya juga
menunjukkan secara signifikan mengurangi produksi factor
proinflamasi dan sangat meningkatkan hasil faktor anti-inflamasi.Oleh
karena itu, penggunaan fermentasi lidah buaya secara signifikan
mempercepat penyembuhan luka bakar melalui pengurangan
keparahan inflamasi (Hai et al., 2019).

I. KOMPLIKASI
1. Kehilangan fungsi (luka bakar pada wajah, tangan, kaki, genitalia )
2. Penyumbatan total sirkulasi dalam ekstremitas (akibat edema karena luka
bakar yang melingkar).
3. Obstruksi jalan nafas (luka bakar leher) atau ekspansi respirasi yang terbatas
(luka bakar pada dada).
4. Cedera paru (akibat inhalasi asap atau emboli paru)
5. Sindrom gawat napas dewasa (akibat dekompensasi jantung kiri atau infark
miokard)
6. Kontraktur dan Hipertrofi Jaringan parut
Komplikasi yang lebih jarang terjadi adalah edema paru akibat sindrom gawat
panas akut (ARDS, acute respiratory disters syndrome) yangmenyerang sepsis

17
gram negatif. Sindrom ini diakibatkan oleh kerusakan kapiler paru dan
kebocoran cairan kedalam ruang interstisial paru. Kehilangan kemampuan
mengembang dan gangguan oksigen merupakan akibat dari insufisiensi paru
dalam hubungannya dengan siepsis sistemik (wong, 2008)
J. PROSES PENYEMBUHAN
Menurut Krisanty (2009) mengatakan bahwa proses penyembuhan luka bakar
terdiri dari 3 fase meliputi fase inflamasi, fase fibioblastik, dan fase
maturasiAdapun proses penyembuhannya antara lain

a. Fase inflamasi
Fase terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka bakarPada fase ini
terjadi perubahan vascular dan proliferase seluler. Daerah luka mengalami
agregasi trombosit dan mengeluarkar serotonin serta mulai timbul epitalisasi.
b. Fase fibi oblastik
Fase yang dimulai pada hari ke 4 sampai 20 pasca luka bakar. Pada fase
ini timbul abrobast yang membentuk kolagen yang tampak secara klinis
sebagai jaringan granulasig berwarna kemerahan
c. Fase maturasi
Proses pematangan kolagen dan terjadi penurunan aktivitas seluler dan
vaskuler. Hasil ini berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari satu tahun dan
berakhir jika sudah tidak ada tanda-tanda inflamasi untuk akhir dari fase ini
berupa jaringan parut yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau gatal
K. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BERAT RINGANNYA LUKA
BAKAR
Menurut Gumidh dan Lilisari (2011)faktor yang mempengaruhi berat
ringannya luka bakar adalah sebagai berikut:
1. Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dilihat dari permukaan kulit yang paling luar.
Kedalaman suate luka bakar terdiri dari beberapa kategori yang didasarkan
pada elemen kulit yang rusak seperti tabel di bawah ini:
Derajat Kedalaman Kerusakan Karakteristik

18
1 Superfisial Epidermis Kulit kering,
hiperemis, nyeri
2 dangkal Superfisial Epidermis dan 1/3 Bula nyeri
kedalaman partial bagian superfisial
(partial thickness) dermis
2 dalam Dalam kedalaman Kerusakan 2/3 Seperti marbel,
partial (deep bagian superfisial putih dan keras
partial thickness) dermis dan
jaringan
dibawahnya
3 Kedalaman penuh Kerusakan Luka terbatas
(full thickness) seluruh lapisan tegas, tidak
kulit (dermis dan ditemukan bula,
epidermis) serta berwarna
lapisan yang lebih kecokelatan,
dalam kasar, tidak nyeri
4 Subdermal Seluruh lapisan Mengenai struktur
kulit dan struktur disekitarnya.
disekitarnya
seperti lemak
subkutan, fasia,
otot dan tulang

2. Luas luka bakar


Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi
Rule of Nine. Lund and Browder, dan Hand Palm. Ukuran luka bakar
ditentukan dengan prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar.
Akurasi dari perhitungan bervariasi menurut metode yang digunakan dan
pengalaman seseorang dalam menentukan luas luka bakar (Gurnida dan
Lilisari, 2011).

1. Metode Rule of Nine


Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa. Pada dewasa
digunakan 'The Rule of Nines" yang dikembangkan oleh Wallace (1940),
dimana setiap anggota badan dihitung berdasarkan kelipatan sembilan ini,
yaitu:kepala 9%, tubuh bagian depan 18%, tubuh bagian belakang 18%,
ekstremitas atas 18%, ekstremitas bawah kanan 18%, ekstremitas bawah
kiri 18%, organ genital 1% (Gurnida dan Lilisari, 2011).

19
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif
permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki
lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil
berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak

Korban harus dibawa ke gawat darurat apabila:derajat I dengan luas


luka lebih dari 15%, derajat 2 lebih dari 10%, derajat 3 lebih dari 2%,
derajat 4, mengenai wajah, alat kelamin, pensendiantangan, kaki, luka bakar

20
dengan komplikasi patah tulang, gangguan jalan nafas, luka bakar akibat
tegangan listrik, terjadi pada anak anak dan manula.
2. Metode Hand Palm
Metode permukaan telapak tangan. Area permukaan tangan pasien
(termasuk jari tangan) adalah sekitar 1% total luas permukaan tubuh.
Metode ini biasanya digunakan pada luka bakar kecil (Gurnida dan Lilisari,
2011).
3. Metode Lund and Browde
Metode ini mengkalkulasi total area tubuh yang terkena berdasarkan
lokasi dan usia. Metode ini merupakan metode yang paling akurat pada
anak bila digunakan dengan benar. Metode fund and browder merupakan
modifikasi dari persentasi bagian-bagian tubuh menurut usia. yang dapat
memberikan perhitungan yang lebih akurat tentang luas luka bakar yaitu
kepala 20%, tangan masing-masing 10%, kaki masing-masing 10%, dan
badan kanan 20%, badan kiri 20% (Gurrida dan Lilisari, 2011).

3. Lokasi luka bakar (bagian tubuh yang terkena)


Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi luka bakar. Luka
bakar yang mengenai kepala. leher dan dada sering kali berkaitan dengan
komplikasi pulmoner. Luka bakar yang menganai wajah seringkali
menyebabkan abrasi komea Luka bakar yang mengerai lengan dan persendian
seringkali membutuhkan terapi fisik dan occupasi dan dapat menimbulkan
implikasi terhadap kehilangan waktu bekerja dan atau ketidakmampuan untuk
bekerja secara permanen. Luka hakar yang mengenai daerah perineal dapat
terkontaminasi olch urine atau feces. Sedangkan luka bakar yang mengenai
daerah torak dapat menyebabkan tidak adekuataya ekspansi dinding dada dan
terjadinya insufisiensi pulmoner (Rahayuningsih, 2012)
4. Mekanisme injury
Mekanisme injury merupakan faktor lain yang digunakan untuk
menentukan berat ringannya luka bakar. Secara umum luka bakar yang
mengalami injuri inhalasi memerlukan perhatian khusus. Pada luka bakar
electric. panas yang dihantarkan melalui tubuh, mengakibarkan kerusakan
jaringan internalInjury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi
kerusakan otot dan jaringan Junak lainnya dapat terjad lebih luas khususnya
bila injury electrik dengan voltage tinggi. Oleh karena itu voltage, tipe arus
(direct atau alternating)tempat kontak dan lamanya kontak adalah sangat
penting untuk diketahui dan diperhatikan karena dapat mempengaruhi
morbidity (Rahayuningsih, 2012).
5. Usia

21
Kelompok terbesar dengan kasus luka bakar adalah anak-anak kelompok
usia dibawah 6 tahun bahkan sebagian besar berusia kurang dari 2 tahun.
Puncak insiden kedua adalah luka bakar akibat kerja yaitu pada usia 25-35
tahun. asidea Kendien jumlah pasien lanjut usia dengan luka bakar cukup
kecil, tetapi kelompok ini sering kali memerlukan perawatan pada fasilitas
khusus luka bakar. Dalam tahun tahun terakhir ini daya tahan hidup dimana
penderita dapat kembali pada keadaan sebelum cedera pada penderita lanjut
usia mengalami perbaikan yang lebih cepat dibandingkan dengan populasi
umum luka bakar lainnya (Rahayuningsih, 2012).
Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar. Angka kematiannya
(mortality rate) cukup tinggi pada anak yang berusia kurang dari 4 tahun.
terutama pada kelompok usia 0-1 tahun dan klien yang berusia di atas 65
tahun. Tingginya statistic mortalitas dan morbiditas pada orang tua yang
terkena luka bakar merupakan akibat kombinasi dari berbagai gangguan
fungsional (seperti lambatnya bereaksi, gangguan dalam menilai, dan
menurimnya kemampuan mobilitas), hidup sendiri, dan bahaya - bahaya
lingkungan lainnya. Disamping itu juga mereka lebih rentan terhadap injury
luka bakar karena kulitnya menjadi lebih tipis, dan terjadi athropi pada bagian-
bagian kulit lain. Sehingga situasi seperti ketika mandi dan memasak dapat
menyebabkan terjadinya luka bakar (Rahayuningsih, 2012).
Pada anak dibawah umur 3 tahun penyebab luka bakar paling umum
adalah cedera lepuh reald huens Luka ini dapat terjadi bila bayi dan balita yang
tak terurus dengan baik, dimasukkan kedalam bak mandi yang berist air yang
sangat panas dan anak tak mampu keluar dari bak mandi tersebut. Selain itu
kulit. balita lebih upis daripada kulit anak yang lebih besar dan orang dewasa,
karenanya lebihrentan cedera. Pada anak umur 3-14 tahun, penyebab luka
bakar paling sering karendyala api yang membakar baju. Kematian pada anak-
anak oleh karena daya kekebalan belum sempurna (Rahayuningsih, 2012).

22
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Biodata
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
alamt,tnggal MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian
klitaperlu informasi selain dari klien. Umur seseorang tidak
hanyamempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi anak dibawah umur
2tahun dan dewasa diatsa 80 tahun memiliki penilaian tinggi terhadapjumlah
kematian (Lukman F dan Sorensen K.C). data pekerjaan perlukarena jenis
pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakaragama dan
pendidikan menentukan intervensi ynag tepat dalampendekatan
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar
(Combustio)adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabakan
kerena iritasi terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus
diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang
timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami luka bakardan disebabkan
karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan
saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada
penurunan ekspansi paru.
c. Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar,
penyebab lamanya kontak, pertolongan pertama yang dilakukan serta
keluhan klien selama menjalan perawatan ketika dilakukan pengkajian.
Apabila dirawat meliputi beberapa fase : fase emergency (±48 jam
pertama terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa
hari /bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang)
d. Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien
sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien
mempunyai riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau
penyalagunaan obat dan alkohol
e. Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota

23
keluarga, kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga
mengenai masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan
f. Pola ADL
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan
apabilaterjadi perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada
pemenuhan kebutuhan nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia,mual,
dan muntah. Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami penurunan
karena klien tidak dapat melakukan sendiri. Pola pemenuhan
istirahat tidur juga mengalami gangguan. Hal ini disebabkan karena
adanya rasa nyeri .
g. Riwayat psiko sosial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri
bodyimage yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik
mengalami gangguan perubahan. Selain itu juga luka bakar juga
membutuhkan perawatan yang lama sehingga mengganggu klien alam
melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa cemas,dan takut.
h. Aktifitas/istirahat
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak
padaarea yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
i. Sirkulasi
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT):
hipotensi(syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang
cedera;vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih
dandingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia
(syoklistrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
j. Integritas ego
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan,
kecacatan Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik
diri,marah.
k. Eliminasi
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat;
warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin,
mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran
kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak
ada;khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stress
penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
l. Makanan/cairan
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
m. Neurosensori

24
Gejala: area batas; kesemutan. Tanda: perubahan orientasi;
afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera
ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal;
penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); rupture membran
timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
n. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama
secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan
suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; sementara
respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada
keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
o. Pernafasan
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama
(kemungkinancedera inhalasi). Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon
dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi
cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka
bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi
sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas:
gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafasdalam
(ronkhi).
p. Keamanan
Tanda: Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak
terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus
mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar
mungkindingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada
adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status
syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubungan
dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung
gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring
posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit
mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus;lepuh;
ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mumebih dalam dari
tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai
72 jam setelah cedera. Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih
sedikit dibawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka
aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada
proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian

25
terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi
otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
q. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor
mengeluh panas sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan
tingkat kesadaran bila luka bakar mencapai derajat cukup berat
2) TTV Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan
lemahsehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam
pertama
3) Pemeriksaan kepala dan leher
(a) Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan
warna rambut setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat
luka bakar, grade dan luas luka bakar
(b) Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi
adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta
bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar
(c) Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan
bulu hidung yang rontok.
(d) Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering
karena intake cairan kurang
(e) Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda
asing,perdarahan dan serumen
(f) Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis
mengalamipeningkatan sebagai kompensasi untuk mengataasi
kekurangan cairan
4) Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak
maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke
paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan
ronchi
5) Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya
nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.

26
6) Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi
merupakan tempat pertumbuhan kuman yang paling
nyaman,sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi
untuk pemasangan kateter.
7) Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat
luka baru pada muskuloskleletal, kekuatan otot menurun karena nyeri
8) Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa
menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik)
dan nyeri yang hebat (syok neurogenik)
9) Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas
dan kedalaman luka). Prinsip pengukuran prosentase luas luka bakar
menurut kaidah 9 (rule of nine lund and Browder) sebagai berikut :

Pengkajian kedalaman luka bakar dibagi menjadi 3 derajat(grade).


Grade tersebut ditentukan berdasarkan pada keadaan luka,rasa nyeri
yang dirasanya dan lamanya kesembuhan luka(Purwanto, 2016).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera kimiawi
b) Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas
c) Hipovelemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
d) Resiko Infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit
e) Defisit Nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme
f) Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan suhu lingkungan yang
ekstrim
g) Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan kekurangan volume cairan

27
h) Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan nyerii.
i) Ansietas berhubungan denga krisis situasional

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi yang dilakukan berdasarkab buku (Tim Pokja SIKI DP
PPPNI, 2018) :
a) Manajemen Nyeri
1. Observasi
(a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas intensitas
nyeri
Rasional untuk mempermudah perawat dalam untuk memberikan
intervensi yang coco dan dapat dievaluasi secara cepat

(b) Identifikasi skala nyeri


Rasional: untuk mengukur tingkatan nyeri

(c) Identifikasi faktor yang memeperberat dan memepringati nyeri


Rasional untuk magetahui apakh bisa memperburuk ataupun
mengurangi rasa nyeri

2. Terapeutik
(a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mnegurangi rasa nyeri
Rasional untuk meminimalkan terjadinya efek samping yang
merugikan manusia

(b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri


Rasional rangsangan yang berlebihan dari lingkungan akan memberat
rasa nyeri

3. Edukasi
(a) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
Rasional: agar pasieen mengetahui faktor penyebab, periode dan
pemicu nyeri.

(b) Jelaskan strategi meredakan nyeri


Rasional: agar pasien mampu melakukan meredakan nyeri secara
mandiri

28
b) Manajemen Jalan Nafas
1. Observasi
(a) Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
Rasional Kecepatan biasanya mencapai kedalam pernapasan
bervariasi tergantung derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas yang
berhubungan dengan atelaksis dan atau nyeri dada.

(b) Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengiwheezing,


ronkhi kering)
Rasional Ronkhi dan wheezing menyertai obstruksi jalan
napas/kegagalan pernapasan

(c) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)


Rasional: Untuk mengetahui apakah terjadi infeksi, terdapat bakteri
dalam sputum

2. Terapeutik
(a) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head-tilt dan chin- lift
(jaw-thrust) jika curiga trauma servikal)
Rasional Untuk memungkinkan ekspansi paru dan mempermudah
pernapasan.

(b) Lakuka penghisapan lender kurang dari 15 detik


Rasional: agar tidak terjadi hipoksia

(c) Berikan oksigen


Rasional:untuk memenuhi kebutuhan oksigen

3. Edukasi
(a) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari jika tidak kontraindikasi
Rasional: ketika batuk tenggorokan terasa sakit, akibat adanya dahak.
Harus diberi pengencer dahak

4. Kolaborasi
(a) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu.
Rasional Untuk melebarkan bronkus (saluran pernapasan) dan
merelaksasi otot-otot pada saluran pernapasan

29
c) Manajemen Hipovelemia
1. Observasi
(a) Periksa tanda dan gejala hipovelemia
Rasional: Untuk mengetahui penyebab hipovelemia

(b) Monitor intake dan output cairan


Rasional: Untuk mengetahui kecukupan cairan

2. Terapeutik
(a) Hitung kebutuhan cairan
(b) Berikan asupan cairan oral

3. Edukasi
(a) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

4. Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberisan cairan IV
Rasional untuk memenuhi kebutuhan cairan

d) Pencegahan Infeksi
1. Observasi
(a) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik

2. Terapeutik
(a) Berikan perawatan kulit pada area edema
(b) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien da
lingkungan pasien
(c) Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi

3. Edukasi
(a) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
(b) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka

4. Kolaborasi
(a) Pemberian imunisasi, Jika perlu

e) Manajemen Nutrisi
1. Observasi

30
(a) Identifikais status nutrisi

Rasional: untuk mengetahui asupan nutrisi pada klien

(b) Identifikasi kebutuhan nutrisi dan jenis nutrient


Rasional menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan
untuk memenuhi persyaratan gizi

2. Terapeutik
(a) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Rasional: untuk membantu dalam proses penyembuhan

(b) Berikan suplemen makanan, jika perlu


Rasional: untuk menanmbah nafsu makan klien

(c) Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Rasional: karena klien sudah bias makan melalui mulut

3. Edukasi
(a) Ajarkan diet yang diprogramkan
Rasional untuk menjaga asupan makanan yang dibutuhkan tubuh

4. Kolaborasi
(a) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jumlah nutrisi yang dibutuhkan, jika perlu
Rasional: untuk membantu dalam proses penyembuhan klien

f) Perawatan integritas kulit


1. Observasi
(a) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit

2. Terapeutik
(a) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
(b) Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit kering
(c) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering

3. Edukasi
(a) Anjurkan minum air yang cukup

31
(b) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
(c) Di anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
(d) Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem

g) Perawatan sirkulasi
1. Observasi
(a) Periksa sirkulasi perifer
Rasional untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit

(b) Identifikasi factor resiko gangguan sirkulasi


Rasional

2. Terapeutik
(a) Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah diarea keterbatasan
perfusi
(b) Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cedera
(c) Lakukan pencegahan infeksi
(d) Lakukan hidrasi

h) Dukungan Mobilisasi
1. Observasi
(a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya.
Rasional Untuk mengetahui lokasi serta skala veri atau keluhan fisik
dari pasien

(b) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan


Rasional: Mengidentifikasi kekuatan kelemahan dan dapat memberikan
informasi mengenai pemulihan.

(c) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi


Rasional: Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan tekanan darah

2. Terapeutik
(a) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
Rasional: Membantu dalam peningkatan aktifitas dengan menggunkan
alat bantu.

(b) Fasilitasi melakukan pergerakan

32
Rasional: Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasimencegah
terjadinya kontraktur.

(c) Libatkan keluarga untuk membantu pasien


Rasional: Mengajarkan ke keluarga agar dapat membantu melakukan
aktivitas pasien.

3. Edukasi
(a) Jelaskan tujuan dan prosedur ambulası
Rasional: Memberikan pemahaman mengenai manfaat tindakan yang
didahulukan

(b) Anjurkan melakukan mobilisasi dini


Rasional Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulas mencegah
terjadinya kontraktur

(c) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan seperti duduk


ditempat tidur duduk di sisi tempat tidur pindah dari tempat tidur ke
kursi
Rasional: Membantu kembali jaras saraf, meningkatkan respon
propioseptif dan motorik

i) Reduksi Ansietas
1. Observasi
(a) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
Rasional: Untuk mengetahui perkembangan kondisi pasien

(b) Monitor tanda-tanda ansietas


Rasional: Untuk mengetahui penyebab ansietas
2. Terapeutik
(a) Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan kepercayaan
Rasional: Agar mudah memberikan tindakan

(b) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan


Rasional: Agar kecemasan berkurang

(c) Dengarkan dengan penuh perhatian


Rasional: Untuk menumbuhkan kepercayaan

33
(d) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
Rasional: Agar pasien nyaman

3. Edukasi
(a) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
Rasional: Agar pasien merasa dilindungi

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi atau tindakan adalah mengelola dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Ariga, 2020)

E. EVALUASI KEPERAWATAN
a) Nyeri akut
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka tingkat
nyerimenurun dengan kriteria hasil :
1. Keluhan nyeri menurun
2. Meringis menurun
3. Gelisah menurun
4. Kesulitan tidur menurun
5. Frekuensi nadi membaik
6. Pola napas membaik

b) Bersihan jalan nafas tidak efektif


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,
makabersihan jalan nafas meningkat dengan kriteria hasil :
1. Sulit bicara menurun
2. Dyspnea menurun
3. Frekuensi nafas membaik
4. Pola nafas membaik

c) Hipovelemia
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka status cairan
membaik dengan kriteria hasil :
1. Perasaan lemah menurun
2. Frekuensi naddi membaik
3. Kadar Hb membaik
4. Intake cairan membaik

34
5. Suhu tubuh membaik

d) Resiko infeksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka tingkat
infeksimenurun dengan kriteria hasil :
1. Kemerahan menurun
2. Nyeri menurun

e) Deficit Nutrisi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka status nutrisi
membaik dengan kriteria hasil :
1. Frekuensi makan membaik
2. Nafsu makan membaik
3. Membrane mukosa membaik

f) Gangguan integritas kulit


Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka integritas
kulitmeningkat dengan kriteria hasil :
1. Nyeri menurun
2. Perdarahan menurun
3. Kemerahan menurun
4. Hematoma menurun

g) Perfusi perifer tidak efektif


Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka perfusi
perifermeningkat dengan kriteria hasil :
1. Denyut nadi perifer menigkat
2. Penyembuhan luka meningkat
3. Warna kulit pucat menurun
4. Nyeri ekstremitas menurun

h) Gangguan Mobilitas fisik


Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka mobilitas
fisikmeningkat dengan kriteria hasil :
1. Pergerakan ekstremitas meningkat
2. Kekuatan otot meningkat
3. ROM meningkat
4. Nyeri menurun
5. Kelemahan menurun

35
i) Ansietas
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka tingkat
ansietasmenurun dengan kriteria hasil :
1. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
2. Perilaku gelisah menurun
3. Frekuensi nadi dan pernafasan menurun
4. Pola tidur membaik
(Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2018)

36
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Luka bakar adalah cedera yang terjadi dari kontak langsung ataupun paparan
terhadap sumber panas, kimia, listrik atau radiasi (Joyce M. Black, 2009). Luka
bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, jenis yang berat
memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan
dengan cedera oleh sebab lain .Biaya yang dibutuhkan juga cukup mahal untuk
penanganannnya. Penyebab luka bakar selain karena api ( secara langsung
ataupun tidak langsung ), juga karena pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik
maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api
( misalnya tersiram panas ) banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga
(Sjamsuhidajat, 2005 )
Ketika terjadi luka bakar harus segera ditangani karena jika tidak ditangani
secara dini maka akan menyebabkan kerusakan yang lebih parah.

B. SARAN
1. Untuk mahasiswa, agar melakukan tindakan sesuai dengan prosedur dan
mempersiapkan diri dengan baik sebelum melakukan tindakan agar tidak
terjadi kesalahan yang fatal.
2. Untuk tenaga kesehatan (perawat), ketika memberikan pelayanan kesehatan
pada pasien selalu mengutamakan keamanan. Baik pada pasien itu sendiri
maupun pada perawat, dengan selalu menggunakan APD dan SOP yang
benar.
3. Perlunya pembaca lebih mengetahui pengetahuan tentang konsep asuhan
keperawatan pada luka bakar.

37
4. Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan
makalah di kemudian hari.

38
DAFTAR PUSTAKA
Alsheihly, A. S. and Alsheikhly, M. S. (2018) ‘Musculosceletal Ijuri: Type and
Management. Jakarta: Salemba Medika.

Ariga, R. A. (2020).
Implementasi Manajemen
Pelayanan Kesehatan dalam
Keperawatan (G. D. A. &
A. Y. Wati (ed.); pertama).
Grup Penerbitan CV
Budi Utama
Ariga, R. A. (2020). Implementasi Manajemen Pelayanan Kesehatan dalam
Keperawatan (G. D. A. & A. Y. Wati (ed.); pertama). Grup Penerbitan CV
Budi Utama
Black, Jyce M. & Hawks, J. H. (2014). Kepeawatan Medikal Bedah: Management
Klinisuntuk Hasil yang Diharapkan, 8th edn. Singapura: Elsevier.
Burner dan Sudarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah. Jakarta; EGC.
El-Kased, R. F., Amer, R. I., Attia, D., & Elmazar, M. M. (2017). Honey-based
hydrogel: In vitro and comparative In vivo evaluation for burn wound
healing. Scientific Reports, 7: 9692, 1–11

x
Hai, Z., Ren, Y., Hu, J., Wang, H., Qin, Q., & Chen, T. (2019). Evaluation of the
Treatment Effect of Aloe vera Fermentation in Burn Injury Healing Using a
Rat Model. Mediators of Inflammation, 1–9
Helmi, Zairin Noor. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskulokeletal. Jakarta : Salemba
Medika.
Herdman Heather T dan Shigemi Kamitsuru. 2015. Nanda Internasional Defining
TheKnowledge Of Nursing Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2015- 2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.
Ikhda, et al. (2019).Buku Ajara Kegawatan Darurat pada Kasus Trauma. Jakarta:
SalembaMedika
Jeschke, M. G., Baar, M. E. van, Choudhry, M. A., Chung, K. K., Gibran, N. S.,
&Logsetty, S. (2020). Burn injury. PRIMER, 6:11, 1–25.
https://doi.org/http://doi.org/10.1038/%20s41572-020-0145-5
Kemenkes RI. (2019). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/Menkes/555/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Luka Bakar
Lemone, Priscilla, D. (2017)Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah: Gangguan
Muskuloskeletal, 5th edn. Jakarta: EGC.
Lumbantoruan, P., & Nazmudin. 2015. BTCLS dan Disaster Management.
Tanggerang Selatan: Medhatama Restyan.
Mehrotra, S., & Misir, A. (2018). Special Traumatized Populations: Burns Injuries.
Current Pediatric Reviews, 14 (1), 64–69
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medical Bedah: Gangguan
Muskuloskeletal, 5th edn. Jakarta: EGC.
M Black Joyce dan Jane Hokanson Hawks. 2014. Keperawatan Medical Bedah
ManajemenKlinis Untuk Hasil Yang Diharapkan. Jakarta; CV Pentasada
Media Edukasi.
Nolan, V. C., Harrison, J., & Cox, J. A. G. (2019). Dissecting the Antimicrobial
Composition of Honey. Antibiotics, 8 (251), 1–26

xi
Noor, Zairin. 2016. Buku Ajar Gangguan Muskulokeletal. Jakarta : Salemba Medika.
Nuririf Huda Amin dan Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 2.Jogjakarta;
Medication Jogja.
Prasetyo, H. M. H. & J. (2019). Buku Panduan Etika Keperawatan. Desa Pustaka
Indonesia krajan 1, RT. 02,RW. 01, Soropadan, Pringust, Temanggung, Jawa
Tengah, desapustaka@gmail.com.
Purwanto, H. (2016). Keperawatan Medikal Bedah II. Pusat Pendidikan Sumber
Daya Manusia Kesehatan

Rendi, C. (2013). Asuhan


Keperawatan Medikal
Bedah dan Penyakit Dalam.
Nuha Medika
Sheehy. (2018). Keperawatan Gawat Darurat Dan Berencana. Singapura: Elsevier.
Suratun. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
MuskuloskeletalJakarta:EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Definisi Indikatator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan; Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI(2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

xii
Tscheschlog, B. (2015). Emergency Nursing made Incredibly Easy. 2nd ednChina:
WolterKluwers Health.
Wijaya, Saferi Andra. (2019). Kegawatdaruratan Dasar. Jakarta: CV. Trans Info
Media.
Yanti Ruly Hutabarat dan Chandra syah Putra. 2016. Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan. Bogor; IN MEDIA.

xiii

Anda mungkin juga menyukai