Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT PADA PASIEN LUKA BAKAR

Dosen pengampu: Ns. Yarwin Yari, M.Kep.M.Biomed

Ns. Fendy Yesayas, M. Kep

Disusun Oleh Kelompok 4 :

1. Dinda Firdaus 2110095

2. Farhanah Andika Putri 2110093

3. Frisca Nurtheara 2110110

4. Indah Silfanisa 2110058

5. Muhamad Aswan 2110084

6. Rezky Nabila Yusuf 2110005

7. Rangga Radiya 2110111

Kelas : 3 C

Mata Kuliah : KGD

P R O G R A M S T U D I D I P L O M A T I G A K E P E R AWATA N

S E K O L A H T I N G G I I L M U K E S E H ATA N R S H U S A D A

J A K A RTA TA.2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahNya sehingga dapat menyelesaikan makalah sebagai salah satu tugas
pada mata kuliah KEPERAWATAN GAWAT DARURAT yang berjudul LUKA BAKAR
sesuai waktu yang telah ditentukan. Makalah ini ditulis sebenar-benarnya berdasarkan apa
yang telah penulis dapatkan dari beberapa narasumber dan referensi.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Kepada kedua
orang tua kami yang telah memberikan banyak kontribusi bagi kami, dosen pembimbing
Fisika dan juga kepada teman-teman seperjuangan yang membantu kami dalam berbagai hal.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi berbagai
kalangan. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi makalah ini bias pembaca praktekan dalam
kehidupan sehari hari. Penulis. menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, dengan demikian penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca demi sempurnanya makalah ini dan semoga dapat bermanfaat.

8 September 2023

Kelompok 4

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................1
DAFTAR ISI........................................................................................................................................2
BAB I....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................................................................3
A. Latar Belakang........................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................4
C. Tujuan.......................................................................................................................................4
D. Manfaat....................................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
A. Pengertian................................................................................................................................6
B. Etiologi......................................................................................................................................6
C. Patofisiologi..............................................................................................................................7
D. Pathway.......................................................................................................................................9
.......................................................................................................................................................9
E. Klasifikasi..................................................................................................................................10
F. Manifestasi Klinis......................................................................................................................11
G. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................................................12
H. Penatalaksanaan.......................................................................................................................14
BAB III...............................................................................................................................................17
ASUHAN KEPERAWATAN.............................................................................................................17
A. Diagnosa Keperawatan..........................................................................................................17
B. Intervensi Keperawatan........................................................................................................17
D. Implementasi Keperawatan.....................................................................................................20
E. Evaluasi Keperawatan..............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................21

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

.Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam.
Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap sel tubuh, semua
sistem dapat terganggu, terutama system kardiovaskuler (Rahayuningsih, 2012). Luka
bakar merupakan salah satu trauma yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Luka bakar tidak hanya akan mengakibatkan kerusakan kulit, tetapi juga sangat
mempengaruhi seluruh sistem tubuh pasien (Giovany et al., 2015).
Perbedaan penyebab luka bakar dapat dikaitkan dengan respon fisiologis dan
patofisiologis serta menentukan pendekatan terapi pengobatan yang dilakukan. Luka
bakar yang disebabkan oleh nyala api atau minyak panas dapat menyebabkan luka
bakar dalam sedangkan cairan panas atau uap dapat menyebabkan luka melepuh yang
lebih dangkal (Sanjaya et al., 2023) Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan
kedalaman luka yang ditimbulkan. Klasifikasi ini disebut sebagai derajat luka bakar.
Terdapat empat derajat luka bakar yang memiliki karakteristik kerusakan fisik yang
berbeda- beda setiap derajatnya (Sanjaya et al., 2023).

kasus luka bakar mengalami peningkatan menjadi penyebab utama morbiditas


dan kematian di negara- negara berpendapatan menengah ke bawah dengan jumlah
kematian setiap tahun mencapai 265.000 kasus di seluruh dunia. Kasus luka bakar di
Indonesia menyebabkan kematian mencapai 195.000 kasus setiap tahunnya. Data
Kementrian Kesehatan RI tahun 2014 menunjukkan bahwa luka bakar berada pada
urutan ke-6 pada kasus cedera yang tidak disengaja dengan total persentase adalah 0,7%
(Sanjaya et al., 2023). Demikian pula anak kecil (< 10 tahun) dan orang tua (usia >50
tahun) merupakan kriteria tertinggi terhadapa luka bakar berat (Giovany et al., 2015).

Penaganan kegawatdaruratan memerlukan ketepatan dan kecepatan, agar tidak


meninggalkan injuri yang lebih parah atau kecacatan. Pencegahan luka bakar sangat
esensial terutama karena banyaknya korban luka bakar fatal yang tidak mampu
bertahan hidup sampai mendapat pertolongan medis lebih lanjut (Sulastri et al., 2022).

3
Berbagai macam respon sistem organ yang terjadi setelah mengalami luka bakar
menuntut perlunya pendekatan antar disiplin. Perawat bertanggung jawab untuk
mengembangkan rencana perawatan yang didasarkan pada pengkajian data yang
merefleksikan kebutuhan fisik dan psikososial klien dan keluarga atau orang lain yang
dianggap penting (Rahayuningsih, 2012).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan luka bakar ?
2. Bagaimana etiologi dari luka bakar ?
3. Bagaimana patofiologi dari luka bakar ?
4. Bagaimana pathway dari luka bakar ?
5. Bagaimana manifestasi klinik dari luka bakar ?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari luka bakar ?
7. Bagaimana penatalaksaan medis dari luka bakar ?
8. Bagaiaman konsep asuhan keperawatan dari luka bakar ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk pemenuhan tugas keperawatan gawat darurat serta Mahasiswa dapat
mengetahui mengenai perawatan dan penanganan pasien dengan luka bakar.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi dari luka bakar.
b. Untuk mengetahui etiologi dari luka bakar.
c. Untuk mengetahui patofisiologi dari luka bakar.
d. Untuk mengetahui pathway dari luka bakar.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari luka bakar.
f. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari luka bakar.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis dari luka bakar.
h. Untuk mengetahui konsep ashuan keperawatan dari luka baka.

D. Manfaat
Makalah ini bermanfaat untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan
mengenai penyakit dan penanganan pasien pada luka bakar. Selain itu dengan

4
harapan makalah ini menjadi referensi baru pada penugasan mahasiswa yang
membutuhkan bahan mengenai luka bakar.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Luka bakar merupakan suatu kondisi kerusakan atau kemalangan jaringan
khas yang disebabkan oleh kontak langsung dengan sumber panas seperti kobaran api,
pengenalan air panas, kontak dengan benda panas, sengatan listrik, paparan bahan
kimia, dan paparan radiasi. Luka bakar yang disebabkan oleh benda panas
berhubungan dengan kemungkinan besar untuk kematian pada pasien (Gudiño León.
et al., 2021).
Luka bakar adalah penyebab umum dari kerusakan traumatis dan kondisi
krisis utama di dalam ruang krisis yang memiliki berbagai jenis masalah, tingkat
mortalitas dan morbiditas yang memerlukan penatalaksanaan yang luar biasa dari
tahap syok sampai fase lanjutan, luka bakar merupakan penyebab ketiga dari kematian
yang tidak disengaja dalam beberapa kelompok usia (Gudiño León. et al., 2021).
Penderita luka bakar yang paling rentan adalah pada wanita peran utama
mereka dalam keluarga yaitu banyak yang bersinggungan dengan api dan listrik
seperti memasak dan menyetrika, demikian pula anak kecil (< 10 tahun) dan orang tua
(usia >50 tahun) merupakan kriteria tertinggi terhadapa luka bakar berat (Ramdani,
2019).

B. Etiologi
Etiologi luka bakar adalah api, air panas, listrik, kimia, kontak radiasi, dan cedera
dingin. Luka bakar dapat mengenai segala usia, jenis kelamin, serta dapat
memengaruhi kondisi psikologis dan fisik pasien, bahkan dapat kehilangan pekerjaan
akibat luka bakar. Luka bakar dan komplikasinya memengaruhi mortalitas dan
morbiditas (Ramdani, 2019). Berikut penjelasan etiologi luka bakar, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Luka Bakar Thermal
Luka bakar thermal adalah luka bakar yang disebabkan oleh panas yang tak
terkontrol, seperti kontak langsung dengan air panas (scald burn), permukaan
benda yang panas, hingga kobaran api (flame burn). Luka bakar jenis ini dapat
merusak kulit hingga bagian epidermis, sehingga dapat digolongkan sebagai luka
bakar grade I (Superficial Partial Thickness Burn). Luka bakar jenis ini dapat

6
menyebabkan pasien mengalami luka hingga bagian subkutis, sehingga dapat
diklasifikasikan sebagai luka bakar grade III (Full Thickness Burn) (nur anita
s.kep, 2019).
2. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn).
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau antasida yang
biasa digunakan dalam industri militer atau pembersih yang sering digunakan
untuk keperluan keluarga (nur anita s.kep, 2019).
3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn).
Listrik menyebabkan berbagai macam kerusakan akibat arus, kebakaran, dan
ledakan.. Arus listrik di sepanjang bagian tubuh yang memiliki hambatan paling
kecil. Kerusakan terutama pada pembuluh darah terutama tunika intima,
menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali risikonya jauh dari titik
kontak, baik dalam kontak dengan sumber saat ini maupun yang dikembangkan
(nur anita s.kep, 2019).
4. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury).
Luka bakar radiasi disebabkan oleh paparan sumber radioaktif. Kerusakan
semacam ini sering disebabkan oleh penggunaan radio hidup untuk keperluan
penting di bidang farmasi dan mekanik. Pengenalan matahari terlalu lama juga
dapat menyebabkan luka bakar radiasi (nur anita s.kep, 2019).

C. Patofisiologi
Patofisiologi luka bakar pada dewasa dan anak pada dasarnya tidak memiliki
perbedaan yang bermakna, namun luas permukaan tubuh dan tingkat metabolisme
yang berbeda memerlukan pertimbangan dan perhatian ekstra dalam penatalaksanaan
luka bakar (Mathias, 2017). Luka bakar mampu menyebabkan perubahan, baik lokal
maupun sistemik (Garcia et al, 2017) . Hal ini mampu mempengaruhi kedalaman luka
bakar pada anak-anak sehingga tingkat keparahannya lebih tinggi dibandung dewasa.
Ketebalan kulit dapat dipengaruhi oleh usia, lokasi pada tubuh, hingga ras tertentu.
Anak memiliki ketebalan kulit kurang lebih 70% dari ketebalan kulit dewasa (Vallez
et al, 2017) . Pajanan suhu yang tinggi juga mengakibatkan pembuluh kapiler di
bawah kulit dan area sekitarnya akan mengalami kerusakan sehingga
permeabilitasnya akan meningkat. Hal ini terjadi dalam tumpahan cairan intravaskular
ke interstitium. Reaksi sistemik yang terjadi di dalam tubuh akibat luka bakar akan

7
lebih sering terjadi bila luas permukaan tubuh yang dipengaruhi oleh luka bakar
melebihi 10% (Garcia-Manzano, 2017) .
Ada tiga faktor yang menyebabkan kerusakan pada pernapasan yang parah,
terutama kerusakan pada jaringan tertentu dari suhu yang sangat tinggi, gangguan
paru-paru, dan asfiksia.. Hipoksia jaringan terjadi dalam ekspansi ke beberapa
komponen. Pembakaran merencanakan penyerapan paket oksigen, di mana dalam
ruang kontrak individu akan bernapas dengan konsentrasi oksigen sekitar 10-13%.
Penurunan dalam hamburan didorong (FIO2) akan menyebabkan hipoksia. Dengan
menghirup CO, partikel oksigen diganti dan CO secara reversibel mengikat
hemoglobin untuk membuat karboksihemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan dapat
terjadi karena penurunan umum dalam kapasitas untuk membawa oksigen dalam
darah, akibatnya, otak juga mengalami penurunan permintaan oksigen (Muflihah et al,
2018) .
Karbon monoksida mempengaruhi berbagai organ dalam tubuh, organ yang
paling terpengaruh adalah organ yang mengeluarkan banyak oksigen, seperti otak dan
jantung. Beberapa makalah merekomendasikan bahwa ensefalopati hipoksia yang
terjadi karena kerusakan CO disebabkan oleh reperfusi yang terhambat di mana
peroksidasi lipid dan pencarian radikal bebas menyebabkan kematian dan ketakutan.
Dampak berbahaya yang paling utama adalah akibat dari hipoksia seluler yang
disebabkan oleh hambatan transportasi oksigen (Muflihah et al, 2018) .

8
D. Pathway

Bahan Kimia Termis Radiasi Listrik/petir

Masalah Keperawatan:
Biologis LUKA BAKAR Psikologis
 Gangguan Citra Tubuh
 Defisiensi pengetahuan
 Anxietas
Pada Wajah Di ruang tertutup Kerusakan kulit

Kerusakan mukosa Keracunan gas CO Penguapan meningkat


Masalah Keperawatan:

Oedema laring CO mengikat Hb Peningkatan pembuluh darah  Resiko infeksi


kapiler  Nyeri akut
 Kerusakan integritas kulit
Obstruksi jalan nafas Hb tidak mampu
mengikat O2 Ektravasasi cairan (H2O,
Elektrolit, protein) Masalah Keperawatan:
Gagal nafas
Hipoxia otak  Hambatan mobilitas fisik
MK: ketidak efektifan Tekanan onkotik menurun.
pola nafas Tekanan hidrostatik
meningkat

Cairan intravaskuler
menurun
Masalah Keperawatan:
Hipovolemia dan
 Kekurangan volume cairan
hemokonsentrasi

Gangguan sirkulasi
makro

Gangguan perfusi organ penting Gangguan


sirkulasi seluler

Otak Kardiovaskuler Ginjal Hepar GI Neurologi Imun Gangguan


Traktus perfusi

Hipoxia Kebocoran Hipoxia Pelepasan Gangguan Daya


kapiler sel ginjal katekolamin Dilatasi Neurologi tahan Laju
lambung tubuh metabolisme
Sel otak menurun meningkat
mati Penurunan Fungsi Hipoxia Hambahan
curah jantung ginjal hepatik pertumbuhan
menurun Glukoneogenesis
Gagal glukogenolisis
fungsi Gagal Gagal ginjal Gagal
sentral jantung hepar
MK:
Ketidakseimbangan
njutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

MULTI SISTEM ORGAN FAILURE

9
E. Klasifikasi
(Garcia-Espinoza et al, 2017) mengklasifikasikan luka bakar menjadi 3 derajat
berdasarkan kedalaman luka bakarnya, sebagai berikut:
1. Derajat I : Superficial Thickness Burn
Luka bakar terjadi berada di dalam epidermis kulit pada tingkat ini.
Gambaran klinis luka bakar derajat satu adalah munculnya eritema (terbakar sinar
matahari), tersiksa, dan tidak menghilangkan bekas luka. Untuk memulai dengan
luka bakar derajat sembuh dalam 3-6 hari.
2. Derajat II : Partial Thickness Burn
Luka bakar derajat dua terjadi pada dermis kulit. Luka bakar pada derajat II
terbagi menjadi 2, yaitu Luka Bakar Ketebalan Setengah Dangkal dan Luka Bakar
Ketebalan Fraksi Mendalam. Dermis kulit memiliki 2 stratum, yaitu stratum
papiler spesifik dan stratum reticularis. Luka bakar jenis superficial partial
thickness burn meliputi semua bagian epidermis dan dermis stratum papiler.
Gambaran klinis luka bakar jenis ini adalah munculnya bula atau gelembung
berisi cairan, nyeri, dan berwarna merah muda. Luka bakar dapa sembuh dalam 7-
20 hari. Luka bakar jenis deep partial thickness burn mempengaruhi semua bagian
epidermis dan dermis, termasuk stratum reticularis Gambaran klinis luka bakar ini
dapat berupa rasa nyeri yang berkurang, warna keputihan, dengan atau tanpa bula.
Luka bakar sembuh dalam 2 minggu dengan jaringan parut yang luas.
3. Derajat III : Full Thickness Burn
Luka bakar derajat tiga meliputi lapisan subkutan kulit dan otot. Luka bakar dapat
meluas hingga tulang pada kasus yang lebih berat. Gambaran klinisnya adalah
warna kehitaman, tidak terasa nyeri, konsistensi keras dan kering. Tatalaksana
yang dilakukan adalah dilakukan graft.

(ABA, 2016) mengklasifikasikan tingkat keparahan luka bakar menjadi 3


berdasarkan penyebab, kedalaman, dan luas permukaan luka bakar yang dilihat dari
persentase TBSA, yaitu luka bakar ringan (minor), sedang (moderate), dan berat (mayor).

1. Luka Bakar Ringan (Minor)


Kriteria yang tergolong dalam luka bakar ringan, diantaranya:
a) Luka bakar derajat II < 10% pada dewasa
b) Luka bakar derajat II < 5%pada anak atau dewasa tua (>50 tahun)
c) Luka bakar derajat III < 2%

10
2. Luka Bakar Sedang (Moderate)

Kriteria yang tergolong dalam luka bakar sedang, diantaranya:

a) Luka bakar derajat II 10-20% pada dewasa

b) Luka bakar derajat II 5-10% pada anak atau dewasa

c) Luka bakar derajat III 2-5%

d) Cedera akibat arus listrik tegangan tinggi (high voltage)

e) Pasien luka bakar dengan trauma inhalasi

f) Luka bakar melingkar (circumferential burn)

g) Masalah kesehatan penyerta yangdapat meningkatkan risiko infeksi

3. Luka Bakar Berat (Mayor)

a) Luka bakar derajat II > 20%

b) Luka bakar derajat II > 10% pada anak atau dewasa tua (>50 tahun)

c) Luka bakar derajat III > 5%

d) Luka bakar akibat arus listrik tegangan tinggi (high voltage)

e) Pasien luka bakar dengan trauma inhalasi

f) Luka bakar pada bagian wajah, tangan, kaki, genetalia, maupun sendi

g) Cedera lainnya yang terkait (contoh: fraktur, trauma, mayor lainnya).

F. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis luka bakar dapat dikelompokkan menjadi trauma primer dan
sekunder, dengan adanya kerusakan langsung yang disebabkan oleh luka bakar dan
morbiditas yang akan muncul mengikuti trauma awal. Pada daerah sekitar luka, akan
ditemukan warna kemerahan, bulla, edema, nyeri atau perubahan sensasi. Efek sistemik
yang ditemukan pada luka bakar berat seperti syok hipovolemik, hipotermi, perubahan uji
metabolik dan darah (Rudall & Green, 2010).
Syok hipovolemik dapat terlihat pada pasien dengan luas luka bakar lebih dari 25%
LPTT. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas pembuluh darah yang

11
berlangsung secara kontinyu setidaknya dalam 36 jam pertama setelah trauma luka bakar.
Berbagai protein termasuk albumin keluar menuju ruang interstitial dengan menarik
cairan, sehingga menyebabkan edema dan dehidrasi. Selain itu, tubuh juga telah
kehilangan cairan melalui area luka, sehingga untuk mengkompensasinya, pembuluh darah
perifer dan visera berkonstriksi yang pada akhirnya akan menyebabkan hipoperfusi. Pada
fase awal, curah jantung menurun akibat melemahnya kontraktilitas miokardium,
meningkatnya afterload dan berkurangnya volume plasma. Tumour necrosis factor-a yang
dilepaskan sebagai respon inflamasi juga berperan dalam penurunan kontraktilitas
miokardium (Rudall & Green, 2010).
Suhu tubuh akan menurun secara besar dengan luka bakar berat, hal ini disebabkan
akibat evaporasi cairan pada kulit karena suhu tinggi luka bakar dan syok hipovolemik. Uji
kimia darah menunjukkan tingginya kalium (akibat kerusakan pada sel) dan rendahnya
kalsium (akibat hipoalbuminemia). Setelah 48 jam setelah trauma luka, pasien dengan luka
bakar berat akan menjadi hipermetabolik (laju metabolik dapat meningkat hingga 3 kali
lipat). Suhu basal tubuh akan meningkat mencapai 38,5 C akibat adanya respon inflamasi
sistemik terhadap luka bakar. Respon imun pasien juga akan menurun karena adanya down
regulation pada reseptor sehingga meningkatkan resiko infeksi dan juga hilangnya barier
utama pertahanan tubuh yaitu kulit (Rudall & Green, 2010).

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada luka bakar yaitu:
1. Sel darah merah (RBC)
Dapat terjadi penurunan sel darah merah (Red Blood Cell) karena kerusakan
sel darah merah pada saat injuri dan juga disebabkan oleh menurunnya produksi sel
darah merah karena depresi sumsum tulang.
2. Sel darah putih (WBC)
Dapat terjadi leukositosis (peningkatan sel darah putih/White Blood Cell)
sebagai respon inflamasi terhadap injuri.
3. Gas darah arteri (AGD)
Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2.
4. Karboksihemoglobin (COHbg)
Kadar COHbg (karboksihemoglobin) dapat meningkat lebih dari 15 % yang
mengindikasikan keracunan karbon monoksida.
5. Serum elektrolit:

12
Potasium pada permukaan akan meningkat karena injuri jaringan atau
kerusakan sel darah merah dan menurunnya fungsi renal; hipokalemia dapat terjadi
ketika diuresis dimulai; magnesium mungkin mengalami penurunan. Sodium pada
tahap permulaan menurun seiring dengan kehilangan air dari tubuh; selanjutnya
dapat terjadi hipernatremia.
6. Sodium urine
Jika lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan resusitasi cairan,
sedangkan jika kurang dari 10 mEq/L menunjukan tidak adekuatnya resusitasi
cairan.
7. Alkaline pospatase
Meningkat akibat berpindahnya cairan interstitial/kerusakan
pompa sodium.
8. Glukosa serum
Meningkat sebagai refleksi respon terhadap stres.
9. BUN/Creatinin

Meningkat yang merefleksikan menurunnya perfusi/fungsi renal, namun


demikian creatinin mungkin meningkat karena injuri jaringan.

10. Urin
Adanya albumin, Hb, dan mioglobin dalam urin mengindikasikan kerusakan
jaringan yang dalam dan kehilangan/pengeluaran protein. Warna urine merah
kehitaman menunjukan adanya mioglobin.
11. Rontgen dada
Untuk mengetahui gambaran paru terutama pada injuri inhalasi.
12. Bronhoskopi
Untuk mendiagnosa luasnya injuri inhalasi. Mungkin dapat ditemukan adanya
edema, perdarahan dan atau ulserasi pada saluran nafas bagian atas.
13. ECG
Untuk mengetahui adanya gangguan irama jantung pada luka bakar karena
elektrik.
14. Foto Luka
Sebagai dokumentasi untuk membandingkan perkembangan penyembuhan
luka bakar.

13
H. Penatalaksanaan
1. Pertolongan Pertama pada Luka Bakar (Yovita, 2012)
a. Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya dengan
menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan
oksigen pada api yang menyala.
b. Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek Torniket,
karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi oedem.
c. Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air atau
menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas menit.
Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung
terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat
dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu
dingin ini pada jam pertama sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil.
d. Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih luas karena
bahaya terjadinya hipotermi. Es tidak seharusnya diberikan langsung pada luka
bakar apapun.
e. Evaluasi awal.
f. Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka akibat
trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing Circulation) yang diikuti
dengan pendekatan khusus pada komponen spesifik luka bakar pada survey
sekunder.

2. Resusitasi Cairan
Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar,
Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena yang
adekuat harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena luka bakar.
Adanya luka bakar diberikan cairan resusitasi karena adanya akumulasi cairan edema
tidak hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh tubuh. Telah diselidiki
bahwa penyebab permeabilitas cairan ini adalah karena keluarnya sitokin dan
beberapa mediator, yang menyebabkan disfungsi dari sel, kebocoran kapiler. Tujuan
utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan mengembalikan perfusi
jaringan tanpa menimbulkan edema. Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam
pertama terjadinya luka dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam pertama
setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian

14
garam ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel
tubuh. Pemberian cairan paling popular adalah dengan Ringer laktat untuk 48 jam
setelah terkena luka bakar.

3. Pergantian Darah
Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan sejumlah sel darah
merah sesuai dengan ukuran dan kedalaman luka bakar. Sebagai tambahan terhadap
suatu kehancuran yang segera pada sel darah merah yang bersirkulasi melalui kapiler
yang terluka, terdapat kehancuran sebagian sel yang mengurangi waktu paruh dari sel
darah merah yang tersisa. Karena plasma predominan hilang pada 48 jam pertama
setelah terjadinya luka bakar, tetapi relative polisitemia terjadi pertama kali. Oleh
sebab pemberian sel darah merah dalam 48 jam pertama tidak dianjurkan, kecuali
terdapat kehilangan darah yang banyak dari tempat luka. Setelah proses eksisi luka
bakar dimulai, pemberian darah biasanya diperlukan.

4. Perawatan Luka Bakar


Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan
dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran dari
luka. Tujuan dari semua perawatan luka bakar agar luka segera sembuh rasa sakit
yang minimal. Setelah luka dibersihkan dan di debridement, luka ditutup. Penutupan
luka ini memiliki beberapa fungsi: pertama dengan penutupan luka akan melindungi
luka dari kerusakan epitel dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau jamur.
Kedua, luka harus benar-benar tertutup untuk mencegah evaporasi pasien tidak
hipotermi. Ketiga, penutupan luka diusahakan semaksimal mungkin agar pasien
merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya rasa sakit.

5. Early Exicision and Grafting (E&G)


Dengan metode ini eschar di angkat secara operatif dan kemudian luka ditutup
dengan cangkok kulit (autograft atau allograft), setelah terjadi penyembuhan, graft
akan terkelupas dengan sendirinya. E&G dilakukan 3-7 hari setelah terjadi luka, pada
umumnya tiap harinya dilakukan eksisi 20% dari luka bakar kemudian dilanjutkan
pada hari berikutnya. Tapi ada juga ahli bedah yang sekaligus melakukan eksisi pada
seluruh luka bakar, tapi cara ini memiliki resiko yang lebih besar yaitu: dapat terjadi
hipotermi, atau terjadi perdarahan masive akibat eksisi (Yovita, 2012).
15
Metode ini mempunyai beberapa keuntungan dengan penutupan luka dini,
mencegah terjadinya infeksi pada luka bila dibiarkan terlalu lama, mempersingkat
durasi sakit dan lama perawatan di rumah sakit, memperingan biaya perawatan di
rumah sakit, mencegah komplikasi seperti sepsis dan mengurangi angka mortalitas.
Beberapa penelitian membandingkan teknik E&G dengan teknik konvensional,
hasilnya tidak ada perbedaan dalam hal kosmetik atau fungsi organ, bahkan lebih baik
hasilnya bila dilakukan pada luka bakar yang terdapat pada muka, tangan dan kaki
(Yovita, 2012).

6. Escharotomy
Luka bakar grade III yang melingkar pada ekstremitas dapat menyebabkan
iskemik distal yang progresif, terutama apabila terjadi edema saat resusitasi cairan,
dan saat adanya pengerutan keropeng. Iskemi dapat menyebabkan gangguan vaskuler
pada jarijari tangan dan kaki. Tanda dini iskemi adalah nyeri, kemudian kehilangan
daya rasa sampai baal pada ujung-ujung distal. Juga luka bakar menyeluruh pada
bagian thorax atau abdomen dapat menyebabkan gangguan respirasi, dan hal ini dapat
dihilangkan dengan escharotomy. Dilakukan insisi memanjang yang membuka
keropeng sampai penjepitan bebas.

7. Antimikroba
Dengan terjadinya luka mengakibatkan hilangnya. barier pertahanan kulit
sehingga memudahkan timbulnya koloni bakteri atau jamur pada luka. Bila jumlah
kuman sudah mencapai 105 organisme jaringan, kuman tersebut dapat menembus ke
dalam jaringan yang lebih dalam kemudian menginvasi ke pembuluh darah dan
mengakibatkan infeksi sistemik yang dapat menyebabkan kematian. Pemberian
antimikroba ini dapat secara topikal atau sistemik. Pemberian secara topikal dapat
dalam bentuk salep atau cairan untuk merendam. Contoh antibiotik yang sering
dipakai: Salep: Silver sulfadiazine, Mafenide acetate, Silver nitrate, Povidone-iodine,
Bacitracin (biasanya untuk luka bakar grade 1), Neomycin, Polymiyxin B, Nysatatin,
mupirocin, Mebo (Yovita, 2012).

16
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan luka bakar adalah :
1. Hipovolemia berhubungan dengan evaporasi.
2. Resiko infeksi Ditandai dengan kerusakan integritas kulit.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera kimiawi (luka bakar).
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas.
B. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA INTERVENSI
.
1. Hipovolemia MANAJEMEN HIPOVOLEMIA
berhubungan
dengan Observasi
evaporasi. • Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis:
frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit menurun, membran
mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit
meningkat, haus, lemah)
• Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
• Hitung kebutuhan cairan
• Berikan posisi modified Trendelenburg
• Berikan asupan cairan oral
Edukasi
• Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
• Anjurkan menghindari perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis:
NaCL, RL)
• Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis:
glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
• Kolaborasi pemberian cairan koloid (albumin,
plasmanate)
• Kolaborasi pemberian produk darah

2. Resiko infeksi PENCEGAH INFEKSI


Ditandai dengan
kerusakan Observasi

17
integritas kulit. • Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
sistemik
Terapeutik
• Batasi jumlah pengunjung
• Berikan perawatan kulit pada area edema
• Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
• Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko
tinggi
Edukasi
• Jelaskan tanda dan gejala infeksi
• Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
• Ajarkan etika batuk
• Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
• Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
• Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

3. Gangguan PERAWATAN INTEGRITAS KULIT


integritas kulit
berhubungan Observasi
dengan luka • Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
bakar. (mis: perubahan sirkulasi, perubahan status
nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan
ekstrim, penurunan mobilitas)
Terapeutik
• Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah baring
• Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang,
jika perlu
• Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama
selama periode diare
• Gunakan produk berbahan petroleum atau
minyak pada kulit kering
• Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit sensitive
• Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit
kering
Edukasi
• Anjurkan menggunakan pelembab (mis: lotion,
serum)
• Anjurkan minum air yang cukup
• Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
• Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal
30 saat berada diluar rumah
• Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya

4. Nyeri akut MANAJEMEN NYERI

18
berhubungan
dengan agen Observasi
pencedera • Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
kimiawi (luka frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
bakar). • Identifikasi skala nyeri
• Idenfitikasi respon nyeri non verbal
• Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
• Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
• Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
• Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
• Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
• Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
• Berikan Teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
• Fasilitasi istirahat dan tidur
• Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
• Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
• Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
• Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
• Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

5. Pola nafas tidak PEMANTAUAN RESPIRASI


efektif
berhubungan Observasi
dengan • Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
hambatan upaya napas
nafas. • Monitor pola napas (seperti bradypnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-stokes, biot,
ataksik)
• Monitor kemampuan batuk efektif
• Monitor adanya produksi sputum
• Monitor adanya sumbatan jalan napas
• Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
• Auskultasi bunyi napas
• Monitor saturasi oksigen
• Monitor nilai analisa gas darah
• Monitor hasil x-ray thoraks
Terapeutik
• Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi

19
pasien
• Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
• Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
• Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.

D. Implementasi Keperawatan
Dalam hal ini, prinsip yang harus diterapkan dalam pembuatan implementasi
keperawatan adalah kita harus menentukan perencanaan yang tepat sebelum kita membuat
implementasi keperawatan, adapun yang harus diperhatikan adalah :
1. Mencegah terjadinya komplikasi.
2. Meningkatkan konsep diri dan penerimaan situasi.
3. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, risiko komplikasi dan
kebutuhan pengobatan lainnya.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik
pada status kesehatan klien. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien
mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan melaksanakan hubungan dengan klien
berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga
perawat dapat mengambil keputusan :
1. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang
ditetapkan).
2. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk
mencapai tujuan).
3. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang lebih
lama untuk mencapai tujuan).

20
DAFTAR PUSTAKA

ABA, (American Burn Assosiation). 2016. “Burn Incidence and Treatment in the United
Stated.” 2016.
Astutik, E. P. (2021). Manajemen Luka Bakar Pada Anak.

Garcia-Espinoza, J. A., V. B. Aguilar-aragon, E. H. Ortiz-Villalobos, R. A. Garcia-Manzano,


dan B. A. Antonio. 2017. “Burns: Definition, Classificatio, Pathophysiology and
Initial Approach.” General Medicine Los Angeles 5(5): 1–5.
Garcia-Manzano, dan B. A. Antonio. 2017. “Burns: Definition, Classification,
Pathophysiology and Initial Approach.” Gen Med 5(5): 1–5.
Giovany, L., Pamungkas, kuswan ambar, & Inayah. (2015). Tirah Baring Di Ruang Rawat
Inap Rsud Arifin Achmad Provinsi Riau Periode Januari 2011- Desember 2013. Jom Fk,
2(2), 1–11.
Gudiño León., A. R., Acuña López., R. J., & Terán Torres., V. G. (2021). Covariance
structure analysis of health-related indicators for elderly people living at home,
focusing on subjective sense of health. 6.

nur anita s.kep. (2019). Manajemen Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan Pada Tn “Y”
Dengan Diagnosis Thermal Burn Injury (Combutsio) Di Ruang Unit Luka Bakar Rsup
Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar. Stikespanakkukang.Ac., 1.

Mathias, E dan M. S Murthy. 2017. “Pediatric Thermal Burns and Treatment: A Review of
Progress and Future Prospects.” MDPI 4((91)): 1–11.
Rahayuningsih, T. (2012). Penatalaksanaan luka bakar. Jurnal Profesi Profesional :
Penatalaksanaan Luka Bakar, 08(1), 1–13.
Ramdani, M. L. (2019). Peningkatan Pengetahuan Bahaya Luka Bakar Dan P3K Kegawatan
Luka Bakar Pada Anggota Ranting Aisyiyah. Seminar Nasional Hasil Penelitian Dan
Pengabdian Pada Masyarakat IV Tahun 2019 “Pengembangan Sumberdaya Menuju
Masyarakat Madani Berkearifan Lokal” LPPM - Universitas Muhammadiyah
Purwokerto, 103–106.

Sanjaya, G. R. W., Linawati, N. Ma., Arijana, I. gusti K. N., Wahyuniari, ida ayu ika, &
Wiryawan, I. gusti N. S. (2023). Flavonoid Dalam Penyembuhan Luka Bakar pada
Kulit. Jurnal Sains Dan Kesehatan (J. Sains Kes.), 5(2), 243–249.

21
Sulastri, T., Safitri, R., & Luzien, N. (2022). Edukasi Kesehatan Penanganan Pertama Pada
Luka Bakar (Combustio) Kepada Anggota Dharma Wanita Persatuan Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa. Jurnal Pengabdian Dan Pengembangan Masyarakat Indonesia, 1(1),
30–33. https://doi.org/10.56303/jppmi.v1i1.25
Vallez, L. J., B. D. Plourde, J. E. Wentz, B. B. Nelson-Cheeseman, dan J. P. Abraham. 2017.
“A Review of Scald Burn Injuries.” Interna Medicine Review 3: 1–18.

22

Anda mungkin juga menyukai