Anda di halaman 1dari 42

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN LUKA BAKAR

DOSEN PEMBIMBING :

Hepta Nur Anugrahini, S.Kep.,Ns., M.Kep

Disusun Oleh :

1. Yordan Abdillah Firdaus P27820118065


2. Hela Setyapratiwi P27820118072

Tingkat III Regular B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO

TAHUN AJARAN 2020


KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahan Rahmat Taufiq Hidayah dan Karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya.

Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan


Medikal Bedah 2 yang membahas tentang Luka Bakar. Dalam penyusunan
makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan
bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi.

Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,
semoga mereka mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik yang membangun dari
pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada saya
sebagai penulis kususnya dan dapan memberikan tambahan informasi dan ilmu
kepada pembaca .

Surabaya, 23 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................


KATA PENGANTAR .........................................................................................i
DAFTAR ISI .......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................2
1.3 Tujuan .........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................3
2.1 Definisi Luka Bakar ....................................................................................3
2.2 Etiologi Luka Bakar ....................................................................................3
2.3 Klasifikasi Luka Bakar ................................................................................4
2.4 Patofisiologi Luka Bakar .............................................................................7
2.5 Fase –Fase Luka Bakar ................................................................................8
2.6 Efek Patofisiologi Luka Bakar ....................................................................9
2.7 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................10
2.8 Penatalaksanaan..........................................................................................11
2.9 Resusitasi Cairan .......................................................................................12
2.10 Kebutuhan Nutrisi......................................................................................14
2.11 Posisi dan Rehabilitasi................................................................................16
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORI ..............................................21
3.1 Pengkajian Pada Tiap Fase ........................................................................21
3.2 Diagnosa Keperawatan Pada Tiap Fase.......................................................28
3.3 Intervensi Keperawatan Pada Tiap Fase.......................................................29
3.4 Implementasi Keperawatan .........................................................................34
3.5 Evaluasi ........................................................................................................34
3.6 Pathway/WOC..............................................................................................35
BAB IV PENUTUP ...........................................................................................36
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................36
3.2 Saran ............................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................37
PEMBAGIAN TUGAS .....................................................................................38

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai perawat yang profesional, perawat harus memahami tentang


penanganan pada klien dengan luka bakar. Luka bakar bukan merupakan luka
biasa. Luka bakar mempunyai dampak langsung terhadap perubahan local
maupun sistemik tubuh yang tidak terjadi pada kebanyakan luka lain. Pada luka
bakar mudah sekali terjadi komplikasi berupa infeksi, gagal ginjal, ARDS,
multiple organ failure terutama pada luka bakar berat. Rehidrasi cairan sangat
diperlukan untuk memulihkan kondiri klien dengan lukabakar. Selain rehidrasi
cairan, pemberian nutrisi yang tepat harus dilakukan kepada pasien dengan luka
bakar. Tidak hanya itu, posisi rehabilitasi yang tepat juga mendukung pemulihan
pasien dengan luka bakar agar kelas setelah sembuh fungsi organ tubuh dapat
berfungsi seperti sediakala.

Oleh karena itu, luka bakar harus dirawat secara terpadu dan ditempat
yang mempunyai fasilitas tempat perawatan, laboratorium, kamar operasi yang
mamadai. Dan tentunya SDM yang kemampuan dan jumlahnya memadai.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan luka bakar ?
2. Apa saja penyebab dari luka bakar ?
3. Apa saja klasifikasi luka bakar ?
4. Bagaimana patofisiologi dari luka bakar ?
5. Apa saja fase-fase luka bakar ?
6. Apa efek dari patofisiologi luka bakar ?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang dari luka bakar ?
8. Bagaimana penatalaksaan dari luka bakar ?
9. Bagaimana Rehidrasi Cairan pada klien luka bakar ?
10. Bagaimana kebutuhan nutrisi yang tepat untuk klien luka bakar ?
11. Bagaimana posisi / rehabilitasi yang sesuai untuk pasien luka bakar ?

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi luka bakar.
2. Mengetahui penyebab terjadinya luka bakar,
3. Mengetahui klasifikasi luka bakar.
4. Mengetahui patofisiologi luka bakar.
5. Mengetahui fase-fase luka bakar.
6. Mengetahui efek patofisiologi luka bakar.
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang klien luka bakar.
8. Mengetahui penatalaksanaan luka bakar.
9. Mengetahui rehidrasi cairan pada klien luka bakar.
10. Mengetahui kebutuhan nutrisi pada klien luka bakar.
11. Mengetahui posisi/rehabilitasi pada klien luka bakar.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Luka Bakar

Suatu bentuk kerusakan dan kehilangan jaringan disebabkan


kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi (misalnya api,
air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah
disebut dengan luka bakar.
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari
suatu sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi
electromagnet (Brunner & Suddarth, 2002).
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air, panas, bahan kimia,
listrik dan radiasi (Moenajar, 2002)
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas,
bahan kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan
koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas.

Ledakan dapat menimbulkan luka bakar dan menyebabkan kerusakan


organ. Bahan kimia terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat
reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan
gangguan proses penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber panas
menentukan luas dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu
kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi (Moenadjat,
2003).

2.2 Etiologi Luka Bakar

Penyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api langsung yang
dapat dipicu atau dipaparkan dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti
bensin, gas kompor rumah tangga, cairan dari tabung pematik api, yang akan
menyebabkan luka bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit. Penyebab lain

3
luka bakar adalah pajanan suhu tinggi dan matahari, listrik, maupun bahan kimia.
Bahan kimia ini bisa berupa asam atau basa kuat.

Faktor yang mempengaruhi beratnya luka bakar antara lain :

1. Keluasan luka bakar

2. Kedalaman luka bakar

3. Umur pasien

4. Agen penyebab

5. Fraktur atau luka lain yang menyertai

6. Penyakit yang dialami terdahulu seperti diabetes, ginjal, jantung,


dll.

7. Obesitas

8. Adanya trauma inhalasi

2.3 Klasifikasi Luka Bakar

A. Berdasarkan Penyebab
1. Luka bakar karena api dan atau benda panas lainnya (disebut dengan
istilah “burn”)
2. Luka bakar karena minyak panas
3. Luka bakar karena air panas (scald)
4. Luka bakar karena bahan kimia yang bersifat asam kuat atau basa kuat
(chemical burn)
5. Luka bakar karena listrik dan petir (electric burn atau electrocution dan
lightning)
6. Luka bakar karena radiasi
7. Luka bakar karena ledakan (perlu disebutkan penyebab ledakan; missal
ledakan bom, ledakan tabung gas, dsb)
8. Trauma akibat suhu sangat rendah (frost bite)

4
B. Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan (luka)
1. Luka bakar derajat I
a) Kerap diberi symbol 1º
b) Kerusakan jaringan terbatas pada bagian permukaan ( supersial)
yaitu epidermis
c) Pelekatan epidermis dengan dermis (dermal- epidermal junction)
tetap terpelihara baik
d) Kulit kering, hiperemik memberikan efloresesnsi berupa eritema
e) Nyeri karena ujung- ujung saraf sensorik teriritasi
f) Penyembuhan (regenerasi epithel) terjadi secara spontan dalam
waktu 5-7 hari
g) Contoh : Luka bakar akibat serangan matahari (sun-burn)
h) Karena derajat kerusakan yang ditimbulkannya tidak merupakan
masalah klinik yang berarti dalam kajian terapetik, luka bakar derajat
satu tidak divcantumkan dalam perhitungan luas luka bakar

5
2. Luka bakar derajat II (partial thickness burn)
a) Kerap diberi simbolº
b) Kerusakan meliputi seluruh ketebalan epidermis dan sebagian
superficial dermis
c) Respons yang timbul berupa reaksi inflamasi akut disertai proses
eksudasi
d) Nyeri karena ujung- ujung saraf sensorik teriritasi
e) Luka derajat II ini dibedakan menjadi dua, yaitu: derajat dua dangkal
dan derajat dua dalam; diuraikan berikut ini
1) Derajat II dangkal (Superficial partial thickness burn)
i. Kerusakan menegenai epidermis dan sebagian (sepertiga
bagian superfisial) dermis
ii. Demal- epidermal junction mengalami kerusakan sehingga
terjadi epidermolisis yang diikuti terbentuknya lepuh (bula,
blister). Lepuh ini merupakan karakteristik luka bakar
derajat II dangkal. Bila epidermis terlepas (terkelupas).,
terlihat dasar luka berwarna kemerahan- kadang pucat-
edematous dan eksudatif
iii. Apendises kulit (integument, adneksa kulit) seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjarsebasea utuh
iv. Penyembuhan terjadi secara spontan umumnya
memerlukan waktu antara 10-14 hari, hal ini dimungkinkan
karena membrana basalis dan apendises kulit tetap utuh;
diketahui keduanya merupakan sumber proses
ephitelialisisasi
2) Derajat II dalam (Deep partial thickness burn)
i. Kerusakan mengenai hamper seluruh (dua per tiga bagian
superfisial) dermis
ii. Apendises kulit (integument) seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian utuh
iii. Kerap dijumpai eskar tipis di permukaan; harus dibedakan
dengan eskar pada luka bakar derajat tiga

6
iv. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung apendises kulit
yang tersisa. Biasanya penyembuhan memerlukan waktu
lebih dari 2 minggu

3. Luka bakar derajat III (Full thickness burn)


a) Kerap diberi symbol 3º
b) Kerusakan meliputi seluruh ketebalan kulit (epidermis dan dermis)
serta lapisan yang lebih dalam
c) Apendises kulit (adneksa, integumen) seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan
d) Kulit yang terbakar tampak berwarna pucat atau lebih putih karena
terbentuk eskar
e) Secara teoritis tidak dijumpainrasa nyeri, bahkan hilang sensasi
karena ujung- ujung serabut saraf sensorik mengalami kerusakan/
kematian
f) Penyembuhan terjadi lama. Proses ephitelialisasi spontan baik dari
tepi luka (membrane basalis), maupun dari apendises kulit (folikel
rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea yang memiliki potensi
epithelialisasi) tidak dimungkinkan terjadi karena struktur- struktur
jaringan tersebut mengalami kerusakan

2.4 Patofisiologi Luka Bakar

Respons tubuh terhadap luka bakar bervariasi pada derajat


kerusakan jaringan, kerusakan celuler, perpindahan cairan. Kerusakan
pada jaringan luka bakar menyebabkan keluarnya mediator untuk
mengawali respons inflamasi. Keluarnya mediator kimia tersebut disertai
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler, mengakibatkan
kebocoran cairan intravascular dan menyebabkan edema. (Amelia, Yanny,
Siwi, 2018)
Syok luka bakar sebagian besar sesuai dengan komponen pada
patofisiologi luka bakar. Luka ternal langsung dapat mengakibatkan
perubahan dramatic di dalam mikrosirkulasi, terutama peningkatan

7
permeabilitas kapiler di seluruh tubuh. Syok luka bakar adalah syok
hipovolemik dan syok seluler. (Amelia, Yanny, Siwi, 2018)

2.5 Fase-fase Luka Bakar

2.5.1 Fase akut/syok/awal


Fase ini dimulai saat kejadian hingga penderita mendapatkan
perawatan di IRD/ Unit luka bakar. Seperti penderita trauma lainnya,
penderita luka bakar mengalami ancaman gangguan airway (jalan
nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan gangguan circulation
(sirkulasi). Gangguan airway dapat terjadi segera atau beberapa saat
seteah trauma, namun obstruksi jalan nafas akibat juga dapat terjadi
dalam 48-72 jam paska trauma. Cedera inhalasi pada luka bakar adalah
penyebab kematian utama di fase akut. Ganguan keseimbangan
sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termal berdampak sitemik
hingga syok hipovolemik yang berlanjut hingga keadaan hiperdinamik
akibat instabilisasi sirkulasi.

2.5.2 Fase sub akut


Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan :
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang
atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ
fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme

2.5.3 Fase Lanjut


Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut
akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. problem yang
muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik,
kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.

8
2.6 Efek Patofisiologi Luka Bakar
1. Pada Kulit
Perubahan patofisiologik yang terjadi pada kulit segera setelah
luka bakar tergantung pada luas dan ukuran luka bakar. Untuk
luka bakar yang kecil (smaller burns), respon tubuh bersifat
lokal yaitu terbatas pada area yang mengalami injuri. Sedangkan
pada luka bakar yang lebih luas misalnya 25 % dari total
permukaan tubuh (TBSA: Total Body Surface Area) atau lebih
besar, maka respon tubuh terhadap injuri dapat bersifat sistemik
dan sesuai dengan luasnya injuri.
2. Sistem Kardiovaskuler
Injuri panas yang secara langsung mengenai pembuluh akan
lebih meningkatkan permeabilitas kapiler. Injuri yang langsung
mengenai membran sel menyebabkan sodium masuk dan
potasium keluar dari sel. Luka bakar yang luas menyebabkan
edema tubuh general baik pada area yang mengalami luka
maupun jaringan yang tidak mengalami luka bakar dan terjadi
penurunan sirkulasi volume darah intravaskuler. Denyut jantung
meningkat sebagai respon terhadap pelepasan catecholamine
dan terjadinya hipovolemia relatif, yang mengawali turunnya
kardiac output. Kadar hematokrit meningkat yang menunjukan
hemokonsentrasi dari pengeluaran cairan intravaskuler.
Disamping itu pengeluaran cairan secara evaporasi melalui luka
terjadi 4-20 kali lebih besar dari normal. Sedangkan pengeluaran
cairan yang normal pada orang dewasa dengan suhu tubuh
normal perhari adalah 350 ml. Keadaan ini dapat mengakibatkan
penurunan pada perfusi organ. Jika ruang intravaskuler tidak
diisi kembali dengan cairan intravena maka shock hipovolemik
dan ancaman kematian bagi penderita luka bakar yang luas
dapat terjadi. Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar,
permeabilitas kapiler menurun. Kardiac output kembali normal

9
dan kemudian meningkat untuk memenuhi kebutuhan
hipermetabolik tubuh kira-kira 24 jam setelah luka bakar.
Perubahan pada kardiak output ini terjadi sebelum kadar volume
sirkulasi intravena kembali menjadi normal. Pada awalnya
terjadi kenaikan hematokrit yang kemudian menurun sampai di
bawah normal dalam 3-4 hari setelah luka bakar karena
kehilangan sel darah merah dan kerusakan yang terjadi pada
waktu injuri. Tubuh kemudian mereabsorbsi cairan edema dan
diuresis cairan dalam 2-3 minggu berikutnya.
3. Sistem Renal dan Gastrointestinal
Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke
ginjal dan menurunnya GFR (glomerular filtration rate), yang
menyebabkan oliguri. Aliran darah menuju usus juga berkurang,
yang pada akhirnya dapat terjadi ileus intestinal dan disfungsi
gastrointestinal pada klien dengan luka bakar yang lebih dari 25
%.
4. Sistem Imun
Fungsi sistem immune mengalami depresi. Depresi pada
aktivitas lymphocyte, suatu penurunan dalam produksi
immunoglobulin, supresi aktivitas complement dan
perubahan/gangguan pada fungsi neutropil dan macrophage
dapat terjadi pada klien yang mengalami luka bakar yang luas.
Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi
dan sepsis yang mengancam kelangsungan hidup klien.
5. Sistem Resspiratori
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan
penurunan kadar oksigen arteri dan “lung compliance”.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang luka bakar:
1. DPL
2. Ureum dan elektrolit

10
3. Jika curiga trauma inhalasi: rontgen toraks, gas darah arteri, perkiraan
CO2.
4. Golongan darah dan cross match
5. EKG/enzim jantung dengan luka bakar listrik

(Pierce,2007)

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien luka bakar sesuai dengan kondisi dan tempat
pasien dirawat melibatkan berbagai lingkungan perawatan dan disiplin ilmu antara
lain mencakup penanganan awal (ditempat kejadian), penanganan pertama di unit
gawat darurat, penanganan di ruangan intensif dan bangsal. Tindakan yang
dilakukan antara lain terapi cairan, fisioterapi dan psikiatri pasien dengan luka
bakar memerlukan obat-obatan topikah karena eschar tidak dapat ditembus
dengan pemberian obat antibiotik sistemis. Pemberian obatobatantopikah anti
mikrobial bertujuan tidak untuk mensterilkan luka akan tetapi untuk menekan
pertumbuhan mikroorganisme dan mengurangi kolonisasi, dengan pemberian
obat-obatan topikah secara tepat dan efektif dapat mengurangi terjadinya infeksi
luka dan mencegah sepsis yang sering kali masih terjadi penyebab kematian
pasien.

Tatalaksana resusitasi luka bakar


Primary survey :
Pemeriksaan seperti pada trauma yang lain.
a. Airway dan cervical spine proteksi
b. Breathing dan ventilasi
c. Circulasi dan kontrol perdarahan
d. Disability – pemeriksaan neurologis
e. Exposure
Secondary survey :
a. History / anamnesa
b. Pemeriksaan fisik / lengkap mulai kepala - kaki

Prinsip penanganan :

11
1) hentikan proses yang menyebabkan luka bakar
2) Universal precaution, hiv, hepatitis
3) Fluid resuscitation : 2-4 cc rl x bb x luas lb.
4) Tanda Vital pasien
5) Pemasangan nasogastric tube
6) Pemasangan urine kateter
7) Assessment perfusi ekstrimitas
8) Continued ventilatory assessment
9) Manajemen Nyeri
10) Psychosocial assessment
11) Pemberian tetanus toksoid
12) Timbang berat badan
13) Pencucian luka di kamar operasi (bius total)

2.9. Resusitasi Cairan

Resusitasi Cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti


cairan tubuh dalam batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid
(elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara intravena.
Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum
dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan,
mengganti perdarahan yang terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke
ronggaketiga.
Resusitasi cairan ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut
cairan tubuh atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk
memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada keadaan syok dan luka
bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus
Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL)
sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa
diberikan 2-3 L dalam 10 menit.
Terapi lanjutan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh
dan nutrisi. Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35
ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+=

12
1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang
hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat
kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water
losses.

Untuk anak diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan


karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan
elektrolit yang juga mengandung karbohidrat adalah larutan KA-EN,
dextran + saline, DGAA, Ringer’s dextrose, dll. Sedangkan larutan
rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%. Tetapi
cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar
sel sehingga dextrose tidak berperan dalam hipovolemik

Dalam terapi perawatan pemberian cairan keseimbangan kalium


perlu diperhatikan karena seperti sudah dijelaskan kadar berlebihan atau
kekurangan dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya. Umumnya
infus konvensional RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai
kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan
harian.

Tujuan pemberian cairan intravena, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Mengembalikan dan mempertahankan keseimbanngan cairan dan elektrolit


tubuh.
2. Memberikan obat-obatan dan kemoteerapi.
3. Transfusi darah dan produkdarah
4. Memberikan nutrisi parenteral (parenteral feeding) dan suplemen nutrisi.

Tatalaksana Resusitasi Cairan

1) Cara Evans

a) Koloid : 1cc/KgBB X % luas luka bakar


b) Elektrolit : 1,5cc/KgBB X % luas luka bakar
c) Glukosa (D % %) : 2000cc untuk kehilangan insensible

50% untuk 8 jam pertama

13
50% untuk 16 jam kedua

Maksimum 10.000 ml selama 24 jam.

2) Cara baxter

4cc / kgBB x %luas luka bakar

Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama,


sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama teutama
diberikan elektrolit yaitu larutan RL karena terjadi deficit ion Na. hari
kedua diberikan setengh cairan hari pertama.

2.10 Kebutuhan Nutrisi

Pada penderita luka bakar membutuhkan kebutuhan asupan nutrisi


yang berbeda dengan orang orang normal. Tujuan diet luka bakar adalah untuk
mempercepat penyembuhan dan mencegah terjadinya gangguan metabolik
serta mempertahankan status gizi secara optima. Hal ini disebabkan karena
umumnya penderita luka bakar dihadapkan pada permasalahan khusus yang
merupakan karakteristik luka bakar sesuai dengan fase yang dialaminya.
Gangguan metabolism pada luka bakar dan ulkus stress, pada fase akut (fase
ebb, fase syok) berlangsung suatu kondisi hipometabolisme. Pemberian nutrisi
pada fase ini sangat membahayakan karena akan diikuti meningkatnya
mortalitas.
Pada fase akut, sejalan dengan upayamengatasi dampak hipoperfusi
splangnikus yang diikuti terjadinya disrupsi mukosa usus, Nutrisi Enteral Dini
(NED) adalah tindakan preventif yang menjadi acuan. Penerapan NED
bertujuan gut feeding yang terbukti mencegah terjadinya atrofi vili- vili
mukosa. Pemberiannya dimulai dalam delapan jam pasca trauma, dengan
dosis kecil yang ditingkatkan secara bertahap sesuai toleransi penderita,
demikian pula dengan osmolalitas dan kualitas nutrient yang diberikan.
Pada fase berikutnya, saat stabilitas hemodinamik tercapai, penderita
mengalami konsisi hipermetabolik (hiperkatabolisme). Beberapa kondisi
dibawah ini berpengaruh dan memperberat kondisi hipermetabolik yang sudah
ada.

1. Status gizi penderita, masa bebas lemak, umur, jenis kelamin dan luas
permukaan tubuh
2. Riwayat penyakit sebelumnya sepertidiabetes mellitus, penyakit hati berat,
penyakit ginjal dan lain- lain

14
3. Luas dan kedalaman luka bakar
4. Suhu dan kelembaban ruangan (mempengaruhi kehilangan panas melalui
evaporasi)
5. Nyeri dan kecemasan

Dikenal beberapa metode untuk menentukan kebutuhan kalori basal penderita,


antara lain:
a) Indirect calorimetry
Merupakan metode yang paling ideal dengan mengukur kebutuhan
kalori secara langsung. Pada perhitungan kalori menggunakan alat ini telah
diperhitungkan faktor- faktor yang berpengaruh, misalnya berat badan,
jenis kelamin, luas luka bakar, luas permukaan tubuh, adanya infeksi, dll.
Untuk menghitung kebutuhan kaloritotal maka harus ditambahkan faktor
stress sebesar 20- 30%. Penggunaan indirect calorimetry juga berguna
untuk menilai Respiratory Qoutient (RQ) yaitu efektivitas utilisasi zat gizi
yang diberikan, sehingga dapat menghindarkan pemberian kalori yang
terlalu sedikit atau mungkin terlalu banyak. Sebagai contoh bila RQ> 1,
berarti jumlah kalori yang diberikan perlu dikurangi atau dengan
menurunkan rasio karbohidrat / lipid, sedangkan bila RQ< 0,8
menggambarkan deficit energy yang dialami penderita sehingga asupan
kalori perlu ditingkatkan.

b) Metode perhitungan kalori cara lain


Perhitungan kalori basal menurut Harris Benedict
Merupakan salah satu perhitungan kalori yang lazim
diterapkan untuk menghitung kebutuhan kalori basal. Ekuasi ini
memperhitungkan beberapa faktor berpengaruh, yaitu berat badan
(BB), tinggi badan (TB) dan umur (U). Untuk memenuhi kebutuhan
total kalori, perlu diperhitungkan beberapa faktor , antara lain faktor
aktivitas fisik (AF) dan stress (FS); karenanya pada evakuasi ini
dilakukan modifikasi formula dengan menmbahkan kedua faktor
tersebut.

Ekuasi Harris Benedict


Pria : 66 + (13,7 x BB) + (5 x TB) – (6,8 x U) x AF x FS
15
Wanita : 665 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x U) x AF x FS
2.11 Posisi dan Rehabilitasi
Fase rehabilitasi adalah fase pemulihan dan merupakan fase
terakhir dari perawatan luka bakar. Penekanan dari program rehabilisasi
penderita luka bakar adalah untuk meningkatkan kemandirian melalui
pencapaian perbaikan fungsi yang maksimal. Tindakan tindakan untuk
meningkatkan penyembuhan luka , pencegahan atau meminimalkan
deformitas dan hiper tropi scar , meningkatkan kekuatan, fungsi dan
memberikan suport emosional. Tujuan fase rehabilitasi adalah mencegah
kecacatan meringankan derajat disabilitas , memaksimalkan fungsi yang
masih ada mencapai kapasitas fungsi yang berdiri sendiri.

Rehabilitasi fisik memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu untuk


memperbaiki fungsi organ tubuh yang optimal . Banyak pasien menjadi
waspada terhadap penampilannya tewrutama pada fase rehabilitasi dan
mungkin membutuhkan konsultasi psikiatrik atau pengobatan anti
depresan.

Tujuan rehabilitasi pada pasien luka bakar bertujuan untuk :

1.Mencegah kecacatan

2. Meringankan derajat ketidak mampuan

3. Memaksimalkan fungsi fungsi nyang masih ada

4. Mencapai kapasitas fungsional yang optimal.

Latihan yang rutin setiap hari dapat mencegah berkurangnya


kelenturan dan berkurangnya Range Of Motion (ROM) sendi yang di
timbulkan oleh kontraktur. Beberapa jenis latihan yang dapat di terapkan
pada pasien luka bakar antara lain.

a. Streching (Peregangan)
Latihan peregangan di lakukan untuk mencegah terjadinya kontraktur
atau penarikan anggota gerak. Latihan peregangan ini bisa sangat
efektif ika di lakukan secara perlahan lahan.
b. Strengthening (Penguatan)

16
Latihan penguatan dilakukan untuk mencegah terjadinya kelemahan
pada anggota gerak akibat imobilisasi yang lama. Latihan ini
dilakukan dengan memberikan gerakan aktif secara rutin kepada
pasien untuk melatih otot otot ektermitas misalnya jalan biasa jalan
cepat sit up ringan .
c. Endurance (Ketahanan)
Latihan ketahanan bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi dan
penurunan daya tahan pada otot akibat dari perawatan yang lama di
rumasakit. Latihan ketahanan dilakukan dengan bersepeda sit up dan
naik turun tangga.
d. Latihan gerak kordinasi
1. Latihan kerja dalam kehidupan sehari hari
Latihan ini dilakukan dengan melatih kemandirian pasien luka
bakar , seperti mandi, makan , minum dan bangun tidur.
2. Latihan peningkatan keterampilan
Latihan peningkatan keterampilan di lakukan untuk mencegah
terjadinya atrofi pada otot otot kecil pada tangan.

Rehabilitasi pada pasien luka bakar fase kritis (akut dan sub akut)

a. Ranging (full ROM) pasif


Latihan ranging pasif pada pasien luka bakar yang kritis dapat
mencegah terjadinya kontraktur.Latihan ini dilakukan dengan
melakukan gerakan anggota gerak secara penuh dengan kata lain full
range ofmotion . Latihan ini sebaiknya di lakukan dua kalisehari.
b. Pencegahan deformitas
Latihan pencegahan deformitas dilakukan dengan teknik antideformity
position. Apabila di lakukan dengan benar dapat memperkecil resiko
terjadinya pemendekan tendon dan kapsul sendi serta mengurangi
edema pada ekstermitas.
c. Pencegahan kontraktur
Pencegahan kontraktur dapat di lakukan dengan memposisikan pasien
dengan perinsip melawan arah sendi yang dapat menyebabkan

17
kontraktur .Kontraktur adduksi pada daerah aksila dapat di cegah
dengan memasang splint aksila dengan posisi pasien abduksi pada
sendi bahu.
Beberapa posisi yang dapat di lakukan untuk mencegah deformitas

Rehabilitasi pada pasien luka bakar fase penyembuhan

Rehabilitasi pada pasien luka bakar menjadi lebih sulit pada fase
penyembuhan . Hal ini desebabkan karena pasien lebih peduli dan hati
hati terhadap apa yang terjadi pada dirinya dan sering timbul rasa segan
pada ahli terapinya.

18
Perinsip utama yang harus dilakukan dalam fase penyembuhan pasien luka
bakar adalah sebagai berikut :

a. Melakukan latihan gerak pasif


b. Meningkatkan latihan gerak aktif dan penguatan
c. Melatih aktifitas harian ( Makan, minum , jalan, duduk, tidur, dan
mandi)
d. Mulai melatih kegiatan bekerja bermain dan belajar.

Penanganan Skar (Scar Management)

Beberapa tindakan dalam tindakan skar untuk mencegah terjadinya


kontraktur adalah sebagai berikut :
a. Pijat skar
Teknik melakukan pijat skar
1. Oleskal lotion pada kulit yang terdapat luka bakar
2. Bpijat bagian kulit yang telah di berikan lotion
3. Pijat dilakukan dengan 3 arah yaitu serkuler ventrikel dan
horizontal
4. Lakukan 3-4 kali setiap hari
b. Pressure Garments

Tekanan yang di berikan pada skar mengurangi


terbentuknya kolagen dan menolong kolagen yang sudah terbentuk
agar lebih teratur

c. Program Terapi fisik


1. Latihan nafas dalam
2. ,engatur posisi
3. Mobilisasi persendian secara bertahap melalui gerakan pasif ,
gerakan aktif tanpa bantuan
4. Melakukan program latihan streching exercise untuk di
lakukan oleh pasien atau keluarganya
d. Program Okupasi Terapi

19
1. Sensori motor sesuai dengan kondisi dan tahap penyembuhan
2. Evaluasi dan latuhan fungsional
3. Leisure activity
4. Penerapan lingkungan yang ergonomis di sesuaikan dengan
lingkungan luka bakar
5. Evaluasi dan evaluasi produktifitas kerja
6. Jika di perlukan dapat dilakukan split dan adaptasi aktivitas
7. Latihan melakukan aktivitas Hidup sehari hari

Banyak respon psikologis dan emosional terhadap injuri luka


bakar. Respon penderita dipengaruhi oleh usia, kepribadian (personality),
latar belakang budaya dan etnic, luas dan lokasi injuri, dan akibatnya pada
body image.

Terdapat 4 tahap respon psikososial akibat trauma luka bakar. Impact,


retreat or withdrawal (kemunduran atau menarik diri), acknowledgement
(menerima) dan reconstructive (membangun kembali).

20
BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Pengkajian

A. Identitas
Meliputi nama , alamat , jenis kelamin , umur ,status , agama ,suku ,
tingkat pendidikan , pekerjaan, tanggal MRS, dan informan apabila dalam
melakukan pengkajian kita perlu informasi selain dari klien. Umur seseorang
tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi anak dibawah
umur 2 tahun dan dewasa diatas 80 tahun memiliki penilaian tinggi terhadap
jumlah kematian (Lukman F dan Sorensen K.C). Data pekerjaan perlu karena
jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar agama dan
pendidikan menentukan intervensi yang tepat dalam pendekatan.

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
a. Fase Akut
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar fase
akut adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabkan karena iritasi
terhadap saraf. Sesak nafas yang timbul beberapa jam setelah klien
mengalami luka bakar dan disebabkan karena pelebaran pembuluh
darah sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila
edema paru berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru.
b. Fase Sub Akut
Biasanya pasien dengan luka bakar pada fase sub-akut
mengeluh adanya nyeri, suhu badan meningkat, kemerahan dan
pembengkakan pada area luka bakar dan mulai muncul bulae.
c. Fase Lanjut
Pada fase lanjut timbul penyulit seperti jaringan parut yang
hipertrofik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas, dan adanya
kontraktur.

21
2. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Fase Akut
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar,
penyebab lamanya kontak, pertolongan pertama yang dilakukan serta
keluhan klien selama menjalan perawatan ketika dilakukan
pengkajian. Perawatan yang dilakukan meliputi beberapa fase : fase
emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola BAK), fase akut
(48 jam pertama beberapa hari/bulan). Pada fase akut biasanya
masalahnya ada pada ABCDE dan hypovolemia.
b. Fase Sub Akut
Pada fase ini berlangsung setelah syok teratasi.
Permasalahan pada fase ini adalah proses inflamasi atau infeksi pada
luka bakar, problem penutupan luka, dan keadaan hipermetabolisme.
Saat dikaji pasien mengeluh nyeri pada daerah yang terkena luka
bakar, daerah sekitar luka bakar kemungkinan mengalami
kemerahan dan pembengkakan, merasa panas dan sering merasa
haus.

c. Fase Lanjut
Pada fase ini kondisi klien semakin membaik, tetap
dilakukan pemantaun. Keadaan kulit membaik dan sembuh
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh
klien sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat
jika klien mempunyai riwayat penyakit kardiovaskuler, paru, DM,
neurologis, atau penyalahgunaan obat dan alkohol.
4. Riwayat Penyakit Keluarga

Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit


yang berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota
keluarga, kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga
mengenai masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan
[ CITATION Pur16 \l 1033 ]

22
5. Riwayat psikososial

Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri
body image yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik
mengalami gangguan perubahan. Selain itu juga luka bakar juga
membutuhkan perawatan yang lama , sehingga mengganggu klien dalam
melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.

C. POLA – POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Pengetahuan pasien terhadap luka bakar , penyebab luka bakar
sekarang , bagaimana kejadiannya , apa yang dilakukan , lamanya
kontak dan lokasinya
2. Pola Nutrisi Metabolik
Anoreksia, mual atau muntah , frekuensi pemberian makan dan
minum sehari-hari.
3. Pola Eliminasi
Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan
mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada;
khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres
penurunan motilitas/peristaltik gastrik
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Penurunan kekuatan, kelemahan fisik , keterbatasan rentang gerak
pada area yang sakit, gangguan massa otot, perubahan tonus.
5. Pola Tidur dan Istirahat
Gangguan pola tidur dan istirahat akibat adanya nyeri.
6. Pola Kognitif dan Sensorik
Penggunaan alat bantu , gangguan proses berfikir , nyeri hilang
timbul pada area luka.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri

23
Gangguan pengenalan terhadap rasa posisi ,sikap tubuh
,mengekspresikan keraguan terhadap penampilan peran.
8. Pola Peran dan Hubungan
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
9. Pola Reproduksi Seksual
Terjadi pengurangan karena kerja dan fungsi hormon berkurang ,
adanya bagian genital yang terbakar menyebabkan ketidakpuasan
dalam seks.
10. Pola Koping Stress
Perasaan tidak berdaya atau tidak ada harapan , menyangkal ,
ansietas ,ketakutan , mudah tersinggung , gelisah , kesedihan yang
mendalam ,dan perasaan tidak mampu.
11. Pola Nilai Dan Keyakinan
Meningkatkan dalam beribadah supaya diberi kesembuhan.

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas
sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran jika
luka bakar mencapai derajat cukup berat.
2. Tanda-tanda vital
Tekanan darah menurun , nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah
sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam
pertama.
3. Head To Toe
a. Kepala
Bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut
setelah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan
luas luka bakar.
b. Mata

24
Kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya
benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata
yang rontok terkena air panas, bahan kimia akibat luka bakar.
c. Hidung
Adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu
hidung yang rontok.
d. Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering
karena intake cairan kurang.
e. Telinga

Bentuk telinga, gangguan pendengaran karena benda asing,


perdarahan dan serumen.

f. Leher

Posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai


kompensasi untuk mengatasi kekurangan cairan
g. Dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi
dada tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan
yang masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas
tambahan ronchi
h. Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya
nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
i. Genetalia
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi
merupakan tempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman
sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk
pemasangan kateter.
j. Ekstrimitas

25
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka
baru pada muskuloskleletal, kekuatan otot menurun karena nyeri.
k. Integumen
Merupakan pemeriksaan pada daerah yang mengalami luka bakar
(luas dan kedalaman luka). Prinsip pengukuran presentase luas uka
bakar menurut kaidah 9 (rule of nine lund and Browder) sebagai
berikut :
Bagian Tubuh 1 Tahun 2 Tahun Dewasa
Kepala leher 18% 14% 9%
Ekstrimitas atas 18% 18% 18%
(kanan dan kiri)
Badan depan 18% 18% 18%
Badan belakang 18% 18% 18%
Ektrimitas bawah 27% 31% 30%
(kanan dan kiri)
Genetalia 1% 1% 1%

Pengkajian kedalaman luka bakar dibagi menjadi 3 derajat (grade).


Grade tersebut ditentukan berdasarkan pada keadaan luka, rasa nyeri
yang dirasanya dan lamanya kesembuhan luka.
E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan penunjang pada
luka bakar yaitu :
1. Laboratorium
a. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan
adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan
lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht
(Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan
cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan
kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
b. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan
adanya infeksi atau inflamasi.

26
c. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya
kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2)
atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin
terlihat pada retensi karbon monoksida.
d. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal
sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal,
natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan,
hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat
terjadi bila mulai diuresis.
e. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan
kelebihan cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga
ketidakadekuatan cairan.
f. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
g. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan
respon stress.
h. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein
pada edema cairan.
i. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan
perfusi atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena
cedera jaringan.
j. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif
terhadap efek atau luasnya cedera.
2. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia.
3. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan
luka bakar.

F. Penatalaksanaan

27
Penatalaksanaan pasien luka bakar sesuai dengan kondisi dan
pasien dirawat melibatkan berbagai lingkungan perawatan serta
disiplin ilmu antara lain mencakup penanganan awal (ditempat
kejadian), penanganan pertama di unit gawat darurat, penanganan
diruang intensif atau bangsal. Tindakan yang diberikan antara lain
adalah terapi cairan, fisioterapi dan psikiatri. Pasien dengan luka bakar
memerlukan obat-obatan topical. Pemberian obat-obatan topical anti
microbial bertujuan untuk mensterilkan luka akan tetapi akan
menekan pertumbuhan mikroorganisme dan mengurangi kolonisasi,
dengan memberikan obat-obatan topical secara tepat dan efektif dapat
mengurangi terjadinya infeksi luka dan mencegah sepsis yang sering
kali masih menjadi penyebab kematian pasien.( Effendi. C, 1999).

3.2 Diagnosa Keperawatan

A. Fase Akut

1. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d


dyspnea, PCO2 meningkat, takikardia, sianosis

2. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif d.d nadi teraba lemah, tekanan
nadi menyempit, membrane mukosa kering, hematocrit meningkat

3. Nyeri akut b.d luka bakar d.d mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah

B. Fase Sub Akut

1. Gangguan Integritas Kulit b.d, trauma (bahan kimia iritatif, suhu


lingkungan yang ekstream, terbakar) d.d. kerusakan jaringan dan lapisan kulit,
nyeri

2. Risiko infeksi d.d kerusakan integritas kulit

C. Fase Lanjut

1. Gangguan integritas kulit b.d bahan kimia iriatif, factor elektris d.d
kerusakan jaringan dan lapisan kulit

28
2. Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur/bentuk tubuh d.d
mengungkapkan kekhawatiran reaksi orang lain
3. Ansietas b.d krisis situasional d.d merasa khawatir dengan akibat dari
kondisi yang dihadapi, tampak gelisah, anoreksia.

3.3 Perencanaan Keperawatan


A. Fase Akut

1. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d


dyspnea, PCO2 meningkat, takikardia, sianosis

Tujuan : setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan


pertukaran gas meningkat
Kriteria Hasil :
1. Dispnea menurun
2. PCO2 membaik
3. Takikardia membaik
Intervensi :
a. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
Rasional : untuk memantau frekuensi, irama dan upaya napas klien
b. Monitor saturasi oksigen
Rasional : untuk memantau kebutuhan oksigen klien
c. Monitor nilai AGD
Rasional : mengetahui nilai gas dalam arteri klien apakah asidosis
atau alkalosis
d. Dokumentasikan hasil pemantauan
Rasional : sebagai bukti legal tindakan keperawatan
e. Informasikan hasil pemantaun, jika perlu
Rasional : untuk merencanakan tindakan selanjutnya

2. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif d.d nadi teraba lemah, tekanan
nadi menyempit, membrane mukosa kering, hematocrit meningkat

29
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan hipovolemia dapat teratasi.
Kriteria Hasil:
1. Output urine meningkat
2. Intake cairan membaik
Intervensi :
a. Monitor status kardiopulmonal
Rasional : Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan
mengkaji respon kardiovaskuler
b. Monitor status cairan
Rasional : untuk meyakinkan rata rata pengeluaran urin. Urin
bewarna merah pada kerusakan otot massif karena adanya darah dan
keluarnya myoglobin
c. Pasang jalur IV berukuran besar
Rasional : memungkinkan infus cairan cepat
d. Ambil sempel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
Rasional : mengidentifikasi kehilangan darah dan kebutuhan
penggantian elektrolit

3. Nyeri akut b.d luka bakar d.d mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah

Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan nyeri akut dapat teratasi.
Kriteria Hasil:
1. Keluhan nyeri menurun
2. Meringis menurun
Intervensi :
a. Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas,intensitas
nyeri
Rasional : Untuk mengetahui lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri

30
b. Control likungan yang memperberat rasa nyeri
Rasional : Tingkatkan suhu ruangan dan berikan selimut untuk memberi
kehangatan
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
Rasional : Membantu meminimalkan ketidaknyamanan
d. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Analgetik diperlukan untuk memblok rasa nyeri

B. Fase Sub Akut

1. Gangguan Integritas Kulit b.d, trauma (bahan kimia iritatif, suhu


lingkungan yang ekstream, terbakar) d.d. kerusakan jaringan dan lapisan
kulit, nyeri

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24


jam diharapkan integritas kulit meningkat

Kriteria Hasil :

1. Kerusakan Jaringan Menurun

2. Kerusakan Lapisan Kulit Menurun

3. Kemerahan Menurun

Intervensi :

a. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit

Rasional : mengetahui penyebab gangguan integritas kulit

b. monitor karakteristik luka

Rasional : mengetahui seberapa luka yang di alami

c. pertahankan teknik steril saat perawatan luka

Rasional : mengurangi kontaminasi kuman secara langsung ke area luka

d. anjurkan konsumsi makanan tinggi kalori dan protein

31
Rasional : meningkatkan asupan dari kebutuhan untuk pertumbuhan
jaringan

e. kolaborasi pemberian antibiotik

Rasional : mencegah atau mengontrol infeksi

2. Risiko infeksi d.d kerusakan integritas kulit

Tujuan : setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 2 x 24


jam diharapkan tingkat infeksi menurun

Kriteria Hasil :

1. demam menurun

2. kemerahan menurun

3. nyeri menurun

4. bengkak menurun

Intervensi :

a. monitor tanda dan gejala infeksi

Rasional : mengetahui tanda terjadinya infeksi

b. berikan perawatan kulit pada area edema

Rasional : mengurangi infeksi saat memberikan tindakan penyembuhan

c. cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien

Rasional : mencegah terjadinya infeksi pada pasien dan perawat atau


tenaga medis lain yang bertugas

d. pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi

Rasioanal : mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh

e. kolaborasi pemberian antibiotik

Rasional : menjaga dan mengatasi infeksi

32
C. Fase Lanjut

1. Gangguan integritas kulit b.d bahan kimia iriatif, factor elektris d.d
kerusakan jaringan dan lapisan kulit
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan gangguan integritas kulit dapat teratasi.
Kriteria Hasil:
1. Nyeri menurun
2. Peradangan luka menurun
3. Jaringan granulasi meningkat
Intervensi :
a. Monitor kondisi luka
Rasional : Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman
kulit
b. Jadwalkan frekuensi perawatan luka berdasarkan ada atau tidaknya
infeksi, jumlah eksudat dan jenis balutan yang digunakan
Rasional : Menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan
resiko infeksi
c. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
Rasional : Mengembalikan energy yang hilang dan membantu
memperbaiki kerusakan jaringan
2. Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur/bentuk tubuh d.d
mengungkapkan kekhawatiran reaksi orang lain
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan gangguan citra tubuh dapat teratasi.
Kriteria Hasil:
1. Verbalisasi kecacatan bagian tubuh meningkat
2. Hubungan sosial membaik
Intervensi :
a. Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
Rasional : mengurangi rasa cemas klien

33
b. Diskusikan kondisi stress yang mempengaruhi citra tubuh
Rasional : mengurangi stres pada klien
c. Latih peningkatan penampilan diri
Rasional : membantu klien untuk lebih percaya diri atas citra dirinya
3. Ansietas b.d krisis situasional d.d merasa khawatir dengan akibat dari
kondisi yang dihadapi, tampak gelisah, anoreksia.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam
diharapkan kondisi emosi akibat antisipasi pasien menurun.
Kriteria Hasil :
1. verbalisasi kebingungan menurun
2. perilaku gelisah menurun
3. anoreksia menurun
Intervensi :
a. monitor tanda ansietas
Rasional : mengetahui tanda ansietas klien
b. gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
Rasional : meyakinkan klien
c. latih teknik relaksasi
Rasional : membantu klien untuk santai dan relax
Kolaborasi pemberian obat
d. Rasional : membantu mengurangi cemas secara farmakologis
3.4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam
Potter & Perry, 1997)

3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah tindakan intelektual untuk


melengkapi proses keperawatan yg menandakan seberapa jauh diagnosa

34
keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil
dicapai.
Dari evaluasi keperawatan yang telah di lakukan akan muncul
kesimpulan, masalah teratasi , masalah ter atasi sebagian atau masalah
tidak teratasi

3.6 Pathway

35
BAB 4

PENUTUP

4.1Kesimpulan

Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu
sumber panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi
electromagnet (Brunner & Suddarth, 2002).

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan


jaringan yang disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air

36
panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan
api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas.

Penatalaksanaan pasien luka bakar meliputi penanganan awal


(ditempat kejadian), penanganan pertama di unit gawat darurat. . Tindakan
yang diberikan antara lain adalah terapi cairan. Setelah kondisi pasien yang
mengalami luka bakar sudah membaik harus di lakukan rehabilitasi dengan
melatih gerakan gerakan ROM baik ROM aktif maupun ROM pasif.

Tindakan tindakan tersebut di lakukan ntuk mencegah teradinya


kontraktur pada pasien luka bakar agar setelah sembuh semua fungsi organnya
dapat digunakan dengan baik.

Rehabilisasi tidak hanya dilakukan pada organ eksternal pasien saja,


namuan juga dilakukan pada psikis pasien agar siap menjalani kehidupan
mendatang tanpa ada beban dan trauma.

4.2 Saran

Agar pembaca memahami dan mengerti tentang Luka bakar rehidrasi cairan
dan rehabilisasi pada pasien luka bakar agar dapat dimanfaatkan ilmunya
untuk menolong sesama

37
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Sudarth.2010. Medical Surgical Nursing. Edisi 12.


Philadelpia.Wolterskluwer

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2016 . Asuhan Keperawatan Praktis
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda , NIC , NOC Dalam Berbagai Kasus .
Jilid 2. Jogjakarta : Mediaction

Moenadjat , Yeta . 2009. Masalah Dan Tatalaksana Luka Bakar. Edisi Keempat.
Jakarta : Universitas Indonesia

Airlangga University Press. 2006. Penanganan Luka Bakar. Edisi Pertama .


Surabaya : Airlangga University Press

Majid.2013.Perawatan pasien luka bakar.Edisi 1. Gosyenpublish:Yogyakarta

38
PEMBAGIAN TUGAS

NAMA NIM PEMBAGIAN TUGAS


Yordan Abdillah Firdaus P27820118065 1. Penyusunan kata pengantar
2. Penyusunan Bab 1
3. Definisi
4. Klasifikasi
5. Fase luka bakar
6. Pemeriksaan penunjang
7. Resusitasi cairan
8. Posisi dan rehabilitasi
9. Diagnosa
10. Pathway
11. Kesimpulan
12. Saran

Hela Setyapratiwi P27820118072 1. Penysunan cover


2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Efek patofisiologi
5. Penatalaksanaan
6. Kebutuhan nutrisi
7. Pengkajian
8. Intervensi
9. Implementasi
10. Evaluasi.

39

Anda mungkin juga menyukai