Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


“LUKA BAKAR “

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK IV

1. MAHYUNI ULANDARI
2. NISWATUN ASNAWATI
3. NITA SULASTIA WULANDARI
4. PARIATI PUSPITA YANTI
5. PARIJAN MAHMUD
6. PUTU ANGGA SWANDANA
7. RIMA MERLINA
8. SALWA APRILIA
9. SRI ARLIZA FEBRIANI

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
MATARAM
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kita semua, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang Keperawatan Gawat Darurat Pada Luka
Bakar.

Makalah ini telah kelompok susun dengan maksimal dan berterimakasih


kepada PJMK dan Dosen Mata kuliah yang telah memberikan tugas ini, sehingga
dapat terselesaikannya pembuatan makalah ini dengan bantuan dan arahan PJMK
dan Dosen semuanya. Tak lupa pula kepada teman-teman yang turut membantu
dalam penyusunan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih


banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya
maupun kelengkapan materinuya. Oleh karena itu kelompok menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kelompok dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah Keperawatan Gawat Darurat


Pada Luka Bakar ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Mataram 18 April 2020

Penulis
(KELOMPOK IV)

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN..........................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................1


1.2 Tujuan...................................................................................................2
1.3 Rumusan Masalah................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN...........................................................................3
2.1 Triage Dalam Keperawatan Gawat Darurat.....................................3
1. Pengertian.........................................................................................3
2. Sistem Triage....................................................................................3
3. Kategori/Klasifikasi Triage.............................................................4
2.2 Tinjauan Teoritis Luka Bakar............................................................6
1. Definisi...............................................................................................6
2. Luas Luka Bakar.............................................................................6
3.Etiologi...............................................................................................7
4. Patofisiologi.......................................................................................8
5. Pathway.............................................................................................10
6. Manifestasi Klinis.............................................................................11
7. Klasifikasi.........................................................................................12
8. Pemeriksaan Penunjang..................................................................14
9. Penatalaksanaan...............................................................................14
10. Proses Penyembuhan.....................................................................20
11. Komplikasi......................................................................................22
2.3 Asuhan Keperawatan..........................................................................23
1. Pengkajian........................................................................................23
2. Diagnosa............................................................................................28
3. Intervensi Keperawatan..................................................................29
BAB III. PENUTUP...................................................................................32
3.1 Kesimpulan...........................................................................................32
3.2 Saran.....................................................................................................32

ii
DAFTAR PUSTAKA.

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang.
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam. Perawatan luka bakar mengalami perbaikan/ kemajuan dalam dekade
terakhir ini, yang mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka
bakar. Pusat- pusat perawatan luka bakar telah tersedia cukup baik, dengan
anggota team yang menangani luka bakar terdiri dari berbagai disiplin yang
saling bekerja sama untuk melakukan perawatan pada klien dan keluarganya.
Di Amerika kurang lebih 2 juta penduduknya memerlukan pertolongan medik
setiap tahunnya untuk injuri yang disebabkan karena luka bakar. 70.000
diantaranya dirawat dirumah sakit dengan injuri yang berat. Luka bakar
merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua
kelompok umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar
daripada wanita, terutama pada orang tua atau lanjut usia di atas (70 tahun).
(Rudi Hamarno, 2016).
Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja, dan dapat terjadi di mana saja
baik di rumah, tempat kerja bahkan di jalan atau di tempat-tempat lain.
Penyebab luka bakarpun bermacam-macam tipe berupa api, cairan panas, uap
panas bahkan bahan kimia, aliran listrik dan lain-lain.
Luka bakar yang terjadi, akan menimbulkan kondisi kerusakan kulit.
Cidera luka bakar terutama pada luka bakar yang dalam dan luas masih
merupakan penyebab utama kematian dan disfungsi berat jangka panjang.
Pendapat di atas tidak akan terwujud tanpa adanya penanganan yang cepat
dan tepat serta kerja sama yang baik antara anggota tim kesehatan yang
terkait. Penderita luka bakar memerlukan perawatan secara khusus karena luka
bakar berbeda dengan luka tubuh lain (seperti luka tusuk, tembak, dan
sayatan). Hal ini disebabkan karena pada luka bakar terdapat keadaan seperti:
1. Ditempati kuman dengan patogenitas tinggi
2. Terdapat banyak jaringan mati
3. Mengeluarkan banyak air, serum dan darah

1
4. Terbuka untuk waktu yang lama (mudah terinfeksi dan terkenal trauma)
5. Memerlukan jaringan untuk menutup
Berbagai karakteristik unit luka bakar membutuhkan intervensi khusus
yang berbeda. Perbedaan karakteristik tersebut dipengaruhi oleh penyebab
luka bakar dan bagian tubuh yang terkena. Luka bakar yang lebih luas dan
dalam memerlukan perawatan/ intervensi lebih intensif dibandingkan luka
bakar yang hanya sedikit dan superficial. Luka bakar yang terjadi karena
tersiram air panas dengan luka bakar yang disebabkan zat kimia atau radiasi
atau listrik membutuhkan penanganan yang berbeda meskipun luas luka
bakarnya sama. Luka bakar yang mengenai daerah genetalia mempunyai
resiko yang lebih besar untuk terjadinya infeksi dibandingkan dengan luka
bakar yang ukuran/luasnya sama pada bagian tubuh yang lain. Luka bakar
yang mengenai tangan dan kaki dapat mempengaruhi kapasitas fungsi pasien
(produktivitas/kemampuan kerja) sehingga memerlukan teknik penanganan
yang berbeda dengan bagian tubuh lain. (Mery Kristin dkk, 2017)
Dengan uraian diatas maka perlunya disusun satu makalah yang dapat
memberikan pemaparan terkait materi luka bakar dan penanganan nya.
1. 2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimasksud dengan triage dalam kegawat daruratan ?
2. Bagaimana konsep teori dan pelaksanaan luka bakar ?
3. Bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada luka bakar ?
1. 3 Tujuan
Dengan dibuatnya makalah ini bertujuan agar mahasiswa mampu
memahami konsep penanganan luka bakar pada situasi gawat darurat,
khususunya bagi anggota kelompok agar dapat memberikan pelayanan yang
tepat dan cepat saat menangani pasien yang mengalami luka bakar dilapangan
nantinya.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Triage Dalam Keperawatan Gawat Darurat
1. Pengertian
Triage yaitu skenario pertolongan yang akan di berikan sesudah fase
kea daan pasien. Pasien-pasien yang terancam hidupnya harus di beri
prioritas utama. Triage dalam keperawatan gawat darurat di gunakan untuk
mengklasifikasian keparahan penyakit atau cedera dan menetapkan
prioritas kebutuhan penggunaan petugas perawatan kesehatan yang efisien
dan sumber-sumbernya. (Mery Kristin dkk, 2017)
Standart waktu yang di perlukan untuk melakukan triase adalah 2-5
menit untuk orang dewasa dan 7 menit untuk pasien anak-anak.
Triase di lakukan oleh perawat yang profesional (RN) yang sudah
terlatih dalam prinsip triase, pengalaman bekerja minimal 6 bulan di
bagian UGD, dan memiliki kualisifikasi:
a. Menunjukkan kompetensi kegawat daruratan
b. Sertifikasi ATLS, ACLS, PALS, ENPC
c. Lulus Trauma Nurse Core Currikulum (TNCC)
d. Pengetahuan tentang kebijakan intradepartemen
e. Keterampilan pengkajian yang tepat, dll
(Mery Kristin dkk, 2017)
2. Sistem Triage
a. Spot check
25% UGD menggunakan sistem ini, perawat mengkaji dan
mengklasifikasikan pasien dalam waktu 2-3 menit. Sistem ini
memungkinkan identifikasi segera.
b. Komprehensif
Merupakan triase dasar yang standart di gunakan. Dan di dukung oleh
ENA (Emergenci Nurse Association) meliputi:
1) A (Airway)
2) B (Breathing)
3) C (Circulation)

3
4) D (Dissability of Neurity)
5) E ( Ekspose)
6) F (Full-set of Vital sign)
c. Triase Expanded
Sistem ini dapat di tambahkan ke sistem komprohensif dan two-tier
mencakup protokol penanganan:
1) Pertolongan pertama (bidai, kompres, rawat luka)
2) Pemeriksaan diagnostic
3) Pemberian obat
4) Tes lab (Darah, KGD, Urinalisis, dll)
d. Triase Bedside
Pasien dalam sistem ini tidak di klasifikasikan triasenya, langsung di
tangani oleh perawat yang bertugas, cepat tanpa perlu menunggu antri
3. Kategori/Klasifikasi Triage
61% menggunakan 4 kategori pengambilan keputusan yaitu dengan
menggunakan warna hartu/status sebagai tanda klasifikasi yaitu Merah
(Emergen), kuning (Urgen), hijau (non Urgen), hitam (Expectant).
a. Merah (Emergent)
Yaitu korban-korban yang membutuhkan stabilisasi segera. Yaitu
kondisi yang mengancam kehidupan dan memerlukan perhatian
segera.
Contoh:
1) Syok oleh berbagai kausa
2) Gangguan pernapasan
3) Trauma kepala dengan pupil anisokor
4) Perdarahan eksternal massif
b. Kuning (Urgent)
Yaitu korban yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi perawatan
dapat di tunda sementara. Kondisi yang merupakan masalah
medisyang disignifikan dan memerlukan penata laksanaan sesegera
mungkin. Tanda-tanda fital klien ini masih stabil.
Contoh:

4
1) Fraktur multiple
2) Fraktur femur/pelvis
3) Korban dengan resiko syok (korban dengan gangguan jantung,
trauma, obdomen berat)
4) Luka bakar luas
5) Gangguan kesadaran/trauma kepala
6) Korban dengan status yang tidak jelas.
Semua korban dengan kategori ini harus di berikan infus,
pengawasan ketat terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi
dan berikan perawatan sesegera mungkin.
c. Hijau (Non urgent)
Yaitu kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau
pemberian pengobatan dapat di tunda, penyakit atau cidera minor
Contoh:
1) Fektur minor
2) Luka minor
3) Luka bakar minor
d. Hitam (Expectant)
Korban yang meninggal dunia atau yang berpotensi untuk meninggal
dunia. Kurang dari 6%, memakai sistem empat kelas yaitu:
1) Kelas I : kritis (mengancam jiwa, ekstremitas, penglihatan atau
tindakan segera).
2) Kelas II: Akut (terdapat perubahan yang signifikan, tindakan
segera mungkin).
3) Kelas III: Urgent (signifikan, tikdakan pada waktu yang tepat)
4) Kelas IV: Non Urgent (tidak terdapat resiko yang perlu segera di
tangani)
Kurang dari 10%, digunakan sistem 5 tingkat yaitu:
1) Kritis Segera Henti jantung
2) Tidak stabil 5-15 menit Fraktur mayor
3) Potensial tidak stabil 30-60 menit Nyeri abdomen
4) Stabil 1-2 jam Sinusitis

5
5) Rutin 4 jam Pengangkatan jahitan
2.2 Tinjauan Teoritis Luka Bakar
1. Pengertian
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus
listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan
yang lebih dalam. (Rudi Hamarno, 2016).
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan
api ketubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas
(kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta
sengatan matahari (sunburn) (Moenajat, 2001 dalam Mery Kristin dkk,
2017).
Menurut (Aziz Alimul Hidayat, 2008 dalam Mery Kristin dkk, 2017)
luka bakar adalah kondisi atau terjadinya luka akibat terbakar, yang hanya
disebabbkan oleh panas yang tinggi, tetapi oleh senyawa kimia, llistrik,
dan pemanjanan (exposure) berlebihan terhadap sinar matahari.
Luka bakar adalah luka yang di sebakan oleh kontak dengan suhu
tinggi seperti api,air panas,listrik,bahan kimia dan radiasi; juga oleh sebab
kontak dengan suhu rendah,luka bakar ini bisa menyebabkan kematian
,atau akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi maupun estetika.
(Kapita Selekta kedokteran edisi 3 jilid 2 dalam Mery Kristin dkk, 2017).
2. Luas Luka Bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian-bagian 9% atau kelipatan d
terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace.
a. Kepala dan leher 9%.
b. Lengan 18%.
c. Badan Depan 18%.
d. Badan belakang 18%.
e. Tungkai 36%.
f. Genitelia/perineum 1%

6
3. Etiologi
Terdapat empat jenis cedera luka bakar yaitu termal, kimia, listrik, dan
radiasi.
a. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn) : gas, cairan, bahan padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald)
,jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat
terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (logam panas,
dan lain-lain) (Moenadjat, 2005 dalam Mery Kristin dkk, 2017).
b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang
biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih
yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga (Moenadjat,
2005 dalam Mery Kristin dkk, 2017).
c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan
ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang
memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh
darah, khusunya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan
sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi
kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat,
2001 dalam Mery Kristin dkk, 2017).
d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio
aktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif
untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri.
Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat
menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat, 2001 dalam Mery
Kristin dkk, 2017).
Adapun menurut (Rudi Hamarno, 2016) fase-fase dalam luka bakar
adalah sebagai berikut :
1) fase akut

7
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal
penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas),
breathing (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi).
Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa
saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obtrusi saluran
pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma.
Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada
fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
2) Fase sub akut
Berlangsung setelah pase syok teratasi. Masalah yang
terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak
dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
a) Proses imflamasi dan infeksi
b) Problem penutup luka dengan titik perhatian pada luka
telanjang atau tidak berbajuepitel luas dan atau pada struktur
atau organ-organ fungsional
c) Keadaan hipermetabolisme
3) Fase lanjut
Fase lanjut atau berlangsung hingga terjadinya maturasi
parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional.
Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut
yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan
kontraktur.
4. Patofisiologi
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas
langsung atau radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan
temperatur sampai 440C tanpa kerusakan bermakna, kecepatan
kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat kenaikan
temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang
kurang tahan dengan konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini
mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah,

8
dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan elektrolit.
Pada luka bakar ekstensif dengan perubahanpermeabilitas yang hampir
menyelutruh, penimbunan jaringan masif di intersitial menyebabakan
kondisi hipovolemik. Volume cairan iuntravaskuler mengalami defisit,
timbul ketidak mampuan menyelenggarakan proses transportasi ke
jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok (Moenajat, 2001 dalam
Mery Kristin dkk, 2017).
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan
oleh kegagalan organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ
multi sistem yaitu terjadinya kerusakan kulit yang mengakibatkan
peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan ekstrafasasi cairan
(H2O, elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan
onkotik dan tekanan cairan intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi
terus menerus dapat mengakibatkan hipopolemik dan hemokonsentrasi
yang mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila
sudah terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan mengakibatkan
gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi organ-organ
penting seperti : otak, kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal
dan neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan organ multi
sistem.

5. Pathway

9
6. Manifestasi Klinis

10
Untuk mengetahui gambaran klinik tentang luka bakar (Combustio) maka
perlu mempelajari :
a. Luas Luka Bakar
Luas luka bakar dapat ditentukan dengan cara “Role of nine“ yaitu
dengan tubuh dianggap 9 % yang terjadi antara:
1) Kepala dan leher : 9 %
2) Dada dan perut : 18 %
3) Punggung hingga pantat : 18 %
4) Anggota gerak atas masing-masing : 9 %
5) Anggota gerak bawah masing-masing : 18 %
6) Perineum : 9 %
b. Derajat Luka Bakar
Untuk derajat luka bakar dibagi menjadi 4, yaitu :
1) Grade I
a) Jaringan yang rusak hanya epidermis.
b) Klinis ada nyeri, warna kemerahan, kulit kering.
c) Tes jarum ada hiperalgesia.
d) Lama sembuh + 7 hari.
e) Hasil kulit menjadi normal.
2) Grade II
a) Grade II a
(1) Jaringan yang rusak sebagian dermis, folikel, rambut, dan
kelenjar keringat utuh,
(2) Rasa nyeri warna merah pada lesi.
(3) Adanya cairan pada bula.
(4) Waktu sembuh + 7 - 14 hari.
b) Grade  II b
(1) Jaringan yang rusak sampai dermis, hanya kelenjar
keringan yang utuh.
(2) Eritema, kadang ada sikatrik.
(3) Waktu sembuh + 14 – 21 hari.
3) Grade III

11
a) Jaringan yang rusak seluruh epidermis dan dermis.
b) Kulit kering, kaku, terlihat gosong.
c) Terasa nyeri karena ujung saraf rusak.
d) Waktu sembuh lebih dari 21 hari.
4) Grade IV
Luka bakar yang mengenai otot bahkan tulang.
7. Klasifikasi
Berdasarkan kedalaman luka :
a. Luka bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering
hiperemik, berupa eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung –
ujung syaraf sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara
spontan dalam waktu 5 -10 hari (Brunicardi et al., 2005 dalam Mery
Kristin dkk, 2017).
b. Luka bakar derajat II
Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan sebagai lapisan
dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai
pula, pembentukan scar, dan nyeri karena ujung –ujung syaraf sensorik
teriritasi. Dasar luka berwarna merah atau pucat. Sering terletak lebih
tinggi diatas kulit normal (Moenadjat, 2001 dalam Mery Kristin dkk,
2017).
1) Derajat II Dangkal (Superficial)
a) Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh.
c) Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan
luka bakar pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat I
dan mungkin terdiagnosa sebagai derajat II superficial setelah
12-24 jam.
d) Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda
dan basah.
e) Jarang menyebabkan hypertrophic scar.

12
f) Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara
spontan kurang dari 3 minggu (Brunicardi et al., 2005 dalam
Mery Kristin dkk, 2017).
2) Derajat II dalam (Deep)
a) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
b) Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
c) Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang
tersisa.
d) Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya
tanpak berwarna merah muda dan putih segera setelah terjadi
cedera karena variasi suplay darah dermis (daerah yang
berwarna putih mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau
tidak ada sama sekali, daerah yang berwarna merah muda
mengindikasikan masih ada beberapa aliran darah) (Moenadjat,
2001 dalam Mery Kristin dkk, 2017)
e) Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9
minggu (Brunicardi et al., 2005 dalam Mery Kristin dkk,
2017).
f) Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)
Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan
lebih dalam, tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit
yang terbakar berwarna putih dan pucat. Karena kering, letak
nya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar. Terjadi koagulasi
protein pada epidermis yang dikenal sebagai scar, tidak
dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung–
ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan atau kematian.
Penyembuhan terjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi
spontan dari dasar luka (Moenadjat, 2001 dalam Mery Kristin
dkk, 2017).

13
g) Luka bakar derajat IV
Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon
dan tulang dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan
meliputi seluruh dermis, organ-organ kulit seperti folikel
rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat mengalami
kerusakan, tidak dijumpai bula, kulit yang terbakar berwarna
abu-abu dan pucat, terletak lebih rendah dibandingkan kulit
sekitar, terjadi koagulasi protein pada epidemis dan dermis
yang dikenal scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori
karena ujung-ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan dan
kematian. penyembuhannya terjadi lebih lama karena ada
proses epitelisasi spontan dan rasa luka (Moenadjat, 2001
dalam Mery Kristin dkk, 2017).
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah yang meliputi :
a. Hb, Ht, trombosit
b. Protein total (albumin dan globulin)
c. Ureum dan kreatinin
d. Elektrolit Gula darah
e. Analisa gas darah (jika perlu lakukan tiap 12 jam atau minimal tiap
hari)
f. Karboksihaemoglobin
g. Tes fungsi hati / LFT Penatalaksanaan
9. Penatalaksanaan
a. Keperawatan
1) Penanganan awal ditempat kejadian
Tindakan yang dilakukan terhadap luka bakar :
a) Jauhkan korban dari sumber panas, jika penyebabnya api,
jangan biarkan korban berlari, anjurkan korban untuk
berguling–guling atau bungkus tubuh korban dengan kain
basah dan pindahkan segera korban ke ruangan yang cukup
berventilasi jika kejadian luka bakar berada diruangan tertutup.

14
b) Buka pakaian dan perhiasan yang dikenakan korban
c) Kaji kelancaran jalan nafas korban, beri bantuan pernafasan
korban dan oksigen bila diperlukan
d) Beri pendinginan dengan merendam korban dalam air bersih
yang bersuhu 200C selama 15–20 menit segera setelah
terjadinya luka bakar
e) Jika penyebab luka bakar adalah zat kimia, siram korban
dengan air sebanyak–banyaknya untuk menghilangkan zat
kimia dari tubuhny
f) Kaji kesadaran, keadaan umum, luas dan kedalaman luka bakar
serta cedera lain yang menyertai luka bakar
g) Segera bawa korban ke rumah sakit untuk penanganan lebih
lanjut
2) Penanganan luka bakar di unit gawat darurat
Tindakan yang harus dilakukan terhadap pasien pada 24 jam
pertama yaitu :
a) Penilaian keadaan umum pasien. Perhatikan A : Airway (jalan
nafas), B : Breathing (pernafasan), C : Circulation (sirkulasi)
b) Penilaian luas dan kedalaman luka bakar
c) Kaji adanya kesulitan menelan atau bicara dan edema saluran
pernafasan
d) Kaji adanya faktor–faktor lain yang memperberat luka bakar
seperti adanya fraktur, riwayat penyakit sebelumnya (seperti
diabetes, hipertensi, gagal ginjal, dll)
e) Pasang infus (IV line), jika luka bakar >20% derajat II / III
biasanya dipasang CVP (kolaborasi dengan dokter)
f) Pasang kateter urin
g) Pasang NGT jika diperlukan
h) Beri terapi oksigen sesuai kebutuhan
i) Berikan suntikan ATS / toxoi
j) Perawatan luka :

15
(1) Cuci luka dengan cairan savlon 1% (savlon : NaCl = 1 :
100)
(2) Biarkan lepuh utuh (jangan dipecah kecuali terdapat pada
sendi yang mengganggu pergerakan
(3) Selimuti pasien dengan selimut steril
k) Pemberian obat–obatan (kolaborasi dokter)
(1) Antasida H2 antagonis
(2) Roborantia (vitamin C dan A)
(3) Analgetik
(4) Antibiotik
l) Mobilisasi secara dini
m) Pengaturan posisi
3) Rehabilitasi
a) Terapi psikiater
Mengingat pasien dengan luka bakar mengalami masalah psikis
maka perawat perlu bekerja sama dengan psikiatri untuk
membantu pasien mengatasi masalah psikisnya, namun bukan
berarti menggantikan peran perawat dalam memberikan
support dan empati, sehingga diharapkan pasien dapat dapat
menerima keadaan dirinya dan dapat kembali kemasyarakat
tanpa perasaan terisolasi.
Hal lain yang perlu diingat bahwa sering kali pasien mengalami
luka bakar karena upaya bunuh diri atau mencelakakan dirinya
sendiri dengan latar belakang gangguan mental atau depresi
yang dialaminya sehingga perlu terapi lebih lanjut oleh
psikiatris.
b) Terapi fisioterapis
Pasien luka bakar mengalami trauma bukan hanya secara fisik
namun secara psikis juga. Pasien juga mengalami nyeri yang
hebat sehingga pasien tidak berani untuk menggerakkan
anggota tubuhnya terutama ynag mengalami luka bakar. Hal ini
akan mengakibatkan berbagai komplikasi terhadap pasien

16
diantaranya yaitu terjadi kontraktur dan defisit fungsi tubuh.
Untuk mencegah terjadinya kontraktur, deformitas dan
kemunduran fungsi tubuh, perawat memerlukan kerjasama
dengan anggota tim kesehatan lain yaitu fisioterapis. Pasien
luka bakar akan mendapatkan latihan yang sesuai dengan
kebutuhan fisiknya. Dengan pemberian latihan sedini mungkin
dan pengaturan posisi yang sesuai dengan keadaan luka bakar
diharapkan terjadinya kecacatan dapat dicegah atau
diminimalkan.
c) Terapi nutrisi
Ahli gizi diharapkan dapat membantu pasien dalam pemenuhan
nutrisi yang tidak hanya memenuhi kecukupan jumlah kalori,
protein, lemak, dan lain-lain tapi terutama juga dalam hal
pemenuhan makanan dan cara penyajian yang menarik karena
hal ini akan sangat mempengaruhi nafsu makan pasien. Dengan
pemberian nutrisi yang kuat serta menu yang variatif,
diharapkan pasien dapat mengalami proses penyembuhan luka
secara optimal.
Ahli gizi bertugas memberikan penyuluhan tentang gizi pada
pasien dan dengan dukungan perawat dan keluarga dalam
memberikan motivasi untuk meningkatkan intake nutrisinya
maka diharapkan kebutuhan nutrisi yang adekuat bagi pasien
terpenuhi.
b. Medis
Tindakan yang dilakukan dalam pelaksanaan pasien luka bakar antara
lain terapi cairan dan terapi obat – obatan topical.
1) Pemberian cairan intravena
Tiga macam cairan diperlukan dalam kalkulasi kebutuhan pasien :
a) Koloid termasuk plasma dan plasma expander seperti dextran
b) Elektolit seperti NaCl, larutan ringer, larutan Hartman atau
larutan tirode
c) Larutan non elektrolit seperti glukosa 5%

17
Sebelum infus diberikan, luas dan dalamnya luka bakar harus
ditentukan secara teliti. Kemudian jumlah cairan infus yang
akan diberikan dihitung. Ada beberapa cara untuk menghitung
kebutuhan cairan ini.
Pemberian cairan ada beberapa formula :
(1) Formula Baxter hanya memakai cairan RL dengan jumlah :
% luas luka bakar x BB (kg) x 4cc diberikan ½ 8 jam I dan
½ nya 16 jam berikut untuk hari ke 2 tergantung keadaan.
Resusitasi cairan : Baxter.
(a) Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
(b) Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.
(c) Kebutuhan faal :
< 1 tahun : BB x 100 cc
 – 3 tahun : BB x 75 cc
 3 – 5 tahun : BB x 50 cc
 ½ à diberikan  8 jam pertama
 ½ à diberikan  16 jam berikutnya.
(d) Hari kedua :
 Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
(Albumin 25% = gram x 4 cc) à 1 cc/mnt.
 Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
(2) Formula Evans
(a) Cairan yang diberikan adalah saline
(b) Elektrolit dosis : 1cc x BB kg x % luka bakar
 Koloid dosis : 1cc x Bb kg x % luka bakar
 Glukosa : - Dewasa : 2000cc dan Anak : 1000cc
(3) Formula Brook
(a) Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat

18
(b) Elektrolit : 1,5cc x BB kg x % luka bakar
(c) Koloid : 0,5cc x Bb kg x % luka bakar
(d) Dektros : - Dewasa : 2000cc dan Anak : 1000cc
(4) Formula farkland
(a) Cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat\
(b) Elektrolit : 4cc x BB kg x % luka bakar
2) Terapi obat – obatan topical
Ada berbagai jenis obat topical yang dapat digunakan pada pasien
luka bakar antara lain :
a) Mafenamid Acetate (sulfamylon)
Indikasi : Luka dengan kuman pathogen gram positif dan
negatif, terapi pilihan untuk luka bakar listrik dan pada telinga.
Keterangan : Berikan 1–2 kali per hari dengan sarung tangan
steril, menimbulkan nyeri partial thickness burn selama 30
menit, jangan dibalut karena dapat merngurangi efektifitas dan
menyebabkan macerasi.
b) Silver Nitrat
Indikasi : Efektif sebagai spectrum luas pada luka pathogen dan
infeksi candida, digunakan pada pasien yang alergi sulfa atau
tosix epidermal nekrolisis.
Keterangan : Berikan 0,5% balutan basah 2 – 3 kali per hari,
yakinkan balutan tetap lembab dengan membasahi setiap 2 jam.
c) Silver Sulfadiazine
Indikasi : Spektrum luas untuk microbial pathogen ; gunakan
dengan hati – hati pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
atau hati.
Keterangan : Berikan 1–2 kali per hari dengan sarung steril,
biarkan luka terbuka atau tertutup dengan kasa steril.
d) Povidone Iodine (Betadine)
Indikasi : Efektif terhadap kuman gram positif dan negatif,
candida albican dan jamur.

19
Keterangan : Tersedia dalam bentuk solution, sabun dan salep,
mudah digunakan dengan sarung tangan steril, mempunyai
kecenderungan untuk menjadi kerak dan menimbulkan nyeri,
iritasi, mengganggu pergerakan dan dapat menyebabkan
asidosis metabolic
Dengan pemberian obat–obatan topical secara tepat dan efektif,
diharapkan dapat mengurangi terjadinya infeksi luka dan
mencegah sepsis yang seringkali masih menjadi penyebab
kematian pasien.
10. Proses Penyembuhan
Berdasarkan klasifikasi lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi
dua yaitu: akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang
terjadi dalam jangka waktu 2–3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah
segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih
dari 4–6 minggu.
Pada dasarnya proses penyembuhan luka sama untuk setiap cedera
jaringan lunak. Begitu juga halnya dengan kriteria sembuhnya luka pada
tipa cedera jaringan luka baik luka ulseratif kronik, seperti dekubitus dan
ulkus tungkai, luka traumatis, misalnya laserasi, abrasi, dan luka bakar,
atau luka akibat tindakan bedah. Luka dikatakan mengalami proses
penyembuhan jika mengalami proses fase respon inflamasi akut terhadap
cedera, fase destruktif, fase proliferatif, dan fase maturasi. Kemudian
disertai dengan berkurangnya luasnya luka, jumlah eksudat berkurang,
jaringan luka semakin membaik.
Tubuh secara normal akan merespon terhadap luka melalui proses
peradangan yang dikarakteristikan dengan lima tanda utama yaitu
bengkak, kemerahan, panas, nyeri dan kerusakan fungi. Proses
penyembuhannya mencakup beberapa fase (Potter & Perry, 2005) yaitu:
a. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3–4 hari. Dua proses
utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis.
Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat vasokonstriksi pembuluh

20
darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin
(menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah
luka. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Scab
membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh
mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke
tepi. Sel epitel membantu sebagai barier antara tubuh dengan
lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme. Suplai darah
yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang
diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka
tampak merah dan sedikit bengkak. Selama sel berpindah lekosit
(terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial. Tempat ini
ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang
24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan
sel debris melalui proses yang disebut fagositosis. Makrofag juga
mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang
pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah.
Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan.
Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan.
Respon segera setelah terjadi injuri akan terjadi pembekuan darah
untuk mencegah kehilangan darah. Karakteristik fase ini adalah tumor,
rubor, dolor, calor, functio laesa. Lama fase ini bisa singkat jika tidak
terjadi infeksi.
b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke–4 atau 5 sampai hari ke–21.
Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi fibroblas, sel inflamasi,
pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid.
Fibroblas (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah
luka mulai 24 jam pertama setelah terjadi luka. Diawali dengan
mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan
kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein
yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang
meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil

21
kemungkinan luka terbuka. Kapilarisasi dan epitelisasi tumbuh
melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen
dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.
c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke–21 dan berakhir 1–2 tahun. Fibroblas
terus mensintesis kolagen. Kolagen menyalin dirinya, menyatukan
dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan
elastisitas dan meninggalkan garis putih. Dalam fase ini terdapat
remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan
kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas
luka. Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka
serta peningkatan kekuatan jaringan. Terbentuk jaringan parut 50–80%
sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya. Kemudian terdapat
pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular dan vaskularisasi
jaringan yang mengalami perbaikan (Syamsulhidjayat, 2005).
11. Komplikasi
Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut
yang dapat berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat
mengganggu fungsi dan menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan
cacat estetik yang buruk sekali sehingga diperlukan juga ahli ilmu jiwa
untuk mengembalikan kepercayaan diri.
Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar:
1) Infeksi dan sepsis
2) Oliguria dan anuria
3) Oedem paru
4) ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)
5) Anemia
6) Kontraktur
7) Kematian

22
2.3 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Luas dan kedalaman luka bakar juga rentang waktu dan keadaan
sekeliling cedera luka bakar adalah data yang harus didapatkan dalam
pengkajian luka bakar. Untuk mengkaji tingkat keparahan luka bakar,
beberapa hal yang harus dikaji adalah prosentase luas permukaan tubuh
yang terbakar, kedalaman, letak anatomis, adanya cedera inhalasi, usia,
cedera lain yang bersamaan. Penentuan luas permukaan tubuh yang
terbakar pada umumnya menggunakan “Rule of Nine”, aturan tersebut
membagi tubuh ke dalam kelipatan 9. Bagian kepala dihitung sebagai 9%,
masing-masing lengan 9%, masing-masing kaki 18%, bagian depan tubuh
(trunkus anterior) 18%, bagian belakang tubuh (trunkus posterior) 18%
dan perineum 1%, dengan total 100%. Data adanya cedera inhalasi yang
menyertai luka bakar perlu dikaji untuk mengetahui kemungkinan
perburukan kondisi pasien secara progresif karena sumbatan jalan nafas
akibat oedema mukosa (mukosa melepuh). Data tersebut dapat berupa
bulu hidung hangus terbakar, luka bakar pada wajah, perioral atau leher,
perubahan suara, batuk serak dan pendek, krakles, stridor, pernapasan
cepat dan sulit. (Rudi Hamarno, 2016)
a. Pengkajian Primer
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian
dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang
mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk
mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey
antara lain (Fulde, 2009) :
1) Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang
pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien
terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin

23
memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang belakang leher
harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi
cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling
sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak
sadar (Wilkinson & Skinner, 2000).

Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada


pasien antara lain :
a) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat
berbicara atau bernafas dengan bebas? Pada kasus luka bakar
kaji jalan pernafasan apakah terdapat cilia pada saluran
pernafasan mengalami kerusakan yang disebabkan oleh asap
atau inhalasi.
b) Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien
antara lain:
(1) Adanya snoring atau gurgling
(2) Stridor atau suara napas tidak normal
(3) Agitasi (hipoksia)
(4) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements
(5) Sianosis

c) Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas


bagian atas dan potensial penyebab obstruksi :
(1) Muntahan
(2) Perdarahan
(3) Gigi lepas atau hilang
(4) Trauma wajah

d) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas


pasien terbuka.
e) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada
pasien yang berisiko untuk mengalami cedera tulang
belakang.

24
f) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas
pasien sesuai indikasi :
(1) Chin lift/jaw thrust
(2) Lakukan suction (jika tersedia)
(3) Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway,
Laryngeal Mask Airway
(4) Lakukan intubasi
2) Pengkajian Breathing (Pernafasan)

Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai


kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien.
Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka langkah-
langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan
drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of open
chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada
pasien antara lain :
a) Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada
tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail
chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu
pernafasan yanbg disebabkan karna trauma inhalasi.

b) Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,


subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
c) Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada
pasien jika perlu.
Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih
lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
Penilaian kembali status mental pasien.

25
d) Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
e) Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan /
atau oksigenasi:
f) Pemberian terapi oksigen
g) Bag-Valve Masker
h) Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi
penempatan yang benar), jika diindikasikan
Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures

i) Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa


lainnya dan berikan terapi sesuai kebutuhan.
3) Circulation

Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status


sirkulasi pasien, antara lain :
a) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b) CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk
digunakan.
c) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan
dengan pemberian penekanan secara langsung.
d) Palpasi nadi radial jika diperlukan:
(1) Menentukan ada atau tidaknya
(2) Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
(3) Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
(4) Regularity

e) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau


hipoksia (capillary refill).
f) Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
4) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities

Pada primary survey, disability dikaji dengan


menggunakan skala AVPU :

26
a) A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya
mematuhi perintah yang diberikan
b) V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara
yang tidak bisa dimengerti
c) P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat
tungkai jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji
gagal untuk merespon)
d) U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik
stimulus nyeri maupun stimulus verbal
5) Expose, Examine dan Evaluate

Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada


pasien. Jika pasien diduga memiliki luka bakar yang mempunyai
derajad luka yang tinggi, imobilisasi in-line penting untuk
dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada
punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan
pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya
selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah
selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga
privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang
(Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma
yang mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus
segera dilakukan:

a) Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada


pasien
b) Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam
nyawa pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada
pasien yang berpotensi tidak stabil atau kritis.

27
b. Pengkajian Sekunder
Data Subjektif

a. Umur
b. Penyebab
c. Lamanya kontak
d. Ada tidaknya asap, gangguan jalan nafas
e. Lokasi terjadi : tertutup ® keracunan CO
f. Pengobatan yang diberikan
g. Riwayat penyakit yang diderita (DM, Jantung, Epilepsi, dll)
Data Obyektif

a. Tanda-tanda vital
b. Luas luka bakar
c. Kedalaman luka bakar
d. Kotoran
e. Daerah yang terbakar
f. Gejala hypovolemik syok
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit
b. Resiko kekurangan volume cairan b/d kebutuhan cairan meningkat
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d kardiak output meningkat
d. Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan jaringan kulit
e. Gangguan eliminasi urine b/d aldosteron meningkat
f. Intoleransi aktivitas b/d hipoksia

28
3. Rencana Keperawatan

Diagnosa
No Kriteria Hasil NOC Intervensi NIC
Keperawatan

1. Nyeri Akut Nyeri berkurang 1. Atur posisi tidur


berhubungan senyaman mungkin
Kriteria Hasil :
dengan Kerusakan 2. Bantu Pasien untuk
Jaringan Kulit. 1. Pasien dapat berfokus pada
memperlihatkan aktivitas, bukan pada
teknik relaksasi secara nyeri dan rasa tidak
individual yang efektif nyaman dengan
untuk mencapai melakukan
kenyamanan. pengalihan melalui
2. Pasien tidak televise, radio dan
mengalami gangguan interaksi dengan
dalam frekuensi pengunjung.
pernapasan, frekuensi 3. Ajarkan Pasien
jantung atau tekanan tentang Relaksasi
darah. untuk mengatasi nyeri
3. Pasien tidak gelisah

kekurangan Pemulihan cairan optimal 1. Beri banyak minum.


volume cairan b/d dan keseimbangan 2. Monitor haluaran
2.
Kehilangan cairfan elektrolit. urine.
melalui rute 3. Mengumpulkan dan
Kriteria Hasil :
abnormal. menganalisa data
1. Pasien tidak pasien untuk
memperlihatkan mengatur
adanya tanda – tanda keseimbangan cairan.
dehidrasi. 4. Meningkatkan
2. Haluaran urine dalam keseimbangan cairan
batas normal. dan pencegahan
3. Turgor Elastis komplikasi akibat

29
4. Akral Hangat kadar cairan yang
5. Tidak ada rasa haus abnormal atau diluar
harapan.

Kerusakan Kriteria Hasil : 1. Anjurkan Pasien


Integritas Kulit untuk memakai
3. 1. Menunjukkan
berhubungan pakaian yang longgar
regenerasi yang telah
dengan Trauma 2. Hindari kerutan pada
dicapai oleh sel dan
dan kerusakan tempat tidur.
jaringan setelah
permukaan kulit. 3. Kumpulkan dan
penutupan yang
analisa data pasien
diharapkan.
untuk
2. Mencapai
mempertahankan
penyembuhan tepat
integritas kulit dan
waktu pada area luka
membrane mukosa.
bakar.
4. Lakukan perawatan
luka atau perawatan
kulit secara rutin.
5. Ubah dan atur posisi
pasien sesering
mungkin.

Intoleransi Toleransi aktivitas 1. Bantu pasien untuk


aktivitas b/d mengidentifikasi
4. Kriteria Hasil :
penurunan pilihan aktivitas.
kekuatan dan 1. Pasien dapat 2. Fasilitasi latihan otot
tahanan serta mengidentifikasi resistif secara rutin
kelemahan dan aktivitas atau situasi untuk untuk
nyeri yang menimbulkan mempertahankan atau
nyeri yang dapat meningkatkan
mengakibatkan

30
intoleransi aktivitas. kekuatan otot
2. Pasien 3. Bantu dan arahkan
memperlihatkan pasien untuk
aktivitas sehargi – hari mengenali aktivitas
dengan beberapa kehidupan sehari –
bantuan. hari yang dapat
dilakukan.

Resiko Infeksi b/d Infeksi tidak terjadi 1. Kaji tanda – tanda


Pertahanan primer infeksi
5 Kriteria Hasil :
tidak adekuat dan 2. Meminimalkan
penekanan respon 1. Jumlah Leukosit DBN penyebaran agens
inflamasi. 2. Pasien terbebas dari infeksius.
tanda dan gejala 3. Pantau penampilan
infeksi.Pasien. Luka bakar dan area
3. Memperlihatkan luka bakar.
hygiene personal yang 4. Bersihkan area luka
ade kuat bakar setiap hari dan
4. Pembentukan jaringan lepaskan jaringan
granulasi baik. nekrotik.

BAB III

31
PENUTUP

3. 1 Kesimpulan
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam. Pada saat melakukan pengkajian luas dan kedalaman luka bakar juga
rentang waktu dan keadaan sekeliling cedera luka bakar adalah data yang
harus didapatkan dalam pengkajian luka bakar.
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh
(flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat
sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn)
Untuk mengkaji tingkat keparahan luka bakar, beberapa hal yang harus
dikaji adalah prosentase luas permukaan tubuh yang terbakar, kedalaman,
letak anatomis, adanya cedera inhalasi, usia, cedera lain yang bersamaan.
Sehingg dalam penanganan berdasarkan pengkajian yang tepat dapat
membantu menyelamatkan nyawa pasien ataumencegah kecacatan dan
kerusakan jaringan kulit menjadi lebih parah.
3. 2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini mahasiswa mampu memahami konsep
keperawatan gawat darurat pada luka bakar agar dapat menerapkan pada saat
praktik lahan kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

32
Kristin Mery, dkk. (2017). Gawat Darurat Luka Bakar (Combusito). Palu:
https://academia.edu/36151405/GAWAT_DARURAT_LUKA_BAKAR. Di
unggah Pada Tanggal 18 April 2020

Hamarno Rudi. (2016). Keperawatan Kegawatdaruratan & Manajemen Bencana.


Jakarta Selatan: Pusdik SDM Kesehatan Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

33

Anda mungkin juga menyukai