KEKERASAN TAJAM
Pembimbing :
dr. Agustinus Sitepu, M.Ked(For), Sp.F
Disusun oleh :
Johannes Tanaka 150100109
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat
yang berjudul “Kekerasan Tajam”.
Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini masih belum sempurna, baik dari
segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan sari referat ini pada kemudian hari.
Penulis
iiii
DAFTAR ISI
Halaman
iv
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Kekerasan tajam adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada
permukaan tubuh oleh benda-benda tajam, misalnya pisau, pedang, silet, gunting,
kampak, bayonet, dan lain-lain. Senjata ini dapat menyebabkan luka sayat, luka
tikam, dan luka bacok. Penentuan luka secara medikolegal terdiri atas tindakan
bunuh diri, kecelakaan, atau pembunuhan, dimana hal tersebut dapat ditentukan
dengan mengumpulkan semua data pemeriksaan korban.1
Secara statistik khusus luka akibat kekerasan tajam di Indonesia masih sulit
ditemukan. Namun berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, Cedera
akibat kena benda tajam/tumpul di Indonesia adalah 7,3, dimana berada pada urutan
ketiga setelah cedera akibat jatuh dan transportasi motor.1
Dokter sebagai orang yang melakukan pemeriksaan khususnya atas diri korban
mempunyai wewenang dalam melakukan pemeriksaan seperti yang tercantum pada
pasal 133 ayat (1) KUHAP dan pasal 179 ayat (1) KUHAP yang menjelaskan bahwa
penyidik berwenang meminta keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter atau bahkan ahli lainnya. Keterangan ahli tersebut adalah Visum et
Repertum, dimana di dalamnya terdapat penjabaran tentang keadaan korban.2
1.2 TUJUAN
1
3. Untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan
Profesi Dokter di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
1.3 MANFAAT
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Etiologi
I. Trauma Mekanik
1. Kekerasan Tumpul
a. Luka memar (bruise, contusion)
b. Luka lecet (abrasion)
c. Luka robek (laceration)
d. Patah tulang (fracture) dan pergeseran sendi (dislocation)
3
2. Kekerasan Tajam
a. Luka sayat (incised wound)
b. Luka tusuk atau tikam (punctured wound)
c. Luka bacok (chop wound)
3. Luka Tembak (firearm wound)
II. Luka Termis
1. Temperatur Panas
a. Terpapar suhu panas (heat stroke, heat exhaustion, heat cramps)
b. Benda panas (luka bakar dan scald)
2. Temperatur Dingin
a. Terpapar dingin (hipotermia)
b. Efek lokal (frost bite)
III. Luka Kimiawi
1. Zat korosif
2. Zat Iritasi
IV. Luka Listrik, Radiasi, Ledakan, dan Petir
B. Derajat Kualifikasi Luka
1. Luka ringan
2. Luka sedang
3. Luka berat
C. Medikolegal
1. Perbuatan sendiri (bunuh diri)
2. Perbuatan orang lain (pembunuhan)
3. Kecelakaan
4. Luka tangkis
5. Dibuat (fabricated)
4
D. Waktu Kematian
1. Ante-mortem
2. Post-mortem
Berdasarkan Tim Bantuan Medis Mahasiswa Panacea Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada (TBMM Panacea FK UGM) tahun 2002, luka dibagi 2
jenis, yaitu :5
1. Luka terbuka
a. Luka lecet
b. Luka iris
c. Luka robek
2. Luka tertutup
a. Luka memar
c. Dislokasi
5
jembatan jaringan. Ukuran lebar luka sayat lebih daripada ukuran dalamnya luka.
Luka sayat tidak begitu berbahaya, kecuali luka sayat mengenai pembuluh darah
yang dekat ke permukaan seperti di leher, siku bagian dalam, pergelangan tangan
dan lipat paha.1
6
2.4 Epidemiologi
7
Gambar 2.3 Proporsi Cedera menurut Karakteristik Pekerjaan
berdasarkan Riskesdas 2018.7
8
Berdasarkan Gambar 2.5 ditunjukkan bahwa cedera lebih sering terjadi pada
laki-laki dibandingkan perempuan dan cedera lebih sering terjadi pada masyarakat
di perkotaan dibandingkan perdesaan.7
Berdasarkan Gambar 2.6 ditunjukkan bahwa urutan proporsi bagian tubuh yang
terkena cedera adalah anggota gerak bawah (67,9%), anggota gerak atas (32,7%),
dan kepala (11,9%).7
9
2.5 Pemeriksaan Luka
Jumlah luka
Lokasi luka
Arah luka
Jenis kekerasan
Bentuk alat
Medikolegal luka
Bila timbul pertanyaan dari hakim apakah suatu alat ditunjukkan dalam sidang
pengadilan yang menyebabkan luka pada korban, maka jangan sekali-kali
menjawab dengan pasti, sebab mungkin saja ada alat lain yang dapat menyebabkan
10
luka yang sama sifatnya, walaupun memang terdapat hubungan antara bentuk alat
dan luka yang terjadi.1
Yang diharapkan dari dokter adalah dari sudut pandang ilmu kedokteran. Dokter
dapat membantu kalangan hukum dalam menilai berat ringan luka yang dialami
korban pada waktu atau selama perawatan yang dilakukannya. Kualifikasi luka
yang dapat dibuat dokter adalah menyatakan pasien mengalami luka ringan, sedang,
atau berat.1
Yang dimaksud dengan luka ringan adalah luka yang tidak menimbulkan
halangan dalam menjalankan mata pencaharian, tidak mengganggu kegiatan sehari-
hari. Sedangkan luka berat harus disesuaikan dengan ketentuan dalam undang-
undang yaitu yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
pasal 90. Luka sedang adalah keadaan luka diantara luka ringan dan luka berat.
Dalam KUHP pasa 90, luka berat berarti :1
11
(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut.
Ketentuan hukum ini perlu dipahami dengan baik oleh dokter, karena ini
merupakan jembatan untuk menyampaikan derajat kualifikasi luka dari sudut
pandang medik untuk penegak hukum. Penerapan penyampaian pendapat dokter
dalam Visum et Repertum tentang luka yang menimbulkan bahaya maut, misalnya
bagi seorang korban mendapat luka seperti tikaman di perut yang mengenai hati,
yang menyebabkan perdarahan hebat sehingga dapat mengancam jiwanya.
Walaupun pasien akhirnya sembuh tetapi di dalam Visum et Repertum, dokter hanya
menggambarkan keadaan ini dalam kata-kata “korban mengalami luka tikam di
perut mengenai jaringan hati yang menyebabkan perdarahan yang banyak yang
dapat mengancam jiwa pasien”. Ungkapan ini akan mengingatkan para penegak
hukum bahwa korban telah mengalami luka berat.1
12
karena itu di dalam kesimpulan Visum et Repertum sebaiknya ditulis “tidak
ditemukan tanda-tanda kekerasa”. Usaha menjembatani kedua aspek inilah yang
dapat dilakukan dokter.1
(2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang
tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan
jabatan atau pencaharian, diancam sebagai penganiayaan ringan dengan
pidana paling lama tiga bulan atau pidana denda empat ribu lima ratus rupiah.
13
Penganiayaan sedang diatur dalam pasal 351 ayat 1 juga pada KUHP
pasal 353, yaitu :1
KUHP pasal 31
(2) Jika perbuatan itu menjadi luka berat, sitersalah dihukum selama-
lamanya 7 tahun.
(1) Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam
karena penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama
delapan tahun
Penentuan luka secara medikolegal seperti tindakan bunuh diri, kecelakaan atau
pembunuhan dapat ditentukan dengan mengumpulkan semua data pemeriksaan
korban. Beberapa faktor yang dapat menunjang adalah :
Jenis luka.
14
Arah luka.
Letak dan sifat darah pada korban dan pada pakaian serta situasi sekitar
kejadian.
Ada tidaknya robekan pada pakaian dan hubungannya dengan luka di tubuh
korban.
Tanda perlawanan yang dapat dilihat dari pakaian ataupun tubuh dan situasi
tempat kejadian.
Bunuh Diri
Lokasi luka kekerasan tajam umumnya di pergelangan tangan (luka sayat) dan
dada kiri (luka tikam). Karena umumnya orang memakai tangan kanan, maka luka
bunuh diri dengan senjata tajam akan didapati sebelah kiri, tetapi pada orang kidal
sebaliknya.
Bila didapati kejang mayat (cadaveric spasm), itu merupakan petunjuk bunuh diri.
Arah luka juga membantu. Arah goresan pada kulit, arah luka tikam diperkirakan
itu perbuatan korban sendiri. Korban tidak akan membuat luka yang tidak lazim
arahnya. Misalnya luka sayat di leher mulai dari bagian kiri samping atas ke arah
kanan bawah. Adanya luka percobaan merupakan petunjuk perbuatan bunuh diri.
Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP) akan membantu. Tetapi di
Indonesia pemeriksaan TKP jarang dilakukan oleh dokter
Pembunuhan
Lukanya sering banyak dan lokasi luka dapat terjadi di semua tempat, terutama
di loaksi yang sulit dicapai tangan korban. Ini merupakan indikasi pembunuhan.
Demikian pula arah luka akan membantu untuk mengarahkan penentuan cara
15
kematina. Sangat penting menemukan adanya luka perlawanan atau luka tangkis.
Pemeriksaan di TKP pasti banyak membantu
Kecelakaan
Umumnya karena kekerasan tumpul, tetapi dapat juga karena kekerasan tajam.
Biasanya berlokasi pada satu sisi tubuh misalnya jatuh pada satu sisi tubuh, tetapi
dapat pula pada seluruh tubuh (terguling-guling). Arah luka tidak menentu.
Pemeriksaan TKP sangat membantu untuk menentukan medikolegal dari perlukaan.
16
BAB III
KESIMPULAN
Kekerasan tajam adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada
permukaan tubuh oleh benda-benda tajam. Luka merupakan kasus tersering dalam
ilmu kedokteran forensik. Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati.
Luka merupakan kerusakan atau hilangnya hubungan antar jaringan. Sebagai
seorang dokter, tidak dikenal istilah penganiayaan. Jadi istilah penganiayaan tidak
boleh dimunculkan dalam Visum et Repertum. Seorang dokter tidak boleh
mengabaikan luka sekecil apapun. Seorang dokter perlu menguasai pengetahuan
tentang mendeskripsikan luka, dimana luka pada kekerasan tajam yang dapat
dijumpai adalah luka sayat, luka tikam, atau luka bacok. Derajat luka yang dapat
dijumpai dapat berupa luka ringan, luka sedang, atau luka berat. Profesionalime
seorang dokter terlihat dari kesimpulan Visum et Repertum yang dibuat berdasarkan
hasil pemeriksaan pada korban.
17
DAFTAR PUSTAKA
18