Anda di halaman 1dari 21

Referat

KEKERASAN TAJAM

Pembimbing :
dr. Agustinus Sitepu, M.Ked(For), Sp.F

Disusun oleh :
Johannes Tanaka 150100109

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat
yang berjudul “Kekerasan Tajam”.

Dalam penyusunan referat ini, penulis mengucapkan terima kasih dan


penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses penulisan, diantaranya :

1. Keluarga yang tiada henti memberikan dukungan moral, material, dan


spiritual
2. dr. Agustinus Sitepu, M.Ked (For), Sp.F yang telah bersedia meluangkan
waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis.
3. dr. Hendri Meirialdi Saputra dan dokter-dokter residen forensik lain yang
telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.
4. Teman-teman mahasiswa klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara yang bersama-sama berjuang dan saling memberikan dukungan serta
motivasi.
Untuk seluruh dukungan yang diberikan kepada penulis selama ini, penulis
mengucapkan terima kasih. Semoga referat yang telah disusun oleh penulis berguna
dalam perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu kedokteran.

Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini masih belum sempurna, baik dari
segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan sari referat ini pada kemudian hari.

Medan, 18 Maret 2020

Penulis

iiii
DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ............................................................................................ i


Daftar Isi...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................... 1
1.3 Manfaat ......................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 3
2.1 Definisi Trauma ........................................................................... 3
2.2 Klasifikasi Trauma ........................................................................ 3
2.3 Definisi Kekerasan Tajam............................................................. 5
2.3.1 Luka Sayat ........................................................................... 5
2.3.2 Luka Tikam .......................................................................... 6
2.3.3 Luka Bacok .......................................................................... 6
2.4 Epidemiologi ................................................................................. 7
2.5 Pemeriksaan Luka ......................................................................... 10
2.6 Kualifikasi Luka............................................................................ 11
2.7 Ketentuan Hukum ......................................................................... 13
2.8 Aspek Medikolegal ....................................................................... 14
BAB III KESIMPULAN ........................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 18

iv
ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kekerasan tajam adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada
permukaan tubuh oleh benda-benda tajam, misalnya pisau, pedang, silet, gunting,
kampak, bayonet, dan lain-lain. Senjata ini dapat menyebabkan luka sayat, luka
tikam, dan luka bacok. Penentuan luka secara medikolegal terdiri atas tindakan
bunuh diri, kecelakaan, atau pembunuhan, dimana hal tersebut dapat ditentukan
dengan mengumpulkan semua data pemeriksaan korban.1

Secara statistik khusus luka akibat kekerasan tajam di Indonesia masih sulit
ditemukan. Namun berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, Cedera
akibat kena benda tajam/tumpul di Indonesia adalah 7,3, dimana berada pada urutan
ketiga setelah cedera akibat jatuh dan transportasi motor.1

Dokter sebagai orang yang melakukan pemeriksaan khususnya atas diri korban
mempunyai wewenang dalam melakukan pemeriksaan seperti yang tercantum pada
pasal 133 ayat (1) KUHAP dan pasal 179 ayat (1) KUHAP yang menjelaskan bahwa
penyidik berwenang meminta keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter atau bahkan ahli lainnya. Keterangan ahli tersebut adalah Visum et
Repertum, dimana di dalamnya terdapat penjabaran tentang keadaan korban.2

1.2 TUJUAN

Tujuan dari pembuatan referat ini adalah :

1. Untuk meningkatkan wawasan penulis dan pembaca dalam memahami


tentang kekerasan tajam.
2. Untuk menerapkan teori yang telah didapatkan terhadap korban dengan
kekerasan tajam.

1
3. Untuk memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan
Profesi Dokter di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3 MANFAAT

Referat ini diharapakan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan


pembaca terutama yang terlibat dalam bidang medis dan juga memberikan
wawasan kepada masyarakat umum agar lebih mengetahui dan memahami tentang
kekerasan tajam

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Trauma


Secara sederhana, traumatologi berarti ilmu pengetahuan tentang trauma.
Trauma berasal dari bahasa Yunani berarti luka (wound) dan telah meluas menjadi
cedera (injury), sehingga kata-kata ini (trauma, luka, atau cedera) sering digunakan
secara bergantian.3 Pengertian trauma dari aspek medikolegal sedikit berbeda
dengan pengertian medis. Pengertian medis menyatakan trauma adalah terputusnya
kontinuitas jaringan.1 Satu lesi saja dapat merusak kontinuitas fisik dari jaringan
fungsional. Stimulus lesi dapat berasal dari eskternal, yaitu trauma fisik, kimia,
listrik, atau termal. Selain itu, lesi juga dapat berasal dari internal akibat kondisi
patologis, misalnya kerusakan organel atau sel tertentu.4 Dalam pengertian
medikolegal, trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Artinya, orang yang sehat, tiba-tiba
terganggu kesehatannya akibat efek dari alat atau benda yang dapat menimbulkan
cedera. Aplikasinya dalam pelayanan kedokteran forensik adalah untuk membuat
terang suatu tindak kekerasan yang terjadi pada seseorang.1

2.2 Klasifikasi Trauma


Ditinjau dari berbagai sudut dan kepentingan, luka dapat diklasifikasikan
berdasarkan:1

A. Etiologi
I. Trauma Mekanik
1. Kekerasan Tumpul
a. Luka memar (bruise, contusion)
b. Luka lecet (abrasion)
c. Luka robek (laceration)
d. Patah tulang (fracture) dan pergeseran sendi (dislocation)

3
2. Kekerasan Tajam
a. Luka sayat (incised wound)
b. Luka tusuk atau tikam (punctured wound)
c. Luka bacok (chop wound)
3. Luka Tembak (firearm wound)
II. Luka Termis
1. Temperatur Panas
a. Terpapar suhu panas (heat stroke, heat exhaustion, heat cramps)
b. Benda panas (luka bakar dan scald)
2. Temperatur Dingin
a. Terpapar dingin (hipotermia)
b. Efek lokal (frost bite)
III. Luka Kimiawi
1. Zat korosif
2. Zat Iritasi
IV. Luka Listrik, Radiasi, Ledakan, dan Petir
B. Derajat Kualifikasi Luka
1. Luka ringan
2. Luka sedang
3. Luka berat
C. Medikolegal
1. Perbuatan sendiri (bunuh diri)
2. Perbuatan orang lain (pembunuhan)
3. Kecelakaan
4. Luka tangkis
5. Dibuat (fabricated)

4
D. Waktu Kematian
1. Ante-mortem
2. Post-mortem
Berdasarkan Tim Bantuan Medis Mahasiswa Panacea Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada (TBMM Panacea FK UGM) tahun 2002, luka dibagi 2
jenis, yaitu :5

1. Luka terbuka

a. Luka lecet

b. Luka iris

c. Luka robek

2. Luka tertutup

a. Luka memar

b. Cedera pada otot atau tendo dan ligamen

- Sprain (tingkat 1, tingkat 2, tingkat 3)

- Strain (tingkat 1, tingkat 2, tingkat 3)

c. Dislokasi

2.3 Definisi Kekerasan Tajam


Kekerasan tajam dapat disebabkan oleh pisau, pedang, silet, gunting, kampak,
bayonet, dan lain-lain. Senjata ini dapat menyebabkan luka sayat, luka tikam, dan
luka bacok.1

2.3.1 Luka Sayat


Luka karena irisan senjata tajam yang menyebabkan luka terbuka dengan
pinggir rata, menimbulkan perdarahan banyak, jarang disertai memar di pinggir
luka terputus, juga rambut. Dalam pemeriksaan luka ini dibedakan dengan luka
robek, sebab pada luka robek jaringan ini masih ada yang utuh dan disebut dengan

5
jembatan jaringan. Ukuran lebar luka sayat lebih daripada ukuran dalamnya luka.
Luka sayat tidak begitu berbahaya, kecuali luka sayat mengenai pembuluh darah
yang dekat ke permukaan seperti di leher, siku bagian dalam, pergelangan tangan
dan lipat paha.1

2.3.2 Luka Tikam


Luka yang mengenai tubuh melalui ujung pisau dan benda tajam lainnya,
dimana ukuran dalamnya luka melebihi lebar luka. Pinggir luka dapat menunjukkan
bagian yang tajam (sudut lancip) dan tumpul (sudut tumpul) dari pisau berpinggir
tajam satu sisi. Tetapi jenis pisau ini bisa juga membuat kedua sisi luka tajam karena
ujung pisau waktu menembus kulit membuat pinggir luka di sisi tumpul menjadi
tajam. Pisau dengan kedua sisi tajam seperti bayonet akan menghasilkan luka
dengan dua pinggir tajam. Lebar luka tampak lebih kecil dari lebar pisau, apalagi
bila luka melintang terhadap otot. Lebar luka penting diukur dengan merapatkan
kedua tepi luka, sebab itu akan mewakili lebar alat. Bila luka masuk dan keluar
melalui alur yang sama maka lebar luka sama dengan lebar alat. Tetapi yang sering
terjjadi lebar luka melebihi lebar pisau karena tarikan ke samping waktu
menusukkan dan waktu menarik pisau. Demikian juga bila pisau masuk ke jaringan
dengan posisi miring. Begitu pula dalamnya luka tidak menggambarkan panjang
senjata, kecuali bila mengenai organ padat seperti hati. Umumnya dalam luka lebih
pendek dari panjang senjata, karena jarang ditusuk sampai ke pangkal senjata.
Tetapi dalamnya luka bisa melebihi panjang dari senjata karena elastisitas jaringan,
misalnya luka tusuk pada perut.1

2.3.3 Luka Bacok


Senjata tajam yang berat dan diayunkan dengan tenaga akan menimbulkan luka
menganga yang lebar disebut luka abcok. Luka ini sering sampai ke tulang.
Bentuknya hampir sama dengan luka sayat tetapi dengan derajat luka yang lebih
berat dan dalam. Luka terlihat terbuka lebar atau ternganga. Perdarahan sangat
banyak dan sering mematikan.1

6
2.4 Epidemiologi

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia, proporsi penyebab


cedera, proporsi tempat cedera, prevalensi cedera menurut karakteristik, proporsi
bagian tubuh yang terkena, prevalensi cedera penduduk semua umur menurut
provinsi di Indonesia adalah sebagai berikut :6,7

Gambar 2.1 Proporsi Penyebab Cedera di Indonesia


berdasarkan Riskesdas 2013.6

Berdasarkan Gambar 2.1 ditunjukkan bahwa proporsi cedera akibat


terbakar/kimia adalah 0,7, dimana berada para urutan keenam setelah cedera akibat
jatuh, transportasi motor, kekerasan tajam/tumpul, transportasi darat lain, dan
kejatuhan/lemparan.6

Gambar 2.2 Proporsi Tempat Cedera


berdasarkan Riskesdas 2013.6

7
Gambar 2.3 Proporsi Cedera menurut Karakteristik Pekerjaan
berdasarkan Riskesdas 2018.7

Berdasarkan Gambar 2.2 ditunjukkan bahwa urutan proporsi tempat cedera


terbanyak adalah jalan raya (42,8), rumah (36,5), dan area pertanian (6,9). Pada
Riskesdas 2018, urutan prevalensi berdasarkan karakteristik adalah sekolah (13),
buruh/sopir/pembantu rumah tangga (10,1), dan pegawai swasta (9,4) sesuai
gambar 2.3.7

Gambar 2.4 Proporsi Cedera menurut Karakteristik Umur


berdasarkan Riskesdas 2018.7

Berdasarkan Gambar 2.4 ditunjukkan bahwa urutan prevalensi cedera menurut


karakteristik adalah 15-24 tahun (12,2), 5-14 tahun (12,1), 75 tahun ke atas (9,2).7

Gambar 2.5 Proporsi Cedera menurut Karakteristik Jenis Kelamin


dan Tempat Tinggal berdasarkan Riskesdas 2018.7

8
Berdasarkan Gambar 2.5 ditunjukkan bahwa cedera lebih sering terjadi pada
laki-laki dibandingkan perempuan dan cedera lebih sering terjadi pada masyarakat
di perkotaan dibandingkan perdesaan.7

Gambar 2.6 Proporsi Bagian Tubuh yang Terkena Cedera


berdasarkan Riskesdas 2018.7

Berdasarkan Gambar 2.6 ditunjukkan bahwa urutan proporsi bagian tubuh yang
terkena cedera adalah anggota gerak bawah (67,9%), anggota gerak atas (32,7%),
dan kepala (11,9%).7

Gambar 2.7 Proporsi Cedera yang Mengakibatkan Kegiatan Sehari-hari


Terganggu menurut Provinsi berdasarkan Riskesdas 2018.7

9
2.5 Pemeriksaan Luka

Dalam pemeriksaan, interpretasi luka harus berdasarkan penemuan dan tidak


boleh dipengaruhi oleh ketarangan pasien atau keluarga, sebab pada banyak kasus
ada kecenderungan korban akan memperbesar keluhannya dengan maksud
mendramatisir perlukaan untuk kepentingannya. Pemeriksaan ditujukan untuk
menentukan :1

 Jumlah luka

 Lokasi luka

 Arah luka

 Ukuran luka (panjang, lebar, dan dalam)

 Jenis kekerasan

 Bentuk alat

 Kualifikasi atau derajat keparahan luka

 Medikolegal luka

 Luka ante-mortem atau post-mortem

Lokasi luka dijelaskan dengan menghubungkan daerah-daerah yang berdekatan


dengan garis anatomi tubuh dan posisi jaringan tertentu, misalnya garis tengah
tubuh, ketiak, putting susu, pusat persendian dan lain-lain. Bentuk luka sebaiknya
dibuat dalam bentuk sketsa untuk menggambarkan kerusakan permukaan kulit,
jaringan dibawahnya dan bila perlu organ dalam (visera). Luka diukur secara tepat
(dalam milimeter atau sentimeter), tidak boleh dalam ukuran kira-kira saja. Bila ada
keraguan apakah luka terjadi ante atau post-mortem maka jaringan luka diambil
untuk pemeriksaan mikroskopik.1

Bila timbul pertanyaan dari hakim apakah suatu alat ditunjukkan dalam sidang
pengadilan yang menyebabkan luka pada korban, maka jangan sekali-kali
menjawab dengan pasti, sebab mungkin saja ada alat lain yang dapat menyebabkan

10
luka yang sama sifatnya, walaupun memang terdapat hubungan antara bentuk alat
dan luka yang terjadi.1

2.6 Kualifikasi Luka

Dalam membuat kesimpulan luka sebaiknya dokter menentukan juga derajat


keparahan luka yang dialami korban atau disebut juga derajat kualifikasi luka. Ini
sebagai usaha untuk membantu yudex facti dalam menegakkan keadilan. Perlu
diingat bahwa pengertian kualifikasi luka disini semata-mata menurut pengertian
medis yang dihubungkan dengan beberapa ketentuan hukum yang telah dijelaskan
sebelumnya.1

Penganiayaan merupakan istilah hukum dan tidak dipakai dalam laporan


tertulis dam visum oleh dokter. Dengan hanya melihat keadaan luka korban, dokter
tidak mungkin menentukan apakah itu karena perbuatan penganiayaan atau tidak,
apalagi menentukan penganiayaan ringan atau berat. Ini adalah istilah hukum.
Artinya, yang dapat menentukan itu penganiayaan atau bukan adalah hakim dengan
menghubungkannya dengan alat bukti yang lain.1

Yang diharapkan dari dokter adalah dari sudut pandang ilmu kedokteran. Dokter
dapat membantu kalangan hukum dalam menilai berat ringan luka yang dialami
korban pada waktu atau selama perawatan yang dilakukannya. Kualifikasi luka
yang dapat dibuat dokter adalah menyatakan pasien mengalami luka ringan, sedang,
atau berat.1

Yang dimaksud dengan luka ringan adalah luka yang tidak menimbulkan
halangan dalam menjalankan mata pencaharian, tidak mengganggu kegiatan sehari-
hari. Sedangkan luka berat harus disesuaikan dengan ketentuan dalam undang-
undang yaitu yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
pasal 90. Luka sedang adalah keadaan luka diantara luka ringan dan luka berat.
Dalam KUHP pasa 90, luka berat berarti :1

11
(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut.

(2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau


perkerjaan penceharian.

(3) Kehilangan salah satu panca indera.

(4) Mendapat cacat berat

(5) Menderita sakit lumpuh

(6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih

(7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan

Ketentuan hukum ini perlu dipahami dengan baik oleh dokter, karena ini
merupakan jembatan untuk menyampaikan derajat kualifikasi luka dari sudut
pandang medik untuk penegak hukum. Penerapan penyampaian pendapat dokter
dalam Visum et Repertum tentang luka yang menimbulkan bahaya maut, misalnya
bagi seorang korban mendapat luka seperti tikaman di perut yang mengenai hati,
yang menyebabkan perdarahan hebat sehingga dapat mengancam jiwanya.
Walaupun pasien akhirnya sembuh tetapi di dalam Visum et Repertum, dokter hanya
menggambarkan keadaan ini dalam kata-kata “korban mengalami luka tikam di
perut mengenai jaringan hati yang menyebabkan perdarahan yang banyak yang
dapat mengancam jiwa pasien”. Ungkapan ini akan mengingatkan para penegak
hukum bahwa korban telah mengalami luka berat.1

Demikian juga penerapannya dengan cacat berat, gugur, atau matinya


kandungan seorang perempuan, gangguan ingatan, tidak dapat lagi melihat, dan-
lain-lain. Seorang penyanyi yang rusak kerongkongannya sehingga tidak dapat
menyanyi selama-lamanya itu termasuk luka berat. Suatu hal yang penting diingat
di dalam menentukan ada atau tidaknya luka akibat kekerasan, adalah bahwa pada
kenyataan tidak selamanya kekerasan itu meninggalkan bekas atau luka. Oleh

12
karena itu di dalam kesimpulan Visum et Repertum sebaiknya ditulis “tidak
ditemukan tanda-tanda kekerasa”. Usaha menjembatani kedua aspek inilah yang
dapat dilakukan dokter.1

2.7 Ketentuan Hukum

Seperti dikemukakan sebelumnya, agar bantuan dokter dapat menyentuh


pengertian hukum, kalangan dokter harus memahami beberapa ketentuan hukum
yang berkaitan dengan perlukaan. Dalam KUHP lebih banyak dipergunakan istilah
penganiayaan. Ini harus dibedakan dengan pengertian perlukaan. Dalam KUHP
pasal 351 berbunyi :1

(1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua


tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah

(2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun.

(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.

(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

Menurut yurisprudensi yang tergolongan dalam penganiayaan adalah


menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit atau luka. Dokter dalam
pembedahan, menyuntik dan lain-lain juga menyebabkan penderitaan rasa sakit
atau luka tetapi tidak digolongkan penganiyaan karena ada maksud baik. Yang
dimaksud dengan penganiayaan ringan diatur dalam KUHP pasal 352, yaitu :1

(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang
tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan
jabatan atau pencaharian, diancam sebagai penganiayaan ringan dengan
pidana paling lama tiga bulan atau pidana denda empat ribu lima ratus rupiah.

13
Penganiayaan sedang diatur dalam pasal 351 ayat 1 juga pada KUHP
pasal 353, yaitu :1

(1) Penganiayaan yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu


dihukum penjara selama-lamanya 4 tahun.

Penganiayaan berat terdapat dalam :1

 KUHP pasal 31

(2) Jika perbuatan itu menjadi luka berat, sitersalah dihukum selama-
lamanya 7 tahun.

 KUHP pasal 354

(1) Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam
karena penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama
delapan tahun

 KUHP pasal 355

(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan direncanakan terlebih


dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.

2.10 Aspek Medikolegal

Penentuan luka secara medikolegal seperti tindakan bunuh diri, kecelakaan atau
pembunuhan dapat ditentukan dengan mengumpulkan semua data pemeriksaan
korban. Beberapa faktor yang dapat menunjang adalah :

 Tempat dan jumlah luka

 Jenis luka.

 Luas daerah luka.

14
 Arah luka.

 Letak dan posisi senjata.

 Adanya darah atau benda asing apda senjata.

 Letak dan sifat darah pada korban dan pada pakaian serta situasi sekitar
kejadian.

 Ada tidaknya robekan pada pakaian dan hubungannya dengan luka di tubuh
korban.

 Tanda perlawanan yang dapat dilihat dari pakaian ataupun tubuh dan situasi
tempat kejadian.

Bunuh Diri

Lokasi luka kekerasan tajam umumnya di pergelangan tangan (luka sayat) dan
dada kiri (luka tikam). Karena umumnya orang memakai tangan kanan, maka luka
bunuh diri dengan senjata tajam akan didapati sebelah kiri, tetapi pada orang kidal
sebaliknya.

Bila didapati kejang mayat (cadaveric spasm), itu merupakan petunjuk bunuh diri.
Arah luka juga membantu. Arah goresan pada kulit, arah luka tikam diperkirakan
itu perbuatan korban sendiri. Korban tidak akan membuat luka yang tidak lazim
arahnya. Misalnya luka sayat di leher mulai dari bagian kiri samping atas ke arah
kanan bawah. Adanya luka percobaan merupakan petunjuk perbuatan bunuh diri.
Pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara (TKP) akan membantu. Tetapi di
Indonesia pemeriksaan TKP jarang dilakukan oleh dokter

Pembunuhan

Lukanya sering banyak dan lokasi luka dapat terjadi di semua tempat, terutama
di loaksi yang sulit dicapai tangan korban. Ini merupakan indikasi pembunuhan.
Demikian pula arah luka akan membantu untuk mengarahkan penentuan cara

15
kematina. Sangat penting menemukan adanya luka perlawanan atau luka tangkis.
Pemeriksaan di TKP pasti banyak membantu

Kecelakaan

Umumnya karena kekerasan tumpul, tetapi dapat juga karena kekerasan tajam.
Biasanya berlokasi pada satu sisi tubuh misalnya jatuh pada satu sisi tubuh, tetapi
dapat pula pada seluruh tubuh (terguling-guling). Arah luka tidak menentu.
Pemeriksaan TKP sangat membantu untuk menentukan medikolegal dari perlukaan.

16
BAB III

KESIMPULAN

Kekerasan tajam adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada
permukaan tubuh oleh benda-benda tajam. Luka merupakan kasus tersering dalam
ilmu kedokteran forensik. Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati.
Luka merupakan kerusakan atau hilangnya hubungan antar jaringan. Sebagai
seorang dokter, tidak dikenal istilah penganiayaan. Jadi istilah penganiayaan tidak
boleh dimunculkan dalam Visum et Repertum. Seorang dokter tidak boleh
mengabaikan luka sekecil apapun. Seorang dokter perlu menguasai pengetahuan
tentang mendeskripsikan luka, dimana luka pada kekerasan tajam yang dapat
dijumpai adalah luka sayat, luka tikam, atau luka bacok. Derajat luka yang dapat
dijumpai dapat berupa luka ringan, luka sedang, atau luka berat. Profesionalime
seorang dokter terlihat dari kesimpulan Visum et Repertum yang dibuat berdasarkan
hasil pemeriksaan pada korban.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Amir A. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi ke-2. Bagian Ilmu Kedokteran


Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran USU. Medan. 2019; P. 105.
2. Petrus A. Visum et Repertum dalam Praktik Kedokteran Pedoman bagi Dokter di
Rumah Sakit dan Puskesmas. 2018; P. 9
3. Madea B. Handbook of Forensic Medicine. 5th Edition. John Wiley & Sons. 2014;
P. 203.
4. Gonzalez ACO, Andrade ZA, Costa TF, et al. Wound Healing. An Bras Dermatol.
2016; Vol. 91(5): P. 614.
5. Meikahani R, Kriswanto ES. Pengembangan Buku Saku Pengenalan Pertolongan
dan Perawatan Cedera Olahraga untuk Siswa Sekolah Menengah Pertama.
2015; Vol. 11(1): P. 17-8.
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset
Kesehatan Dasar 2013. Badan penelitian dan Pengembangan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. 2013; P. 114-21.
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar
2018. Badan penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. 2018; P. 112-4.

18

Anda mungkin juga menyukai