Anda di halaman 1dari 45

TUGAS MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR

Disusun oleh Kelompok:


1. Chintya Puspitasari P3.73.20.2.18.008
2. Iqbal Amanullah Pratama P3.73.20.2.18.017
3. Nurul Izzatul Maula P3.73.20.2.1.8.029
4. Sindi Lestari P3.73.20.2.18.038

Pembimbing: Nelly Yardes, S.Kp., M.Kes.

PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA TERAPAN DAN


PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI
JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya kami tim penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Luka Bakar” tepat pada waktunya. Tujuan menyusun makalah ini adalah untuk
mengetahui asuhan keperawatan pada pasien luka bakar.
Tim Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak - pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini. Tim penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu setiap pihak diharapkan dapat memberikan masukan berupa kritik dan
saran yang bersifat membangun.

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................iii
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan Makalah.....................................................................................................2
C. Ruang Lingkup........................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................................3
KONSEP DASAR LUKA BAKAR....................................................................................................3
A. Anatomi Fisiologi.....................................................................................................................3
B. Definisi......................................................................................................................................5
C. Penyebab..................................................................................................................................6
D. Patofisiologi..............................................................................................................................6
E. Proses Penyembuhan Luka Bakar.........................................................................................2
F. Manifestasi Klinis....................................................................................................................3
G. Rumus Menghitung Kebutuhan Cairan Pada Luka Bakar..............................................5
H. Perhitungan Luas Luka Bakar Berdasarkan Rule Of Nine.............................................6
I. Komplikasi...............................................................................................................................7
J. Tinjauan Tentang Terapi Luka Bakar...................................................................................7
K. Pemeriksaan Diagnostik......................................................................................................9
L. Penatalaksanaan Medik........................................................................................................10
BAB III...........................................................................................................................................11
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR..............11
A. Konsep asuhan keperawatan................................................................................................11
B. Pendidikan kesehatan pencegahan primer, sekunder dan tersier pada masalah gangguan
sistem integumen pada luka bakar...............................................................................................17
C. Hasil penelitian tentang penatalakanaan gangguan sistem integumen pada luka bakar.18
D. Trend dan issue terkait gangguan sistem integumen pada luka bakar.............................21
E. Peran dan fungsi perawat.....................................................................................................23
BAB III...............................................................................................................................................24
TINJAUAN KASUS..........................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................35
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Luka bakar (Combustio) merupakan suatu kejadian yang paling sering terjadi
di Indonesia maupun negara lainnya. Luka bakar yang terjadi dapat disebabkan oleh
panas, listrik ataupun kimia. Kecelakaan luka bakar ini dapat saja terjadi dimana-
mana seperti di rumah, kantor ataupun tempat umum yang lainnya (mal, terminal).
Berdasarkan hasil dari beberapa kasus yang ditemukan, sekitar 80% kecelakaan yang
terjadi menyebabkan luka bakar, kasus yang banyak terjadi adalah di rumah dan
korban yang terbanyak ternyata anak-anak, baik terkena air panas, tumpahan kuah
sayur, api dan lain sebagainya (komas.com 2011).
World Health Organization (WHO) tahun 2018 memperkirakan terdapat
180.000 kematian setiap tahunnya di seluruh dunia akibat luka bakar rata-rata terjadi
di Negara yang berkembang dan sedang berkembang. Di India, lebih dari satu juta
orang mengalami luka bakar sedang hingga berat pertahunnya. Di Bangladesh,
Kolombia, Mesir, dan Pakistan, sekitar 17% anak dinegara tersebut menderita luka
bakar dengan kecacatan sementara dan 18% dengan kecacatan permanen. Sedangkan
di Nepal, luka bakar merupakan penyebab kedua cedera tertinggi, dengan 5%
kecacatan. Dan secara nasional, di Indonesia sejumlah data yang dipublikasikan
melaporkan bahwa lebih dari 250 jiwa meninggal per tahun akibat luka bakar, Data 2
yang dipublikasikan unit luka bakar RSCM kurang lebih 10 tahun lalu menunjukkan
bahwa luka bakar terjadi 60% karena kecelakaan rumah tangga, 20% karena
kecelakaan kerja, dan 20% sisanya karena sebab-sebab lain (Rismana, et al, 2013).
Luka bakar memiliki dampak yang dapat mengakibatkan masalah yang
kompleks yang dapat meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan
yang terluka secara langsung. Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem
tubuh dan beberapa keadaan yang mengancam kehidupan. Sehingga, penderita luka
bakar memerlukan perawatan secara khusus, karena ada kondisi luka bakar terjadi
pengeluaran air, serum, darah, serta kondisi luka yang terbuka memungkinkan untuk
terjadinya infeksi. Berhubungan dengan hal tersebut peulis tertarik untuk membahas
asuhan keperawatan luka bakar.
B. Tujuan Penulisan Makalah
Setelah melakukan seminar asuhan keperawatan diharapkan mampu
melakukan keperawatan luka bakar pada pasien serta mengetahui pengertian luka
bakar, grade dan luas luka bakar, anatomi fisiologi, perumusan luka bakar,
komplikasi luka bakar, proses penyembuhan luka bakar, klasifikasi luka bakar.
C. Ruang Lingkup
Pada penulisan makalah ini penulis hanya membahas asuhan keperawatan luka
bakar secara teoritis. Pada bab I berisikan pendahuluan yang terdiri dari latar
belakang, tujuan penulisan makalah, dan sistematika penulisan. Pada Bab II
berisikan landasan teori luka bakar yang terdiri dari anatomi fisiologi system
integumen, pengertian, penyebab, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi,
pemeriksaan diagnostic, dan penatalaksanaan medik. Pada bab III berisikan tinjauan
kasus. Pada bab IV berisikan penutup
BAB II
KONSEP DASAR LUKA BAKAR

A. Anatomi Fisiologi
Anatomi fisiologi sistem integumen terdiri dari kulit, stuktur tambahannya, seperti
folikel rambut dan kelenjar keringat, dan jaringan subkutan dibawah kulit. Kulit
terbentuk dari berbagai macam jaringan yang berbeda dan dianggap sebagai suatu organ.
Karena kulit menutupi seluruh permukaan tubuh, salah satu fungsinya sudah jelas
terlihat: memisahkan tubuh dari lingkungan luar dan mencegah masuk berbagai macam
zat berbahaya. Jaringan subkutan yang secara langsung berada dibawah kulit dan
menghubungkan kulit dengan otot serta mempunyai fungsi lain.

a
a. Lapisan kulit
a. Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis terdiri dari antara lain sebagai berikut:
1) Stratum korneum.
Lapisan ini terdiri dari banyak lapisan tanduk (keratinasi), gepeng, kering,
tidak berinti, inti selnya sudah mati, dan megandung zat keratin.
2) Stratum lusidum.
Selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum adalah sel-sel sudah
banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali
dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan telapak
kaki. Dalam lapisan terlihat seperti suatu pipa yang bening, batas-batas sel
sudah tidak begitu terlihat disebut stratum lusidum.
3) Stratum granulosum.
Lapisan ini terdiri dari 2-3 lapis sel pipih seperti kumparan dengan inti
ditengah dan sitoplasma berisi butiran (granula) keratohiali atau gabungan
keratin dengan hialin. Lapisan ini menghalangi benda asing, kuman dan
bahan kimia masuk ke dalam tubuh.
4) Stratum spinosum/stratum akantosum.
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm
terdiri dari 5-8 lapisan . sel-selnya disebut spinosum karena jika dilihat di
bawah mikroskop, sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya
polygonal/banyak sudut dari mempunyai tanduk (spina). Lapisan ini
berfungsi untuk menahan gesekan dan tekanan dari luar. Bentuknya tebal dan
terdapat di daerah tubuh yang banyak bersentuhan atau menahan beban dan
tekanan seperti tumit dan pangkal telapak kaki. Disebut akantosum sebab sel-
selnya berduri. Ternyata spina atau tanduk tersebut ada hubungan antara sel
yang lain yang disebut intercelulair bridges atau jembatan interselular.
5) Stratum Basal/Germinativum.
Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak dibagian basal/basis, stratum
germinativum menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel
induk. Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang lonjong. Di dalamnya
terdapat butir-butir yang halus disebut butir melanin warna. Sel tersebut
disusun seperti pagar pagar (palisade) dibagian bawah sel tersebut terdapat
suatu membran disebut membran basalis, sel-sel basalis dengan membran
basalis merupakan batas terbawah dari pada epidermis dengan dermis.
Ternyata batas ini tidak datar tapi bergelombang, pada waktu korium
menonjol pada epidermis tonjolan ini disebut papilla kori (papilla kulit).
Dipihak lain epidermis menonjol kearah korium, tonjolan ini disebut Rute
Ridges atau rete peg = prosessus inter papilaris.

b. Lapisan Dermis.
Lapisan dermis terdiri dari 2 lapisan antara lain sbagai berikut:
1) Bagian atas, Pars Papilaris (stratum papilar).
2) Bagian bawah, Retikularis (stratum retikularis).
Batas antara pars papilaris dengan pars retikularis adalah bagian bawahnya
sampai ke subkutis. Baik pars papilaris maupun pars retikularis terdiri dari serabut-
serabut yaitu serabut kolagen, serabut elastis, dan serabut retikulus. Serabut ini
saling beranyaman dan masing-masing mempunyai tugas yang berbeda. Serabut
kolagen, untuk memberikan kekuatan kepada kulit, serabut elastic untuk
memberikan kelenturan pada kulit, dan retikulus terdapat terutama disekitar kelenjar
dan folikel rambut dan memberikan kekuatan pada alat tersebut.
a) Unsur sel: Unsure utama sel dermis adalah fibroblast, makrofag, dan terdapat
sel lemak yang berkelompok. Disamping itu ada juga sel jaringan ikat
bercabang dan berpigmen pada lingkungan epidermis yang banyak
mengandung pigmen misalnya areola mammae dan sekitar anus.
b) Serat otot: Serat otot polos dijumpai di dalam dermis tersusun membentuk
berkas dihubungkan dengan folikel rambut (muskulus erector fili) bertebaran
diseluruh dermis dalam jumlah yang cukup banyak pada kulit, putting susu,
penis, skrotum dan sebagian perenium.

c. Lapisan Subkutis.
Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpulan sel-sel lemak dan diantara
gerombolan ini berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel lemak ini
bentuknya bulat dengan intinya terdesak ke pinggir, sehingga membentuk seperti
cincin. Lapisan lemak ini di sebut perikulus adiposus, yang tebalnya tidak sama pada
tiap-tiap tempat dan juga pembagian antara laki-laki dan perempuan tidak sama
(berlainan). Guna perikulus adiposus adalah sebagai Shok breker = pegas/bila
tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit, Isolator panas atau untuk
mempertahankan suhu, penimbun kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh. Di
bawah subkutis terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot.

B. Definisi
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak seperti suhu tinggi misalkan
api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi. (Arief, 2000 : 365).
Luka bakar ialah luka akibat kulit terpajan ke suhu tinggi, syok listrik, atau bahan
kimia. (Corwin, 2001: 611).
Luka bakar adalah luka yang diakibatkan oleh perpindahan energi dari sumber
panas ke tubuh.Panas tersebut mungkin dipindahkan melalui konduksi atau radiasi.
(Effendi, 1999 : 4).
Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat langsung atau
peratara dengan sumber panas (thermal), kimia, elektrik, dan radiasi luka bakar adalah
luka yang disebabkan oleh trauma panas yang memberikan gejala, tergantung luas,
dalam, dan lokasi lukanya. (Andara & Yessie, 2013).
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang di sebabkan kontak
dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi (Smeltzer,
suzanna, 2002).
Berdasarkan uraian diatas penyusun menyimpulkan bahwa luka bakar adalah
kerusakan jaringan pada tubuh terutama pada kulit baik kontak secara langsung ataupun
radiasi, yang disebabkan oleh panas, listrik, maupun bahan kimia, yang memberikan
gejala tergantung pada luas, kdalaman, dan lokasi lukanya.

C. Penyebab
Luka bakar dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Luka bakar thermal
Agen pencedera dapat berupa api, air panas, atau kontak dengan objek panas, luka
bakar api berhubungan dengan asap/cedera inhalasi (cedera terbakar, kontak dan
kobaran api) (Andra & Yessie, 2013).
2. Luka bakar listrik
Cedera listrik yang disebabkan oleh aliran listrik dirumah merupakan inside tertinggi
pada anak-anak yang masih kecil, yang sering memasukkan benda konduktif
kedalam colokan listrik dan digigit atau menghisap kabel listrik yang tersambung
(Andra & Yessie, 2013).
3. Luka bakar kimia
Terjadi dari tite/kandungan agen pencedera, serta konsentrasi dan suhu agen.(Andra
& Yessie, 2013). d. Luka bakar radiasi Luka bakar bila terpapar pada bahan
radioaktif dosis tinggi (Andra & Yessie, 2013).

D. Patofisiologi
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau
radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa
kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat
kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang
tahan dengan konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan
intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan
tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan
permeabilitas yang hampir menyelutruh, penimbunan jaringan masif diintersitial
menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan iuntravaskuler mengalami
defisit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan,
kondisi ini dikenal dengan syok (Moenajat, 2001).
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh
kegagalan organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem yaitu
terjadinya kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler,
peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein), sehingga
mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan intraseluler menurun, apabila hal
ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan hipopolemik dan hemokonsentrasi
yang mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi
gangguan perkusi jaringan maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro
yang menyuplai sirkulasi orang organ organ penting seperti : otak, kardiovaskuler,
hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan
organ multi sistem. Proses kegagalan organ multi sistem ini terangkum dalam bagan
berikut
Bahan Kimia Suhu Radiasi Listrik

Luka bakar

Pada Wajah Diruang tertutup Kerusakan kulit

Kerusakan mukosa Keracunan Masalah Keperawatan

Edema laring Penguapan meningkat Resiko tinggi thdp infeksi

Obstruksi CO mengikat Hb Gangguan aktivitas

Jalan napas Hb tdk mengikat O2 Kerusakan integritas kulit


Gagal napas Hipoksia otak Peningkatan Pd Kapiler
Ggn Perfusi Organ

Otak–Hipoksia-Sel otak mati ggn fungsi sentral Ekstravansi Cairan

Kardiovaskuler-Kebocoran kapiler ggal jantung Tekanan Osmotik menurun

Ginjal-hipoksi-fungsi ginjal menurun ggl ginjal Hipovolemik dan hemokonsentrasi

Hepar-plepasan ketokolamin ggl hepar Gangguan makrosirkulasi

Gastro intestinal-dilatasi lambung Ggn Sirkulasi Perifer

Imunitas-daya tahan tubuh menurun Gangguan perfusi

Laju metabolism

Glukonegenesis

Glukogenesis

Perubahan nutrisi
Gambar 2. Bagan Patofisiologi Luka Bakar (Brunicardi et al., 2005).
E. Proses Penyembuhan Luka Bakar
Proses penyembuhan luka Krisanty (2009) mengatakan bahwa proses penyembuhan luka
bakar terdiri dari 3 fase meliputi fase inflamasi, fase fibioblastik, dan fase maturasi.
Adapun proses penyembuhannya antara lain:
1. Fase inflamasi
Fase terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka bakar. Pada fase ini terjadi
perubahan vascular dan proliferase seluler.Daerah luka mengalami agregasi
trombosit dan mengeluarkar serotonin serta mulai timbul epitalisasi.
2. Fase Fibioblastik
Fase yang dimulai pada hari ke 4 sampai 20 pasca luka bakar. Pada fase ini timbul
abrobast yang membentuk kolagen yang tampak secara klinis sebagai jaringan
granulasi yang berwarna kemerahan.
3. Fase Maturasi
Proses pematangan kolagen dan terjadi penurunan aktivitas seluler dan vaskuler.
Hasil ini berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari satu tahun dan berakhir jika
sudah tidak ada tanda-tanda inflamasi untuk akhir dari fase ini berupa jaringan parut
yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau gatal.
F. Manifestasi Klinis
1. Berdasarkan kedalaman luka bakar
a. Luka bakar derajat I
1) Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
2) Kulit kering, hiperemi berupa eritema
3) Tidak dijumpai bulae
4) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi - Penyembuhan terjadi
spontan dalam waktu 5-10 hari
b. Luka bakar derajat II
1) Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reate inflamasi
disertai proses eksudasi.
2) Dijumpai bulae
3) Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
4) Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tiner diatas kulit
normal.
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
1) Derajat II dangkal (superficial)
a) Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh.
c) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
2) Derajat Il dalam (deep)
a) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian besar masih utuh.
c) Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa Biasanya
penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.
c. Luka bakar derajat III
1) Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam
2) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
mengalami kerusakan.
3) Tidak dijumpai bulae.
4) Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering letaknya
lebih rendah dibanding kulit sekitar.
5) Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikena sebagai
eskar.
6) Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf
sensorik mengalami kerusakan /kematian.
7) Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisa spontan dari
dasar luka

2. Berdasarkan tingkat keseriusan luka


American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori:
a. Luka bakar mayor
Luka bakar dengan luas lebih dan 25% pada orang dewasa dan lebih dari 20%
pada anak-anak Luka bakar fullthickness lebih dari 20%. Terdapat luka bakar
pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum. Terdapat trauma inhalasi
dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat dan luasnya luka. Terdapat
luka bakar listrik bertegangan tinggi.
b. Luka bakar moderat
Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak-anak.
Luka bakar fullthickness kurang dari 10%. Tidak terdapat luka bakar pada tangan,
muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
c. Luka bakar minor Luka bakar minor seperti yg didefinisikan oleh Trofino (1991)
dan Griglak (1992)adalah: Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang
dewasa dan kurang dari 10% pada anak-anak. Luka bakar fullthickness kurang
dari 2%. Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki. - Luka
tidak sirkumfer. Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur.

G. Rumus Menghitung Kebutuhan Cairan Pada Luka Bakar


1. Formula Parkland :

4 ML X Kg BB X % LUKA
24 jam pertama ringer laktat :
BAKAR
contoh : pasien dengan bb 80 kg dengan luas
luka bakar 25 % cairan yang dibutuhkan :
4 ml x 80 x 25 = 8000 ml dalam 24 jam pertama
 8 jam pertama = 4000 ml
 16 jam berikutnya = 4000 ml
2. cara evans :
a. luas luka bakar % x bb dalam kg = jumlah nacl / 24 jam
b. luas luka bakar % x bb dalam kg = jumlah plasma / 24 jam
(no. a dan b pengganti cairan yang hilang akibat oedema. plasma yang keluar dari
pembuluh & meninggikan tekanan osmosis hingga mengurangi pembesaran keluar &
menarik kembali cairan yang telah keluar).
c. 2000 cc dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan akibat penguapan).
separuh dari jumlah cairan a + b + c diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. pada hari kedua diberikan setengah jumlah
cairan pada hari pertama. dan hari ketiga diberikan setengah jumlah hari kedua.

3. rumus baxter (cara sederhana) :

% Luka Bakar X BB X 4 CC
a. separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya 16 jam
berikutnya.
b. hari pertama terutama diberikan elektrolit (rl) karena terjadi defisit ion na & hari
kedua diberikan setengah cairan hari pertama.
contoh : seorang dewasa dengan BB 50 kg dan luas luka bakar 20 %.
cairan yang dibutuhkan : 20 x 50 x 4 cc = 4000 cc
 8 jam pertama = 2000 ml
 16 jam berikutnya = 2000 ml

H. Perhitungan Luas Luka Bakar Berdasarkan Rule Of Nine


I. Komplikasi
Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari
ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka (Burninjury, 2013).
1 Infeksi luka bakar
Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering terjadi. Sistem
integumen memiliki peranan sebagai pelindung utam adalam melawan infeksi.
Kulit yang rusak atau nekrosis menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap patogen
di udara seperti bakteri dan jamur. Infeksi juga dapat terjadi akibat penggunaan
tabung atau kateter. Kateter urin dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius,
sedang kantabung pernapasan dapat memicu infeksi traktus respirasi
sepertipneumonia (Burninjury, 2013).
2 Terganggunya suplai darah atau sirkulasi
Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat menyebabkan
kondisi hipovolemik atau rendahnya volume darah. Selain itu, trauma luka bakar
berat lebih rentan mengalami sumbatan darah (blood clot) pada ekstremitas. Hal ini
terjadi akibat lamanya waktu tirah baring pada pasien luka bakar. Tirah baring
mampu menganggu sirkulasi darah normal, sehingga mengakibatkan akumulasi
darah di vena yang kemudian akan membentuk sumbatan darah (Burninjury,
2013).
3 Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan psikologis. Pada luka
bakar derajat III, pembentukan jaringan sikatriks terjadi secara berat dan menetap
seumur hidup. Pada kasus dimana luka bakar terjadi di area sendi, pasien mungkin
akan mengalami gangguan pergerakan sendi. Hal ini terjadi ketika kulit yang
mengalami penyembuhan berkontraksi atau tertarik bersama. Akibatnya, pasien
memiliki gerak terbatas pada area luka. Selain itu, pasien dengan trauma luka bakar
berat dapat mengalami tekanan stress pasca trauma atau post traumatic stress
disorder (PTSD). Depresi dan ansietas merupakan gejala yang sering ditemukan
pada penderita (Burninjury,2013).

J. Tinjauan Tentang Terapi Luka Bakar


Pemeriksaan keadaan dari pasien luka bakar perlu dilakukan sebelum pemberian terapi.
Pemeriksaan ini dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan primer dan sekunder. Pada
pemeriksaan primer, pasien berada dalam kondisi yang mengancam jiwa sehingga harus
segera diidentifikasi dan dilakukan pengobatan. Pada tahap sekunder dilakukan
pemeriksaan untuk seluruh tubuh dengan lebih teliti. Manajemen awal dari pasien luka
bakar sama dengan pananganan untuk pasien trauma lain yang meliputi ABCDE (Mlack
et al. 2012). Penanganan tersebut adalah:

1. Airway
Pemerikanan dan evaluasi jalan nafas harus segera dilakukan. Luka bakar pada
wajah atau edema jalan nafas atas dapat membahayakan jalan nafas. Panien yang
tidak sadar, biasanya disebabkan adanya paparan karbon monoksida atau sianida
atau luka lain yang membahayakan jalan nafas sehingga intubasi sebaiknya segera
dilakukan. Pemberian 100% oksigen adalah perlakuan yang tepat untuk luka bakar
yang disebabkan oleh karbon monoksida atau sianida (Sjoberg, 2012).
2. Breathing
Tata laksana pernafasan termasuk memperoleh radiografi dari dada dan perkiraan
kecukupan vertilasi (Cancio, 2014). Radiografi dada yang normal tidak ditemukan
pada inhalation injury, Pemerikanan pola pernafasan dan fungsi paru sebaiknya
dilakukan untuk tambahan evaluasi jalan nafas atas terutama untuk karus luka
bakar circular thoracic (Sjoberg. 2012) Pada thoractic eschar syndrome, edema
menambah kekuatan eschar yang kaku selama periode resusitasi, secara berangsur-
angsur dada mengkerut dan menyebabkan peningkatan peak ainway pressure
diikuti adanya respiratory arrest. Pengobatan yang dapat dilakukan adalah thoracic
escharotomy dengan cepat, yang kan memberikan hasil perbaikan chest
compliance dengan segera. Teknik eskarotomi pada dada atau ekstermitas berupa
sayatan kulit yang dalam (eskar) (Cancio, 2014)
3. Circalation
Keadaan sistem peredaran darah pasien sebaiknya diperiksa, termasuk penilaian
warna kulit, sensitivitas, peripheral pulses dan capillary refil. Denyut nadi dan
tekanan darah juga ikut menentukan kecukupan perfusi organ. Efek dari penentuan
denyut nadi perlu dipertimbangkan, karena denyut nadi dapat disebabkan oleh
kondisi lain selain hipovolemia, contohnya nyeri. Monitoring tekanan darah cukup
sulit untuk dilakukan, perlu hati-hati terhadap risiko terjadinya kesalahan
contohnya deep circumferential burns. Pada kasus peripheral ciculation di
ekstermitas perlu disepakati pertimbangan pemberian awal eskarotomi
4. Disability
Pasien luka baka yang berada dalam fase akut namun kondisinya masih normla
seharusnya tidak mengalami perubahan level of consciousness (LOC). LOC dapat
ditentukan dengan Glascow Coma Scale (GCS). Apabila LOC berubah, dicurigai
terdapat proses lain yang mendasari seperti trauma lain, karbon monoksida,
intoksikasi sianida, hipoksia dan kondisi medis yang lain contohnya stroke atan
diabetes (Sjoberg, 2012).
5. Expose and examine
Pemeriksaan secara menyeluruh sebaiknya dilakukan pada pasien. Pakaian dan
perhiasan seperti cincın perlu dilepaskan. Hati-hati terhadap risiko hipotermia,
Pada kesempatan ini perlu dilakukan perkiraan dan evaluasi. Hasil dari tahapan ini
penting untuk menentukan pemberian ewal terapi cairan ketika luka bakar telah
meluas (Sjoberg, 2012). 6. Fluis Resusitasi cairan dibutuhkan oleh pasien dengan
luka bakar >15% TBSA pada orang dewasa dan >10% pada anak-anak, terutama
48 jam setelah timbul luka bakar (Green dan Rudall, 2010). Resusitasi cairan
bertujuan untuk mempertahankan perfusi organ secara menyeluruh dan
menghadapi inflamas sistemik yang masif serta hipovolemia cairan intrasaskular
dan ekstravaskular (Tricklebank, 2008)

K. Pemeriksaan Diagnostik
1. Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran
darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya
cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan
cairan sedangkanHt turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang
diakibatkan oleh panasterhadap pembuluh darah.
2. Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
3. GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi.Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon
dioksida (PaCO2)mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera
jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun
karenakehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan
hipokalemi dapatterjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urin: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan,
kurangdari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6. Alkali Fosfat: Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan
cairaninterstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8. Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
9. BUN atau Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi
ginjal,tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau
luasnyacedera.
11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
(Doengoes,2000)
L. Penatalaksanaan Medik
a. Debridemen
a. Debridemen alami, yaitu jaringan mati yang akan memisahkan diri secara
spontan dari jaringan di bawahnya.
b. Debridemen mekanis yaitu dengan penggunaan gunting dan forcep untuki
memisahkan, mengangkat jaringan yang mati.
c. Dengan tindakan bedah yaitu dengan eksisi primer seluruh tebal kulit atau
dengan mengupas kulit yang terbakar secara bertahap hingga mengenai jaringan
yang masih viabel.
b. Graft pada luka bakar
Biasanya dilakukan bila re-epitelisasi spontan tidak mungkin terjadi:
a. Autograft: dari kulit penderita sendiri.
b. Homograft: kulit dari manusia yang masih hidup/ atau baru saja meninggal
(balutan biologis).
c. Heterograft: kulit berasal dari hewan, biasanya babi (balutan biologis).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA
BAKAR

A. Konsep asuhan keperawatan


1. Pengkajian
a. Aktifitas/istirahat:Tanda
Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit;
gangguan massa otot, perubahan tonus.
b. Sirkulasi
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok);
penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi
perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik);
takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema
jaringan (semua luka bakar).
c. Integritas ego
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.Tanda:
ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
d. Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin
hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot
dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam
sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus
lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
e. Makanan/cairan
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f. Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku;
penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas
kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman
penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis
(cedera listrik pada aliran saraf).
g. Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren
sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar
ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar
ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar
derajat tiga tidak nyeri.
h. Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera
inhalasi).Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum;
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera
inhalasi.Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar
dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru);
stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
i. Keamanan
Tanda:Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-
5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa
luka.Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan
kehilangan cairan/status syok.Cedera api: terdapat area cedera campuran
dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan
terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh
pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.Cedera
kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.Kulit mungkin coklat
kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis;
atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya
secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah
cedera.Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di
bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh
tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.Adanya
fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik
sehubungan dengan syok listrik).
j. Pemeriksaan diagnostik:
1) LED: mengkaji hemokonsentrasi.
2) Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini
terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24
jam pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti
jantung.
3) Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal,
khususnya pada cedera inhalasi asap.
4) BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
5) Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan
kerusakan otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
6) Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
7) Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada
luka bakar masif.
8) Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbon monoksida,
inhalasi asap dan obstruksi saluran napas atas.
b. Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan edema dan efek
inhalasi asap
c. Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
dan kehilangan lewat evaporasi dan luka bakar.
d. Hipotermia berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka yang
terbuka.
e. Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan dan saraf serta dampak emosional
cedera

3. Rencana intervensi

a. Intervensi :
1) Berikan oksıgen yang sudah dilembabkan.
Rasional : Oksigen yang dilembabkan akan memberikan
kelembaban pada jatingan yang cedera
suplementasi oksigen meningkatkan oksigenasi
alveoli
2) Kaji bunyi napas, frekuensi permapasan, irama, dalam dan simetrisnya
pemapasan.
Rasional : Hasıl pengkajian ini memberikan data dasar untuk
pengkajian selanjutnya dan bukti peningkatan
penurunan pemapasan
3) Pantau pasien untuk mendeteksi tanda-tanda hipoksia
Amati hal-hal berikut
a. Eritema atau pembentukan bula(lepuh) pada mukosa bibir dan pipi
b. Lubang hidung yang gosong
c. Luka bakar pada muka, leher atau dada
d. Bertambahnya keparauan suara.
e Adanya hangus dalam sputum atau jaringan trakhea dalam sekret
respirası.
4) Pantau hasil gas darah arteri, hasil pemeriksaan oksımetrı denyut nadi
dan kadar karboksi-hemoglobin.
Rasional : Peningkatan pCO2 dan penurunan PO2 serta saturası
02 dapat meunjukkan perlunya ventilasi mekanis
Intervensi
5) Laporkan pernapasan yang berat, penurunan dalamnya pemapasan,
atau tanda-tanda hipoksia dengan segera kepada dokter
Rasional : Intervensi yang segera diperlukan untuk mengatasi
kesulitan pernapasan
6) Bersiap untuk membantu dokter dalam intubası dan eskarotomı
Rasional : Intubası memungkinkan ventilası mekanis
Eskarotomi memudahkan ekskursi dada pada luka
bakar yang meningkat
7) Pantau dengan ketat keadaan pasien yang menggunakan alat ventilator
mekanis
Rasional : Pemantauan memungkinkan deteksi dini penurunan
status respirasi atau komplikasi pada ventilasi
mekanis
b. Intervensi :
1) Pertahankan kepatenan jalan napas melalui pemberian posisi pasien
yang tepat pembuangan sekresi dan jalan napas artifisial bila
diperlukan.
Rasional : Jalan napas yang paten sangat krusial untuk fungsi
respirasi
2) Berikan oksigen yang sudah dilembabkan.
Rasional : Kelembaban akan mengencerkan sekret dan
mempermudah ekspektorasi
3) Dorong pasien agar mau membalikkan tubuh batuk dan napas dalam.
Rasional : Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan
pembuangan sekresi
4) Anjurkan agar pasien menggunakan spirometri insentif. Tindakan
pengisapan luka diperlukan.

c. Intervesi :
1) Amati tanda-tanda vital (yang mencakup tekanan vena sentral atau
tekanan arteri pulmonalis jika perlu), haluaran urine, dan waspada
terhadap tanda- tanda hipovolemia atau kelebihan beban cairan.
Rasional : Hipovolemia merupakan risiko utama yang segera
terdapat sesudah luka bakar. Resusitasi
berlebihan dapat menyebabkan kelebihan beban
cairan
2) Pantau haluaran urine sedikitnya setiap jam sekali dan menımbang
berat badan pasien setap hari.
Rasional : Haluaran urine dan berat badan memberikan
infomasi tentang perfusi renal, kecukupan
penggantian cairan dan kebutuhan serta status
cairan
3) Pertahankan pemberian infus dan mengatur tetesannya pada kecepatan
yang tepat sesuai dengan program medik
Rasional : Pemberian cairan yang adekuat diperlukan untuk
mempertahankan kesembangan cairan dan
elektrolit serta perfusi organ -organ vital adekuat.
4) Amati gejala defisiensi atau kelebiban kadar natrium, kalium, kalsium,
fosfor dan bikarbonat.
Rasional : Perubahan yang cepat pada status cairan dan
elektrolit mungkin terjadi dalam periode pasca luka
bakar.
5) Naikkan bagıan kepala tempat tidur pasien dan tinggikan ekstremitas
yang terbakar
Rasional : Peninggian akan menungkatkan aliran balik darah
vena
6) Beritahu dokter dengan segera jika terjadi penurunan haluaran urine,
tekanan darah CVP, tekanan arteri pulmonalıs atau peningkatan
frekuensi denyut nadi.
Rasional : Karena terjadinya perpindahan cairan yang tepat pada
syok luka bakar, defisit cairan harus dideteksi secara
dini sehingga syok sirkulasi tidak terjadi

d. Intervensi :
1) Berikan lingkungan yang hangat dengan penggunaan perisai pemanas,
selimut berongga lampu atau selimut pemanas
Rasional : Lingkungan yang stabil mengurangi kehilangan
panas lewat evaporasi
2) Bekerja dengan cepat kalau lukanya terpajan udara dingin
Rasional : Pajanan yang minimal mengurangı kehilangan panas
dari luka
3) Kaji suhu inti tubuh dengan sering
Rasional : Kaji suhu tubuh yang frekuen membantu mendeteksi
terjadınya hipotermia

e. Intervensi :
1) Gunakan skala nyeri untuk menilai tingkat rasa nyeri (yaitu 1 hingga
10).
Rasional : Tingkat nyeri memberikan data dasar untuk
mengevaluasi efektivitas tindakan mengurangi
nyeri.
2) Bedakan dengan keadaan hipoksia
Rasional : Hipoksia dapat menimbulkan tanda tanda serupa dan
harus disingkirkan terlebih dahulu sebelum
pengobatan nyeri dilaksanakan.

3) Berikan preparat analgetik opioid menurut program medik. Amati


kemungkinan supresi pernapasan pada pasien yang tidak memakai
ventilası mekanis. Lakukan penilaian respons pasien terhadap
pemberian analgetik
Rasional : Penyuntikan preparat analgetik intravena diperlukan
karena terjadinya perubahan perfusi jaringan akibat
luka bakar
4) Berikan dukungan emosional dan menentramkan kekhawatiran pasien
Rasional : Dukungan emosional sangat penting untuk
mengurangi ketakutan dan ansietas akibat luka
bakar. Ketakutan dan ansietas akan
meningkatkan persepsi nyeri.

B. Pendidikan kesehatan pencegahan primer, sekunder dan tersier pada masalah


gangguan sistem integumen pada luka bakar
1. Pencegahan primer Bentuk intervensi yang dilakukan perawat adalah melakukan
promosi kesehatan dan pencegahan. Dengan cara hindari bahan penyebab, pakai
alat pelindung diri.
a. Rumah tangga: lebih hati hati dengan air panas, setrika, knalpot, kabel listrik,
zat kimia, terutama pada anak-anak.
b. Pemerintah/media massa: ada rambu tentang bahaya luka bakar (contoh:
bahaya merokok)
c. Sekolah: diajarkan tentang luka bakar
2. Pencegahan Sekunder
Temukan penyakit sedini mungkin dengan identifikasi perubahan preklinik suatu
penyakit.
Contoh: Pemeriksaan berkala meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang (radiologis, spirometri dan lain-lain). Pemeriksaan
berkala dilakukan selang waktu tertentu yang teratur - sifat dan luasnya risiko
yang terjadi, Fokus pemeriksaan lebih ditujukan pada organ yang kemungkinan
terpapar luka bakar.
3. Pencegahan tersier untuk meminimalkan komplikasi, menghindari kecacatan,
meningkatkan kualitas hidup agar dapat menjalani kehidupan secara normal dan
dapat diterima oleh lingkungan.

C. Hasil penelitian tentang penatalakanaan gangguan sistem integumen pada luka


bakar
Metode penelitian yang dilakukan adalah mengumpulkan jurnal ilmiah secara online
yang telah di publikasikan dengan menggunakan istilah pencarian atau keyword
tertentu. Keyword yang digunakan adalah “Tumbuhan herbal untuk mengobati luka
bakar” dan “Wound healing plant extract”. Referensi yang digunakan adalah semua
artikel primer dengan kriteria seleksi data. Berdasarkan hasil skrinning dari beberapa
jurnal, terdapat beberapa tanaman yang memiliki potensi untuk menyembuhkan luka
bakar/wound healing dengan menguji aktivitas ekstrak tanaman pada mencit/kelinci.
Berikut ini adalah hasil pengujian aktivitas tanaman yang berpotensi untuk
menyembuhkan luka bakar dapat dilihat pada Tabel

Tanaman Obat Bagian Ekstrak/Fraksi Senyawa Aktif Pustaka


Tumbuhan
Biji Pinang Biji Esktrak etanol Alkaloid, Lee dan Choi,
atau Area 70% saponin, 1999;
catechu L. flavonoid, dan Handayani,
tanin dkk., 2016
Binahong atau Daun Etanol Saponin, Prasetyo, 2006;
Anredera flavonoid, Larissa, dkk.,
cordifolia alkaloid, 2017
(Ten.) polifenol, asam
askorbat
Atsute atau Daun Air dan etanol Alkaloid, tanin, Deshmukh et
Bixa orellana triterpenoid, al., 2013;
Linn. steroid, saponin, Espiritu, dkk.,
dan flavonoid 2016
Daun Alpukat Daun Etanol 70% Saponin, tanin, Edewor dan
atau Persea glikosida, dan Ibibia, 2013;
americana flavonoid Sentat,dkk.,
Mill. 2015
Jambu Biji Daun Etanol Flavonoid, Oktiarni, 2011
atau Psidium tanin, dan
guajava Linn. polifenol
Pohpohan atau Daun Etanol Alkaloid, Rahayuningsih,
Pilea trinervia polifenol, tanin, 2014; Fitria,
W. flavonoid, dkk., 2017
steroid,dan
kuinon
Sasaladahan Daun Etanol 95% Tanin dan Harbone, 1987;
atau flavonoid Mappa, dkk.,
Peperomia 2013
pellucida L.
Ubi Jalar atau Daun Etanol Saponin, Rukmana,
Ipomoeae flavonoid, 1997; Rahim,
batatas L. polifenol dkk., 2011
Buah Manggis Kulit Etanol 70% Xanthone, Maulina dan
atau Garcinia gamma Nining, 2015;
mangostana L. mangostin Nakatani, et
al., 2004;
Mekanisme penyembuhan luka bakar ekstrak etanol biji pinang dapat terjadi karena
adanya senyawa tanin yang berfungsi sebagai antibakteri, antifungi dan adstringen
yang menyebabkan pengecilan pori-pori kulit, memperkeras kulit, dan menghentikan
pendarahan yang ringan (Masduki, 1996). Konsentrasi 20%, 40%, dan 60% ekstrak
etanol biji pinang memeliki efek sebagai obat luka bakar hal ini ditandai pada
kosentrasi 60% ekstrak etanol biji pinang dapat menyembuhkan luka 89,67% pada
hari ke-14 (Handayani, 2016). Bagian yang dapat digunakan untuk mempercepat
proses penyembuhan luka bakar dari tanaman binahong adalah daunnya. Kandungan
yang terdapat pada tanaman Binahong antara lain saponin, alkaloid, flavonoid,
polifenol dan asam askorbat. Binahong memiliki kandungan flavonoid sebesar 11,266
mg/kg (segar) dan 7687 (kering). Sedangkan kandungan antioksidan pada Binahong
yang terdapat dalam ekstrak etanol sebesar 4,25 mmol/100g (segar) dan 3,68
mmol/100g (kering). Asam oleanolik mempunyai khasiat anti inflamasi dan anti
bakteri yang dapat mengurangi rasa nyeri pada luka bakar (Prasetyo, 2006). Hasil
penelitian yang dilakukan Albert dkk (2015) memberikan bukti yang cukup dari Bixa
orellana sebagai pengobatan luka bakar potensial dengan efek yang sebanding dengan
sulfadiazin perak. Proses penyembuhan melibatkan interaksi dinamis dari faktor-
faktor fisiologis yaitu terdiri dari empat fase umum: hemostasis, peradangan,
proliferasi dan remodelling. Fase ini memakan waktu 21 hari (Orsted, 2004).
Kandungan kimia yang dihasilkan oleh Bixa orellana dalam ekstrak air dan etanol
adalah alkaloid, tanin, triterpenoid, steroid, dan flavonoid. Senyawa tersebut memiliki
mekanisme yang membantu pada proses penyembuhan luka bakar (Deshmukh, et al.,
2013). Pada penelitian aktivitas ekstrak etanol daun alpukat terhadap penyembuhan
pada luka bakar pada punggung mencit putih jantan diperoleh data konsentrasi ekstrak
35% mulai terlihat perubahannya pada hari keempat, pada hari ke-13 persentase
kesembuhan sebesar 88,00%. Konsentrasi ekstrak 50% terlihat adanya perubahan
pada hari keempat, dan persentase kesembuhan pada hari ke-14 sebesar 90,00%. Hal
ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun alpukat memiliki aktivitas dalam
penyembuhan luka bakar (Sentat dan Rizki, 2015). Hasil pengujian ekstrak daun
jambu biji terhadap mencit dengan menghitung rata-rata perubahan luas luka dengan
interval waktu pengkuran setiap hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diantara
keempat konsentrasi yaitu 1%.3%,5%,7% konsentrasi 7% memiliki aktivitas
menyembuhkan luka bakar pada hari ke-24 dengan presentase 100% (Oktiani, dkk,
2011). Daun pohpohan (Piles trinervia W.) mempunyai aktivitas terhadap
penyembuhan luka bakar pada kelinci dan pada esktrak daun pohpohan konsentrasi
2% memiliki efek penyembuhan luka bakar yang hampir sama aktivitasnya dengan
dengan kontrol positif yang digunakan yaitu bioplacenton (Via, dkk, 2017).

D. Trend dan issue terkait gangguan sistem integumen pada luka bakar
Lapisan kulit yang mengalami kerusakan pada luka bakar derajat 2 adalah epidermis
dan dermis. Gejala yang timbul yaitu eritema, nyeri, bengkak, serta melepuh. Proses
penyembuhun luka fase homostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Proses
penyembuhan luka sempurna terjadi dalam waktu 2 minggu, namun akan berlangsung
lebih lama jika terjadi gangguan pada fase-fase tersebut Gangguan pada proses
penyembuhan luka yang dapat terjadi adalah memanjang- nya masa inflamasi
sehingga berpengaruh terhadap sintesis kolagen yang kurang optimal pada fase
proliferasi. Sintesis kolagen yang kurang optimal menunjukkan prognosis
kesembuhan luka akan berlangsung lama. Kesembuhan luka yang lama berpotensi
menimbulkan skar yang buruk. Kolagen merupakan protein matriks ekstraseluler yang
berperan dalam formasi skar pada fase penyembuhan janngan ikat. Lebih dari 50%
jaringan kulit terdiri dari kolagen. Sintesis kolagen pada fase proliferasi dapat optimal
jika masa inflamasi tidak mengalami perpanjangan.

Terapi komplementer melalui pemberian topical adalah terapi suportif untuk proteksi
integumen, yang merupakan salah satu dari 14 komponen basic nursing care didalam
teori keperawatan Virginia Handerson. Pemberian terapi suportif pada luka bakar
dapat membantu mengatasi masalah keperawatan seperti kerusakan integritas kulit,
nyeri akut resiko infeksi, dan gangguan body image.Teori basic nursing care
memaparkan bahwa seorang perawat wajib mengetahui keilmuan dasar yang
menyangkut kepribadian manusia, temasuk dari segi anatomi biologi untuk
mendukung kamempuan perawat pada proses peningkatan kesehatan pasien, dalam
hal ini yaitu meminimalisir terjadinya skar akibat luka bakar. Teori tersebut sejalan
dengan perawat dalam pemenkes (2010). menyebutkan bahwa pelaksanaan tindakan
perawatan komplementer merupakan cara praktik perawar, sehingga penelitian terkait
dengan topical untuk perawatan luka perlu dikembangkan.

Tanaman yang berpotensi dikembang kan dalam penelitian herbal saat ini adalah
kedelai (Glycine max), Indonesia adalah Negara ketiga yang memasok kedelai
tarbesar di dunia dari kawasan Asia. Kedelai mengandung isoflavon yang memiliki
efek antiinflamasi, antibakteri dan antioksidan potensial Genistein yang terkandung
dalam isoflavon kedelai juga dapat menstimulasi fibroblast untuk mensintesis
kolagen. Penelitian terdahulu juga menunjukkan bahwa ekstrak etanol kedelai terbukti
menurunkan tanda inflamasi eritema dan mengaktifasi proliferasi secara makro
melalui peningkatan luas granulasi luka bakar derajat 2 pada tikus. Cara Perawatan
Luka Bakar derajat 2 A Perawatan luka menggunakan metode steril dan tertutup.
Luka bakar pada kelompok control dirawat dengan cara dibersihkan dengan NS 0,9%.
dikeringkan dengan kas steril, kemudian dikompres dengan NS 0,9% sebanyak 0,5 cc
yang diberikan melalui spuilt. Luka bakar pada kelompok perlakuan dirawat dengan
cara dibersihkan dengan NS 0,9 % dikeringkan dengan kasa steril, kemudian
diberikan ekstrak kedelai dengan konsentrası 40 %, 60%, dan 80 % secara topical
sebanyak 0,5 cc. Kedua cara perawatan luka masing- masing ditutup dengan kasa
steril dan diplester dengan autoclave plester Perawatan tersebut mereka lakukan setiap
hari sekali pada pukul 14.00-17.00
NS 0,9% merupakan cairan fisiotogis yang tidak memikki efek antibacterial dan
hanya berfungsi dalam melembabkan area luka. Prinsip perawatan luka bakar tidak
hanya membutuhkan fungsi melembabkan namun juga menitikberatkan pada fungsi
antibacterial karena luka bakar merupakan jenis luka yang mudah mengalami
kontaminasi bakteri.Ekstrak kedelai dan berbagai kosentrasi terbukti lebih
berpengaruh terhadap peningkatin densitas kolagen karena 3 fungsi, yaitu
menghambat perpan jangan masa inflamasi, meningkatkan aktivitas proliferasi, dan
meningkatkan sintesis fibroblast sebagai sel penghasil kolagen.
Penghambat perpanjangan masa inflamasi dihasilkan dari aktivitas kandungan
isoflavon, omega-3 dan lesitin sebagai antioksidan yang dapat menghibisi peroksidasi
lipid serta berfungsi sehingga antiinflamasi melalui jalur inhibisi asam arakidonat,
sehingga kerusakan sel tidak berlanjut pada area luka bakar Kandungan- kandungan
di atas juga berfungsi sebagai anti-bakterial yang mampu menghambat pertumbuhan
bakteri dan mencegah kontaminasi bakteri, sehingga fase inflamasi dapat berjalan
optimal dalam waktu yang normal. Aktivitas yang normal pada fase inflamasi
mengakibatkan meningkatnya aktivitas pada fase proliferasi, sehingga terbentuknya
jaringan granulasi yang sehat, baik secara penampakan makro dan mikro pada area
luka bakar, mampu menstimulus pembentukan fibroblast yang baik serta berpengaruh
terhadap sintesis kolagen. Kandungan genistein paling banyak terdapat pada isoflavon
kedelai juga mampu meningkatkan sintesis fibroblast pada fase proliferasi, sehingga
kemungkinan dihasilkannya kolagen juga meningkat Konsentrasi ekstrak kedelai 80%
terbukti secara signifikan mampu meningkatkan densitas atau kepadatan kolagen pada
luka bakar 2A tikus Wistar dan berpotensi dalam membentuk skar yang baik serta
mampu mengatasi masalah keperawatan yang mungkin muncul pada keadaan luka
bakar seperti masalah nyeri akut, kerusakan intenitas kulit, resiko infeksi, dan
gangguan body image.

E. Peran dan fungsi perawat


Perawat berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan untuk menangani setiap
diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien luka bakar sehingga pengetahuan
perawat terhadap penanganan luka bakar merupakan hal yang sangat diperlukan untuk
memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Perawat membantu klien mendapatkan
kembali kesehatannya melalui proses penyembuhan. Pada proses penyembuhan luka
bakar, perawat bertanggung jawab untuk melakukan perawatan luka secara intensif,
mengkompensasi kekurangan volume cairan yang timbul, mengatasi nyeri, serta
mengurangi ansietas klien (Rospa, 2009).
BAB III
TINJAUAN KASUS

Seorang laki-laki bernama S berusia 27 tahun datang bersama istrinya ke RSUA. Tn.
S mengatakan sebelum datang ke RSUA terkena ledakan tabung LPG di rumahnya sehingga
menyebabkan luka bakar di leher dan dadanya. klien mengatakan nyeri di daerah leher, dada,
dan punggung dengan skala nyeri 7. Tekanan darah 130/90 mmHg, Nadi 110x/menit, irama
reguler, suhu 37,8°C, Pernapasan 29x/menit.

A. Pengkajian
1. Anamnesa
Nama : Tn. S

Jenis kelamin : Laki-Laki

Tanggal masuk : 31 Maret 2020

Usia : 27 tahun

Status perkawinan : Menikah

Suku bangsa : Jawa/Indonesia

Alamat : Surabaya

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai swasta

Pendidikan : Tamat SMP

Keluhan Utama : Klien merintih kesakitan dan sesak napas karena luka bakar 3 jam
sebelum MRS.

Riwayat Penyakit Sekarang : 3 jam sebelum masuk RSUA, Tn. S menderita luka bakar
karena terkena ledakan tabung gas elpiji. Kesadaran composmentis, TD: 130/90 mmHg,
Nadi: 110x/mnt, S: 37,6o C, RR: 29x/menit, TB: 165 cm, BB: 60 kg pasien mengeluh sesak
dan nyeri di daerah yang terbakar.
Riwayat Penyakit Dahulu : Tn.S mengatakan belum pernah mempunyai riwayat masuk
rumah sakit/operasi di RS sebelumnya. Riwayat Diabetes Melitus tidak ada dan Hipertensi
tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada riwayat DM, hipertensi, asma, TBC

Pola aktivitas dan latihan : sebelum sakit pasien dapat melakukan aktivitas sehari – ahri
seperti makan ,minum, toileting, berpakaina dan bekerja secara mandiri. Sedangkan
selama sakit aktivitas seperti makan atau minum, toileting dan mobilisasi dibantu oleh
keluarga atau perawat.

Pola istirahat tidur : sebelum sakit pasien mengatakan setiap hari tidur selama 6-7 jam, dan
jarang tidur siang karena bekerja. Sedangkan selama sakit, pasien mengatakan tidur 5-6
jam dimalam hari dan 1-2 jam disiang hari.

Pola kognitif presepsi : pasien mengatakan tidak mengalami gangguan penglihatan atau
pendengaran juga penciuman juga fungsinya. Selama sakit pasien mengatakan mengalami
gangguan nyeri pada daerah leher, perut dan punggung sehingga sulit beratifitas.
Karakteristik nyeri yang dirasakan sebagai berikut:

P: nyeri akibat trauma luka bakar


Q : nyeri terasa panas
R : rasa nyeri terasa didaerah leher, dada dan punggung.
S : Skala nyeri 7 dari 10
T: Hilang timbul dan meningkat jika danya aktivitas, dan saat tertekan lama untuk daerah
punggung.

2. Pemeriksaan Fisik:
a. Primary survey
Airway : tidak tampak adanya sumbatan jalan napas , darah (-), muntahan (-), suara
napas tidak ngorok.

Breathing : : kedua dinding thorak tampak normal, napas spotan, rochi (-), whezhing
(-). Napas cepat dangkal , irreguler, RR 29x/menit.

Circulasi : pasien tidak tampak pucat, sianosis (-), HR 110x/menit reguler.

Disability : GCS : eye 4 verbal 5 movement 6 = 15

Exposure : pakaian pasien segera dievakuasi guna mengurangi pajanan berkelanjutan


serta menilai luas dan derajat luka bakar.
b. Secondary survey
1) Status Generalis

KeadaanUmum : Tampak sakit berat

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah :130/90 mmHg

Nadi :110x/mnt, reguler

Suhu : 37,8oC

Pernapasan : 29x/menit

Tinggi badan : 165 cm

Berat badan : 60 kg

2) Kelenjar Getah Bening

Submandibula : tidak teraba

Leher : tidak teraba

Supraklavikula : tidak teraba

Ketiak : tidak teraba

Lipat paha : tidak teraba

3) Kepala

Ekspresi wajah : menyeringai, menahan sakit

Rambut : hitam

Simetri muka : simetris tidak ada lebam.

4) Mata

Lapang pandang normal.

Pupil : isokor

Sklera :tidak ikterik

Konjungtiva :tidak anemis


Kelopak mata : tidak udema.

Reflek : cahaya langsung +/+

5) Telinga

Tidak tampak kelainan.

6) Mulut

Bentuk : normal

Mukosa bibir : kering

7) Leher

Tampak luka bakar pada leher sebelah kiri dengan ukuran 10x2 cm warna kulit merah
pucat.

Tekanan vena Jugularis (JVP) : 2-5 cmH2O

Kelenjar Tiroid : tidak teraba membesar

Kelenjar Limfe : tidak taraba membesar

8) Dada

Bentuk : simetris

Pembuluh darah : tidak tampak

Retraksi sela Iga : (+)

9) Paru – paru

Inspeksi : pergerakan paru simetris, tampak retaksi dinding dada ringan. Pasien
tampak sesak.

Palpasi : bentuk normal. Tugor kulit menurun ≥ 2 detik

Perkusi : sonor

Auskultasi : ronchi (-) whezhing (-)

10) Jantung

Inspeksi : tidak tampak iktus kordis


Auskultasi : BJ I-II regular , murmur (-) , gallop (-)

Lain – lain normal.

11) Perut

Inspeksi : datar, tidak ada ascites.

Palpasi : supel, hati tidak membesar

Perkusi : shifting dullness (-)

Auskultasi : bising usus (+)normal.

12) Hasil laboratorium

HB : 14,5g/dl

Lekosit ; 9.500/mm3

Trombosit : 213.000/mm3

Ht : 30%

Ureum : 39mg/dl

Kretinin : 1,3mgdl

Na : 133 mmol/L

K : 3,68mmol/L

Cl : 112 mmol/L

13) Status luka bakar :


1) tampak luka bakar di dada ukuran 15x3 cm ( derajat 3 ) = 9% derajat 3
2) Tampak luka bakar pada leher sebelah kiri dengan ukuran 10x2 cm warna kulit
merah pucat. = 1,5% derajat 2
3) Luas luka bakar = 10,5%

14) Penatalaksanaan medis

a) Rumus Parkland : 4 ml x BB x %
Dik : BB = 60 kg, Luas luka bakar (Leher dan Dada) 10,5 %
Jawab : 4ml x 60 x 10,5 % = 2520 ml dalam 24 jam pertama
1. 8 jam pertama = 1260 ml
2. 16 jam pertama = 1260 ml
b) Rumus Evans :
a. Luas Luka Bakar % x BB = jumlah Nacl / 24 jam
10,5 x 60 = jumlah Nacl / 24 jam
630 = jumlah Nacl / 24 jam
b. Luas Luka Bakar % x BB = jumlah plasma / 24 jam
10,5 x 60 = jumlah plasma / 24 jam
630 = jumlah plasma / 24 jam
c. 2000 cc dextrose 5 % / 24 jam
a+b+c = 630 + 630 + 2000
= 3260
1. 8 jam pertama = 1630
2. 16 jam pertama = 1630
3. Hari kedua diberikan ½ jumlah cairan pada hari pertama = 815
4. Hari ketiga diberikan ½ jumlah cairan pada hari kedua = 407.5
c) Rumus Baxter : % x BB x 4 cc
10,5 x 60 x 4 = 2520 cc
1. 8 jam pertama = 1260 cc
2. 16 jam pertama = 1260 cc

d) Mendapat O2 2liter permenit nasal kanul


e) Therapy obat :
(1) Inj. Cefotaxin 1gr/12 jam : anti infeksi
(2) Inj. Keterolac 1gr/8jam : anti nyeri
(3) Tab. tramadol 50mg/8jam : anti nyeri
(4) Mebo salep.
(5) Supratul

3. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah Keperawatan


1 DS: Klien merasa lemas Luka bakar Permeabilitas kapiler
meningkat
DO:

 Turgor kulit menurun ≥ 2 Evaporasi / Penguapan
detik. cairan
 Mukosa kering ↓

 TTV : TD 130/90 mmHg, Kehilangan cairan tubuh

Nadi :110x/mnt, regular, ↓

Suhu : 37,8ºC Defisit volume cairan

Pernapasan : 29x/m

 Rumus baxter : (% luka


bakar)x (BB)x(4cc)
10,5%x60x 4=
2520/24jam

8 jam pertama : 1260cc

16 jam setelahnya :
1260cc

 Luas luka bakar = 10,5%


dengan derajat kedalaman
2-3.
2 DS: Pasien mengeluh sesak Luka bakar Vasodilatasi Pembuluh
Darah
DO:

 Tampak kesulitan Penyumbatan saluran nafas
bernafas/sesak bagian atas
 Gerakan dada simetris ↓

 Pola napas cepat dan Edema paru

dangkal, irreguler ↓

 TTV : RR: 29x/menit Hiperventilasi



Gangguan pertukaran gas

3 DS: klien mengeluh panas dan Luka bakar Kerusakan kulit/ jaringan
sakit dan edema
DO: ↓
Nyeri akut
 TTV: TD130/90mmHg,
Nadi: 110x/mnt,
S: 37,8ᵒC, RR:
29x/menit
 Pasien nampak meringis
kesakitan.
 P: trauma luka bakar
 Q : terasa panas
 R : sisi trauma/cidera yang
sakit
 S : Skala nyeri 7
 T: Hilang timbul dan
meningkat jika adanya
aktivitas
 Mendapatkan anti nyeri: -
Inj. Keterolac 1gr/8jam :
anti nyeri.
-Tab. tramadol
50mg/8jam : anti nyeri

4 DS: pasien mengeluh perih, Luka bakar Kerusakan kulit/ jaringan


sakit ↓
Inflamasi, Lesi
DO:
Kerusakan integritas
 Kulit kemerahan hingga kulit
nekrosis ↓
 Luas luka bakar = 10,5% Gangguan integritas kulit
dengan derajat kedalaman
2-3.
 Kulit tidak utuh
 Akral dingin, lembab
 Suhu 37,8ºC
 Peningkatan leukosit
(26.900mm3 )
B. Diagnosa Keperawatan:

1. Defisit volume cairan b.d banyaknya penguapan/cairan tubuh yang keluar


2. Gangguan pertukaran gas/oksigen b.d kerusakan jalan nafas
3. Nyeri akut b.d kerusakan kulit dan jaringan
4. Gangguan integritas kulit b.d kerusakan kulit dan jaringan yang terkena luka bakar

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi

1 Defisit volume cairan  BP 100-140/60-90  Monitor dan catat intake, output


b.d banyaknya mmHg (urine 0,5 – 1 cc/kg.bb/jam)
penguapan/cairan  Produksi urine >30  Beri cairan infus yang
tubuh yang keluar ml/jam (minimal 1 mengandung elektrolit (pada 24
(Setelah dilakukan ml/kg BB/jam) jam ke I), sesuai dengan rumus
tindakan keperawatan  Ht 37-43 % formula yang dipakai
dalam waktu 2 x 24  Turgor elastic  Monitor vital sign
jam pemulihan cairan  Mucosa lembab  Monitor kadar Hb, Ht, elektrolit,
optimal dan minimal setiap 12 jam.
 Akral hangat
keseimbangan
 Rasa haus tidak ada
elektrolit serta perfusi
organ vital tercapai)

2 Gangguan  Tidak ada tanda-  Mengkaji tanda-tanda distress


pertukaran tanda sianosis nafas, bunyi, frekuensi, irama,
gas/oksigen b.d  Frekuensinafas 12 - kedalaman nafas.
kerusakan jalan 24 x/mnt  Monitor tanda-tanda hypoxia
nafas(Setelah  SP O2 > 95 (agitsi,takhipnea, stupor,sianosis)
dilakukan tindakan  Monitor hasil laboratorium, AGD,
keperawatan dalam kadar oksihemoglobin, hasil
waktu 2 x 24 jam oximetri nadi.
oksigenasi jaringan  Kolaborasi dengan tim medis
adekuat) untuk pemasangan endotracheal
tube atau tracheostomi tube bila
diperlukan.
 Kolabolarasi dengan tim medis
untuk pemasangan ventilator bila
diperlukan.
 Kolaborasi dengan tim medis
untuik pemberian inhalasi terapi
bila diperlukan
3 Nyeri akut b.d  Skala 1-2  Kaji rasa nyeri yang dirasakan
kerusakan kulit dan  Expresi wajah klien
jaringan(Setelah tenang  Atur posisi tidur dengan nyaman
dilakukan tindakan  Nadi 60-100x/mnt  Anjurkan klien untuk teknik
keperawatan dalam  Klien tidak gelisah relaksasi
selama masa perawatan  Lakukan prosedur pencucian luka
nyeri berkurang) dengan hati-hati
 Anjurkan klien untuk
mengekspresikan rasa nyeri yang
dirasakan
 Beri tahu klien tentang penyebab
rasa sakit pada luka bakar
 Kolaborasi dengan tinm medis
untuik pemberian analgesik
4 Gangguan integritas  Luka sembuh sesuai  Kaji luka pada fase akut
kulit b.d kerusakan dengan fase (perubahan warna kulit)
kulit dan jaringan yang  penyembuhan luka  Cegah adanya gesekan pada kulit
terkena luka bakar yang terdapat luka
(Setelah dilakukan  Lakukan perawatan pada luka
tindakan keperawatan bakar
selama masa
penyembuhan luka
bakar sembuh dengan
baik dan integritas
kulit)

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Angka kejadian luka bakar sekitar 180.000 kematian setiap tahunnya diseluruh dunia.
Luka bakar memiliki dampak yang dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang
merusak jaringan pada tubuh terutama pada kulit yang disebabkan oleh panas, listrik,
dan kimia. Banyak komplikasi yang dapat terjadi karena luka bakar maka dengan itu
perlu penanganan yang tepat untuk luka bakar. Luka bakar dapat terjadi dengan tiga
tingkatan. Luka bakar grade satu ditandai dengan hiperemi berupa eritema, tidak
dijumapi bulae, nyeri ringan. Luka bakar grade dua kerusakannya meliputi epidermis
dan sebagian dermis, berupa reat inflamasi disertai eksudasi, dijumpai bulae, dan nyeri
karena sudah teriritasinya saraf-saraf. Luka bakar grade tiga meliputi seluruh lapisan
dermis dan lapisan yang lebih dalam, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan. Luka bak
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan perawat dapat memenuhi kebutuhan pasien
sesuai dengan kebutuhannya dengan menerapkan asuhan keperawatan yang didasari
oleh ilmu pengetahuan yang tepat. Perawat diharapkan mampu melakukan asuhan
keperawatan luka bakar dengan memperhatikan kebutuhan dasar klien.
DAFTAR PUSTAKA

Abdi, A. (2015, May 12). Scribd. Diambil kembali dari


https://id.scribd.com/doc/265034633/Perhitungan-Cairan-Pada-Luka-Bakar
Anggareni, L. (2018). Tanaman Obat Yang Memiliki Aktivitas. Farmaka, 51-59.
Azizah, N. (2018, April 4). Scribd. Diambil kembali dari
https://id.scribd.com/document/375546165/Pemeriksaan-Diagnostik-docx-Luka-
Bakar
Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawata Medikal Bedah. Edisi 8 Vol. 2. Jakarta:
EGC.
Eka, W. (2018, Januari 2). Academia Edu. Diambil kembali dari
https://www.academia.edu/28112758/LUKA_BAKAR
Fitriani, A., & dkk. (2015). Slide Share. Diambil kembali dari
https://www.slideshare.net/chuliecsztstefanerszt/pemeriksaan-lab-dan-diagnostik-
60782186
Herdman, T. H. (2012). NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Alih
Bahasa: Made S, & Nike B.,S. Jakarta: EGC.
Huda, A. (2015). Aplikasi Asuhan Keperewatan Beredasarkan Diagnosa Medis. Yogyakarta:
Medi Action.
Illahi, S. N. (t.thn.). Academia Edu. Diambil kembali dari
https://www.academia.edu/23139345/Patofisiologi_luka_bakar
Rahayuningsih, T. (2012). Penatalaksanaan Luka Bakar (COMBUSTIO). PROFESI, 1-13.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta:
DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.
Wiyono, Y. R. (2016). Repository Unair. Diambil kembali dari
http://repository.unair.ac.id/53803/2/FF%2037%2016.pdf

Anda mungkin juga menyukai