Anda di halaman 1dari 61

MAKALAH SEMINAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Asuhan Keperawatan Dengan Penyakit Luka Bakar


di Ruangan Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit Umum Daerah Raja Ahmad Tabib Tanjung Pinang
Tahun 2022

Disusun oleh :
KELOMPOK II
1. Ila Karmila (202013017)
2. Andrie Setiawan (202013018)
3. Ardesta Ramadhana (202013019)
4. Maisatun Anisa (202013020)
5. Depi Ratnasari (202013021)
6. Mesin Angriyani ( 202013022)
7. Rachmad Hidayat (202013023)
8. Isna (202013024)
9. Putri Sertianingsih (202013026)
10. Haslina (202013027)
11. Andry Indrawan (202013028)
12. Farida (202013029)
13. Reza Umami (202013030)
14. Andi Yanto (191913001)
15. Surya Rianto Kusuma (191913017)

PROGRAM STUDI D-3 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
T.A 2022/2023
1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul "Luka Bakar" ini dengan lancar. Atas
bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini, Juga kepada rekan-rekan
mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah
ini.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas keperawatan medikal bedah,
kelompok juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang asuhan keperawatan penyakit paru obstruktif paru.
Kelompok juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan makalah ini. Kelompok menyadari makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kelompok terima demi kesempurnaan makalah ini.

i
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................. i

KATA PENGANTAR......................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1

A. Latar Belakang .....................................................................................1

B. Tujuan................................................................................................... 2

C. Metode.................................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN TEORITIS......................................................................3

A. Pengertian luka bakar.............................................................................3

B. Anatomi fisiologi luka bakar..................................................................3

C. Klasifikasi.............................................................................................. 6

D. Etiologi luka bakar.................................................................................9

E. Manifistasi klinis luka bakar..................................................................9

F. Patifisiologi luka bakar .........................................................................10

G. pathway luka bakar................................................................................12

H. Komplikasi luka bakar...........................................................................14

I. Pemeriksaan penunjang luka bakar........................................................15

J. Penatalaksanaan..................................................................................... 16

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian.............................................................................................. 22

B. Diagnosa................................................................................................ 26

C. Intervensi............................................................................................... 26

D. Implementasi.......................................................................................... 39

E. Evaluasi.................................................................................................. 39

BAB IV TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian ............................................................................................. 40
ii
B. Analisa Data........................................................................................... 43

C. Diagnosa................................................................................................ 43

D. Intervensi............................................................................................... 44

E. Implementasi.......................................................................................... 45

F. Evaluasi.................................................................................................. 46

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................... 50

B. Saran...................................................................................................... 50

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................51

iii
4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka bakar adalah kerusakkan intergritas kulit atau kerusakkan jaringan


tubuh yang disebabkan oleh energi panas,bahan kimia,radiasi dan arus listrik .
Berat dan ringanya luka bakar yang terjadi ( suriadi,2016). Luka bakar
merupakkan trauma yang terdampak paling berat terhadap fisik maupum
fisikologis dan mengakibatkan penderitaan sepanjang hidup seseorang dengan
angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi( moenajat 2016)

Luka bakar yang terjadi akan menimbulkan kondisi kerusakkan kulit


selain itu juga dapat mempengaruhi berbagai sistem tubuh . Cidera luka bakar
terutama pada luka bakar terutama pada luka bakar yang dalam dan luas
masih merupakkan penyebab utama kematian dan disfungsi berat jangka
panjang . Luka bakar adalah penyebab utama keempat trauma dan penyebab
paling umum kecacatan dan kematian diseluruh dunia (Ardabili,dkk,2017)
Diindonesia ,belum ada angka pasti mengenai kejadian luka bakar ,ini
disebabkan karena tidak semua rumah sakit indonesia memiliki unit
pelayanan luka bakar .

B. Tujuan

1. Umum

Mahasiswa mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada


pasien dengan luka bakar

2. Khusus

a. Untuk mengetahui anatomi kulit

b. Untuk mengetahui definisi luka bakar

c. Untuk mengetahui etiologi luka bakar

d. Untuk mengetahui faktor predisposisi luka bakar

e. Untuk mengetahui patofisiologi luka bakar

f. Untuk mengetahui klasifikasi luka bakar

g. Untuk mengetahui penatalaksanaan

1
h. Untuk mengetahui komplikasi luka bakar

i. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan

C. Metode penulisan

Dalam penulisan makalah ini penulisan menggunakkan teknik penulisa


yang bersumber dari buku-buku dan sumber lain untuk mendapatkan data
dalam pembuatan makalah ini

2
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

I. Konsep Combustio (Luka Bakar)


A. Definisi
Luka bakar (Combustio) adalah suatu bentuk kerusakan atau
kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas, aliran
listrik, radiasi dan bahan kimia. Kulit dengan luka bakar akan mengalami
kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan tergantung
faktor penyebab dan lamanya kontak dengan sumber panas/penyebabnya.
Kedalaman luka bakar dapat mempengaruhi kerusakan/ gangguan
integritas kulit dan kematian sel-sel jaringan kulit (Purwanto, 2016).
Luka bakar adalah kerusakan kulit tubuh yang disebabkan oleh trauma
panas atau trauma dingin (frostbite). Penyebabnya diantaranya adalah
paparan/kobaran api, cairan atau uap panas, sengatan listrik, bahan kimia,
radiasi dan trauma dingin (frostbite) (Kementerian Kesehatan RI, 2019).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa luka bakar
disebabkan oleh kobaran api, bahan kimia, uap panas, listrik, trauma
dingin serta radiasi yang merusak jaringan kulit.

B. Anatomi Fisiologi

Sumber: Haryani, 2012

3
1. Anatomi sistem integumen
Kulit merupakan bagian tubuh yang melapisi seluruh daging dan
organ-organ yang ada di dalamnya. Luas kulit pada manusia rata-rata
dengan berat 10 kg jika ditimbang dengan lemaknya atau 4 kg jika
tanpa lemak, atau beratnya sekitar 16% dari berat badan seseorang
(Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017). Kulit berperan penting dalam
homeostasis tubuh seperti mengontrol suhu, memediasi persepsi
sensori, kandungan air dan garam, mensintesis vitamin dan hormon
membentuk penghalang masuknya mikroorganisme (Kim & Drew,
2021).
Selain itu juga kulit membangun sebuah barier yang memisahkan
organ-organ internal dengan lingkungan luar, dan turut berpartisipasi
dalam berbagai fungsi tubuh vital (Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017).

Menurut Aminuddin et.al (2020) kulit tersusun atas 3 bagian yaitu :


a. Epidermis (lapisan tipis bagian luar)
Ialah lapisan paling luar yang melindungi tubuh dengan ketebalan
yang bervariasi, dimana telapak tangan dan kaki memiliki epidermis
yang paling tebal. Epidermis dari 4 tipe sel yaitu keratinocytes
(90%) yang berfungsi untuk memproduksi keratin sebagai penahan
air, melanocytes bertugas memproduksi melanin yang akan
memberikan warna pada kulit, sel langerhans (macrophages)
berfungsi sebagai sistem respon imun dan Merkel cells yang
bertugas menangkap sensasi sentuhan pada kulit (touch sense) yang
terhubung dengan ujung saraf di lapisan dermis.
b. Dermis
Dermis atau cutan (cutaneus), yaitu lapisan kulit di bawah
epidermis. Dermis terdiri dari kumpulan serat-serat elastis yang
dapat membuat kulit berkerut akan kembali ke bentuk semula dan
serat protein ini yang disebut kolagen. Serat-serat kolagen dikenal
sebagai jaringan penunjang karena berfungsi membentuk jaringan-
jaringan kulit dan keelastisan kulit serta menjaga kekeringan kulit.
Ketika kulit terjadi luka maka dapat menimbulkan cacat permanen,
hal ini terjadi karena kulit jangat tidak memiliki kemampuan
memperbaiki diri sendiri seperti yang dimiliki kulit ari. Di dalam
4
lapisan kulit jangat terdapat

5
dua macam kelenjar yaitu kelenjar keringat (Sudorifera) dan kelenjar
palit (Sebacea) sebagai berikut (Poltekkes Kemenkes Palangkaraya,
2019):
1) Kelenjar keringat
Kelanjar ekrin teletak di seluruh daerah kulit dan terbanyak di
telapak tangan dan tidak terdapat di selaput lendir. Sedangkan
kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat besar yang bermuara
ke folikel rambut, terdapat di papilla mammae dan arreola,
anogenital, dan daerah ketiak. Kelenjar sebaseus teletak disemua
kulit kecuali di plantar pedis, manus dan dorsum pedis.

2) Kelenjar sebasea
berfungsi untuk menghasilkan minyak pada kulit kepala dan
melumasi rambut, paling banyak terdapat di kulit kepala,
kening, muka, dagu
c. Hipodermis
Hipodermis adalah lapisan bawah kulit (fasia superfisialis) yang
terdiri atas jaringan pengikat longgar, komponennya serat longgar,
elastis dan sel lemak. Sel-sel lemak membentuk jaringan lemak pada
lapisan adiposa yang terdapat susunan lapisan subkutan untuk
menentukan mobilitas kulit diatasnya. Bila terdapat lobulus lemak
yang merata, hipodermis membentuk bantal lemak disebut
pannikulus adiposus. Pada daerah perut, lapisan ini dapat mencapai
ketebalan tiga cm, sedangkan pada kelopak mata, penis, dan
skrotum, lapisan subkutan tidak mengandung lemak. Bagian
superfisial hipodermis mengandung kelenjar keringat dan folikel
rambut. Dalam lapisan hipodermis terdapat anyaman pembuluh
arteri, pembuluh vena, dan anyaman saraf yang berjalan sejajar
dengan permukaan kulit di bawah dermis. Lapisan ini mempunyai
ketebalan bervariasi dan mengikat kulit secara longgar terhadap
jaringan di bawahnya
2. Fungsi Kulit
Poltekkes Kemenkes Palangkaraya (2019) menyatakan bahwa, kulit
memiliki beberapa fungsi yang diantaranya adalah :
a. Pelindung atau proteksi. Kulit epidermis terutama lapisan tanduk
6
berguna untuk menutupi jaringan-jaringan tubuh di sebelah
dalam dan melindungi tubuh dari lingkungan luar seperti luka
dan serangan kuman. Lapisan paling luar dari kulit ari
diselubungi dengan lapisan tipis lemak, yang menjadikan kulit
tahan air. Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan luka-luka
kecil, mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh
serta menghalau rangsang-rangsang fisik seperti sinar ultraviolet
dari matahari.
b. Penerima rangsang. Kulit sangat peka terhadap berbagai
rangsang sensorik yang berhubungan dengan sakit, suhu panas
atau dingin, tekanan, rabaan, dan getaran. Kulit sebagai alat
perasa dirasakan melalui ujung-ujung saraf sensasi.
c. Pengatur panas atau thermoregulasi. Kulit mengatur suhu tubuh
melalui dilatasi dan konstriksi pembuluh kapiler serta melalui
respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Pengatur
panas adalah salah satu fungsi kulit sebagai organ antara tubuh
dan lingkungan. Panas akan hilang dengan penguapan keringat.
d. Pengeluaran (ekskresi). Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu
yaitu keringat dari kelenjar kelenjar keringat yang dikeluarkan
melalui pori-pori keringat dengan membawa garam, yodium dan
zat kimia lainnya.
e. Penyimpanan cadangan lemak

C. Klasifikasi
Kim dan Drew (2021) menyatakan untuk menilai luka bakar terdapat
beberapa karakteristik utama diantaranya yaitu:
1. Kedalaman Luka bakar
Noorbakhsh (2021) menjelaskan bahwa menilai klasifikasi luka bakar
penting untuk dipahami karena kedalaman luka bakar merupakan faktor
prognostik yang penting dan mempengaruhi pengobatan. Berikut
klasifikasi luka bakar berdasarkan tingkat keparahan yaitu:
a. Derajat I (superfisial atau epidermal)
luka bakar yang terjadi akibat sinar matahari. Sinar matahari hanya
mengenai epidermis saja dan ditandai dengan eritema (kemerahan).

7
Luka bakar pada lapisan kulit ini tidak melepuh dan kemungkinan

8
akan membuat kulit terkelupas setelah beberapa hari dan tidak
meninggalkan jaringan parut. masa penyembuhan biasanya 2 sampai
3 hari (Kim & Drew, 2021).
b. Derajat II
Luka bakar derajat II terdiri dari 2 macam yaitu
1) II A (ketebalan parsial)
Luka bakar yang melibatkan lapisan atas dermis ditandai dengan
rasa nyeri, kemerahan (eritematosa) dan pucat apabila ditekan.

Luka bakar derajat 2 A dapat membuat kulit melepuh dalam


waktu 24 jam setelah cedera. Sebagian besar luka bakar membaik
dalam waktu 3 minggu
2) Derajat II B (ketebalan parsial dalam)
Kondisi luka yang melebar ke lapisan dermis yang lebih dalam
yang ditandai dengan melepuh dan nyeri ketika ditekan, dan tidak
tampak pucat serta jaringan kulit berwarna merah atau putih.
Penyembuhan luka bakar tanpa komplikasi dapat terjadi dalam 3
hingga 9 minggu. Akan tetapi pembentukan parut dapat terjadi
sehingga menyebabkan jaringan parut patologis (hipertrofik atau
keloid).
c. Derajat III
Luka bakar yang terjadi pada semua lapisan epidermis dan dermis
yang ditandai adanya eskar yang keras dan kasar, tidak nyeri, tidak
melepuh, berwarna hitam, putih, atau merah. Luka bakar dermal
yang dalam membutuhkan eksisi dengan pencangkokan kulit pasien
untuk menyembuhkan luka secara tepat waktu (Jeschke & Gauglitz,
2020).
d. Derajat IV
Yaitu luka bakar yang melibatkan semua lapisan kulit serta struktur
di bawahnya yang dalam seperti otot, tulang, tendon, dan ligament
(Jeschke & Gauglitz, 2020).
3. Derajat keparahan luka bakar
Markiewicz et al (2022) menjelaskan terdapat 3 macam tingkat keparah
luka bakar yaitu :
a. Luka bakar ringan
9
1) derajat 2 pada orang dewasa yang melibatkan kurang dari 15%
permukaan tubuh.
2) derajat 2 pada anak yang kurang dari 10% permukaan tubuh.
3) derajat 2 yang melibatkan kurang dari 2% permukaan tubuh
b. Luka bakar sedang
1) derajat 2 yang menutupi 15-25% permukaan tubuh orang dewasa
2) derajat 2 pada anak yang menutupi 10-20% permukaan tubuh.
3) derajat 3 melibatkan 2-10% permukaan tubuh.
c. Luka bakar berat
1) derajat 2 pada orang dewasa yang mengenai lebih dari 25% luas
permukaan tubuh
2) derajat 2 yang mengenai lebih dari 20% permukaan tubuh pada anak
3) derajat 3 mengenai lebih dari 10% permukaan tubuh.
4) Luka bakar listrik pernapasan, luka bakar yang diperumit oleh
trauma besar lainnya.
5) Luka bakar luas yang melibatkan wajah, mata, telinga, tangan,
kaki, dan perineum.
4. Luas luka bakar
Menurut Jeschke & Gauglitz (2020) menjelaskan bahwa dalam
menentukan luas bakar menggunakan penilaian Rule of Nine diantaranya
sebagai berikut :
a. Dewasa
Pada bagian ekstremitas atas 9%, kepala sampai dengan leher adalah
9% dari TBSA, ekstremitas bawah dan batang anterior dan posterior
masing-masing 18%, genitalia hingga perineum 1% dari TBSA.
b. Anak-anak
Anak anak mempunyai bagian lebih besar dari luas permukaan tubuh
di kepala dan leher, yang dikompensasi oleh luas permukaan yang
relatif lebih kecil di ekstremitas bawah.
c. Bayi
memiliki 21% TBSA di bagian kepala hingga leher dan 13% berada
di kaki, yang secara bertahap mendekati proporsi orang dewasa
dengan bertambahnya usia. Rumus Berkow digunakan untuk
menentukan ukuran luka bakar secara akurat pada anak-anak.
10
D. Etiologi
Agen penyebab luka bakar tersering adalah kontak api secara langsung
yang dipicu atau diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar
seperti gas kompor rumah tangga, bensin, cairan dari pemantik api yang
mengakibatkan luka bakar pada seluruh atau sebagian kulit. Selain itu
penyebab luka bakar lainnya adalah pajanan suhu tinggi dari matahari,
listrik maupun bahan kimia. Bahan kimia ini bisa berupa asam dan basa
kuat (Fauzan, 2021).
Menurut Jeschke et al (2020) menjelaskan bahwa penyebab luka bakar
dibagi menjadi empat bagian yaitu sebagai berikut:
1. Luka bakar termal adalah luka bakar yang disebabkan oleh nyala api
atau minyak panas. Nyala api atau minyak panas dapat langsung
menyebabkan luka bakar yang dalam, sedangkan luka melepuh yang
disebabkan uap panas atau cairan panas luka bakar cenderung tampak
lebih dangkal pada awalnya, karena pengenceran sumber dan energi
yang cepat.
2. Luka bakar listrik adalah luka bakar yang diakibatkan oleh arus listrik,
api dan ledakan yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan dalam
yang lebih besar daripada cedera kulit yang terlihat
3. Luka bakar kimiawi adalah luka bakar yang terjadi akibat pajanan zat
yang bersifat asam maupun basa. Seperti bahan kimia alkali

menyebabkan nekrosis koagulatif dimana cairan tersebut merubah


jaringan menjadi cairan massa kental, sedangkan luka bakar asam
menyebabkan nekrosis koagulasi yaitu di mana arsitektur jaringan mati
dapat dipertahankan
4. Luka bakar radiasi adalah luka bakar yang terjadi akibat pajanan
dengan sumber radioaktif (Fauzan, 2021).

E. Manifestasi Klinis
Menurut Fauzan (2021) tanda gejala yang muncul pada luka bakar yaitu
1. Derajat I
Kerusakan yang terjadi pada epidermis yang ditandai kulit kering
kemerahan, nyeri sedang hingga berat, tidak ada jaringan parut.
2. Derajat II
11
Kerusakan pada epidermis dan dermis terdapat vesikel dan edema
subkutan, luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri,
3. Derajat III
Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah
keputihan dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang rusak
tidak sembuh sendiri.

F. Patofisiologi
Tubuh manusia ketika terjadi trauma jaringan seperti luka bakar akan
merespon pelepasan mediator inflamasi yang disebut dengan sitokin.
Sitokin sendiri dapat menimbulkan reaksi inflamasi sistemik maupun
lokal. Selain itu juga, sel mast akan segera bereaksi ketika tubuh
mengalami trauma jaringan dan melepaskan histamin, yang dapat
meningkatkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas vascular local.
Prostaglandin adalah enzim yang dihasilkan dari asam arakidonat yang
merupakan vasodilator yang dapat meningkatkan permeabilitas kapiler
(pembuluh darah) sehingga pengiriman oksigen ke jaringan yang rusak
meningkat dengan cepat dan kemungkinan berbagai respon inflamasi akan
ke daerah tubuh yang mengalami cedera (Noorbakhsh et al., 2021).

Dalam model Jackson dalam Noorbakhsh et al (2021), patofisiologi luka


bakar terbagi menjadi 3 zona yaitu
1. Zona koagulasi adalah zona atau area yang dekat dengan sumber
trauma jaringan. Ketika paparan panas dengan suhu yang tinggi di zona
ini dapat menyebabkan terjadinya koagulasi protein dan pembatasan
aliran darah yang berdampak pada kerusakan iskemik. Sehingga kulit
dan jaringan bawah yang berada pada zona ini akan mengalami
kematian jaringan (nekrosis) koagulatif dan kehilangan jaringan yang
tidak dapat kembali ke dalam kondisi semula (ireversibel).
2. Zona stasis adalah zona yang ditandai adanya cedera seluler yang
reversible (cidera atau kondisi yang dapat kembali ke kondisi stabil)
karena akibat menurunnya aliran darah. Dalam penanganan luka bakar,
zona ini sangat penting dalam mengembalikan perfusi karena untuk
mencegah luka melebar dan mengurangi kehilangan jaringan
3. zona hiperemia adalah zona yang ditandai dengan adanya peningkatan
12
perfusi perifer akibat berbagai mediator inflamasi, termasuk peningkatan
prostaglandin.

13
Pathway

Sumber : Arif Mutaqin, 2012

14
G. Proses Penyembuhan Luka
Dalam proses penyembuhan cedera jaringan kulit, baik luka ulseratif kronis
(dekubitus, ulkus tungkai), luka traumatis (laserasi, abrasi, luka bakar) atau
luka akibat tindakan bedah, terjadi proses dasar biokimia dan seluler yang
sama (Ariningrum & Subandono, 2017).
Menurut Aminuddin (2020) proses fisiologis penyembuhan luka dibagi
dalam 3 fase yaitu sebagai berikut:
1. Fase Koagulasi dan Inflamasi (0-3 hari).
Koagulasi merupakan respon yang pertama terjadi sesaat setelah luka
terjadi dan melibatkan platelet. Pengeluaran platelet akan menyebabkan
vasokonstriksi. Proses ini bertujuan untuk homeostatis sehingga
mencegah perdarahan lebih lanjut. Fase inflamasi selanjutnya terjadi
beberapa menit setelah luka terjadi dan berlanjut hingga sekitar 3 hari.
Fase inflamasi memungkinkan pergerakan leukosit (utamanya
neutrofil). Neutrofil selanjutnya memfagosit dan membunuh bakteri
dan masuk ke matriks fibrin dalam persiapan pembentukan jaringan
baru.
2. Fase Proliferasi atau Rekonstruksi (2-24 hari).
Apabila tidak ada infeksi atau kontaminasi pada fase inflamasi, maka
penyembuhan selanjutnya memasuki tahapan Proliferasi atau
rekonstruksi. Tujuan utama dari fase ini adalah:
a. Proses granulasi (untuk mengisi ruang kosong pada luka).
b. Angiogenesis (pertumbuhan kapiler baru).
c. Secara klinis akan tampak kemerahan pada luka. Angiogenesis
terjadi bersamaan dengan fibroplasia. Tanpa proses angiogenesis sel-
sel penyembuhan tidak dapat bermigrasi, replikasi, melawan infeksi
dan pembentukan atau deposit komponen matrik baru.
d. Proses kontraksi (untuk menarik kedua tepi luka agar saling
berdekatan).
kontraksi adalah peristiwa fisiologi yang menyebabkan terjadinya
penutupan pada luka terbuka. Kontraksi terjadi bersamaan dengan
sintesis kolagen. Hasil dari kontraksi akan tampak dimana ukuran
luka akan tampak semakin mengecil atau menyatu.

15
3. Fase Remodelling atau Maturasi (24 hari-1 tahun).
Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses
penyembuhan luka. Aktivitas sintesis dan degradasi kolagen berada
dalam keseimbangan. Serabut-serabut kolagen meningkat secara
bertahap dan bertambah tebal kemudian disokong oleh proteinase untuk
perbaikan sepanjang garis luka. Kolagen menjadi unsur yang utama
pada matriks. Serabut kolagen menyebar dengan saling terikat dan
menyatu serta berangsur-angsur menyokong pemulihan jaringan. Akhir
dari penyembuhan didapatkan parut luka yang matang yang
mempunyai kekuatan 80 % dibanding kulit normal.

H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada luka bakar menurut Purwanto (2016)
yaitu :
1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
2. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan
integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan
mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan
meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang
melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada
ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi
iskemia.
3. Adult Respiratory Distress Syndrome
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi
dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda
ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat
mengakibatkan nause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder
akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat
ditandai oleh darah okulta dalam feses, regurgitasi muntah atau vomitus
yang berdarah, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.

16
5. Syok sirkulasi
terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang
terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya
biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status
respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan
darah,curah jantung, tekanan vena sentral dan peningkatan frekuensi
denyut nadi
6. Gagal ginjal akut
Haluaran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusitasi
cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau hemoglobin
terdeteksi dalam urine

I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada luka bakar
menurut Ekawati (2019) sebagai berikut:
1. Hitung darah lengkap: Hb (Hemoglobin) yang turun menunjukkan
adanya pengeluaran darah yang berlebihan sedangkan Hb yang
meningkat lebih dari 15% menunjukkan adanya cedera, Peningkatan
hematokrit menunjukkan hemokonsentrasi sehubungna dengan
perpindahan cairan. Hematokrit dan sel darah merah terjadi sehubungan
dengan kerusakan oleh panas terhadap pembuluh darah.
2. Leukosit: meningkat karena ditandai sebagai adanya respon inflamasi
atau infeksi
3. GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon
monoksida.
4. Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal
mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi
saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5. Natrium Urine: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan, kurang dari 10 mEtAL menduga ketidakadekuatan cairan.

17
6. Alkali Fosfat: peningkatan alkali berkaitan dengan perpindahan cairan
interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7. Glukosa Serum: tingginya kadar glukosa serum menandakan terjadinya
peningkatan respon stress.
8. Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
9. BUN dan Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek
atau luasnya cedera.
11. EKG: pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui adanya tanda
iskemia miokardium dan disritmia

J. Penatalaksanaan
McCann et al (2022) menjelaskan bahwa pertolongan pertama luka bakar
sangat penting dilakukan untuk mencegah cedera yang serius. Luka bakar
harus diatasi di bawah air dingin atau air hangat yang mengalir selama 20
menit sampai dengan 4 jam. Hal ini dikarenakan air dapat menahan
kerusakan jaringan dan menahan luka lebih dalam serta menurunkan
pembentukan bekas luka. Berikut pertolongan pertama sesuai penyebabnya:
1. Luka bakar termal (uap air, kobaran api, air panas, dll)
Prinsip umum pertolongan pertama luka bakar termal (air panas,
kobaran api, uap panas) adalah menggunakan pendekatan memanggil
bantuan, mengkaji lokasi TKP, Bebas dari bahaya, Evaluasi korban,
menghentikan proses pembakaran, dinginkan luka bakar dan menutupi
luka bakar dengan balutan yang tidak melekat (misalnya cling film).
Penggunaan air dingin dapat meningkatkan risiko hipotermia pada
pasien luka bakar karena itu pasien harus segera diselimuti dengan
selimut yangkering dan bersih
2. Luka bakar kimia (alkali)
Pasien luka bakar kimia harus dipindahkan ke area yang aman dari
paparan kimia serta melepaskan semua pakai yang terkontaminasi.
Pertolongan pertama luka bakar kimia harus di irigasi dengan air

18
mengalir atau cairan steril dengan berhati hati agar bahan kimia tidak
masuk ke organ vital seperti mulut, hidung, mata dan telinga). Irigasi
merupakan hal yang penting dalam luka bakar karena dapat
menghilangkan bahan kimia dan menghentikan proses pembakaran.
Dianjurkan pada luka bakar yang terkena asam harus diirigasi selama
45 menit dan luka bakar alkali selama 1 jam.
3. Luka bakar listrik
Sebelum melakukan pertolongan awal pada korban luka bakar listrik
hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan cara menghentikan
arus atau menggunakan isolator. Setelah cara ini selesai, barulah tim
penyelamat atau layanan darurat dapat disiagakan dan survei primer
dan sekunder biasa dapat dimulai. Bahan yang terbakar di tubuh korban
dilepaskan dan diganti dengan seprai bersih untuk mengurangi risiko
kontaminasi pada luka serta untuk menjaga suhu tubuh agar tidak
terjadi hipotermi. Pengobatan rumahan seperti mentega,, lemon, salep
hydrogen, pasta gigi, peroksida atau bawang tidak direkomendasikan
karena dapat merusak jaringan lebih lanjut.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2019) menjelaskan bahwa
terdapat prinsip-prinsip Primary Survey dan Secondary Survey pada trauma
(ATLS) dan resusitasi secara simultan harus diterapkan.
1. Penatalaksanaan Luka bakar 24 jam pertama
Sebelum melakukan pertolongan pertama, petugas medik diharuskan
menggunakan alat pelindung diri untuk melindungi dirinya dari cairan
tubuh, mikroorganisme dan yang lainnya seperti menggunakan goggle
glass, sarung tangan serta baju pelindung khusus sebelum menangani
pasien.
a Primary survey
Lakukan segera identifikasi keadaan yang mengancam jiwa dan
lakukan manajemen emergensi.
1) (Airway) : Penatalaksanaan jalan nafas dan manajemen
trauma cervical
2) (Breathing) : Pernapasan dan ventilasi

19
3) (Circulation: Sirkulasi dengan kontrol perdarahan
4) (Disability): Status neurogenik
5) (Exposure): Pajanan dan Pengendalian lingkungan

Berikut check list dalam mengidentifikasi dan pelaksanaan pasien luka


bakar berat pada survey primer berdasarkan Fundamental Critical Care
Support (FCCS course) oleh Asosiasi Critical Care dunia, Early
Management of Severe Burn course, dan ABC of Burn:

Manajemen Cek Tindakan


Airway Patensi Jalan napas • Berbicara dengan pasien
• Bersihkan jalan nafas dari
benda asing
• Lakukan Chin lift, Jaw thrust
• Hindari melakukan
hiperfleksi dan
hiperekstensi kepala dan
leher
• Kontrol tulang cervical
dengan rigidcollar
Breathing • Periksa tanda dan gejala • Inspeksi dada, pastikan
hipoksia, hiperventilasi dan pergerakan dinding dada
hipoventilasi adekuat dan simetris
• Waspada terhadap pasien • Berikan oksigen 100% high
yangmengalami intoksikasi flow 10-15 liter per menit
karbon monoksida, tampak melalui masker non
cherry pink dan tidak rebreathing
bernafas • jika tetap sesak, lakukan
• Waspada terhadap luka bagging atau ventilasi
bakar yang melingkar pada mekanik
area dada (jika ada
pertimbangkan eskarotomi)

20
Circulation • Tanda – tanda syok • Lakukan penekanan luka
• Cek nadi sentral jika terdapat perdarahan
• Cek Tekanan darah aktif
• Cek Capillary refill • Pasang 2 jalur IV ukuran
(normal kembali <2detik) besar, lebih disarankan pada
• Cek luka bakar daerah yang tidak terkena
melingkar pada area luka bakar
ekstremitas • Jika pasien syok, berikan
(pertimbangkan bolus ringer laktat hingga
escharotomy) nadi radialis teraba
• Ambil sampel darah untuk
pemeriksaan darah lengkap,
analisis gas darah arteri
• Cari dan tangani tanda tanda
klinis syok lainnya yang
disebabkan oleh penyebab
lainnya.
Disability Derajat kesadaran: • Periksa derajat kesadaran
• Periksa respon pupil terhadap
A (Alert): Sadar penuh cahaya

V (Verbal): merespon terhadap • Hati – hati pada pasien


rangsangverbal dengan hipoksia dan syok
karena dapat terjadi
P (Pain): merespon terhadap penurunan kesadaran dan
rangsangnyeri gelisah.

U (Unresponsive): Tidak ada


respon
Exposure Exposure dan kontrol • Exposure dan control
lingkungan lingkungan
• Melepas semua pakaian
dan aksesorisyang melekat
pada tubuh pasien
• Lakukan log roll
untuk melihat
permukaan
posterior pasien
• Jaga pasien tetap dalam
keadaan hangat
• menghitung luas luka
bakar denganmetode
Rules of Nine

21
Fluid Resusitasi cairan yang • Parkland Formula: 3-4 ml
(ResusitasiCairan) adekuat dan x Berat Badan (kg) x %
monitoring TBSA Luka Bakar (+
Rumatan untuk pasien
anak)
• Setengah dari jumlah
cairan diberikan pada 8
jam pertama dan
setengah cairansisanya
diberikan dalam 18 jam
selanjutnya
• Gunakan cairan
Kristaloid (Hartmann
solution) seperti Ringer
Lactate
• Hitung Urine Output tiap
jam
• Lakukan pemeriksaan
EKG, nadi, tekanan
darah, respiratory rate,
pulseoximetry, analisis
gas darah arteri
• Berikan cairan resusitasi
sesuai indikasi
• SIADH (IDAI)
Analgesia Manajemen Nyeri • Berikan morfin
intravena 0,05 – 0,1
mg/kg sesuai indikasi
• Untuk anak
paracetamol cairan
drip(setiap 6 jam)
dengan dosis 10-15
mg/kg BB/kal
Test menyingkirkan kemungkinan X-Ray:
ada cederalain o Lateral cervical
o Thorax
o Pelvis
o Lainnya sesuai indikasi
Tubes • mencegah gastroparesis Pasang
• Dekompresi lambung Nasogastric
Tube(NGT)

22
b Secondary survey
Merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala sampai kaki.
Pemeriksaan dilaksanakan setelah kondisi mengancam nyawa
diyakini tidak ada atau telah diatasi. Tujuan akhirnya adalah
menegakkan diagnosis yang tepat.
1) Riwayat penyakit
Informasi yang harus didapatkan mengenai riwayat penyakit
yang diderita pasien sebelum terjadi trauma:
A (Allergies) : Riwayat alergi
M (Medications) : Obat – obat yang dikonsumsi
P (Past illness) : Penyakit sebelum terjadi
trauma L (Last meal) : Makan terakhir
E (Events) : Peristiwa yang terjadi saat traum
2) Mekanisme trauma
Informasi yang harus didapatkan mengenai interaksi antara pasien
dengan lingkungan:
a) Luka bakar:
• Durasi paparan
• Jenis pakaian yang digunakan
• Suhu dan Kondisi air, jika penyebab luka bakar adalah air
panas

• Kecukupan tindakan pertolongan pertama


b) Trauma tajam:
• Kecepatan proyektil
• Jarak
• Arah gerakan pasien saat terjadi trauma
• Panjang pisau, jarak dimasukkan, arah
c) Trauma tumpul:
• Kecepatan dan arah benturan
• Penggunaan sabuk pengaman
• Jumlah kerusakan kompartemen penumpang
• Ejeksi (terlontar)
• Jatuh dari ketinggian
23
• Jenis letupan atau ledakan dan jarak terhempas
3) Pemeriksaan survei sekunder
a) Lakukan pemeriksaan head to toe examination merujuk pada
pemeriksaan sekunder ATLS course (advanced trauma life
support)
b) Monitoring / Chart / Hasil resusitasi tercatat
c) Persiapkan dokumen transfer
2. Tatalaksana setelah 24 jam pertama
a. Resusitasi Cairan
b. Kebutuhan Nutrisi
c. Perawatan luka bakar
d. Kontrol Infeksi
e. Rehabilitasi

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan data baik data subyektif maupun data
obyektif. Data subyektif didapatkan dari hasil wawancara baik dengan
pasien ataupun orang lain, sedangkan data obyektif diperoleh berdasarkan
hasil observasi dan pemeriksaan fisik

Pengkajian menurut Andini (2021) meliputi :


1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku, bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor registrasi dan diagnosa
medis.
b. Keluhan Utama
Keluhan pada pasien luka bakar diantaranya adalah nyeri, sesak
nafas. Nyeri dapat terjadi dikarenakan adanya kerusakan kulit.
Untuk menilai respon nyeri menggunakan pengkajian nyeri yaitu
paliatif, severe, time, quality (P,Q,R,S,T). Sesak nafas muncul
beberapa jam atauhari setelah pasien mengalami luka bakar yang
disebabkan adanya pelebaran pembuluh darah sehingga timbul
24
penyumbatan saluran

25
nafas bagian atas.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Peristiwa atau gambaran kondisi pasien mulai terjadinya luka bakar
dan penyebabnya. pertolongan awal yang dilakukan keluarga atau
pasien, keluhan pasien selama menjalani perawatan. ada beberapa
fase ketika pasien dirawat yaitu: fase emergency (±48 jam pertama
terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari
/bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang)
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat yang mungkin pernah diderita pasien sebelumnya
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Didalam keluarga pasien apakah memiliki riwayat penyakit
menurun atau memiliki masalah kesehatan yang sama dengan pasien
f. Riwayat Psiko- Sosio- Spiritual
Pengkajian psikologi meliputi status emosi, kognitif, dan perilaku
pasien, pengkajian mekanisme koping pasien terhadap penyakit
yang diderita.

g. Pola Aktivitas sehari hari


1) Pola kebiasaan
Meliputi kebiasaan atau aktivitas pasien selama dirumah dan di
RS yang kemungkinan menimbulkan masalah bagi pasien.
2) Pola tidur dan istirahat
Pola istirahat tidur terganggu atau mengeluh susah tidur karena
merasa tidak nyaman ataupun nyeri pada bagian luka serta
adanya penurunan kekuatan, keterbatasan rentang gerak pada
area yang nyeri
3) Pola eliminasi
Pasien pada pola eliminasi mengeluh susah melakukan seperti
biasa karena nyeri.
4) Pola hubungan dan peran
terjadinya perubahan peran dan hubungan karena terhambatnya
pola aktivitas.
5) Pola persepsi dan konsep diri

26
Pasien merasa tidak berdaya ketika sakit dan punya harapan
untuk sembuh
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan
lemah sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada
48 jam pertama
2) Pemeriksaan fisik head to toe
a) Kepala dan rambut
Untuk mengetahui turgor kulit dan mengetahui adanya lesi atau
bekas luka bakar
Inspeksi: lihat ada lesi atau tidak, warna rambut, edema, dan
penyebaran rambut., grade luka bakar
Palpasi: meraba dan tentukan elastisitas turgor kulit serta
tekstur kasar atau halus, akral dingin/ hangat.

b) Mata
Untuk mengetahui bentuk mata, fungsi mata serta untuk
melihat apakah ada kelainan pada mata.
Inspeksi: lihat warna konjungtiva dan sclera mata (kuning atau
ikterus), pupil isokor, lesi atau adakah benda asing yang
menyebabkan penglihatan terganggu serta bulu mata yang
rontok akibat air panas, bahan kimia atau luka bakar
Palpasi: lihat apakah ada tekanan intra okuler. Apabila ada
maka ketika dilakukan penekanan akan terasa keras, kaji jika
ada nyeri tekan.
c) Hidung
Untuk mengetahui bentuk dan fungsi hidung
Inspeksi: lihat bentuk hidung simetris atau tidak apakah ada
perdarahan, secret atau sumbatan pada hidung
Palpasi: lakukan penekanan apakah ada nyeri tekan pada sinus,
apakah ada nyeri tekan pada pangkal hidung
d) Mulut dan Faring
Untuk mengetahui apakah ada kelainan pada mulut dan faring.

27
Inspeksi: lihat apakah ada kelainan pada bibir (bibir sumbing),
bentuk bibir simetris atau tidak, warna bibir sianosis karena
suplai darah ke otak berkurang, bibir tampak kering karena
intake cairan kurang
Palpasi: ada lesi atau massa pada daerah mulut dengan
melakukan penekanan di daerah pipi, serta kaji jika ada nyeri
tekan.
e) Telinga
Untuk mengetahui fungsi telinga dan melihat apakah ada
kondisi abnormal pada telinga.
Inspeksi: lihat warna daun telinga, bentuk, simetris apakah ada
perdarahan dan serumen yang keluar
Palpasi: lakukan penekanan ringan apakah ada nyeri tekan atau
tidak dan elastisitas kartilago.

f) Leher
Untuk mengetahui fungsi dan apakah ada kelainan pada leher
Inspeksi: lihat warna kulit, bentuk, amati adanya pembesaran ,
amati posisi trakea, dan denyut nadi karotis apakah terjadi
peningkatan
Palpasi: lakukan penekanan pada leher dengan cara
meletakkan kedua tangan di sisi samping leher dan pasien
suruh menelan lalu rasakan apakah ada pembesaran tiroid pada
sisi leher.
g) Dada
Untuk mengetahui bentuk, frekuensi, nyeri tekan, irama
pernafasan dan bunyi paru.
Inspeksi: lihat kesimetrisan dada kanan dan kiri, apakah ada
retraksi dada atau tidak.
Palpasi: apakah ada benjolan serta nyeri tekan, lihat apakah ada
pelebaran pada ictus cordis.
Perkusi: untuk melihat batas normal paru. Auskultasi: untuk
mengetahui bunyi nafas.
h) Abdomen
Untuk mengetahui warna, bentuk perut, peristaltic usus, dan
28
apakah ada nyeri tekan.
Inspeksi: amati bentuk perut, warna kulit, apakah ada
benjolan, dan asites. Auskultasi: dengarkan peristaltik usus
dan hitung apakah ada peningkatan pada bising usus.
Palpasi: apakah ada lesi, dan nyeri tekan. Perkusi: apakah ada
hipertimpani atau tidak.
i) Muskuloskeletal/ Ekstremitas
Untuk mengetahui mobilitas kekuatan otot.
Inspeksi : lihat apakah ada atrofi pada ekstremitas.
Palpasi : lakukan penekanan dan minta pasien untuk memberi
tahanan pada ekstremitas untuk melihat kekuatan otot
j) Pemeriksaan Integumen
Inspeksi: amati warna kulit, kaji adanya lesi dan edema
Palpasi:kelembaban kulit, mengecek suhu kulit dengan cara
membandingkan kedua kaki dan lengan tangan dengan
menggunakan jari, tarik/cubit untuk mengetahui turgor kulit
(normalnya kembali cepat). Wallace membagi tubuh atas
bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan rule of nine
of Wallace yaitu :
- Kepala dan leher :9%
- Lengan masing-masing 9% :18%
- Badan depan 18%, badan bagian belakang :36%
- Tungkai masing-masing 18 :36%
- Genitalia/perineum :1%

B. Analisa Data
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia)
Diagnosis keperawatan ialah suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan
untuk mengidentifikasi respons individu, keluarga dan komunitas
terhadap situasi yang berhubungan dengan kesehatan. Diagnosa
keperawatan terbagi menjadi tiga bagian yaitu diagnosa aktual, risiko,
dan potensial (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

29
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada penderita luka bakar
menurut Purwanto (2016) adalah :
a. Nyeri Akut
b. Gangguan Integritas kulit
c. Resiko Hipovolemia
d. Resiko Infeksi
e. Gangguan Mobilitas Fisik
f. Defisit Nutrisi
g. Resiko perfusi Jaringan
h. Ansietas
2. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan keperawatan yang dilakukan
berdasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
Dari diagnosis diatas intervensi utama yang dapat diberikan adalah :
a. Manajemen nyeri, pemberian analgesik
b. Perawatan Integritas kulit, perawatan luka bakar
c. Manajemen Hipovolemia, Pemantauan Cairan
d. Manajemen Imunisasi/vaksin, Pencegahan Infeksi
e. Dukungan Ambulasi, Dukungan Mobilisasi
f. Manajemen Nutrisi, promosi berat badan
g. Pencegahan syok, perawatan sirkulasi
h. Reduksi Ansietas, Relaksasi

30
C. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA
NO INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
KEPERAWATAN HASIL

31
1 Nyeri Akut (D.0077) Tujuan: (Manajemen Nyeri I.08238)
Definisi: Setelah dilakukan tindakan Observasi
Pengalaman sensorik atau keperawatan 1 x 24 jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
emosional yang berkaitan diharapkan tingkat nyeri durasi, frekuensi, kualitas, intensitas 1. Mengetahui lokasi, karakteristik,
dengan kerusakan jaringan menurun nyeri durasi, frekeuansi, kualitas, dan
actual atau fungsional, dengan 2. Identifikasi skala nyeri intensitas nyeri
onset mendadak atau lambat Kriteria Hasil: 3. Identifikasi faktor yang 2. Mengetahui skala nyeri yang dirasa
dan berintensitas ringan hingga Tingkat nyeri (L.08066) memperberat dan memperingan pasien, skala 1-10
berat yang berlangsung kurang 1. Pasien mengatakan nyeri 3. Dengan mengetahui faktor yang
dari 3 bulan. nyeri berkurang Terapeutik mempengaruhi nyeri mempermudah
Penyebab: Agen pencedera 2. Pasien menunjukkan 4. Berikan teknik nonfarmakologi menentukan tindakan selanjutnya
fisiologis (misal: inflamasi, ekspresi wajah tenang untuk mengurangi rasa nyeri (misal: 4. Teknik nonfarmakologi mampu
iskemia, neoplasma) 3. Pasien dapat TENS, terapi music, biofeedback, mengurangi rasa nyeri
Batasan karakteristik: beristirahat dengan terapi pijat, aromaterapi, teknik 5. Memberikan lingkungan yang
1. Kriteria Mayor: nyaman imajinasi terbimbing, kompres nyaman untuk pasien dalam
a. Subjektif: Mengeluh dingin/hangat, terapi bermain) mengontrol nyeri
nyeri 5. Kontrol lingkungan yang 6. Dapat mengontrol rasa nyeri secara
b. Objektif: Tampak memperberat rasa nyeri (misal: suhu mandiri
meringis, bersikap ruangan, pencahayaan, kebisingan) 7. Teknik nonfarmakologi dapat
protektif (misal: 6. Anjurkan memonitor nyeri secara membantu mengurangi rasa nyeri
waspada, posisi mandiri 8. Membantu mengurangi rasa nyeri
menghindari nyeri), 7. Ajarkan teknik nonfarmakologi 9. Pemenuhan kebutuhan oksigen
gelisah, frekuensi untuk mengurangi rasa nyeri dapat mengurangi rasa nyeri
nadi meningkat, sulit Kolaborasi
tidur 8. Lakukan pemberian hasil
2. Kriteria Minor: kolaborasi pemberian analgetik,
a. Subjektif: Tidak ada jika perlu
b. Objektif: Tekanan 9. Kolaborasi pemberian terapi
darah meningkat, oksigen jika merasa nyeri (Sumber:
pola nafas berubah, jurnal “Asuhan Keperawatan Pada
nafsu makan Pasien Penyakit Jantung Koroner
berubah, proses Dengan Masalag Nyeri Akut”)
berfikir terganggu,

32
menarik diri,
berfokus pada diri
sendiri, diaphoresis
Kondisi klinis terkait:
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom coroner akut
5. Glaucoma
2 Perfusi perifer tidak efektif Tujuan: Pemantauan tanda vital (I.02060)
(D.0009) Setelah dilakukan tindakan Observasi
Definisi: Penurunan sirkulasi keperawatan 3 x 24 jam 1. Monitor tekanan darah 1. Mengetahui adanya tanda tanda
darah pada level kapiler yang diharapkan perfusi perifer 2. Monitor nadi (frekuensi, kekuatan, syok
dapat mengganggu metabolism meningkat irama) 2. Peningkatan tekanan darah
tubuh. 3. Monitor pernafasan (frekuensi, menunjukan tanda-tanda syok
Penyebab: Peningkatan Kriteria Hasil : kedalaman) 3. Pernafasan yang cepat dan dangkal
tekanan darah Perfusi Perifer (L.02011) 4. Monitor suhu tubuh adalah tanda tanda syok
Kondisi klinis terkait 1) Nadi perifer teraba kuat 5. Identifikasi penyebab perubahan 4. Suhu tubuh yang dingin
a) Tromboflebitis 2) Akral teraba hangat tanda vital menunjukkan tanda tanda syok
b) Diabetes mellitus 3) Warna kulit tidak pucat 6. Melakukan penilaian komperhensif 5. Perubahan tanda vital bisa terjadi
c) Anemia 4) Capillary refill normal < dari sirkulasi perifer, misal: karena pasien mengalami
d) Gagal jantung kongestif 2 detik (sumber: NOC) memeriksa denyut nadi perifer, perdarahan atau syok
e) Kelainan jantung edema, capillary refill, warna dan 6. Capillary refill diatas 2 detik
kongenital suhu (Sumber: NIC) menunjukan tanda tanda syok
f) Thrombosis arteri Terapeutik 7. Untuk mengetahui perkembangan
g) Varises 7. Pantau dan catat kondisi pasien pasien
h) Thrombosis vena dalam Edukasi 8. Menambah informasi pasien
i) Sindrom kompartemen 8. Jelaskan tujuan dan prosedur 9. Kolaborasi dengan cara pemberian
pemantauan cairan ataupun transfusi darah
9. Lakukan hasil kolaborasi dengan
dokter
3 Defisit nutrisi b.d Tujuan : Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (I. 03119)
peningkatan kebutuhan asuhan keperawatan 3 x 24 1. Identifikasi status nutrisi 1. Membantu untuk menentukan diet
metabolisme (D.0019) jam maka diharapkan status 2. Identifikasi kebutuhan kalori dan yang tepat untuk pasien
Definisi : defisit nutrisi Asupan nutrisi dapat membaik. jenis nutrien 2. Membantu dalam pemberian jenis

33
nutrisi tidak cukup untuk Kriteria hasil : 3. Monitor asupan makanan diet yang tepat

34
memenuhi kebutuhan Status nutrisi membaik (L. 4. Monitor berat badan 3. Memastikan kebutuhan pasien
metabolisme. 03030) 5. Monitor adanya mual dan muntah terpenuhi
a. Gejala dan Tanda Mayor 1. Porsi makan yang 6. Ajarkan diet yang di programkan 4. Penurunan berat badan
1) Subjektif : (tidak dihabiskan cukup 7. Kolaborasi pemberian medikasi menandakan kebutuhan nutrisi
tersedia) meningkat sebelum makan (mis. pereda nyeri, pasien tidak tercukupi
2) Objektif : Berat badan 2. Pengetahuan tentang antiemetik), jika perlu 5. Mual muntah dapat menyebabkan
menurun minimal 10% pilihan makanan yang penurunan nafsu makan
dibawah rentang ideal. sehat 6. Memastikan pasien agar teratur
b. Gejala dan Tanda Minor 3. Pengetahuan tentang mengkonsumsi diet yang telah di
1) Subjektif : Nafsu pilihan minuman yang programkan
makan menurun sehat 7. Membatu pasien untuk menerima
2) Objektif : Membran 4. Perasaan cepat kenyang diet yang disediakan
mukosa pucat, Diare menurun
Kondisi klinis terkait : 5. Berat badan cukup
1) Stroke membaik
2) Parkinson 6. Indeks massa tubuh
3) Mobius syndrome cukup membaik
4) Luka bakar 7. Nafsu makan membaik
5) Kanker
6) AIDS

35
4 Hipovolemia (D.0023) Tujaun : setelah dilakukan Observasi
Definisi : Peningkatan volume asuhan keperawatan 3 x 24 1. Monitor status kardiopulmonal 1. Takikardi, peningkatan frekuensi
cairan intravaskular, jam diharapkan hypovolemia (frekuensi dan kekuatan nadi, nafas, penurunan tekanan darah
interstisial, dan / atau dapat teratasi frekuensi napas, TD, MAP) adalah tanda tanda syok
intraselular. Kriteria hasil: 2. Monitor status oksigenasi 2. Memastikan oksigenasi terpenuhi
Penyebab: Status cairan membaik (oksimetri nadi, AGD) 3. Mengidentifikasi adanya tanda
1. Kehilangan cairan aktif (L.03028) 3. Monitor status cairan (masukan tanda syok
2. Kegagalan mekanisme 1. Kekuatan nadi dan haluaran, turgor kulit, CRT) 4. Kesadaran pasien bisa saja
regulasi meningkat 4. Periksa tingkat kesadaran dan menurun jika mengalami syok
3. Peningkatan 2. Output urin meningkat respon pupil 5. Pada pasien luka bakar sering
permeabilitas kapiler 3. Membran mukosa Terapeutik terjadi penyempitan saluran nafas
4. Kekurangan intake cairan lembab meningkat 5. Pertahankan jalan napas paten 6. Untuk menghentikan perdarahan
5. Evaporasi 4. Ortopnea menurun 6. Lakukan penekanan langsung 7. Pemasangan IV 2 jalur dengan
Kondisi Klinis Terkait: 5. Dispnea menurun (direct pressure) pada perdarahan tujuan pemenuhan cairan
Penyakit Addison 6. Frekuensi nadi eksternal 8. Mengetahui jumlah intake dan
Trauma/pendarahan membaik 7. Pasang jalur IV berukuran besar output pasien

36
Luika bakar 7. Tekanan darah (mis: nomor 14 atau 16) 9. Pengambilan sampel darah untuk
membaik 8. Pasang kateter urin untuk menilai pemeriksaan darah dan persiapan
8. Turgor kulit membaik produksi urin sampel jika pasien butuh transfuse
9. Ambil sampel darah untuk 10. Pemenuhan cairan
pemeriksaan darah lengkap dan 11. Pemenuhan cairan
elektrolit 12. Jika pasien kehilngan banyak darah
Kolaborasi perlu dilakukan transfusi
10. Kolaborasi pemberian infus cairan
kristaloid 1 – 2 L pada dewasa
11. Kolaborasi pemberian infus cairan
kristaloid 20 mL/kgBB pada anak
12. Kolaborasi pemberian transfusi
darah, jika perlu

37
5 Gangguan Mobilitas Fisik Tujuan: Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi (I.05173)
(D.0054) asuhan keperawatan 3 x 24 Observasi
Definisi: Keterbatasan dalam jam mobilitas fisik 1. Identifikasi adanya nyeri atau 1. Nyeri dapat menyebabkan gangguan
gerakan fisik dari satu atau meningkat keluhan fisik lainnya dalam mobilisasi
lebih ekstremitas secara Kriteria Hasil: 2. Identifikasi toleransi fisik 2. Mengidentifikasi kemungkinan
mandiri Mobilitas Fisik meningkat melakukan pergerakan kerusakan secara fungsional dan
Penyebab : (L.05042) 3. Monitor frekuensi jantung dan mempengaruhi intervensi yang akan
1. Kerusakan integritas 1. Pergerakan ekstremitas tekanan darah sebelum memulai dilakukan
struktur tulang meningkat mobilisasi 3. Memantau agar tidak terjadi
2. Ketidakbugaran fisik 2. Kekuatan otot 4. Monitor kondisi umum selama kelelahan berlebih saat sesudah
3. Penurunan kendali otot meningkat melakukan mobilisasi melakukan mobilisasi
4. Penurunan massa otot 3. Rentan gerak (ROM) Terapeutik 4. Melihat adanya perkembangan
5. Penurunan kekuatan otot meningkat 5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi aktivitas sehari-hari
6. Kekakuan sendi 4. Nyeri menurun dengan alat bantu (mis: pagar 5. Memudahkan pasien pada saat
7. Keengganan melakukan 5. Kaku sendi menurun tempat tidur) melakukan mobilisasi
pergerakan 6. Gerakan terbatas 6. Libatkan keluarga untuk membantu 6. Membantu dan memotivasi pasien
8. Gangguan sensoripersepsi menurun pasien dalam meningkatkan melakukan mobilisasi untuk
Kondisi Klinis Terkait: 7. Kelemahan fisik pergerakan menghindari pasien jatuh
1. Stroke menurun Edukasi 7. Perubahan posisi yang teratur dapat
2. Cedera medula spinalis 7. Jelaskan tujuan dan prosedur meningkatkan sirkulasi pada seluruh
3. Trauma mobilisasi tubuh
4. Fraktur 8. Anjurkan melakukan mobilisasi 8. Perubahan yang lambat sering kali

38
5. Osteoarthirtis dini melibatkan trauma kepala,
6. Ostemalasia 9. Ajarkan mobilisasi sederhana yang keterlibatan pasien dalam
7. Keganasan harus dilakukan (mis: duduk di perencanaan dan keberhasilan
tempat tidur, duduk di sisi tempat intervensi
tidur, pindah dari tempat tidur ke 9. Perpindahan perlahan dapat
kursi) membantu melatih otot untuk kuat
melakukan aktivitas.

39
6 Gangguan integritas kulit/ Tujuan: setelah dilakukan Perawatan Luka( I.14564 )
jaringan (D.0129) asuhan keperawatan 24 jam Observasi
Definisi : Kerusakan kulit maka diharapkan integritas 1. Monitor karakteristik luka (mis: 1. Untuk mengetahui kondisi luka
(dermis dan/atau epidermis) kulit dan jaringan dapat drainase,warna,ukuran,bau 2. Kemerahan dan gatal adalah tanda
atau jaringan (membran meningkat. 2. Monitor tanda –tanda infeksi terjadinya infeksi
mukosa, kornea, fasia, otot, Kriteria hasil : Terapiutik 3. Membuka dengan perlahan agar
tendon, tulang, kartilago, Integritas Kulit Meningkat 3. lepaskan balutan dan plester secara tidak mengenai luka
kapsul sendi dan /atau ligamen (L.14125) perlahan 4. Mempercepat penyembuhan luka
Penyebab 1. Perfusi jaringan cukup 4. Bersihkan jaringan nekrotik 5. Membatu dalam proses
1. Perubahan sirkulasi meningkat 5. Berikan salep yang sesuai di kulit penyembuhan luka
2. Perubahan status nutrisi 2. Kerusakan jaringan /lesi, jika perlu 6. Memasang balutan yang tidak
(kelebihan atau menurun 6. Pasang balutan sesuai jenis luka sesuai dapat memperburuk luka
kekurangan) 3. Kerusakan lapisan kulit 7. Pertahan kan teknik seteril saaat 7. Mencegah terjadinya infeksi
3. Kelebihan/kekurangan menurun perawatan luka 8. Membantu dalam proses
volume cairan 4. Nyeri, perdarahan, 8. Berikan suplemen vitamin dan penyembuhan luka
4. Penuruna mobilitas kemerahan, hematoma mineral (mis vitamin A,vitamin 9. Menambah informasi terkait luka
5. Bahan kimia iritatif menurun C,Zinc,Asam amino),sesuai yang diderita
6. Suhu lingkungan yang 5. Nekrosis menurun indikasi 10. Membantu percepat proses
ekstrem 6. Sensasi dan tekstur Edukasi penyembuhan luka
7. Faktor mekanis (mis. membaik 9. Jelaskan tandan dan gejala infeksi 11. Mempersiapkan pasien untuk dapat
penekanan pada 10. Anjurkan mengonsumsi makan melakukan perawatan luka ketika
tonjolan tulang,gesekan) tinggi kalium dan protein sudah pulang kerumah
8. Efek samping terapi 11. Ajarkan prosedur perawatan luka 12. Prosedur debridement adalah
radiasi secara mandiri tindakan yang dilakukan untuk
Kolaborasi membersihkan jaringan mati yang
12. Kolaborasi prosedur terdapat diluka sehingga
debridement(mis: enzimatik mempercepat proses penyembuhan
biologis mekanis,autolotik), jika luka
perlu 13. Mencegah infeksi

40
13. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu

7 Risiko Infeksi (D. 0142) Tujuan: Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi (I.14539)
Definisi: Berisiko mengalami asuhan keperawatan 3 x 24 1. Observasi tanda-tanda 1. Sebagai tindakan yang akan
peningkatan terserang jam diharapkan resiko peradangan pada daerah luka dilanjutkan untuk mencegah infeksi.
organisme patogenik infeksi tidak terjadi bakar. 2. Untuk mencegah terjadinya infeksi.
Faktor Risiko : Kriteria hasil: 2. Jaga kebersihan balutan. 3. Untuk mencegah infeksi dan
1. Penyakit Kronis Tingkat infeksi menurun 3. Ganti balutan sesering mungkin. cepatnya penyembuhan luka.
2. Efek prosedur Infasif (l. 14137) 4. Observasi TTV: TD, N, S, P tiap 4. Merupakan indikator dini proses
3. Malnutrisi 1. Demam menurun 4 jam. infeksi.
4. Peningkatan paparan 2. Kemerahan menurun 5. Jaga kebersihan alat tenun. 5. Untuk mencegah timbulnya bakteri
organisme patogen 3. Nyeri menurun yang mengakibatkan infeksi
lingkungn 4. Bengkak menurun
5. Ketidakadekuatan 5. Kadar sel darah putih
pertahanan tubuh perifer : membaik

41
D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
menuju status kesehatan yang baik/optimal. Pelaksanaan tindakan merupakan
realisasi dari rencana/intevensi keperawatan yang mencakup perawatan
langsung atau tidak langsung.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk mengetahui
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai. Evaluasi ini dilakukan
dengan cara membandingkan hasil akhir yang teramati dengan tujuan dan
kriteria hasil yang dibuat dalam rencana keperawatan

42
BAB IV
TINJAUN KASUS

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

NAMA MAHASISWA : Surya Rianto Kusuma NIM : 191913017


RUANGAN / UNIT : IGD TANGGAL : 19 Desember 2022

DIAGNOSA MEDIK : Luka Bakar ( elektrikal injury )

TANGGAL : 19 Desember 2022 JAM : 14 : 00

ANAMNESA : Allo Anamnesa

 Auto Anamnesa

I. IDENTITAS
KLIEN :
Nama (initial) : Tn. F
Tanggal Lahir / Usia : 27 /08 /1991 ( 31 ) Hari/Bulan/Tahun.
Status Perkawinan : Menikah
Warga Negara : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh bangunan
Alamat Rumah : Tanjungpinang

PENGANTAR :
Nama : Tn. A
Hubungan Dengan Klien : Saudara
Alamat : Tanjungpinang

II. TRIAGE :
 Gawat Darurat (Klien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat / akan menjadi gawat dan terancam nyawa atau
anggota badan menjadi cacat bila tidak mendapat pertolongan secepatnya).
Gawat (Klien dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat).
Darurat (Klien mengalami musibah yang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota badannya).

Tidak Gawat Tidak Darurat (Kondisi sakit biasa, tidak terjadi tiba-tiba, tidak mengancam nyawa / menjadi cacat
bila tidak mendapat pertolongan secepatnya).

43
RIWAYAT :
Klien mengatakan tidak memiliki penyakit bawaan sebelumnya
KELUHAN MASUK :
Klien mengatakan sesak, nyeri pada ekstremitas bawah dan lemas karena tersetrum listrik dan jatuh ke
bawah ketika bekerja.
RIWAYAT PENYAKIT :
Klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit
RIWAYAT ALERGI :
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi

44
45
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT.

PENGKAJIAN (*) DIAGNOSA TUJUAN IMPLEMENTASI EVALUASI


KEPERAWATAN
(*)
JAM NAM
A
A. AIRWAY (JALAN Bersihan jalan
NA-FAS) nafas tidak
Sumbatan efektif b.d
Benda asing. ____________
Sputum. _____
Cairan. ______________
Lidah jatuh. ___
Tidak ada. ____________
_____

Pola nafas tidak


efektif
b.d_________
______
______________
___
______________
___

42
PENGKAJIAN (*) DIAGNOSA TUJUAN IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN
(*)
JAM NAMA
C. BREATHING  Pola nafas tidakSetelah Pemantauan S : Klien
(PERNAFASAN) efektif b.d dilakukan respirasi mengatakan
Inspeksi : Hambatan asuhan  Monitor sesaknya
Tampak dada upaya nafas keperawata frekuensi, berkurang
klien simetris, n 1x4 jam irama, O :
tidak ada diharapkan 1. RR 21 x/
kedalaman
kelainan bentuk pola nafas menit
dan tidak ada membaik, dan upaya
( irama
jejas. dengan nafas
nafas
Frekuensi nafas : kriteria hasil 1. RR 24 x/
24 x/menit. : normal )
menit
Batuk :  frekuen 2. Posisi
( irama
Produktif. si nafas pasien
nafas
Non produktif. membai semi
normal )
Tidak ada. k fowler
Nafas : 2. Tidak ada
3. Tidak ada
 Sesak. suara
suara
Retraksi dada. nafas
nafas
Apnoe. tambahan
Tidak ada. tambahan
3. Suara
4. Terpasan
nafas
Auskultasi g o2
vesikuler
Suara Nafas : nasal
Vesikuler 4. Spo2 :
canile 5
Wheezing. 96 %
liter/menit
Ronchi.
5. Suara
Rales.
Tidak ada. nafas
vesikuler
Perkusi 6. Spo2 : 96
Pekak. %
 Sonor. A : Pola nafafs
Timpani. tidak efektif
P :Pemantauan
Redup. Respirasi
1. Informasi
kan
Palpasi
pemantau
 Vokal
an
Fremitus
Nyeri. respirasi (
jika
Tidak ada. perlu )
2. Pemanta
uan
Respirasi

43
Gangguan
pertukaran gas
b.d_________
___
______________
___
______________
___

Perubahan perfusi
jaringan:
otak/perifer/
cardiopulmone
r (*)
b.d_________
______
______________
___
______________
___

PENGKAJIAN (*) DIAGNOSA TUJUAN IMPLEMENTASI EVALUASI


KEPERAWATAN
(*)
JAM NAMA
F. CIRCULATION Penurunan curah
(SIRKULASI) jantung
Suhu : 36,7 C. b.d________
TD : 149 / 81 ____________
mmHg. _____
HR : 101 X/menit. ______________
Nadi : 101 X/menit. ___
Lemah. ____________
 Kuat. _____
Tidak teraba.

Turgor Kulit :
 Baik.
Sedang. Gangguan
Buruk. keseimba-ngan
cairan dan
Mata Cekung : elektrolit
Ya. b.d_______
 Tidak. ______________
___
______________
Sianosis. ___
 Capillary refill
< 3 detik. Hipertermia
Ekstremitas b.d____
dingin. ______________
Mual. ___
Muntah. ______________
___
44
Nyeri kepala.
Perdarahan :____
__cc.
Melalui :________
____
______________
_____
Nyeri dada
menjalar Syok hipovolemik/
ke__________ hemoragik/car
_______ diogenik
b.d_________
______
______________
Pem. ___
Laboratorium : ______________
Darah Rutin : ___
Hb :_____ Ht :
______
Leukosit :
__________
Trombosit :___
_______
LED :_______  Nyeri b.d AgenSetelah Manajemen Nyeri S:
_______ cidera fisik dilakukan 1. Mengkaji  Klien
Serum asuhan nyeri mengat
Elektrolit : keperawata pasien akan
______________ n 1x4 jam
P : luka masih
_____ diharapkan
terkena merasa
______________ pola nyeri
listrik nyeri
______ berkurang,
Q : nyeri terasa
dengan  Klien
terbakar
kriteria hasil mengat
R : nyeri hanya
: akan
dikaki
AGD : kanan nyeri
pH :_________ 1. Klien
S : skala nyeri seperti
____ mengat 8 terbakar
PCO2 :_________ akan T : nyeri terus
____  Klien
nyeri menerus
PO2 :_________ 2. Mengajarka mengat
berkura
____ n teknik akan
ng
HCO3 :_________ relaksasi skala
2. Klien
____ nyeri
menunj napas
SaO2 :_________ berkura
____ ukkan dalam
untuk ng
ekspres
Lain-lain : mengalihka menjadi
i wajah
____________ n rasa nyeri 7
tenang
______ 3. Melakukan O:
3. Klien
______________ kolaborasi  Klien
dapat
____ tampak
beristira pemberian
______________ meringi
____ hat analgetik
ketorolac s
dengan
kesakita
tenang
n
 Tampak
luka
pada
kaki
45
kanan
klien
 TD :
140/80
mmHg
S

A : Nyeri akut
P : Manajemen
nyeri

PENGKAJIAN (*) DIAGNOSA TUJUAN IMPLEMENTASI EVALUASI


KEPERAWATAN
(*)
JAM NAM
A
I. DISABILITY Injuri b.d
Kesadaran __________
(GCS) : ______________
M : ____ V :____ ___
E :____ ____________
Pupil : _____
 Isokhor.
Anisokhor.

Refleks Cahaya :
 Positif.
Negatif.

J. EXPOSURE  GangguanSetelah Perawatan Luka S : klien


Pemeriksaan secara integritas kulit dilakukan 1. Mengkaji mengatakan
Head to Toe. b.d faktor asuhan luka klien luka pada kaki
Jejas pada daerah : mekanis keperawata  Luk kanan
Luka pada kaki n 1x4 jam O:
a
kanan karena diharapkan  Tampak
integritas tam
terkena benturan luka
jatuh dari kulit pak
pada
ketinggian 2 meningkat mer
kaki
meter berkurang, ah
dengan kanan
 Luk
kriteria hasil klien
a
:  Luka
46
1. Perfusi tam tampak
jaringan pak bersih
mening ben  Tidak
kat gka ada
2. Kerusa k pus/nan
kan 2. Menjelaskan ah
jaringan tanda dan  Luka
menuru gejala tampak
n infeksi basah
3. Nyeri, 3. Mengajarka A : integritas kulit
pendar n prosedur teratasi
ahan, perawatan sebagian
kemera luka secara P : intervensi
dilanjutkan
han mandiri
 Berikan
menuru
saleb
n
sesuai
jenis
luka
 Berikan
suplem
en dan
vitamin
dan
mineral

PENGKAJIAN (*) DIAGNOSA TUJUAN IMPLEMENTASI EVALUASI


KEPERAWATAN
(*)
JAM NAM
A
K. FLUID / FOLLEY Perubahan pola
CATHETER elimi-nasi;
Pemasangan retention /
Catheter. inkon-tinentia
Urine yang b.d_________
Keluar: ______________
_________ ___
cc. ____________
_____
Warna Urine :
______________
____

L. GASTRIC TUBE Perubahan nutrisi;


Pemasangan kurang dari
NGT. kebutuhan
Cairan lambung tubuh
yang Keluar: b.d_________
_________ _
cc. ______________
___
Warna cairan ______________
Lambung: ___
______________
47
____

GOING TO :
Intensive Care
Unit.
Rawat Inap.
Kamar Operasi.
Rujuk ke RS
Lain.
 Pulang.
Meninggal.

KESIMPULAN

48
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakkan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber proses seperti api ,air panas , bahan kimia , listrik
dan radiasi . luka bakar dibagi menjadi 4 grade dan ada 3 cara penentuan derajat luka
bakar yaitu palmar surface , wallace rules of nine serta lund and bowder chart . luka
bakar dapat disebabkan api , luka bakar kontak ( terkena rontok , solder atau alat-alat
memasak ) air panas ,uap panas ,gas panas ,listrik semburan panas dan pemeriksaan
penunjang mencakup pemeriksan darah, sradiologi tes dengan fiberopatic
bronschoscopy terutama untuk luka bakar inhalasi .

49
50
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, R.W., Saragih, L. dan Eka, N.L.P., 2019. Pengaruh Topikal Ekstrak
Gel Lidah Buaya Aloe Vera Konsentrasi 10% dan 20% Terhadap
Gambaran Makroskopis Luka Bakar Grade II Pada Tikus Rattus
Novergicus Galur Wistar. Jurnal Keperawatan Terapan, 5(1), hh.53–64.
Antia, 2019. Klasifikasi Karakteristik Pasien dan Waktu Penyembuhan Luka di
Rawat Jalan. IJONHS, 4(1), hh.1–6.
Arifin, J., 2014. Intensif Budidaya Lidah Buaya Usaha dengan Prospek Yang
Kian Berjaya. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Astawan, M., 2008.
Sehat Dengan Hidangan Hewani. Jakarta : Penebar Swadaya.
Avachat, A., Dash, R. dan Shrotriya, S., 2011. Recent Investigations of Plant
Based Natural Gums and Mucilages in Novel Drug Delivery Systems.
Indian journal of pharmaceutcal education and research.
Benítez, J.M. dan Montáns, F., 2017. The mechanical behavior of skin: Structures
and models for the finite element analysis. Computers & Structures, 190,
hh.75–107.
Bittner, E.A., Shank, E., Woodson, L. dan Martyn, J.A.J., 2015. Acute and
Perioperative Care of the Burn-injured Patient. Anesthesiology, 122(2).
https://doi.org/10.1097/ALN.0000000000000559.
Chu, D.H., 2013. Overview of Biology, Development, and Structure Of The Skin.
In: Fitzpatrick’s dermatology in General Medicine, 8th ed. Mc Graw Hill
Medical.hh.58–75.
Herlianita, R., Ruhyanudin, F., Wahyuningsih, I., Husna, C. H. Al, Ubaidillah, Z.,
Theovany, A. T., & Pratiwi, Y. E. (2020). Pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap sikap dan praktik pada pertolongan pertama
penanganan luka bakar. Holistik Jurnal Kesehatan, 14(2), 163–169.
https://doi.org/10.33024/hjk.v14i2. 2825
Kattan, A., Alshomer, S., & Alhujayri, A. (2016). Current Knowledge Of Burn
Injury First Aid Pratices And Applied Traditional Remediest : a
Nationwide Survey. Burns And Trauma. 4, 1–7. Khambali, I. (2017).
Manajemen Penanggulangan Bencana.
Andi. Murti, Kuswana VindaKuliah, M. (2019). Pengaruh Metode Pendidikan
Kesehatan Demonstrasi Dengan Media Short Education Movie (SEM)
Terhadap Perilaku Perawatan Luka Pada Anak Usia Sekolah (Issue
April).
Rineka Cipta. Notoadmodjo. (2014). Konsep Pengetahuan Dan Sikap. Rineka
Cipta. RI, K. (2017). Buku Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis
Kesehatan Akibat Luka Bakar.
Kemenkes RI. Rifandani, B. (2020). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang
Luka Bakar
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(edisi 1). Jakarta: DPP PPNI. 108
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai