2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas
anugerah-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang merupakan
tugas dari mata kuliah Konsep Dasar Keperawatan dalam pembuatan makalah
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diagnosa Combustio Dengan
Gangguan Pemenuhan Rasa Aman Dan Nyaman”. Kami sampaikan terimakasih
kepada Bapak Ns. Agus Ari Pratama, S,Kep.,M.Kep selaku dosen pengampu mata
kuliah dan semua pihak yang turut membantu proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari dalam makalah ini masih begitu banyak kekurangan dan
kesalahan baik dari isinya maupun struktur penulisannya, oleh karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran positif untuk perbaikan dikemudian hari.
Penulis
i
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Combustio .................................................................................... 3
2.2 Klasifikasi Combustio ................................................................................ 3
2.3 Penyebab Combustio.................................................................................. 5
2.4 Patofisiologi Combustio ............................................................................. 6
2.5 Manisfestasi Klinis .................................................................................... 7
2.6 Pathway Combustio ................................................................................... 8
2.7 Pemeriksaan Penunjanng ........................................................................... 9
2.8 Komplikasi ................................................................................................ 9
2.9 Penatalaksanaan Medis .............................................................................. 10
2.10 Asuhan Keperwatan Pasien Combustio ................................................... 13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 32
3.2 Saran........................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luka bakar (combustio) merupakan salah satu trauma yang sering terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Luka bakar tidak hanya akan mengakibatkan
kerusakan kulit, tetapi juga sangat mempengaruhi seluruh sistem tubuh pasien.
Luka bakar disebabkan oleh kontak dengan sumber panas seperti api, air panas,
bahan kimia, listrik dan radiasi yang mengakibatkan kerusakan atau kehilangan
jaringan tubuh. Ditinjau dari penyebabnya, sebagian besar cedera luka bakar
disebabkan oleh api 40%, air panas 30%, listrik 4%, bahan kimia 3%, dan
sisanya oleh sumber panas yang lain seperti sinar ultraviolet, laser dan lain-
lain.
Saat ini luka bakar telah meningkat menjadi penyebab utama morbiditas dan
mortalitas di negara yang berpenghasilan rendah hingga menengah. Lebih dari
90% insiden luka bakar terjadi di negara yang berpendapatan rendah hingga
menengah. Selain itu, luka bakar menduduki peringkat keempat di antara
semua cedera. Luka bakar menyebabkan morbiditas dan mortalitas dan
menghasilkan kerugian pada aspek fisik, psikologis dan ekonomi yang
besar.5,6,7 Tidak hanya berakibat fatal bagi penderita tetapi juga menyebabkan
beban keuangan yang besar terhadap sistem pelayanan kesehatan yang
dikarenakan besarnya jumlah sumber daya yang diperlukan untuk perawatan.
Status sosial ekonomi yang rendah, kondisi hidup yang buruk, buta huruf,
kepadatan penduduk, dan tingkat keamanan memasak yang rendah adalah
faktor risiko yang sering dikaitkan dengan luka bakar
Kasus yang kami dapatkan dengan pasien luka bakar karena sengatan listrik
dan mengalami sesak napas, tekanan darah normal, suhu tubuh normal, dan
nadi normal. Pasien juga mengatakan tidak atau belum pernah mengalami luka
bakar, sehingga dengan kondisinya saat ini kebutuhan pemenuhan kebutuhan
rasa aman dan nyaman tidak terpenuhi, pasien juga belum pernah dirawat dan
tidak memiliki alergi terhadap obat.
1
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, terdapat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari combustio?
2. Apa saja klasifikasi combustio?
3. Apa saja penyebab terjadinya combustio?
4. Bagaimana patofisiologi terjadinya combustio?
5. Bagaimana manifestasi klinisnya?
6. Bagaimana pathway dari combustio?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus combustio?
8. Bagaimana komplikasi pada pasien combustio?
9. Bagaimana penatalaksanaan medis pada pasien combustio?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien combustio?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas, terdapat tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari combustio
2. Untuk mengetahui klasifikasi combustio
3. Untuk mengetahui penyebab terjadinya combustio
4. Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya combustio
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis combustio
6. Untuk mengetahui pathway dari combustio
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada kasus combustio
8. Untuk mengetahui komplikasi pada pasien combustio
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis pada pasien combustio
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien combustio
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
melibatkan penghancuran seluruh lapisan kulit dan biasanya memerlukan
intervensi bedah untuk memastikan penyembuhan luka yang tepat.
Sedangkan klasifikasi berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan akibat
luka bakar, dibagi menjadi tiga: superficial skin burns, partial thickness skin
burns, dan full thickness skin burns. Superficial skin burns biasanya adalah
luka bakar yang disebabkan oleh api, sinar matahari, maupun cairan serta
uap panas. Luka bakar ini tergolong luka bakar ringan (minor burns) dan
merupakan luka bakar yang paling sering terjadi dalam kehidupan sehari-
hari (Brunner&Suddart, 2015).
4
d. Luka Bakar Derajat III
Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam
sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit
mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai
bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai
berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan
dermis yang dikenal sebagai esker. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang
sensasi karena ujung-ujung 12 sensorik rusak. Penyembuhan terjadi
lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan dan timbul parut menebal
(Siti, Sauma A., 2008).
2.3 Penyebab Combustio
Cedera listrik terjadi ketika tubuh manusia bersentuhan dengan
sumber listrik, baik secara langsung maupun melalui bahan yang bersifat
konduktor. Misalnya, seorang pekerja utilitas mungkin terjatuh dari truk
ember dan secara naluriah mengambil kabel listrik untuk menangkap
dirinya sendiri, sehingga menyebabkan cedera listrik; alternatifnya, pekerja
mungkin memegang tiang yang bersentuhan dengan kabel listrik, sehingga
menyebabkan dia mengalami cedera listrik. Yang lebih umum, seseorang
menjadi korban cedera listrik di rumah, seperti ketika kabel listrik pada
suatu peralatan terbuka dan bersentuhan dengan tubuh manusia atau ketika
sumber listrik bersentuhan dengan air yang juga bersentuhan dengan
seseorang, seperti seperti pengering rambut yang jatuh ke dalam bak mandi.
Atau Etiologi pada cedera tersengat listrik dapat disebabkan oleh arus bolak
balik/alternating current (AC), baik voltase tinggi maupun voltase rendah.
Selain itu, dapat juga disebabkan karena arus searah/direct current (DC).
Cedera tersengat listrik akibat AC lebih berbahaya daripada DC. Pada
cedera listrik karena AC dapat terjadi spasme otot, sehingga korban tidak
dapat melepaskan diri dari sumber listrik, yang mengakibatkan durasi
kontak dan aliran listrik semakin besar. Cedera listrik akibat AC sering
disertai dengan aritmia.
5
2.4 Patofisiologi
Hukum Ohm menyatakan bahwa arus berbanding lurus dengan
tegangan dan berbanding terbalik dengan hambatan. Ketiganya
berkontribusi pada patofisiologi bagaimana listrik menimbulkan luka bakar
pada tubuh. Faktor yang berkontribusi terhadap tingkat keparahan dan pola
cedera termasuk posisi tubuh dibandingkan dengan arah arus yang masuk
ke tubuh dan durasi paparan arus.
a. Jenis Arus
Arus bolak-balik (AC) frekuensi rendah menyebabkan cedera
yang lebih luas pada jaringan dibandingkan arus AC frekuensi tinggi
atau arus searah (DC). Hal ini karena AC frekuensi rendah
menyebabkan kontraksi otot lokal yang berkelanjutan (otot fleksor
lebih besar dari otot ekstensor) di lokasi kontak dengan sumber listrik,
seringkali menyebabkan korban tidak dapat melepaskan benda yang
mengganggu. Selain itu, cedera AC jauh lebih umum terjadi, karena AC
memberi daya pada rumah tangga dan bangunan lainnya. DC
menyebabkan kontraksi otot yang kuat, sering kali membuat korbannya
menjauh dari sumber energi. Contoh paling umum dari cedera DC
adalah sambaran petir dan kontak dengan aki mobil. Perlu diperhatikan,
risiko kematian dan/atau tingkat keparahan cedera akibat sambaran
petir bergantung pada banyak faktor, seperti apakah paparannya
merupakan sambaran petir langsung atau sambaran petir menyambar
benda lain di dekatnya (pohon/bangunan/tanah) dan kemudian
merambat ke lokasi. tubuh individu.
b. Tegangan dan Arus Listrik
Luka bakar dapat diklasifikasikan menjadi tegangan tinggi dan
rendah. Tegangan tinggi lebih besar dari500-1000Volt menyebabkan
luka bakar yang dalam dan kerusakan jaringan dan organ yang luas.
Paparan tegangan rendah cenderung mengakibatkan lebih sedikit
cedera. Rumah tangga di Amerika Serikat mendapat tegangan listrik
dalam kisaran 110 hingga 220 yang menyebabkan tetani otot dan dapat
menyebabkan kontak yang terlalu lama dengan sumber listrik, karena
6
pasien tidak dapat melepaskannya. Dari sumber eksternal, hanya
dibutuhkan 60 hingga 100 miliampere AC frekuensi rendah atau 300
hingga 500 miliampere DC untuk menginduksi fibrilasi ventrikel.
Untuk sumber internal (alat pacu jantung), dibutuhkan kurang dari 1
miliampere untuk menginduksi fibrilasi ventrikel.
c. Perlawanan
Listrik, jalur yang hambatannya paling kecil; dengan demikian,
sebagian besar cedera terjadi pada jaringan dengan resistensi paling
sedikit. Kulit merupakan jaringan dengan daya tahan paling besar pada
tubuh manusia, diikuti oleh tulang. Saraf, otot, dan darah memiliki
resistensi paling sedikit. Yang semakin memperkuat konsep ini adalah
bahwa jaringan lembab (otot) memiliki ketahanan yang jauh lebih
rendah dibandingkan jaringan kering (kulit). Resistensi kulit yang lebih
tinggi menyebabkan luka bakar yang lebih menyebar pada kulit.
Resistensi kulit yang lebih rendah menyebabkan luka bakar yang lebih
dalam dan lebih mungkin mengenai organ dalam. Apakah kulit relatif
kering atau lembab, listrik melewati jaringan kulit yang memiliki
resistensi tinggi dan kemudian menyebar melalui jaringan di bawahnya
dengan resistensi yang lebih kecil. Oleh karena itu, luka bakar pada
kulit bisa tampak ringan ketika jaringan dan organ dalam mengalami
kerusakan parah.
2.5 Manisfestasi Klinis
Menurut Effendi, 1999 manifestasi klinik yang muncul pada luka
bakar sesuai dengan kerusakannya:
1. Grade I
Kerusakan pada epidermis, kulit kering kemerahan, nyeri sekali, sembuh
dalam 3-7 dan tidak ada jaringan parut.
2. Grade II
Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan edema
subkutan, luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri, sembuh dalam
28 hari tergantung komplikasi infeksi.
7
3. Grade III
Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah keputih-
putihan dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang rusak tidak
sembuh sendiri maka perlu Skin graff.
2.6 Pathway dari Combustio
8
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges M.E (2000) pemeriksaan penunjang yang
diperlukan adalah :
9
3. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltik usus dan bising usus merupakan tanda-
tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dapat
mengakibatkan nause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat
stress fisiologik yang masif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai
oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang
berdarah, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.
4. Syok sirkulasi
Syok ini terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan
hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat.
Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan
status respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan
darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi
denyut nadi.
5. Gagal Ginjal Akut
Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi
cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin
terdeteksi dalam urine (Moenadjat, 2005).
1. Airway
Menurut Moenadjat (2009), membebaskan jalan nafas dari sumbatan
yang terbentuk akibat edema mukosa jalan nafas ditambah sekret yang
diproduksi berlebihan (hiperekskresi) dan mengalami pengentalan.
Pada luka bakar kritis disertai trauma inhalasi, intubasi (pemasangan
pipa endotrakeal) dan atau krikotiroidektomi emergensi dikerjakan
pada kesempatan pertama sebelum dijumpai obstruksi jalan nafas yang
dapat menyebabkan distres pernafasan. Pada luka bakar akut dengan
kecurigaan trauma inhalasi. Pemasangan pipa nasofaringeal,
endotrakeal merupakan prioritas pertama pada resusitasi, tanpa
menunggu adanya distres nafas. Baik pemasangan nasofaringeal,
10
intubasi dan atau krikotiroidektomi merupakan sarana pembebasan
jalan nafas dari sekret yang diproduksi, memfasilitasi terapi inhalasi
yang efektif dan memungkinkan lavase bronkial dikerjakan. Namun
pada kondisi sudah dijumpai obstruksi, krikotiroidektomi merupakan
indikasi dan pilihan (Moenadjat, 2009).
2. Breathing
Moenadjat (2009), Pastikan pernafasan adekuat dengan:
a. Pemberian oksigen
Oksigen diberikan 2-4 L/menit adalah memadai. Bila sekret
banyak, dapat ditambah menjadi 4-6 L/menit. Dosis ini sudah
mencukupi, penderita trauma inhalasi mengalami gangguan aliran
masuk (input) oksigen karena patologi jalan nafas, bukan karena
kekurangan oksigen. Hindari pemberian oksigen tinggi (>10 L/mnt)
atau dengan tekanan karena akan menyebabkan hiperoksia (dan
barotrauma) yang diikuti terjadinya stres oksidatif.
b. Humidifikasi
Oksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian uap
air adalah untuk mengencerkan sekret kental (agar mudah
dikeluarkan) dan meredam proses inflamasi mukosa.
c. Terapi inhalasi
Terapi inhalasi menggunakan nebulizer efektif bila
dihembuskan melalui pipa endotrakea atau krikotiroidektomi.
Prosedur ini dikerjakan pada kasus trauma inhalasi akibat uap gas
atau sisa pembakaran bahan kimia yang bersifat toksik terhadap
mukosa. Dasarnya adalah untuk mengatasi bronkokonstriksi yang
potensial terjadi akibat zat kimia. Gejala hipersekresi diatasi dengan
pemberian atropin sulfas dan mengatasi proses infalamasi akut
menggunakan steroid.
d. Lavase bronkoalveolar
Prosedur lavase bronkoalveolar lebih dapat diandalkan untuk
mengatasi permasalahan yang timbul pada mukosa jalan nafas
dibandingkan Tindakan humidifier atau nebulizer. Sumbatan oleh
11
sekret yang melekat erat (mucusplug) dapat dilepas dan dikeluarkan.
Prosedur ini dikerjakan menggunakan metode endoskopik
(bronkoskopik) dan merupakan gold standart. Selain bertujuan
terapeutik, tindakan ini merupakan prosedur diagnostik untuk
melakukan evaluasi jalan nafas.
e. Rehabilitasi pernafasan
Proses rehabilitasi sistem pernafasan dimulai seawal
mungkin. Beberapa prosedur rehabilitasi yang dapat dilakukan sejak
fase akut antara lain pengaturan posisi, melatih reflek batuk dan
melatih otot-otot pernafasan. Prosedur ini awalnya dilakukan secara
pasif kemudian dilakukan secara aktif saat hemodinamik stabil dan
pasien sudah lebih kooperatif.
f. Penggunaan ventilator
Penggunaan ventilator diperlukan pada kasus-kasus dengan
distress pernafasan secara bermakna memperbaiki fungsi sistem
pernafasan dengan positive end expiratory pressure (PEEP) dan
volume kontrol.
3. Circulation
Menurut Djumhana (2011), penanganan sirkulasi dilakukan dengan
pemasangan IV line dengan kateter yang cukup besar, dianjurkan untuk
pemasangan CVP untuk mempertahankan volume sirkulasi.
a. Pemasangan infus intravena atau IV line dengan 2 jalur
menggunakan jarum atau kateter yang besar minimal no 18, hal ini
penting untuk keperluan resusitasi dan tranfusi, dianjurkan
pemasangan CVP
b. Pemasangan CVP (Central Venous Pressure) Merupakan perangkat
untuk memasukkan cairan, nutrisi parenteral dan merupakan
parameter dalam menggambarkan informasi volume cairan yang ada
dalam sirkulasi. Secara sederhana, penurunan CVP terjadi pada
kondisi hipovolemia. Nilai CVP yang tidak meningkat pada
resusitasi cairan dihubungkan dengan adanya peningkatan
permeabilitas kapiler. Di saat permeabilitas kapiler membaik,
12
pemberian cairan yang berlebihan atau penarikan cairan yang
berlebihan akibat pemberian koloid atau plasma akan menyebabkan
hipervolemia yang ditandai dengan terjadinya peningkatan CVP.
FORMAT PENGKAJIAN
No. RM :-
Hari, tanggal : 15 Oktober 2021
Ruang : UGD
I. DATA UMUM
1. Identitas klien
Nama : Tn.R
Umur : 32Th
Tempat/Tgl lahir : 26 Desember 1991
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Suku : Jaksel
Pendidikan : SMA/Sederajat
Dx. Medis : Combustio
Alamat : Jakarta Selatan, Blok M
Tanggal MRS : 15 Oktober 2021
Ruangan : UGD
Gol. Darah : O+
Sumber Info. : Keluarga
13
Pendidikan :SMA/Sederajat
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jakarta Selatan, Blok M
Telp : 083*********
14
3. Riwayat Hospitalisasi : Tidak ada
V. POLA FUNGSI KESEHATAN (11 POLA FUNGSIONAL GORDON)
1) Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Jelaskan : Sebelum mengalami luka bakar pasien mengatakan belum
pernah mengalami lukar bakar. Namun saat terkena luka bakar,
pasien langsung pergi ke pusat kesehatan. Pasien mengatakan dapat
mengetahui penyakitnya setelah dirawat dan jika ada keluarga pasien
yang mengalami luka bakar akan secepatnya di bawa ke pelayanan
kesehatan terdekat.
2) Pola Nutrisi/metabolic
Jelaskan : Pasien mengatakan makan dan minumnya teratur
3) Pola eliminasi
Jelaskan : Pasien mengatakan eliminasi feses dan urin normal.
Makan/minum 3
Mandi 2
Toileting 2
Berpakaian 2
Berpindah 0
Ambulasi ROM 0
Jelaskan:
1. Pasien tidak mampu melakukan makan dan minum. (3)
15
2. Pasien masih mampu melakukan mobilisasi ditempat tidur, berpindah,
ambulasi ROM. (0)
3. Pasien tidak mampu mandi, toilet dab berpakaian sehingga dibantu
orang lain. (2)
Okigenasi:
6) Pola kognitif-perseptual
Jelaskan: Sebelum sakit, pasien mengatakan tidak mengalami gangguan
kognitif-sensori seperti penglihatan, pendengaran, berbicara,
mengingat dan sebagainya.
8) Pola peran-hubungan
Jelaskan: Sebelum sakit, pasien mengatakan hubungan dengan keluarga dan
masyarakat baik, selama perawatan, pasien mengatakan hubungan dengan
keluarga dan masyarakat masih baik.
16
10) Pola keyakinan-nilai
Jelaskan: Sebelum dan sesudah sakit pasien mengatakan ibadahnya pada
saat hari-hari tertentu.
17
Palpasi :
Kuku pasien tidak terkaji
d. Mata/penglihatan
Inspeksi :
Penglihatan pasien tidak bermasalah dan Bola m ata pasien bulat.
Palpasi :
Tidak terdapat benjolan pada mata pasien.
e. Hidung/penciuman
Inspeksi :
Hidung pasien tampak tidak bermasalah.
Palpasi :
Tidak tampak ada bencolan diarea hidung.
f. Telinga/pendengaran
Inspeksi :
Telinga pasien tampak normal dan sedikit kotor.
Palpasi :
Tidak terdapat kelaian pada telinga, dam pasien tidak merasakan nyeri
telinga
g. Mulut & Gigi
Inspeksi :
Mulut pasien tampak pucat dan gigi pasien Tampak kuning.
Palpasi :
Mulut pasien teraba kering.
h. Leher
Inspeksi :
Leher pasien terlihat normal
Palpasi :
Leher pasien tidak terasa ada benjolan dan nadi karotis teraba.
i. Dada/Thorak
Inspeksi :
Postur Dada pasien simetris
18
Palpasi :
Ketika diraba dada pasien tidak ada luka dan benjolan.
Auskultasi :
Suara napas abnormal
j. Jantung
Inspeksi : Tidak terkaji
Palpasi : Tidak terkaji
Perkusi : Tidak terkaji
Auskultasi : Tidak terkaji
k. Abdomen
Auskultasi :
Abdomen normal.
Inspeksi:
Warna sawo matang
Palpasi:
Tidak ada nyeri tekan
l. Perineum & Genitalia
Inspeksi :
Tampak bersih
m. Extremitas atas & bawah
Inspeksi :
a) Ektremitas atas dan bawah bagian kanan normal
b) Ekstremitas atas bagian kiri terdapat luka bakar
c) Estermitas bagian bawah kiri normal
Palpasi :
a) Ekstremitas atas dan bawah bagian kanan normal
b) Ekstremitas atas bagian kiri terdapat luka bakar luas luka bakar 25%
c) Ekstremitas bawah bagian kiri baik
19
3. Pengkajian Data Fokus (Pengkajian Sistem)
a. Sistem Respiratori
Jelaskan : Pasien mengatakan sesak, 22x/menit
b. Sistem Kardiovaskular
Jelaskan: TD: 120/80mmHg, Nadi: 78x/menit, Suhu: 36,8oC
c. Sistem Gastrointestinal
Jelaskan: Pencernaan pasien normal
d. Sistem Urinaria
Jelaskan: Menggunakan alat urinal, urine normal dengan warna
kuning bening, volume 1.500cc bau khas urine.
e. Sistem Reproduksi
Jelaskan: Tidak ada kelainan pada alat kelamin dan pasien berjenis
kelamin laki-laki
f. Sistem Muskuloskeletal
Jelaskan: Gangguan jaringan dan saraf pada tangan kiri yang terkena
luka bakar.
g. Sistem Neurologi
Jelaskan: Sistem neurologi pada pasien normal
Yang Mengkaji,
Kelompok 8
20
ANALISA DATA
21
pasien berkurng saat di
berikan obat pengurang
rasa nyeri dan jalan
nafas pasien tidak
terganggu.
Hasil TTV:
TD: 120/80mmHg
Nadi: 78x/menit
RR: 22x/menit
Suhu: 36,80oC
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. D.0077. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (mis. Cedera pada tangan
kiri(kidal))
2. D.0074. Gangguan rasa aman
22
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
23
aman secara yang diharapkan yang sudah
fisik, pisiologis, meningkat. diberikan
spritual, sosial 1. Keluhan sulit 8. Monitor efek
budaya dan tidur: samping
lingkungan Meningkat (1) penggunaan
( L.08064) analgetik
Terapiutik
9. Berikan teknik
non farmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri ( mis.
TENS, hpnosis,
akupresur, terapi
musik,
biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi
berbimbing,
kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)
10. Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri ( mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
11. Fasilitas
istirahat dan tidur
12. Pertimbangkan
jenis dan sumber
24
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
13. Jelaskan
penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
14. Jelaskan
strategi meredakan
nyeri
15. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
16. anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
17. Anjurkan
teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
farmakologi
Kolaborasi
18. Kolaborasi
pemberian
analgetik Jika perlu
25
IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN
Respon
Hari, tgl, Diagnosa Implementasi
(Evaluasi Paraf
jam Keperawatan Keperawatan
Formatif)
Jumat, 15 Nyeri Akut observasi S: Pasien
oktober B.D implamasi 1. Mengidentifikasi mengatakan
2021/09.00 dan kerusakan lokasi, karakteristik, nyeri hilang
WIB jaringan durasi, frekuensi, timbul tidak
kualitas, intensitas terasa
nyeri O: Skla nyeri 1
2. Mengidentifikasi A: Masalah
skala nyeri teratasi.
3. Mengidentifikasi P: Pertahankan
respon nyeri non kondisi pasien.
verbal
4. Mengidentifikasi
faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
5. Mengidentifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
6. Mengidentifikasi
pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
7. Memonitor
keberhasilan terapi
komplementer yang
sudah diberikan
26
Jumat,15 Gangguan rasa 8. Memonitor efek
Oktober aman dan samping penggunaan
2021/09.20 nyaman analgetik
WIB definisi Terapiutik
keseluruhan 9. Memberikan
rasa nyaman teknik non
dan aman farmakologis untuk
secara fisik, mengurangi rasa
pisiologis, nyeri ( mis. TENS,
spritual, sosial hpnosis, akupresur,
budaya dan terapi musik,
lingkungan biofeedback, terapi
( L.08064) pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi
berbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
10. Mengkontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri ( mis. Suhu
ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
11. Memfasilitas
istirahat dan tidur
12.
Mempertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
27
Edukasi
13. Jelaskan
penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
14. Menjelaskan
strategi meredakan
nyeri
15. Menganjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
16. Menganjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
17. Menganjurkan
teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
farmakologi
Kolaborasi
18. Mengkolaborasi
pemberian analgetik
Jika perlu
28
29
EVALUASI SUMATIF/
CATATAN PERKEMBANGAN
Gangguan rasa
Jumat, 15 S: Pasien mengatakan pola tidur
nyaman (0074).
oktober, membaik, napas membaik.
2021/09.15WIB Perasaan kurang
O: Sudah tidak Nampak nyeri
nyaman
hilang timbul
A: Masalah teratasi
30
31
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Luka bakar adalah perlukaan yang disebabkan karena kontak atau
terpapar dengan zat termal, Chemical, elektrik, atau radiasi yang menyebabkan
luka bakar (Luckmanandsorensen”s, 1993) Luka bakar adalah sejenis cedera
pada daging atau kulit yang disebabkan oleh panas, listrik, zat kimia, gesekan
atau radiasi. Luka bakar yang hanya mempengaruhi kulit bagian luar dikenal
dengan luka bakar superfisial atau derajat 1. Bila cedera menebus beberapa
lapisan dibawanya, hal ini disebut luka bakar sebagian lapisan kulit luar atau
derajat II. Pada luka bakar yang mengenai seluruh lapisan kulit atau derajat III,
cedera meluas ke seluruh lapisan kulit. Sedangkan luka bakar derajat IV
melibatkan cedera kejaringan yang lebih dalam, seperti otot atau tulang.
(Wikipedia) Luka bakar merupakan perlukaan pada daerah kulit dan jaringan
epitel lainnya (Donna, 1991). Luka bakar juga mempengaruhi rasa aman dan
kenyamanan. Jadi Luka bakar tidak boleh dianggap sepele, meskipun terdapat
luka kecil penanganan harus cepat dilakukan. Penderita luka bakar
memerlukan penanganan secara holistik dari berbagai aspek dan disiplin ilmu.
Perawatan luka bakar didasarkan pada luas luka bakar, kedalaman luka bakar,
faktor penyebab timbulnya luka dan lain-lain. Pada luka bakar yag luas dan
dalam akan memerlukan perawatan yang lama dan mahal. Dampak luka bakar
yang dialami penderita dapat menimbulkan berbagai masalah fisik, psikis, dan
sosial bagi pasien dan juga keluarga. Dengan makin berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka makin berkembang pula teknik atau
penanganan luka bakar sehingga makin meningkatkan kesempatan untuk
smbuh bagi penderita luka bakar
3.2 Saran
Dalam menangani korban luka bakar harus tetap memegang prinsip steril
dan sesuai medis, tidak boleh dilakukan sembarangan karena bisa mempengaruhi
waktu kesembuhan luka bakar. Setiap individu baik tua, muda dan anak-anak
diharapkan selalu waspada dan berhati-hati melakukan kegiatan atau aktivitas
terutama pada hal-hal yang dapat memicu luka bakar
32
DAFTAR PUSTAKA
Gentges J, Schieche C, Nusbaum J, Gupta N. Points & Pearls: Cedera listrik di unit
gawat darurat: tinjauan berbasis bukti. Praktek Kedokteran
Darurat. 01 November 2018; 20 (Tambahan 11):1-2. [ PubMed ]
33
34