Anda di halaman 1dari 35

Refarat

MANAJEMEN COMBUSTIO

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian/SMF Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Aceh Utara

Oleh:
Fenny Harrika, S.Ked
2206111055

Preseptor:
dr. Muhammad Sayuti, Sp.B (K) BD

BAGIAN/SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya
dengan rahmat, karunia dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan refarat saya
yang berjudul “MANAJEMEN COMBUSTIO” sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepanitraan Klinik Senior (KKS) di bagian/SMF Ilmu Bedah Rumah Sakit
Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih yang tak terhingga
kepada dr.Muhammad Sayuti, Sp.B (K) BD sebagai pembimbing yang telah
meluangkan waktunya memberi arahan kepada penulis selama mengikuti KKS di
bagian/SMF Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini
masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan
yang membangun demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.

Lhokseumawe, Februari 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI...........................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................2
1.1 Latar Belakang......................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
2.1 Definisi Luka Bakar..............................................................................4
2.2 Epidemiologi Luka Bakar.....................................................................4
2.3 Etiologi Luka Bakar..............................................................................4
2.4 Klasifikasi Luka Bakar..........................................................................6
2.5 Patofisiologi Luka Bakar.....................................................................11
2.6 Tatalaksana..........................................................................................19
BAB III KESIMPULAN......................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................31

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka bakar adalah suatu kondisi kerusakan jaringan yang disebabkan


oleh kontak langsung maupun tidak langsung dengan sumber panas seperti
kobaran api, air panas, kontak dengan benda panas, sengatan listrik, paparan
bahan kimia, dan paparan radiasi.1 Ketika terjadi luka bakar maka tubuh akan
berespon, baik secara lokal maupun sistemik. Respon tubuh terhadap luka
bakar tergantung dari tingkat keparahan, penyebab,cedera inhalasi, paparan
terhadap toksin, cedera traumatik, usia, penyakit kronis, intoksikasi obat dan
alkohol, dan waktu pemberian tindakan medis.2

Derajat kerusakan lapisan kulit mempengaruhi kedalaman luka bakar. 3


Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan kedalaman
luka bakar. Beratnya luka tergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Selain
beratnya luka bakar, umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi prognosis. Oleh karena itu,
pasien dengan luka bakar tidak dapat dianggap sembuh jika luka telah
sembuh, maka luka bakar menyebabkan perubahan besar jangka panjang
yang harus ditangani untuk mengoptimalkan kualitas hidup, seperti
manajemen perawatan akut dan kritis, perawatan jangka panjang dan
rehabilitasi.1

Luka bakar memiliki angka mordibitas dan mortalitas yang tinggi di


masyarakat terutama pada lingkungan rumah tangga. Berdasarkan data World
Health Organization (WHO), ditemukan 180.000 kasus kematian per tahun
akibat luka bakar secara global. Prevalensi luka bakar di Indonesia sebesar
0,7% berdasarkan riset kesehatan dasar 2013. Prevalensi tertinggi terjadi pada
usia 1-4 tahun.4 Anak merupakan populasi yang rentan mengalami luka bakar
karena perkembangan fungsionalnya yang masih lambat bereaksi dan
kemampuan mobilitas yang masih terbatas.5
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Luka Bakar

Luka bakar merupakan cedera pada kulit atau jaringan organik


lainnya yang terutama disebabkan oleh panas atau karena radiasi,
radioaktivitas, listrik, gesekan, dingin, panas, atau kontak dengan bahan
kimia. Namun Sebagian besar dibebabkan oleh panas. Luka bakar termal
(panas) terjadi ketika sel di atau jaringan kulit dihancurkan oleh: cairan panas
(melepuh/scalds), padatan panas (luka bakar kontak), atau nyala api (flame
burn).3 Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dana juga
menimbulkan efek sistemik yang sangat kompleks.1

2.2 Epidemiologi Luka Bakar

Sekitar 90% luka bakar terjadi pada tingkat sosio ekonomi rendah di
negara- negara berpenghasilan menengah ke bawah, berdasarkan data dari
WHO. Wanita wilayah Asia Tenggara menempati angka kejadian luka bakar
tertinggi di mana 27% dari angka keseluruhan global meninggal dunia. Data
studi epidemiologi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada
tahun 2011-2012 menunjukkan bahwa terdapat 303 pasien yang dirawat
akibat luka bakar dengan perbandingan laki-laki dan perempuan adalah
2,26:1 dan usia rata-rata yaitu 25,7 tahun. Rata-rata pasien dirawat selama
13,72 hari dengan angka kematian mencapai 33% pada tahun 2011 dan
34% pada tahun 2012.6

2.3 Etiologi Luka Bakar

Etiologi luka bakar pada orang dewasa dan anak berbeda, di mana
pada dewasa dan anak usia besar luka bakar umumnya terjadi akibat api
sedangkan pada anak dan lansia luka bakar umumnya terjadi akibat air panas. 7

5
Penyebab terbanyak luka bakar adalah api yang akan menyebabkan kerusakan
jaringan akibat udara yang sangat panas dan udara yang teroksidasi serta
cairan panas yang akan merusak jaringan sehingga menyebabkan luka lepuh.3

Pengelompokan penyebab luka bakar berdasarkan penyebabnya, yaitu:5

1. Luka bakar thermal

Luka bakar thermal adalah luka bakar yang disebabkan oleh panas yang tak
terkontrol, seperti kontak langsung dengan air panas (scald burn), permukaan
benda yang panas, hingga kobaran api (flame burn). Penyebab luka bakar
yang tersering adalah terbakar api langsung yang dapat dipicu atau diperparah
dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor rumah
tangga, cairan dari tabung pemantik api, yang akan menyebabkan luka bakar
pada seluruh atau sebagian tebal kulit. Pada anak, kurang lebih 60% luka
bakar disebabkan oleh air panas yang terjadi pada kecelakaan rumah tangga
dan merupakan luka bakar superfisial, tetapi dapat juga mengenai seluruh
ketebalan kulit (derajat tiga).
2. Luka bakar bahan kimia (chemical burn)

Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam atau basa kuat. Asam
menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi protein dan rasa nyeri yang
hebat. Asam hidrofluorida mampu menembus jaringan sampai ke dalam dan
menyebabkan toksisitas sistemik yang fatal, bahkan pada luka yang kecil
sekalipun. Alkali atau basa kuat yang banyak terdapat dalam rumah tangga
antara lain cairan pemutih pakaian (bleaching), berbagai cairan pembersih.
Luka bakar yang disebabkan oleh basa kuat akan menyebabkan jaringan
mengalami nekrosis yang mencair. Kemampuan alkali menembus jaringan
lebih dalam lebih kuat daripada asam, kerusakan jaringan lebih berat karena
sel mengalami dehidrasi dan terjadi denaturasi protein dan kolagen.
3. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn).

Luka bakar listrik disebabkan oleh panas yang digerakkan dari energi listrik
yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh
lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai
mengenai tubuh.

6
4. Luka bakar radiasi (radiasi injury)

Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri
atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran.
Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga
merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
2.4 Klasifikasi Luka Bakar

Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu


luka bakar derajat I, II, atau III:1
1. Derajat I

Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak


jaringan untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I
biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara sempurna.
Luka biasanya tampak sebagai eritema dan timbul dengan keluhan
nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I
adalah sunburn.

Gambar 2.1 Luka Bakar Derajat I

2. Derajat II

Pada derajat dua, lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman


dermis namun masih terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar
regenerasi dan epitelisasi. Jaringan tersebut misalnya sel epitel basal,

7
kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya
jaringan yang masih sehat tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3
minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi
cairan eksudat dari pembuluh darah karena perubahan permeabilitas
dindingnya, disertai rasa nyeri. Apabila luka bakar derajat II yang
dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul edema dan penurunan
aliran darah di jaringan, sehingga cedera berkembang menjadi full-
thickness burn atau luka bakar derajat III.

Gambar 2.2 Luka Bakar Derajat II

3. Derajat III

Luka bakar derajat III mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis
hingga
mungkin organ atau jaringan yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak
tersisa jaringan epitel yang dapat menjadi dasar regenerasi sel spontan,
sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit harus dilakukan
cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula,
karena pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan
sudah tidak intak.

8
Gambar 2.3 Luka Bakar Derajat III

Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC.
Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya
kontak. Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan
peningkatan suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat,
terjadi kehilangan cairan, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan
pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan
hipovolemi dan syok, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon
terhadap resusitasi. Ada beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar,
yaitu :

1. Rumus 10 untuk bayi

Gambar 2.4 Luas Luka Bakar Bayi

2. Rumus 10-15-20 untuk anak

9
Gambar 2.5 Luas Luka Bakar Anak
3. Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa

Pada dewasa digunakan rumus 9, yaitu luas kepala dan leher,


dada,punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan,
ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan,

serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1%


adalah daerah genital

Gambar 2.6 Luas Luka Bakar Dewasa

4. Metode Lund dan Browder

Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa


tubuh di kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi
besarnya luas permukaan pada anak. Pada anak di bawah usia 1
tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%.Torso dan lengan
persentasenya sama dengan dewasa. Untuk tiap pertambahan usia 1
tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai dan turunkan persentasi
kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.

10
Gambar 2.7 Metode Lund dan Browder

Berdasarkan berat/ringanluka bakar, diperoleh beberapa kategori luka


bakar menurut American Burn Association: 9
1. Luka bakar berat (major burn)

a. Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau


diatas usia 50 tahun
b. Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan
pada butir pertama
c. Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum

d. Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa


memperhitungkan luas luka bakar
e. Luka bakar listrik tegangan tinggi

f. Disertai trauma lainnya

g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi

11
2. Luka bakar sedang (moderate burn)

a. Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar


derajat III kurang dari 10 %
b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau
dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang
tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum
3. Luka bakar ringan

a. Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa

b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut

c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak


mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum

2.5 Patofisiologi Luka Bakar

Apabila kulit terbakar atau terpajan suhu tinggi, pembuluh kapiler


dibawahnya, area sekitarnya dan area yang jauh sekali akan rusak dan menyebabkan
permeabilitas meningkat dan terjadi kebocoran cairan intrakapiler ke interstisial
sehingga terjadi edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit.
Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Rusaknya kulit
akibat luka bakar juga akan mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan
penahan penguapan. Pada luka bakar yang luasnya kurang dari 20% luas permukaan
tubuh, mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari
20%, dapat terjadi syok hipovolemik disertai gejala yang khas, seperti gelisah, pucat,
dingin, berkeringat,nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin
yang berkurang. Pembengkakan terjadi perlahan maksimal terjadi setelah delapan
jam. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan mengalami peningkatan
permebialotas. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi
anemia.1

12
a. Respon Lokal

Cedera termal secara lokal dapat menyebabkan nekrosis koagulasi dari


epidermis serta jaringan di bawahnya dan kedalaman cedera tergantung pada
temperatur di kulit yang terpapar, tingkat kepanasan agen penyebab, dan durasi
paparan. Api, cairan panas, dan kontak dengan benda panas atau dingin dapat
menyebabkan kerusakan sel melalui perpindahan energi yang kemudian
menginduksi nekrosis koagulasi. Luka bakar kimia dan luka bakar listrik secara
langsung menyebabkan cedera pada membran sel dan perpindahan energi
panasnya dapat menyebabkan nekrosis koagulasi atau nekrosis koalisi.3
Kulit memiliki penghalang yang kuat terhadap perpindahan energi ke
jaringan yang lebih dalam sehingga membatasi banyak cedera pada lapisan ini.
Area cedera kulit atau superfisial dibagi menjadi 3 zona, yaitu zona koagulasi,
zona stasis, dan zona hiperemis. Zona koagulasi merupakan daerah nekrotik luka
bakar di mana sel telah terganggu yang apabila terjadi cedera, jaringan akan rusak
secara permanen. Zona stasis merupakan area yang langsung mengelilingi zona
nekrotik dan memiliki kerusakan sedang dengan penurunan perfusi jaringan. Zona
ini dapat bertahan atau berlanjut menjadi nekrosis koagulasi tergantung pada
lingkungan luka. Zona stasis berhubungan dengan kerusakan vaskuler dan
kebocoran pembuluh darah. Vasokonstriktor poten yaitu tromboksan A2
memilikikonsentrasi yang tinggi pada luka bakar dan penggunaan inhibitor lokal
dapat meningkatkan aliran darah serta menurunkan zona stasis. Antioksidan,
antagonis bradikinin, dan tekanan luka subatmosfer juga meningkatkan aliran
darah dan mempengaruhi kedalaman luka. Interaksi endotel lokal dengan neutrofil
memediasi beberapa respon inflamasi lokal yang terkait dengan zona stasis. Zona
hiperemia ditandai dengan vasodilatasi dari peradangan di sekitar luka bakar.
Daerah ini mengandung jaringan hidup dari mana proses penyembuhan dimulai
dan umumnya tidak beresiko untuk nekrosis lebih lanjut.3

13
Gambar 2.8. Zona kerusakan pada luka bakar3

Kedalaman luka bakar bervariasi tergantung dari derajat kerusakan


jaringan dan diklasifikasikan menjadi derajat kerusakan dari epidermis, dermis,
lemak subkutan, dan struktur yang mendasarinya. Luka bakar derajat 1 terbatas
pada epidermis, di mana luka bakar ini terasa nyeri, eritematosa, dan pucat saat
disentuh, namun tidak akan meninggalkan jaringan parut. Luka bakar derajat 2
dibagi menjadi 2 tipe, yaitu luka bakar superfisial dan dalam. Luka bakar
superfisial terasa nyeri, eritematosa, pucat saat disentuh, dan biasanya melepuh.
Luka ini secara spontan mengalami reepitalisasi dari struktur epidermis yang
tertahan di rete ridges, folikel rambut, dan kelenjar keringat dalam 1-2 minggu.
Setelah sembuh mungkin akan tampak perubahan kulit dalam waktu lama. Luka
bakar derajat 3 tampak pucat dan belang- belang, tidak pucat saat disentuh, nyeri
jika ditusuk jarum. Luka ini sembuh melalui reepitalisasi dari folikel rambut dan
keratinosit kelenjar keringat dalam 2-5 minggu dan sering meninggalkan jaringan
parut parah akibat hilangnya dermis. Luka bakar derajat 4 melibatkan struktur di
bawah kulit, yaitu otot, tulang, dan otak.3

Gambar 2.9. Kedalaman Luka Bakar10


b. Respon Sistemik

Luka bakar parah meliputi lebih dari 20% TBSA pada pasien dewasa dan
40% TBSA pada pasien anak, pada umumnya diikuti oleh periode stress,
inflamasi, dan hipermetabolisme yang ditandai dengan respon sirkulasi
hiperdinamik dengan peningkatan suhu tubuh, glikolisis, proteolisis, dan lipolisis. 3

14
Respon inflamasi dan stress ditandai dengan peningkatan kadar sitokin, kemokin,
dan fase akut protein.10

Gambar 2.10. Efek sistemik luka bakar parah3

Luka bakar biasanya menyebabkan syok distributif, yaitu keadaan


fisiologis abnormal di mana perfusi jaringan dan pengiriman oksigen sangat
terganggu akibat kebocoran kapiler yang nyata dari cairan dari intravaskular ke
ruang interstisial, yang berkontribusi pada edema jaringan yang dalam dan
akumulasi cairan. Luka bakar juga menekan fungsi jantung dalam beberapa jam
setelah cedera dan bertahan selama 24-48 jam melalui stres oksidatif, pelepasan
mediator inflamasi (seperti IL-6 dan faktor nekrosis tumor (TNF)) dan perubahan
seluler (seperti apoptosis). dan nekrosis). Penurunan fungsi jantung dan
hipovolemia, serta aliran darah rendah akibat vasokonstriksi, mempengaruhi
perfusi jaringan dan organ sehingga menyebabkan kerusakan organ.10

15
Gambar 2.11. Fase hipermetabolik pada luka bakar10

Sel imun teraktivasi sebagai respon terhadap luka bakar dalam beberapa
jam dan kemudian akan terjadi aktivasi jalur inflamasi sehingga menyebabkan
sindrom respon inflamasi sistemik. Beberapa penelitian mengatakan bahwa
pertumbuhan bakteri usus meningkat setelah luka bakar akibat penurunan
umunitas usus, hipoperfusi, dan dismotilitas usus. Peningkatan permeabilitas
dalam beberapa jam setelah luka bakar menyebabkan bakteri usus
dapat berpindah ke area ekstra-interstinal sehingga terjadi peningkatan
translokasi bakteri dalam beberapa hari setelah luka bakar. Luka bakar juga
berhubungan dengan cedera inhalasi akibat panas atau inhalasi dari asap atau
produk kimia dari pembakaran.10

Pada luka bakar akan terjadi sekresi hormone stress seperti katekolamin,

16
glukokortikoid, fan glukagon sehingga terjadi peningkatan tekanan daran,
resistensi insulin perifer, serta pemecfahan glikogen, protein, dan lipid yang
akan menyebabkan peningkatan pengeluaran energi, peningkatan suhu tubuh,
kehilangan total protein tubuh, pengecilan otot, dan peningkatan stimulasi
sintesis protein fase akut yang akhirnya akan menyebabkan katabolisme organ,
disfungsi organ, dan kematian.10

2.1.2 Penilaian Luas Luka Bakar

Dalam melakukan penilaian area luas luka bakar, dibutuhkan


penggunaan metode kalkulasi seperti “Rule of Nines” untuk dapat menghitung
presentasi total luas luka bakar (%TBSA). “Rule of Nine” membagi luas
permukaan tubuh menjadi multiple 9% area, kecuali perineum yang diestimasi
menjadi 1%. Penggunaan “Rule of Nine” dianggap akurat untuk pasien-pasien
dewasa dengan luka bakar yang luas, namun kurang akurat jika digunakan
pada luka bakar yang kecil atau pada pasien anak.

Gambar 2.12. “Rule of Nine” pada orang dewasa

17
Penggunaan “Rule of Nine” sangat akurat untuk digunakan pada pasien
dewasa, namun tidak akurat bila digunakan pada pasien anak. Hal ini disebabkan
karena proporsi luas permukaan tubuh pada anak sangat berbeda dengan pasien
dewasa. Anak-anak memiliki proporsi paha dan kaki yang kecil dan bahu dan
kepala yang lebih besar dibandingkan orang dewasa. Oleh karena itu,
penggunaan “Rule of Nine” tidak disarankan untuk pasien anak- anak karena
dapat menghasilkan estimasi cairan resusitasi yang tidak akurat.2

Penggunaan “Pediatric Rule of Nine” harus digunakan untuk pasien anak


dengan luka bakar. Namun setiap peningkatan umur pada anak, persentasi harus
disesuaikan. Setelah usia 12 bulan, setiap tahun 1% dikurangi dari area kepala
dan 0,5% ditambahkan pada dua kedua kaki anak. Jika usianya sudah mencapai
10 tahun maka dianggap proporsi tubuh anak sudah sesuai dengan proporsi
tubuh orang dewasa.2

Gambar 2.13. “Pediatric Rule of Nine” 6

18
Sedangkan untuk mengestimasi luas luka bakar yang kecil dapat
menggunakan area palmar (jari dan telapak tangan) dari tangan pasien yang
dianggap memiliki 1% total body surface area (TBSA).

Gambar 2.14. “Palmar Method”

19
2.6 Tatalaksana Luka Bakar

Pertolongan Pertama di Tempat Kejadian dan dalam 24 Jam Pertama

Prinsip-prinsip Primary Survey dan Secondary Survey pada trauma (ATLS) dan
resusitasi secara simultan harus diterapkan pada pertolongan pertama luka bakar. Secara
umum yang harus dilakukan adalah menghentikan proses pembakaran diikuti dengan
pendinginan luka bakar. Menurut Emergency Management of Severe Burns (EMSB),
tatalaksananya tersetruktur seperti gambar berikut:

Gambar 2.15. Struktur EMSB 6

Tenaga kesehatan harus melengkapi dirinya dengan alat pelindung diri


seperti sarung tangan, google glass, dan baju pelindung khusus sebelum
melakukan pertologan pertama. Pasien luka bakar harus dievaluasi dengan
sistematis, yang mana Langkah pertama berupa identifikasi ancaman hidup
terbesar.

20
A. Primary Survey

Segera identifikasi kondisi-kondisi mengancam jiwa dan lakukan


manajemen emergensi.
a. Airway : Penatalaksanaan jalan nafas dan manajemen
trauma cervical
b. Breathing : Pernapasan dan ventilasi

c. Circulation : Sirkulasi dengan kontrol perdarahan

d. Disability : Status neurogenik

e. Exposure : Pajanan dan pengendalian lingkungan

Adapun check list dalam mengidentifikasi dan tata laksana pasien luka bakar
berat pada primary survey berdasarkan Fundamental Critical Care Support
(FCCS course) oleh Asosiasi Critical Care dunia, Early Management of Severe
Burn course, dan ABC of Burn.

Tabel 2.2. Checklist Primary Survey pada Luka Bakar Berat 6


Manajemen Cek Tindakan
Airway Patensi jalan nafas - Berbicara dengan pasien
- Bersihkan jalan nafas dari benda
asing
- Lakukan chin lift, jaw thrust
- Hindari melakukan hiperfleksi
atau hiperekstensi kepala dan
leher
- Kontrol tulang cervical dengan
rigid collar neck

21
Breathing - Periksa tanda- - Inspeksi dada, pastikan
tanda hipoksia dan pergerakan dinding dada adekuat
hiperventilasi atau dan simetris
hipoventilasi - Berikan oksigen 100% high flow
- Hati-hati pasien 10-15 liter per menit melalui
dengan intoksikasi masker non-rebreathing
karbon - Jika tetap sesak, lakukan bagging
monoksida, atau ventilasi mekanik
tampak
cherry pink dan
tidak
bernapas
- Hati-hati luka
bakar yang
melingkar pada
dada (jika ada
pertimbangkan
eskarotomi)
Circulation - Tanda-tanda syok - Lakukan penekanan pada luka
- Cek nadi sentral jika terdapat perdarahan aktif
- Cek tekanan darah - Pasang 2 jalur IV ukuran besar,
- Cek capillary lebih disarankan pada daerah yang
refill (normal <2 tidak terkena luka bakar
detik) - Jika pasien syok, berikan bolus
- Cek luka bakar ringer lactat hingga nadi radial
melingkar pada teraba
ekstremitas - Ambil sampel darah untuk
(pertimbangkan pemeriksaan darah lengkap,
eskarotomi) analisis gas darah arteri
- Cari dan tangani tanda-tanda
klinis syok lainnya
yangdisebabkan oleh
penyebab lainnya
Disalibity Derajat Kesadaran: - Periksa derajat kesadaran
A (Alert): sadar penuh Periksa respon pupil terhadap
V (Verbal): merespon cahaya
terhadap rangsang - Hati-hati pada pasien dengan
verbal hipoksemia dan syok karena dapat
P (Pain): merespon terjadi penurunan kesadaran dan
terhadap rangsang gelisah.
nyeri
U (Uneresponsive):
tidak ada respon
Exposure Exposure dan kontrol - Melepas semua pakaian dan
lingkungan aksesorus yang melekat pada
tubuh pasien
- Lakukan log roll untuk melihat
permukaan posterior pasien
- Jaga pasien tetap dalam keadaan
hangat
- Menghitung luas luka bakar
dengan metode “Rule of Nine”
22
23
Setelah dilakukan primary survey, maka dilanjutkan dengan
pertolongan pertama yang terdiri dari fluids, analgesia, tests, dan tubes
(FATT).7 Langkah-langkahnya sebagai berikut seperti tertera pada tabel:7

Tabel 2.3. Langkah Pertolongan Pertama pada Luka Bakar 6


Manajemen Cek Tindakan
Fluid Resusitasi cairan yang - Parkland Formula/Baxter: 3-4ml
(Resusitasi adekuat dan x Berat badan (kg) x % TBSA
Cairan) monitoring Luka bakar (+ maintenance untuk
pasien anak)
- Setengan dari jumlah cairan
(50%) diberikan pada 8 jam
pertama dan setengah cairan
sisanya (50%) diberikan dalam 18
jam selanjutnya
- Gunakan cairan kristaloid
(Hartmann solution) seperti ringer
lactat
- Hitung urine output tiap jam
- Lakukan pemeriksaan EKG, nadi,
tekanan darah, respiratory rate,
pulse oximetry, analisis gas darah
arteri
- Berikan cairan resusitasi sesuai
indikasi
- SIADH (IDAI)
Analgesia Manajemen nyeri - Berikan morfin intravena 0,05 –
0,1 mg.kg sesuai indikasi
- Untuk anak, paracetamol cairan
drip (setiap 6 jam) dengan dosis
10-15mg/kgBB/kali

24
Tests Menyingkirkan - X-Ray:
kemungkinan adanya o Lateral cervical
trauma lain o Thorax
o Pelvis
o Lainnya sesuai indikasi
Tubes - Mencegah - Pasang nasogastic tube (NGT)
gastroparesis
- Dekompresi
lambung

B. Secondary Survey
Setelah dilakukan pertolongan pertama maka dapat dilanjutkan dengan
secondary survey. Merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala
sampai kaki. Pemeriksaan dilaksanakan setelah kondisi mengancam nyawa
diyakini tidak ada atau telah diatasi. Tujuan akhirnya adalah untuk
menegakkan diagnosis yang tepat. Maka, hal-hal berikut adalah yang perlu
diperiksa pada secondary survey.6
a. Riwayat penyakit
Informasi yang harus didapatkan mengenai riwayat penyakit yang
diderita pasien sebelum terjadi trauma:
o A (Allergies) : Riwayat alergi
o M (Medications) : Obat – obat yang di konsumsi
o P (Past illness) : Penyakit sebelum terjadi trauma
o L (Last meal) : Makan terakhir
o E (Events) : Peristiwa yang terjadi saat trauma
b. Mekanisme trauma
Informasi yang harus didapatkan mengenai interaksi antara pasien
dengan lingkungan:
o Luka bakar: durasi paparan, jenis pakaian yang digunakan, suhu
dan kondisi air, jika penyebab luka bakar adalah air panas,
kecukupan tindakan pertolongan pertama
o Trauma tajam: kecepatan proyektil, jarak, arah gerakan pasien saat
terjadi trauma, panjang pisau, jarak dimasukkan, arah
o Trauma tumpul: kecepatan dan arah benturan, penggunaan sabuk
pengaman, jumlah kerusakan kompartemen penumpang, ejeksi
(terlontar), jatuh dari ketinggian, jenis letupan atau ledakan dan
jarak terhempas

22
c. Pemeriksaan secondary survei
o Lakukan pemeriksaan head to toe examination merujuk pada
pemeriksaan sekunder ATLS course (advanced trauma life
support)
o Monitoring / Chart / Hasil resusitasi tercatat
o Persiapkan dokumen transfer

1. Merujuk Pasien

Pasien dengan luka bakar luas dan dalam harus mendapatkan


perawatan yang lebih intens dengan merujuk ke RS dengan fasilitas sarana
pelayanan luka bakar yang memadai. Lakukan assessment segera dan
stabilisasi di RS terdekat sebelum transfer pasien dilakukan. Tatalaksana awal
meliputi survei primer dan sekunder diikuti dengan evaluasi pasien untuk
kemungkinan rujukan. Catat seluruh assessment dan tatalaksana yang
diberikan sebelum dilakukan transfer pasien ke unit luka bakar. Segera
lakukan komunikasi via telepon dengan unit tujuan rujuk sebelum transfer
pasien dan sesuaikan dengan protokol rujukan masing-masing RS. Berikut ini
merupakan kriteria rujuk berdasarkan EMSB course oleh ANZBA:6

1. Luka bakar lebih dari 10% TBSA


2. Luka bakar lebih dari 5% TBSA pada anak
3. Luka bakar full thickness lebih dari 5% TBSA
4. Luka bakar pada area khusus (wajah, tangan, kaki, genitalia, perineum,
sendi utama, dan luka bakar yang mengelilingi ekstremitas serta luka bakar
pada dada
5. Luka bakar dengan trauma inhalasi
6. Luka bakar listrik
7. Luka bakar karena zat kimia
8. Luka bakar dengan penyakit yang menyertai sebelumnya
9. Luka bakar yang disertai trauma mayor
10. Luka bakar pada usia ekstrem: anak sangat muda dan orang tua

23
24
11. Luka bakar pada wanita hamil
12. Luka bakar bukan karena kecelakaan

Untuk membantu proses rujukan direkomendasikan adanya kerangka


komunikasi terstandarisasi yang bervariasi mulai dari identify, situation,
background, assessment, dan recommendation (ISBAR) dengan tujuan agar
transfer informasi klinis yang penting dapat dilakukan secara efisien.7

Tatalaksana Setelah 24 Jam Pertama


1. Kebutuhan cairan (Resusitasi cairan)
Resusitasi yang adekuat pada pasien luka bakar meliputi penetapan dan
pemeliharaan akses intravena yang sesuai. Semakin lama waktu yang
diperlukan untuk memulai resusitasi maka semakin buruk pula hasil
penatalaksanaannya, oleh karena itu penundaan resusitasi harus
diminimalisir sebisa mungkin.3 Resusitasi cairan harus diberikan pada
pasien dengan luka bakar derajat dua atau tiga dengan luas lebih dari 20%
TBSA. Perhitungan kebutuhan cairan dilakukan pada saat pasien
mengalami trauma luka bakar, bukan pada saat pasien datang.
Penghitungan kebutuhan resusitasi cairan dapat dilakukan dengan
menggunakan Parkland formula.6

Cairan yang disarankan untuk digunakan pada saat resusitasi adalah RL


dengan 50% total perhitungan cairan dibagi menjadi 2 tahap dalam waktu
24 jam pertama. Tahap 1 diberikan dalam 8 jam dan tahap 2 diberikan
dalam 16 jam setelahnya. Cairan harus diberikan melalui 1 jalur IV dan
dipasang pada kulit yang tidak terkena luka bakar. Jika pemberian cairan
dapat diberikan peroral, berikan pasien minuman yang setara dengan 15%
BB pasien tiap 24 jam selama 2 hari. Setiap satu liter pemberian cairan
oral dapat diikuti dengan pemberian 5 gram tablet garam.6

25
2. Kebutuhan nutrisi
Pasien luka bakar membutuhkan makronutrien dan
mikronutrien yang adekuat akibat kondisi hipermetabolik yang dialaminya
dan terjadi peningkatan kehilangan nitrogen yang tinggi di mana terjadi
pemecahan protein hingga 80-90%. Jika kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi
maka proses risiko malnutrisi akan meningkat, gangguan penyembuhan
luka, disfungsi organ, kerentanan terhadap infeksi meningkat, dan
kematian.
Perhitungan kebutuhan energi pasien luka bakar dewasa dapat
dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut:
o Rumus Modifikasi Harris Benedict

Keterangan:
KEB : kebutuhan energi basal
BB : berat badan ideal dalam kilogram (kg)
TB : tinggi badan dalam sentimeter (cm)
U : usia

Injury factor: - < 20% BSA : 1,5


- 20-40% BSA : 1,6 - 1,7
- > 40% BSA : 1,8- 2,1
Activity factor: - Confined to bed : 1,2
- Minimal ambulation : 1,3
o Rumus Rule of Thumb

26
Nutrisi dapat diberikan melalui jalur oral, enteral, parenteral atau
campuran sesuai kondisi pasien. Jalur pemberian nutrisi enteral dini lebih
direkomendasikan dibandingkan nutrisi parenteral total karena dengan
masuknya makanan melalui saluran cerna, mukosa usus halus dapat terlindungi
dari kerusakan yang timbul pasca trauma, mencegah translokasi bakteri melalui
dinding usus, perbaikan fungsi imun, kadar hemoglobin dan albumin serum lebih
baik.6

3. Perawatan luka
Tatalaksana perawatan luka bakar bergantung pada
karakteristik dan ukuran luka dan ditujukan untuk penyembuhan yang
cepat dan tidak terlalu menyakitkan. Perawatan luka bakar dapat dibagi
menjadi tiga tahap, yaitu: penilaian, manajemen, dan rehabilitasi. Setelah
luas dan kedalaman luka telah dinilai dan luka telah dibersihkan dan
didebridemen secara menyeluruh, fase manajemen dimulai. Setiap luka
harus dibalut dengan penutup yang sesuai yang memiliki beberapa fungsi.
Pertama, harus melindungi epitel yang rusak, meminimalkan kolonisasi
bakteri dan jamur, dan memberikan tindakan belat untuk mempertahankan
posisi fungsi yang diinginkan. Kedua, balutan harus oklusif untuk
mengurangi kehilangan panas evaporatif dan meminimalkan stres dingin.
Ketiga, balutan harus memberikan kenyamanan atas luka yang
menyakitkan.3

Gambar 2.16. Burn Wound Dressings3


27
2. Pembedahan

Pembedahan dini pada luka bakar bertujuan untuk life saving, limb saving,
atau sebagai upaya mengurangi penyulit yang berhubungan dengan dampak yang
dapat timbul akibat jaringan nekrotik yang melekat pada bagian tubuh yang terbakar
dan berkaitan dengan proses penyembuhan luka.6

Eksisi tangensial merupakan prosedur membuang jaringan nekrotik pada luka


bakar deep partial thickness dan full thickness serta menjaga jaringan yang masih
viable sebanyak mungkin. Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi risiko kulit
terinfeksi oleh bakteri dan mengekspos bagian kulit yang dapat digunakan untuk
skin graft. Prosedur ini dilakukan segera paska kejadian luka bakar di mana paling
baik dilakukan dalam 24 jam mengingat jumlah perdarahan yang semakin kecil jika
operasi dilakukan segera.6

Split thickness skin graft (STSG) dilakukan setelah eksisi. Skin graft pada luka
bakar dilakukan dengan tujuan meminimalisir kehilangan cairan, mengurangi
kebutuhan metabolik, dan melindungi kulit dari tereksposnya organisme yang
infeksius. Prosedur ini dilakukan dengan menanamkan lapisan kulit yang terdiri dari
epidermis dan superfisial dermis yang diambil dari kulit yang tidak terkena luka
bakar.6

Eskarotomi merupakan tindakan eksisi eskar yang melingkari dada atau


ekstremitas.2 Luka bakar full thickness dengan eskar yang kaku dapat membentuk
efek torniket seiring dengan perkembangan edema, yang menyebabkan gangguan
aliran keluar vena dan akhirnya aliran masuk arteri. 11 Eskarotomi jarang dibutuhkan
pada 8 jam pertama setelah cedera dan sebaiknya tidak dilakukan kecuali
diindikasikan karena pertimbangan sekuele estetika. 11 Indikasi dilakukannya
eskarotomi adalah luka bakar yang mengenai seluruh ketebalan dermis hingga
timbul edema yang menjepit pembuluh darah, seperti pada luka bakar melingkar
pada area ekstremitas dan dada.6

28
Gambar 2.17. Garis Insisi untuk Eskarotomi6

Fasiotomi dilakukan apabila ditemukan tanda-tanda sindrom


kompartemen, yaitu parestesia, nyeri, penurunan CRT, dan perkembangan
hilangnya denyut nadi distal.6,11 Sindrom kompartemen yang dihasilkan paling
sering terjadi pada luka bakar melingkar pada ekstremitas namun dapat juga
terjadi sindrom kompartemen pada abdomen dan toraks.11

29
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Luka bakar adalah suatu kondisi kerusakan jaringan yang disebabkan


oleh kontak langsung maupun tidak langsung dengan sumber panas seperti
kobaran api, air panas, kontak dengan benda panas, sengatan listrik, paparan
bahan kimia, dan paparan radiasi. Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam
derajat luka bakar, yaitu luka bakar derajat I, II, atau III. Prinsip-prinsip Primary
Survey dan Secondary Survey pada trauma (ATLS) dan resusitasi secara simultan
harus diterapkan pada pertolongan pertama luka bakar. Secara umum yang harus
dilakukan adalah menghentikan proses pembakaran diikuti dengan pendinginan
luka bakar. Tenaga kesehatan harus melengkapi dirinya dengan alat pelindung
diri seperti sarung tangan, google glass, dan baju pelindung khusus sebelum
melakukan pertologan pertama. Setelah dilakukan pertolongan pertama maka
dapat dilanjutkan dengan secondary survei. Pasien dengan luka bakar luas dan
dalam harus mendapatkan perawatan yang lebih intens dengan merujuk ke RS
dengan fasilitas sarana pelayanan luka bakar yang memadai.
30
DAFTAR PUSTAKA

1. Doherty GM. Current Diagnosis and Treatment : Surgery, 15th Edition.


USA: Mc Graw Hill. 2020.
2. Jeschke MG, van Baar ME, Choudhry MA, Chung KK, Gibran NS,
Logsetty S. Burn injury. Nat Rev Dis Primer. 2020 Dec;6(1):11.
3. Sabiston DC, Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL,
editors. Sabiston textbook of surgery: the biological basis of modern
surgical practic. 20th edition. Philadelphia, PA: Elsevier; 2017. 2146 p.
4. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 4. Vol.3.
2016. Jakarta: EGC. p. 776-783.
5. Craig, Sandy Appendicitis [internet]. 2014.
http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview#a0156.
6. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Luka Bakar.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2019.
7. Emergency Management of Severe Burns (EMSB). 18th ed. Australian
and New Zealand Burn Association (ANZBA); 2018.
8. Depkes RI. Kasus Appendisitis di Indonesia. 2008.
9. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 4. 2010. Jakarta: Media
Aesculapius 31
10. Jeschke MG, van Baar ME, Choudhry MA, Chung KK, Gibran NS,
Logsetty S. Burn injury. Nat Rev Dis Primer. 2020 Dec;6(1):11.
11. Brunicardi FC, editor. Schwartz’s principles of surgery. Eleventh edition.
New York: McGraw-Hill; 2018

32

Anda mungkin juga menyukai