MANAJEMEN COMBUSTIO
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian/SMF Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Aceh Utara
Oleh:
Fenny Harrika, S.Ked
2206111055
Preseptor:
dr. Muhammad Sayuti, Sp.B (K) BD
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya
dengan rahmat, karunia dan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan refarat saya
yang berjudul “MANAJEMEN COMBUSTIO” sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepanitraan Klinik Senior (KKS) di bagian/SMF Ilmu Bedah Rumah Sakit
Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih yang tak terhingga
kepada dr.Muhammad Sayuti, Sp.B (K) BD sebagai pembimbing yang telah
meluangkan waktunya memberi arahan kepada penulis selama mengikuti KKS di
bagian/SMF Ilmu Bedah Rumah Sakit Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini
masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan
yang membangun demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI...........................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................2
1.1 Latar Belakang......................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
2.1 Definisi Luka Bakar..............................................................................4
2.2 Epidemiologi Luka Bakar.....................................................................4
2.3 Etiologi Luka Bakar..............................................................................4
2.4 Klasifikasi Luka Bakar..........................................................................6
2.5 Patofisiologi Luka Bakar.....................................................................11
2.6 Tatalaksana..........................................................................................19
BAB III KESIMPULAN......................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................31
3
BAB I
PENDAHULUAN
Sekitar 90% luka bakar terjadi pada tingkat sosio ekonomi rendah di
negara- negara berpenghasilan menengah ke bawah, berdasarkan data dari
WHO. Wanita wilayah Asia Tenggara menempati angka kejadian luka bakar
tertinggi di mana 27% dari angka keseluruhan global meninggal dunia. Data
studi epidemiologi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada
tahun 2011-2012 menunjukkan bahwa terdapat 303 pasien yang dirawat
akibat luka bakar dengan perbandingan laki-laki dan perempuan adalah
2,26:1 dan usia rata-rata yaitu 25,7 tahun. Rata-rata pasien dirawat selama
13,72 hari dengan angka kematian mencapai 33% pada tahun 2011 dan
34% pada tahun 2012.6
Etiologi luka bakar pada orang dewasa dan anak berbeda, di mana
pada dewasa dan anak usia besar luka bakar umumnya terjadi akibat api
sedangkan pada anak dan lansia luka bakar umumnya terjadi akibat air panas. 7
5
Penyebab terbanyak luka bakar adalah api yang akan menyebabkan kerusakan
jaringan akibat udara yang sangat panas dan udara yang teroksidasi serta
cairan panas yang akan merusak jaringan sehingga menyebabkan luka lepuh.3
Luka bakar thermal adalah luka bakar yang disebabkan oleh panas yang tak
terkontrol, seperti kontak langsung dengan air panas (scald burn), permukaan
benda yang panas, hingga kobaran api (flame burn). Penyebab luka bakar
yang tersering adalah terbakar api langsung yang dapat dipicu atau diperparah
dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor rumah
tangga, cairan dari tabung pemantik api, yang akan menyebabkan luka bakar
pada seluruh atau sebagian tebal kulit. Pada anak, kurang lebih 60% luka
bakar disebabkan oleh air panas yang terjadi pada kecelakaan rumah tangga
dan merupakan luka bakar superfisial, tetapi dapat juga mengenai seluruh
ketebalan kulit (derajat tiga).
2. Luka bakar bahan kimia (chemical burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam atau basa kuat. Asam
menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi protein dan rasa nyeri yang
hebat. Asam hidrofluorida mampu menembus jaringan sampai ke dalam dan
menyebabkan toksisitas sistemik yang fatal, bahkan pada luka yang kecil
sekalipun. Alkali atau basa kuat yang banyak terdapat dalam rumah tangga
antara lain cairan pemutih pakaian (bleaching), berbagai cairan pembersih.
Luka bakar yang disebabkan oleh basa kuat akan menyebabkan jaringan
mengalami nekrosis yang mencair. Kemampuan alkali menembus jaringan
lebih dalam lebih kuat daripada asam, kerusakan jaringan lebih berat karena
sel mengalami dehidrasi dan terjadi denaturasi protein dan kolagen.
3. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn).
Luka bakar listrik disebabkan oleh panas yang digerakkan dari energi listrik
yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh
lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai
mengenai tubuh.
6
4. Luka bakar radiasi (radiasi injury)
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri
atau dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran.
Terbakar oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga
merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
2.4 Klasifikasi Luka Bakar
2. Derajat II
7
kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya
jaringan yang masih sehat tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3
minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi
cairan eksudat dari pembuluh darah karena perubahan permeabilitas
dindingnya, disertai rasa nyeri. Apabila luka bakar derajat II yang
dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul edema dan penurunan
aliran darah di jaringan, sehingga cedera berkembang menjadi full-
thickness burn atau luka bakar derajat III.
3. Derajat III
Luka bakar derajat III mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis
hingga
mungkin organ atau jaringan yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak
tersisa jaringan epitel yang dapat menjadi dasar regenerasi sel spontan,
sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit harus dilakukan
cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula,
karena pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan
sudah tidak intak.
8
Gambar 2.3 Luka Bakar Derajat III
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC.
Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya
kontak. Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan
peningkatan suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat,
terjadi kehilangan cairan, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan
pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan
hipovolemi dan syok, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon
terhadap resusitasi. Ada beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar,
yaitu :
9
Gambar 2.5 Luas Luka Bakar Anak
3. Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
10
Gambar 2.7 Metode Lund dan Browder
11
2. Luka bakar sedang (moderate burn)
b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
12
a. Respon Lokal
13
Gambar 2.8. Zona kerusakan pada luka bakar3
Luka bakar parah meliputi lebih dari 20% TBSA pada pasien dewasa dan
40% TBSA pada pasien anak, pada umumnya diikuti oleh periode stress,
inflamasi, dan hipermetabolisme yang ditandai dengan respon sirkulasi
hiperdinamik dengan peningkatan suhu tubuh, glikolisis, proteolisis, dan lipolisis. 3
14
Respon inflamasi dan stress ditandai dengan peningkatan kadar sitokin, kemokin,
dan fase akut protein.10
15
Gambar 2.11. Fase hipermetabolik pada luka bakar10
Sel imun teraktivasi sebagai respon terhadap luka bakar dalam beberapa
jam dan kemudian akan terjadi aktivasi jalur inflamasi sehingga menyebabkan
sindrom respon inflamasi sistemik. Beberapa penelitian mengatakan bahwa
pertumbuhan bakteri usus meningkat setelah luka bakar akibat penurunan
umunitas usus, hipoperfusi, dan dismotilitas usus. Peningkatan permeabilitas
dalam beberapa jam setelah luka bakar menyebabkan bakteri usus
dapat berpindah ke area ekstra-interstinal sehingga terjadi peningkatan
translokasi bakteri dalam beberapa hari setelah luka bakar. Luka bakar juga
berhubungan dengan cedera inhalasi akibat panas atau inhalasi dari asap atau
produk kimia dari pembakaran.10
Pada luka bakar akan terjadi sekresi hormone stress seperti katekolamin,
16
glukokortikoid, fan glukagon sehingga terjadi peningkatan tekanan daran,
resistensi insulin perifer, serta pemecfahan glikogen, protein, dan lipid yang
akan menyebabkan peningkatan pengeluaran energi, peningkatan suhu tubuh,
kehilangan total protein tubuh, pengecilan otot, dan peningkatan stimulasi
sintesis protein fase akut yang akhirnya akan menyebabkan katabolisme organ,
disfungsi organ, dan kematian.10
17
Penggunaan “Rule of Nine” sangat akurat untuk digunakan pada pasien
dewasa, namun tidak akurat bila digunakan pada pasien anak. Hal ini disebabkan
karena proporsi luas permukaan tubuh pada anak sangat berbeda dengan pasien
dewasa. Anak-anak memiliki proporsi paha dan kaki yang kecil dan bahu dan
kepala yang lebih besar dibandingkan orang dewasa. Oleh karena itu,
penggunaan “Rule of Nine” tidak disarankan untuk pasien anak- anak karena
dapat menghasilkan estimasi cairan resusitasi yang tidak akurat.2
18
Sedangkan untuk mengestimasi luas luka bakar yang kecil dapat
menggunakan area palmar (jari dan telapak tangan) dari tangan pasien yang
dianggap memiliki 1% total body surface area (TBSA).
19
2.6 Tatalaksana Luka Bakar
Prinsip-prinsip Primary Survey dan Secondary Survey pada trauma (ATLS) dan
resusitasi secara simultan harus diterapkan pada pertolongan pertama luka bakar. Secara
umum yang harus dilakukan adalah menghentikan proses pembakaran diikuti dengan
pendinginan luka bakar. Menurut Emergency Management of Severe Burns (EMSB),
tatalaksananya tersetruktur seperti gambar berikut:
20
A. Primary Survey
Adapun check list dalam mengidentifikasi dan tata laksana pasien luka bakar
berat pada primary survey berdasarkan Fundamental Critical Care Support
(FCCS course) oleh Asosiasi Critical Care dunia, Early Management of Severe
Burn course, dan ABC of Burn.
21
Breathing - Periksa tanda- - Inspeksi dada, pastikan
tanda hipoksia dan pergerakan dinding dada adekuat
hiperventilasi atau dan simetris
hipoventilasi - Berikan oksigen 100% high flow
- Hati-hati pasien 10-15 liter per menit melalui
dengan intoksikasi masker non-rebreathing
karbon - Jika tetap sesak, lakukan bagging
monoksida, atau ventilasi mekanik
tampak
cherry pink dan
tidak
bernapas
- Hati-hati luka
bakar yang
melingkar pada
dada (jika ada
pertimbangkan
eskarotomi)
Circulation - Tanda-tanda syok - Lakukan penekanan pada luka
- Cek nadi sentral jika terdapat perdarahan aktif
- Cek tekanan darah - Pasang 2 jalur IV ukuran besar,
- Cek capillary lebih disarankan pada daerah yang
refill (normal <2 tidak terkena luka bakar
detik) - Jika pasien syok, berikan bolus
- Cek luka bakar ringer lactat hingga nadi radial
melingkar pada teraba
ekstremitas - Ambil sampel darah untuk
(pertimbangkan pemeriksaan darah lengkap,
eskarotomi) analisis gas darah arteri
- Cari dan tangani tanda-tanda
klinis syok lainnya
yangdisebabkan oleh
penyebab lainnya
Disalibity Derajat Kesadaran: - Periksa derajat kesadaran
A (Alert): sadar penuh Periksa respon pupil terhadap
V (Verbal): merespon cahaya
terhadap rangsang - Hati-hati pada pasien dengan
verbal hipoksemia dan syok karena dapat
P (Pain): merespon terjadi penurunan kesadaran dan
terhadap rangsang gelisah.
nyeri
U (Uneresponsive):
tidak ada respon
Exposure Exposure dan kontrol - Melepas semua pakaian dan
lingkungan aksesorus yang melekat pada
tubuh pasien
- Lakukan log roll untuk melihat
permukaan posterior pasien
- Jaga pasien tetap dalam keadaan
hangat
- Menghitung luas luka bakar
dengan metode “Rule of Nine”
22
23
Setelah dilakukan primary survey, maka dilanjutkan dengan
pertolongan pertama yang terdiri dari fluids, analgesia, tests, dan tubes
(FATT).7 Langkah-langkahnya sebagai berikut seperti tertera pada tabel:7
24
Tests Menyingkirkan - X-Ray:
kemungkinan adanya o Lateral cervical
trauma lain o Thorax
o Pelvis
o Lainnya sesuai indikasi
Tubes - Mencegah - Pasang nasogastic tube (NGT)
gastroparesis
- Dekompresi
lambung
B. Secondary Survey
Setelah dilakukan pertolongan pertama maka dapat dilanjutkan dengan
secondary survey. Merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala
sampai kaki. Pemeriksaan dilaksanakan setelah kondisi mengancam nyawa
diyakini tidak ada atau telah diatasi. Tujuan akhirnya adalah untuk
menegakkan diagnosis yang tepat. Maka, hal-hal berikut adalah yang perlu
diperiksa pada secondary survey.6
a. Riwayat penyakit
Informasi yang harus didapatkan mengenai riwayat penyakit yang
diderita pasien sebelum terjadi trauma:
o A (Allergies) : Riwayat alergi
o M (Medications) : Obat – obat yang di konsumsi
o P (Past illness) : Penyakit sebelum terjadi trauma
o L (Last meal) : Makan terakhir
o E (Events) : Peristiwa yang terjadi saat trauma
b. Mekanisme trauma
Informasi yang harus didapatkan mengenai interaksi antara pasien
dengan lingkungan:
o Luka bakar: durasi paparan, jenis pakaian yang digunakan, suhu
dan kondisi air, jika penyebab luka bakar adalah air panas,
kecukupan tindakan pertolongan pertama
o Trauma tajam: kecepatan proyektil, jarak, arah gerakan pasien saat
terjadi trauma, panjang pisau, jarak dimasukkan, arah
o Trauma tumpul: kecepatan dan arah benturan, penggunaan sabuk
pengaman, jumlah kerusakan kompartemen penumpang, ejeksi
(terlontar), jatuh dari ketinggian, jenis letupan atau ledakan dan
jarak terhempas
22
c. Pemeriksaan secondary survei
o Lakukan pemeriksaan head to toe examination merujuk pada
pemeriksaan sekunder ATLS course (advanced trauma life
support)
o Monitoring / Chart / Hasil resusitasi tercatat
o Persiapkan dokumen transfer
1. Merujuk Pasien
23
24
11. Luka bakar pada wanita hamil
12. Luka bakar bukan karena kecelakaan
25
2. Kebutuhan nutrisi
Pasien luka bakar membutuhkan makronutrien dan
mikronutrien yang adekuat akibat kondisi hipermetabolik yang dialaminya
dan terjadi peningkatan kehilangan nitrogen yang tinggi di mana terjadi
pemecahan protein hingga 80-90%. Jika kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi
maka proses risiko malnutrisi akan meningkat, gangguan penyembuhan
luka, disfungsi organ, kerentanan terhadap infeksi meningkat, dan
kematian.
Perhitungan kebutuhan energi pasien luka bakar dewasa dapat
dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut:
o Rumus Modifikasi Harris Benedict
Keterangan:
KEB : kebutuhan energi basal
BB : berat badan ideal dalam kilogram (kg)
TB : tinggi badan dalam sentimeter (cm)
U : usia
26
Nutrisi dapat diberikan melalui jalur oral, enteral, parenteral atau
campuran sesuai kondisi pasien. Jalur pemberian nutrisi enteral dini lebih
direkomendasikan dibandingkan nutrisi parenteral total karena dengan
masuknya makanan melalui saluran cerna, mukosa usus halus dapat terlindungi
dari kerusakan yang timbul pasca trauma, mencegah translokasi bakteri melalui
dinding usus, perbaikan fungsi imun, kadar hemoglobin dan albumin serum lebih
baik.6
3. Perawatan luka
Tatalaksana perawatan luka bakar bergantung pada
karakteristik dan ukuran luka dan ditujukan untuk penyembuhan yang
cepat dan tidak terlalu menyakitkan. Perawatan luka bakar dapat dibagi
menjadi tiga tahap, yaitu: penilaian, manajemen, dan rehabilitasi. Setelah
luas dan kedalaman luka telah dinilai dan luka telah dibersihkan dan
didebridemen secara menyeluruh, fase manajemen dimulai. Setiap luka
harus dibalut dengan penutup yang sesuai yang memiliki beberapa fungsi.
Pertama, harus melindungi epitel yang rusak, meminimalkan kolonisasi
bakteri dan jamur, dan memberikan tindakan belat untuk mempertahankan
posisi fungsi yang diinginkan. Kedua, balutan harus oklusif untuk
mengurangi kehilangan panas evaporatif dan meminimalkan stres dingin.
Ketiga, balutan harus memberikan kenyamanan atas luka yang
menyakitkan.3
Pembedahan dini pada luka bakar bertujuan untuk life saving, limb saving,
atau sebagai upaya mengurangi penyulit yang berhubungan dengan dampak yang
dapat timbul akibat jaringan nekrotik yang melekat pada bagian tubuh yang terbakar
dan berkaitan dengan proses penyembuhan luka.6
Split thickness skin graft (STSG) dilakukan setelah eksisi. Skin graft pada luka
bakar dilakukan dengan tujuan meminimalisir kehilangan cairan, mengurangi
kebutuhan metabolik, dan melindungi kulit dari tereksposnya organisme yang
infeksius. Prosedur ini dilakukan dengan menanamkan lapisan kulit yang terdiri dari
epidermis dan superfisial dermis yang diambil dari kulit yang tidak terkena luka
bakar.6
28
Gambar 2.17. Garis Insisi untuk Eskarotomi6
29
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
32