Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH TRAUMA TERMAL

MATA AJAR KEPERAWATAN DASAR TRAUMA DAN JANTUNG

Dosen : Jaka Pradika, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 9 :

1. Febria Anggarini (SNR20215025)


2. Lucia Oktaviani Dewi (SNR202127)
3. Shafarudin (SNR20215023)
4. Yushlihati (SNR20215007)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIK MUHAMMADIYAH PONTIANAK

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang. Kami panjatkan puji dan syukur atas ke hadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan Tugas “Makalah Trauma Termal”, guna memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Dasar Trauma dan Jantung.
Tugas ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan tugas ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan tugas ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak.

Pontianak, 18 Mei 2022   

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Tujuan..............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................3
A. Konsep Teori...................................................................................................4
B. Etiologi.............................................................................................................4
C. Manifestasi Klinis...........................................................................................5
D. Patofisiologi....................................................................................................6
E. Klasifikasi .......................................................................................................7
F. Pemeriksaan Penunjang.................................................................................10
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................12
BAB III PENUTUP.............................................................................................25
A. Kesimpulan.....................................................................................................25
B. Saran................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang mempunyai penahan
penting dalam sistem fisiologi tubuh. Kulit manusia banyak fungsinya, antara
lain menghindari terjadinya kehilangan cairan. Apabila terjadi luka termal
maka kulit akan mengalami denaturasi protein yang ada di dalam sel,
sehingga kehilangan fungsinya, kehilangan sel di dalam jaringan, kemudian
terjadi luka. Semakin banyak kulit yang hilang akan semakin berat kehilangan
cairan.
Saat ini luka termal ( luka bakar ) masih merupakan masalah yang
cukup besar. Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di AS setiap
tahunnya. Dari kelompok ini, 200 ribu pasien memerlukan penanganan rawat
jalan dan 100 ribu pasien dirawat di rumah sakit. Sekitar 12 ribu orang
meninggal setiap tahunnya akibat luka bakar dan cedera inhalasi yang
berhubungan dengan luka bakar. ( Brunner&Suddarth, 2002 ).
Anak- anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko
tinggi untuk mengalami luka bakar. Kaum remaja laki- laki dan pria dalam
usia kerja juga lebih sering menderita luka bakar daripada yang diperkirakan
lewat representasinya dalam total populasi. Sebagian besar luka bakar terjadi
di rumah. Memasak, memanaskan atau menggunakan alat-alat listrik
merupakan pekerjaan yang lazimnya terlibat dalam kejadian ini. Kecelakaan
industri juga menyebabkan banyak kejadian luka bakar (Triana, 2007).
The National Institute of Burn Medicine yang mengumpulkan data-
data statistic dari berbagai pusat luka bakar di seluruh AS mencatat bahwa
sebagian besar pasien (75%) merupakan korban dari perbuatan mereka
sendiri. Tersiram air mendidih pada anak- anak yang baru belajar berjalan,
bermain- main dengan korek api pada usia anak sekolah, cedera karena arus
listrik pada remaja laki- laki, penggunaan obat bius, alkohol serta sigaret pada
orang dewasa semuanya ini turut memberikan kontribusi pada angka statistik
tersebut (Brunner & Suddarth, 2001).
Banyaknya faktor prognosis luka bakar data di Indonesia belum ada
yang rinci. Dengan mengetahui faktor prognosis terpenting akan
dimungkinkan menetapkan penatalaksanaan yang tepat. Penelitian
menggunakan subyek penderita luka bakar rawat inap di RSCM januari 1998
sampai mei 2001,dari 156 penderita didapat angka mortalitas 27,6% penderita
terbanyak berusia 19 tahun, laki-laki lebih banyak dari perempuan. Penyebab
terkena api (55,1%) dan terjadi di rumah (72,4%). Ditemukan luka bakar
terbanyak derajat 2 (76,9%) dengan luas terbanyak 27% ( Srikats, 2008 ).

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui penanganan kegawatdaruratan trauma termal
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi,
klasifikasi, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan dari trauma
termal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori
1. Anatomi
Kulit adalah lapisan atau jaringan yang menyelimuti seluruh tubuh
dan melindungi tubuh dari bahaya yang datang dari luar (Syaifudin, 2009).
Kulit atau sistem integumen merupakan organ tubuh manusia yang paling
besar karena fungsinya sebagai pembungkus seluruh tubuh manusia. Rata-
rata kulit yang membungkus manusia memiliki luas sebesar 1,67 m2.
Rambut, kuku, kelenjar juga merupakan bagian dari kulit (Rizen, 2012).
Dalam ruang lingkup sains, kulit tidak hanya terdapat pada luar saja yang
dapat dilihat oleh mata, tetapi jaringan-jaringan yang lebih kompleks
dalam pembentukan kulit terdapat pada kulit bagian dalam yang harus
dilihat secara mikroskopis.
Struktur kulit terbagi menjadi tiga lapisan utama yaitu epidermis
sebagai bagian terluar, lapisan dermis yang berada di tengah, dan bagian
terdalam yakni hipodermis atau juga disebut subkutan.

1) Epidermis
Lapisan paling luar, tipis dan avaskuler, tebal epidermis berbeda-beda
pada bagian tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan
kaki Ketebalannya <1 mm (sekitar 5% dari seluruh ketebalan kulit)
Terjadi regenarasi setiap 4-6 minggu
2) Dermis
Merupakan bagian yang paling penting dari kulit yang sering
dianggap "true skin" terdiri dari serabut kolagen elastin dan retikulin
kulit kuat dan lentur, mempunya pembuluh darah dan saraf. Tebalnya
bervariasi, yang paling tebal pada telapak sekt 3 mm.
3) Subcutis
Merupakan lapisan dibawah dermis yang tersusun dari sel kolagen dan
lemak tebal untuk menyekat panas sehingga kita dapat beradaptasi
dengan perubahan temperatu luar tubuh kita karena perubahan cuaca.
2. Definisi Luka Bakar
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame),jilatan
api ketubuh (flash),terkena air panas(scald), tersentuh benda panas (kontak
panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan - bahan kimia, serta sengatan
matahari (sunburn) (Moenajat, 2001).
B. Etiologi

Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah


a. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn)
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas
(scald), jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat
terpapar atau kontak dengan objek - objek panas lainnya(logam panas, dan
lain - lain) (Moenadjat,2005)
b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali
yang biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan
pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga
(Moenadjat,2005).
c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api,
dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang
memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh
darah, khusunya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi
ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak
dengan sumber arus maupun grown (Moenadjat, 2001).
d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber
radio aktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif
untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat
terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka
bakar radiasi (Moenadjat,2001).
C. Manifestasi Klinik
Kedalaman Dan Bagian Kulit
Penampilan Perjalanan
Penyebab Luka Yang Gejala
Luka Kesembuhan
Bakar Terkena
Derajat Satu Epidermis Kesemutan, Memerah, Kesembuhan
(Superfisial): hiperestesia menjadi putih lengkap dalam
tersengat matahari, (supersensivitas), ketika ditekan waktu satu
terkena api dengan rasa nyeri mereda minimal atau minggu, terjadi
intensitas rendah jika didinginkan tanpa edema pengelupasan
kulit
Derajat Dua Epidermis Nyeri, hiperestesia, Melepuh, dasar Kesembuhan
(Partial- dan bagian sensitif terhadap luka berbintik- dalam waktu
Thickness): tersiram dermis udara yang dingin bintik merah, 2-3 minggu,
air mendidih, epidermis retak, pembentukan
terbakar oleh nyala permukaan luka parut dan
api basah, terdapat depigmentasi,
edema infeksi dapat
mengubahnya
menjadi
derajat-tiga
Derajat Tiga (Full- Epidermis, Tidak terasa nyeri, Kering, luka Pembentukan
Thickness): terbakar keseluruhan syok, hematuria bakar berwarna eskar,
nyala api, terkena dermis dan (adanya darah putih seperti diperlukan
cairan mendidih kadang- dalam urin) dan bahan kulit atau pencangkokan,
dalam waktu yang kadang kemungkinan pula gosong, kulit pembentukan
lama, tersengat arus jaringan hemolisis retak dengan parut dan
listrik subkutan (destruksi sel darah bagian lemak hilangnya
merah), yang tampak, kontur serta
kemungkinan terdapat edema fungsi kulit,
terdapat luka hilangnya jari
masuk dan keluar tangan atau
(pada luka bakar ekstrenitas
listrik) dapat terjadi

D. Patofisiologi
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung
atau radiasi elektromagnetik. Sel - sel dapat menahan temperatur sampai 44 oc
tanpa kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda
untuk tiap drajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan
struktur yang kurang tahan dengan konduksi panas. Kerusakan pembuluh
darah ini mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh
darah, dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan
elektrolit.Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas yang
hampir menyelutruh, penimbunan jaringan masif di intersitial menyebabakan
kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit,timbul
ketidak mampuan menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi
ini dikenal dengan syok (Moenajat,2001)
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh
kegagalan organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi
sistem yaitu terjadinya kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan
pembuluh darah kapiler,peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan
protein),sehingga mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan
intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus dapat
mengakibatkan hipopolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan
terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan perkusi
jaringan maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang
menyuplai sirkulasi orang organ organ penting seperti : otak, kardiovaskuler,
hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang dapat mengakibatkan
kegagalan organ multi sistem.

E. Klasifikasi
Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, antara lain:
penyebab, luasnya luka, dan keparahan luka bakar.
a. Klasifikasi Berdasarkan Mekanisme dan Penyebab
a) Luka bakar termal
Luka bakar yang biasanya mengenai kulit. Luka bakar ini bisa
disebabkan oleh cairan panas, berkontak dengan benda padat
panas, terkena lilin atau rokok, terkena zat kimia, dan terkena
aliran listrik (WHO, 2008).
b) Luka bakar inhalasi
Luka bakar yang disebabkan oleh terhirupnya gas yang panas, cairan
panas atau produk berbahaya dari proses pembakaran yang tidak
sempurna. Luka bakar ini penyebab kematian terbesar pada pasien luka
bakar (WHO, 2008).
b. Klasifikasi Berdasarkan Derajat dan Kedalaman Luka Bakar
a) Derajat I (superficial) hanya terjadi di permukaan kulit (epidermis).
Manifestasinya berupa kulit tampak kemerahan, nyeri, dan mungkin
dapat ditemukan bulla. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 3
hingga 6 hari dan tidak menimbulkan jaringan parut saat remodeling
(Barbara et al.,2013).
sumber : PHTLS
b) Derajat II (partial thickness) melibatkan semua lapisan epidermis dan
sebagian dermis. Kulit akan ditemukan bulla, warna kemerahan,
sedikit edem dan nyeri berat. Bila ditangani dengan baik, luka bakar
derajat II dapat sembuh dalam 7 hingga 20 hari dan akan
meninggalkan jaringan parut (Barbara et al.,2013).

Sumber : www.angganozz.blogspot.com

c) Derajat III (full thickness) melibatkan kerusakan semua lapisan kulit,


termasuk tulang, tendon, saraf dan jaringan otot. Kulit akan tampak
kering dan mungkin ditemukan bulla berdinding tipis, dengan tampilan
luka yang beragam dari warna putih, merah terang hingga tampak
seperti arang. Nyeri yang dirasakan biasanya terbatas akibat hancurnya
ujung saraf pada dermis. Penyembuhan luka yang terjadi sangat lambat
dan biasanya membutuhkan donor kulit (Barbara et al.,2013).

Sumber : https://www.jstor.org/stable/3462568
c. Klasifikasi Berdasarkan Luas Luka
Sedangkan berdasarkan luas lesi dapat diklasifikasikan menjadi 3 yakni:
a) Luka bakar ringan, yakni luka bakar derajat I seluas <10% atau derajat
II seluas <2%.
b) Luka bakar sedang, yakni luka bakar derajat I seluas 10 - 15% atau
derajat II seluas 5 -10%
c) Luka bakar berat, yakni luka bakar derajat II seluas >20% atau derajat
III seluas >10%
Untuk menilai luas luka menggunakan metode “Rule of Nine”
berdasarkan LPTT (Luas Permukaan Tubuh Total). Luas luka bakar
ditentukan untuk menentukan kebutuhan cairan, dosis obat dan
prognosis. Persentase pada orang dewasa dan ana - anak berbeda. Pada
dewasa, kepala memiliki nilai 9% dan untuk ektremitas atas memiliki
nilai masing - masing 9%. Untuk bagian tubuh anterior dan posterior
serta ekstremitas bawah memiliki nilai masing - masing 18%, yang
termasuk adalah toraks, abdomen dan punggung. Serta alat genital 1%.
Sedangkan pada anak - anak persentasenya berbeda pada kepala
memiliki nilai 18% danektremitas bawah 14% (Yapa, 2009).
F. Pemeriksaan penunjang
Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan penunjang pada luka bakar
yaitu :
1) Laboratorium
a) Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan
adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih
dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang
meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht
turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan
oleh panas terhadap pembuluh darah.
b) Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi
atau inflamasi.
c) GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan
cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan
tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi
karbon monoksida.
d) Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal
mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat
konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
e) Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
f) Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon
stress.
g) Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
h) BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
i) Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap
efek atau luasnya cedera.
2) EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia.
3) Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Penanganan Luka Bakar
1. Luka Bakar (Akibat suhu panas)
Biasanya luka bakar karena air panas akan lebih dangkal dibandingkan
karena api, sehingga menyebabkan luka bakar yang dalam.
1) Hentikan Proses Pembakaran
Pada saat penderita ditemukan, biasanya api sudah mati. Apabila
penderita masih dalam keadaan terbakar, maka dapat ditempuh dengan
cara :
a. Menyiram dengan air dalam jumlah banyak apabila api disebabkan
karena bensin atau minyak, karena apabila dalam jumlah sedikit
hanya akan memperbesar api.
b. Menggulingkan penderita pada tanah yang datar, kalau bisa dalam
selimut basah (penolong jangan sampai turut terbakar).
Luka bakar akan mengalami pendalaman walaupun api sudah mati.
Untuk mengurangi proses pendalaman ini luka dapat disiram dengan air
bersih untuk pendinginannya. Perlu diketahui bahwa proses pendalam
ini hanya akan berlangsung selama 15 menit, sehingga apabila
paramedik tiba setelah 15 menit, usaha ini akan sia-sia dan hanya akan
menimbulkan hipotermi..
2. Primary Survey
a. Airway
Pada permulaannya airway biasanya tidak terganggu. Dalam
keadaan ekstrim bisa saja airway terganggu, misalnya karena lama
berada dalam ruangan tertutup yang terbakar sehingga terjadi pengaruh
panas yang lama terhadap jalan nafas. Menghisap gas atau partikel
karbon yang terbakar dalam jumlah banyak juga akan dapat
mengganggu Pada permulaan penyumbatan airway tidak total, sehingga
akan timbul suara stridor/crowing. Bila menimbulkan sesak berat
(apalagi bila saturasi O kurang dari 95% maka ini merupakan indikasi
mutlak untuk segera intubasi. Apabila obstruksi parsial in dibiarkan,
maka akan menjadi total dengan akibat kematian penderita.
Obstruksi jalan nafas akibat edema ini dapat menetap, melampaui
batas waktu edema pada luka (umumnya antara 12-36 jam). Edema
yang dapat memperberat obstruksi terlihat pada bagian leher, lebih
sering dijumpai pada anak-anak yang memiliki jalan nafas lebih sempit
disamping leher yang pendek.
Indikasi klinis adanya trauma inhalasi antara lain:
 Luka bakar yang mengenai wajah dan/leher
 Alis mata dan bulu hidung hangus
 Adanya timbunan karbon dan tanda peradangan akut orofaring
 Sputum yang mengandung karbon/arang
 Suara serak
 Riwayat gangguan mengunyah dan/atau terkurung dalam api
 Luka bakar kepala dan badan akibat ledakan
Bila ditemukan salah satu dari keadaan di atas, sangat mungkin
terjadi trauma inhalasi yang memerlukan penanganan dan terapi
definitif, termasuk pembebasan jalan nafas
b. Breathing
 Gangguan breathing yang timbul cepat, dapat disebabkan karena
Inhalasi partikel-partikel panas yang menyebabkan proses
peradangan dan edema pada saluran jalan nafas yang paling kecil.
Mengatasi sesak yang terjadi adalah dengan penanganan yang
agresif, lakukan airway definitif untuk menjaga jalan nafas
 Keracunan CO (karbonmonoksida). Asap dan api mengandung CO
Apabila penderita berada dalam ruangan tertutup yang terbakar,
maka kemungkinan keracunan CO cukup besar. Diagnostiknya sulit
(apalagi di pra-RS). Kulit yang berwarna merah terang biasanya
belum terlihat. Pulse oksimeter akan menunjukkan tingkat Saturasi
O2 yang cukup, walaupun penderita dalam keadaan sesak.
 Pada luka bakar yang melingkar didada hingga bagian punggung dan
derajat 3 dapat menyebabkan pasien sulit bernafas maka perlu
dilakukan tindakan escarotomy berbentuk lazi S.
Bila diduga kemungkinan keracunan CO2 maka diberikan O2
100%/15LPM (dengan non rebreathing mask, ataupun ventilasi
tambahan dengan BVM yang ada reservoir O2 bila perlu intubasi)
c. Circulation
 Lakukan penekanan pada pusat perdarahan
- Pucat menunjukkan kehilangan 30% volume darah
- Perubahan mental terjadi pada kehilangan 50% volume darah
 Periksa pulsasi sentral-apakah kuat atau lemah
 Periksa tekanan darah
 Periksa capillary refill (sentral dan perifer)-normal bila s 2 detik.
Bila 22 detik menunjukkan hipovolemia atau kebutuhan untuk
eskarotomi pada tungkai yang bersangkutan, periksa tungkai yang
lainnya.
 Masukkan 2 buah kateter IV berdiameter besar, sebaiknya daerah
yang tidak terbakar (normal)
 Ambil darah untuk pemeriksaan darah lengkap/ureum
kreatinin/fungsi hati/ koagulasi B-hCG/Cross
Match/carboxyhaemoglobin
 Bila pasien syok lakukan resusitasi cairan bolus dengan metode
Hartmann untuk memperbaiki pulsasi radialis
 Pertanda klinis-awal syok biasanya ditimbulkan penyebab lain.
Carilah dan atasi
Kulit yang terbuka akan menyebabkan penguapan air yang berlebih
dari tubuh dengan akibat terjadinya dehidrasi. Dengan begitu kebutuhan
cairan rumuskan sebagai berikut :
a. Resusitasi Cairan
Penilaian volume sirkulasi sering tidak mudah pada pasien kuka
bakar derajat berat. Lagipula, pasien luka bakar berat sering disertai
dengan trauma lain yang menyebabkan syok hypovolemik
Penanganan syok dilakukan sesuai dengan prinsip resusitasi.
Resusitasi cairan intravena untuk luka bakarnya juga harus segera
dimulai. Tekanan darah kadang sulit diukur dan hasinya kurang
dapat dipercays Pengukuran produksi urin tiap jam merupakan alat
monitor yang baik untuk menilai volume sirkulasi darah; asalkan
tidak ada diuresis osmotic (misalnya Glikosuria). Oleh karena itu
pasang katateter urin untuk mengukur produksi urin. Pemberian
cairan cukup untuk dapat mempertahankan produksi urin 1.0 mL
perkilogram berat badan perjam pada anak-anak dengan berat badan
30 kg atau kurang, dan 0,5 sampai 1.0 ml perkilogram berat badan
perjam pada orang dewasa.
 Resusitasi Syok
Bila dijumpai perdarahan atau syok non luka bakar, perlakukan
sesuai pedoman trauma menggunakan larutan kristaloid Ringer's
Lactate.
- Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena. Catatan:
jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat
hipeperfusi perifer dan banyaknya sistem klep pada vena-vena
ekstremitas bawah, dan hindari pemasangan pada daerah luka
- Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas >20-
30% atau dijumpai keterlambatan >2 jam.

Dalam waktu <4 jam pertama diberikan cairan kristali sebanyak :

3 {25% (70% x BBkg)} ml


Keterangan :
- 70% adalah volume total cairan tubuh
- 25% adalah jumlah minimal lehilangan cairan tubuh yang
dapat menimbulkan gejala klinik dari sindroma syok
- untuk melakukan resusitas) cairan (melakukan koreksi volume
menggunakan kristaloid, diperlukan 3 kali jumlah cairan yang
diperlukan (3:1)
Misal BB 70 kg, volume cairan (70%) adalah 4,9 liter (dibulatkan
menjadi 5 liter) 25% dari jumlah cairan yang hilang adalah
kurang lebih 1.250 ml moko Jumlah cairan kristaloid yang
diperlukan untuk resusitasi owal adalah 3.750 ml Pemberian
cairan selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan’
 Resusitasi tanpa syok
Resusitasi cairan tanpa gejala klinis syok atau pada kasus dengan
luas 20%-30%, tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan <
2 jam. Pada 24 jam pertama penderita luka bakar derajat dan
memerlukan caran Ringer Laktat

Kebutuhan cairan yang diberikan adalah berdasarkan rumus


Baxter/Parkland yang sudah dimodifikasi sebagai berikut:
- Dewasa 3mc kristaloid/berat badan/luas luka bakar (%)
- Anak-anak 3 mL kristaloid / berat badan / luas luka bakar (%) +
maintenance glukosa 5 % ditambah 20 mmol Kcl dalam larutan
salin 0,45% .
 Untuk 10 kg pertama 100 ml/kg
 10 kg kedua 50 ml/kg
 10 kg ketiga 20 ml/kg
Cairan diberikan melalui dua buah kanul berdiameter besar
(pada dewasa 16 G) sedapat mungkin didaerah non luka bakar.
Pertimbangkan akses intra osseous (10) bila diperlukan. Larutan
salin normal umumnya dikemas bersama dekstrosa 2,5%. Untuk
kemasan ini, tambahkan 25 ml Dekstrosa 50% kedalam kantong
berisi 500ml cairan. Bila larutan tersedia merupakan larutan salin
hipotoni tanpa glukosa, tambahkan 50ml dekstrosa 50% kedalam
kantong berisi 500ml cairan.
Kalkulasi volume yang diestimasi dalam 24 jam pertama
saat edema terbentuk beberapa saat pasca luka bakar :
 Separuh kebutuhan berdasarkan kalkulasi volume diberikan
dalam 8 jam dan separuh sisanya diberikan dalam 16 jam
berikutnya.
 Cairan mantanance bagi anak-anak dibagi dalam 24 jam secara
merata.
Pengurangan cairan tidak sebanding dengan berkurangnya
pembentukan edema, formula ini hanya merupakan petunjuk
(panduan, guidelines) yang harus disesuaikan sesuai kebutuhan
individu.
 Bila produksi urine tidak tercukupi, berikan cairan ekstra: .
Bolus cairan 5-10 ml / kg dan atau tingkatkan jumlah cairan
berikutnya sejumlah 150% volume sebelumnya.
Dalam 24 jam kedua pasca luka bakar, larutan koloid dapat
diberikan untuk restorasi volume sirkulasi menggunakan formula:
 0,5 ml albumin 5 %x kg berat badan x % luas luka bakar
Disamping itu, larutan elektrolit harus diberikan untuk
kebutuhan evaporativ loss dan kebutuhan maintenance normal.
Untuk tujuan ini, larutan yang umum digunakan adalah larutan
salin normal Kcl (+ dekstrosa untuk anak-anak).
- Misal Penderita 50 kg, luas luka bakar 20%
- Penderita akan mendapat 3ml X 50kg X 20% /24 jam 3000
cc/24jam
- Separuhnya 1500 cc (4 kolf) dalam 8 jam pertama.
- Separuhnya 1500 cc (4 kolf) dalam 16 jam berikutnya.
d. Disability
Jangan lupa memeriksa skor GCS dan tanda lateralisasi (pupil
dan motorik). Kepanikan mungkin menimbulkan benturan sehingga
perdarahan intra-kranial dapat saja terjadi, sebagai akibat dari trauma
penyerta dengan manifestasi klinis pasien mengalami gelisah dan
penurunan kesadaran sebagai tanda dari terjadinya hipoksia.
Bila dalam keadaan emergency, petugas boleh juga menentukan
derajat kesadaran pasien dengan metode :
A : dari Alert (sadar/waspada)
V : dari Verbal/vocal (Respon terhadap rangsang suara)
P : dari Pain (respon terhadap rangsang nyeri)
U : dari Unresponsive (Tidak memberi respon)
e. Eksposure
Pada exposure, lepaskan semua pakaian termasuk perhiasan
pasien, lalu periksa bagian depan dan belakang tubuh pasien namun
selalu perhatikan penderita jangan samp hipotermi dengan menjada agar
pasien tetap hangat.
3. Survey Sekunder
Pemeriksaan dilaksanakan setelah kondisi mengancam nyawa diyakini
telah teratasi
a. Anamnesis
Penting untuk menanyakan dengan teliti hal sekitar kejadian. Tidak
jarang terjadi bahwa disamping luka bakar akan ditemukan pula
perlukaan lain yang disebabkan usah melarikan diri dari api dalam
keadaan panik.
Riwayat Penyakit :
A : Alergy
M : Medicine (obat-obatan yang baru dikonsumsi)
P : Past Iines (penyakit sebelum terjadi trauma)
L : Last Meal (makan terakhir)
E : Event (peristiwa yang terjadi saat trauma) Durasi paparan
b. Pemeriksaan head to toe
Pemeriksaan teliti dilakukan apabila ada waktu. Jika ditemukan
kelainan maka diberikan pertolongan yang sesuai.
c. Luka bakarnya sendiri
Untuk tindakan pra-RS tidak perlu dilakukan apa-apa, selain menutup
dengan kain bersih/kassa dapat juga disertai salep topical, Menyiram
dengan air hanya dilakukan bila tiba sebelum 15 menit setelah kejadian.
Pada fase pra-RS jangan memecahkan bula atau vesikula.
4. Penatalaksananaan Luka
Perawatan luka dilakukan segara setelah tindakan resusitasi jalan
nafas dan mekanisme bernafas serta resusitasi cairan dilakukan melakukan
tindakan debridement, nekrotomi, dan pencucian luka. Tentunya tindakan
ini dilakukan di Ruang Operasi Luka Bakar.
a. Re-evaluasi
Lakukan penilaian kembali meliputi gangguan pernafasan, sirkulasi
perifer, gangguan neurologis, kecukupan resusitasi cairan serta hasil
radiologi, warna urin, hasil pemeriksaan laboratorium dan EKG.
b. Indikasi Rawat
Pada beberapa kasus luka bakar yang perlu dirujuk ke pusat luka
bakar adalah sebagai berikut :
 Kasus LB derajat It>15% pada dewasa, dan >10% pada anak-anak
 Kasus LB derajat II pada muka, tangan dan kaki, perinium, sendi
 Kasus LB derajat III >2% pada dewasa, setiap derajat Il pada anak-
anak
 Kasus LB disebabkan listrik, disertai cedera jalan nafas atau
komplikasi lain
B. Cedera Akibat Cuaca Dingin
1) Hipotermi Sistem
Hipotermi adalah keadaan dimana suhu tubuh inti (core body
temperature) dibawah 35°C. Tanpa adanya trauma lain, hipotermi dibagi
menjadi ringan (35°C-32 °C), sedang 32°C-30°C). berat (dibawah 30°C).
Manula lebih rentan terhadap trauma hipotermi ini disebabkan terbatasnya
kemampuan menghasilkan panas dan mengurangi kehilangan panas
melalui vasokonstriksi. Demikian pula pada anak-anak yang luas
permukaan tubuhnya relatif lebih besar dan terbatasnya sumber energi.
Tanda-tanda Hipotermia: Selain penurunan suhu inti, tanda lain
terjadinya hipotermi yang paling sering adalah penurunan kesadaran,
penderita teraba dingin, tampak kelabu, dan sianotik
2) Penanganan:
Lakukan penilaian A-B-C-D-E, cegah hilangnya panas dengan
memindahkan penderita dari lingkungan dingin dan lepaskan baju yang
basah dan dingin serta tutup dengan selimut hangat. Selalu berikan
oksigen sesuai kebutuhan penderita.
3) Efeknya Pada Jaringan Lokal
Berat ringanya akibat trauma dingin tergantung pada suhu,
lamanya kontak, keadaan Ingkungan jumlah baju hangat/pelindung, dan
keadaan kesehatan penderita. Makin dinge suhu, mobilisasi, kontak yang
lama, lembab, sudah adanya kelainan pembuluh darah perifer dan luka
terbuka semuanya akan memperberat trauma.
Ada 3 jenis trauma dingin :
1. Frostnip (subfreezing), merupakan bentuk paling ringan trauma dingin,
ditanda dengan nyeri, pucat, dan kesemutan pada daerah yang terkena.
Dengan penghangatan daerah ini dapat pulih sempurna tanpa kerusakan
jaringan, kecuali bila trauma terjadi berulang dan dalam jangka waktu
bertahun-tahun dapat menyebabkan jaringan lemak hilang atau atrofi.
2. Frostbite, adalah pembekuan jaringan yang diakibatkan oleh
pembentukan kristal es intraseluler dan bendungan mikrovaskuler
sehingga terjadi anoksia jaringan.
Frost Bite dibagi menjadi 4 derajat :
a) Derajat I : Hiperemia dan edema tanpa nekrosis di kulit
b) Derajat II : Pembentukan vesikel/bulla disertai dengan
hiperemi dan edema dengan nekrosis sebagian lapisan kulit
c) Derajat III : Nekrosisi seluruh lapisan kulit dan jaringan
subkutan, biasanya juga disertai dengan pembentukan vesikel
haemorragik
d) Derajat IV : Nekrosis seluruh lapisan kulit dan gangren otot
serta tulang

3. Non Freezing injury, disebabkan oleh kerusakan endotel mikrovaskuler


Trench foot adalah merupakan contoh non freezing injury tangan dan
kaki akibat terkena udara basah terus menerus yang suhunya masih
diatas titik beku, yaitu antara 1.6°C sampai 10°C.
Penanganan :
1) Proteksi diri dan lingkungan
2) Selalu mendahulukan hal yang mengancam A-B-C terlebih dahulu.
3) Penanganan harus segera dilakukan untuk memperpendek
berlangsungnya pembekuan jaringan. Jangan menggosok bagian
yang terkena frostbite karena akan lebih mencederai penderita
4) Re-warming :
 Jangan lakukan pada frost bite dolom/lanjut.
 Selalu memakai penghangatan lembab jangan kering misalkan
memakai hair dryer
 Jika terdapat luka lakukan seperti penanganan luka bakar.
 Jangan menggerak-gerakkan daerah yang terkena frostbite
 Segera rujuk ke rumah sakit.
Bila penderita di RS rendam bagian tubuh yang terkena dalam air
hangat 40°C yang berputar, sampai warna kulit menjadi merah dan
perfusinya kembali normal Biasanya dicapai dalam waktu 20-30
menit.

Sumber : www.doomandbloom.net, 2012


C. Luka Bakar Kimia
Luka bakar bisa disebabkan oleh kontak langsung dengan zat kimia
asam, basa atau hasil pengolahan minyak. Zat yang bersifat basa kuat lebih
berbahaya dibandingkan zat bersifat asam karena basa bisa dapat menembus
jaringan lebih dalam Berat ringannya luka sangat dipengaruhi oleh tamanya
waktu kontak, konsentrasi dan jumlahnya. Apabila menemukan penderita
masih dalam keadaan terkena zat kimia:
 Selalu proteksi diri!
 Apabila zat kimia bersifat cair, langsung semprot dengan air mengalir.
Untuk zat kimia yang bersifat asam bersifat asam lakukan penyemprotan
selama 30 menit, apabila basa lebih lama lagi (>30 menit). Untuk luka
bakar alkali pada mata diperlukan irigasi terus menerus selama 8 jam
pertama melalui kanul kecil yang dipasang pada sulkus palpebrae.
 Apabila zat kimia bersifat bubuk, sapu dulu sampai zat kimia tipis, baru
siram.
D. Luka Bakar Listrik
Luka listrik cukup sering ditemukan meski hal ini jarang terjadi pada
tegangan rendah (<1000V). Disebabkan oleh kontak langsung aliran listrik
dengan badan dan sering lukanya lebih serius dari apa yang terlihat di
permukaan. Yang harus diperhatikan adalah :
 Yang menyebabkan kematian adalah kuat arus (ampere) dan bukan voltase
Apabila menemukan penderita dengan luka bakar karena aliran listrik,
yang perlu diperhatikan adalah :
1. Matikan listrik dari sumber listrik.
2. Apabila tidak mungkin, maka coba sentuh penderita dengan
perantaraan kayu kering, baju kering dsb (bahan non-konduksi listrik).
Apabila aliran listrik sudah mati, tetapi kita ingin meyakinkan, maka
selalu meraba penderita dengan punggung tangan, jangan dengan
telapak tangan (apabila masih ada arus listrik, tangan akan selalu
fleksi).
 Bahaya gangguan irama jantung selalu ada, betapapun kecil arus listrik,
karena itu selalu pasang EKG. Bila ada kelainan, berikan terapi yang
sesuai
 Bila penderita mengalami henti napas dan henti jantung, selalu lakukan
PUP (kecuali bila) ada tanda kematian biologis), dan lakukan sampai di RS
 Perbedaan kecepatan hilangnya panas antara kulit dengan jaringan yang
lebih dalam mengakibatkan terlihatnya permukaan kulit tampak seakan
normal, padahal jaringan otot didalamnya mengalami nekrasis karena otot
merupakan penghantar listrik yang
paling hebat pada tubuh manusia. Rhabdomiolitis menyebabkan
dilepaskanya mioglobin dari otot yang pada akhirnya menyebabkan gagal
ginjal akut.
 Selalu ingat bahwa luka masuk atau luka keluar yang lebih kecil dapat
disertai kerusakan jaringan yang berat.
Penanganan:
Pada penderita luka bakar listrik harus meliputi perhatian terhadap jalan
nafas dan pernafasan, pemberian cairan infus pada ekstremitas yang tidak
terkena luka, pemasangan EKG, dan pemasangan kateter. Urin yang
berwarna gelap menandakan adanya hemokromogens didalamnya.
Pemberian cairan harus ditingkatkan sampai diharapkan mencapai produk
urin 100 mL/jam pada orang dewasa.
E. Cedera Karena Cuaca Panas
Ada 3 jenis cedera karena cuaca panas, yaitu :
1. Kejang karena cuaca panas
Heat Cramps kekakuan kejang otot disebabkan kekurangan elektrolit
Pengobatan :
 Bawa ke tempat teduh
 Berikan minuman ber-elektrolit
2. Kelelahan karena cuaca panas
Heat Exhaustion, Sering karena upacara lama, disebabkan dehidrasi.
Gejala seperti syok ringan, kulit lembab.
Pengobatan :
 Bawa ke tempat teduh
 Berikan minuman
3. Stroke karena cuaca panas
Ribuan orang setiap tahun meninggal karena heat stroke. Ini adalah
fenomena sentral (batang otak).
Gejala :
 Demam sangat tinggi (hipertermia)
 Karena demam tinggi, maka 02meningkat dan penderita mungkin sesak
 Kesadaran lama-lama akan menurun
 Kulit kering, tidak berkeringat
Pengobatan:
 Bawa ke tempat teduh
 Dinginkan secepat mungkin (siram dengan air dingin atau air es)
 Bawa ke RS: penderita memerlukan ICU
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah
Luka bakar karena suhu (panas/dingin), Luka bakar bahan kimia (Chemical
Burn), Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn) dan Luka bakar radiasi
(Radiasi Injury).
Semakin luas luka termal, semakin buruk prognosis. Luka termal lebih
dari 90 % luas total area/TBSA (Total Body Surface Area) tubuh hampir
selalu akan meninggal dunia.
Dalam melakukan penatalaksanaan pasien trauma termal dilakukan
primary survey ABCDE dan survey sekunder yang meliputi anamnesis,
pemeriksaan head to toe serta cedera yang dialami.

B. Saran
Dengan pembuatan makalah trauma termal ini, semoga kami dan
teman-teman dapat memahami dan megerti tentang trauma termal, penyebab
terjadinya trauma termal, serta tindakan yang akan dilakukan pada orang
dengan trauma termal. Serta dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Andra, S. W., & Yessie, M. P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal


Bedah Keperawatan Dewasa.Yogyakarta: Nuha Medika.
Anggowarsito, Jose L.2014. Luka Bakar Sudut Pandang Dermatologi. Surabaya :
Universitas Katolik Widya Mandala. Jurnal Widya Medika Surabaya
Vol.2 No.2 Oktober 2014
Barbara AB, Glen G, Marjorie S. 2013. Willard and Spackman's Occupational
Therapy (12th Ed). Lippincott Williams & Wilkins. Diakses pada
tanggal 1 april 2019
Burninjury. 2013. Burn complications. Diakses pada tanggal 1 april 2019
Tersedia dari : http://burninjuryguide.com/burn-recovery/burn-
complications/
Doenges, Marilynn E.dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan & Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi
III.Alih Bahasa: I Made Kriasa.EGC.Jakarta. Diakses pada tanggal 1
april 2019
Edlich RF. Thermal burns. De la Torre JI. [cited July 2014], available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1278244. Diakses pada tanggal 1
april 2019
Moenadjat Y., 2001., Luka Bakar Pengetahuan klinis Praktis, Edisi Kedua, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta. Hal 5-170. Diakses pada tanggal 1 april 2019
Moenadjat Y. 2005. Resusitasi: Dasar - dasar manajemen luka bakar fase akut.
Jakarta: Komite medik asosiasi luka bakar Indonesia. hal.5 - 20, 54 - 60.
Diakses pada tanggal 1 april 2019
Murray C& Hospenthal DR. 2008. Burn wound infections. Diakses pada tanggal
10 Juli 2015. Tersedia dari :
http://emedicine.medscape.com/article/213595-overview
Nisanci M, EskiM, Sahin I, Ilgan S, Isik S. 2010. Saving the zone of stasis in
burns with activated protein C: an experimental study in rats. Burns.
36:397–402. Diakses pada tanggal 1 april 2019
Osler T, Glance LG, Hosmer DW. 2010. Simplified estimates of the probability of
death after burn injuries: extending and updating the baux score. J
Trauma. 68(3):690-7. Diakses pada tanggal 1 april 2019
Rudall N & Green A. 2010. Burns clinical features and prognosis. Clinical
Pharmacist. 2: 245-8. Diakses pada tanggal 1 april 2019
Tan JQ, ZhangHH, Lei ZJ, Ren P, Deng C, Li XY, et al. 2013. The roles of
autophagy and apoptosis in burn wound progression in rats.
Burns.39:1551–6. Diakses pada tanggal 1 april 2019
Tintinalli JE. 2010. Emergency medicine: a comprehensive study guide. New
York: McGraw-Hill Companies. Diakses pada tanggal 1 april 2019
WHO. 2008. World report on child injury prevention. p79 - 93. Diakses pada
tanggal 1 april 2019
Yayasan Ambulan Gawat Darurat 118. 2017. Basic Trauma dan Cardiac Life
Support. Edisi VII. Jakarta : Ambulan Gawat darurat 118

Anda mungkin juga menyukai