Anda di halaman 1dari 112

 NE R S .

|  sem ester IIIR E G B k hus us |  2021-2022

BPKM
(BUKU PEDOMAN KERJA MAHASISWA)


:
Koordinator MK
DINARWULAN PUSPITA,M .KEP PHYSICAL


1.
2.
TIM PENGAJAR :
TUTUR KARDIATUN, M.KEP
GUSTI JHONI PUTRA,M.PD M.KEP
ASSESSMENT
S E M E S T E R II I R E G B
KODE MK :
2 S K S : ( 1 P R A K T IK , 1 K L IN IK )

DESKRIPSI MATA KULIAH : Mata kuliah ini membahas tentang prinsip-prinsip teoritis dan keterampilan praktk klinis
tentang pemeriksaan fisik sesuai dua pendekatan yaitu head to too dan pendekatan system. Fokus mata kuliah ini melatih
skill mahasiswa tentang pemeriksaan fisik yang komprehensif guna mendapatkan data yang lengkap menunjang asuhan
keperawatan yang akan diberikan. Berdasarkan hal tersebut mempermudah mahasiswa melakukan pemeriksaan fisik yang
lengkap namun terfokus sesuai dengan tahapan yang sistematis dan lengkap.

KOMPETENSI :
CAPAIAN PEMBELAJARAN : Setelah mengikuti pembelajaran ini, mahasiswa mampu:
Mata kuliah ini membahas tentang 1. Mendemonstrasikan General Survey
prinsip-prinsip teoritis dan keterampilan 2. Mendemonstrasikan Pemeriksaan kepala Leher
3. Mendemonstrasikan Pemeriksaan fisik sistem integumen
praktik klinis tentang pemeriksaan fisik
4. Mendemonstrasikan Pemeriksaan fisik torak ; Pernafasan
sesuai dua pendekatan yaitu head to too 5. Mendemonstrasikan Pemeriksaan fisik torak ;Kardiovaskuler
dan pendekatan system. Berdasarkan hal 6. Mendemonstrasikan Pemeriksaan fisik Endokrin
tersebut mempermudah mahasiswa 7. Mendemonstrasikan Pemeriksaan fisik pencernaan& abdomen
melakukan pemeriksaan fisik yang 8. Mendemonstrasikan Pemeriksaan fisik Perkemihan
lengkap namun terfokus sesuai dengan 9. Mendemonstrasikan Pemeriksaan fisik Persyarafan
tahapan yang sistematis dan lengkap, 10. Mendemonstrasikan Pemeriksaan fisik Muskulo skeletal
11. Mendemonstrasikan Permeriksaan fisik Reproduksi &
Genetalia

1
Metode penilaian dan pembobotan :

Seminar Praktikum Klinik


10% 50% 40%

Metode penilaian :
NILAI <40 40-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75-79 80-84 85-100

HURUF E D C- C C+ B- B B+ A- A

NILAI 0 1 1,75 2 2,5 2,75 3 3,5 3,75 4


POINT

Referensi :
1. Snell S Richard. Thorax Bagian II Cavitas Thoracis. Anatomi Klinik. Edisi 6.
Jakarta. 2006 : EGC ; 113-118.
2. Valerie C.Scanlon, and Tina Sanders. Essentials of Anatomy and Physiology,
Fifth edition. Copyright 2007 by F.A.Davis.
3. Tortora D Gerrad, Derrickson Bryan H. The Cardiovascular System : Blood
Vessels and Hemodynamics. Principles of Anatomy and Physiology. 12th Ed.
Danvers. 2009 : John Wiley & Son : 761, 786, 801, 807,816.
4. Ganong WF.Review of Medical Physiology. 20th ed, Los Altos California:
Maruzen Asia Ed, Lange Medical Publ, 2001.
5. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 9th ed, Philadelphia: WB.
Saunders Co,1996.
6. Sherwood I. Human Physiology, From Cell to system. 5th ed, Belmont:
Book/cole- Thomson Learning, 2004.

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
Suci-lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (Al Mu’minuun 12-14)
L
o
r
e
m

i
2
p
s
u
m
Peraturan Mata Kuliah:

1. Mahasiswa yang dapat mengikuti perkuliahan ini ialah mahasiswa S1 Keperawatan


Reguler B khusus yang sudah melakukan registrasi
2. Mahasiswa wajib berpenampilan rapi, bersih, dan lengkap dengan atribut seragam
(menyesuaikan hari), menggunakan sepatu dan kaos kaki, pakaian tidak ketat dan
menerawang , baju menutup bokong (untuk wanita), tidak menggunakan kaos oblong dan
bahan jeans (untuk pria), jika tidak sesuai maka dosen berhak memulangkan mahasiswa,
menggunakan jas lab saat praktikum
3. Mahasiswa mengisi daftar hadir kuliah dengan diketahui dosen yang mengisi materi sesuai
jadwal
4. Berkemauan keras menjalani proses pendikan keperawatan dengan tekun dan bersemangat
dengan menganut nilai-nilai kepantasan yang berlaku di dunia pendidikan pada umumnya
dan Program Studi S1 Keperawatan Reguler STIK Muhammadiyah khususnya.
5. Mampu bekerja sendiri maupun dalam kelompok dengan tetap menerapkan prisip-prinsip
berkomunikasi berdasarkan empati, baik dengan sesema mahasiswa, fasilitator,
narasumber, dan semua karyawan dan civitas akademika.
6. Kehadiran untuk tutorial wajib 100%, ketidakhadiran dengan alasan yang dapat diterima
harus disampaikan kepada tutor yng mengajar dengan melampikan surat ijin tertulis ( surat
keterangan dokter/surat ijin dari BAAK)
7. Mahasiswa menghubungi dosen tutor masing-masing sesuai jadwal, dan berkordinasi
dengan pihak laboratorium untuk penggunaan ruangan dan alat untuk masing-masing
kelompok
8. Selama pembelajaran daring, mahasiswa dapat langsung melakukan kontrak waktu dan
aplikasi yang akan digunakan dengan dosen yang bersangkutan.
9. Praktikum yang dilakukan di laboratorium dilaksanakan sesuai jadwal dan tetap
melaksanakan protocol kesehatan yang berlaku.

3
MATRIKS PEMBELAJARAN PRAKTIKUM
PEMERIKSAAN FISIK (PHYSICAL ASSESSMENT)

NO HARI/TGL WAKTU MATERI METODE DOSEN


1 P.F Kardiovaskular Tutorial/ Dinarwulan P
Kelompok 1 Praktikum
Senin, 22
P.F Persarafan Tutur Kardiatun
November 15.00-17.00 WIB
2021 Kelompok 2
P.F Pernafasan Gusti Jhoni Putra
Kelompok 3
2 P.F Kardiovaskular Tutorial/ Dinarwulan P
Kelompok 2 Praktikum
Selasa, 23
P.F Persarafan Tutur Kardiatun
November 15.00-17.00 WIB
2021 Kelompok 3
P.F Pernafasan Gusti Jhoni Putra
Kelompok 1
3 P.F Kardiovaskular Tutorial/ Dinarwulan P
Kelompok 3 Praktikum
Rabu, 24
P.F Persarafan Tutur Kardiatun
November 15.00-17.00 WIB
2021 Kelompok 1
P.F Pernafasan Gusti Jhoni Putra
Kelompok 2
4 UJIAN OSCE Dinarwulan P
Kamis, 25 PRAKTIKUM I
15.00-17.00 WIB
November Tutur Kardiatun
2021
Gusti Jhoni Putra
5 PF. Endokrin Seminar Dinarwulan P
Jumat, 26 15.00-17.00 WIB Kelompok 1
November
2021

Sabtu, 27 General Survey Seminar Tutur Kardiatun


November 15.00-17.00 WIB
6 2021

7 Minggu, 28 PF. Muskuloskeletal Seminar Gusti Jhoni Putra


15.00-17.00 WIB
November
2021
P.F Pencernaan dan Tutorial/ Dinarwulan P
Abdomen Praktikum
Senin, 13 Kelompok 1
Desember 15.00-17.00 WIB P.F kepala dan leher/ Tutur Kardiatun
8 2021 Penginderaan
Kelompok 2
P.F Perkemihan Gusti Jhoni Putra
Kelompok 3
P.F Pencernaan dan Tutorial/ Dinarwulan P
Abdomen Praktikum
Selasa, 14 Kelompok 2
Desember P.F kepala dan leher/ Tutur Kardiatun
9 2021
15.00-17.00 WIB
Penginderaan
Kelompok 3
P.F Perkemihan Gusti Jhoni Putra
Kelompok 1
Rabu, 15 P.F Pencernaan dan Tutorial/ Dinarwulan P
15.00-17.00 WIB
10 Desember Abdomen Praktikum
2021 Kelompok 3

4
P.F kepala dan leher/ Tutur Kardiatun
Penginderaan
Kelompok 1
P.F Perkemihan Gusti Jhoni Putra
Kelompok 2
UJIAN OSCE Dinarwulan P
Kamis, 16 PRAKTIKUM II
Desember Tutur Kardiatun
11 2021
15.00-17.00 WIB

Gusti Jhoni Putra

PF. Imunologi Seminar Dinarwulan P


Jumat, 17 Kelompok 1
12 Desember
15.00-17.00 WIB
2021

P.F Reproduksi dan Seminar Tutur Kardiatun


Sabtu, 18 genetalia
13 Desember 15.00-17.00 WIB Kelompok 2
2021

Minggu, 19 PF. Integumen Seminar Gusti Jhoni Putra


14 Desember 15.00-17.00 WIB Kelompok 3
2021

5
DAFTAR MATERI LABORATORIUM

NAMA TINDAKAN

DINARWULAN PUSPITA Pemeriksaan Fisik Toraks ; Kardiovaskuler


Pemeriksaan Fisik Endokrin
Pemeriksaan Fisik Pencernaan & Abdomen
Pemeriksaan Fisik Imunologi

TUTUR KARDIATUN General Survei


Pemeriksaan kepala Leher/ Penginderaan
Pemeriksaan Fisik Persarafan
Permeriksaan Fisik Reproduksi & Genetalia

GUSTI JHONI PUTRA Pemeriksaan Fisik Sistem Pernafasan


Pemeriksaan Fisik Perkemihan
Pemeriksaan Fisik Muskuloskeletal
Pemeriksaan Fisik Sistem Integumen

DAFTAR NAMA KELOMPOK TUTORIAL


Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3
INDAH OKTAVIANTI RAHMAN FERDIANSYAH HESTAMI
WULAN ISMA UTAMI SUTRI DEWI KUMAMA EMILIA
EMA FATTHURRAKHMAH SHAFARUDIN SYAMSURIZAL
BASILICA TITANI SUMIANTI HENDRI GUNAWAN
RIA TRISNAWATI FEBRIA ANGGARINI FAUZI SUNDANI
APRIL FUTRIYANI YOGARA CHAISAR RANGKUTI JALIMAH
YUSHLIHATI LUCIA OKTAVIANI DEWI ANI ODE
BEATRIKS HALLA RENA LESTARI WINDA ANGGRAINI
OKTAVIANI YUSTINA AGUSTINA SUSANTI KRISTOFORUS EDWIN
SILVIA ANGELIA ERNA MARDIONO BEDNARIA
NUOR NOVIANA RAHMINI QADARSYIH NORNIATI

6
Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan
Muhammadiyah Pontianak
Program Studi Ners

Buku Panduan Kerja Mahasiswa


(PRAKTIKUM)

PHYSICAL ASSESSMENT
Koordinator : Dinarwulan Puspita, M.Kep
Team : Tutur Kardiatun, M.Kep
Gusti Jhoni Putra, M.Pd, M.Kep

7
Pendekatan
────
Head to Toe &
Sistem

UNTUK
────
MAHASISWA
KEPERAWATAN

PANDUAN
Pemeriksaan
Fisik

Penulis

Sitti Syabariyah
Supriadi
Indri Erwani
Dinarwulan Puspita
Kharsima Pratama
Syahid Amrullah
Lilis Lestari
Usman
Ridha Mardiyani
Tri Wahyuni

8
PHYSICAL ASSESSMENT

Pas Photo
3x4
Berwarna
Latar Merah

Nama : ___________________________

Nim : ___________________________

Kelompok ; ___________________________

PROGRAM STUDI NERS TAHAP AKADEMIK


REGULER B KHUSUS
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
Semester Ganjil 2021/2022

9
VISI DAN MISI
PROGRAM STUDI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
PONTIANAK

Visi
Merupakan Pusat Pendidikan Tenaga Keperawatan Professional, Islami
dan Kompetitif yang Bercirikan Keahlian Pengelolaan Trauma Akut dan
Kronik pada Tahun 2030

Misi
1. Menyelenggarakan pendidikan berfokus pada mahasiswa dalam
rangka menghasilkan lulusan yang berakhlakul karimah, memiliki
kekokohan intelektual, berfikir kritis dan caring terutama pada
bidang pengelolaan trauma kaut dan kronik
2. Menyelenggarakan penelitian yang berkualitas terutama pada
bidang pengelolaan trauma akut dan kronik
3. Menyelenggarakan pengabdian yang berkualitas kepada masyarakat
terutama pada bidang pengelolaan trauma akut dan kronik dengan
melibatkan peran serta masyarakat

10
DOA SEBELUM BELAJAR

‫ـي فَ ْه ًمـا‬ َ ‫ب ِزدْ نِ ْي ِع ْل ًم‬


ْ ِ‫ـاو ْر ُز ْقن‬ ِ ‫س ْولَ َر‬ ِ ْ ِ‫ضتُ بِاالل ِه َربَا َوب‬
ُ ‫ال ْسالَ ِم ِد ْينَا َوبِ ُم َح َّمد نَبِيَا َو َر‬ ِ ‫َر‬

Rodlittu billahirobba, wabi islamidina, wabimuhammadin nabiyyaw warasulla ,robbi


zidnii ilmaa warzuqnii fahmaa.
Artinya:
"Kami ridho Allah Swt sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku, dan Nabi
Muhammad sebagai Nabi dan Rasul, Ya Allah, tambahkanlah kepadaku ilmu dan
berikanlah aku pengertian yang baik"

َّ ‫ار ُز ْقنِ ْي فَ ْه ًما َوا ْجعَ ْلنِ ْي ِمنَ ال‬


َ‫صا ِل ِحيْن‬ ْ ‫ب ِزدْنِي ِع ْل ًما َو‬
ِ ‫َر‬
Robbi zidnii 'ilman warzuqnii fahmaa, waj'alnii minash-shoolihiin
Artinya :
"Ya Allah, tambahkanlah aku ilmu dan berikanlah aku rizqi akan kepahaman,Dan
jadikanlah aku termasuk golongan orang-orang yang sholeh"

DOA SETELAH BELAJAR

ُ‫ار ُز ْقنَا ا ْج ِتنَابَه‬


ْ ‫اطالً َو‬ ِ َ‫عهُ َوأ َ ِرنَا ْالب‬
ِ َ‫اط َل ب‬ ْ ‫اَلل ُه َّم أ َ ِرنَا ْال َح َّق َحقًّا َو‬
َ ‫ار ُز ْقنَا ا ِتـبَا‬
Allahumma Arinal Haqqa Haqqan Warzuqnat tibaa'ahu. Wa Arinal baathila Baa-
Thilan Warzuqnaj tinaabahu
Artinya:
"Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami kebenaran, sehinggga kami dapat
mengikutinya. Dan tunjukkanlah kepada kami kejelekan sehingga kami dapat
menjauhinya"

ُ ‫ت أَ ْست َ ْغ ِف ُر َك َوأَت ُ ْو‬


‫ب ِإلَي َْك‬ َ ‫ِك أ َ ْش َهدُ أ َ ْن لَ إِلهَ إِلَّ أ َ ْن‬
َ ‫س ْب َحان ََك اللَّ ُه َّم َوبِ َح ْمد‬
ُ
Subhanaka Allahuma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu
ilaik.
Artinya:
“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada
Tuhan melainkan Engkau. aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”.

11
I GENERAL SURVEY
Dr. Sitti Syabariyah, S.Kp., MS.Biomed

TUJUAN UMUM PEMBELAJARAN

Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik pada
klien dengan cara sistematik dan benar, sehingga dapat membantu menegakkan diagnosa dan
akhirnya dapat memberikan intervensi serta implementasi keperawatan dengan benar

TUJUAN KHUSUS PEMBELAJARAN

Setelah melakukan praktek di laboratorium mahasiswa dapat ;

1. Menjelaskan prinsip umum pengkajian


2. Mendemonstrasikan cara pendekatan / anamnese pada klien
3. Menyiapkan alat yang diperlukan dalam pemerikasaan fisik
4. Mengatur posisi pasien saat pemerikasaan fisik
5. Menyiapkan lingkungan yang aman dan nyaman
6. Mendemonstrasikan tehnik-tehnik pengkajian
7. Melakukan pendokumentasian hasil pemeriksaan

ALAT DAN BAHAN

1. Klien dan status klien


2. Meja dorong atau baki
3. Alat-alat sesuai kebutuhan pemeriksaan

 Tensimeter – Termometer
 Stetoskop – Jam tangan
 Lampu kepala – Lampu senter
 Optalmoskop – Otoskop
 Garpu tala – Spekulum hidung
 Snellen card – Spatel lidah
 Pinset cirrurgi – Pinset anatomi
 Bengkok – Sarung tangan
 Reflek hammer – Timbangan

12
 Sketsel – Kertas tissue
 Alat dan buku catatan perawat

PENGERTIAN PEMERIKSAAN FISIK UMUM

Pemeriksaan fisik merupakan salah satu elemen penting dari proses menentukan diagnosis
sebuah intervensi keperawatan. Diagnosis dilakukan untuk mengetahui kebutuhan klien, agar
dapat memberikan intervensi yang tepat pada klien tersebut. Pemeriksaan fisik adalah
komponen pengkajian keperawatan yang bersifat objektif yang dilakukan dengan cara
melakukan pemeriksaan pada tubuh klien dengan melihat keadaan pasien (inspeksi), meraba
suatu sistem atau organ yang hendak diperiksa (perkusi), mengetuk suatu sistem atau organ
yang hendak diperiksa (palpasi), dan mendegarkan menggunakan stetoskop (auskultasi).

Pemeriksaan fisik Inspeksi


Inspeksi merupakan pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan melihat bagian tubuh yang akan
diperiksa. Aspek yang diperiksa pada tahap inspeksi ini diantaranya adalah ukuran, warna,
bentuk, dan letak. Pastikan membawa alat-alat yang diperlukan seperti penlight (lampu senter).
Kondisi pencahayaan ruangan pun harus cukup baik agar mudah diobservasi.

Pemeriksaan fisik Palpasi


Palpasi merupakan tindakan pemeriksaan fisik yang mengandalkan indera peraba. temperatur,
turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, dan ukuran. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan
selama palpasi :

 Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai.


 Tangan perawat harus dalam keadaan hangat dan kering
 Kuku jari perawat harus dipotong pendek.
 Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir. Misalnya: adanya tumor, oedema,
krepitasi (patah tulang), dan lain-lain.

Pemeriksaan fisik Perkusi


Perkusi merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan mengetuk. Bagian yang diketuk adalah
bagian tubuh yang dapat didiagnosis dengan data berupa suara. Bagian tubuh yang biasanya
memerlukan cara ini adalah thorax dan abdomen. Perkusi dilakukan dengan meletakkan
telapak/jari tangan perawat di bagian tubuh yang diindikasi bermasalah lalu tangan satunya lagi
mengetuk punggung tangan perawat agar tercipta bunyi.

13
Macam-macam suara biasa dijumpai saat perkusi adalah

 Sonor: suara perkusi jaringan yang normal.


 Redup: suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah paru-paru pada
pneumonia.
 Pekak: suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah jantung, perkusi
daerah hepar.
 Hipersonor/timpani: suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong, misalnya
daerah caverna paru, pada klien asthma kronik.

Pemeriksaan fisik Auskultasi


Auskultasi merupakan pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan mendengarkan suara yang
dihasilkan oleh tubuh. Untuk melakukan pemeriksaan ini, diperlukan pendengaran yang baik.
Pada bagian tubuh yang mengalami masalah namun tidak dapat didengarkan secara langsung
lewat telinga maka memerlukan stetoskop. Auskultasi biasanya digunakan untuk mengetahui
bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.

LANGKAH – LANGKAH PHYSICAL ASSASSMENT

Sebelum memulai pemeriksaan fisik ucapkanlah salam kepada klien dan perkenalkan diri
anda, jabat tangan kalau mungkin kemudian dilanjutkan dengan

1. Lakukan pendekatan interpersonal yang ramah, sopan, menghargai klien ,dapatkan


data biografi klien.
2. Jelaskan maksut dan tujuan dilakukan pemeriksaan fisik
3. Siapkan alat-alat yang dibutuhkan
4. Lakukan pemeriksaan sesuai langkah-langkah berikut :

ANAMNESE

Keluhan Utama, merupakan keluhan yang dirasakan klien, sehingga menjadi alasan klien
dibawa ke Rumah Sakit. Riwayat Penyakit Sekarang, kronologis dari penyakit yang diderita
saan ini mulai awal hingga di bawa ke RS secara lengkap meliputi ;

1. P = Provoking atau Paliatif : Apa penyebab gejala ? Apa yang dapat mengurangi dan
memperberat penyakitnya ? Apa yang dilakukan pada saat gejala mulai dirasakan ?
Keluhan psikologis yang dirasakan .
2. Q = Quality and Quantity : Seberapa tingkat keparahan yang dirasakan klien

14
3. R = Regio or Radiation : Pada area mana gejala dirasakan?Sejauh mana
penyebarannya.
4. S = Severity : Tingkat/skala keparahan, hal-hal yang memperberat atau mengurangi
keluhan
5. Time : Kapan gejala mulai muncul? Seberapa sering dirasakan? Apakah timbul tiba-
tiba atau bertahap? Kambuhan dan lama dirasakan?

Riwayat Penyakit Yang Lalu : Penyakit apa saja yang pernah dialami klien, baik yang ada
hubungannya dengan penyakit yang diderita sekarang atau tidak ada hubungannya dengan
penyakit yang diderita sekarang, riwayat operasi, dan termasuk riwayat alergi.

Riwayat Kesehatan Keluarga : Apakah ada keluarga yang menderita penyakit yang sama?,
Penyebab kematian bila ada anggota keluarga yang meninggal? Apakah ada jenis penyakit
herediter dalam keluarga?

POLA PEMELIHARAAN KESEHATAN

 Pola Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi ; Mengkaji jenis, jumlah, dan waktu makan
selama di rumah dan di rumah sakit. Pantangan makanan?, Kesulitan menelan,
mengunyah, mual, anoreksia? Usaha mengatasi kesulitan yang dialami klien?
 Pola Eliminasi ; Mengkaji jumlah, warna, bau, konsistensi, Konstipasi,
Incontinentia,frekuensi, BAB dan BAK klien? Upaya mengatasi masalah yang
dialami klien ?
 Pola istirahat tidur : Mengkaji waktu mulai tidur, waktu bangun, penyulit tidur,
yang mempermudah tidur, gangguan tidur, pemakaian jenis obat tidur, hal yang
menyebakan klien mudah terbangun?
 Pola kebersihan diri / Personal Hygiene : Mengkaji status kebersihan mulai rambut
hingga kaki, frekuensi mandi, gosok gigi, cuci rambut, potong kuku?
 Aktivitas Lain : Olah raga yang dilakukan, hobby dan lain-lain?

RIWAYAT PSIKOLOGIS

1. Status Emosi

Bagaimana ekspresi hati dan perasaan klien, tingkah laku yang menonjol, suasana
yang membahagiakan klien, stressing yang membuat perasaan klien tidak nyaman.

15
2. Gaya Komunikasi

Apakah klien tampak hati-hati dalam berbicara, apakah pola komunikasinya spontan
atau lambat, apakah klien menolak untuk diajak komunikasi, Apakah komunikasi klien
jelas, apakah klien menggunakan bahasa isyarat.

3. Pola Interaksi

Kepada siapa klien berspon, Siapa orang yang dekat dan dipercaya klien, apakah klien
aktif atau pasif dalam berinteraksi, Apakah tipe kepribadian klien terbuka atau tertutup.

4. Pola Pertahanan

Bagaimana mekanisme koping klien dalam mengatasi masalahnya

5. Dampak di Rawat di Rumah Sakit

Apakah ada perubahan secara fisik dan psikologis selama klien di rawat di RS.

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI

1. Latar belakang social, budaya dan spiritual klien

Apakah klien aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, apakah ada konflik sosial yang dialami
klien, bagaimana ketaatan klien dalam menjalankan agamanya, apakah klien mempunyai
teman dekat yang senantiasa siap membantu.

2. Ekonomi

Siapa yang membiayai perawatan klien selama dirawat, apakah ada masalah keuangan dan
bagaimana mengatasinya

PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL

1. Mengukur Tekanan Darah

Perhatikan karakteristik suara aliran darah dalam arteri berikut :

 Bunyi Korothkof I : Bunyi yang pertama terdengar lemah, nadanya agak tinggi,
terdengar deg..deg….( Suara sistol )
 Bunyi Korothkof II : Adanya bunyi seperti K I, tapi disertai bising, terdengar
tekss..,atau tekrd…

16
 Bunyi Korothkof III : Adanya bunyi yang berubah menjadi keras, nada rendah tanpa
bising, terdengar deg..deg…
 Bunyi Korothkof IV : Saat bunyi jelas seperti K III melemah
 Bunyi Korothkof V : Saat bunyi menghilang ( Suara Diastol )

1. Menghitung denyut nadi per-menit, meraba nadi radial yang termudah, bilatidak
teraba nadi carotid atau apical, pada bayi nadi temporal.
2. Menghitung frekuensi pernafasan per menit, dengan menyilangkan tangan klien di
dada amati pergerakan dinding dada klien
3. Mengukur suhu tubuh, pada orang dewasa pada axillar, pada bayi dan anak pada
rectal atau oral, dan pada kondisi yang memerlukan tingkat akurasi yang tinggi pada
orang dewasa bisa per-oral atau per-rektal

17
II PENGKAJIAN SISTEM
INTEGUMEN
Ridha Mardiyani, M.Kep

Kulit, kuku, rambut serta kelenjar dan ujung-ujung saraf terkait membentuk sistem
integumen (Thomas & James, 2012).

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Integumen


1. Kulit
Kulit atau sistem integumen merupakan organ terbesar pada tubuh manusia, membungkus
otot-otot dan organ-organ dalam. Integumen merupakan barier pelindung terhadap
organisme penyebab penyakit; organ sensorik untuk nyeri, suhu dan sentuhan; serta dapat
menyintesis vitamin D (Muttaqin, 2011). Kulit mempunyai tiga lapisan utama yaitu
epidermis, dermis, dan jaringan subkutan.
a. Epidermis
Merupkan lapisan terluar, yang berfungsi melindungi organ dibawahnya terhadap
kehilangan air, cedera mekanik, kimia, mikroorganisme penyebab penyakit. Selain itu,
sel-sel khusus yang disebut melanosit dapat ditemukan dalam epidermis untuk
menentukan pigmen gelap kulit (Simon 2003 dalam Muttaqin, 2011).
b. Dermis
Terletak di bawah epidermis yang terdiri dari kolagen, serat elastik, dan bahan dasar.
Pada lapisan ini terdapat otot, saraf dan pembuluh darah terletak.
c. Hipodermis / Subkutan
jaringan subkutan meliputi pembuluh darah, saraf dan jaringan limfe dengan jaringan
penyambung yang terisis el lemak.

18
2. Rambut

rambut dibentuk oleh pertumbuhan kebawah sel epidermis ke dermis atau jaringan subkutan
yg disebut folikel rambut. Rambut terdiri dari batang dan akar.

3. Kuku
Kuku berasal dari sel yang sama seperti epidermis dan rambutserta terdiri atas lempengan
keratin bertanduk yang keras. Secara anatomis kuku terdiri dari akar kuku yang melekat
pada kulit, dilapisi oleh kutikula dan membentuk area pucat hemisfer yang disebut lanula;
dan Lempeng kuku yang disebut dasar kuku

B. Pengkajian
Riwayat kesehatan yang harus dikaji meliputi masalah kesehatan sekarang, riwayat
penyakit dahulu, status kesehatan anggota keluarga dan status perkembangan.
1. Pengkajian Riwayat Sekarang
Anamnesa oleh perawat untuk menemukan permasalahan yang dikeluhakan oleh klien.
a. Identifikasi kapan masalah pertama kali diketahui ?
b. Bagaimana perubahannya setelah itu ? terus menerus atau sesekali ?
c. Di mana dimulainya? apakah meluas ? jika meluas melaus dari tepi atau muncul secara
berkelompok ? Bagaimana distribusinya ?
d. Apakah terdapat pengeluaran cairan, perdarahan, sisik ?
e. Pakah terasa nyeri, gatal, atau terjadi perubahan sensasi ?
f. Tanyakan ada atau tidaknya hal-hal berikut: Lesi , kemerahan atau memar, perubahan
warna kulit
g. Apakah penyakit mulai mereda ?
h. Apakah ada faktor yang meredakan atau memicu penyakit ?
i. Apakah sudah diobati ? bagaimana hasilnya?
j. Apakah ada gejala sistemik seperti demam, nyeri kepala, lesu, anoreksia, penurunan
berat, atau nyeri tenggorakan.

19
Dalam mengkaji riwayat kesehatan sekarang, pola PQRST dapat digunakan untuk menayakan
keluhan klien.
Contoh :
P = Provocative / Paliative (pencetus)
Apa penyebab rasa gatal tersebut? apa yang memperingan atau memperbera gatal ?
Q = Quality atau Quantity
Bagaimana gambaran rasa gatal tersebut (seperti terbakar, hilang timbul, bercampur nyeri)
R = Region / Radiasi (lokasi)
Rasa gatal tersebut terasa dimana? apakah menjalar ? jika menjalar sampai dimana ?
S = Severity scale (tingkat keparahan)
Berapa lama berlangsungnya dan apakah mengganggu aktivitas sehari-hari ?
T = Timing (waktu)
Kapan pertama kali dirasakan ? apakah timbul setiap saat atau sewaktu-waktu ?

2. Riwayat Penyakit Dahulu


a. Pernah mengidap penyakit kulit sebelumnya ?
b. Masalah kesehatan yang pernah dialami ? Adakah riwayat diabetes, penyakit jaringan ikat,
inflammatory bowel disease ? demam, penyakit kulit yang diderita, penyakit pernapasan /
pencernaan ?
c. Penggunaan obat-obat topikal atau ramuan ke kulit ?
d. Riwayat alergi ?

3. Riwayat pengobatan
a. Obat apa saja yang telah digunakan ?
b. Apakah munculnya keluhan kulit bersamaan dengan permulaan pengobatan ?

4. Riwayat Keluarga
Ada tidaknya anggota keluarga yang menderita gangguan kulit dan riwayat alergi ?

5. Riwayat sosial
a. Pekerjaan yang banyak menghabiskan waktu di outdoor
b. Hobi (misalnya hewan peliharaan)
c. Kondisi rumah dan jumlah penghuni
d. Riwayat berpergian akhir-akhir ini
e. Gigitan serangga
f. Pajanan terhadap penyakit seksual

20
C. Pedoman Pemeriksaan Fisik Integumen
1. Pemeriksaan Fisik Kulit
a. Persiapan klien
1) Area yang diperiksa sebaiknya terbuka penuh
2) Bila area yang diperiksa tidak bersih atau tertutup kosmetik, bersihkan jika perlu
b. Perlengkapan
1) Penggaris
2) sarung tangan
c. Pelaksanaan :
1) Jelaskan pada klien apa yang akan anda lakukan, alasan dilakukan tindakan dan
bagaimana klien dapat bekerja sama
2) Cuci tangan
3) Berikan privasi pasien
4) Kaji apakah pasien memiliki riwayat : nyeri atau gatal; lesi dan penyebaran lesi
memar, abrasi atau noda pigmentasi; masalah kulit terdahulu; riwayat keluarga;
penggunaan obat berlebihan; kecendrungan untuk mudah memar; identifikasi
hubunggannya dengan musim, stress, pekerjaaan, pengobatan, perumahan, kontak
personal;kontak dengan alergan.
5) Implementasi Pengakajian Kulit
Pengkajian Hasil Normal Deviasi dari normal
 Inspeksi warna kulit dan Pigmentasi bervariasi
Jenis-jenis kelaianan kulit
pigmentasi kulit; bandingkan dari coklat terang  Ikterus : kulit berwarna kekuningan
warna dari bagian simetris tubuh. hingga pekat; merah  Karotenemia: warna kekuningan
 Perhatikan area sekitar muda hingga merah pada kulit, tetapi tidak mengenai
pemasangan gips, pasca muda terang; kuning sklera
amputasi, traksi kulit, seperti buah zaitun  Hemokromatosis: warna kulit abu-
pembebatan atau balutan abu batu
 Penyakit Addison: Jaringan parut
menghitam, alur-alur kulit di telapak
tangan dan kaki serta mukosa juga
menjadi lebih gelap
 Albinisme: tidak adanya pigmentasi
pada kulit
 Vitiligo
 Pucat, sianosis, eritema

21
 Inspeksi, palpasi dan jelaskan lesi Berbagai gangguan pada integritas kulit.
kulit. Penjelasan lesi kulit :
Inspeksi dengan cermat:  Tipe/struktur: lesi primer / sekunder
 Pola berkelompok atau tunggal  Ukuran/bentuk:catat ukuran,, berbatas tegas atau tidak,
 Distribusi/lokasi: bulat/oval, menonjol/datar,padat/lunak/keras, terisis cairan
 Simetris/asimetris, atau serpihan.
 Perifer,  Warna : Ketika perubahan warna hingga tepi lesi disebut
 Hanya di daerah terpajan berbatas tegas; pada areayang luas disebut menyebar
matahari?  Distribusi: lokasi lesi pada tubuh dan kesimetrisan
 Dermatomal  Konfigurasi: susunanlesi satu sama lain (lingkaran, garis,
 Warna, ukuran, konsistensi mengikuti alur sataf kutaneus)
lokasi, jenis, cara penularan.

Palpasi, untuk setiap lesi


perhatikan:
 Nyeri tekan, konsistensi
 Suhu
 Kedalaman
 Ketinggian
 Mobilitas (pada lapisan kulit
apa lesi berada, melekat pada
struktur bawah atau struktur
sekitarnya), dapatkah lesi
digerakkan ke semua arah, atau
hanya ke satu arah
Palpasi suhu kulit dengan bagian Kulit secara normal  Hipertermia/hipotermia
dorsal atau punggung tangan, hangat generalisata
kemudian bandingkan dengan  Hipertermia/hipotermia
bagian tubuh yang simetris terlokalisasi

Palpasi dengan ujung jari daerah Halus, lembut serta


permukaan kulit untuk merasakan lentur
kelembapan, tekstur, kelembutan,
ketegangan dan kedalaman lesi
permukaan

22
Kaji turgor kulit pada punggung Normalnya kulit
tangan pada dewasa, bagian dada, akan kembali ke
atau perut pada lanjut usia dan posisi awal sebelum
bagain kening pada bayi / anaka 3 detik
usia dibawah 2 tahun dan
lepaskan.
Kaji kondisi kulit untuk Resiko lesi meningkat pada pasien
mendeteksi adanya gejala lesi gangguan mobilitas
tekan sampai pada ulkus tekan.
Palpasi setiap area edema, jika Untuk mengkaji Pitting edema berhubungan dengan
ada identifikasi Lokasi, warna, pitting edema tekan gangguan sistem kardiovaskuler
suhu, bentuk, dan derajat lekukan kuat area tersebut Skala edema:
saat kulit ditekan dengan jari selam 5 detik dan 1+ : hampir tidak terdeteksi (2 mm)
lepaskan. Catat area 2 + : lekukan 2-4 mm
piting dalam 3 + : lekukan 5-7 mm
millimeter 4 + : lekukan lebih dari 7 mm

Elforensi

Elforensi adalah pengkajian kelainan kulit yang dapat dilihat dengan mata telanjang (secara
objektif), dan bila perlu dapat diperiksa dengan perabaan. Terdapat 2 macam pengakjian
elforesensi:
 Elforesensi primer : kelainan kulit yang terjadi pada permulaan penyakit
 Elforesensi sekunder : kelainan kulit yang terjadi selama perjalanan penyakit

Lesi Karakteristik Ilustrasi Kondisi klinik


Makula Perubahan warna kulit yang datar
dan tak teraba (bila diameter > 1
cm disebut patch)
Papula Peninggian kulit yang solid
dengan diameter < 1 cm & bagian
terbesarnya berada di atas
permukaan kulit

23
Nodul Seperti papula, berbentuk kubah,
ukuran > 1 cm dan lebih dalam
Tumor Seperti nodul tetapi lebih besar
dari nodul. Tumor menunjukkan
adanya masa jinak maupun ganas
yang ukurannya > 2 cm
Vesikula Gelembung berisis cairan di
bawah epidermis, berbatas tegas,
dengan ukuran < 1 cm.

Bula Lesi besar dibawah epidermis


/peninggian kulit berbatas tegas
berisi cairan dengan ukuran > 1 cm
Pustula Seperti halnya vesikula tetapi
isinya pus dan berada di atas kulit
yang meradang

Urtikaria Peninggian kulit yang datar karena


edema pada dermis bagian atas.
bersifat gatal, timbulnya cepat,
hilangnya cepat, pori-pori
melebar, warna pucat.

Sumber : S.M. Lewis et al, 2000 dalam Muttaqin, 2011)

Memeriksa benjolan:
Dalam memeriksa suatu benjolan, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan
 Berada di lapisan mana benjolan tersebut ?
 Apakah ikut bergerak bersama kulit ? (epidermis/kulit)
 Apakah kulit di atas benjolan dapat digerakkan ? (subkutis)
 Apakah bergerak bersama dengan kontraksi otot ? (otot/tendon)
 Apakah bergerak hanya ke satu arah (tendon atau saraf)
 Apakah tidak dapat digerakkan ? (Tulang)

24
Pertimbangkan karakter lain seperti:
 konsistensi
 Fluktuasi
 Getaran cairan
 Resonansi
 Denyut
 Compressibility (dapat tidaknya ditekan)
 Reducibility (dapat diperkecil)

Auskultasi
Auskultasi setiap benjolan, sebagai petunjuk penting tentang asal dan isi benjolan. Dengarkan
desir vaskular (bruits) dan bising usus.

Elforesensi sekunder
Lesi Karakteristik Ilustrasi Kondisi klinik
Skuama Partikel epiderma dapat kering
atau berminyak, tipis ataupun
tebal dan dilapisi masa keratin.
warnanya bervariasi putih ke
abua-abuan, merah, kuning, atau
coklat
Erosi Hilangnya lapisan kulit sebatas
epidermis dan sembuh tanpa
meninggalkan jaringan parut.
Ekskoriasi Hilangnya jaringan sampai
dengan stratum papilare

Ulkus Hilangnya kontinuitus jaringan


pada dermis atau lebih dalam,
sembuh dengan meninggalkan
jaringan parut

Krusta Pengeringan cairan tubuh


bercampur epitel debris bakteri

25
Sikatriks Pembentukan jaringan baru
yang sifatnya lebih banyak
mengandung jaringan ikat untuk
mengganti jaringan yang rusak
akibat penyakit atau trauma pad
dermis yang lebih dalam. Bisa
disebut sikatrik atrofi atau
sikatrik hipertrofi
Fisura Retakan kulit yang linier
sepanjang epidermis atau sampi
dermis, dapat multipel

Sumber : S.M. Lewis et al, 2000 dalam Muttaqin, 2011)

2. Pengkajian rambut
a. Perlengkapan
Sarung tangan
b. Pelaksanaan
1. Jelaskan pada klien apa yang akan anda lakukan, alsana dilakukan tindakan dan
bagaimana klien dapat bekerja sama
2. Cuci tangan, sarung tangan
3. Berikan privasi pasien
4. Kaji apakah pasien memiliki riwayat : baru menggunakan pewarna rambut,
pelembab; baru menjalani kemoterapi (jika ada alopesia); menderita penyakit
hipotiroidisme (rambut kering dan rapuh).
5. Implementasi Pengakajian Kulit

Pengkajian Hasil pengkajian Deviasi dari normal


normal
Inspeksi distribusi Distribusi rambut Rontoknya rambut (alopesia).
pertumbuhan rambut pada merata Jika ada keluhan pertumbuhan
kulit kepala rambut abnormal kaji : cara
timbul, gejala terkait, nyeri,

26
ruam, daerah kerontokan (kulit
kepala/tubuh/wajah), riwayat
rambut rontok dalam keluarga,
siklus haid (jika wanita); kapan
haid terakhir; apakah haid teratur
atau tidak; gejala virilisasi (jika
wanita) seperti peruabahn suara,
klitoromegali dan riwayat
pengobatan.
Inspeksi tebal tipisnya Rambut tebal Rambut sangat tipis (pada
rambut hipotiroidisme)
Inspeksi tekstur dan Rambut halus dan Rambut rapuh (pada
minyak rambut ttidak mudah patah hipotiroidiems), berminyak,
kering
Ada tidaknya infeksi Tidak ada Kulit kepala mengelupas,
parasit pada rambut terdapat luka, kutu, kadas
Inspeksi jumlah rambut Bervariasi Hirtutisme

Ilustrasi Penyakit atau tanda rambut yang penting


Alopesia sikatrisial Alopesia areata Alopesia totalis

Alopesia universalis Efluvium telogen

3. Pengkajian kuku
a. Perlengkapan: tidak ada
b. Pelaksanaan
1) Jelaskan pada klien apa yang akan anda lakukan, alsana dilakukan tindakan dan
bagaimana klien dapat bekerja sama
2) Cuci tangan,
3) Berikan privasi pasien

27
4) Kaji apakah pasien memiliki riwayat dibetes mellitus, penyakit sirkulasi perifer,
cedera, atau penyakit berat.
5) Implementasi Pengakajian Kulit.

Pengkajian Hasil pengkajian normal Deviasi dari normal


Inspeksi warna dasar kuku, Waran merah muda Berwarna kebiruan
kebersihan /keuanguan (sianosis)
Inspeksi plat kuku untuk Lekuk konveks; Kuku sendok; jari
menentukan lekukan dan tabuh/clubbing finger (sudut
sudutnya lebih dari 180 derajat)
merupakan manifestasi dari
hipoksia yang lama pada klien
dengan gangguan respirasi
Inspeksi tekstur kuku jari Tekstur halus Terlalu tebal/tipis dan adanya
tangan dan jari kaki alur (anemia defisiensi besi);
garis beau (garis putih atau
alur yang melintang)
Inspeksi jaringan disekitar Epidemis utuh Kuku menggantung, paronisa
kuku

Inspeksi bantalan kuku Perubahan vitamin, protein,


dan elektrolit dapat juga
menyebabkan garis atau
berkas pada bantalan kuku
Palpasi bantalan kuku Beri tekanan lembut, kuat, Lama kembali indikasi
untuk menentukan cepat, dengan ibu jari pada gangguan sirkulasi; warna
capillary refill time (CRT) bantalan kuku dan kebiruan atau keuanguan pada
lepaskan. Normalnya pada bantalan kuku terjadi pada
saat ditekan bantalan kuku sianosis; warna puti atau pucat
tampak putih dan warna terjadi karena anemia.
merah muda segera
kembali

28
Penyakit atau tanda penting di kuku
1. Splinter hemorrage
2. Pitting
3. Onikolisis
4. Garis beau
5. Paronikia
6. Onikomikosis

29
III PEMERIKSAAN FISIK
KEPALA, LEHER DAN
WAJAH
Supriadi, S.Kp., MHS

CATATAN

Minta klien untuk melepaskan wig, potongan rambut, atau rambut palsu.

Peralatan yang diperlukan:

1. Stetoskop
2. Penggaris kecil transparan
3. Secangkir air

Langkah Pemeriksaan:

Inspeksi dan Palpasi:

1. Tengkorak Kepala terhadap ukuran, bentuk, kontur, dan posisi. (Normal/Variasi


Individu: Ukuran proporsional terhadap ukuran keseluruhan tubuh. Bentuk Ovoid
dengan diameter panjang pada aksis anteroposterior, simetris dan halusdengan
penojolan frontal, area oksipital. Kepala mungkin sedikit terangkat ke belakang.
Penyimpangan: Tanda pembesaran diseluruh hubungan antara tulang-tulang fasilialis,
peningkatan panjang mandibularis; ekspansi lateral tulang tenngkorak; sangat
asimetris, bengkak atau depresi).
2. Kulit Kepala terhadap warna, tekstur, lesi, hygiene, nyeri tekan (Catatan Sebagian
rambut pada beberapa area; kaji lesi pada cara yang sama seperti lesi kulit).
(Normal/Variasi Individu: Warna konsisnten sama dengan lainnya area yang
takterpajan. Tekstur halus, bersih tanpa lesi atau infeksi, tak ada nyeri tekan.
Penyimpangan: Tidak ada pigmentasi , Ada lesi, Skale yang berlebihan atau kering,
telur kutu, kutu, nyeri tekan).

30
3. Muka terhadap warna, proporsi, ekspresi, gerakan. (Normal/Variasi Individu: Terjadi
distribusi warna, ruang dan simetris dengan bawaan genetic; asimetris minor, waspada
dan menarik dengan gerakan lembut dan ekspresif, Gerakan-gerakan halus yang
berespon terhadap percakapan. Penyimpangan: Peningkatan pigmentasi, ikterik,
sianosis, sangat pucat; pembesaran yang menyolok pada tulang-tulang wajah, tanda-
tanda asimetris; tumpul, mengantuk seperti memakai masker, sangat riang; tics, tremor,
atau kedutan).
4. Kaji fungsi motorik; Trigeminus (N V); Teknik: Instruksikan klien untuk mengatupkan
gigi sementara pemeriksa mempalpasi otot rahang. (Normal/Variasi Individu: Secara
bilateral kontraksi otot seimbang. Penyimpangan: Kontraksi otot tak seimbang; nyeri,
fasikulasi).
5. Kaji fungsi motorik fasil (N VII); Teknik: Instruksikan klien untuk meninggikan alis
mata, menutup mata rapat-rapat, mengerutkan dahi, tersenyum, menunjukkan gigi, dan
menggembungkan pipi. . (Normal/Variasi Individu: Gerakan fasial simetris.
Penyimpangan: Sangat asimetris; tics; penurunan mulut unilateral; pendataran lipatan
nasolabial; pengendoran kelopak mata bawah).
6. Palpasi arteri temporal. . (Normal/Variasi Individu: Irama teratur, amplitude agak
berkurang; lunak, lentur, dan tak ada nyeri tekan. Penyimpangan: Nyeri tekan,
berlekuk-leku, membesar).
7. Kaji fungsi aksesori spinal (N XI). Teknik; Instruksikan klien untuk mengangkat bahu
menahan tahanan tangan pemeriksa. . (Normal/Variasi Individu: Kontraksi kuat dan
simetris dari otot trapezius. Penyimpangan: Kelemahan berat otot unilateral atau
bilateral; nyeri atau ketidaknayamanan). (Normal/Variasi Individu: Kontraksi otot
sternokleidomastodeus yang berlawanan; secara bilateral kekuatan gerakan terhadap
tangan sama. Penyimpangan: Tak mampu melawan tahanan tangan; gerakan asimetris).
8. Inspeksi Leher terhadap simetris, gerakan dan lengkung, rentang gerak (Catatan: Bila
mengevaluasi rentang gerak, lanjutkan dengan perlahan dan nilai setiap gerakan secara
terpisah). (Normal/Variasi Individu: Sternokleidomastoideus dan otot trapezius simetri
bilateral; penampilan tidak terpilin. Gerakan halus dan terkoordinasi. Kifosis dorsal
dan berhubungan dengan kemiringan ke belakang dari leher. Wanita dapat
menunjukkan dowager’s hump karena akumulasi lemak di sekitar servikal vertebra.
Penyimpangan: Asimetris atau pemendekan takumum; tics, spasme,; penurunan atau
tak ada kecekungan cervical.
Teknik: (Rentang Gerak);

a. Fleksi leher dengan dagu ke arah sternum. (Pengurangan fleksi < 70 0)


b. Tangadahkan leher dngan dagu ke arah alngit-langit. (Pengurangan ekstensi < 300)

31
c. Tundukkan leher secara lateral dengan telinga kearah bahu (kanan dan kiri).
(Pengurangan lekukan lateral; < 350 dari garis tengah)
d. Rotasi leher dengan dagu kea rah bahu (kanan dan kiri). (Pengurangan rotasi; < 700
dari garis tengah)
Penyimpangan: Keterbatasan jelas dari gerakan atau nyeri pada maneuver ini.

9. Inspeksi dan Palpasi Trakea terhadap lokasi; TeknikTempatkan jari telunjuk dan tengah
sepanjang sisi masing-masing trakea pada takik suprasternal; dan perhatikan area
diantaranya dan sternokleidomastoideus. (Normal/Variasi Individu: Garis tengah pada
takik suprasternal. Penyimpangan: Penyimpangan dari garis tengah).
10. Inspeksi Tiroid terhadap massa dan simetri (Minta klien untuk menghisap air dan
menelan dengan leher agak tengadah; observasi gerakan kelenjar. (Normal/Variasi
Individu: Biasanya tidak tampak pada menelan. Penyimpangan: Pembesaran pada
lobus bilateral atau unilateral).
11. Palpasi Tiroid terhadap ukuran, bentuk, komsistensi, nodul-nodul. (Catatan: Tandai
lokasi; kartilago tiroid kartilago krikoid, dan cincicn trakea sebelum mempalpasi).
Teknik:
a. Dengan kepala klien agak ekstensi, tempatkan ujung jari kedua tangan tepat
dibawah kartilago krikoid. Saat klien menghisap dan menelan, upayakan untuk
mempalpasi istmus dan lobus lateral. (Normal/Variasi Individu: Istmus tidak dapat
dipalpasi atau mempunyai konsistensi lembut. Lobus-lobus tidak dapat dipalpasi
atau batas halus menonjol dengan bebas saat menelan)
b. Sedikit putar kepala klien kea rah samping untuk diperiksa, dengan dagu agak
rendah. Untuk memeriksa lobus kanan, doronng dengan jari dari tangan kiri untuk
menggeser kartilago tiroid kearah kanan. Tempatkan ibu jari tangan kanandi
belakang sternokelidomastoideus dan palpasi jari di depan. Saat klien mengisap
dan menelan air, palpasi lobus kanan saat ini meluncur di antara jaridan ibu jari.
Gunakan prosedur yang sama untuk memeriksa sisi kiri tetapi balik posisi tangan.
(Normal/Variasi Individu: Dapat merasakan sedikit nodul atau ketidakteraturan
karena fibrosis sekunder terhadap pertambahan usia, Tidak ada nyeri tekan).
Penyimpangan: Pembesaran lobus; mudah dipalpasi tanpa menelan dan nyeri
tekan.
12. Infeksi dan palpasi nodus limfa; preaurikular, posaurikular, oksipital, tonsilar,
submaksilaris, submental, servicak superficial, servikal posterior, rantau servikal
dalam, supraklavikular. Perhatikan ukuran dan bentuk, konsistensi, batas, fiksasi
terhadap jaringan sekitar, nyeri tekan, inflamasi. Teknik: Dengan menggunakan
bantalan jari telunjuk gerakan kulit di atas dasar nodussambil leher klien sedikit fleksi

32
kearah samping untuk diperiksa; bandingkan satu sisi dengan sisi yang lain.
(Normal/Variasi Individu: Tak dapat di Palpasi. Penyimpangan: Dapat dipalpasi;
besar, padat, keras, tak teratur; mempunyai cirri sendiri atau menyatu; terfiksasi pada
jaringan di bawah atau di atasnya; nyeri tekan langsung atau menyebar; peningkatan
eritema, dan panas).

PEMERIKSAAN FISIK MATA (PENGLIHATAN)

PENDAHULUAN

Mata adalah organ sensoris yang menstransmisikan rangsang melalui jaras pada otak
ke lobus oksipital, di mana rasa rasa penglihatan ini diterima.
Pengkajian mata dengan mudah memberi petunjuk terhadap status fisik dan emosi dari
pasien. Karena kompleksitas dan komponen multipel dari pemeriksaan mata, perawat harus
melaksanakan pengkajian mata dalam bentuk sistematik.
Metode efektif adalah untuk memulai dengan pengujian ketajaman penglihatan dan
lapangan pandang penglihatan, kemudian dilanjutkan dengan pengkajian fungsi otot
ekstraokular (OEO), diikuti dengan pengkajian struktur internal dan eksternal.
Pengkajian dilengkapi dengan oftalmoskopik.
Inspeksi adalah ketrampilan prinsip yang digunakan pada pengkajian mata. Peralatan
yang diperlukan meliputi kartu snellen atau “E”, kartu rosenbaum, kartu buram, pena senter,
gumpalan kapas, dan optalmoskop.
PENGKAJIAN MATA
ALAT DAN BAHAN
1. Kartu Snellen.
2. Kartu Rosenbaum.
3. Kartu Opaque.
4. Pena Senter
5. Gulungan Kapas.
6. Iplikator berujung kapas.
7. Oftalmoskop.

33
LANGKAH-LANGKAH NORMAL/VARIASI -
INDIVIDU/PENYIMPANGAN

Kaji Ketajaman Penglihatan (N. II) 20/20 samapi 20/30 OU dengan lensa korektif.
1. Ukur jarak penglihatan. Penyimpangan: Adanya lajur di atas 20/30 pada
Teknik: kartu.
Tempatkan kartu snellen 20 kaki (sekitar 6
meter) dari pasien pada cahaya yang terang.
Tes setiap mata secara individual, minta
pasien untuk menutup satu mata dengan
kartu buram. Minta pasien untuk membaca
huruf pada lajur yang dapat di baca pasien
paling baik. Tentukan lajur paling kecil
dimana pasien mengidentifikasi semua
huruf dan catat ketajaman pada lajur
tersebut. Ulangi dengan atau tanpa kaca
mata sebelumnya.
2. Ukur penglihatan dekat.
Teknik: 20/20 samapi 20/30 OU dengan lensa korektif.
Minta pasien untuk memegang kartu Penyimpangan: Adanya lajur di atas 20/30 pada
Rosenbaum sekitar 14 inchi dari wajah kartu.
setinggi mata. Tes dan catat penglihatan
seperti dengan kartu snellen. Pasien
presbiopi harus membaca melalui segmen
bifokal dari kacamata.

Kaji Lapangan Pandang dengan Konfrontasi Pasien dan pemeriksa melihat jari bergerak pada
(N. II) waktu yang bersamaan.
Teknik: Secara nasal: 60o
Duduk atau berdiri berlawanan dengan pasien Secara posterior: 50o
setinggi mata, 1,5 – 2 kaki terpisah. Minta Secara inferior: 70o
pasien untuk menutup mata kanan dengan kartu Secara temporal: 90o
buram sambil pemeriksa menutup mata kiri. Penyimpangan: Pasien tidak melihat jari
Saling menatap lurus. bergerak pada saat bersamaan dengan
Pemeriksa merentangkan tangan dengan penuh pemeriksa.
ke samping diantara pasien dan dirinya sendieri,

34
secara bertahap maja ke arah garis tengah jari
bergerak. Instruksikan pasien untuk menandai
gerakan bila jari pertama kali terlihat.
Bandingkan respon pasien dengan respons anda
sendiri. Ulangi untuk mengetes lapangan
superior,, inferior dan temporal. Ulangi seluruh
prosdur dengan mata yang lain tertutup.
Catatan: Asumsi bahwa pemeriksa adalah
normal.
Kaji fungsi otot ekstraokulaar:
Enam lapangan pandang utama (N. III, IV Gerakan halus dan terkoordinasi melalui ke
dan VI). enam posisi; tak divergen pada suatu posisi.
Teknik: Penyimpangan: Gerakan kaku, tak
 Minta pasien untuk menahan kepala pada terkoordinasi pada suatu posisi; penderita
posisi terfiksasi dan hanya satu mata nistagmus.
mengikuti jari pemeriksa saat bergerak
melalui enam lapangan pandang utama.

 Minta pasien untuk melihat pada posisi Beberapa denyutan nistagmus posisi-akhir.
temporal ekstrem sementara pemeriksa Penyimpangan: Penderita nistagmus.
memegang jari pada posisi ini secara
sementara.

Reflek cahaya kornea: Sinar direfleksikan secara simetris dari kedua


Teknik: pupil.
Minta pasien menatap lurus ke depan saat Penyimpangan: Refleksi sinar asimetris pada
pemeriksa menyalakan senter pada nasal dari masing-masing mata.
jarak 12 sampai 15 inchi.

Tes tutup-tak tertutup Mata tak tertutup tidak bergerak saat kartu di
Teknik: tempatkan di atas mata yang lain; mata yang
Minta pasien untuk menatap lurus ke depan pada baru tak ditutup tidak bergerak.
titik terfiksasi. Tutp satu mata pasien dengan Penyimpangan: Gerakan mata tak ditutup
kartu buram dan observasi mata yang tak terfhadap fokus titik terfiksasi; mata yang baru
tertutup terhadap gerakan, terhadap fokus yang tak ditutup bergerak terhadap fokus.
ditunjuk. Lepaskan penutup dan observasi mata

35
sama dengan mata yang tak di tutup untuk
gerakan yang sama. Ulangi prosedur dengan
mata yang lain.

Kaji Struktur Okular Posisi simetris dengan berbagai derajat


 Inspeksi kelopak mata terhadap posisi dan penurunan kelopak mata atas; warna konsisten
warna, penutupan, tinggi fisura palpebra, dengan kulit tubuh, tak ada kemerahan.
pengedipan dan posisi bola mata. Secara bilateral fisura palpebra tingginya sama.
Gerakan involunter sering secara bilateral.
Penempatan bola mata simetris agak
enoftalmus.
Penyimpangan: Penurunan kelopak mata
berlebihan mempengaruhi penglihatan; posisi
asimetris; berkedip cepat, blefarospasme,
menatap satu titik; penempatan asimetris;
enoftalmus nyata atau eksoftalmus.

Tipis sedang; khususnya pada sisi temporal;


kasar.
 Inspeksi alis mata terhadap kuantitas, Tumbuh secara simetris sesuai penonjolan
kondisi, dan distribusi rambut, dan terhadap tulang di atas orbita; mangangkart alis simetris.
gerakan. Penyimpangan: Kepadatan kurang atau sama
sekali tak ada; alis tidak simetris.

Merah muda, tak ada eritema pada area punkta


atau duktus; tanpa edema, kemerahan, nyeri
tekan, eksudat atau cairan.
 Inspeksi dan palpasi kelenjar lakrimal, Tak ada nyeri tekan kelenjar.
punkta dan duktus terhadap edema,. Nyeri Penyimpangan: Kemerahan, edema, nyeri
tekan, kemerahan. tekan, drainase, kering atau air mata berlebihan.

Sklera putih; titik coklat dekat limbus.


Konjungtiva bulbaris penampilannya agak
kering; jelas dengan pembuluh darah kecil yang
dapat dilihat; pinguekula mungkin dekat limbus.

36
 Inspeksi sklera dan konjungtiva terhadap Konjungtiva palpebra merah muda, terang tanpa
warn, pola vaskuler, lesi, edema. lesi.
Teknik: Penyimpangan: Sangat kuning atau biru gelap;
Pisahkan kelopak mata dengan lebar peningkatan jumlah dan ukuran pembuluh darah
dengan ibu jari dan jari telunjuk berikan yang dapat dilihat; pucat atau sangat merah; lesi.
tekanan terhadap tonjolan tulang orbita di
sekitar mata; minta pasien untuk melihat ke
atas, ke bawah dan ke samping. Ulangi
prosedur pada mata yang lain.

 Inspeksi Kornea terhadap karakteristik


transparan dan permukaan:
Teknik: Transparan, bulat halus, jelas; sering kuning;
Pena senter langsung secara menyorong arkus senilis kemungkinan ada.
dari beberapa posisi. Penyimpangan: Keruh atau buram; pigmentasi;
abrasi atau ulserasi permukaan; pterigium;
Tes sensitivitas (N. V): kegagalan refleks berkedip secara unilateral
Teknik: atau secara bilateral.
Instruksikan pasien untuk
mempertahankan mata tetap terbuka dan
melihat serta menjauh saat pemeriksa Transparan.
menyentuh kornea dengan golungan kapas, Iris datar.
halus. Agak dangkal tetapi dengan kebersihan di antara
kornea dan iris dipertahankan.
 Inspeksi ruang anterior dengan Penyimpangan: Ada materi yang terlihat,
menggunakan teknik pena senter serong penonjolan ke deopan, dibuktikan oleh
seperti seperti di gambarkan di atas, bayangan serpihan di iris; kedangkalan nyata.
terhadap transparansi dan permukaan serta Simetris, tetapi mungkin sedikit dangkal.
ke dalaman iris. Bulat, halus, ada cekunbg.
Baji atau bagian mungkin hilang sekunder
terhadap pengangkatan katarak.

 Penyimpangan: Inkontinensia di antara mata;

 Inspeksi iri terhadap warna dan bentuk. bentuk tak teratur.

37
Bulat, simetris, dilatasi lebar atau pinpoin di
bawah kondisi sinar normal; agak lebih kecil
sesuai dengan pertambahan usia.
 Inspeksi pupil terhadap ukuran dan bentuk.
Tes Reaksi terhadap Sinar dan akomodasi Konstriksi cepat dari pupil yang diterangi
(N. III) (respons langsung) dan konstriksi secara
Teknik: simultan pada pupil yang lain (respon
Buat cahaya ruangan redup. Instruksikan pasien konsensual).
mempertahankan mata terbuka dan melihat Penyimpangan: Ukuran tidak sama, bentuk
lurus ke depan saat anda mendekatkan pena tidak teratur; tak ada atau respons tidak sama.
senter dari satu sisi dan menyalakan langsung ke
pupil. Ulangi prosedur pada mata yang lain.

Instruksikan pasien untuk melihat pada objek Pupil lebar dan sesecara simetris kontriksi saat
yang jauh. Pegang objek (jari, pena senter) kira- mata memfokuskan pada objek dekat.
kira 10 cm dari batang hidung pasien. Minta Penyimpangan: Konvergen, tidakada atau tidak
pasien untukmemfokuskan mata pada objek sama atau konstriksi.
dekat.
Reflek merah Carah merah atau merah jingga; cahaya dapat
dihentikan oleh titik gelap atau bayangan hitam
yang menunjukkan daerah keruh.
Penyimpangan: Penurunan atau tak adanya
reflek merah.

Piringan optik terhadap ukuran, bentuk, Kira-kira diameter 1,5 mm.


warna, lengkung dan margin. Bulat, Lonjong.
Kemerahan pucat-kuning sampai merah muda
kekuningan; warna lebih gelap pada orang
berkulit gelap.
Area piringan tengah halus dan abu-abu.
Margin temporal tajam, margin nasal kurang
jelas; sabit abu-abau atau gelap pada margin
temporal.
Penyimpangan: Margin kabur; secara bilateral
ukuran dan bentuk tidak sama; pucat menyebar;

38
sangat pucat; meliputi lebih dari setengah
diameter piringan.
Pembuluh darah retina Arteriol lebih kecil dalam diameter (rasio 2 : 3
atau 4 : 4) daripada venula yang menyertai.
Penyimpatan lapisan di tengah arteriol; arteriol
tampak lebih buram, warna abu-abu dan lebih
sempit.
Venula berwarna lebih gelap (merah keunguan)
dengan bercak atau tak ada refleksi sinar.
Potongan arteriol venula tidak harus mengubah
besar lubang pembuluh darah dasar.
Penyimpangan: Arteriol menjadi lebih sempit;
lapisan cahaya lebih sepertiga arteriol; sangat
buram atau sangat pucat,; Venula menjadi lebih
besar; torehan A – V.

Latar belakang retinal terhadap warna dan Kuning atau merah muda seluruhnya.
karakteristik permukaan. Permukaan granular dan halus.
Penyimpangan: Pucat umum atau lokal;
hemorhargi noda merah-merah atau gelap dari
berbagai ukuran dekat pembuluh darah; mikro
aneurisme terlihat sebagian kecil, titik merah
terisolasi.

Area Makular Agak gelap daripada latar belakang retina.


Retina fovea sentralis (titik tengah berkilau)
kurang terang sesuai pertambahan usia.
Penyimpangan: Peningkatan pigmentasi di
sekitar makula.

PEMERIKSAAN OPTALMOSKOPI
CARA KERJA :
1. Putar cakram diafragma sehingga sinar yang kecil bulat putih dapat digunakan. Nya;akan
sinar pada cahaya maksimum (bateri lama dan rusak kurang terang).
2. Pasien harus duduk dengan nyaman. Baik berdiri maupun duduk menghadap pasien.

39
3. Pasien dan pemeriksa melepaskan kaca mata. Penglepasan lensa kontak pasien dapat
dipilih. Ini dapat membantu untuk mengurangi refleksi cahaya.
4. Ruangan harus gelap.
5. Minta pasien untuk menahan mata tetap terbuka dan memandang ke depan agak ke atas
dan lurus ke depan. Tatapan ke depan harus terfiksasi pada satu objek jauh dan
dipertahankan.
6. Untuk pemeriksaan mata kanan pasien, tahan oftalmoskop di tangan kanan anda, dengan
mata kanan anda. Berdiri agak ke kanan, pada kira-kira sudut 15 o dari pasien.
7. Oftalmoskop dipegang dengan jari telunjuk pada lingkaran lensa. Rotasi lingkar lensa pada
susunan diopter 0 (lensa yang konvergen dan divergen; suatu lensa yang tidak konvergen
dan divergen sinar).
8. Tempatkan tangan kiri di atas mata kanan pasien, dengan ibu jari tangan pada alis atas.
9. Pegang oftalmoskop dengan kuat terhadap kepala anda dan dekatkan dalam 30 cm (12
inchi) dari pasien. Arahkan sinar oftalmoskop ke pupil. Lanjutkan pendekatan, dan refleks
merah akan tampak. Coba untuk memeprtahankan kedua mata terbuka.
10. Terus lanjutkan ke jarak makin dekat 3 sampai 5 cm (1 – 2 inchi) dari mata pasien. Struktur
retina harus masuk dalam pandangan. Fokus jelas dapat dibuat dengan melihat dekat pada
pembuluh darah untuk melihat bila batas tajam. Penyelarsan sekrup harus di buat untuk
kesalahan refraktif. Bola mata pasien miopi dapat lebih panjang dari pada normal,
memerlukan rotasi perlunya pemutaran sekrup ensa ke nomor merah (minus) untuk
kejelasan. Pasien hiperopik atau afakik akan memerlukan penggerakan sekrup lensa ke
nomor hitam (plus) untuk ke jelasan.
11. Pemeriksaan pada wal dapat tidak memfokuskan pada piringan. Ini dapat membantu untuk
mengikuti percabangan pembuluh darah yang timbul ke arah piringan.
12. Setelah inspeksi ringan, ikuti pembuluh darah secara perifer pada masing-masing dari
empat arah. Lampu harus selalu ditunjukkan melalui pupil saat pemeriksa inspeksi pada
arah yang berbeda. Pemeriksa pemula sering kehilangan pandangan mereka saat mereka
memulai melihat fundus. Pupil pasien bertindak sebagai sebagai titik tumpu sementara
pemeriksa dan oftalmoskop bergerak sebagai unit dalam memandang retina perifer.
13. Inspeksi latar belakang retina dan makula.
14. Setelah inspeksi retina lengkap, otasi sekrup lensa dengan perlahan ke nomor hitam ( 0,
+5, +10, +20). Saat nomor menjadi lebih besar, permukaan anterior (Viterus, lensa) masuk
dalam pandangan.
15. Dengan perlahan rotasi sekrup lensa sampai + 20. Ini harus memasukkan kornea dan ruang
anterior ke dalam fokus.
16. Sekarang ganti ke mata kiri. Mulai pada sebelah kiri pasien. Pegang oftalmoskop dengan
tangan kiri dan di mata kiri.

40
Catatan:
 Pasien yang bicara selama pemeriksaan sering cenderung mengedipkan mata dan lebih
sering menggerakkan mata.
 Tak adanya reflek merah dapat menandakan bahwa mata abnormal. Bahwa oftalmoskop
posisinya tidak tetap, atau bahwa pasien telah menggerakkan matanya. Bila refleks merah
hilang, ulangi dan mulai lagi.
 Penting sekali bahwa anda mempertimbangkan bahwa peralatan distabilisasi terhadap alis
dan pipi anda.

PENGKAJIAN SISTEM PENGLIHATAN

Pengkajian sistem penglihatan yang meliputi mata dan bagian-bagiannya harus


dilakukan secara sistematis. Tujuan pengkajian ini adalah untuk mengetahui bentuk dan fungsi
mata. Sebelum melakukan pengkajian perawat harus memastikan bahwa alat ang digunakan
tersedia lengkap, pengaturan cahaya, ruangan yang gelap untuk tujuan tertentu. Pasien
diberitahu sebelum dilakukan pemeriksaan, sehingga pasien dapat bekerja sama. Untuk
mempermudah pekerjaan perawat, perawat berdiri atau duduk di hadapan pasien. Dalam setiap
pengkajian harus membandingkan antara mata kanan dan mata kiri.
Pengkajian yang dapat dilakukan pada mata yaitu inspeksi dan palpasi. Peralatan yang
diperlukan dipersiapkan sesuai dengan tujuan pengkajian yang akan dilakukan. Secara umum
dapat dipersipakan oftalmosko dan penutup mata.

Inspeksi
Pada inspeksi, bagian-bagaian mata yang perlu diamati adalah bola mata, kelopak mata,
konjungtiva, sklera dan pupil.
1. Amati bola mata terhadap adanya gerakan bola mata, medan penglihatan dan visus.
2. Amati kelopak mata, perhatikan terhadap bentuk dan setiap ada kelainan dengan cara
sebagai berikut:
a. Anjurkan pasien melihat ke depan.
b. Bandingkan mata kanan dan mata kiri.
c. Anjurkan pasien menutup kedua mata.
d. Amati bentuk dan keadaan kulit pada kelopak mata, seperti pada bagian pinggir
kelopak mata, catat setiap ada kelainan misalnya ada kemerahan.
e. Amati pertumbuhan rambut pada kelopak mata terhadap ada/tidaknya bulu mata, dan
posisi bulu mata.

41
f. Perhatikan keluasan mata dapat membuka dan catat bila ada dropping kelopak mata
atas sewaktu mata membuka (Ptosis).
3. Amati konjungtiva dan sklera dengan cara sebagai berikut:
a. Anjurkan pasien utuk melihat lurus ke depan.
b. Amati konjungtiva, untukmengetahui ada/tidaknya kemerahan, keadaan vaskularisasi
serta lokasinya.
c. Tarik kelopak mata bagian bawah ke bawah dengan menggunakan ibu jari.
d. Amati keadaan konjungtiva dan kontong konjungtiva bagian bawah, catat bila
didapatkan infeksi atau pus atau bila warnanya tidak normal misalnya anemis.
e. Bila diperlukan amati konjungtiva bagian atas yaitu dengan cara membuka/membalik
kelopak mata atas dengan perawat berdiri di belakang pasien.
f. Amati warna sklera waktyu memeriksa konjungtiva yang pada keadaan tertentu
warnanya dapat berubah menjadi ikterik.
4. Amati warna iris serta ukuran dan bentuk pupil. Kemudian lanjutkan dengan mengevaluasi
reaksi pupil terhadap cahaya. Normalnya bentuk pupil adalah sama besarnya (isokor). Pupil
yang mengecil di sebut miosis, yang paling kecil di sebut pin point, sedangkan pupil yang
melebar/dilatasi disebut midriasis.

Inspeksi Gerakan Mata:


1. Anjurkan pasien untuk melihat lurus ke depan.
2. Amati apakah kedua mata tetap diam atau bergerak secara spontan (nistagmus) yaitu
gerakan ritmis bola mata, mula-mula lambat bergerak ke satu arah, kemudian dengan cepat
kembali ke posisi semula.
3. Bila ditemukan adanya nistagmus, maka amati bentuk, frekuensi (cepat atau lambat),
amplitudo (luas/sempit) dan durasinya (hari/minggu).
4. Amati apakah kedua mata memandang lurus ke depan atau salah satu deviasi.
5. Luruskan jari telunjuk anda dan dekatkan dengan jarak sekitar 15 – 30 cm.
6. Beritahu pasien untuk mengikuti gerakan jari anda, dan juga posisi kepala pasien tetap.
Gerakkan jari anda ke 8 arah, untuk mengetahui fungsi 6 otot mata.

Inspeksi Medan Penglihatan:


1. Berdirilah di depan pasien.
2. Kaji kedua mata secara terpisah yaitu dengan cara menutup mata yang tidak diperiksa.
3. Beritahu pasien untk melihat lurus ke depan dan memfokuskan pada satu titik pandang ,
misalnya hidung anda.
4. Gerakkan jari anda pada suatu garis vertikal/dari samping, dekatkan ke mata pasien secara
perlahan-lahan.

42
5. Anjurkan pasien untuk memberitahu sewaktu mulai melihat jari anda.
6. Kaji mata sebelahnya.
Pemeriksaan Visus (Ketajaman penglihatan)
1. Siapkan kartu snellen/kartu yang lain untuk pasien dewasa atau kartu gambar untuk anak-
anak.
2. Atur kursi tempat duduk pasien dengan jarak 5 – 6 meter dari kartu snellen.
3. Atur penerangan yang memadai sehingga kartu dapat di baca dengan jelas.
4. Beritahu pasien untukmenutup mata kiri dengan satu tangan.
5. Pemeriksaan mata kanan dengan cara pasien di suruh membaca muolai huruf yang paling
besar menuju huruf yang paling kecil dan catat tulisan terakhir yang masih dapat di baca
oleh pasien.
6. Selanjutnya pemeriksaan pada mata kiri.

Catatan:
Cara penulisan hasil pembacaan kartu snellen adalah dengan Mata kanan (OD) dan Mata kiri
(OS) yang dinyatakan dengan pembilang dan penyebut. Pembilang menyatakan jarak antara
kartu snellen dengan mata, sedangkan penyebut menyatakan jarak di mana suatu huruf tertentu
harus dapat dilihat oleh mata yang normal, misalnya visus 5/5 berarti pada jarak 5 meter mata
masih dapat melihat huruf yang seharusnya dapat dibaca pada jarak 5 meter. Visus X/60 berarti
pada jarak X maksimal yang oleh orang normal masih dapat dilihat dari 60 meter. Visus 1/300
berarti pada jarak 1 meter mata masih dapat melihat gerakan tangan pemeriksa yang pada mata
normal masih dapat di lihat dari jarak 300 meter. Visus 1/ berati mata hanya dapat
membedakan gelap dan terang. Visus 0 berarti mata tidak dapat membedakan gelap dan terang.

Palpasi:
Palpasi pada mata dapat dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tekanan bola mata dan
untuk mengetahui adanya nyeri tekan. Untuk mengukur tekanan bola mata secara lebih teliti
diperlukan alat Tonometri yang memerlukan keahlian khusus. Palpasi untuk mengathui tekanan
bola mata dapat dikerjakan sebagai berikut:
1. Beritahu pasien untuk duduk.
2. Anjurkan pasien untuk memejamkan mata.
3. Lakukan palpasi pada kedua mata. Bila tekanan bola mata meninggi maka mata teraba
keras.

43
PEMERIKSAAN FISIK PENGLIHATAN

Persiapan alat:
- Koran / majalah
- Penlight
- Kapas
- Optotipe sneillen

Assesment
1. tanyakan riwayat penyakit mata, trauma, diabetes, hipertensi, discharge, juga tanyakan
tentang penglihatan yang kabur, pandangan silau.

2. Tanyakan riwayat penyakit sekarang / keluhan utama: mata kabur, Hypermetop, miopy,
diplopia, goukoma, dll

3. tanyakan pada klien penggunaan alat bantu (kacamata, obat – obatan: antibiotik,
aspirin)

4. lakukan inspeksi mata:


adakah kelainan yang terlihat jelas: mata merah, nistagmus, ptosis, inspeksi konjungtiva
kornea, iris, pupil dan palpebra.

5. Apakah pupil simetris? Ukuran& apakah keduanya merespon normal dan seimbang
pada cahaya dan akomodasi reflek cahaya.

6. Lakukan tes ketajaman penglihatan kedua mata ( visus )

7. Lakukan tes penglihatan warna

8. Lakukan tes lapang pandang

9. Lakukan tes gerak mata( nistagmus )

44
Telinga
Terdiri dari :
a. Telinga Bagian Luar : aurikula, meatus akustikus eksternus dan membran timpani
b. Telinga Bagian Tengah : kavum timpani (maleus, inkus, dan stapes), antrum timpani,
tuba auditiva eustasius.
c. Telinga Bagian Dalam : koklea, vestibulo dan kanal semilunaris
Fungsi telinga : adalah sebagai indera pendengaran
Proses fisiologis gelombang suara :
1. Gelombang bunyi diudara memasuki telinga luar, melewati kanal telinga luar
2. gelombang bunyi mencapai membran timpani dan menyebabkannya bergetar
3. vibrasi dihantarkan ke telinga tengah melalui rantai osikuler ke jendela oval dilubang
telinga dalam
4. koklea menerima vibrasi suara.
5. impuls saraf dari koklea mengalir ke saraf auditorius dan ke korteks serebri.

PEMERIKSAAN TELINGA

Persiapan alat :
1. Otoskop
2. Head light
3. Garputala (512 Hz)
4. Arloji
5. Penggaris
6. Ruang tenang (kedap suara bila memungkinkan)

1. Inspeksi dan Palpasi :


a. Bantu klien dalam posisi duduk. Pasien yang masih anak-anak dapat diatur
duduk dipangkuan orang lain
b. Posisi pemeriksa duduk menghadap pada sisi telinga pasien yang akan dikaji.
c. Untuk pencahayan gunakan auroskop, lampu kepala atau sumber cahaya yang
lain sehingga tangan akan bebas bekerja.
d. Amati telinga luar, periksa keadaan pinna terhadap ukuran, bentuk, warna, lesi
dan adanya massa.
e. Lanjutkan pengkajian palpasi dengan cara memegang telinga dengan jempol
dan jari telunjuk.
f. Palpasi kartilago telinga luar secara sistematis yaitu dari jaringan lunak,
kemudian jaringan keras dan catat bila adanya nyeri.

45
g. Tekan bagian tragus kedalam dan tekan pula tulang telinga dibawah daun
telinga. Bila ada peradangan maka pasien merasa nyeri.
h. Bandingkan telinga kiri dan telinga kanan.
i. Bila diperlukan lanjutkan pengkajian telinga bagian dalam
j. Pegang bagian pinggir daun telinga, tarik perlahan keatas dan kebelakang
sehingga lubang telinga menjadi lurus dan mudah diamati. Pada anak-anak
daun telinga ditarik ke bawah
k. Amati pintu masuk lubang telinga, perhatikan ada tidaknya peradangan,
perdarahan atau sekkret.
l. Masukkan otoskop yang menyala kedalam lubang telinga, bila letak otoskop
telah tepat letakan mata diatas eye-piece.
m. Amati dinding lubang telinga terhadap kotoran, serumen, peradangan atau
adanya bendas asing.
n. Amati membran timpani megenai bentuk, warna, transparansi, perforasi atau
adanya darah atau cairan.

2. TEST PENDENGARAN
Test ketajaman pendengaran : test bisikan ( 6 meter masih bisa mendengar ), tes arloji
(30 cm normalnya masih bisa mendengar). Dan bandingkan hasil pemeriksaan
Test Rinne :
a. Vibrasikan garputala (C : 512 Hz) dengan cara memukulkannya pada telapak
tangan dan pegang pada pangkalnya.
b. Tekanlah pangkal gagang penala pada prosesus mastoideus kiri pasien
c. Anjurkan klien untuk memberitahukan sewaktu tidak mendengarkan getaran
lagi
d. Segera angkat penala dari prosesus mastoideus, kemudian tempatkan ujungnya
sedekat-dekatnya ke liang telinga kiri klien
e. Tanyakan apakah dengungan penala dapat didengar kembali
f. Bila ya (dapat didengar kembali) maka hasilnya positif dan bila tidak negatif
Test Webber :
a. Vibrasikan garputala (C : 512 Hz) dengan cara memukulkannya pada telapak
tangan dan pegang pada pangkalnya.
b. Tekanlah pangkal gagang penala di vertek atau garis median tulang tengkorak.
c. Tanyakan klien sebelah mana telinga yang mendengarkan suara yang lebih
keras (lateralisasi kanan / kiri) atau tidak sama sekali keduanya.
d. Catat hasil pemeriksaan.

46
Hidung
Terdiri dari :
a. Konka nasalis :
- Konka nasalis superior
- Konka nasalis media
- Konka nasalis inferior
b. Vestibulum nasalis
c. Septum internasale
d. Sinus :
- sinus maksilaris
- sinus etmoidalis
- sinus frontalis
e. Os nasal

PENGKAJIAN HIDUNG
Persiapan alat :
1. Bahan-bahan makanan yang berbau
2. otoskop
3. penlight

1. Inspeksi dan Palpasi :


a. Duduk lah menghadap pasien
b. Atur penerangan dan amati hidung bagian luar dari sisi depan, samping dan
sisi atas. Perhatikan bentuk atan tulang hidung
c. Amati keadaan kulit hidung terhadap warna dan pembengkakan
d. Amati kesimetrisan
e. Amati adanya mukus / sekret pada cavum nasal
f. Lakukan palpasi hidung luar, catatat bila ada ketidak normalan.
2. g. Kaji mobilitas septum hidung
h. Palpasi sinus maksilaris, frontalis dan etmoidalis, perhatikan adanya nyeri

Pengkajian patensi hidung ( dilakuakan bila di curigai adanya sumbatn atau


derfomitas rongga hidung)
a. duduklah dihadapan klien
3.

47
b. gunakan satu tangan untuk menutup satu lubang hidung klien, suruh klien
menghemuskan udara dari lubang hidung yang tidak ditutup dan rasakan
hembusan tsb.
c. Kaji lubang hidung satunya

Test fungsi penghidu ( N. I)


Dengan mata tertutup suruh klien mengidentifikasi bau bauan yang umum ( kopi,
tembakau, bumbu, dll) secara bilateral

Lidah
Tediri dari :
a. Otot instrinsik melakukan gerakan halus
b. Otot ekstrinsik melaksanakan gerakan kasar pada waktu menelan dan mengunyah
Bagian lidah :
a. Radiks lingua
b. Dorsum lingua
c. Apeks lingua
d. Frenulum lingua
e. Selaput lendir yang ditutupi oleh papila :
- Papila sirkum valate
- Papila fungiformis
- Papila Viliformis
f. Saliva
Sensasi pengecapan dipersarapi oleh N.Glosofaringeus (N.IX) dan N.Fasialis (N.VII) :
1. rasa pahit : pada pangkal lidah
2. rasa manis : pada ujung lidah
3. rasa asin : pada ujung samping kiri dan kanan lidah
4. rasa asam : pada samping kiri dan kanan lidah.

48
PENGKAJIAN INDERA PENGECAP
Persiapan alat :
1. Tounge Spatel
2. Penlight
3. Bahan-bahan makanan (garam, gula, kopi, dll)
1. Inspeksi
Amati bentuk lidah, proposional dalam mulut, warna, basah atau kering dan tekstur
lidah kotor
2. Test fungsi pengecapan ( N. VII & N. IX faciall dan glossofaringeus)
Dengan mata tertutup anjurkan klien membedakan berbagai rasa makanan dan
melaporkan apa yang dirasakan.
Test N. Hipoglosus / N. XII
3. Anjurkan menjulurkan lidahnya dan menggerakkan lidahnya
Amati kesimetrisan serta kemampuan menggerakkan lidah.

PENGKAJIAN KELENJAR TIROID


A. PENDAHULUAN
Pemeriksaan kelenjar thyroid termasuk dalam pemeriksaan fIsik pada leher. Pemeriksaan
ini perlu dilakukan untuk menilkai apakah ada kelainan seperti pembesaran kelenjar thyroid
dan pemeriksaan juga dilakukan dengan test laboratorium untuk mengetahui peningkatan
atau penurunan hormon Tiroksin dan Thyroid Stimulating Hormon (TSH). Pemeriksaan
fisik dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi dan auskultasi. Pemeriksaan harus dilakukan
secara cermat agar hasil yang didapatkan dalam pengkajian akurat.

Pengkajian yang akurat dapat menunjang ditegakkannya diagnosa keperawatan yang tepat.
Mahasiswa dituntut untuk mengerti dan dapat melakukan pemeriksaan fisik kelenjar
thyroid secara benar.

B. PEMERIKSAAN
1. Persiapan:
Alat yang digunakan: Stetoskop.
2. Langkah-langkah;
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pemeriksaan.
b. Beritahu pasien tujuan dilakukannya pemeriksaan.
c. Motivasi pasien untuk bekerjasama dalam pemeriksaan.

49
d. Lakukan inspeksi pada lkeher bagian depan; Perhatikan daerah sekitar leher
tersebut, apakah ada pembengkakan, kulit kemerahan. Perhatikan kesimetrisan
leher. Anjurkan pasien untuk mnelan dan perhatikan pergerakan daripada kelenjar
thyroid, normal tidak kelihatan kecuali ada pembengkakan (gondok).
e. Palpasi:
 Letakkan tangan anda pada leher pasien.
 Palpasi fossa suprasternal dengan jari penunjuk dan jari tengah.
 Suruh pasien menelan atau minum untuk mempermudah dalam palpasi.
 Palpasi dapat pula dilakukan dengan perawat berdiri di belakang pasien, tangan
diletakkan melingkar mengelilingi leher dan palpasi dilakukan dengan jari
kedua dan ketiga (lihat gambar).
 Bila teraba kelenjar thyroid maka determinasikan menurut bentuk, ukuran,
konsistensi, dan permukaannya.
 Catatan: Lakukan juga palpasi trakea dengancara berdiri di samping kanan
pasien. Letakkan jari tengah pada bagian bawah trakea dan rabatrakea ke atas,
ke bawah dan kesamping sehingga kedudukan trakea dapat diketahui.
f. Auskultasi:
 Dengarkan suara pada kelenjar thyroid dengan menggunakan bell stetoskop
untuk mendengarkan bunyi bruit pada pembuluh darah. Bunyi tersebut
menunjukkan adanya hambatan pada aliran darah.
 Catatan: Untuk pemeriksaan kelainan fungsi pada kelenjar thyroid dilakukan
pemeriksaan laboratorium tersebut adalah sebagai berikut;
Test Thyroksin:
Peningkatan Menandakan Hyperthyoridism.
Penurunan Menandakan Congenital Hypothryoridism.
Test Thyroid Stimulating Hormone (TSH):
Peningkatan Menandakan Hypothyoridism.
Penurunan Menandakan Hyperthryoridism.

C. KESIMPULAN
Pemeriksaan sistem kelenjar thyroid terdiri dari inspeksi, palpasi dan auskltasi. Pada
pemeriksaan harus dilakukan dengan cermat, teliti dan sistematis sehingga hasil yang
didaptkan lebih akurat. Hal ini sangat bermanfaat dalam penegakkan diagnosa
keperawatan.

50
Peemeriksaan ini dapat dilakukakn oleh mahasiswa baik di laboratorium maupun di lahan
praktik sehingga mahasiswa mengerti dan mengetahui tentang prosedur pemeriksaan kelenjar
throid.

51
IV PEMERIKSAAN FISIK
SISTEM PERSYARAFAN
Supriadi, S.Kp., MHS.

Tujuan Umum : Setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa mampu melakukan


pemeriksaan fisik sistem persarafan
Tujuan Khusus:
1. Mampu menjelaskan faktor-faktor yang harus diperhatikan saat mengkaji sistem persarafan
2. Mampu menjelaskan prinsip-prinsip pemeriksaan fisik sistem persarapan
3. Mampu mempersiapkan alat bantu yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaaan fisik
sistem persarafan
4. Mampu mendemonstrasikan pemeriksaan status mental klien
5. Mampu mendemonstrasikan pemeriksaan fungsi saraf cranial
6. Mampu mendemonstrasikan pemeriksaan fungsi motorik
7. Mampu mendemonstrasikan pemeriksaan fungsi sensorik
8. Mampu mendemonstrasikan pemeriksaan refleks

Pendahuluan
Tubuh manusia akan berada dalam kondisi sehat jika mampu berespon dengan tepat
terhadap perubahan-perubahan lingkungan secara terkoordinasi. Agar dapat berespon
secara terkoordinasi, tubuh memerlukan sistem komunikasi yang baik. Salah satu sistem
komunikasi dalam tubuh adalah sistem saraf.
Sistem saraf tidak hanya berperan penting sebagai sistem komunikasi internal, tetapi
juga menentukan tingkat kesadaran seseorang dan kemampuan berkomunikasi dengan
orang lain. Secara umum fungsi sistem saraf adalah (Luckmann dan Sorensen, 1989) :
 Menerima stimulus dari seluruh tubuh dan dari lingkungan eksternal melalui
mekanisme sistem sensoris
 Menentukan respon tubuh terhadap stimulus melalui mekanisme sistem motorik
 Menentukan fungsi luhur seperti memori dan kemampuan berpikir
 Mengatur dan mengkoordinasikan seluruh bagian tubuh
Dengan melihat fungsinya, maka pengkajian sistem persarafan merupakan salah satu
aspek pengkajian yang sangat penting untuk dilakukan dalam rangka menentukan
diagnosa keperawatan dengan tepat dan melakukan tindakan keperawatan yang sesuai.

52
Pada akhirnya perawat dapat mempertahankan dan meningkatk an status kesehatan
klien.
Pengkajian fungsi sistem persarafan terdiri dari dua tahapan penting, yaitu tahap
pengkajian berupa wawancara, dan pemeriksaan fisik. Pada tahap wawancara, fokus
pengkajian adalah riwayat kesehatan klien yang berhubungan dengan sistem persarafan
seperti riwayat hipertensi, stroke, radang otak atau selaput otak, penggunaan obat-
obatan dan alkohol, dan penggunaan obat yang diminum secara teratur.
Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan fisik. Sesuai dengan fungsi umum sistem
persarafan, maka pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pemriksaan status mental,
pemeriksaan fungsi saraf kranial, pemeriksaan fungsi motorik, pemeriksaan fungsi
sensoris, dan pemeriksaan refleks. Karena pemeriksaan fisik sistem persarafan meliputi
seluruh bagian tubuh mulai dari kepala sampai ke kaki maka hendaknya diperhatikan
prinsip-prinsip penting dalam melakukan pemeriksaan tersebut antara lain, prinsip cephalo-
caudal dan distal-proksimal. Selain itu juga harus diperhatikan faktor-faktor penting yang
harus diperhatikan pada saat melakukan pemeriksaan fisik, seperti privacy dan
keamanan klien.

Prosedur Pemeriksaan Fisik Sistem Persarafan

I. Persiapan
1. Siapkan peralatan yang diperlukan:
 Refleks hammer
 Garpu tala
 Kapas dan lidi kapas
 Penlight atau senter kecil
 Optalmoskop
 Stetoskop
 Jarum steril
 Spatel tongue
 2 tabung reaksi berisi air panas dan air dingin
 Objek yang dapat disentuh seperti paperklip, peniti atau uang receh
 Bahan-bahan yang beraroma tajam seperti kopi, vanila atau parfum
 Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti garam, gula, atau cuka
 Baju periksa
 Sarung tangan

53
2. Cuci tangan
3. Jelaskan prosedur kepada klien
4. Minta klien untuk mengenakan baju periksa
5. Pastikan ruang periksa hangat dan cukup penerangan

II. Faktor-faktor yang harus diperhatikan saat melakukan pemeriksaan fisik


1. Jaga privacy klien
2. Pertahankan keamanan klien
3. Sesuaikan urutan pemeriksaan dengan keadaan umum klien
4. Lahukan tindakan yang mudah dilakukan dan tidak mengancam rasa aman klien terlebih
dahulu
5. Mulailah pemeriksaan fisik pada saat kontak awal dengan klien, lakukan observasi cepat
untuk menentukan kemampuan klien untuk berpartisipasi
6. Gunakan universal precaution

III. Prinsip-prinsip pemeriksaan fisik sistem persarapan

1. Cephalo-caudal
2. Distal ke proksimal
3. Bandingkan bagian-bagian tubuh yang berhubungan

IV. Langkah-langkah pemeriksaan


Lakukanlah pemeriksaan secara berurutan mulai dari pemeriksaan status mental, fungsi saraf
kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, hingga pemeriksaan refleks. Perhatikan bahwa ada
beberapa pemeriksaan yang sama untuk mengevaluasi fungsi yang berbeda. Untuk
pemeriksaan seperti ini, lakukan pemeriksaan satu kali saja dan lakukan evaluasi untuk seluruh
fungsi secara bersamaan.

A. Status Mental
Mulailah pemeriksaan status mental pada saat pertama kali bertemu klien. Proses ini dimulai
dengan mengkaji riwayat kesehatan, dan kemudian lakukan langkah-langkah pemeriksaan berikut
ini:

1. Atur posisi klien


 Minta klien duduk di sisi tempat tidur
2. Observasi kebersihan klien, cara berpakaian, postur tubuh, bahasa tubuh, cara berjalan, ekspresi
wajah, kemampuan bicara dan kemampuan untuk mengikuti petunjuk

54
3., Kaji kemampuan bicara dan bahasa
 Catat kecepatan berbicara, kemampuan mengucapkan kata-kata, keras lembut suara dan
kemampuan bicara dengan jelas dan benar
 Kaji kemampuan pemilihan kata, kemampuan dan kemudahan merespon pertanyaan
4. Kaji sensorium klien
 Nilai tingkat kesadaran klien dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
 Tanyakan waktu, tanggal, tempat dan alasan berkunjung ke rumah sakit
5. Kaji memori klien
 Tanyakan nama klien, nama anggota keluarga, tanggal lahir, riwayat pekerjaan
6. Kaji kemampuan klien dalam berhitung
 Mulailah dengan perhitungan-perhitungan yang mudah seperti 2+ 3, 5- 2
 Tingkatkan kesulitan soal-soal secara bertahap, contoh 100 - 7- 7=
 Perhatikan tingkat pendidikan, tahap perkembangan dan tingkat intelektualitas klien
pada saat memberi soal
7. Kaji kemampuan klien untuk berpikir abstrak
 Minta klien untuk menjelaskan persamaan atau perbedaan antara dua objek seperti
robot dan manusia, raja dan presiden, apel dan jeruk
 Minta klien untuk menjelaskan pengertian dari istilah-istilah yang umum digunakan
seperti tong kosong nyaring bunyinya

B. Saraf Kranial
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi fungsi saraf-saraf kranial, baik fungsi sensoris
maupun fungsi motoriknya.
1. Periksa Fungsi Nervus Olfaktorius ( N I )
 Pastikan bahwa rongga hidung cukup bersih dan tidak tersumbat oleh mukus atau benda
lain
 Minta klien untuk menutup kedua mata dan satu lubang hidung.
 Dekatkan sumber bau (kopi,vanila, parfum) ke lubang hidung yang tidak ditutup dan
minta klien untuk mengidentifikasi sumber bau
 Lakukan langkah yang sama pada lubang hidung yang lain.

2. Periksa fungsi Nervus Optikus ( N II )


 Catat kelainan-kelainan yang mungkin ada pada mata klien seperti katarak, dan
infeksi, sebelum melakukan pemeriksaan
 Periksa ketajaman penglihatan

55
- Minta klien untuk membaca buku atau majalah, observasi jarak baca
- Lakukan pemeriksaan kasar dengan pinhole.
- Periksa penqlihatan jauh dengan menggunakan snellen chart
 Periksa lapangan pandang
- Minta klien untuk duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa. Jarak
antara klien dan pemeriksa berkisar 60 - 100 cm.
- Minta klien untuk menutup sebelah mata (pemeriksa menutup mata pada sisi
yang berlawanan).
- Gerakkan objek dari arah luar ke arah tengah dan minta klien mengatakan “ya”
saat melihat objek.
- Ulangi pemeriksaan pada mata yang lain dan catat berapa derajat lapangan
pandang klien ( sup: 60, medial:60, inferior: 75, lateral 90 )
 Gunakan optalmoskop untuk melihat fundus dan optik disk (warna dan bentuk)

3. Periksa fungsi Nervus Occulomotorius, Trochlear, dan Abducens (N III, N IV


dan N VI)
 Mata
Observasi apakah terdapat edema kelopak mata, hiperemi konjungtiva, dan
kelopak mata jatuh (ptosis)
 Pupil
Periksa reaksi pupil terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya perdarahan
pada pupil
 Gerakan bola mata
Periksa gerakan bola mata ke enam arah utama (cardinal point of gaze) yaitu
lateral atas ka/ki, medial ka/ki, lateral bawah ka/ki . Minta klien untuk mengikuti arah
gerakan telunjuk pemeriksa.

4. Periksa fungsi Nervus Trigeminus ( N V )


Fungsi Sensoris
Minta klien untuk menutup mata dan lakukan pemeriksaan berikut ini:
 Rasa Raba
Sentuhkan gulungan tipis kapas ke kulit wajah pada area maxilla, mandibula,
dan prontal. Minta klien untuk mengatakan "ya" bila dapat merasakan sentuhan.
Bandingkan sisi kiri dan sisi kanan.
 Rasa Nyeri
Sentuhkan ujung jarum dan ujung penutup jarum secara bergantian di ketiga

56
area wajah dan minta klien untuk membedakan tajam dan tumpul
 Rasa Suhu
Lakukan cara yang sama seperti di atas, tetapi gunakan tabung reaksi berisi air
panas dan air es
 Rasa Sikap
Minta klien untuk menyebutkan area wajah yang disentuh dengan kapas
 Rasa Getar
Sentuhkan garpu tala yang telah digetarkan ke wajah klien dan tanyakan
apakah klien dapat merasakan getaran
 Periksa refleks korneal
- Minta klien untuk melihat lurus ke depan
- Gunakan gulungan kecil kapas untuk menyentuh kornea mata klien dari arah
samping. Perhatikan refleks menutup mata.

Fungsi Motorik
 Nlinta klien untuk mengatupkan bibir dan merapatkan gigi. Periksa otot-otot
maseter dan temporalis kiri dan kanan, periksa kekuatan otot.
 Minta klien untuk membuka dan menutup mulut atau melakukan gerakan
mengunyah beberapa kali, observasi kesimetrisan gerakan mandibula.
5. Periksa fungsi nervus Fasialis ( N VII )
Fungsi Sensoris
 Celupkan lidi kapas kedalam garam, sentuhkan ke ujung depan lidah. Minta
klien untuk mengidentifikasi rasa. Ulangi pemeriksaan dengan menggunakan gula dan
cuka atau lemon.

Fungsi Motorik
 Minta klien untuk tersenyum, bersiul, menaikkan kedua alis bersamaan, dan
menggembungkan pipi. Lihat simetri gerakan antara wajah bagian kanan dan kiri.
 Periksa kekuatan otot wajah bagian atas dan bagian bawah
- Minta klien untuk menutup mata kuat-kuat, cobalah untuk membuka mata
- Minta klien untuk menggembungkan pipi , tekan pipi klien dengan dua jari

6. Periksa Fungsi Nervus Vestibulocochlear ( N VIII )


Cabang Vestibulo
 Lakukan pemeriksaan fungsi pendengaran dengan menggunakan test weber dan rhinne

57
Cabang Cochlear
 Lakukan Romberg Test
- Minta klien untuk berdiri tegak, kedua kaki rapat, kedua lengan disisi tubuh
- Observasi adanya ayunan tubuh
- Minta klien menutup mata tanpa mengubah posisi
- Perhatikan apakah klien dapat mempertahankan posisi.
7. Periksa Fungsi Nervus Glossopharingeus dan Vagus (N IX dan X)
 Minta klien untuk membuka mulut dan mengatakan "aa", observasi gerakan
palatum dan uvula. Normalnya palatum lunak sedikit terangkat dan letak uvula
relatif di tengah.
 Periksa Gag refleks. Sentuhlah dinding belakang pharing dengan menggunakan
aplikator dan observasi gerakan pharing
 Periksa aktifitas motorik pharing.
- Minta klien untuk menelan sedikit air, observasi gerakan menelan dan
kemudahan saat menelan.
- Periksa getaran pita suara pada saat klien berbicara

8. Periksa Fungsi Nervus Assesorius ( N XI )


 Periksa fungsi otot Trapezius
Minta klien untuk menaikkan kedua bahu secara bersamaan dan observasi kesimetrisan
gerakan.
 Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus
Minta klien untuk menoleh ke kiri dan ke kanan, dan minta klien untuk mendekatkan
telinga ke bahu kanan dan kiri secara bergantian tanpa mengangkat bahu . Observasi
rentang pergerakan sendi.
 Periksa kekuatan otot trapezius
Tahan kedua sisi bahu klien dengan telapak tangan. Minta klien untuk
mendorong telapak tangan pemeriksa sekuat-kuatnya ke arah atas. Perhatikan
kekuatan daya dorong.
 Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus
Minta klien untuk menoleh ke satu sisi melawan tahanan telapak tangan
pemeriksa. Perhatikan kekuatan daya dorong.

9. Periksa fungsi Nervus Hipoglosus (N XII)


 Periksa gerakan lidah
Minta klien menjulurkan lidah, menggerakkan lidah ke kiri dan ke kanan.

58
Observasi kesimetrisan gerakan lidah
 Periksa kekuatan otot lidah
Minta klien untuk mendorong salah satu sisi pipi dengan ujung lidah. Dorong
bagian luar pipi dengan 2 jari, observasi kekuatan lidah. Ulangi pemeriksaan pada
sisi yang lain.

C. Fungsi Motorik
Fungsi motorik memerlukan kerjasama yang baik antara sistem muskuloskeletal dan
sistem saraf motorik. Aspek neurologis dari fungsi motorik berhubungan langsung
dengan aktifitas serebelum dalam mengatur koordinasi dan penghalusan gerakan serta
keseimbangan. Oleh karena itu tujuan pemeriksaan fungsi motorik adalah untuk
mengevaluasi koordinasi antara sistem muskuloskeletal sistem saraf motorik serta fungsi
serebelum dalam mengatur koordinasi, penghalusan gerakan, dan keseimbangan.
1. Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tangan tubuh-
kaki.
 Minta klien untuk berjalan sejauh kurang lebih 10 meter bolak-balik.
 Minta klien untuk berjalan mengikuti garis lurus dengan menempelkan ibu jari
telapak kaki yang ada di belakang ke tumit telapak kaki yang berada di
depannya (heel to toe).
 Minta klien untuk berjalan dengan berjinjit
 Minta klien untuk berjalan dengan bertumpu pada tumit.

2. Lakukan Romberg Test Lihat pada halaman sebelumnya


3. Lakukan pemeriksaan Jari-Hidung
 Minta klien untuk duduk dan merentangkan kedua lengan ke sisi tubuh Dengan mata
terbuka, minta klien untuk menyentuh puncak hidung dengan ujung jari telunjuk
kanan dan kiri secara bergantian
 Dengan mata tertutup, minta klien melakukan gerakan yang sama.
 Observasi kemudahan gerakan dan daerah yang di sentuh

4. Lakukan Tes Pronasi - Supinasi


 Minta klien untuk duduk dan meletakkan telapak tangan di atas paha. Minta klien
melakukan gerakan pronasi dan supinasi secara bergantian dengan cepat. Observasi
kecepatan, irama, dan kehalusan gerakan.

59
5. Lakukan Heel to Shin Test
 Minta klien untuk tidur pada posisi supine. Minta klien untuk menggesekkan tumit
telapak kaki kiri di sepanjang tulang tibia tungkai kanan mulai dari bawah lutut
sampai ke pergelangan kaki.
 Ulangi prosedur pada kaki kanan.
 Observasi kemudahan klien untuk menggerakkan tumit pada garis lurus.

D. Fungsi Sensoris
Pengkajian ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien terhadap beberapa stimulus.
Perhatikan bahwa pemeriksa harus selalu menanyakan kepada klien jenis stimulus
dan lokasi stimulus di berikan

1. Kaji kemampuan klien untuk mengidentifikasi sentuhan ringan

 Sentuhlah beberapa bagian tubuh (telapak kaki, tungkai, tangan, lengan, abdomen
dan wajah) dengan menggunakan gulungan kapas. Minta klien untuk mengatakan
"ya" jika dapat merasakan sentuhan. Sentuhlah di beberapa tempat secara acak.

2. Kaji kemampuan klien untuk membedakan stimulus tajam dan tumpul


 Sentuhlah kulit klien di beberapa tempat (sama seperti di atas) dengan menggunakan
ujung tajam dan tumpul sebuah peniti secara bergantian. Minta klien untuk
mengatakan "tajam" atau "tumpul".

3. Kaji kemampuan klien membedakan suhu


Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila klien tidak dapat merasakan stimulus nyeri dengan
baik.
 Sentuhlah kulit klien di beberapa bagian tubuh (sama seperti di atas) dengan tabung
reaksi yang berisi air panas dan air es. Minta klien mengatakan "panas" atau "dingin".

4. Kaji kemampuan klien untuk merasakan getaran


 Getarkan garpu tala dan letakkan di beberapa penonjolan tulang seperti di ibu jari kaki,
lutut, tumit, krista iliaka, prosesus spinalis, jari-jari, sternum, pergelangan tangan dan siku.
Minta klien untuk mengatakan "ya" jika dapat merasakan getaran.
 Mulailah dari bagian distal.Jika klien sudah dapat merasakan getaran pada bagian distal,
hentikan pemeriksaan.
5. Kaji kemampuan klien untuk mengidentifikasi sebuah objek tanpa melihat

60
Objek tersebut (Siereognosis Test)
 Minta klien untuk menutup mata. Letakkan sebuah peniti atau uang logam disalah satu
telapak tangan klien, minta klien untuk mengidentifikasi. Ulangi prosedur pada
telapak tangan yang lain.

6. Kaji kemampuan klien untuk merasakan tulisan di kulit (Graphesthesia Test)


 Nlinta klien untuk menutup mata. Buatlah sebuah angka dengan ujung tumpul
ballpoint di salah satu telapak tangan, minta klien mengidentifikasi angka yang
dibuat. Ulangi prosedur pemeriksaan pada telapak tangan yang lain.
7. Kaji kemampuan klien untuk membedakan 2 titik
 Sentuhlah kulit klien di beberapa bagian dengan menggunakan 2 buah pinsil
tumpul (jarak antara 2 pinsil berbeda di tiap bagian).
 Jarak antara 2 pinsil tersebut normalnya adalah:
Ujung jari 0,3 - 0,6 cm
Tangan dan kaki 1.5 - 2 cn
Tungkai 4 cm
 Mintalah klien untuk mengatakan "ya" jika dapat merasakan 2 titik
stimulus pada saat pertama kali diberikan.

8. Kaji kemampuan klien untuk mengidentifikasi bagian tubuh yang diberi


sentuhan ( Topognosis Test)
 Minta klien menutup mata. Sentuhlah bagian tubuh klien (misalnya jari-jari kaki)
dan tanyakan bagian tubuh mana yang disentuh.
E. Refleks
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dalam posisi
duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan. Evaluasi respon klien
dengan menggunakan skala 0 – 4:
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang
2 = Normal
3 = Lebih dari normal
4 = Hiperaktif

Mintalah klien untuk rileks, menarik napas panjang sebelum memulai pemeriksaan.
1. Refleks Biseps
- Minta klien duduk dengan rileks dan meletakkan kedua lengan di atas paha.

61
- Dukung lengan bagian bawah klien dengan tangan non dominant.
- Letakkan ibu jari lengan non-dominan di atas tendon bisep.
- Pukulkan refleks hammer ke ibu jari.
- Observasi kontrasi otot trisep (fleksi siku)

2. Refleks Triseps
- Minta klien duduk
- Dukung siku klien dengan tangan non-dominan
- Pukulkan refleks hammer pada prosesus olecranon
- Observasi kontraksi otot trisep (ekstensi siku)

3. Refleks Brachioradialis
- Minta klien duduk dan meletakkan tangan di atas paha dengan posisi pronasi
- Pukulkan refleks hammer diatas tendon (kira-kira 2-3 inci dari pergelangan
tangan)
- Observasi fleksi dan su inasi telapak tangan

4. Kaji refleks patelar


- Minta klien duduk dengan lutut fleksi (kaki menggantung)
- Palpasi lokasi patela (inferior dari patela)
- Pukulkan refleks hammer
- Perhatikan ekstensi tungkai bawah dan kontraksi otot quadrisep

5. Refleks Tendon Achilles


- Pegang telapak kaki klien dengan tangan non-dominan
- Pukul tendon achilles dengan menggunakan bagian lebar refleks hammer
- Observasi plantar-fleksi telapak kaki

6. Refleks Plantar
- Minta klien untuk tidur terlentang dengan kedua tungkai sedikit eksternal
rotasi
- Stimulasi telapak kaki klien dengan ujung tajam refleks hammer mulai dari
tumit kearah atas pada bagian sisi luar telapak kaki
- Observasi gerakan telapak kaki (normal jika gerakan plantar-fleksi dan jari-jari
kaki fleksi)

62
7. Refleks Abdomen
- Minta klien tidur terlentang. Dukung lengan bagian bawah klien dengan tangan
non-dominan.Letakkan ibu jari lengan non-dominan di atas tendon bisep.
Pukulkan refleks hammer ke ibu jari. Observasi kontrasi otot trisep (fleksi
siku).

8. Refleks Triseps

Minta klien duduk. Dukung siku klien dengan tangan non-dominan. Pukulkan
refleks hammer pada prosesus olecranon Observasi kontraksi otot trisep (ekstensi
siku)

9. Refleks Brachioradialis

Minta klien duduk dan meletakkan tangan di atas paha dengan posisi pronasi.
Pukulkan refleks hammer diatas tendon (kira-kira 2-3 inci dari pergelangan tangan).
Observasi fleksi dan supinasi telapak tangan

10. Kaji refleks patelar


Minta klien duduk dengan lutut fleksi (kaki menggantung) Palpasi lokasi patela
(inferior dari patela). Pukulkan refleks hammer. Perhatikan ekstensi tungkai bawah
dan kontraksi otot quadrisep

11. Refleks Tendon Achilles


Pegang telapak kaki klien dengan tangan non-dominan. Pukul tendon achilles
dengan menggunakan bagian lebar refleks hammer. Observasi plantar-fleksi telapak
kaki.

12. Refleks Plantar


Minta klien untuk tidur terlentang dengan kedua tungkai sedikit eksternal rotasi.
Stimulasi telapak kaki klien dengan ujung tajam refleks hammer mulai dari tumit
kearah atas pada bagian sisi luar telapak kaki. Observasi gerakan telapak kaki
(normal jika gerakan plantar-fleksi dan jari-jari kaki fleksi).

13. Refleks Abdomen

63
Minta klien tidur terlentang. Sentuhkan ujung aplikator ke kulit di bagian abdomen
mulai dari arah lateral ke umbilical. observasi kontraksi otot abdomen. Lakukan
prosedur pada keempat area abdomen.

Penutup
Setelah selesai melakukan pemeriksaan fisik, bantu klien berpakaian dan bantu klien
kembali ke posisi yang nyaman. Bila klien telah nyaman, jelaskan kesimpulan dari hasil
pemeriksaan yang telah dilakukan. Jika ditemukan adanya kelainan pada hasil
pemeriksaan fisik, diskusikan dengan tim medis.
Langkah akhir dari pemeriksaan fisik adalah dokumentasi. Catatlah hasil
pemeriksaan fisik segera sete!ah menyelesaikan pemeriksaan untuk menghindari
adanya hal yang terlupakan. Catat dengan teliti dan sistematis, jika menggunakan
singkatan gunakan singkatan yang dapat dimengerti oleh setiap anggota tim kesehatan

64
V PEMERIKSAAN FISIK
SISTEM MUSKULOSKELETAL
Usman, M.Kep.

A. Pengkajian Fisik Sistem Muskuloskeletal


1. Nyeri
Lokasi, durasi, penyebaran nyeri, faktor tertentu yang dapat menurunkan atau
meningkatkan rasanya nyeri, OTC atau pengobatan tradisional yang dilakukan dan
tingkat keberhasilan, keterkaitan dengan infeksi, Trauma, nyeri sesuai cidera,
manifestasi terkait (kebas, kesemutan). Jika nyeri berhubungan dengan pembedahan
atau cidera dannjika tidak berhubungan dengan kejadian atau dikaitkan dengan
pembengkakan dimana elefasi tidak meredakan nyeri, pertimbangkan kemungkinan
sindrom kompertemen, suatu kegawatdarutatan ortopedik
2. Kaku Sendi
Sendi tertentu, konstan atau episodik, faktor tertentu yang dapat mengurangi
dan menambah nyeri, krepitus, kelemahan, defermitas. Keterlibatan sendi tertentu
menunjukkan masalah lokal. Keterlibatan dari satu sendi menunjukkan masalah
sistemik.
3. Perubahan Sensorik
Riwayat nyeri punggung atau cidera, lokasi cidera/nyeri punggung,
penyebaran nyeri, kesulitan dengan proses ambulasi, hilangnya sensasi, perasaan
terbakar, kesemutan. Perubahan sensori dapat disebabkan oleh tekanan pada saraf atau
pembuluh darah: tumor, fraktur, pembengkakan akibat proses operasi.
4. Pembengkakan
Lokasi, durasi, onset tiba-tiba atau bertahap, keterbatasan melakukan ADL,
hubungan dengan aktivitas, keterkaitan dengan panas/kemerahan, cidera, operasi,
pemasangan gips yang terjadi pada waktu dekat, dapat deiredakan dengan elefasi.
5. Kelemahan Sendi
Kelemahan sendi menandakan kemungkinan adanya penyakit sendi,
neurologis atau otot masalah yang timbul dapat fokal atau umum. Kelemahan akibat
kelainan sendi dapat disebabkan oleh salah satu penyebab berikut: nyeri atau robekan
sendi dan struktur penyokongnya. Selalu pertimbangkan saraf yang terjepit sebagai
penyebab kelemahan sendi, mislanya sindrom carpal tunnel pada pergelangan tangan

65
dan kelemahan ekstremitas bawah akibat kompresi akar saraf yang disebabkan prolaps
diskus intervertebralis atau stenosis spinal
B. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi dan Palpasi
Selama inspeksi, setiap asimetri harus dicatat. Nodulus,pelayuan,massa, atau
defermitas dapat menjadi penyebab tidak adanya kesimetrisan. Apakah ada tanda-tanda
peradangan? Bengkak,hangat,kemerahan atau nyeri tekan mengarah kepada peradangan.
Untuk menentukan perubahan suhu pakailah punggung tangan untuk membandingkan satu sisi
dengan sisi lainnya. Palpasi mungkin memperlihatkan daerah nyeri tekan atau diskontinuitas
suatu tulang. Apakah ada krepitasi? Krepitasi adalah sensasi bergerak yang teraba dan sering
ditemukan pada tulang rawan sendi yang menjadi kasar.
Penilaian rentang gerak sendi tertentu dilakukan setelah itu. Harus disadari bahwa sendi yang
meradang atau artritis mungkin nyeri. Gerakan sendi ini dengan perlahan-lahan!
Fungsi otot dan fungsi terpadu biasanya diperiksa selama pemeriksaan neurologi.

2. Menilai Kekuatan Otot


Respon otot dan signifikansinya Nilai
Tidak ada kontraksi yang terlihat atau terpalpasi 0
Paralisis
Kontraksi yang terpalpasi sedikit 1
Paresis, kelemahan parah
Manuver rentang gerak pasif jika gravitasi dihilangkan 2
Paresis, kelemahan sedang
Rentang gerak aktif melawan gravitasi sendiri atau melawan tahanan 3 sampai 4
ringan
Kelemahan ringan
Rentang gerak aktif melawan tahanan penuh 5
Normal

3. Sendi-skrening dengan sistem GALS


Skrening dengan sistem GALS ( Gait, Arms,Legs,Spine ) merupakan pemeriksaan
yang cepat untuk mengenali defisit muskuloskeletal dan neurologis serta kemampuan
fungsional pasien.
Pertanyaan skrening :
Apakah anda memiliki masalah nyeri atau kekakuan pada otot, sendi atau punggung?
Apakah anda mengalami kesulitan berpakaian sendiri?

66
Apakah anda mengalami kesulitan naik turun tangga?
Jika ketiga jawaban itu tidak, pasien tidak memiliki masalah muskuloskeletal yang
bermakna. Jika pasien menjawab Ya,lanjutkan dengan pemeriksaan yang detail.
Urutan pemeriksaan
1. Pemeriksaan gaya berjalan
Bagian pertama pemeriksaan penyaring terdiri dari inspeksi gaya berjalan dan
sikap tubuh. Minta pasien untuk membuka pakaian dan hanya mengenakan pakaian
dalam, dan berjalan dengan kaki telanjang untuk menentukan kelainan gaya berjalan.
Minta pasien untuk berjalan menjauhi anda,kemudian mendekati anda dengan berjalan
di ujung jari kaki, menjauhi anda dengan berjalan diatas tumit, dan akhirnya kembali
kepada anda dengan gaya berjalan dua dua ( tandem ). Jika ada kesulitan dengan gaya
berjalan, harus dilakukan perubahan dalam tindakan pemeriksaan. Perhatikan
laju,irama dan gerakan lengan selama berjalan. Apakah pasien mempunyai gaya
berjalan terhuyung-huyung? Apakah kaki di angkat tinggi-tinggi dan dijatuhkan
kebawah dengan mantap? Apakah pasien berjalan dengan tungkai di ekstensikan yang
di ayunkan ke lateral selama berjalan? Apakah langkah-langkanya pendek dan terseret-
seret?
2. Lengan ( Arms )
Berdirilah dihadapan pasien
Minta pasien untuk mengepalkan tangan kemudian buka lebar-lebar kedua
tangannya. Uji ini melibatkan baik tangan dan pergelangan tangan.
Inspeksi bagian dorsum,tangan dan periksa setiap jari dalam keadaan ekstensi
penuh pada sendi MCP ( Metacoprophalangeal ), PIP ( Proximal
Interphalangeal ) dan DIP
Minta pasien untuk meremas jari telunjuk dan jari tengah anda. Uji ini untuk
menilai kekuatan genggaman tangan.
Minta pasien untuk menyentuh ujung tiap-tiap jari tangannya dengan
menggunakan ibu jari. Hal ini untuk menguji ketetapan sentuhan dan menilai
masalah koodinasi atau konsentrasi
Dengan lembut, tekankan bagian kepala metakapral. Nyeri tekan menandakan
adanya inflamasi, misalnya pada artritis reumathoid yang melibatkan sendi
MCP.
Tunjukkan pada pasien bagaimana membuat ‘tanda berdoa’, menekuk
pergelangan tangan sejauh mungkin kebelakang. Letakkan bagian belakang
tangan bersama dengan cara yang serupa. Hal ini untuk menilai fleksi dan
ekstensi pergelangan tangan.

67
Minta pasien untuk meluruskan tangannya kedepan tubuh. Hal ini untuk
menguji ekstensi siku.
Minta pasien untuk menekuk lengannya ke atas sehingga menyentuh bahu.
Hal ini untuk menguji fleksis siku
Minta pasien untuk meletakkan siku pada sisi tubuh dan menekuknya pada
sisi 900. Balikkan telapak tangan ke atas dan kebawah. Hal ini untuk menguji
pronasi dan supinasi pada pergelangan tangan dan siku.
Minta pasien untuk meletakkan kedua tangan ke belakang kepala, dengan siku
menekuk ke belakang.hal ini untuk menilai abduksi dan rotasi eksternal sendi
glenohumeral.
Dengan mantap, tekanlah titik pertengahan masing-masing supraspinatus
untuk mendeteksi hiperalgesia.
3. Tungkai (legs)
Minta pasien untuk berbaring terlentang (wajah menghadap ke atas) di tempat
periksa.
Jika tidak terdapat kontraindikasi , lakukan uji thomas untuk mengetahui
deformitas fleksi pada kedua pinggul.
Palpasi masing-masing lutut untuk mengetahui rasa hangat dan
pembengkakan yang ada. Uji ketukan patella/patellar tap untuk mendeteksi
untuk mengetahui dan efusi.
Fleksikan masing-masing pinggul dan lutut dengan tangan anda di atas lutut
pasien. Rasakan krepitus pada sendi patelofemoral dan lutut.
Fleksikan lutut dan pinggul pasien 900, dan rotasikan secara pasif masing-
masing pinggul ke dalam dan keluar, perhatikan adanya nyeri atau
keterbatasan gerak.
Lihatlah kaki untuk mencari adanya kelainan apapun. Periksa bagian telapak
kaki, perhatikan adanya kalus dan ukus, yang merupakan indikasi tumpuan
beban yang abnormal.
Dengan lembut tekanlah bagian kepala metatarsal untuk melihat adanya nyeri
tekan.
4. Pemeriksaan tulang belakang (spain)
Perhatikan tulang belakang untuk menemukan adanya kurvatura vertebra yang
abnormal. Mintalah pasien untuk berdiri tegak lurus sekarang anda harus berdiri
didepan pasien untuk melihat profil tulang belakang pasien. Apakah lengkungan
servikal, torakal, dan lumbal normal? anda harus pindah untuk menginspeksi punggun
pasien. Berapakah ketinggian krista iliaka? Perbedaan mungkin disebabkan oleh
ketidaksamaan panjang tungkai, skoliosis, atau deformitas fleksi pada pinggul. Suatu

68
garis inmajiner yang dibuat dari tuberositas oksipital posterior harus jatuh diatas celah
intergluteal. Setiap kurvatura lateral adalah abnormal. Mintalah pasien untuk
membungkuk ke depan, menuju memfleksikan tubuhnya sejauh mungkin dengan
kedua lutut di ektensikan. Perhatikan kelancaran tindakan ini. Posisi ini paling baik
untuk menentukan apakah ada skoliosis. Ketika pasien membungkuk ke depan lumbal
yang konkaf harus mendatar. Konkaf yang tetap ada mungkin menunjukkan artritis
pada vertebra yang disebut ankylosing spondylitis. Mintalah pasien untuk
membungkukkan tubuhnya kesetiap sisi dari pinggang. Kemudian mintalah pasien
untuk membungkuk kebelakang dari pinggang untuk memeriksa ektensi vertebra,
untuk memeriksa rotasi vertebra lumbalis, duduklah di bangku dibelakang pasien dan
stabilkan pinggul pasien dengan meletakkan kedua tangan anda dipinggul tersebut.
Mintalah pasien untuk memutar bahunya kesatu arah dan kemudian ke arah sebaliknya.

69
VI PEMERIKSAAN FISIK
SISTEM KARDIOVASKULER
Dinarwulan P, M.Kep.

A. Anatomi dan Fisiologi


1. Proyeksi Jantung dan Pembuluh Darah pada Permukaan Anterior Dada
Ventrikel kanan menempati sebagian besar permukaan anterior jantung. Ruang ini
dan arteri pulmonalis membentuk struktur mirip baji di belakang dan di sebelah
kiri tulang sternum.
Tepi inferior ventrikel kanan terletak di bawah tempat pertemuan korpus sternum
dengan prosesus sifoideus. Ventrikel kanan menyempit di sebelah superior dan
bertemu dengan arteri pulmonalis pada daerah setinggi sternum atau “basis kordis”,
istilah klinis yang mengacu pada ruang sela iga ke-2 kanan dan kiri yang letaknya
dekat sternum.
Ventrikel kiri yang berada di belakang ventrikel kanan dan di sebelah kirinya
akan membentuk tepi lateral kiri jantung. Ujung inferiornya yang meruncing
seringkali dinamakan “apeks” kordis. Bagian apeks ini memiliki makna klinis yang
penting karena memproduksi impuls apical yang terkadang dinamakan ictus
cordis atau titik impuls maksimal.impuls ini menunjukka lokasi tepi kiri jantung
dan biasanya ditemukan pada ruang sela iga ke-5 dengan jarak 7-9cm di sebelah
lateral dari linea midsternalis. Diameter iktus kordis adalah sekitar seperempat
jarak tersebut atau lebih kurang 1-2,5 cm.
Tepi kanan jantung dibentuk oleh atrium kanan, sebuah ruang yang biasanya
tidak teridentifikasi pada pemeriksaan fisik. Atrium kiri merupakan ruang yang
letaknya paling posterior dan tidak dapat diperiksa langsung.
Di atas jantung terdapat pembuluh-pembuluh darah yang besar. Arteri pulmonalis
yang sudah disebutkan sebelumnya mengadakan percabangan menjadi cabang kiri
dan kanan. Aorta melengkung ke atas dari ventrikel kiri hingga daerah setinggi
angulus sterni, tempat aorta melekuk ke sebelah posterior kiri dan kemudian
berjalan turun. Di sisi sebelah kanan, vena kava superior mengalirkan darah vena
ke dalam atrium kanan.

70
Walaupun tidak diilustrasikan, vena kafa inferior juga mengalirkan isinya ke dalam
atrium kanan. Vena kava superior dan inferior membawa darah vena kembali ke
jantung dari bagian tubuh sebelah atas dan bawah.

2. Ruang, Katup, dan Sirkulasi Jantung


Katup tricuspid dan mitral sering disebut katup atrioventrikuler. Katup aorta dan
pulmonal dinamakan katup semilunaris karena bentuk lipatannya yang menyerupai
bulan separuh. Ketika katup jantung menutup, bunyi jantung timbul dari getaran
yang berasal dari lipatan daun katup, struktur jantung di dekatnya dan aliran darah.
Pemahaman tentang posisi dan gerakan katup dalam kaitannya dengan berbagai
kejadian dalam siklus kardiak merupakan hal yang penting.

71
B. Riwayat Medis
Gejala yang penting dan sering dijumpai:
1. Nyeri dada
Nyeri dada setelah melakukan aktivitas fisik yang disertai dengan penjalaran nyeri
ke sisi kiri leher dan ke lengan kiri ditemukan pad angina pectoris. Nyeri tajam
yang menjalar ke punggung atau ke leher ditemukan pada diseksio aorta.
2. Palpitasi
Palpitasi merupakan perasaan detak jantung yang tidak menyenangkan. Ketika
melaporkan perasaan semacam ini, klien menggunakan berbgai istilah seperti rasa
berdebar-debar, deg-degan, jantungnya seperti bergeletar, meloncat-loncat atau
berhenti. Palpitasi dapat terjadi karena detak jantung yang tidak teratur, percepatan
atau perlambatan denyut jantung secara mendadak ataupun dari peningkatan
kekuatan kontraksi jantung. Namun, persepsi semacam ini juga bergantung pada
kepekaan klien terhadap keadaan tubuhnya sendiri. Palpitasi tidak selalu berarti
penyakit jantung. Sebaliknya, sebagian besar keadaan disritmia yang serius seperti
takikardia ventrikel sering tidak menimbulkan gejala palpitasi.
3. Sesak napas, ortopnea, atau dyspnea nocturnal paroksismal
Dyspnea merupakan perasaan tidak enak yang berkaitan dengan pernapasan
dan perasaan ini tidak sesuai dengan tingkat aktivitas fisik yang dilakukan.
Ortopnea merupakan dyspnea yang timbul ketika klien berbaring dan berkurang
pada saat klien bangkit dari posisi berbaring ke posisi duduk tegak. Secara klasik,
kuantitas ortopnea diukur menurut jumlah bantal yang digunakan klien untuk tidur,
atau berdasarkan kenyataan apakah klien baru bisa tidur setelah berada dalam
posisi duduk. (Namun, pastikan bahwa klien menggunakan tambahan bantal atau
tidur dalam posisi tegak karena sesak napas pada saat berbaring dan bukan karena
penyebab lain).
Dispnea nocturnal paroksismal menggambarkan episode dyspnea dan
ortopnea mendadak yang membangunkan klien dari tidurnya, biasanya kejadian ini
terjadi 1 atau 2 jam sesudah pergi tidur dan ketika terjadi membuat klien segera
duduk, berdiri, atau pergi ke jendela untuk mendapatkan udara segar. Dyspnea
nocturnal paroksismal dapat disertai dengan gejala mengi dan batuk. Biasanya
episode tersebut akan mereda tetapi dapat muncul kembali pada saat yang sama di
malam berikutnya.
4. Pembengkakan atau edema
Edema mengacu kepada penimbunan cairan yang berlebihan dalam jaringan
interstisial, dan tampak sebagai pembengkakan.edema dependen terlihat di bagian
tubuh yang paling rendah (kaki dan tungkai bawah) pada saat duduk atau tampak

72
pada sacrum pada klien yang terus berbaring. Penyebabnya dapat kardiak (gagal
jantung kongestif), gizi (hypoalbuminemia) atau posisional.

Sumber: Bickley, Lynn S.Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan
Bates, ed.8. Jakarta: EGC, 2009.

PENGKAJIAN
A. PERSIAPAN
 Siapkan peralatan pencahayaan yang tepat, termasuk lampu “gooseneck” (leher
angsa), tirai, dua buah penggaris, stetoskop, doppler (tambahan)
 Cuci tangan
 Jelaskan prosedur pada klien
 Tempatkan klien pada posisi nyaman
 Tanyakan kepada klien, apakah memiliki salah satu riwayat berikut:
a. Riwayat keluarga adanya insiden dan usia terjadinya penyakit jantung, kadar
kolestrol tinggi, tekanan darah tinggi, stroke, obesitas, penyakit jantung
kongenital, penyakit arterial, hipertensi dan demam reumatik.
b. Riwayat klien demam reumatik, mur-mur jantung, serangan jantung, varikositas
atau gagal jantung
c. Adanya gejala yang mengindikasikan penyakit jantung (misalnya kelelahan,
dispnea, ortopnea, edema, batuk dan nyeri dada, palpitasi, sinkop hipertensi,
mengi dan hemoptisis)
d. Adanya penyakit yang mempengaruhi jantung (misal obesitas, diabetes, penyakit
paru, gangguan endokrin)
e. Gaya hidup yang merupakan faktor resiko penyakit jantung (misalnya merokok,
konsumsi alkohol, pola makan dan olahraga, area dan derajat stres yang
dirasakan)

B. PEMERIKSAAN FISIK

1. Inspeksi
a. Atur posisi klien
• Mulai pemeriksaan dengan klien pada posisi duduk dengan dada tanpa penutup
• Ruang pemeriksaan harus tenang untuk menampilkan auskultasi yang adekuat.
• Pencahayaan terang
• Tetap selalu menjaga privacy pasien
• Prioritaskan dan perhatikan untuk tanda-tanda kegawatan.

73
b. Inspeksi wajah
• Mulai dengan kulit muka
• Pemeriksaan mata dan jaringan sekeliling mata (area periorbital), xantelhasma
(endapan kolesterol berbentuk noda berwarna kuning muda di tengah atau di ujung
kelopak mata), konjungtiva (pucat  anemia, petekie endocarditis infektif),
kornea (arkus senilis hiperkolesterol)
• Inspeksi bibir (sianosis  hipoksia)
• Kaji keadaan umum wajah

Xanthelasma Arkus senilis

Sumber: https://id.pinterest.com

c. Inspeksi Vena Jugularis


• Dengan posisi duduk tegak, atur lampu kepala angsa agar tepat di leher klien
• Pastikan kepala klien diputar sedikit dari sisi tempat pemeriksa
• Perhatikan vena jugularis eksterna dan interna
• Pastikan tidak tertukar antara denyut karotis dengan pulsasi vena jugularis.
Denyut karotis ada di lateral trakea. Jika denyut vena jugularis tampak, palpasi
denyut radial klien dan tentukan jika denyut vena jugularis bertepatan dengan
palapasi denyut radialis.
• Kenali titik pulsasi tertinggi pada vena jugularis interna kanan. Jika tidak dpat
melihat pulsasi pada vena jugularis interna kanan, cari pulsasi vena jugularis
eksterna.
• Selanjutnya, klien berbaring pada sudut 45 0 sampai klien dapat mentolerir
posisi ini tanpa nyeri dan mampu bernapas secara nyaman.
• Letakkan satu penggaris secara vertical pada ‘angle of Louis’. Letakkan
penggaris yang lain secara horizontal pada sudut 90 0 terhadap penggaris pertama.
Ujung penggaris harus pada ‘angle of Louis’ dan ujung lainnya terletak di area
jugularis pada lateral leher.
• Inspeksi leher untuk distensi vena jugularis. Naikkan bagian lateral penggaris
horizontal sampai mencapai puncak ketinggian distensi dan kaji di centimeter
kenaikan dari penggaris vertical. Tekanan vena yang melebihi 3cm atau mungkin
4cm di atas angulus sterni, atau yang melebihi jarak total 8cm atau 9cm di atas atrium
kanan, dianggap sebagai kenaikan di atas nilai normal.

74
Mosby's Medical Dictionary, 9th edition. © 2009, Elsevier.

d. Inspeksi dada klien

• Observasi pola pernapasan, dimana harus reguler dan tidak ada retraksi
• Inspeksi seluruh dada untuk tonjolan dan massa. Ruang intercostal dan
klavikula harus datar/rata.
• Inspeksi Ictus cordis atau Point of Maximal Impulse (PMI) pada ICS 5 dalam
midclavicular linea (MCL). Beberapa keadaan patologis seperti pembesaran ventrikel
kanan, dilatasi arteri pulmonalis dan aneurisma aorta dapat menimbulkan pulsasi
yang menonjol daripada denyutan apeks kordis.
• Jika ictus cordis tidak terlihat, minta klien untuk miring kiri. Jika masih tidak
Nampak, minta klien menghembuskan napasnya secara penuh dan kemudian berhenti
bernapas selama beberapa detik.

Sumber: https://www.registerednursern.com/apical-pulse-assessment-and-location/

75
e. Inspeksi tangan dan jari klien
• Tegaskan keadaan jari kuku. Jari harus relative datar dan merah muda dengan
dasar kuku sperti bulan sabit putih.
• Capillary refill < 2 detik  normal
• Kaji adanya Raynaud phenomenon (misalnya jari tangan atau kaki, ujung
hidung dan telinga, terasa kebas dan dingin ketika berada dalam suhu dingin atau
stres. Terjadi karena pembuluh darah kecil penyuplai darah ke kulit menyempit—
akibatnya, sirkulasi darah ke area tubuh tertentu jadi terhambat).
Raynaud phenomenon

http://apsfa.org/raynauds-phenomenon/ www.medicinenet.com

• Kaji adanya Nodus Osler (Nodus merah dan nyeri pada telapak jari dan jempol:
biasanya tanda akhir infeksi dan ditemukan dengan infeksi sub akut endocarditis
infektif).
• Kaji adanya Lesi Janeway (macula berwarna pink cerah pada telapak kaki,
tidak mengeras, mungkin berubah menghitam dalam beberapa hari  tanda awal
infeksi endokardium / endocardium).

Sumber: http://lsu32.nodusstudios.com/club.html

76
• Kaji adanya Clubbing fingers dan jempol ( utamanya pada pasien yang
mempunyai kondisi infeksi yang tidak diobati dan meluas).

Sumber: https://medical-dictionary.thefreedictionary.com

1. Palpasi
a. Palpasi denyut karotis
• Palpasi hanya satu arteri karotis pada satu waktu
• Hindari memberi tekanan berlebihan dan memijat arteri karotis
• Minta klien untuk sedikit memutar kepala ke sisi yang diperiksa

b. Palpasi dada dengan “five keys landmarks”


• Mulailah dengan meletakkan tangan kanan pemeriksa di ruang interkosta ke-2 kanan,
ruang interkosta ke-2 kiri, ruang interkosta ke-3, 4, 5 kiri, interkosta ke-5 midklavikula kiri,
dan di area epigastric  ada thrills/tidak
• Palpasi area epigastric, di bawah prosesus xifoideus. Untuk memeriksa adanya
pulsasi aorta abdomen.
c. Palpasi Ictus cordis tentukan lokasi, dan diameternya. Normal diameter Ictus Cordis
pada posisi telentang kurang dari 2,5 cm.

77
3. Perkusi
. Perkusi dada klien untuk menentukan batas jantung
• Bantu klien untuk posisi berbaring pada sudut terendah dimana klien dapat mentolerir
• Tempatkan jari tengah tangan non dominan pemeriksa dalam 5 ICS pada garis axila
anterior kiri
• Ketukkan jari pada falang distal, menggunakan jari pemeriksa pada tangan yang
dominan. Pemeriksa harus mendengarkan resonansi karena pemeriksa berada di atas jaringan
paru.
• Lanjutkan perkusi pada 5 ICS di atas MCL kiri dan batas sternum kiri. Suara akan
berubah menjadi “dulness” saat perkusi di atas jantung
• Ulangi teknik perkusi di atas di 3 ICS dan 2 ICS pada sisi kiri torak. Suara resonans
jantung di atas paru harus berubah “dulness” diatas jantung.

4. Auskultasi
a. Auskultasi dada klien dengan diafragma stetoskop
• Mulai auskultasi dengan posisi klien duduk.
• Gerakkan stetoskop perlahan menyebrang dada dan dengarkan di atas setiap “five key
landmarks”
• Dengarkan di atas RSB, 2 ICS. Dalam posisi ini suara jantung 2 (S2) dapat lebih
keras dibanding suara jantung 1 (S1) karena sisi ini berada tepat diatas katup aorta.
• Dengarkan di atas LSB, 2 ICS. Pada lokasi ini juga suara jantung 2 (S2) dapat lebih
keras dibanding suara jantung 1 (S1) karena pada sisi ini berada tepat di atas katup
pulmonalis.
• Dengarkan di atas LSB, 3 ICS disebut juga “Erb’s Point”. Pemeriksa harus
mendengarkan kedua suara jantung 1 (S1) dan jantung 2 (S2) relatif seimbang intensitasnya.
Pada lokasi ini suara jantung 1 (S1) dapat lebih keras dibanding suara jantung 2 (S2), terjadi
karena penutupan katup trikuspidalis dan merupakan tempat terbaik untuk auskultasi.
• Dengarkan di atas apeks : 5 ICS, MCL. Pada lokasi ini suara S1 dapat lebih keras
dibanding suara S2, terjadi karena penutupan katup mitral dan merupakan tempat terbaik
untuk auskultasi

78
b. Auskultasi dada klien dengan bel stetoskop
• Tempatkan bel stetoskop dengan enteng pada setiap posisi “five key”
• Dengarkan suara yang lebih halus di atas “five key landmarks”. Mulai dengan S3, S4
dan kemudian untuk murmur

c. Auskultasi arteri karotis


Gunakan doppler jika pemeriksa tidak dapat mengauskultasi denyut dengan stetoskop
• Minta klien untuk bernapas normal, pemeriksa akan mendengar pergerakan udara,
suara napas trakea sehingga klien bernapas. Pemeriksa tidak dapat mendengar turbulensi
• Saat klien menahan napas secara singkat, pemeriksa dapat mendengar kekuatan
jantung. Penemuan ini merupakan hal yang normal.

d. Bandingkan denyut apeks dan denyut karotis


• Auskultasi denyut apeks
• Barengi dengan palpasi denyut karotis
• Bandingkan kedua denyut tersebut, seharusnya kedua denyut tersebut sinkron

e. Ulangi auskultasi dada klien


• Klien dalam posisi bersandar ke depan, kemudian berbaring supine dan diakhiri
berbaring pada posisi lateral kiri

79
VI PEMERIKSAAN FISIK
SISTEM PERNAFASAN
Kharisma Pratama, MNS

1. Riwayat kesehatan
Pertanyaan dasar yang berkaitan dengan keadaan kesehatan sekarang antara lain meliputi
pertanyaan tentang keadaan pernapasan (napas pendek), nyeri dada, batuk dan sputum.
Pertanyaan untuk mengetahui keadaan kesehatan dahulu meliputi jenis gangguan kesehatan
yang baru saja dialami, cidera dan pembedahan. Untuk mengetahui keadaan kesehatan keluarga
dapat diajukan pertanyaan misalnya adakah anggota keluarga yang menderita empisema, asma,
alergi dan tuberkolosa.
Karena sistem pernapasan berkaitan erat dengan sistem-sistem yang lain maka untuk
pasien yang mengalami gangguan pernapasan perlu diberi pertanyaan mengenai keadaan sistem
yang lain yang mungkin menunjukkan gejala yang berkaitan dengan masalah utama, misalnya
demam, menggigil, lemah, keringat dingin malam hari merupakan gejala yang berkaitan dengan
tuberkolosa.
Inspeksi
Dada di inspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan kesimetrisan ekspansi serta
keadaan kulit. Postur dapat bervariasi misalnya pada pasien dengan masalah pernapasan kronis
yang mana klavikula menjadi elevasi keatas.
Bentuk dada berbeda antara bayi dan orang tua dewasa. Dada bayi berbentuk melingkar
dengan diameter dari depan kebelakang (anterior-posterior) sama dengan diameter tranversal.
Pada orang dewasa perbandingan antara diameter artero posterior dengan diameter tranversal
adalah 1:2. bentuk dada menjadi tidak normal pada keadaan keadaan tertentu (Gambar 1)
misalnya :
1. Pigeon chest yaitu bentuk dada yang ditandai dengan diameter tranversal sempit diameter
artero-posterior membesar dan sternum sangat menonjol ke depan.
2. Funnel chest merupakan bentuk dada yang tidak normal sebagai kelainan bawaan yang
mempunyai cirri-ciri berlawanan dengan pingeon chest. Cirri-ciri bentuk funnel chest
adalah sternum menyempit kedalam dan diameter artero posterior yang mengecil.
3. Barel chest yang ditandai dengan diameter artero posterior tranversal yang mempunyai
perbandingan 1:1. ini dapat diamati pada pasien kiposis

80
.
Gambar 1. Berbagai kelainan bentuk dada
Pada saat mengkaji bentuk dada, perawat juga sekaligus mengamati kemungkinan
adanya kelainan tulang belakang seperti kiposis, lordosis dan scoliosis. (Gambar 2)

Gambar 2. Berbagai kelainan bentuk tulang punggung

Sifat pernapasan pada prinsipnya ada dua macam yaitu pernapasan dada yang ditandai
dengan pengembangan dada, dan pernapasan perut yang ditandai dengan pengembangan perut.
Pada umumnya sifat pernapasan yang sering adalah pernapasan yang merupakan kombinasi
antara pernapasan dada dan perut.
Pada keadaan tertentu ritme pernapasan dapat menjadi tidak normal (Gambar 3), misalnya :

81
1. Pernapasan kusmaul yaitu pernapasan yang cepat dan dalam contohnya pada pasien yang
mengalami koma diabetikumi.
2. Pernapasan biot yaitu pernapasan yang ritme maupun amplitudonya tidak teratur, diselingi
periode apnea dapat ditemukan pada pasien yang mengalami kerusakan otak.
3. Pernapasan cheyne stokes yaitu pernapasan dengan amplitudo yang mula-mula kecil,
makin lama makin membesar kemudian mengecil lagi diselingi periode apnea, yang
biasanya didapatkan pada pasien yang mengalami gangguan syaraf olak.

Gambar 3. Irama pernapasan

Kulit daerah dada perlu diamati secara seksama untuk mengetahui adanya udema atau
tonjolan (tumor). Secara rinci inspeksi dada dapat dikerjakan schagai berikut:
1. Lepas baju pasien dan tampakkan badan pasien sampai batas pinggang

82
2. Atur posisi pasien, (pasien diatur tergantung pada tahap pemeriksaan dan kondisinya).
Pasien dapat diatur pada posisi duduk atau berdiri
3. Yakinkan bahwa anda sudah siap (tangan bersih dan hangat), ruangan dan stetoskop sudah
siap
4. Beri penjelasan pada pasien tentang apa yang akan dikerjakan dan anjurkan pasien tetap
rileks
5. Lakukan inspeksi bentuk dada dari 4 sisi, depan, belakang, sisi kanan dan kiri pada saat
istirahat (diam), saat inspirasi dan saat ekspirasi. Pada saat inspeksi dari depan perhatikan
area pada klavikula, fossa supra dan infraklavikula, sternum dan tulang rusuk. Dari sisi
belakang amati lokasi vertebra servikalis ke tujuh (puncak skapula terletak sejajar dengan
vertebra torakalis ke delapan), perhatikan pula bentuk tulang belakang dan catat bila ada
kelainan bentuk. Terakhir inspeksi bentuk dada secara keseluruhan untuk mengetahui
adanya kelainan bentuk dada misalnya bentuk barel chest.
6. Amati Iebih teliti keadaan kulit dada dan catat setiap ditemukan adanya pulsasi pada
interkostalis atau di bawah jantung, retraksi intrakostalis selama bernapas, jaringan parut
dan setiap ditemukan tanda-tanda menonjol lainnya.

Palpasi
Palpasi dada dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding dada,
nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan tactil vremitus (vibrasi yang dapat
teraba yang dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama seseorang berbicara).
Nyeri tekan dapat timbul akibat adanya luka setempat, peradangan, metastasis tumor
ganas atau adanya pleuritic. Bila ditemukan pembengkakan atau benjolan pada dinding dada,
maka perlu didiskripsikan secara jelas menurut ukuran, konsistensi, dan suhunya sehingga
mempermudah dalam menentukan apakah kelainan tersebut disebabkan oleh penyakit tulang,
tumor, bisul, atau proses peradangan.
Pada saat bernapas, normalnya dada bergerak secara simetris. Gcrakan menjadi tidak
simetris misalnya pada keadaan terjadi atelektasis paru (kolap paru). Getaran tactil vremitifs
dapat lebih keras atau lebih lemah dari normalnya Getaran menjadi lebih keras misalnya pada
keadaan terdapat infiltrate. Getaran yang melemah didapatkan pada keadaan empisema,
pnemotorak, hidrotorak dan atelektasis obstruktif.
Langkah kerja palpasi dinding dada adalah sebagai berikut
1. Lakukan palpasi untuk mengetahui ekspansi paru-paru/ dinding dada :
a. Letakkan kedua telapak tangan secara datar pada dinding dada depan (gambar 6)
b. Anjurkan pasien untuk menarik napas
c. Rasakan garakan dinding dan bandingkan sisi kanan dan sisi kiri

83
d. Berdirilah di belakang pasien, letakkan tangan anda pada sisi dada pasien, perhatikan
getaran ke samping sewaktu pasien bernapas.
e. Letakkan kedua tangan anda di punggung pasien dan bendingkan gerakan kedua sisi
dinding dada.

Gambar 4. Palpasi dinding dada (kiri : posterior, kanan : anterior)


2. Lakukan palpasi untuk mengkaji tactil vremitus. Suruh pasien menyebut bilangan “tujuh
puluh tujuh” atau “ninety nine” sambil anda melakukan palpasi dengan cara :
a. Letakkan telapak tangan anda pada bagian belakang dinding dada dekat apek paru-
paru (A-E, gambar 4)
b. Ulangi langkah a dengan tangan bergerak ke belakang dasar paru-paru
c. Bandingkan vremitus pada kedua sisi paru-paru dan diantara apek serta dasar paru-
paru.
d. Lakukan palpasi tactil vremitus pada dinding dada anterior

84
Gambar 5. Palpasi tactil vremitus

Pada pengkajian tactil vremitus, vibrasi/getaran bicara secara normal dapat


ditransmisikan melalui dinding dada. Getaran lebih jelas terasa pada apek paru-paru dan
dinding dada kanan lebih keras dari pada dinding dada kiri karma bronkus sisi kanan lebih
besar, Pada pria vremitus terasa lebih mudah karena suara pria lebih besarr daripada suara
wanita.

Perkusi
Suara/bunyi perkusi pada paru-paru orang normal adalah resonan yang terdengar seperti "dug,
dug, dug," Pada keadaan-keadaan tertentu bunyi resonan ini dapat menjadi lebih atau kurang
resonan misalnya pada keadaan terjadi konsolidasi, maka bunyi yang di hasilkan adalah kurang
resonan, terdengar seperti "bleg, bleg, bleg." Ini disebabkan karena bagian padat lebih besar
daripada bagian udara. Pada pasien yang menderita tumor paru-paru, apabila paru-parunya
diperkusi akan menghasilkan suara datar/pekak seperti kalau kita memerkusi paha. Bunyi
hiperresonan dapat ditemukan pada pasien dengan pnemotorak ringan, yang terdengar seperti
"deng, deng, deng." Hal ini disebabkan karena udara relatif lebih besar daripada zat padat.
Bunyi timpani dapat ditemukan bila kita memerkusi area yang mengalami penimbunan udara
misalnya pada lambung yang berisi udara atau pada pnemotorak yang bila diperkusi terdengar
seperti "dang, dang, dang.”
Selain untuk mengetahui keadaan paru-paru, perkusi juga dapat digunakan untuk
mengetahui batas paru-paru dengan organ lain di sekitarnya. Misalnya, bila kita perkusi dari
area paru-paru ke area jantung maka bunyi resonan akan berubah menjadi bunyi redup. Bila
kita perkusi dari batas kosta kiri ke bawah, maka bunyi resonan tidak kita dapatkan, tetapi kita
dapatkan bunyi timpani karna adanya lambung. Perubahan bunyi resonan menjadi timpani
biasanya mulai didapatkan pada spasium interkostalis ke 8 pada sisi dada kiri. Sedangkan batas
antara panu-paru dan hati biasanya mulai ditemukan pada spasium interkostalis ke-6 pada sisi
dada kanan.
Batas paru pada dinding dada posterior dapat pula diketahui dengan perkusi. Batas atas paru-
paru akan ditemukan di daerah kronig yaitu daerah supraskapularis seluas 3-4 jari di pundak.
Sedangkan batas bawah paru dinding dada posterior ditemukan pada garis skapularis biasanya
setinggi vertebra torakalis ke-10.

85
Gambar 6. Teknik melakukan perkusi
Secara sistematis, perkusi paru-paru dapat dikerjakan dengan cara-cara sebagai berikut
1. Lakukan perkusi paru-paru anterior dengan posisi pasien supinasi
a. Perkusi mulai dari atas klavikula ke bawah pada setiap spasium interkostalis (Gambar
7 A)
b. Bandingkan sisi kanan dan kiri.
2. Lakukan perkusi pada paru-paru posterior dengan posisi pasien sebaiknya duduk atau
berdiri
a. Yakinkan dulu bahwa pasien telah duduk lurus
b. Mulai perkusi dari puncak paru-paru ke bawah (Gambar 7 B)
c. Bandingkan sisi kanan dan kiri
d. Catat hasil perkusi secara jelas.

A B
Gambar 7. A. Perkusi paru-paru anterior B. Perkusi paru-paru posterior
3. Lakukan perkusi paru-paru posterior untuk mendeterminasi gerakan diafragma atau
“Pemeriksaan Ekskursi Diafragma” (penting pada pasien empisema)
a. Suruh pasien untuk menarik napas panjang dan menahannya
b. Mulai perkusi dari atas ke bawah (dari resonan ke redup) sampai bunyi redup didapatkan
c. Beri tanda dengan spidol pada tempat di mana didapatkan bunyi redup (biasanya pada
spasium interkostalis ke-9, sedikit lebuh tinggi dari posisi hati di dada kanan) (gambar 8)
d. Suruh pasien untuk menghembuskan napas secara maksinal dan menahannya
e. Lakukan perkusi dari bunyi redup (tanda I) ke atas. Biasanya bunyi redup ke-2 ditemukan
diatas tanda I. beri tanda pada kulit yang ditemukan bunyi redup (tanda II)

86
f. Ukur jarak antara tanda I ke tanda II. Pada wanita jarak kedua tanda ini normalnya 3-5 cm
dan pada pria adalah 5-6 cm.

Gambar 8. Bunyi normal yang dihasilkan pada perkusi dada


Auskultasi
Auskultasi biasanya dilaksanakan dengan menggunakan stetoskop.
Auskultasi berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang trakeobrokeal dan untuk
rnengetahui adanya sumbatan aliran udara. Auskultasi juga berguna untuk mengkaji kondisi
paru-paru dan rongga pleura.
Untuk dapat melakukan auskultasi, perawat harus mengetahui bunyi/ suara
napas yang dikatagorikan menurut intensitas, nada dan durasi antara inspirasi dan ekspirasi
seperti terlihat pada tabel di bawah (Tabel 1).
Tabel 1. ciri-ciri bunyi napas
Bunyi napas Durasi bunyi Nada bunyi Intensitas Lokasi
inspirasi ekspirasi bunyi
ekspirasi ekspirasi
________________________________________________________________________
aVaskuler Insp > Eksp rendah lembut sebagian area
p paru-paru kanan
d dan kiri
Bronko Insp = Eksp sedang sedang Sering pada spasium
Ivaskuler Interkostalis ke-1
dan k ke
2 bagian dan di n
antara skapula
Brokeal Eksp > Insp tinggi keras di atas manubrium
Trakeal Insp = Eksp sangat tinggi sangat karas di atas trakea pada leher
Suara napas yang didengar melalui stetoskop dapat menjadi tidak normal apabila paru-
paru mengalami suatu gangguan. Ada beberapa bunyi/ suara yang merupakan suara tambahan
antara lain rhonchi kering, rhonchi basah dan gesekan pleura.

87
Ronchi kering adalah bunyi yang tak terputus yang terjadi oleh adanya getaran dalam
lumen saluran pernapasan akibat penyempitan, kelainan selaput lendir, atau akibat adanya
sekret kental atau lengket. Semakin sempit atau kecil diameter saluran pernapasan, maka nada
bunyi napas juga semakin tinggi dan keras.
Ronkhi basah (rales) adalah suara berisik yang terputus akibat aliran udara melewati
cairan. Ronkhi basah dapat terdengar halus, sedang atau kasar tergantung pada besarnya
bronkus yang terkena. Umumnya, ronkhi terdengar pada saat inspirasi.
Gesekan pleura adalah bunyi yang timbul sebagai manifestasi kelainan pleura akibat
gesekan pleura yang menebal atau menjadi kasar karena mengalami peradangan. Bunyi ini
biasanya terdengar pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi.
Langkah kerja untuk melakukan auskultasi adalah :
1. Duduklah menghadap pada pasien
2. Suruh pasien bernapas secara normal dan mulailah auskultasi dengan pertama kali
meletakkan stetoskop pada trakea. Dengar bunyi napas secara teliti
3. Lanjutkan auskultasi dengan arah seperti pada perkusi, dengan suara napas yang normal
dan perhatikan bila ada suara tambahan
4. Ulangi auskultasi pada dada lateral dan posterior serta bandingkan sisi kanan dan kiri.

Gambar 12. Teknik melakukan auskultasi

88
VII PEMERIKSAAN FISIK
SISTEM
PENCERNAAN
Lilis Lestari, M.Kep
Tujuan Umum Pembelajaran
Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik sistem
pencernaan pada klien dengan cara sistematik dan benar, sehingga dapat membantu menegakan
diagnosa dan akhirnya dapat memberikan intervensi serta implementasi keperawatan dengan
benar.

Tujuan Khusus Pembelajaran


Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mampu :
1. Menjelaskan definisi pengkajian dan pemeriksaan fisik sistem pencernaan dengan
tepat.
2. Menyebutkan tujuan pengkajian dan pemeriksaan fisik sistem pencernaan dengan
tepat.
3. Menyebutkan dan mempersiapkan alat pemeriksaan fisik pencernaan dengan tepat.
4. Mampu melaksanakan tindakan pengkajian dan pemeriksaan fisik sistem pencernaan
dengan tepat.
5. Melakukan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik sistem pencernaan dengan tepat.

Pendahuluan
Sistem pencernaan makanan dalam tubuh manusia terbagi menjadi tiga bagian proses, yaitu
proses penghancuran makanan yang terjadi didalam mulut hingga lambung, proses penyerapan
yang terjadi didalam usus, dan proses pengeluaran zat sisa makanan melalui anus. Adapun
organ yang termasuk dalam sistem pencernaan adalah sebagai berikut.

89
Gambar 1.1 Sistem pencernaan manusia ( Linton, 2012)

Proses pencernaan makanan di dalam tubuh ada dua macam, yaitu:

1) Pencernaan mekanis

Merupakan pemecahan atau penghancuran makanan secara fisik dari zat makanan yang
kasar menjadi zat makanan yang lebih halus. Contohnya gjgi memotong – motong dan
mengunyah makanan, gerak yang mendorong makanan dari kerongkongan sampai ke usus
(gerak peristaltik).

2) Pencernaan kimiawi

Merupakan proses pemecahan makanan dari molekul kompleks menjadi molekul-molekul


yang sederhana dengan bantuan getah pencernaan (enzim) yang dihasilkan oleh kelenjar
pencernaan.
Saluran pencernaan terdiri dari alat-alat pencernaan vang berhubungan langsung dengan
proses pencernaan mekanis dan kimiawi, saluran pencernaan tersebut meliputi: mulut,
kerongkongan (esofagus), lambung (gaster), usus halus (intestinum tenue), usus besar
(kolon) dan anus. Kelenjar pencernaan merupakan organ yang menghasilkan berbagai
enzim yang membantu proses pencernaan makana
Gangguan Klinis Pada Sistem Pencernaan Manusia
Beberapa kelainan klinis yang akan timbul bila terjadi gangguan dalam proses pencernaan
manusia, antara lain:

1) Caries gigi (gigi berlubang)


Disebabkan oleh infeksi beberapa jenis bakteri patogen yang ada pada rongga mulut.
Timbulnya gigi berlubang disebabkan oleh pemecahan karbohidrat menjadi asam laktat
yang dilakukan oleh bakteri. Asam ini dapat melarutkan email dan dentin gigi sehingga
menimbulkan lubang yang dapat mencapai akar gigi.

90
2) Parotitis
Yaitu infeksi pada kelenjar parotis yang dikenal dengan penyakit gondongan. Hal ini
diakibatkan oleh sejenis virus yang ditularkan melalui percikan ludah. Penyakit ini biasanya
sering terjadi pada anak-anak usia 5 - 15 tahun.

3) Xerostomia
Kelainan akibat kurangnya produksi air ludah (saliva) yang sangat sedikit, sehingga
mengakibatkan proses pencernaan di dalam mulut terganggu.

4) . Gastritis
Yaitu kelainan klinis akibat adanya suatu peradangan akut dan kronis pada lapisan mukosa
lambung yang disebabkan oleh masuknya makanan yang tercemar oleh mikroba dan
akibat produksi asam lambung yang berlebihan.

5) Hepatitis (liver)
Yaitu kelainan klinis pada organ hati yang terjadi akibat infeksi virus. Berdasarkan tingkat
virulensinya dikenal adanya hepatitis A, B dan hepatitis Non A dan Non B.

6) Diare
Yaitu kelainan klinis karena adanya iritasi pada dinding kolon yang disebabkan infeksi
bakteri seperti Shygella disentriae. Di samping itu dapat disebabkan karena tekanan psikis,
seperti stress, gelisah, gizi yang buruk, zat-zat beracun, dan bahan makanan yang
menyebabkan iritasi dinding usus, seperti cuka, dan sambel. Apabila kim dari perut
mengalir ke usus terlalu cepat maka defekasi menjadi lebih sering dengan feses yang
mengandung banyak air. Keadaan seperti ini disebut diare. Penyebab diare antara lain
ansietas (stres), makanan tertentu, atau organisme perusak yang melukai dinding usus.
Diare dalam waktu lama menyebabkan hilangnya air dan garam-garam mineral, sehingga
terjadi dehidrasi.

7) Sembelit (konstipasi)
Salah satu gejala kelainan klinis yang biasanya ditandai dengan susah buang air besar. Hal
ini disebabkan karena kolon (usus besar) mengabsorsi air dari sisa makanan secara
berlebihan, sehingga terbentuk feses yang padat, keras dan kering serta susah dikeluarkan.
Sembelit juga bisa diakibatkan oleh kurang mengkonsumsi makanan yang berupa tumbuhan
berserat, banyak mengkonsumsi daging, tekanan psikis seperti stress, rasa cemas, gelisah,
takut dan sebagainya.

91
8) Radang usus buntu (apendiksitis)
Kelainan klinis yang teriadi karena usus buntu meradang, membengkak dan timbul nanah.
Gejala ini disebabkan oleh adanya infeksi pada usus buntu akibat masuknya benda yang
sulit dipecah, seperti biji-bijian yang keras, kerikil dan sebagainya. Gejalanya rasa sakit
yang luar biasa di perut sebelah kanan bawah. pengobatan peradangan ini biasanya dengan
jalan operasi.

9) Ambaein (hemoroid)
Yaitu kelainan klinis akibat pelebaran pembuluh vena pada bagian anus. Biasanya terjadi
pada orang-orang yang cenderung terlalu lama duduk terus menerus, atau pada orang yang
sering menderita sembelit.

92
IX PEMERIKSAAN FISIK
SISTEM ENDOKRIN
Tri Wahyuni, M.Kep.

Sebelum masuk dalam pemeriksaan fisik sistem endokrin, ada beberapa kelenjar yang perlu
diketahui dalam sistem endokrin ini, diantaranya :

1. Kelenjar Tiroid
TRIIODOTHYRONIN (T3) & TIROKSIN (T4), berfungsi untuk:
a. Proses metabolisme sel
b. Menginduksi konsumsi oksigen & pembentukan sel darah merah
c. Proses tumbuh-kembang
d. Aktivitas sistim saraf & fungsi otak KALSITONIN
Berfungsi untuk Menghambat resorpsi kalsium tulang

93
2. KELENJAR PARATIROID; menghasilakan hormon :
a. KALSITONIN vs PARATHORMONE
b. PARATHORMONE berfungsi untukmetabolisme kalsium tulang pada 3 organ:
– Tulang
– Ginjal
– Usus
3. KELENJAR PANKREAS; menghasilkan hormon :
- INSULIN
- GLUKAGON
- SOMATOSTATIN berfungsi mengatur motilitas GI dan kontraregulator dengan
GH
- POLIPEPTIDE PANKREAS berfungsimengatur sekresi GI
4. KELENJAR ADRENAL; terdiri dari 2 bagian yaitu
• KORTEK ADRENAL; yang terdiri dari :
– GLUKOKORTIKOID menghasilkan hormon kortisol yang berfungsi
untukmetabolisme KH & Hormone related stress
– MINERALOKORTIKOID yang menghasilkan hormonaldosteronfungsinya
untuk keseimbangan elektrolit
– ANDROGEN; fungsinya untuk Modulasi karakteristik seks sekunder.
• MEDULA ADRENAL; menghasilkan hormon :
– EPINEFRIN; fungsinya untukmodulasi respons KV & respons metabolik
terhadap stress.
– NOR EPINEFRIN; fungsinya untuk Neurotransmitter pada sistem saraf perifer
– DOPAMIN; fungsinya untuk Neurotransmitter pada sistem saraf otonom

1.1.1 Pemeriksaan Fisik Kelenjar Tiroid


Melalui pemeriksaan fisik ada dua aspek utama yang dapat di gambarkan yaitu:
1. Kondisi kelenjar endokrin
2. Kondisi jaringan atau organ sebagai dampak dari kondisi endokrin
Pemeriksaan fisik terhadap kondisi kelenjar hanya dapat dilakukan terhadap kelenjar tiroid dan
kelenjar gomad pria (testis).Secara umum,tekhnik pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan
dalam memperoleh berbagai penyimpangan fungsi adalah :
A. Inspeksi
Disfungsi sistem endokrin akan menyebabkan perubahan fisik sebagai dampaknya
terhadap pertumbuhan dan perkembangan, kesembangan cairan dan elektrolit , seks dan
reproduksi, metabolisme dan energi.Berbagai perubahan fisik dapat berhubungan dengan
satu atau lebih gangguan endokrin, oleh karena itu dalam melakukan pemeriksaan fisik,

94
perawat tetap berpedoman pada pengkajian yang komprehensif dengan penekanan pada
gangguan hormonal tertentu dan dampaknya terhadap jaringan sasaran dan tubuh secara
keseluruhan. Jadi menggunakan pendekatan head-to-toe saja atau menggabungkannya
dengan pendekatan sistem, kedua-duanya dapat digunakan Pertama-tama, amatilah
penampilan umum klien apakah tampak kelemahan berat, sedang dan ringan dan sekaligus
amati bentuk dan proporsi tubuh. Pada pemeriksaan wajah, fokuskan pada abnormalitas
struktur, bentuk dan ekspresi wajah seperti bentuk dahi, rahang dan bibir.pada mata amati
adannya edema periorbita dan exopthalmus serta apakah ekspresi wajah datar atau tumpul.
Amati lidah klien terhadap kelainan bentuk dan penebalan, ada tidaknya tremor pada saat
diam atau bila digerakkan. Kondisi ini biasanya terjadi pada gangguan tiroid. Didaerah
leher, apakah leher tampak membesar, simetris atau tidak. Pembesaran leher dapat
disebabkan pembesaran kelenjar tiroid dan untuk meyakinkannya perlu dilakukan
palpasi.Distensi atau bendungan pada vena jugularis dapat mengidentifikasikan kelebihan
cairan atau kegagalan jantung. Amati warna kulit(hiperpigmentasi atau hipopigmentasi)
pada leher, apakah merata dan cacat lokasinya dengan jelas. Bila dijumpai kelainan kulit
leher, lanjutkan dengan memeriksa lokasi yang lain di tubuh sekaligus. Infeksi jamur,
penumbuhan luka yang lama, bersisik dan petechiae lebih sering dijumpai pada klien
dengan hiperfungsi adrenokortikal. Hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut dijumpai
pada klien hipofungsi kelenjar adrenal.Vitiligo atau hipopigmentasi pada kulit tampak
pada hipofungsi kelenjar adrenal sebagai akibat destruksi melanosit dikulit oleh proses
autoimun. Hipopigmentasi biasa terjadi di wajah, leher, dan ekstremitas. Penumpukan
masa otot yang berlebihan pada leher bagian belakang yang biasa disebut Bufflow neck
atau leher/punuk kerbau dan terus sampai daerah clavikula sehingga klien tampak seperti
bungkuk, terjadi pada klien hiperfungsi adrenokortikal. Amati bentuk dan ukuran dada,
pergerakan dan simetris tidaknya. Ketidakseimbangan hormonal khususnya hormon seks
akan menyebabkan perubahan tanda seks sekunder, oleh sebab itu amati keadaan rambut
axila dan dada. Pertumbuhan rambut yang berlebihan pada dada dan wajah wanita disebut
hirsutisme. Pada buah dada amati bentuk dan ukuran, simetris tidaknya, pigmentasi dan
adanya pengeluaran cairan. Striae pada buah dada atau abdomen sering dijumpai pada
hiperfungsi adrenokortikal.Bentuk abdomen cembung akibat penumpukan lemak
centripetal dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal.Pada pemeriksaan genetalia, amati
kondisi skrotum dan penis juga klitoris dan labia terhadap kelainan bentuk.

B. Palpasi
Kelenjar tiroid dan testes, dua kelenjar yang dapat diperiksa melalui rabaan. Pada kondisi
normal, kelenjar tiroid tidak teraba namun isthmus dapat diraba dengan menengadahkan
kepala klien. Lakukan palpasi kelenjar tiroid perlobus dan kaji ukuran, nodul tinggal atau

95
multipel, apakah ada rasa nyeri pada saat di palpasi. Pada saat melakukan pemeriksaan,
klien duduk atau berdiri samasaja namun untuk menghindari kelelahan klien sebaiknya
posisi duduk.Untuk hasil yang lebih baik, dalam melakukan palpasi pemeriksa berada
dibelakang klien dengan posisi kedua ibu jari perawat dibagian belakang leher dan
keempat jari-jari lain ada diatas kelenjar tiroid.
Selain itu, cara palpasi pada kelenjar tiroid ini dilakukan dengan pendekatan anterior dan
posterior yaitu:
1. Pendekatan posterior
- Perawat meminta klien untuk duduk dengan leher pada tinggi yang nyaman.
- Kedua tangan perawat ditempatkan disekeliling leher, dengan dua jari dari setiap
tangan pada kedua sisi trakea tepat dibawah kartilago krikoid.
- Pada saat klien menelan, perawat merasakan gerakan istmus tiroid. Tiroid akan
bergerak dibawah jari pada saat menelan.
- Untuk memeriksa setiap lobus, perawat meminta klien untuk menelan sementara
perawat menggeser trakea kekiri atau kekanan.
2. Pendekatan anterior
Pada pendekatan ini mengharuskan klien duduk dan perawat berdiri disampingnya.
Dengan menggunakan buku-buku jari telunjuk dan jari tengah, perawat memalpasi
lobus kiri dengan tangan kanan dan lobus kanan dengan tangan kiri pada saat klien
menelan.
jika kelenjar tampak membesar, perawat menempatkan diafragma stetoskop diatas
tiroid. Jika kelenjar tsb membesar, darah yang mengalir melewati arteri tiroid
bertambah dan akan terdengar bunyi bruit.

Palpasi tes di lakukan dengan posisi tidur dan tangan perawat harus dalam keadaan
hangat. Perawat memegang lembut dengan ibu jari dan dua jari lain, bandingkan yang
satu dengan yang lainnya terhadap ukuran/besarnya, simetris tidaknya nodul.
Normalnya testes teraba lembut, peka terhadap sinar dan sinyal seperti karet.

C. Auskultasi
Mendengarkan bunyitertentu dengan bantuan stetoskop dapat menggambarkan berbagai
perubahan dalam tubuh.Auskultasi pada daerah leher, diatas kelenjar tiroid dapat
mengidentifikasi“ bruit“. Bruit adalah bunyi yang dihasilkan oleh karena turbulensi pada
pembuluh darah tiroidea. Dalam keadaan normal, bunyi ini tidak terdengar. Dapat
diidentifikasi bila terjadi peningkatan sirkulasi darah ke kelenjar tiroid sebagai dampak
peningkatan aktivitas kelenjar tiroid. Auskultasi dapat pula dilakukan untuk
mengidentifikasi perubahan pada pembuluh darah dan jantung seperti tekanan darah, ritme

96
dan rate jantung yang dapat menggambarkan gangguan keseimbangan cairan,
perangsangan katekolamin dan perubahan metabilisme tubuh.

1.1.2 Pemeriksaan Fisik Pada Kelenjar Adrenal


Berikut ini beberapa observasi yang penting dilakukan pada saat melakukan pengkajian:
1. Penampilan umum : kurus kering (esimiasai) pada Addison disease, sedangkan pada
Cushing’s Syndrome klien tampak : wajah bulat membesar (moon face),
peningkatan lemak di daerah leher dan punggung
2. Adanya tanda-tanda syok dan kelemahan yang ekstrim.
3. Tanda-tanda vital, lakukan pengecekan nadi setiap 4 jam, catat adanya perubahan
tekanan darah atau adanya perubahan ortostatik (baik penurunan atau peningkatan
tekanan darah). Tekanan darah; adanya hipotensi pada penyakit Addison dan
hipertensi pada Cushing’s Syndrome.
4. Dehidrasi atau overhidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit karena jika terapi
steroid tidak adekuat maka akan terjadi kehilangan natrium dan retensi kalium,
tetapi jika terapi steroid dosisnya terlalu tinggi, maka jumlah natrium akan
berlebihan dan air diretensi tetapi ekskresi kalium akan tinggi.
5. Kondisi fisik dan emosional atau psikosis karena pasien dengan gangguan cortex
adrenal sangat tidak toleran terhadap stress (Addison crisis).
6. Serak pada tenggorokan dan rasa terbakar pada perkemihan.
7. Timbang berat badan setiap hari, untuk mengukur penambahan atau pengurangan
cairan.
8. Kelumpuhan akibat hipokalemia, fatique, kelemahan, osteoporosis.
9. Penurunan tingkat kesadaran.
10. Distribusi lemak, moon face dan dorsocervical fat pad (buffalo hump) pada bagian
posterior leher serta daerah supraklavikular, badan yang besar serta ekstremitas
yang relatif kurus, truncal obesity.
11. Peningkatan kadar androgen karena menyebabkan virilisme (maskulinisme) pada
wanita, penipisan pada rambut, tetapi menyebabkan hirsutisme pada tubuh dan
wajah).
12. Status mental termasuk kehilangan memory, kurang konnsentrasi dan cognitive,
euporia dan depresi,kadang2 disebut “steroid psicosis”.
13. Integument : seperti adanya striae, kulit mudah, luka, ekomosis (memar), tipis dan rapuh.
14. Kaji adanya perubahan warna kulit pada area leher, wajah, tangan area tubuh yang
lain, adakah kulit terlihat terlalu lembab berair atau sangat kering.
15. Kaji apakah klien merasakan terlalu panas atau terlalu dingin.

97
16. Kaji apakah klien merasakan nervus atau tremor untuk melakukan sesuatu.

Pemeriksaan fisik secara menyeluruh dapat dilakukan secara head to toe atau secara spesifik
menemukan tanda dan gejala akibat penyakit pada korteks adrenal. Pemeriksaan fisik klien
yang dicurigai mengalami gangguan pada korteks adrenal secara spesifik dilakukan
berdasarkan gejala-gejala yang sering ditemukan akibat kelebihan (Cussing Syndrome) atau
kekurangan (Addison Desease) produksi hormon yang disekresi oleh kelenjar korteks adrenal.
Berikut ini metode pemeriksaan fisik pada klien dengan gangguan pada korteks adrenal :

1. Inspeksi
Pemeriksaan fisik secara inspeksi pada kelenjar adrenal ini, bertujuan untuk mengetahui
apakah ada kelainan yang dialami kllien yang ada kaitannya dengan penyakit pada gangguan
kelenjar adrenal tersebut.
a. Penyakit Addison
• Pigmentaasi pada kulit
• Buku-kuku jari, lutut, siku, membran mukosa
• Warna kulit; pucat, sianosis
• RR cepat
• Suhu tubuh diatas normal
• Tanda-tanda dehidrasi
• Bibir tampak kering
• Kelemahan umum
• Pasien tampak haus
• Membran mukosa kering
b. Cushing Sindrom
• Kifosis
• Buffalo hump
• Moon face
• Kulit wajah berminyak dan tumbuh jerawat.
• Virilitas pada wanita
• Hirsutisme (tumbuhnya bulu wajah yang berlebihan)
2. Palpasi
Pemeriksaan fisik secara palpasi pada kelenjar adrenal ini, bertujuan untuk mengetahui
apakah ada kelainan yang dialami kllien yang ada kaitannya dengan penyakit pada gangguan
kelenjar adrenal tersebut.
a. Penyakit Addison
• Nadi cepat dan lemah

98
• Nyeri abdomen
• Turgor kulit
b.Cushing Sindrom
• Kulit tipis, rapuh dan mudah luka
• Atropi payudara
• Klitoris yang membesar
3. Perkusi
a. Penyakit Addison
b. Cushing Sindrom
4. Auskultasi
a. Penyakit Addison
• Tekanan darah rendah
b.Cushing Sindrom
• Suara yang dalam

2.1.3 Pemeriksaan Fisik Pada Kelenjar Pankreas


Cara pemeriksaan fisik pada kelenjar pancreas itu terbagi atas 3 cara :
A. Inspeksi
1. Atur pencahayaan yang baik
2. Atur posisi yang tepat yaitu berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi dan
sedikit menekuk. Bantal kecil diletakkan dibawah lutut untuk menyokong dan
melemaskan otot-otot abdomen.
3. Buka abdomen mulai dari prosessus xifoideus sampai simfisis pubis
4. Amati bentuk perut secara umum, warna kulit, kontur permukaan kulit, adanya
retraksi, penonjolan, adanya ketidaksimetrisan, jaringan parut dan striae
5. Perhatikan posisi, bentuk, warna dan adanya inflamasi atau pengeluaran
umbillikus
6. Amati gerakan-gerakan kulit pada perut saat inspirasi dan ekspirasi

B. Palpasi : teraba masa pada abdomen


Teknik palpasi pada perut ini terbagi atas 2 :
Palpasi Ringan
- Palpasi ringan abdomen diatas setiap kuadran. Hindari area yang ebelumnya
sebagai titik bermasalah.
- Letakkan tangan secara ringan diatas abdomen dengan jari-jari ekstensi dan
berhimpitan. Tempatkan tangan klien dengan ringan diatas tangan pemeriksa
untuk mengurangi sensasi geli

99
- Jari-jari telapak tangan sedikit menekan perut sedalam 21 cm.
- Palpasi untuk mendeteksi area nyeri, penegangan abnormal, atau adanya
massa
- Selama palpasi, observasi wajah klien untuk mengetahui tanda
ketidaknyamanan.
- Jika ditemukan adanya keluhan nyeri, uji adanya nyeri lepas: tekan dalam
kemudian lepas dengan cepat untuk mendeteksi apakah nyeri timbul dengan
melepaskan tangan.

B. Palpasi Dalam
- Gunakan metode bimanual
- Tekan dinding abdomen sekitar 4 - 5 cm
- Catat adanya massa dan struktur organ dibawahnya. Jika terdapat massa, catat
ukuran, lokasi, mobilitas, kontur, dan kekakuan
C. Auskultasi :untuk mendengarkanbising usus meningkat.
- Hangatkan bagian diafragma dan bell stetoskop
- Letakkan sisi diafragma stetoskop tadi diatas kuadran kanan bawah pada area
sekum.
- Berikan tekanan yang sangat ringan. Minta klien agar tidak berbicara
- Dengarkan bising usus dan perhatikan frekuensi dan karakternya.
- Jika bising usus tidak mudah didengar, lanjutkan pemeriksaan sistematis,
dengarkan setiap kuadran abdomen
- Catat bising usus apakah terdengar normal, tidak ada, hiperaktif atau hipoaktif
- Letakkan bagian bell/sungkup stetoskop diatas aorta, arteri renalis, arteri iliaka
dan arteri femoral.

1.1.3 Pemeriksaan Fisik Pada Kelenjar Paratiroid


Pada pemeriksaan fisik kelenjar paratiroid ini, difokuskan untuk mengetahui
gangguan pada kekuatan otot, persendian yang berkaitan dengan kelenjar paratiroid.
A. Inspeksi otot
- Inspeksi ukuran otot, bandingkan satu sisi dengan sisi yang lain dan amati adanya
atrofi atau hipertrofi

100
- Jika didapatkan perbedaan antara kedua sisi, ukur keduanya dengan menggunakan
mistar.
- Amati adanya otot dan tendo untuk mengetahui kemungkinan kontraktur yang
ditujukan oleh malposisi suatu bagia tubuh
- Lakukan palpasi pada saat otot istrahat dan pada saat otot bergerak secara aktif
dan pasif untuk mengetahui adanya kelemahan (lasiditas), kontraksi tiba-tiba
secara involunter(spastisitas)
- Uji kekuatan otot dengan cara menyeluruh klien menarik atau mendorong tangan
pemeriksa, bandingkan kekuatan otot ekstremitas kiri dengan ekstremitas kiri.
- Amati kekuatan suatu bagian tubuh dengan cara memberi penahanan secara
resisten
- Amati kenormalan susunan dan deformitas.
- Palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan
- Amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan.

B. Inspeksi persendian
- Inspeksi persendian untuk mengetahui adanya kelainan persendian
- Palpasi persendian untuk mengetahui adanya nyeri tekan, gerakan, bengkak dan
nodul
- Kaji rentang gerak persendian (Range of motion, ROM)

101
X PEMERIKSAAN FISIK
SISTEM REPRODUKSI
Indri Erwani, M.Pd, M.Kep.

Pemeriksaan Reproduksi dan Genetalia Wanita


1. Pendahuluan
Genetalia merupakan alat reproduksi pria dan wanita yang memungkinkan penciptaan atau
reproduksi kehidupan baru bagi kelanjutan spesies. Reproduksi manusia adalah seksual,
yang berarti bahwa baik laki – laki maupun perempuan memberikan kontribusi materi
genetic dalam pembentukan individu baru.

2. Tujuan
a. Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien
b. Untuk membuat penilaian kritis tentang perubahan status kesehatan klien dan
penatalaksanaan
c. Untuk mengevaluasi hasil fisiologi dari asuhan

3. Indikasi
Pemeriksaan ini mutlak dilakukan pada setiap klien, terutama pada:
a. Klien yang baru masuk ke tempat layanan kesehatan
b. Secara rutin dan berkala pada klien yang dirawat
c. Sewaktu – waktu sesuai kebutuhan klien

4. Prosedur Pemeriksaan
a. Persiapan Umum
 Alat
1) Lampu yang dapat diatur pencahayaan
2) Handscone
3) Speculum vagina
4) Kapas dan antiseptic (iodine atau detol)
5) Vaseline/gel
6) Bengkok
7) Baskom berisi air hangat untuk merendam speculum

102
 Lingkungan
Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat dan cukup pencahayaan.
Misalnya menutup pintu/jendela atau skerem untuk menjaga privacy pasien

 Klien
Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan klien rileks

b. Prosedur tindakan
No Prosedur Dilakukan Ket
Ya Tidak
1 Persiapan ALat :
a. Lampu yang dapat diatur pencahayaan
b. Handscone
c. Speculum vagina
d. Kapas dan antiseptic (iodine atau detol)
e. Vaseline/gel
f. Bengkok
g. Baskom berisi air hangat untuk merendam speculum

2 Mengucapkan salam terapeutik


Bina hubungan saling percaya
3 Melakukan evaluasi/validasi

4 Melakukan kontrak (waktu, tempat dan topic)

5 Menjelaskan tujuan pemeriksaan dan indikasi


pemeriksaaan
6 Mencuci tangan

7 Alat – alat didekatkan

8 Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan


klien
9 Pemeriksaan umum psien
Pemeriksaan vital sign dan laboratorium rutin (jika
perlu)
10 Lakukan pemeriksaan payudara

103
11 Lakukan pemeriksaan Abdomen
1. Inspeksi
Perhatikan bentuk pembesaran/cekungan, pergerakan
pernafsan, kondisi kulit, dll

2. Palpasi, perkusi dan auskultasi


Seperti halnya dengan pemeriksaan abdomen. Untuk
menegakkan diagnose adanya kasus ginekologi
seperti mioma, keganasan, kehamilan , dll

 Pasien harus diperiksa dalam posisi telentang


dengan kandung kemih kosong.Periksalah
abdomen, bukalah seluruh abdomen sampai dengan
tepat diatas simpisis pubis.

 Amati ada tidaknya peradangan, cari jaringan parut


dan peregangan dan terutama peregangan panggul

 Lakukan pemeriksaan abdomen bawah mulai dari


umbilicus, periksa ke bawah menuju tulang pubis
dengan tangan kiri,dan raba adanya massa
suprapubis lalu ke sebelah kanan dan kiri
suprapubis.

104
 Periksa nyeri di fossa illiaka dan periksa lipat paha
mencari limfadenopati dan hernia

12 Lakukan pemeriksaan genetalia


Bagian Luar
Anjurkan pasien untuk membuka celana
13 Atur posisi pasien (dorsal recumbent)

14 Pasanng sarung tangan

15 Ambil kapas, basahi dengan larutan antiseptic, kemudian


usapkan pada daerah vulva dan perineum
16 Amati kulit dan area pubis, perhatikan adanya lesi,
eritema, fisura, leukoplakia dan ekskorasi.
Amati rambut pubis, perhatikan perhatikan distribusi dan
jumlahnya, dan bandingkan sesuai dengan usia
perkembangan

105
17 Buka labia mayora dengan dua jari, amati bagian dalam
labia mayora, labia minora, klitoris dan meatus
uretra.
Perhatikan :
Untuk labia mayor dan minor: pembengkakan, ulkus,
rabas atau nodular. Ada tidaknya kutil atau trauma
Ukuran klitoris (normal 3-4 mm)
Meatus uretra : lihat ada tidaknya pus atau peradangan
18 Kelenjar bartholini

Sampaikan kepada pasien bahwa nada akan melakukan


pemeriksaan palpasi kelenjar bartholin di labia.
Palpasi daerah kelenjar kanan pada posisi jam 7-8
dengan memegang bagian posterior labia kanan
diantara jari telunjuk kanan di dalam vagina dan ibu
jari kanan di luar. Perhatikan adanya keluhan nyeri
tekan, bengkak, atau pus. Pakailah tangan kiri
untuk memeriksa daerah kelenjar kiri pada posisi
jam 4-5.

19 Perineum
Perineum dan anus diperiksa untuk melihat adanya
massa, parut, fisura atau fistel , dan warna. Periksa
pula anus untuk melihat adanya hemorrhoid, iritasi
dan fissure
20 Relaksasi Pelvis
Dengan labia terbuka lebar, minta pasien untuk
mengejan atau batuk
Jika ada relaksasi vagina, mungkin akan terlihat
pengembungan dinding anterior (sistokel) atau
posterior (retokel)
Jika ada inkontinensia stress, batuk atau mengejan akan
menyebabkan penyemprotan urin dari uretra

21 Bagian Dalam
Atur posisi pasien secara tepat dan gunakan sarung
tangan steril

106
22 Lumasi jari telunjuk dengan gel, masukkan ke dalam
vagina, dan identifikasi kelunakan serta permukaan
servik. Tindakan ini bermanfaat untuk
mempergunakan dan memilih speculum yang tepat
Keluarkan jari bila sudah selesai
23 Siapkan speculum dengan ukuran dan bentuk yang
sesuai dan lunasi dengan air hangat terutama bila
akan mengambil specimen
24 Yakinkan bahwa tidak ada rambut pubis pada pintu
vagina dan masukkan speculum dengan sudut 45 dan
hati – hati dengan menggunakan tangan yang
satunya sehingga tidak menjepit rambut pubis atau
labia
25 Bila speculum sudah berada di vagina, keluarkan dua jari
dan putar speculum kearah posisi horizontal dan
pertahankan penekanan pada sisi bawah / posterior
Buka speculum jika sudah mencapai servik dan kunci
sehingga tetap membuka
26 Bila servik sudah terlihat atur lampu untuk memperjelas
penglihatan dan amati ukuran, laserasi, erosi,
nodular, massa, rabas dan warna servik
Normalnya bentuk servik melingkar atau oval pada
nulipara dan membentuk celah pada para
27 Bila diperlukan specimen sitology, ambil dengan cara
usapan menggunakan aplikator dan kapas
Bila sudah selesai, kendurkan speculum, tutup speculum
dan tarik keluar secara perlahan
Lakukan palpasi bimanual bila diperlukan dengan cara
memakai sarung tangan steril. Melumasi jari
telunjuk dan jari tengah. Kemudian masukkan jari
tersebut ke lubang vagina dengan penekanan kearah
posterior dan meraba dinding vagina untuk
mengetahui adanya nyeri tekan dan nodular
Palpasi servik dengan dua jari dan perhatikan posisi,
ukuran, konsistensi, regularitas, mobilitas dan nyeri
tekan.

107
Normalnya servik dapat digerakkan tanpa rasa sakit
Palpasi uterus dengan cara jari – jari tangan yang ada
dalam vagina menghadap keatas. Tangan yang ada
diluar letakkan diabdomen dan tekanan ke bawah
Palpasi uterus untuk mengetahui ukuran, bentuk ,
konsistensi dan mobilitasnya
Palpasi ovarium dengan cara menggeserkan dua jari
yang ada dalam vagina ke formiks lateral kanan
Tangan yang ada diabdomen tekankan ke bawah kea rah
kuadran kanan bawah. Palpasi ovarium kanan untuk
mengetahui ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi,
dan nyeri tekan
(Normalnya tidak teraba) ulangi untuk ovarium
sebelahnya
Rapikan pasien dan alat

Mencuci tangan

Mendokumentasikan

108
PEMERIKSAAN FISIK GENITALIA PRIA

Pemeriksaan fisik genitalia termasuk prosedur rutin yang harus dikerjakan pada
penderita dengan indikasi kelainan genitalia dan traktus urinarius segmen distal. Sedangkan
rectal touche dilakukan pada penderita dengan kelainan dan keluhan di daerah rectum, anus dan
pemeriksaan prostate pada laki-laki.

Pemeriksaan Fisik Genitalia Pria

Inspeksi dan palpasi selalu digunakan untuk menilai kelainan genitalia pria dan traktus
urinarius segmen distal. Pemeriksaan meliputi : penis (kelainan pada meatus urethra, korpus
penis, dan glans penis), skrotum (kelainan pada skrotum, testis, epididimis, dan vas deferens).
Penis dibentuk oleh dua jaringan erektil di bagian dorsal, corpus cavernosa penis dan
satu jaringan erektil yang lebih kecil di bagian ventral, corpus spongiosum penis dimana
didalamnya dilewati oleh urethra. Jaringan ikat yang tebal membungkus ketiga jaringan erektil
tadi sehingga membentuk sebuah silinder. Pada bagian distal korpus penis membentuk glans
penis yang dilalui oleh meatus urethra. Perbatasan antara glans dan korpus, terdapat
retroglandular sulcus atau yang biasa disebut corona glandis. Lapisan kulit,
preputium/foreskin menutupi glans penis. Di bagian ventral terdapat frenulum, lipatan
preputium yang membentang dari meatus uretrhra menuju corona.
Skrotum merupakan kantung yang dibentuk oleh lapisan yang tipis, kulit yang
berkerut-kerut (rugous skin) yang menutupi lapisan tebal, tunica dartos yang terdiri dari serat-
serat otot polos dan fascia. Skrotum menggantung pada pangkal penis, dimana bagian kiri lebih
rendah dibanding yang kanan karena pada skrotum yang kiri funiculus spermaticus lebih
panjang. Kulit skrotum terbagi dua oleh median raphe yang memanjang dari bagian ventral
korpus penis, melewati pertengahan skrotum sampai ke anus. Dibagian dalam, kedua skrotum
dipisahkan oleh septal fold dari tunica dartos. Masing-masing skrotum berisi testis, epididimis
dan funiculus spermaticus. Kulit skrotum hiperpigmentasi dan mengandung banyak folikel
sebasea yang dapat menyebabkan timbulnya kista. Kelenturan otot dartos menentukan ukuran
skrotum; paparan suhu eksternal yang dingin menyebabkan skrotum mengecil, sebaliknya
sensasi hangat akan merelaksasikan otot dan memperbesar ukuran skrotum.

109
A. ALAT DAN BAHAN

1. Ranjang periksa

2. Sarung tangan

3. Sabun dan air bersih

4. Handuk bersih dan kering


5. Larutan antiseptik

6. Senter

B. PROSEDUR TINDAKAN

1. Persiapn alat dan bahan


2. Persetujuan pemeriksaan
3. Jelaskan tentang prosedur pemeriksaan
4. Jelaskan tentang tujuan pemeriksaan
5. Jelaskan bahwa proses pemeriksaan mungkin akan menimbulkan perasaan khawatir/ kurang
menyenangkan tetapi pemeriksa berusaha menghindarkan hal tersebut.
6. Pastikan bahwa pasien telah mengerti prosedur dan tujuan pemeriksaan.
7. Mintakan persetujuan lisan untuk melakukan pemeriksaan.

Pemeriksaan Genitalia
Posisi pasien berdiri atau duduk sedemikian rupa sehingga penis dan skrotum pada posisi bebas.
a. Pemeriksaan Penis
1. Pakai sarung tangan (handscoen) steril
2. Lakukanlah inspeksi penis, perhatikan apakah terdapat kelainan sbb :
a. Edema, biasanya terjadi pada pasien dengan edema anasarka karena berbagai sebab. Inflamasi
atau obstruksi vena-vena sekitar penis dapat menyebabkan edema lokal.
b. Kontusio
c. Fraktur corpus
Fraktur dan kontusio memberikan tanda pembengkakan, namun sulit dibedakan bila tidak
dilakukan pembedahan.

110
d. Ulkus penis
Dapat berupa syphilitic chancre, chancroid, lymphogranuloma venereum, herpes progenitalis,
dan behcet syndrome
3. Mintalah penderita membuka preputium, perhatikan apakah terdapat phimosis, paraphimosis,
hipospadia, epispadia.
4. Palpasi sepanjang korpus penis, pada bagian ventral, sepanjang corpus spongiosum dari
penoskrotal junction menuju meatus, pada bagian middorsal, diatas septum interkorporeal, pada
bagian lateral, diatas kedua korpus kavernosum, rasakan adanya nodul dan plak.
5. Tekan glans penis anteroposterior menggunakan ibu jari dan telunjuk untuk membuka dan
memeriksa urethra terminal.
6. Tampunglah menggunakan wadah specimen apabila terdapat discharge yang keluar dari urethra
untuk pemeriksaan laboratorium.

b. Pemeriksaan Skrotum
1. Pakai sarung tangan (handscoen) steril
2. Regangkan kulit skrotum diantara jari-jari untuk menilai dinding skrotum
3. Inspeksi skrotum, perhatikan apakah terdapat edema, kista, hematoma, laserasi, dan ulkus.
4. Lakukan transiluminasi untuk menyingkirkan kemungkinan adanya hernia skrotalis, dan untuk
menilai isi skrotum.
5. Bandingkan kedua testis secara simultan dengan palpasi keduanya menggunakan ibu jari dan
telunjuk. Bedakan ukuran, bentuk, konsistensi dan sensitivitas terhadap tekanan.
6. Lokalisasi epididimis dengan palpasi testis secara perlahan, temukan bagian bergerigi dan nodul
lembut dimulai dari pole atas testis menerus ke pole bawah, umumnya epididimis berada
dibelakang testis. Bandingkan kedua epididimis berdasarkan komponen kepala, badan dan ekornya.
Nilailah apakah terdapat tumor dan nyeri tekan.
7. Bandingkan kedua funiculus spermaticus secara simultan dengan palpasi pada leher skrotum. Vas
deferens normal teraba seperti tali cambuk yang keras dan dapat dibedakan dengan struktur lainnya
seperti saraf, arteri, dan serat m.kremaster. Nilailah apakah funikulus positif, adakah massa dan
nyeri tekan.
8. Untuk semua kasus, lakukanlah pemeriksaan limfonodi inguinal dan femoral untuk menilai
pembesaran nnll.
9. Setelah pemeriksaan selesai, lepas handscoen, bantu pasien mengembalikan posisinya
10. Dokumentasi hasil pemeriksaan

111
112

Anda mungkin juga menyukai