Anda di halaman 1dari 81

BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi Keluarga Sejahtera

Konsep Keluarga Sejahtera menurut UU No.10 tahun 1992 adalah keluarga yang
dibentuk atas dasar perkawinan yang sah mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual
dan material yang layak. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa memiliki hubungan
serasi, selaras dan seimbang antara anggota keluarga dengan masyarakat dan
lingkungannya (A. Mungit, 1996).
Sedangkan BKKBN merumuskan pengertian keluarga sejahtera sebagai keluarga
yang dapat memenuhi kebutuhan anggotanya baik kebutuhan sandang, pangan,
perumahan, sosial dan agama, keluarga yang mempunyai keseimbangan antara
penghasilan keluarga dengan jumlah anggota keluarga, keluarga yang dapat memenuhi
kebutuhan kesehatan anggota keluarga, kehidupan bersama dengan masyarakat sekitar,
beribadah khusuk disamping terpenuhinya kebutuhan pokok.

2. Tujuan Keluarga Sejahtera

Tujuan dibentuk keluarga sejahtera adalah untuk meningkatkan pengetahuan kelurga


tentang masalah yang dihadapi, untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam
menganalisis potensi peluang yang dimiliki, untuk meningkatkan kemampuan
masayarakat dalam memecahkan masalahnya secara mandiri, untuk meningkatkan
gotong royong dan kesetiakawanan sosial dalam membantu keluarga prasejahtera untuk
meningkatkan kesejahteraanya dan untuk mengembangkan keluarga agar timbul rasa
aman, tentram dan harapan masa depan yang lebih baik merupakan salah satu pembentuk
ketahanan keluarga dalam membangun keluarga sejahtera.
Dalam PP No. 21 Th 1994, pasal 2: pembangunan keluarga sejahtera diwujudkan
melalui pengembangan kualitas keluarga diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu
oleh masyarakat dan keluarga. Tujuan : Mewujudkan keluarga kecil bahagia, dejahtera
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, produktif, mandiri dan memiliki kemampuan
untuk membangun diri sendiri dan lingkungannya.
3. Faktor-Faktor Keluarga Sejahtera

1. Faktor intern keluarga


a. Jumlah anggota keluarga
Pada zaman seperti sekarang ini tuntutan keluarga semakin meningkat tidak
hanya cukup dengan kebutuhan primer (sandang, pangan, papan, pendidikan,
dan saran pendidikan) tetapi kebutuhan lainya seperti hiburan, rekreasi, sarana
ibadah, saran untuk transportasi dan lingkungan yang serasi. Kebutuhan diatas
akan lebih memungkinkan dapat terpenuhi jika jumlah anggota dalam keluarga
sejumlah kecil.
b. Tempat tinggal
Suasana tempat tinggal sangat mempengaruhi kesejahteraan keluarga.
Keadaan tempat tinggal yang diatur sesuai dengan selera keindahan
penghuninya, akan lebih menimbulkan suasana yang tenang dan
mengembirakan serta menyejukan hati. Sebaliknya tempat tinggal yang tidak
teratur, tidak jarang meninbulkan kebosanan untuk menempati. Kadang-kadang
sering terjadi ketegangan antara anggota keluarga yang disebabkan kekacauan
pikiran karena tidak memperoleh rasa nyaman dan tentram akibat tidak
teraturnya sasaran dan keadaan tempat tinggal.
c. Keadaan sosial ekonomi kelurga.
Untuk mendapatkan kesejahteraan kelurga alasan yang paling kuat adalah
keadaan sosial dalam keluarga. Keadaan sosial dalam keluarga dapat dikatakan
baik atau harmonis, bilamana ada hubungan yang baik dan benar-benar didasari
ketulusan hati dan rasa kasih sayang antara anggota keluarga.manifestasi
daripada hubungan yang benar-benar didasari ketulusan hati dan rasa penuh
kasih sayang, nampak dengan adanya saling hormat, menghormati, toleransi,
bantu-membantu dan saling mempercayai.
d. Keadaan ekonomi keluarga.
Ekonomi dalam keluarga meliputi keuangan dan sumber-sumber yang dapat
meningkatkan taraf hidup anggota kelurga makin terang pula cahaya kehidupan
keluarga. (BKKBN, 1994: 18-21). Jadi semakin banyak sumber-sumber
keuangan/ pendapatan yang diterima, maka akan meningkatkan taraf hidup
keluarga. Adapun sumber-sumber keuangan/ pendapatan dapat diperoleh dari
menyewakan tanah, pekerjaan lain diluar berdagang, dan sebagainya.
2. Faktor ekstern
Kesejahteraan keluarga perlu dipelihara dan terus dikembangan terjadinya
kegoncangan dan ketegangan jiwa diantara anggota keluarga perlu di hindarkan,
karena hal ini dapat menggagu ketentraman dan kenyamanan kehidupan dan
kesejahteraan keluarga.
Faktor yang dapat mengakibatkan kegoncangan jiwa dan ketentraman batin
anggota keluarga yang datangnya dari luar lingkungan keluarga antara lain:
a. Faktor manusia: iri hati, dan fitnah, ancaman fisik, pelanggaran norma.
b. Faktor alam: bahaya alam, kerusuhan dan berbagai macam virus penyakit.
c. Faktor ekonomi negara: pendapatan tiap penduduk atau income perkapita
rendah, inflasi. (BKKBN, 1994 : 18-21)

4. Tahapan-Tahapan Keluarga Sejahtera

Berdasarkan kemampuan keluarga untuk pemenuhan kebutuhan dasar, kebutuhan


psikososial, kemampuan memenuhi ekonominya, dan aktualisasinya di masyarakat, serta
memperhatikan perkembangan Negara Indonesia menuju Negara Industri, maka Negara
Indonesia menginginkan menginginkan terwujudnya keluarga sejahtera. Di Indinesia
keluarga dikelompokkan menjadi 5 tahap yaitu :
1. Keluarga prasejahtera
Yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih 5 kebutuhan
dasar (kebutuhan dasar belum sepenuhnya terpenuhi) yaitu:
a. Melaksanakan ibadah menurut agamanya oleh masing-masing anggota keluarga.
b. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali atau lebih.
c. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk aktifitas di
rumah, bekerja, sekolah, dan berpergian.
d. Lantai rumah terluas bukan lantai tanah.
e. Bila anak dan atau pasangan usia subur ingin KB di bawa ke sarana kesehatan.

2. Keluarga sejahtera I
Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara
minimal tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya. Pada
Keluarga Sejahtera I kebutuhan dasar sampai dengan 5 telah terpenuhi namun
kebutuhan sosial psikologisnya belum terpenuhi yaitu:
a. Anggota keluarga melaksanakan ibadah secar teratur.
b. Paling kurang sekali seminggu, keluarga menyediakan daging/ikan/telur.
c. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru
pertahun.
d. Luas lantai rumah paling kurang 8 meter panjang untuk tiap penghuni rumah.
e. Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat.
f. Paling kurang satu anggota keluarga 15 tahun keatas berpenghuni tetap.
g. Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa baca tulis huruf latin.
h. Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah saat ini.
i. Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga yang masih pasangan usia subur memakai
KB.
j. Kontrasepsi (kecuali sedang hamil).

3. Keluarga sejahtera II
Yaitu keluarga-keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya, juga telah dapat memenuhi kebutuhan psikologisnya, tetapi belum dapat
memenuhi kebutuhan pengembangannya, seperti kebutuhan untuk menabung dan
memperoleh informasi. Pada Keluarga Sejahtera II, kebutuhan fisik dan sosial
psikologis telah terpenuhi (1 s/d 14 terpenuhi), namun kebutuhan pengembangan
belum sepenuhnya terpenuhi anatara lain :
a. Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.
b. Sebagian dari penghasilan dapat disisikan untuk tabungan keluarga.
c. Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan itu dapat
dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga.
d. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya
e. Mengadakan rekreasi bersama di luar rumah oaling kurang 1 X / 6 bulan.
f. Dapat memperoleh berita dari surat kabar / radio / TV / majalah.
g. Anggota keluarga mampu menggunakkan sarana transportasi sesuai kondisi
daerah.

4. Keluarga sejahtera III


Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar,
sosial psikologis, dan pengembangan keluarganya, tetapi belum dapat memberikan
sumbangan yanag teratur bagi masyarakat, seperti sumbangan materi, dan berperan
aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Pada Keluarga Sejahtera III, kebutuhan fisik,
sosial psikologis dan pengembangan telah terpenuhi (1 s/d 21 terpenuhi), namun
kepeduliaan sosial belum terpenuhi yaitu:
a. Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan sumbangan
bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materil.
b. Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengururs perkumpulan /
yayasan / institusi masyarakat.

5. Keluarga sejahtera III plus


Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar,
sosial psikologis dan pengembangannya telah terpenuhi serta memiliki kepeduliaan
sosial yang tinggi (1 s/d 23 terpenuhi).

Menurut BKKBN (1999), tahapan keluarga dapat diukur berdasarkan tingkat


kesejahteraanya, yaitu sebagai berikut :
a. Keluarga prasejahtera
Yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar
(basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan akan pengajaran, agama,
pangan sandang, papan dan kesehatan
b. Keluarga sejahtera tahap I
Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial
psikologis (social psychological need), seperti kebutuhan terhadap pendidikan,
keluarga berencana, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan
terhadap tempat tinggal, dan transportasi
c. Keluarga sejahtera tahap II
Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar dan
seluruh kebutuhan psikologis, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan
kebutuhan perkembangannya (developmental needs), seperti kebutuhan untuk
menabung dan memperoleh informasi
d. Keluarga sejahtera tahap III
Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan
dasar, krbutuhan sosial-psikologis, dan kebutuhan perkembangan, namun belum
dapat memberikan sumbanagan (kontribusi) yang maksimal terhadap
masyarakat. Misalnya, secara teratur (waktu tertentu) memberikan sumbangan
dalam bentuk material dan keuangan untuk kepentingan sosial kemasyarakatan
serta berperan serta secara aktif dengan menjadi pengurus lembaga
kemasyarakatan atau yayasan-yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga,
pendidikan dan sebagainya.
e. Keluarga sejahtera tahap III plus
Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya,
baik yang bersifat dasar, sosial psikologis, maupun yang bersifat pengembangan
serta dapat pula memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi
masyarakat.
f. Keluarga Miskin
BKKBN mendefinisikan Kemiskinan adalah keluarga miskin prasejahtera
tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya, tidak mampu makan 2 kali
sehari, tidak memiliki pakaian berbeda untuk dirumah, bekerja dan bepergian,
bagian terluas rumah berlantai tanah dan tidak mampu membawa anggota
keluarga ke sarana kesehatan. Pengertian keluarga miskin ini didefinisikan lebih
lanjut menjadi :
1) Paling kurang sekali sekali seminggu keluarga makan daging atau ikan atau
telur.
2) Setahun sekali seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu
stel pakaian baru.
3) Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni.

5. Pelaksanaan Pembangunan Kesehatan Sejahtera

Peraturan Pemerintah No.21 tahun 1994 pasal 2, menyatakan bahwa


penyelenggaraan pembangunan keluarga sejahtera diwujudkan melalui pembangunan
kualitas keluarga dan keluarga berencana yang diselenggarakan secara menyeluruh dan
terpadu oleh pemerintah, masyarakat, dan keluarga.
Bertujuan untuk mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera, bertaqwa
kepada Tuhan Ynag Maha Esa, sehat, produktif, mandiri, dan memiliki kemampuan
untuk membangun diri sendiri dan lingkungan.
Pokok-pokok kegiatan :
1. Pembinaan ketahanan fisik keluarga adalah kegiatan pertumbuhan dan
pengembangan perilaku usaha dan tenaga terampil sehingga dapat melakukan usaha
ekonomi produktif untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Bentuk
kegiatan pembinaan ketahan fisik keluarga adalah sebagai berikut :
a. Penumbuhan dan pengembangan pengetahuan, sikap prilaku usaha ketrampilan
keluarga melalui penyuluhan, pelatihan, magang, studi banding dan
pendampingan sehingga dapat melakukan usaha ekonomi produktif untuk
mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera
b. Penumbuhan dan pengembangan kelompok usaha: melalui Usaha Peningkatan
Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS)
c. Pembinaan pemodalan, melalui tabungan, Takesra, kredit dan Kukesra (Kredit
keluarga sejahtera) pembinaan pemasaran, melalui kerjasama dengan para
pengusaha dan sektor terkait
d. Pembinaan produksi, dengan bimbingan dalam memilih dan memanfaatkan alat
teknologi tepat guna yang diperlukan dalam produksi
e. Pembinaan kemitrausahaan, dengan para pengusaha dari sektor terkait koperasi
f. Pengembangan jaringan usaha, khususnya bekerjasama dengan Departemen
Koperasi
g. Pengembanganjaringan usaha, khusunya bekerja sama dengan Departemen
Koperasi dan PPKM
2. Pembinaan ketahanan non fisik keluarga
Tujuan :
a. Peningkatan kualitas anak
b. Pembinaan kesehatan reproduksi remaja
c. Peningkatan keharmonisan keluarga, keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa
Bentuk kegiatan ketahan nonfisik keluarga adalah sebagai berikut :
a. Bina keluarga balita
Pembinaan terhadap orangtua anak balita agar pertumbuhan dan perkembangan
anaknya optimal secara fisik dan mental melalui kelompok dengan bantuan alat
permainan edukatif (APE)
b. Pembinaan kesehatan reproduksi remaja dilakukan melalui :
1) Pusat-pusat konsultasi remaja
2) Penyuluhan konseling di sekolah dan pesantren, kelompok-kelompok
3) Remaja, karang taruna, remaja masjid, pramuka dan lain-lain
4) Kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR) dan penyuluhan melalui media
massa
c. Pembinaan keluarga lansia melalui kelompok Bina Keluarga Lansia (BKL)
d. Kegiatan-kegiatan lain adalah sebagi berikut :
1) Gerakan Keluarga Sejahtera Sadar Buta Aksara
2) Beasiswa supersemar
3) Satuan Karya Pramuka Berencana (Saka Kencana) kegiatan lomba-lomba
3. Pelayanan keluarga berencana
a. Kegiatan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE)
Kegiatan ini meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan perubahan perilaku
masyarakat dalam pelaksanaan KB
b. Pelayan kesehatan reproduksi meliputi pelayanan kontrasepsi, pelayanan
kesehatan reproduksi bagi ibu, serta pelayanan lain yang ada hubungannya
dengan reproduksi
4. Pendataan keluarga sejahtera
Dalam rangka mengevaluasi pelaksanaan Gerakan Keluarga Sejahtera setiap
tahun antara bulan Januari sampai Maret, dilakukan pendataan keluarga untuk
mengetahui pencapaian keluarga berencana dan tahapan keluarga sejahtera
Friedman (1981) membagi lima tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh
keluarga, yaitu :
a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatana setiap anggotannya
b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat
c. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit dan yang
tidak dapat membantu dirinya sendiri
d. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarga
e. Mempertahankan hubungan timbale-balik antara keluarga lembaga-lembaga
kesehatan yang menunjukkan manfaat fasilitas kesehatan dengan baik.

6. Peran Perawat Dalam Pembinaan Keluarga Sejahtera


Pembinaan keluarga terutama ditujukan pada keluarga prasejahtera dan sejahtera
tahap I. Di dalam pembinaan terhadap keluarga tersebut, perawat mempunyai beberapa
peran antara lain :
1. Pemberi informasi
Dalam hal ini perawat memberitahukan kepada keluarga tentang segala sesuatu,
khususnya yang berkaitan dengan kesehatan.
2. Penyuluh
Agar keluarga yang dibinanya mengetahui lebih mendalam tentang kesehatan dan
tertarik untuk melaksanakan maka perawat harus memberikan penyuluhan baik
kepada perorangan dalam keluarga ataupun kelompok dalam masyarakat.
3. Pendidik
Tujuan utama dari pembangunan kesehatan adalah membantu individu, keluarga dan
masyarakat untuk berperilaku hidup sehat sehingga dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya secara mandiri. Untuk mencapai tujuan tersebut perawat hares mendidik
keluarga agar berperilaku sehat dan selalu memberikan contoh yang positif tentang
kesehatan.
4. Motivator
Apabila keluarga telah mengetahui, dan mencoba melaksanakan perilaku positif
dalam kesehatan, harus terus didorong agar konsisten dan lebih berkembang. Dalam
hal inilah perawat berperan sebagai motivator.
5. Penghubung keluarga dengan sarana pelayanan kesehatan adalah wajib bagi setiap
perawat untuk memperkenalkan sarana pelayanan kesehatan kepada keluarga
khususnya untuk yang belum pernah menggunakan sarana pelayanan kesehatan dan
pada keadaan salah satu/lebih anggota keluarga perlu dirujuk ke sarana pelayanan
kesehatan.
6. Penghubung keluarga dengan sektor terkait. Adakalanya masalah kesehatan yang
ditemukan bukanlah disebabkan oleh faktor penyebab yang murni dari kesehatan
tetapi disebabkan oleh faktor lain. Dalam hal ini perawat harus menghubungi sektor
terkait.
7. Pemberi pelayanan kesehatan. Sesuai dengan tugas perawat yaitu memberi Asuhan
Keperawatan yang profesional kepada individu, keluarga dan masyarakat. Pelayanan
yang diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbataan pengetahuan,
serta kurangnya keamanan menuju kemampuan melaksanakan kegiatan sehari-hari
secara mandiri. Kegiatan yang dilakukan bersifat "promotif', `preventif', "curatif'
serta "rehabilitatif' melalui proses keperawatan yaitu metodologi pendekatan
pemecahan masalah secara ilmiah dan terdiri dari langkah-langkah sebagai
subproses. Kegiatan tersebut dilaksanakan secara profesional, artinya tindakan,
pelayanan, tingkah laku serta penampilan dilakukan secara sungguh-sungguh dan
bertanggung jawab atas pekerjaan, jabatan, bekerja keras dalam penampilan dan
mendemontrasikan "SENCE OF ETHICS ".
8. Membantu keluarga dengan mengenal kekuatan mereka dan menggunakan kekuatan
mereka untuk memenuhi kebutuhan kesehatannya
9. Pengkaji data individu, keluarga dan masyarakat sehingga didapat data yang akurat
dan dapat dilakukan suatu intervensi yang tepat. Peran-peran tersebut di atas dapat
dilaksanakan secara terpisah atau bersama-sama tergantung situasi dan kondisi yang
dihadapi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP KELUARGA
1. Definisi Keluarga
Keluarga merupakan orang yang mempunyai hubungan resmi, seperti ikatan
darah, adopsi, perkawinan atau perwalian, hubungan sosial (hidup bersama) dan
adanya hubungan psikologi (ikatan emosional) (Doane & Varcoe, 2005 dalam
Widagdo, W. 2016).
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan
adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota
keluarga (Friedman, 1998 dalam Widagdo, W. 2016).
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah
satu atap dan saling ketergantungan (Departemen Kesehatan RI,1988 dalam Widagdo,
W. 2016).
2. Tipe keluarga
Berbagai tipe keluarga yang perlu Anda ketahui adalah sebagai berikut.
a. Tipe keluarga tradisional, terdiri atas beberapa tipe di bawah ini.
1) The Nuclear family (keluarga inti), yaitu keluarga yang terdiri atas suami, istri,
dan anak, baik anak kandung maupun anak angkat.
2) The dyad family (keluarga dyad), suatu rumah tangga yang terdiri atas suami
dan istri tanpa anak. Hal yang perlu Anda ketahui, keluarga ini mungkin belum
mempunyai anak atau tidak mempunyai anak, jadi ketika nanti Anda melakukan
pengkajian data dan ditemukan tipe keluarga ini perlu Anda klarifikasi lagi
datanya.
3) Single parent, yaitu keluarga yang terdiri atas satu orang tua dengan anak
(kandung atau angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian atau
kematian.
4) Single adult, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri atas satu orang dewasa. Tipe
ini dapat terjadi pada seorang dewasa yang tidak menikah atau tidak mempunyai
suami.
5) Extended family, keluarga yang terdiri atas keluarga inti ditambah keluarga lain,
seperti paman, bibi, kakek, nenek, dan sebagainya. Tipe keluarga ini banyak
dianut oleh keluarga Indonesia terutama di daerah pedesaan.
6) Middle-aged or elderly couple, orang tua yang tinggal sendiri di rumah (baik
suami/istri atau keduanya), karena anak-anaknya sudah membangun karir
sendiri atau sudah menikah.
7) Kin-network family, beberapa keluarga yang tinggal bersama atau saling
berdekatan dan menggunakan barang-barang pelayanan, seperti dapur dan
kamar mandi yang sama.
b. Tipe keluarga yang kedua adalah tipe keluarga nontradisional, tipe keluarga ini
tidak lazim ada di Indonesia, terdiri atas beberapa tipe sebagai berikut.
1) Unmarried parent and child family, yaitu keluarga yang terdiri atas orang tua
dan anak dari hubungan tanpa nikah.
2) Cohabitating couple, orang dewasa yang hidup bersama di luar ikatan
perkawinan karena beberapa alasan tertentu.
3) Gay and lesbian family, seorang yang mempunyai persamaan jenis kelamin
tinggal dalam satu rumah sebagaimana pasangan suami istri.
4) The nonmarital heterosexual cohabiting family, keluarga yang hidup Bersama
berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
5) Foster family, keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga/saudara dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut
perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
3. Fungsi keluarga
Menurut Friedman fungsi keluarga ada lima antara lain berikut ini :
a. Fungsi afektif
Fungsi ini meliputi persepsi keluarga tentang pemenuhan kebutuhan psikososial
anggota keluarga. Melalui pemenuhan fungsi ini, maka keluarga akan dapat
mencapai tujuan psikososial yang utama, membentuk sifat kemanusiaan dalam diri
anggota keluarga, stabilisasi kepribadian dan tingkah laku, kemampuan menjalin
secara lebih akrab, dan harga diri.
b. Fungsi sosialisasi dan penempatan sosial
Sosialisasi dimulai saat lahir dan hanya diakhiri dengan kematian. Sosialisasi
merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup, karena individu secara
kontinyu mengubah perilaku mereka sebagai respon terhadap situasi yang terpola
secara sosial yang mereka alami. Sosialisasi merupakan proses perkembangan atau
perubahan yang dialami oleh seorang individu sebagai hasil dari interaksi sosial
dan pembelajaran peran-peran sosial.
c. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya
manusia.
d. Fungsi ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan
tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi perawatan Kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik dan perawatan kesehatan. Perawatan kesehatan dan
praktik-praktik sehat (yang memengaruhi status kesehatan anggota keluarga secara
individual) merupakan bagian yang paling relevan dari fungsi perawatan
Kesehatan, contohnya :
1) Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga.
2) Kemampuan keluarga membuat keputusan yang tepat bagi keluarga.
3) Kemampuan keluarga dalam merawat keluarga yang mengalami gangguan
kesehatan.
4) Kemampuan keluarga dalam mempertahankan atau menciptakan suasana rumah
yang sehat.
5) Kemampuan keluarga dalam menggunakan fasilitas.
4. Tahap Perkembangan Keluarga
Terdapat delapan tahap perkembangan keluarga yang perlu Anda pelajari berikut ini :
a. Keluarga baru menikah atau pemula, tugas perkembangannya adalah :
1) Membangun perkawinan yang saling memuaskan;
2) Membina hubungan persaudaraan, teman, dan kelompok sosial;
3) Mendiskusikan rencana memiliki anak.
b. Tahap perkembangan keluarga yang kedua adalah keluarga dengan anak baru lahir,
tugas perkembangannya adalah :
1) Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap mengintegrasikan
bayi yang baru lahir ke dalam keluarga;
2) Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan
anggota keluarga;
3) Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan;
4) Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan
peranperan orang tua dan kakek nenek.
c. Keluarga dengan anak usia pra sekolah, tugas perkembangannya adalah :
1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti rumah, ruang bermain, privasi,
dan keamanan;
2) Mensosialisasikan anak;
3) Mengintegrasikan anak yang baru, sementara tetap memenuhi kebutuhan anak
yang lain;
4) Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga dan di luar keluarga.
d. Keluarga dengan anak usia sekolah, tugas perkembangannya adalah :
1) Mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan
hubungan dengan teman sebaya yang sehat;
2) Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan;
3) Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga.
e. Keluarga dengan anak remaja, tugas perkembangannya adalah :
1) Menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi
dewasa dan semakin mandiri;
2) Memfokuskan kembali hubungan perkawinan;
3) Berkomunikasi secara terbuka antara orang tua dan anak-anak.
f. Keluarga melepas anak usia dewasa muda, tugas perkembangannya adalah :
1) Memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru yang
didapatkan melalui perkawinan anak-anak;
2) Melanjutkan untuk memperbaharui dan menyesuaikan kembali hubungan
perkawinan;
3) Membantu orangtua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami atau istri.
g. Keluarga dengan usia pertengahan, tugas perkembangannya adalah:
1) Menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan;
2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dan penuh arti dengan para orang
tua lansia dan anak-anak;
3) Memperkokoh hubungan perkawinan.
h. Keluarga dengan usia lanjut, tugas perkembangannya adalah :
1) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan;
2) Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun;
3) Mempertahankan hubungan perkawinan;
4) Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan;
5) Mempertahankan ikatan keluarga antargenerasi;
6) Meneruskan untuk memahami eksistensi mereka (penelaahan hidup)

B. Konsep Keperawatan Keluarga


1. Definisi Keperawatan Keluarga
Keperawatan keluarga merupakan pelayanan holistik yang menempatkan
keluarga dan komponennya sebagai fokus pelayanan dan melibatkan anggota keluarga
dalam tahap pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi (Depkes, 2010).
Pengertian lain dari keperawatan keluarga adalah proses pemberian pelayanan
Kesehatan sesuai kebutuhan keluarga dalam lingkup praktik keperawatan (Depkes RI,
2010).
Pelayanan keperawatan keluarga merupakan salah satu area pelayanan
keperawatan di masyarakat yang menempatkan keluarga dan komponennya sebagai
fokus pelayanan dan melibatkan anggota keluarga dalam pengkajian, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi, dengan memobilisasi sumber pelayanan kesehatan yang
tersedia di keluarga dan sumber-sumber dari profesi lain, termasuk pemberi pelayanan
kesehatan dan sektor lain di komunitas (Depkes RI, 2010).
2. Tujuan Keperawatan Keluarga
Tujuan keperawatan keluarga ada dua macam, yaitu tujuan umum dan khusus.
Tujuan umum dari keperawatan keluarga adalah kemandirian keluarga dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Tujuan khusus dari keperawatan
keluarga adalah keluarga mampu melaksanakan tugas pemeliharaan kesehatan
keluarga dan mampu menangani masalah kesehatannya berikut :
a. Mengenal masalah kesehatan yang dihadapi anggota keluarga
Kemampuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan seluruh anggota
keluarga, Contohnya : apakah keluarga mengerti tentang pengertian dan gejala
kencing manis yang diderita oleh anggota keluarganya ?
b. Membuat keputusan secara tepat dalam mengatasi masalah kesehatan anggota
keluarga.
Kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan untuk membawa anggota
keluarga ke pelayanan kesehatan. Contoh : segera memutuskan untuk
memeriksakan anggota keluarga yang sakit kencing manis ke pelayanan kesehatan.
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang mempunyai masalah kesehatan.
Kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit. Contoh :
keluarga mampu merawat anggota keluarga yang sakit kencing manis, yaitu
memberikan diet DM, memantau minum obat antidiabetik, mengingatkan untuk
senam, dan kontrol ke pelayanan kesehatan.
d. Memodifikasi lingkungan yang kondusif.
Kemampuan keluarga dalam mengatur lingkungan, sehingga mampu
mempertahankan kesehatan dan memelihara pertumbuhan serta perkembangan
setiap anggota keluarga. Contoh : keluarga menjaga kenyamanan lingkungan fisik
dan psikologis untuk seluruh anggota keluarga termasuk anggota keluarga yang
sakit.
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk pemeliharaan dan perawatan
anggota keluarga yang mempunyai masalah kesehatan. Contoh : keluarga
memanfaatkan Puskesmas, rumah sakit, atau fasilitas pelayanan kesehatan lain
untuk anggota keluarganya yang sakit.
3. Sasaran Keperawatan Keluarga (Depkes RI, 2010)
a. Keluarga sehat
Keluarga sehat adalah seluruh anggota keluarga dalam kondisi tidak mempunyai
masalah kesehatan, tetapi masih memerlukan antisipasi terkait dengan siklus
perkembangan manusia dan tahapan tumbuh kembang keluarga. Fokus intervensi
keperawatan terutama pada promosi kesehatan dan pencegahan penyakit.
b. Keluarga risiko tinggi dan rawan Kesehatan
Keluarga risiko tinggi dapat didefinisikan, jika satu atau lebih anggota keluarga
memerlukan perhatian khusus dan memiliki kebutuhan untuk menyesuaikan diri,
terkait siklus perkembangan anggota keluarga dan keluarga dengan faktor risiko
penurunan status kesehatan.
c. Keluarga yang memerlukan tindak lanjut
Keluarga yang memerlukan tindak lanjut merupakan keluarga yang mempunyai
masalah kesehatan dan memerlukan tindak lanjut pelayanan keperawatan atau
kesehatan, misalnya klien pasca hospitalisasi penyakit kronik, penyakit degeneratif,
tindakan pembedahan, dan penyakit terminal.
4. Peran Dan Fungsi Perawat Keluarga (Friedman Dkk, 2013)
a. Pelaksana, Peran dan fungsi perawat sebagai pelaksana adalah memberikan
pelayanan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan, mulai pengkajian
sampai evaluasi. Pelayanan diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental,
keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya keamanan menuju kemampuan
melaksanakan kegiatan sehari-hari secara mandiri. Kegiatan yang dilakukan
bersifat promotif, preventif, kuratif, serta rehabilitatif.
b. Pendidik, Peran dan fungsi perawat sebagai pendidik adalah mengidentifikasi
kebutuhan, menentukan tujuan, mengembangkan, merencanakan, dan
melaksanakan Pendidikan kesehatan agar keluarga dapat berperilaku sehat secara
mandiri.
c. Konselor, Peran dan fungsi perawat sebagai konselor adalah memberikan konseling
atau bimbingan kepada individu atau keluarga dalam mengintegrasikan
pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu untuk membantu mengatasi
masalah kesehatan keluarga.
d. Kolaborator, Peran dan fungsi perawat sebagai kolaborator adalah melaksanakan
kerja sama dengan berbagai pihak yang terkait dengan penyelesaian masalah
kesehatan di keluarga
Selain peran perawat keluarga di atas, ada juga peran perawat keluarga dalam
pencegahan primer, sekunder dan tersier, sebagai berikut :
a. Pencegahan Primer, Peran perawat dalam pencegahan primer mempunyai peran
yang penting dalam upaya pencegahan terjadinya penyakit dan memelihara hidup
sehat.
b. Pencegahan sekunder, Upaya yang dilakukan oleh perawat adalah mendeteksi dini
terjadinya penyakit pada kelompok risiko, diagnosis, dan penanganan segera yang
dapat dilakukan oleh perawat. Penemuan kasus baru merupakan upaya pencegahan
sekunder, sehingga segera dapat dilakukan tindakan. Tujuan dari pencegahan
sekunder adalah mengendalikan perkembangan penyakit dan mencegah kecacatan
lebih lanjut. Peran perawat adalah merujuk semua anggota keluarga untuk skrining,
melakukan pemeriksaan, dan mengkaji riwayat kesehatan.
c. Pencegahan tersier, Peran perawat pada upaya pencegahan tersier ini bertujuan
mengurangi luasnya dan keparahan masalah kesehatan, sehingga dapat
meminimalkan ketidakmampuan dan memulihkan atau memelihara fungsi tubuh.
Fokus utama adalah rehabilitasi. Rehabilitasi meliputi pemulihan terhadap individu
yang cacat akibat penyakit dan luka, sehingga mereka dapat berguna pada tingkat
yang paling tinggi secara fisik, sosial, emosional.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Keperawatan keluarga adalah serangkain kegiatan yang di beri via praktik
keperawatan kepada keluarga untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan
keluarga tersebut dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
Pelayanan keperawatan keluarga mencakup Upaya Kesehatan Perorangan
(UKP) dan Upaya Pelayanan keperawatan keluarga mencakup Upaya Kesehatan
Perorangan (UKP) dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang diberikan kepada
klien sepanjang rentang kehidupan dan Kesehatan Masyarakat (UKM) yang diberikan
kepada klien sepanjang rentang kehidupan dan sesuai tahap perkembangan keluarga.

A. Ruang Lingkup Praktik Keperawatan Keluarga


Berikut ini merupakan ruang lingkup praktik keperawatan keluarga adalah sebagai
berikut :
1. Upaya-upaya peningkatan kesehatan (promotif)
2. Pencegahan penyakit (preventif)
3. Intervensi Keperawatan Keluarga
4. Pemulihan kesehatan (rehabilitatif)

Dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga, kegiatan yang ditekankan adalah


upaya preventif dan promotif dengan tidak mengabaikan upaya intervensi
keperawatan dan pemulihan kesehatan
1. Promotif
Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu, keluarga
kelompok dan masyarakat dengan jalan memberikan :

1) Penyuluhan kesehatan masyarakat


Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara
menyebarkan informasi-informasi pesan, menanamkan keyakinan, sehingga
masyarakat sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan
suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan serta terjadi
peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap [ CITATION Not10 \l 1033 ].
Tujuan dari penyuluhan kesehatan adalah tercapainya perubahan
perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara
kesehatan, berperan aktif mewujudkan kesehatan yang optimal sesuai hidup
sehat baik fisik, mental dan sosial [ CITATION Not10 \l 1033 ].
Metode yang digunakan dalam memberikan penyuluhan adalah sebagai
berikut :
a) Metode Ceramah
Adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide,
pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran sehingga
memperoleh informasi tentang kesehatan.
b) Metode Diskusi Kelompok
Adalah pembicaraan yang direncanakan dan telah dipersiapkan tentang
suatu topik pembicaraan diantara 5 – 20 peserta (sasaran) dengan seorang
pemimpin diskusi yang telah ditunjuk.
c) Metode Curah Pendapat
Adalah suatu bentuk pemecahan masalah di mana setiap anggota
mengusulkan semua kemungkinan pemecahan masalah yang terpikirkan
oleh masing – masing peserta, dan evaluasi atas pendapat – pendapat tadi
dilakukan kemudian.
d) Metode Panel
Adalah pembicaraan yang telah direncanakan di depan pengunjung atau
peserta tentang sebuah topik, diperlukan 3 orang atau lebih panelis dengan
seorang pemimpin.
e) Metode Bermain peran
Adalah memerankan sebuah situasi dalam kehidupan manusia dengan
tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang atu lebih untuk dipakai
sebagai bahan pemikiran oleh kelompok.
f) Metode Demonstrasi
Adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide dan prosedur
tentang sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk
memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan, adegan
dengan menggunakan alat peraga. Metode ini digunakan terhadap
kelompok yang tidak terlalu besar jumlahnya.
g) Metode Simposium
Adalah serangkaian ceramah yang diberikan oleh 2 sampai 5 orang dengan
topik yang berlebihan tetapi saling berhubungan erat.
h) Metode Seminar
Adalah suatu cara di mana sekelompok orang berkumpul untuk membahas
suatu masalah dibawah bimbingan seorang ahli yang menguasai
bidangnya.

Sebuah penelitian menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan


keluarga tentang stunting setelah diberikan penyuluhan kesehatan [ CITATION
Sir21 \l 1033 ] hal ini sejalan dengan penelitian lain yang juga memberikan
penyuluhan kesehatan hipertensi kepada keluarga dan menunjukkan
peningkatan pengetahuan keluarga tentang hipertensi [ CITATION Had15 \l
1033 ].
Fungsi perawatan kesehatan keluarga bisa tercapai dilihat dari
kemampuan keluarga memahami dan melaksanakan lima tugas kesehatan
keluarga. Hal tersebut erat kaitannya dengan peran perawat dalam memberikan
penyuluhan kesehatan pada keluarga, sehingga diharapkan perawat melakukan
asuhan keperawatan kepada seluruh wilayah binaannya agar dapat mengetahui
masalah yang ada [ CITATION Had15 \l 1033 ].

2. Upaya Preventif
Upaya preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan
terhadap kesehatan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat melalui
kegiatan:

1) Imunisasi massal terhadap bayi, balita serta ibu hamil


2) Pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui posyandu, puskesmas maupun
kunjungan rumah.
3) Pemberian vitamin A dan yodium melalui posyandu, puskesmas ataupun di
rumah.
4) Pemeriksaan dan pemeliharan kehamilan, nifas, dan menyusui bayi.

3. Intervensi Keperawatan Keluarga


Intervensi keperawatan keluarga diberikan dalam bentuk pemenuhan kebutuhan
dasar manusia dalam keluarga melalui terapi modalitas dan terapi komplementer
dengan penjelasan sebagai berikut :
1) Terapi Modalitas
Terapi modalitas merupakan terapi yang bertujuan untuk mengubah prilaku
pasien yang tadinya berprilaku maladaptif menjadi adaptif. Terapi modalitas
sering digunakan pada pasien dengan gangguan jiwa [ CITATION Sut17 \l 1033 ].
Salah satu jenis terapi modalitas yang dapat diberikan kepada keluarga adalah
sebagai berikut :
a. Psikoedukasi Keluarga
Psikoedukasi keluarga adalah bentuk dari terapi modalitas yang berfokus
pada keluarga. Keluarga dibantu untuk mengenal dan menemukan
pemecahan masalah terhadap kondisi maladaptif baik terhadap diri sendiri
maupun berhubungan dengan orang lain [ CITATION Tow14 \l 1033 ] .
Tindakan yang diberikan dibagi menjadi 6 sesi berdasarkan modul
psikoedukasi keluarga yang dikembangkan Departemen Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia tahun 2019 adalah
sebagai berikut :
a) Sesi 1: mengidentifikasi masalah kesehatan yang dihadapi dalam
merawat klien dan merawat satu masalah kesehatan klien
b) sesi 2: merawat masalah kesehatan kedua dari klien
c) sesi 3: manajemen stres keluarga
d) sesi 4: manajemen beban keluarga
e) sesi 5: memanfaatkan sistem pendukung
f) sesi 6: mengevaluasi manfaat psikoedukasi keluarga
Beberapa penelitian menemukan bahwa psikoedukasi keluarga mampu
mengurangi beban keluarga dalam merawat klien diabetes melitus
[ CITATION Isw19 \l 1033 ] . Penelitian lain juga menyebutkan bahwa beban
keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit berkurang setelah
diberikan psikoedukasi keluarga [ CITATION Wul16 \l 1033 ] . Hal tersebut
membuktikan bahwa psikoedukasi efektif dalam mengatasi masalah
keluarga.

2) Terapi Komplementer
Terapi komplementer adalah terapi yang bersifat melengkapi, bersifat
menyempurnakan. Pengobatan komplementer dilakukan dengan tujuan
melengkapi pengobatan medis konvensional dan bersifat rasional yang tidak
bertentangan dengan nilai dan hukum kesehatan di Indonesia (Widyatuti,
2008). Terapi komplementer yang dapat diberikan kepada keluarga adalah
sebagai berikut :

a) Terapi Pijat
Terapi pijat merupakan salah satu bentuk terapi alternatif yang
banyak digunakan untuk meredakan gejala penyakit tertentu. Terapi ini
tidak hanya dapat memberikan efek relaksasi, tetapi juga efektif untuk
mengatasi stres dan meredakan nyeri. Pijat adalah aktivitas memberi
tekanan pada anggota tubuh, terutama kulit, otot, dan urat, dengan teknik
atau metode tertentu. Gerakan pijat dapat diajarkan oleh perawat kepada
keluarga untuk meringankan gejala penyakit tertentu serta mampu
menciptakan bonding attachment apabila dilakukan antara ibu kepada
bayinya [ CITATION Wid19 \l 1033 ].

b) Terapi Herbal
Terapi herbal adalah terapi komplementer menggunakan tumbuhan
yang berkhasiat obat. Penggolongan jenis obat tidak hanya obat yang
berbasis kimia modern, tetapi terdapat juga obat yang berasal dari alam
dikenal sebagai obat tradisional. [ CITATION Daf19 \l 1033 ].
Terapi herbal yang dapat disarankan kepada keluarga bertujuan
untuk mengontrol penyakit-penyakit tertentu dan terapi herbal tersebut
sudah memiliki EBP (evidence based practice). Salah satu penelitian
tentang terapi herbal adalah untuk mengontrol tekanan darah pada keluarga
dengan hipertensi menggunakan mentimun dan diharapkan mampu
meningkatkan pengetahuan keluarga tentang hipertensi dan keluarga dapat
membantu mengontrol tekanan darah dengan menggunakan obat herbal
[ CITATION Sar20 \l 1033 ].
c) Terapi Relaksasi
Terapi relaksasi adalah satu teknik dalam terapi perilaku untuk
mengurangi ketegangan dan kecemasan. Terapi relaksasi merupakan suatu
terapi yang diberikan kepada pasien dengan menegangkan otot-otot tertentu
dan kemudian relaksasi (Smeltzer and Bare, 2002). Terapi relaksasi sering
digunakan pada pasien dengan kecemasan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Sesi pertama, membagi kuesioner untuk mengidentifikasi tingkat
kecemasan anggota keluarga yang akan mengikuti latihan tehnik
relaksasi progresif.
2. Sesi kedua, melakukan penyuluhan tentang kecemasan dan
penanganannya dan dilanjutkan dengan latihan terapi relaksasi
progresif dan menggunakan panduan yang telah dipersiapkan
3. Sesi ketiga, diakhiri dengan evaluasi hasil penyuluhan dan kegiatan role
play dari penerapan terapi progresif dalam menurunkan upaya tingkat
kecemasan keluarga pasien
Sebuah penelitian menemukan bahwa terapi relaksasi otot progresif
dapat menurunkan tingkat kecemasan pada anggota keluarga pasien dengan
skizofrenia [ CITATION Tom21 \l 1033 ]. Selain itu, penelitian literatur review
menyebutkan bahwa terapi relaksasi otot progresif dapat menurunkan
tekanan darah darah pada keluarga dengan hipertensi [ CITATION Hab20 \l
1033 ]. Hal ini disebabkan karena teknik relaksasi otot progresif dilakukan
dengan cara mengendorkan atau mengistirahatkan otot-otot, pikiran dan
mental dan bertujuan untuk mengurangi kecemasan Widharto (2007) dalam
[ CITATION Hab20 \l 1033 ] . Respon relaksasi merupakan bagian dari
penurunan umum kognitif, fisiologis, dan stimulasi perilaku. Relaksasi
dapat merangsang munculnya zat kimia yang mirip dengan beta blocker di
saraf tepi yang dapat menutup simpul-simpul saraf simpatis yang berguna
untuk mengurangi ketegangan dan menurunkan tekanan darah Hartono
(2007) dalam [ CITATION Hab20 \l 1033 ].

4. Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitative merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita yang
dirawat dirumah, maupun terhadap kelompok-kelompok tertentu yang menderita
penyakit yang sama, misalnya kusta, TBC, cacat fisik dan lainnya. Dilakukan
melalui kegiatan :

1) Latihan fisik, baik yang mengalami gangguan fisik seperti penderita kusta,
patah tulang maupun kelainan bawaan.
2) Latihan-latihan fisik tertentu bagi penderita-penderita penyakit tertentu,
misalnya TBC, latihan nafas dan batuk, penderita stroke : fisioterapi manual
yang mungkin dilakukan oleh perawat.

B. Sasaran Pelayanan Keperawatan Keluarga


Dimana sasaran keperawatan keluarga meliputi :
1.Keluarga Sehat
Jika seluruh anggota keluarga dalam kondisi sehat tetapi memerlukan antisipasi
terkait dengan siklus perkembangan manusia dan tahapan tumbuh kembang
keluarga. Focus intervensi keperawatan terutama pada promosi Kesehatan dan
pencegahan penyakit.
2.Keluarga Risiko Tinggi dan Rawan Kesehatan
Jika satu atau lebih anggota keluarga memerlukan perhatian khusus. Keluarga
risiko tinggi termasuk keluarga yang memiliki kebutuhan untuk menyesuaikan diri
terkait siklus perkembangan anggota keluarga, keluarga dengan faktor risiko
penurunan status Kesehatan, misalnya : bayi BBLR, balita gizi buruk atau kurang,
bayi atau balita yang belum di imunisasi, bumil anemia.
3.Keluarga yang Memerlukan Tindak Lanjut
Keluarga yang anggota kelaurganya mempunyai masalah Kesehatan dan
memerlukan tindak lanjut pelayanan keperawatan atau Kesehatan misalnya : klien
pasca hospitalisasi penyakit kronik, penyakit degenerative, tindakan pembedahan
dan penyakit terminal.

C. Tren dan Isu Keperawatan Keluarga


Beberapa tren dan isu dalam keperawatan keluarga, diantaranya :
1. Tren dan Isu Global :
1) Dunia tanpa batas (global village) mempengaruhi sikap dan pola perilaku
keluarga.
2) Kemajuan dan pertukaran iptek yang semakin global sehingga penyebarannya
semakin meluas.
3) Kemajuan teknologi di bidang transportasi sehingga tingkat mobilisasi
penduduk yang tinggi seperti migrasi yang besar – besaran yang berpengaruh
terhadap interaksi keluarga yang berubah.
4) Standar kualitas yang semakin diperhatikan menimbulkan persaingan yang
ketat serta menimbulkan munculnya sekolah – sekolah yang mengutamakan
kualitas Pendidikan.
5) Kompetisi global di bidang penyediaan sarana dan prasarana serta pelayanan
Kesehatan menuntut standar profesionalitas keperawatan yang tinggi.

D. Tren dan Isu Nasional


1) Semakin tingginya tuntutan profesionalitas pelayanan Kesehatan.
2) Penerapan desentralisasi yang juga melibatkan bidang Kesehatan.
3) Peran serta masyarakat yang semakin tinggi dalam bidang Kesehatan.
4) Munculnya perhatian dari pihak pemerintah mengenai masalah Kesehatan
masyarakat seperti diberikannya bantuan bagi keluarga miskin serta asuransi
Kesehatan lainnya bagi keluarga yang tidak mampu.
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN KELUARGA

A. Definisi Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan
adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga.

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga
karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu
dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta
mempertahankan suatu budaya.

A. Bentuk Keluarga
Terdapat beberapa tipe atau bentuk keluarga diantaranya (Fatimah, 2010):
a. Keluarga inti (nuclear family), yaitu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak
yang diperoleh dari keturunan atau adopsi maupun keduanya.
b. Keluarga besar (ekstended family), yaitu keluarga inti ditambah dengan sanak
saudaranya, misalnya kakek, nenek, keponakan, paman, bibi, saudara sepupu, dan
lain sebagainya.
c. Keluarga bentukan kembali (dyadic family), yaitu keluarga baru yang terbentuk
dari pasangan yang telah bercerai atau kehilangan pasangannya.
d. Orang tua tunggal (single parent family), yaitu keluarga yang terdiri dari salah satu
orang tua baik pria maupun wanita dengan anak-anaknya akibat dari perceraian atau
ditinggal oleh pasangannya.
e. Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother).
f. Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah
(the single adult living alone).
g. Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the nonmarital heterosexual
cohabiting family) atau keluarga kabitas (cohabition).
h. Keluargaberkomposisi (composite) yaitu keluarga yang perkawinannya berpoligami
dan hidup secara bersama-sama.
B. Struktur Keluarga
a. Patrilineal: keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa
generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ayah
b. Matrilineal: keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa
generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu
c. Matrilokal: sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah ibu
d. Patrilokal: sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami
e. Keluarga kawinan: hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan
beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan
dengan suami atau istri.
C. Ciri-Ciri Struktur Keluarga
a. Terorganisasi: saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga.
b. Ada keterbatasan: setiap anggota memiliki kebebasan, tetapi mereka juga
mempunyai keterbatasan dalam mejalankan fungsi dan tugasnya masing-masing.
c. Ada perbedaan dan kekhususan: setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan
fungsinya masing-masing.
D. Ciri-Ciri Keluarga Indonesia
a. Suami sebagai pengambil keputusan
b. Merupakan suatu kesatuan yang utuh
c. Berbentuk monogram
d. Bertanggung jawab
e. Pengambil keputusan
f. Meneruskan nilai-nilai budaya bangsa
g. Ikatan kekeluargaan sangat erat
h. Mempunyai semangat gotong-royong
E. Keperawatan Keluarga
A. Pengkajian Keluarga
1) Definisi Pengkajian Keluarga
Pengkajian Keluarga merupakan suatu tahapan dimana perawat dimana
suatu perawat mengambil informasi dari keluarga dengan pendekatan sistematis
untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat di ketahui
kebutuhan keluarga yang di binanya. Metode dalam pengkajian bisa melalui
wawancara, observasi vasilitas dan keadaan rumah, pemeriksaan fisik dari
anggota keluarga dan measurement dari data sekunder (hasil lab, papsmear, dll).
(Susanto, 2012).
2) Langkah-Langkah Pengkajian
Penjajahan keluarga. Penjajahan keluarga perlu dilakukan untuk
membina hubungan baik dengan keluarga. Dalam penjajahan ini perawat perlu
mengadakan kontak dengan RW/RT dan keluarga yang bersangkutan guna
menyampaikan maksud dan tujuan serta mengatasi maslah kesehatan mereka.
Setelah mendapatkan tanggapan positif dari keluarga tersebut, pengkajian di
teruskan pada langkah berikutnya. (Zaidin Ali, 2010)
1. Pengumpulan data.
Pengumpulan data adalah upaya pengumpulan semua data, fakta, dan
informasi yang mendukung pemecahan maslah klien. Jenis data yang
dikumpulkan adalah sebagai berikut:
a. Kegiatan sehari-hari
1) Kebiasaan tidur (apakah terdapat waktu tertentu untuk
tidur/istirahat dan bangun sesuai kemampuan setiap anggota?
Apakah terdapat waktu setiap siang untuk istirahat sebentar?
Apakah anggota keluarga tidur bersama-sama?)
2) Kebiasaan makan (berapa kali makan setiap hari? Siapa yang
terlihat terlalu gemuk, terlalu kurus?)
3) Waktu senggang/libur (bagaimana setiap anggota keluarga
memakai waktu senggang? Apakah penggunaan waktu senggang
cocok dengan jenis kelamin dan usia individu? Apakah ada
anggota keluarga yang hiburannya sangat memakan waktunya?
Bila ada, apa dampaknya terhadap keluarga? Apakah keluarga
mempunyai hiburan bersama?)
b. Faktor sosial-budaya-ekonomi
1) Penghasilan dan pengeluaran
2) Pekerjaan, tempat tinggal, dan penghasilan setiap anggota yang
sudah bekerja.
3) Sumber penghasilan.
4) Berapa jumlah yang dihasilkan oleh setiap anggota keluarga yang
bekerja.
5) Kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan primer seperti makan,
pakaian, dan perumahan.
6) Apakah ada tabungan untuk keperluan mendadak.
7) Jam kerja ayah dan ibu
8) Siapa pembuat keputusan mengenai keuangan dan bagaimana uang
digunakan.
c. Faktor lingkungan
1) Perumahan
a) Luas rumah (apakah luasnya memadai?)
b) Pengaturan kamar tidur
c) Kelengkapan perabotan rumah tangga
d) Serangga dan binatang pengerat
e) Adanya bahaya kecelakaan
f) Tempat penyimpanan makanan dan alat masak
g) Persediaan air (sumber, kepemilikan, apakah air dapat
diminum?)
h) Pembuangan kotoran (jenis, kepemilikan, apakah memenuhi
syarat?)
i) Pembuangan sampah (jenis, apakah memenuhi syarat?)
j) Pembuangan air kotor (jenis, apakah memenuhi syarat?)
k) Kondisi lingkungan tempat tinggal: apakah komplek rumahan,
daerah kumuh, dll
l) Fasilitas sosial dan fasilitas kesehatan
m) Fasilitas transportasi dan komunikasi
d. Riwayat kesehatan/riwayat medis:
1) Riwayat kesehatan setiap anggota
2) Penyakit yang pernah diderita
3) Keadaan sakit yang sekarang (telah didiagnosis atau belum)
4) Nilai yang diberikan terhadap penjegahan penyakit
5) Status imunisasi anak
6) Pemanfaatan fasilitas lain untuk pencegahan penyakit
7) Sumber pelayanan kesehatan: apakah pelayanan kesehatan sama
atau berbeda untuk setiap anggota keluarga?
8) Saat kondisi sakit atau kritis, anggota keluarga pergi ke siapa?
9) Bagaimana keluarga melihat peranan petugas kesehatan dan
pelayanan yang mereka berikan serta harapan mereka terhadap
pelayanan petugas kesehatan?
10) Pengalaman mengenai petugas kesehatan profesional: memuaskan
atau tidak?
Setiap keluarga mempunyai cara sendiri untuk menghadapi dan
mengatasi situasi mereka. Tipe data lain yang dikumpulkan pada tahap
penjajahan kedua menggambarkan sampai mana keluarga dapat
melaksanakan tugas kesehatan yang berhubungan dengan ancaman
kesehatan, kurang/tidak sehat, atau krisis yang dialami oleh keluarga itu
pada waktu tahap penjajahan pertama.data ini menggambarkan
ketidakmampuan keluarga untuk melaksanakan tugas kesehatan. Perhatian
utama perawat pada tahap penjajahan kedua adalah penentuan kesanggupan
keluarga dalam melaksanakan tugas kesehatan untuk menghadapi masalah
kesehatan. (Zaidin Ali, 2010)
Data pengkajian didapat dengan menggunakan beberapa cara.
Berikut ini adalah metode pengumpulan data yang digunakan:
a. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mengetahui data subjektif dalam aspek
fisik, mental, sosial budaya, ekonomi, kebiasaan, adat istirahat, agama,
lingkungan, dan sebagainya
b. Pengamatan/observasi
Pengamatan/observasi dilakukan untuk mengetahui hal yang secara
langsung bersifat fisik (ventilasi, kebersihan, penerangan, dll) atau
benda lain (data objektif).
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada anggota keluarga yang mempunyai
masalah keluarga dan keperawatan yang berkaitan dengan keadaan
fisik, misalnya kehamilan, mata, telinga, tenggorokan, dll. (data
objektif)
d. Studi dokumentsi
Studi dilakukan dengan jalan menelusuri dokumen yang ada, misalnya
catatan kesehatan, kartu keluarga, kartu menuju sehat, literatur, catatan
pasien, dll. (data subjektif).
2. Analisis data. Setelah ditabulasi data langsung dapat dianalisis sengingga
menghasilkan satu kesimpulan tentang permasalahan yang ada. Hsil analisis
data juga memperlihatkan penyebab, tanda-tanda, dan pengaruh masalah
pada masa yang akan datang, dll.
3. Perumusan massalah. Dari analisis data ditemukan beberapa informasi yang
berguna untuk merumuskan maslah klien tersebut. Masalah adalah
kesenjangan yang terjadi dari apa yang “seharusnya” terjadi dan apa yang
“nyata” terjadi. Kesenjangan tersebut.
B. Analisa Data
Kegiatan yang dilakukan :

1. Menetapkan masalah kesehatan keluarga


2. Menetapkan prioritas masalah kesehatan yang akan dipecahkan, dengan
mempertimbangkan:
a. Sifat masalah
b. Kemungkinan masalah dapat diatasi
c. Potensi pencegahannya
d. Persepsi keluarga terhadap masalah
3. Menetapkan diagnosis keperawatan
Di dalam menganalisis data, terdapat 3 norma yang perlu diperhatikan dalam melihat
perkembangan kesehatan keluarga, yaitu:

1) Keadaan kesehatan yang normal dari setiap anggota keluarga, meliputi :


a. Keadaan kesehatan fisik, mental, dan sosial dari anggota keluarga
b. Keadaan pertumbuhan dan perkembangan anggota keluarga
c. Keadaan gizi anggota keluarga
d. Status imunisasi anggota keluarga
e. Kehamilan dan keluarga berencana (KB)
2) Keadaan rumah dan sanitasi lingkungan, meliputi:
a. Rumah: ventilasi, penerangan, kebersihan, konstruksi, luas rumah
dibandingkan dengan jumlah  anggota keluarga, dsb
b. Sumber air minum
c. Jamban keluarga
d. Tempat pembuangan air limbah
e. Pemanfaatan pekarangan yang ada, dsb.
3) Karakteristik keluarga :
a. Sifat-sifat keluarga
b. Dinamika dalam keluarga
c. Komunikasi dalam keluarga
d. Interaksi antar anggota keluarga
e. Kesanggupan keluarga dalam membawa perkembangan anggota keluarga
f. Kebiasaan dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarga.
C. Perumusan Masalah
Setelah data dianalisis, maka selanjutnya dapat dirumuskan masalah
kesehatan dan keperawatan keluarga. Rumusan masalah kesehatan keluarga dapat
menggambarkan keadaan kesehatan dan status kesehatan keluarga, karena
merupakan hasil dari pemikiran dan pertimbangan yang mendalam tentang situasi
kesehatan, lingkungan, norma, nilai, dan kultur yang dianut oleh keluarga tersebut.

            Perumusan masalah kesehatan dan keperawatan keluarga yang diambil


didasarkan kepada penganalisaan praktek lapangan yang didasarkan kepada
analisiskonsep, teori, prinsip dan standart yang dapat dijadikan acuan dalam
menganalisis, sebelum mengambil keputusan tentang masalah kesehatan dan
keperawatan keluarga. Disamping itu, keputusan dapat diambil setelah perawat dan
keluarga, atau antar perawat itu sendiri melakukan diskusi-diskusi untuk mengambil
keputusan dengan mempertimbangkan situasi dan sumber daya yang ada pada
keluarga.

            Dalam menetapkan masalah kesehatan dan keperawatan keluarga, perawat


selalu mengacu kepada tipologi masalah kesehatan dan keperawatan, serta berbagai
alasan dari ketidamampuan keluarga dalam melaksanakan tugas-tugas keluarga
dalam bidang kesehatan.
BAB III

TAHAP DAN TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA

A. Definisi
Perkembanga keluarga merupakan proses perubahan yang terjadi pada sistem
keluarga meliputi; perubahan pola interaksi dan hubungan antar anggota keluarga
disepanjang waktu. Perubahan ini terjadi melalui beberapa tahapan atau kurun waktu
tertentu. Pada setiap tahapan mempunyai tugas perkembangan yang harus dipenuhi
agar tahapan tersebut dapat dilalui dengan sukses. Perawat perlu memahami setiap
tahapan perkembangan keluarga serta tugas tugas perkemabangannya. Hal ini
penting mengingat tugas perawat dalam mendeteksi adanya masalah keperawatan
yang dilakukan terkait erat dengan sifat masalah yaitu potensial atau aktual.

F. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga


a. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga Pasangan Baru
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki (suami) dan
perempuan (istri) membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan
meninggalkan keluarga masing-masing. Meninggalkan keluarga bisa berarti
psikologis karena kenyataannya banyak keluarga baru yang masih tinggal
dengan orang tuanya. Dua orang yang membentuk keluarga baru membutuhkan
penyesuaian peran dan fungsi. Masing-masing belajar hidup bersama serta
beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan pasangannya, misalnya makan, tidur,
bangun pagi dan sebagainya.

Tugas perkembangan keluarga:

1) Membina hubungan intim danmemuaskan.


2) Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial.
3) Mendiskusikan rencana memiliki anak.
Keluarga baru ini merupakan anggota dari tiga keluarga; keluarga
suami, keluarga istri dan keluarga sendiri.
35

b. Tahap dan Tugas Perkembanga Keluarga Child Bearing


Dimulai sejak hamil sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai
anak berumur 30 bulan atau 2,5 tahun.

Tugas perkembangan kelurga:

1) Persiapan menjadi orang tua


2) Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan
seksual dan kegiatan.
3) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
Peran utama perawat adalah mengkaji peran orang tua; bagaiaman
orang tuan berinteraksi dan merawat bayi. Perawat perlu menfasilitasi hubungan
orang tua dan bayi yang positif dan hangat sehingga jalinan kasih sayang antara
bayi dan orang tua dapat tercapai.

c. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga Dengan Anak Pra Sekolah


Tahap ini dimulai saat anak pertama berumur 2,5 tahun dan berakhir saat
anak berusia 5 tahun.

Tugas perkembangn keluarga:

1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal,


privasi dan rasa aman.
2) Membantu anak untuk bersosialisasi
3) Beradaptasi dengan anaky baru lahir, sementara kebutuhan anak lain juga
harus terpenuh.
4) Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam keluarga maupun
dengan masyarakat.
5) Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.
6) Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
7) Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang.
d. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga Dengan Anak Sekolah
Tahap ini dimulai saat anak berumur 6 tahun (mulai sekolah) dan berakhir
pada saat anak berumur 12 tahun. Pada tahap ini biasanya keluarga mencapai
jumlah maksimal sehingga keluarga sangat sibuk. Selain aktivitas di sekolah,
36

masing-masing anak memiliki minat sendiri. Dmikian pula orang tua mempunyai
aktivitas yang berbeda dengan anak.

Tugas perkembangan keluarga:

1) Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan.


2) Mempertahankan keintiman pasangan.
3) Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat,
termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga.
Pada tahap ini anak perlu berpisah dengan orang tua, memberi
kesempatan pada anak untuk nbersosialisasi dalam aktivitas baik di sekolah
maupun di luar sekolah.

e. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga Dengan Anak Remaja


Dimulai saat anak berumur 13 tahun dan berakhir 6 sampai 7 tahun
kemudian. Tujuannya untuk memberikan tanggung jawab serta kebebasan yang
lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi orang dewasa.

Tugas perkembangan keluarga:

1) Memberikan kebebasan yang seimbnag dengan tanggung jawab.


2) Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
3) Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua.
Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
4) Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
Merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan
membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang
tua dan remaja.

f. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga Dengan Anak Dewasa


Dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada
saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahapan ini tergantung jumlah
anak dan ada atau tidaknya anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal
bersama orang tua.

Tugas perkembangan keluarga:

1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.


37

2) Mempertahankan keintiman pasangan.


3) Membantu orang tua memasuki masa tua.
4) Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.
5) Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga
g. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga Usia Pertengahan
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan
berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada beberapa
pasangan fase ini dianggap sulit karena masa usia lanjut, perpisahan dengan anak
dan perasaan gagal sebagai orang tua.

Tugas perkembangan keluarga:

1) Mempertahankan kesehatan.
2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan
anak-anak.
3) Meningkatkan keakraban pasangan.
Fokus mempertahankan kesehatan pada pola hidup sehat, diet seimbang,
olah raga rutin, menikmati hidup, pekerjaan dan lain sebagainya.

h. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga Usia Lanjut


Dimulai saat pensiun sanpai dengan salah satu pasangan meninggal
dan keduanya meninggal.

Tugas perkembangan keluarga:

1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.


2) Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan
pendapatan.
3) Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat.
4) Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
5) Melakukan life review.
6) Mempertahankan penataan yang memuaskan merupakan tugas utama
keluarga pada tahap ini.
38

BAB IV

PERAN DAN FUNGSI KELUARGA

A. Peran Keluarga
1. Pengertian Peran Keluarga
Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh
seseorang dalam konteks keluarga. Jadi, peranan keluarga menggambarkan
seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan
individu dalam posisi dan situasi tertentu (Setiadi, 2008).
Peranan yang menggambarkan stuktur keluarga dan memelihara proses
interaksi dalam keluarga:
a. Wujud diferensiasi yang jelas antara peranan orang tua, anak, dan pasangan
b. Peranan mungkin dibagi, kebalikan atau perubahan, tergantung pada situasi
c. Peranan baru dapat dicoba dan peranan lama dimodifikasi
d. Peranan ini juga selaras merentasi situasi dan anggota-anggota keluarga
e. Orang tua berbagi dalam perawatan dan pengasuhan anak
2. Peranan yang Mempengaruhi Keluarga
Menurut Mubarak & Chayatin (2009) terdapat dua peran yang
mempengaruhi keluarga yaitu peran formal dan peran informal.
a. Peran Formal
Peran formal keluarga adalah peran-peran keluarga terkait sejumlah
perilaku yang kurang lebih bersifat homogen. Keluarga membagi peran
secara merata kepada para anggotanya seperti cara masyarakat membagi
peran-perannya menurut pentingnya pelaksanaan peran bagi berfungsinya
suatu sistem. Peran dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah
dan istri-ibu antara lain sebagai provider atau penyedia, pengatur rumah
tangga perawat anak baik sehat maupun sakit, sosialisasi anak, rekreasi,
memelihara hubungan keluarga paternal dan maternal, peran terpeutik
(memenuhi kebutuhan afektif dari pasangan), dan peran sosial.
b. Peran Informal
Peran-peran informal bersifat implisit, biasanya tidak tampak, hanya
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional individu atau untuk
menjaga keseimbangan dalam keluarga. Peran adapif antara lain:
39

1) Pendorong memiliki arti bahwa dalam keluarga terjadi kegiatan mendorong, memuji,
dan menerima kontribusi dari orang lain. Sehingga ia dapat merangkul orang lain dan
membuat mereka merasa bahwa pemikiran mereka penting dan bernilai untuk di
dengarkan.
2) Pengharmonisan yaitu berperan menengahi perbedaan yang terdapat diantara para
anggota, penghibur, dan menyatukan kembali perbedaan pendapat.
3) Inisiator-kontributor yang mengemukakan dan mengajukan ide-ide baru atau cara-
cara mengingat masalah-masalah atau tujuan-tujuan kelompok.
4) Pendamai berarti jika terjadi konflik dalam keluarga maka konflik dapat diselesaikan
dengan jalan musyawarah atau damai.
5) Pencari nafkah yaitu peran yang dijalankan oleh orang tua dalam memenuhi
kebutuhan, baik material maupun nonmaterial anggota keluarganya.
6) Perawaatan keluarga adalah peran yang dijalankan terkait merawat anggota keluarga
jika ada yang sakit.
7) Penghubung keluarga adalah penghubung, biasanya ibu mengirim dan memonitori
kemunikasi dalam keluarga.
8) Poinir keluarga adalah membawa keluarga pindah ke satu wilayah asing mendapat
pengalaman baru.
9) Sahabat, penghibur, dan koordinator yang berarti mengorganisasi dan merencanakan
kegiatan-kegiatan keluarga yang berfungsi mengangkat keakraban dan memerangi
kepedihan.
10) Pengikut dan sanksi, kecuali dalam beberapa hal, sanksi lebih pasif. Sanksi hanya
mengamati dan tidak melibatkan dirinya.
3. Jenis Peran dalam Keluarga
Berbagai peranan yang terdapat didalam keluarga menurut Nasrul
Effendy 1998; Fahrudin, 2005 adalah sebagai berikut:
a. Peran ayah: Ayah sebagai suami dari istri dan anak - anak, berperan sebagai
pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala
keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya.
b. Peran ibu: Sebagai istri dan ibu dari anak - anaknya. Ibu mempunyai peranan
untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak - anaknya,
pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai
anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan
40

sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.


c. Peran anak: Anak - anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.
4. Dimensi Peran Keluarga
Dimensi dan sub dimensi menurut Beavers dan Hampson (1990):
a. Struktur keluarga, meliputi kuasa, koalisi dan kedekatan orang tua
b. Metologi keluarga, meliputi keyakinan dan persepsi terhadap keluarga
c. Negosiasi, meliputi relasi untuk pemecahan masalah
d. Otonomi, termasuk menyatakan ekspresi, tanggungjawab, dan keterbukaan
Pengaruh, termasuk rentang perasaan, mood dan nada suara, konflik dan
empati.

G. Fungsi Keluarga
1. Pengertian Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga adalah ukuran dari bagaimana sebuah keluarga beroperasi
sebagai unit dan bagaimana anggota keluarga berinteraksi satu sama lain. Hal ini
mencerminkan gaya pengasuhan, konflik keluarga, dan kualitas hubungan
keluarga. Fungsi keluarga mempengaruhi kapasitas kesehatan dan kesejahteraan
seluruh anggota keluarga (Families, 2010).

2. Macam-macam Fungsi Keluarga


Terdapat 8 fungsi keluarga dan berikut penjelasannya antara lain (Wirdhana et
al., 2013):
a. Fungsi Keagamaan
Fungsi keluarga sebagai tempat pertama seorang anak mengenal,
menanamankan dan menumbuhkan serta mengembangkan nilai-nilai agama,
sehingga bisa menjadi insan-insan yang agamis, berakhlak baik dengan
keimanan dan ketakwaan yang kuat kepada Tuhan Yang Maha Esa.

b. Fungsi Sosial Budaya


Fungsi keluarga dalam memberikan kesempatan kepada seluruh
anggota keluarganya dalam mengembangkan kekayaan sosial budaya
bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan.

c. Fungsi Cinta dan Kasih Sayang


41

Fungsi keluarga dalam memberikan landasan yang kokoh terhadap


hubungan suami dengan istri, orang tua dengan anak-anaknya, anak dengan
anak, serta hubungan kekerabatan antar generasi sehingga keluarga menjadi
tempat utama bersemainya kehidupan yang punuh cinta kasih lahir dan
batin.

d. Fungsi Perlindungan
Fungsi keluarga sebagai tempat berlindung keluarganya dalam
menumbuhkan rasa aman dan tentram serta kehangatan bagi setiap anggota
keluarganya

e. Fungsi Reproduksi
Fungsi keluarga dalam perencanaan untuk melanjutkan keturunannya
yang sudah menjadi fitrah manusia sehingga dapat menunjang kesejahteraan
umat manusia secara universal.

f. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan


Fungsi keluarga dalam memberikan peran dan arahan kepada
keluarganya dalam mendidikketurunannyasehingga dapat menyesuaikan
kehidupannya di masa mendatang.

g. Fungsi Ekonomi
Fungsi keluarga sebagaiunsur pendukung kemandirian dan ketahanan
keluarga.

h. Fungsi Pembinaan Lingkungan


Fungsi keluarga dalam memberi kemampuan kepada setiap
anggota keluarganya sehingga dapat menempatkan diri secara serasi,
selaras, dan seimbang sesuai dengan aturan dan daya dukung alam dan
lingkungan yang setiap saat selalu berubah secara dinamis.

Sementara menurut WHO fungsi keluarga terdiri dari (Ratnasari, 2011):

a. Fungsi Biologis meliputi: fungsi untuk meneruskan keturunan, memelihara


dan membesarkan anak, memelihara dan merawat anggota keluarga, serta
memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
42

b. Fungsi Psikologi meliputi: fungsi dalam memberikan kasih sayang dan rasa
aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina
pendewasaan kepribadian anggota keluarga, serta memberikan identitas
keluarga.
c. Fungsi Sosialisas meliputi: fungsi dalam membina sosialisasi pada anak,
meneruskan nilai-nilai keluarga, dan membinanorma-norma tingkah laku
sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
d. Fungsi Ekonomi meliputi: fungsi dalam mencari sumber-sumber
penghasilan, mengatur dalam pengunaan penghasilan keluarga dalam
rangka memenuhi kebutuhan keluarga, serta menabung untuk memenuhi
kebutuhan keluarga di masa mendatang.
e. Fungsi Pendidikan meliputi: fungsi dalam mendidik anak sesuai dengan
tingkatan perkembangannya, menyekolahkan anak agar memperoleh
pengetahuan, keterampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan
bakat dan minat yang dimilikinya, serta mempersiapkan anak dalam
mememuhi peranannya sebagai orang dewasa untuk kehidupan dewasa di
masa yang akan datang.

3. Penilaian Fungsi Keluarga


Untuk mengukur sehat atau tidaknya suatu keluarga, telah dikembangkan
suatu metode penilaian yang dikenal dengan nama APGAR Keluarga (APGAR
Family). Dengan metode APGAR keluarga tersebut dapat dilakukan penilaian
terhadap 5 fungsi pokok keluarga secara cepat dan dalam waktu yang singkat.
Adapun 5 fungsi pokok keluarga yang dinilai dalam APGAR keluarga (Azwar,
1997) yaitu:

a. Adaptasi (Adaptation)
Menilai tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima yang
diperlukan dari anggota keluarga lainnya.

b. Kemitraan (Partnership)
Menilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komonikasi
dalam keluarga, musyawarah dalam mengambil keputusan atau dalam
penyelesaian masalah yang dihadapi dalam keluarga.

c. Pertumbuhan (Growth)
43

Menilai tingkat keuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang


diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan
setiap anggota keluarga.

d. Kasih Sayang (Affection)


Menilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang
serta interaksi emosional yang terjalin dalam keluarga.

e. Kebersamaan (Resolve)
44
45

Menilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan


dalam membagi waktu, kekayaan, dan ruang antar keluarga.

4. Dukungan Keluarga
Dukungan sosial dari keluarga dapat berupa dukungan internal dan eksternal.
Keluarga memiliki berbagai dukungan suportif seperti dukungan emosional,
informatif, penghargaan dan instrumental (Agustini et al., 2013).

Menurut Kane dalam Freadman, (2010) mendefinisikan dukungan keluarga


sebagai suatu proses hubungan antara keluarga. Dukungan keluarga
menagacu pada dukungan-dukungan yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu
yang dapat dilakukan untuk keluarga tersebut. Dukungan bisa atau tidak
digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan bila diperlukan.
Dukungan keluarga dapat berupa dukungan internal, yaitu seperti dukungan dari
suami atau istri atau dukungan dari saudara kandung dan dukungan eksternal, yaitu
seperti dukungan dari keluarga besar atau dukungan sosial (Friedman et al., 2010).
Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang
diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu
bahwa ada orang lain yang memperhatikan, mencintai, dan menghargai (Setiadi,
2008). Dukungan sosial aka semakin dibutuhkan pada saat seseorang sedang
menghadapi suatu masalah, disinilah peran anggota keluraga diperlukan untuk
menjalani masa-masa yang sulit (Efendy & Makhfudli, 2009).

5. Faktor Penyebab Kegagalan Fungsi Keluarga


Menurut Silalahi (2010) kegagalan-kegagalan dalam menjalankan fungsi
keluarga dapat disebabkan karena beberapa faktor. Adapun faktor-faktor tersebut
antara lain:
a. Faktor Pribadi. Dimana suami istri kurang menyadari akan arti dan fungsi
perkawinan yang sebenarnya. Misalnya, sifat egoisme, kurang adanya toleransi,
kurang adanya kepercayaan satu sama lain.
b. Faktor situasi khusus dalam keluarga, beberapa diantaranya adalah:
a) Kehadiran terus menerus dari salah satu orang tua baik dari pihak suami
46

ataupun istri.
b) Karena istri bekerja dan mendan-bakan kedudukan yang lebih tinggi dari
suaminya.
c) Tinggal bersama keluarga lain dalam satu rumah.
d) Suami-istri sering meninggalkan rumah karena kesibukan di luar.
Asuhan keperawatan keluarga merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam praktek keperawatan
yang diberikan pada klien sebagai anggota keluarga pada tatanan komunitas dengan
menggunakan proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan dalam lingkup
wewenang serta tanggung jawab keperawatan (WHO, 2014).

Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian yang diberikan melalui praktik
keperawatan dengan sasaran keluarga. Asuhan ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah
kesehatan yang dialami keluarga dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.

BAB II

TINJAUAN TEORI
47

A. Pengertian

Home Care Home Care (HC) menurut Habbs dan Perrin, 1985 adalah merupakan layanan

kesehatan yang dilakukan di rumah pasien (Lerman D. & Eric B.L, 1993), Sehingga home care

dalam keperawatan merupakan layanan keperawatan di rumah pasien yang telah melalui sejarah

yang panjang. Menurut Depkes RI (2002) mendefinisikan bahwa home care adalah pelayanan

kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif diberikan kepada individu, keluarga, di

tempat tinggal mereka yang bertujuan untuk meningkatkan, mempertahankan, memulihkan

kesehatan / memaksimalkan kemandirian dan meminimalkan kecacatan akibat dari penyakit.

Layanan diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien/keluarga yang direncanakan, dikoordinir,

oleh pemberi layanan melalui staff yang diatur berdasarkan perjanjian bersama.

www.rajawana.com. Homecare adalah perawatan pasien di rumah yang melibatkan anggota

keluarga dalam proses perawatan dan penyembuhan pasien. Perawatan ini dibantu oleh tim

kesehatan profesional (dokter, perawat atau fisiotherapist) yang bisa didatangkan ke rumah

pasien sewaktu-waktu, jika diperlukan. Rumah Sakit di kota besar biasanya mempunyai

fasilitas homecare, artinya Rumah Sakit yang mempunyai pelayanan untuk menugaskan perawat

atau tim kesehatan profesionalnya (dokter, perawat atau fisiotherapist) melakukan kunjungan

perawatan ke rumah pasien. Umumnya pihak Rumah Sakit hanya menyediakan tenaga medis)

saja. Sedangkan alat kesehatan yang dibutuhkan perawatan pasien seperti oksigen, kursi roda,

nebulizer, suction pump harus disediakan oleh pasien. Pelayanan keperawatan di rumah

merupakan interaksi yang dilakukan di tempat tinggal keluarga, yang bertujuan untuk

meningkatkan dan

mempertahankan kesehatan keluarga dan anggotanya. Dari pengertian tersebut, bisa diambil

kesimpulan bahwa tenaga kesehatanlah yang bergerak, dalam hal ini mengunjungi klien, bukan
48

klien yang datang ke tenaga kesehatan. Hampir semua pelayanan kesehatan dapat diberikan

melalui keperawatan di rumah, kecuali dalam keadaan gawat darurat. Diasumsikan bahwa klien

dan keluarga yang tidak dalam kondisi gawat darurat, untuk tetap tinggal di masyarakatnya dan

melakukan perawatan sendiri setelah ditinggal oleh perawat.

B. Sejarah Perkembangn Home Care di Amerika Serikat

Perawatan di rumah merupakan aspek keperawatan komunitas yang berkembang paling pesat.

Antara tahun 1988-1992, jumlah perawat yang melakukan perawatan di rumah meningkat

menjadi 50%. Pada awalnya, keperawatan komunitas dimulai dengan pelayanan yang diberikan

bagi orang orang miskin di rumah mereka. Sudah menjadi rahasia umum jika di banyak negara

maju lebih memilih untuk menggunakan Home Care sebagai prioritas dalam menjaga kebugaran

atau menjaga status kesehatan supaya tetap prima .Khususnya di negara maju seperti Amerika.

Hasil riset yang dikemukakan oleh Bournet (dalam Jurnal Riset) tentang perkembangan “Home

Care” atau perawatan pasien di rumah mereka sendiri, secara kuantitatif menunjukan

peningkatan dari tahun ke tahunnya. Pada tahun 1970an rasionya adalah 291 ; 1 , kemudian

tahun 1990an perbandingannya sekitar 120 ; 1 dan terakhir penelitian pada tahun 2004

perbedaannya menjadi semakin tipis yaitu 12 ; 1. Masih penelitian tentang Home Care dan di

Amerika menunjukan bahwa, tingkat kepuasan pasien yang di rawat di rumahnya sendiri lebih

memuaskan pasien dan keluarga dibandingkan dengan mereka yang dirawat di rumah sakit. Bila

kita melihat tren dan isu di negara lain tersebut kita dapat membuat satu analisis bahwa, Home

Care akan menjadi salah satu model anyar yang perkembangannya akan sangat pesat. Dalam

konteks perkembanganya Home Care juga tidak hanya terbatas dalam pemberian Asuhan

Keperawatan yang berfokus dan berorientasi pada kesehatan


49

klien semata.Namun, dengan Home Care kita juga bisa memodofikasinya dengan menanamkan

konsep persaudaraan peduli antar klien, upaya edukasi yang efektif dan efisien, pemerataan

kualitas Home Care di semua daerah. Di Amerika, Home Care (HC) yang terorganisasikan

dimulai sejak sekitar tahun 1880- an, dimana saat itu banyak sekali penderita penyakit infeksi

dengan angka kematian yang tinggi. Meskipun pada saat itu telah banyak didirikan rumah sakit

modern, namun pemanfaatannya masih sangat rendah, hal ini dikarenakan masyarakat lebih

menyukai perawatan dirumah. Kondisi ini berkembang secara professional, sehingga pada tahun

1900 terdapat 12.000 perawat terlatih di seluruh USA (Visiting Nurses / VN ; memberikan

asuhan keperawatan dirumah pada keluarga miskin, Public Health Nurses, melakukan upaya

promosi dan prevensi untuk melindungi kesehatan masyarakat, serta Perawat Praktik Mandiri

yang melakukan asuhan keperawatan pasien dirumah sesuai kebutuhannya). (Lerman D. & Eric

B.L, 1993). Sejak tahun 1990-an institusi yang memberikan layanan Home Care terus meningkat

sekitar 10% pertahun dari semula layanan hanya diberikan oleh organisasi perawat pengunjung

rumah (VNA = Visiting Nurse Association) dan pemerintah, kemudian berkembang layanan

yang berorientasi profit (Proprietary Agencies) dan yang berbasis RS (Hospital Based Agencies)

Kondisi ini terjadi seiring dengan perubahan system pembayaran jasa layanan Home Care (dapat

dibayar melalui pihak ke tiga / asuransi) dan perkembangan spesialisasi di berbagai layanan

kesehatan termasuk berkembangnya Home Health Nursing yang merupakan spesialisasi dari

Community Health Nursing (Allender & Spradley, 2001). Di UK (United Kingdom) salah satu

negara di Eropa, Home Care berkembang secara professional selama pertengahan abad 19,

dengan mulai berkembangnya District Nursing, yang pada awalnya dimulai oleh para Biarawati

yang merawat orang miskin yang sakit dirumah. Kemudian merek mulai melatih wanita dari
50

kalangan menengah ke bawah untuk merawat orang miskin yang sakit, dibawah pengawasan

Biarawati tersebut (Walliamson, 1996 dalam

Lawwton, Cantrell & Harris, 2000). Kondisi ini terus berkembang sehingga pada tahun 1992

ditetapkan peran District Nurse (DN) adalah : a. merawat orang sakit dirumah, sampai klien

mampu mandiri b. merawat orang sakaratul maut dirumah agar meninggal dengan nyaman dan

damai c. mengajarkan ketrampilan keperawatan dasar kepada klien dan keluarga, agar dapat

digunakan pada saat kunjungan perawat telah berlalu. Selain District Nurse (DN), di UK juga

muncul perawat Health Visitor (HV) yang berperan sebagai District Nurse (DN) ditambah

dengan peran lain ialah :

a. melakukan penyuluhan dan konseling pada klien, keluarga maupun masyarakat luas dalam

upaya pencegahan penyakit dan promosi kesehatan.

b. memberikan saran dan pandangan bagaimana mengelola kesehatan dan kesejahteraan

masyarakat sesuai dengan kondisi setempat.

Pelayanan kesehatan di rumah adalah pelayanan keperawatan yang diberikan

kepada pasien di rumahnya, yang merupakan sintesa dari pelayanan keperawatan

komunitas dan keterampian teknikal tertentu yang berasal dari spesalisasi kesehatan

tertentu, yang befokus pada asuhan keperawatan individu dengan melibatkan keluarga,

dengan tujuan menyembuhkan, mempertahankan dan meningkatkan kesehatan fisik,

mental/ emosi pasien.

Home Care (HC) menurut Habbs dan Perrin, 1985 adalah merupakan

layanan kesehatan yang dilakukan di rumah pasien (Lerman D. & Eric B.L, 1993),
51

Sehingga home care dalam keperawatan merupakan layanan keperawatan di rumah

pasien yang telah melalui sejarah yang panjang.

Menurut Depkes RI (2002) mendefinisikan bahwa home care adalah pelayanan

kesehatan yang berkesinambungan dan komprehensif  diberikan kepada individu,

keluarga, di tempat tinggal mereka yang bertujuan untuk meningkatkan,

mempertahankan, memulihkan kesehatan/memaksimalkan kemandirian dan

meminimalkan kecacatan akibat dari penyakit. Layanan diberikan sesuai dengan

kebutuhan pasien/keluarga yang direncanakan, dikoordinir, oleh pemberi layanan melalui

staff yang diatur berdasarkan perjanjian bersama.

 Rice. R, (2001) mengidentifikasi jenis kasus yang dapat dilayani pada program

home care yang meliputi kasus-kasus yang umum pasca perawatan di rumah sakit dan

kasus-kasus khusus klinik dan yang biasa dijumpai di komunitas. Kasus umum yang

merupakan pasca perawatan di RS adalah :

1.      Klien dengan COPD

2.      Klien dengan penyakit gagal jantung

3.      Klien dengan gangguan oksigenasi

4.      Klien dengan mengalami perlukaan kronis

5.      Klien dengan diabetes

6.      Klien dengan gangguan fungsi perkemihan

7.      Klien dengan kondisi pemulihan kesehatan ( rehabilitasi )

8.      Klien dengan terapi cairan infus di rumah


52

9.      Klien dengan gangguan fungsi persyarafan

10.  Klien dengan AIDS

 Sedangkan kasus dengan kondisi khusus, meliputi :

1.      Klien dengan post partum 

2.      Klien dengan gangguan kesehatan mental 

3.      Klien dengan kondisi Usia Lanjut

4.      Klien dengan kondisi terminal ( Hospice and Palliative care)

(RiceR,2001.,Allender&Spradley,2001)

C. Landasan Hukum

1. UU Kes.No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan

2. PP No. 25 tahun 2000 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah.

3. UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

4. UU No. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran


53

5. Kepmenkes No. 1239 tahun 2001 tentang regestrasi dan praktik perawat

6. Kepmenkes No. 128 tahun 2004 tentang kebijakan dasar puskesmas

7. Kepmenkes No. 279 tahun 2006 tentang pedoman penyelenggaraan Perkesmas.

8. SK Menpan No. 94/KEP/M. PAN/11/2001 tentang jabatan fungsonal perawat.

9. PP No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan

10. Permenkes No. 920 tahun 1986 tentang pelayan medik swasta.

D. Ruang lingkup

Ruang Lingkup Home Care yaitu :

1.    Memberi asuhan keperawatan secara komprehensif

2.    Melakukan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarganya.

3.    Mengembangkan pemberdayaan pasien dan keluarga.

Secara umum lingkup perawatan kesehatan di rumah juga dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1.      Pelayanan medik dan asuhan keperawatan

2.      Pelayanan sosial dan upaya menciptakan lingkungan yang terapeutik

3.      Pelayanan rehabilitasi dan terapi fisik

4.      Pelayanan informasi dan rujukan

5.      Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan kesehatan

6.      Higiene, dan sanitasi perorangan serta lingkungan


54

7.      Pelayanan perbaikan untuk kegiatan sosial.

E.    Prinsip Home Care

Agar  pelayanan home care ini dapat berjalan dengan lancar maka perlu

diperhatikan beberapa prinsip dalam melakuakan pelayanan home care.

Prinsip – prinsip terssebut diantaranya : 

1.    Pengelolaan home care dilaksanakan oleh perawat

2.    Pelaksana Home Care adalah terdiri dari profesi kesehatan yang ada (dokter, bidan,

perawat,ahli gizi, apoteker, sanitarian dan tenaga profesi yang lain).

3.    Mengaplikasikan konsep sebagai dasar mengambil keputusan dalam praktik.

4.    Mengumpulkan data secara sistematis, akurat dan komrehensif.

5.    Menggunakan data hasil pengkajian dan hasil pemeriksaan dalam menetapkan diagnosa.

6.    Mengembangkan rencana keperawatan didasarkan pada kebutuhan.

7.    Memberi pelayanan paripurna yang terdiri dari prepentif, kuratif, promotif dan

rehabilitaif.

8.    Mengevaluasi respon pasien dan keluarganya dalam intervensi keperawatan, medik dan

lainnya.

9.    Bertanggung jawab terhadap pelayanan yang bermutu melalui manajemen.

10.    Memelihara dan menjamin hubungan baik diantara anggota tim.

11.    Mengembankan kemampuan profesional.


55

12.    Berpartisipasi pada kegiatan riset untuk pengembangan home care.

13.    Menggunakan kode etik profesi dalam melaksanakan pelayanan di home care .

F.     Tujuan Diadakannya Home Care

1.      Terpenuhi kebutuhan dasar ( bio-psiko- sosial- spiritual ) secara mandiri.

2.      Meningkatkan kemandirian keluarga dalam pemeliharaan kesehatan.

3.      Meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan kesehatan di rumah.

G.    Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Home Care

1.      Kesiapan tenaga dan partisipasi masyarakat

2.      Upaya promotif atau preventif

3.      SDM perawat

4.      Kebutuhan pasien

5.      Kependudukan

6.      Dana

H.    Manfaat Home Care

1.      Bagi Klien dan Keluarga :


56

a.       Program Home Care (HC) dapat membantu meringankan biaya rawat inap yang makin

mahal, karena dapat mengurangi biaya akomodasi pasien, transportasi dan konsumsi

keluarga

b.      Mempererat ikatan keluarga, karena dapat selalu berdekatan pada saat anggoa keluarga

ada yang sakit

c.       Merasa lebih nyaman karena berada dirumah sendiri

d.      Makin banyaknya wanita yang bekerja diluar rumah, sehingga tugas merawat orang

sakit yang biasanya dilakukan ibu terhambat oleh karena itu kehadiran perawat untuk

menggantikannya

2.      Bagi Perawat :

a.       Memberikan variasi lingkungan kerja, sehingga tidak jenuh dengan lingkungan yang

tetap sama

b.      Dapat mengenal klien dan lingkungannya dengan baik, sehingga pendidikan kesehatan

yang diberikan sesuai dengan situasi dan kondisi rumah klien, dengan begitu kepuasan

kerja perawat akan meningkat.

c.       Data dan minat pasien

3.      Bagi Rumah Sakit :

a.       Membuat rumah sakit tersebut menjadi lebih terkenal dengan adanya pelayanan home

care yang dilakukannya.

b.      Untuk mengevaluasi dari segi pelayanan yang telah dilakukan


57

c.       Untuk mempromosikan rumah sakit tersebut kepada masyarakat

I.       Perkembangan Pelayanan Kesehatan Dirumah

Sejauh ini bentuk-bentuk pelayanan kesehatan yang di kenal masyarakat dalam

system pelayanan kesehatan adalah pelayanan rawat inap dan rawat jalan. Pada sisi lain

banyak anggota masyarakat yang menderita sakit karena berbagai pertimbangan terpaksa

di rawat di rumah dan tidak di rawat inap di institusi pelayanan kesehatan. Faktor-faktor

yang mendorong perkembangan perawatan kesehatan di rumah adalah :

1.      Kasus-kasus penyakit terminal di anggap tidak efektif dan tidak efisien lagi apa bila di

rawat di institusi pelayanan kesehatan. Misalnya pasien kanker stadium akhir yang secara

medis belum ada upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai kesembuhan.

2.      Keterbatasan masyarakat untuk membiayai pelayanan kesehatan pada kasus-kasus

penyakit degenerative yang memerlukan perawatan relative lama. Dengan demikian

berdampak pada makin meningkatnya kasus-kasus yang memerlukan tindak lanjut

keperawatan di rumah. Misalnya pasien pasca stroke yang mengalami komplikasi

kelumpuhan dan memerlukan pelayanan rehabilitasi yang membutuhkan waktu relative

lama.

3.      Manajemen rumah sakit yang berorientasi pada profit, merasakan bahwa perawatan

klien yang sangat lama (lebih dari 1 minggu) tidak menguntungkan bahkan menjadi

beban manajemen.

4.      Banyak orang merasakan bahwa di rawat inap di institusi pelayanan kesehatan

membatasi kehidupan manusia, karena seseorang tidak dapat menikmati kehidupan

secara optimal karena terikat aturan-aturan yang ditetapkan.


58

5.      Lingkungan di rumah ternyata dirasakan lebih nyaman bagi sebagian klien

dibandingkan dengan perawatan di rumah sakit, sehingga dapat mempercepat

kesembuhan (DEPKES, 2002).

J.       Lingkup Keperawatan Di Rumah

Lingkup praktik keperawatan mandiri meliputi asuhan keperawatan perinatal,

asuhan keperawatan neonantal, asuhan keperawatan anak, asuhan keperawatan dewasa,

dan asuhan keperawatan maternitas, asuhan keperawatan jiwa dilaksanakan sesuai

dengan lingkup wewenang dan tanggung jawabnya.

Keperawatan yang dapat dilakukan dengan :

1. Melakukan keperawatan langsung (direct care) yang meliputi pengkajian bio- psiko-

sosio- spiritual dengan pemeriksaan fisik secara langsung, melakukan observasi, dan

wawancara langsung, menentukan masalah keperawatan, membuat perencanaan, dan

melaksanakan tindakan keperawatan yang memerlukan ketrampilan tertentu untuk

memenuhi kebutuhan dasar manusia yang menyimpang, baik tindakan-tindakan

keperawatan atau tindakan-tindakan pelimpahan wewenang (terapi medis), memberikan

penyuluhan dan konseling kesehatan dan melakukan evaluasi.

2. Mendokumentasikan setiap tindakan pelayanan yang di berikan kepada klien,

dokumentasi ini diperlukan sebagai pertanggung jawaban dan tanggung gugat untuk

perkara hukum dan sebagai bukti untuk jasa pelayanan kepertawatan yang diberikan.

3. Melakukan koordinasi dengan tim yang lain kalau praktik dilakukan secara berkelompok.
59

4. Sebagai pembela/pendukung(advokat) klien dalam memenuhi kebutuhan asuhan

keperawatan klien dirumah dan bila diperlukan untuk tindak lanjut kerumah sakit dan

memastikan terapi yang klien dapatkan sesuai dengan standart dan pembiayaan terhadap

klien sesuai dengan pelayanan /asuhan yang diterima oleh klien.

5. Menentukan frekwensi dan lamanya keperawatan kesehatan di rumah dilakukan,

mencangkup berapa sering dan berapa lama kunjungan harus di lakukan.

K.      Jenis Pelayanan Keperawatan Di Rumah

Jenis pelayanan keperawatan di rumah di bagi tiga kategori yaitu :

1.    Keperawatan klien yang sakit di rumah merupakan jenis yang paling banyak

dilaksanakan pada pelayanan keperawatan di rumah sesuai dengan alasan kenapa perlu di

rawat di rumah. Individu yang sakit memerlukan asuhan keperawatan untuk

meningkatkan kesehatannya dan mencegah tingkat keparahan sehingga tidak perlu di

rawat di rumah sakit.

2.    Pelayanan atau asuhan kesehatan masyarakat yang fokusnya pada promosi dan prevensi.

Pelayanannya mencakup mempersiapkan seorang ibu bagaimana merawat bayinya

setelah melahirkan, pemeriksaan berkala tumbuh kembang anak, mengajarkan lansia

beradaptasi terhadap proses menua, serta tentag diet mereka.

1. Pelayanan atau asuhan spesialistik yang mencakup pelayanan pada penyakit-penyakit

terminal misalnya kanker, penyakit-penyakit kronis seperti diabetes, stroke, hpertensi,

masalah-masalah kejiwaan dan asuhan paa anak. 


60

L.      Peran dan Fungi Perawat Home Care

1.      Manajer kasus : mengelola dan mengkolaborasikan  pelayanan, dengan fungsi :

a.         Mengidentifikasi kebutuhan pasien dan keluarga

b.         Menyusun rencana pelayanan

c.         Mengkoordinir akifitas tim

d.        Memantau kualitas pelayanan

2.      Pelaksana : memberi pelayanan langsung dan mengevaluasi pelayanan dengan fungsi :

a.       Melakukan pengkajian komprehensif

b.      Menyusun rencana keperawatan

c.       Melakukan tindakan keperawatan

d.      Melakukan observasi terhadap kondisi pasien

e.        Membantu pasien dalam mengembangkan perilaku koping yang efektif

f.       Melibatkan keluarga dalam pelayanan

g.      Membimbing semua anggota keluarga dalam pemeliharaan kesehatan

h.      Melakukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan

i.        Mendikumentasikan asuhan keperawatan.

M.         Pro dan Kontra Home Care di Indonesia


61

Di awal perjalanannya home care nursing sesungguhnya merupakan bentuk

pelayanan yang sangat sederhana, yaitu kunjungan perawat kepada pasien tua atau lemah

yang tidak mampu berjalan menuju rumah sakit atau yang tidak memiliki biaya untuk

membayar dokter di rumah sakit atau yang tidak memiliki akses kepada pelayanan

kesehatan karena strata sosial yang dimilikinya. Pelaksanaannya juga merupakan inisiatif

pemuka agama yang care terhadap merebaknya kasus gangguan kesehatan. Perawat yang

melakukannya dikenal dengan istilah perawat kunjung (visiting nurse). Bentuk intervensi

yang diberikan berupa kuratif dan rehabilitatif.

Pada saat klien dan keluarga memutuskan untuk menggunakan sistem pelayanan keperawatan

dirumah (home care nursing), maka klien dan keluarga berharap mendapatkan sesuatu yang tidak

didapatkannya dari pelayanan keperawatan dirumah sakit.adapun klien dan keluarga

memutuskan untuk tidak menggunakan sistem ini, mungkin saja ada pertimbangan-pertimbangan

yang menjadikan home care bukan pilihan yang tepat.dibawah ini terdapat tentang pro dan

kontra home care di Indonesia.

Pro home care berpendapat :

1. home care memberikan perasaan aman karena berada dilingkungan yang dikenal oleh

klien dan keluarga, sedangkan bila di rumah sakit klien akan merasa asing dan perlu

adaptasi.

2. home care merupakan satu cara dimana perawatan 24 jam dapat diberikan secara focus

pada satu klien, sedangkan dirumah sakit perawatan terbagi pada beberapa pasien.

3. home care memberi keyakinan akan mutu pelayanan keperawatan bagi klien, dimana

pelayanan keperawatan dapat diberikan secara komprehensif (biopsikososiospiritual).


62

4. home care menjaga privacy klien dan keluarga, dimana semua tindakan yang berikan

hanya keluarga dan tim kesehatan yang tahu.

5. home care memberikan pelayanan keperawatan dengan biaya relatif lebih rendah

daripada biaya pelayanan kesehatan dirumah sakit.

6. home care memberikan kemudahan kepada keluarga dan care giver dalam memonitor

kebiasaan klien seperti makan, minum, dan pola tidur dimana berguna memahami

perubahan pola dan perawatan klien.

7. home care memberikan perasaan tenang dalam pikiran, dimana keluarga dapat sambil

melakukan kegiatan lain dengan tidak meninggalkan klien.

8. home care memberikan pelayanan yang lebih efisien dibandingkan dengan pelayanan

dirumah sakit, dimana pasien dengan komplikasi dapat diberikan pelayanan sekaligus

dalam home care.

9. pelayanan home care lebih memastikan keberhasilan pendidikan kesehatan yang

diberikan, perawat dapat memberi penguatan atau perbaikan dalam pelaksanaan

perawatan yang dilakukan keluarga.

Kontra home care berpendapat :

1. home care tidak termanaged dengan baik, contohnya jika menggunakan agency yang

belum ada hubungannya dengan tim kesehatan lain seperti :

a.       Dokter spesialis.

b. Petugas laboratorium.

c. Petugas ahli gizi.

d. Petugas fisioterafi.

e. Psikolog dan lain-lain.


63

2. home care membutuhkan dana yang tidak sedikit jika dibandingkan dengan

menggunakan tenaga kesehatan secara individu.

3. klien home care membutuhkan waktu yang relatif lebih banyak untuk mencapai unit-unit

yang terdapat dirumah sakit, misalnya :

1. Unit diagnostik rontgen

2. Unit diagnostik CT scan.

3. Unit diagnostik MRI.

4. Laboratorium dan lain-lain.

2. pelayanan home care tidak dapat diberikan pada klien dengan tingkat ketergantungan

total, misalnya: klien dengan koma.

3. tingkat keterlibatan anggota keluarga rendah dalam kegiatan perawatan, dimana keluarga

merasa bahwa semua kebutuhan klien sudah dapat terlayani dengan adanya home care.

6. pelayanan home care memiliki keterbatasan fasilitas emergency, misalnya :

a. fasilitas resusitasi

b. fasilitas defibrilator

7. jika tidak berhasil, pelayanan home care berdampak tingginya tingkat ketergantungan

klien dan keluarga pada perawat

N.      Faktor Penghambat Dalam Pelayanan Home Care

1.    Adanya rasa kurang atau belum percayanya masyarakat atau keluarga terhadap

pelayanan Home Care.

2.    Situasi dan keadaan lingkungan atau wilayah serta kurangnya akses transportasi
64

Jarak wilayah yang terlalu jauh sehingga kurang mendapat pelayanan Home Care

dari pihak rumah sakit serta keadaan yang kurang mendukung, misalnya pada lingkungan

rumah susun yang berkaitan dengan ketenangan, kebersihan, kerapian yang kurang

mendukung untk proses penyembuhan dalam pelayanan home care. Hal ini menyebabkan

persepsi masyarakat kurang baik terhadap keberadaan home care.

3.    Tenaga kesehatan yang kurang kompeten dalam melaksanakan pelayanan home care

4.    Banyak masyarakat yang belum tahu tentang pelayanan home care.

5.    Terbatasnya tenaga kesehatan

6.    Adanya panggilan kunjungan yang tidak diperlukan, hal ini akan membuang waktu,

tenaga dan    biaya,

7.    Hambatan yang datang dari pasien dan keluarga

8.    Ketergantungan penderita dan atau keluarga,

9.    Untuk kolaborasi dengan tim profesional lain membutuhkan waktu yang cukup lama,

10.    Letak geografis yang jauh dapat mempengaruhi efektivitas pelayanan dan cost yang

diperlukan

O.     Kelebihan Pelayanan Home Care

1.         Bisa meningkatkan kemandrian pasien dan keluarga dalam melakukan pemeliharaan

kesehatan

2.         Meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan

3.         Pembiayaan yang lebih murah


65

P.   Kekurangan  Pelayanan Home Care

1.      Penanganan masa kritis kurang cepat dan kurang efektif

2.      Kurang perhatian atau pengawasan dari tenaga medis

3.      Letak geografis yang berjauhan, sehingga sulit untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan

Q.    Tata Laksana Home Care

Berikut ini adalah panduan singkat tatalaksana home care, mulai pra perawatan di

rumah pasien hingga pasca perawatan.

Pra Home Care  :

1.      Dokter dan tim home care merencanakan jadwal perawatan pasien sesuai jenis

perawatan, jenis penyakit, gradasi penyakit dan kondisi klinis pasien berdasarkan

prosedur perawatan. Jenis perawatan, meliputi : perawatan kuratif, perawatan suportif,

perawatan rehabilitatif, perawatan emergency.

2.      Dokter dan tim home care merencanakan pemeriksaan penunjang diagnostik dan follow

up jika diperlukan, seperti : laboratorium, rontgen dan lain-lain

3.      Pelaksana home care mempersiapkan saran dan prasarana perawatan, meliputi :

tensimeter, infus set, intravena cath, cairan infus, spuit, needle, nebulizer dan lain-lain

sesuai keperluan perawatan masing-masing kasus.

Pelaksanaan Home Care :


66

1.      Pelaksana perawatan mengunjungi rumah pasien secara berkala sesuai jadwal

perawatan untuk melaksanakan perawatan dan tindakan medis berdasarkan jadwal

perawatan

2.      Pelaksana home care melaporkan kondisi klinis setiap pasien dan keluhan serta

tindakan medis yang sudah dilakukan, meliputi : kondisi umum terkini setiap pasien.

Hasil laboratorium dan obat atau tindakan medis yang telah diberikan dan respon hasil

pengobatan

3.      Dokter memonitor pelaksanaan home care oleh pelaksana perawatan melalui sarana

komunikasi untuk menilai hasil perawat dan menetukan langkah selanjutnya

4.      Dokter dan tim home care mendiskusikan setiap kasus selama masa home care dan

pasca home care untuk evaluasi dan perbaikan kualitas perawatan penderita,

Kontrol dan Pemeriksaan :

1.      Dokter memberikan terapi dan instruksi tindakan medis atau laboratorium serta advis

sesuai kondisi klinis pasien pemeriksaan saat pasien kontrol

2.      Dokter memberikan support dan berdialog denganpasien dan atau keluarganya secara

santun dan bersahabat ketika pasien menjalani konrol.

Pasca Home Care :

1.         Dokter bersama-sama pelaksana home care melakukan evaluasi klinis setiap pasie

pasca pelaksanaan home care untuk perbaikan kualitas perawatan di masa yang akan

datang
67

2.         Dokter dan pelaksana home care membuat jadwal perawatan jangka panjang bagi

pasien yang memerlukan perawatan rehabilitatif, seperti : pasca stroke, decompensasi

cordis dan lain-lain

3.         Dokter memberikan bombingan teknis medis kepada pelaksana home care secara

berkala untuk meningkatkan kualitas perawatan

4.         Dokter dan pelaksana home care mengadakan review kasus-kasus khusus dan kasus-

kasus yang sering memerlukan home care.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Tren dan Isu Keperawatan Keluarga


Trend adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak orang saat ini dan kejadiannya
berdasarkan fakta. Issue adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak orang
namun belum jelas faktannya atau buktinya. Keperawatan kesehatan keluarga merupakan
kegiatan multidimensi yang dilakukan dengan tidak hanya berorientasi pada individu, tetapi
juga keluarga, kelompok dan populasi. Kegiatan inovasi keperawatan keluarga memiliki
tujuan untuk mempromosikan kesehatan, melindungi manusia sepanjang hidup, dan proaktif
mencegahan penyakit dan kecacatan untuk mempertahankan status kesehatan individu
dalam susunan keluarga dan komunitasnya (Obbia, 2014). Jadi, tren dan isu dalam
keperawatan keluarga adalah sesuatu yang sedang menjadi perbincangan banyak orang
namun belum jelas faktanya dalam ruang lingkup keperawatan kesehatan keluarga.
Beberapa tren dan isu dalam keperawatan keluarga yaitu:
1. Perubahan bidang profesi keperawatan
68

a. Perubahan ekonomi yang berdampak pada pengurangan berbagai anggaran untuk


pelayanan kesehatan. Perawat indonesia saat ini di hadapkan pada suatu dilema,di
satu sisi dia harus terus mengupayakan peningkatan kualitas layanan kesehatan,
dilain pihak pemerintah memotong alokasi anggaran untuk pelayan keperawatan.
b. perubahan kependudukan dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia dan
bertambahnya umur harapan hidup, maka akan membawa dampak terhadap lingkup
dari praktik keperawatan. Pergeseran tersebut terjadi yang dulunya lebih
menekankan pada pemberian pelayanan kesehatan atau perawatan pada “hospital-
based” ke “comunity based”.
c. Era kesejagatan identik dengan era komputerisasi, sehingga perawat di tuntut untuk
menguasai teknolgi komputer di daam melaksanakan MIS (Manajemen Information
System) baik di tatanan pelayanan maupun pendidikan keperawatan.
d. Karakteristik profesi dengan memiliki kemampuan pelayanan yang unik kepada
orang lain, pendidikan yang memenuhi standar, Bertanggungjawab dan bertanggung
gugat(Accounttable) terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.

2. Pelayanan
a. SDM belum dapat menjawab tantangan global dan belum ada perawat keluarga.
b. Penghargaan / reward rendah.
c. Pengetahuan dan keterampilan perawat masih rendah.

3. Pendidikan
a. Kualitas lulusannya dituntut menguasai kompetensi-kompetensi profesional. Isi
kurikulum program pendidikan ke depan, juga harus menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan yang terjadi.
b. Lahan praktik terbatas; pendirian pendidikan keperawatan cenderung “mudah”.
c. Penelitian terkait pengembangan dan uji model masih terbatas.
d. Sarana dan prasarana pendidikan sangat terbatas.
e. Rasio pengajar : mahasiswa belum seimbang.
f. Keterlibatan berbagai profesi selama pendidikan kurang.
69

B. Tren dan Isu Keperawatan Keluarga di Indonesia


Keperawatan keluarga merupakan bagian penting program perawatan kesehatan masyarakat
(Perkesmas) di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) terlebih dengan adanya Program
Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK). PIS-PK merupakan inovasi di
bidang kesehatan yang menjadi agenda Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) bidang kesehatan tahun 2005-2025 dalam rangka mewujudkan peningkatan
kualitas hidup manusia Indonesia yang lebih baik. Tujuan program keperawatan keluarga
secara terintegrasi dalam PIS-PK adalah untuk meningkatkan kemampuan keluarga
menjalankan tugasnya menyelesaikan masalah kesehatan yang dihadapi secara mandiri (Siti,
Nursalam, Adriani, Ahsan, & Tantut, 2018). Sehingga dengan adanya PIS-PK diharapkan
kemampuan keluarga menghadapi dan menyelesaikan masalah kesehatan keluarga dapat
diselesaikan secara mandiri dengan memberdayakan kemampuan keluarga tersebut.
Berdasarkan data IKS (Indeks Keluarga Sehat) yang dapat diakses melalui website
keluargasehat.kemkes.go.id diketahui bahwa IKS nasional adalah 0,18 atau pada rentang
tida k sehat (Kemenkes, 2019). Hal ini menggambarkan bahwa program kesehatan dengan
pendekatan keluarga di Indonesia belum terlaksana dengan baik. Jika dilihat dari sudut
pandang keperawatan keluarga, strategi pendekatan keluarga yang saat ini dilakukan kurang
memaksimalkan peran perawat. Sehingga advokasi kesehatan saat pendataan dan peran
sebagai case finding (penemu kasus), dan communicator and educator (penghubung dan
pemberi edukasi) tidak dilakukan dengan baik karena pelaksana pendataan bukan dari
profesi perawat. Seharusnya sesaat setelah pendataan, masalah dan rencana kesehatan sudah
tercatat dan keluarga memiliki motivasi untuk meningkatkan kemampuan mengatasi
masalah secara mandiri. Selain itu, resurvey IKS masih jarang dilakukan untuk menilai
ulang perubahan IKS dan dilakukan perbaikan data keluarga di wilayah kerja setiap
puskesmas(Nuryanto, A., & Rahayuwati, L., 2019).
Gambaran indikator penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur yang juga
masih rendah sebesar 24,39 % dari target nasional (Kemenkes, 2019), juga memberikan
makna bahwa pendekatan keluarga kurang berjalan dengan baik. Tenaga kesehatan harusnya
melakukan kunjungan rumah untuk memantau keluarga dengan masalah kesehatan
hipertensi. Namun karena pendataan tidak dilakukan oleh nakes yang berkompeten, maka
70

tekanan darah biasanya diperoleh melalui informasi wawancara tanpa dilakukan


pengukuran. Sehingga tindak lanjut dari program perkesmas juga tidak terlaksana dengan
baik akibat informasi yang tidak lengkap. Hal inilah yang menjadi inti pokok bahwa
keperawatan keluarga merupakan strategi yang dapat dilaksanakan di Indonesia. Mengingat
kurikulum keperawatan keluarga dan dominasi jumlah perawat di Indonesia adalah 49 %
dari total 1.000.780 orang tenaga kesehatan (Kemenkes, 2017b), maka perawat sangat
mungkin menjadi pelaksana utama dan pilot project dari strategi peningkatan IKS di
Indonesia.
Adapun permasalahan lain mengenai tren dan isu dalam keperawatan keluarga di Indonesia
yaitu:
1. Geografis Indonesia yang sangat luas namun tidak ditunjang dengan fasilitas dan
transportasi yang cukup.
2. Penghargaan dan reward yang diberikan masih kurang bagi para tenaga kesehatan.
3. Sumber daya tenaga kesehatan yang belum dapat bersaing secara global serta belum ada
perawat keluarga secara khusus di Indonesia.
4. Rendahnya minat perawat untuk bekerja dengan keluarga akibat sistem yang belum
berkembang.
5. Perhatian dari Pemerintah mengenai masalah kesehatan seperti diberikan bantuan bagi
keluarga miskin dan asuransi kesehatan bagi keluarga yang tidak mampu.

C. Tren dan Isu Keperawatan Keluarga Secara Global


1. Keperawatan keluarga di Eropa mulai diterapkan di beberapa negara maju dan
berkembang dengan memaksimalkan upaya promotif dan preventif melalui
pemberdayaan keluarga. Program keperawatan keluarga merupakan satu kesatuan utuh
secara timbal balik antara keluarga dan perawat agar dapat menjalin hubungan melalui
prinsip komunikasi yang baik dalam mencapai status kesehatan keluarga (Dorell,
Östlund, & Sundin, 2016).
2. Dalam kurikulum pendidikan keperawatan di Eropa, program keperawatan keluarga
menuntut peran setiap tenaga perawat dapat memberikan solusi dalam penyelesaian
masalah kesehatan keluarga. Perawat harus bisa melaksanakan peran dan fungsinya
71

sesuai dengan kurikulum pendidikan yang pernah ditempuhnya dan bekerjasama dengan
tim perawatan kesehatan masyarakat lainnya. Peran terpenting perawat dalam
keperawatan keluarga adalah menjalin komunikasi yang baik dengan sasaran kinerjanya
untuk meningkatkan status kesehatan keluarga tersebut (Murray, 2004). Perawat dengan
gelar akademik master dan doktor atau spesialis keperawatan komunitas dianggap telah
memiliki teori dasar yang kuat tentang keperawatan keluarga, namun banyak perawat di
Nigeria dengan gelar tersebut tidak terlibat secara langsung dalam praktik klinis
keperawatan keluarga. Mereka lebih berupaya pada arah pengembangan spesialisasi dan
memandang bahwa keperawatan dengan orientasi keluarga memiliki lingkup lebih jauh
daripada keperawatan kesehatan masyarakat (Irinoye et al., 2006).
3. Di Italia, keperawatan keluarga juga merupakan program yang direkomendasikan oleh
WHO-Eropa dengan target perawatan paliatif, manajemen kasus, kemitraan perawat
keluarga, klinik perawatan, keperawatan komunitas, kunjungan rumah, dan lain-lain
yang langsung dilakukan oleh perawat (Obbia, 2014). Pelaksanaan program ini menuntut
perawat lebih banyak aktif dalam mengelola keluarga yang menjadi sasaran kinerjanya.
Meskipun pada awalnya perawat dianggap lebih rendah daripada dokter, da lam
penelitian yang dilakukan oleh Parfitt and Cornish (2007) menilai bahwa perawat
memiliki tanggung jawab klinis yang lebih besar daripada dokter. Hal ini disebabkan
perawat melakukan kontak secara langsung kepada keluarga serta bertanggung jawab
penuh terhadap pencegahan dan perawatan penyakit, mengambil keputusan independent,
serta bekerja sama dengan tim dokter dan anggota keluarganya secara menyeluruh.
Sehingga dokter memiliki penilaian dan menganggap bahwa perawat memiliki dampak
positif secara langsung terhadap peningkatan kesehatan pada keluarga (Obbia, 2014).
4. Faktor penghambat paling utama bagi perawat keluarga dalam melaksanakan
keperawatan keluarga sebagaimana penelitian yang dilakukan Parfitt and Cornish (2007)
di Tajikistan adalah berbedaan gaji perawat dengan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini
dinilai dapat menjadikan keberhasilan program perawatan keluarga tidak tercapai dengan
baik akibat sistem pembiayaan operasional yang tidak merata. Permasalahan gaji
perawat menjadi sebuah isu serius sebagai tenaga kesehatan.
72

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Primary Heath Care


1. Perkembangan Konsep Primary Health Care (PHC)
PHC merupakan hasil pengkajian, pemikiran, pengalaman dalam pembangunan
kesehatan dibanyak negara yang diawali dengan kampanye masal pada tahun 1950-an
dalam pemberantasan penyakit menular, karena pada waktu itu banyak negara tidak
mampu mengatasi dan menaggulangi wabah penyakit TBC, Campak, Diare dan
sebagainya.
Pada tahun 1960 teknologi Kuratif dan Preventif dalam struktur pelayanan kesehatan
telah mengalami kemajuan. Sehingga timbulah pemikiran untuk mengembangkan konsep
”Upaya Dasar Kesehatan ”.
Pada tahun 1972/1973, WHO mengadakan studi dan mengungkapkan bahwa banyak
negara tidak puas atas sistem kesehatan yang dijalankan dan banyak isu tentang kurangnya
pemerataan pelayanan kesehatan di daerah-daerah pedesaan. Akhirnya pada tahun 1977
dalam Sidang Kesehatan Sedunia ( World Health Essembly ) dihasilkan kesepakatan
”Health For All by The Year 2000 atau Kesehatan Bagi Semua Tahun 2000, dengan
Sasaran Semesta Utamanya adalah :”Tercapainya Derajat Kesehatan yang Memungkinkan
Setiap Orang Hidup Produktif Baik Secara Soial Maupun Ekonomi”.
Sebagai tindak lanjut, pada tahun 1978 Konferensi Alma Ata menetapkan ”Primary
Health Care” ( PHC ) sebagai Strategi Global atau Pendekatan untuk mencapai ”Health For
All by The Year2000” (HFA 2000) atau Kesehatan Bagi Semua Tahun 2000 ( KBS 2000 ).

2. Definisi PHC
Primary Health Care ( PHC ) adalah pelayanan kesehatan pokok yang berdasarkan
kepada metode dan teknologi praktis, ilmiah dan sosial yang dapat diterima secara umum
baik oleh individu maupun keluarga dalam masyarakat melalui partisipasi mereka
sepenuhnya, serta dengan biaya yang dapat terjangkau oleh masyarakat dan negara untuk
73

memelihara setiap tin gkat perkembangan mereka dalam semangat untuk hidup mandiri
(self reliance) dan menentukan nasib sendiri (self determination).

3. Prinsip PHC
Pada tahun 1978, dalam konferensi Alma Ata ditetapkan prinsip-prinsip PHC sebagai
pendekatan atau strategi global guna mencapai kesehatan bagi semua. Lima prinsip PHC
sebagai berikut :
a. Pemerataan upaya kesehatan
Distribusi perawatan kesehatan menurut prinsip ini yaitu perawatan primer dan layanan
lainnya untuk memenuhi masalah kesehatan utama dalam masyarakat harus diberikan
sama bagi semua individu tanpa memandang jenis kelamin, usia, kasta, warna, lokasi
perkotaan atau pedesaan dan kelas sosial.
b. Penekanan pada upaya preventif
Upaya preventif adalah upaya kesehatan yang meliputi segala usaha, pekerjaan dan
kegiatan memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dengan peran serta individu
agar berprilaku sehat serta mencegah berjangkitnya penyakit.
c. Penggunaan teknologi tepat guna dalam upaya kesehatan
Teknologi medis harus disediakan yang dapat diakses, terjangkau, layak dan diterima
budaya masyarakat (misalnya penggunaan kulkas untuk vaksin cold storage).
d. Peran serta masyarakat dalam semangat kemandirian
Peran serta atau partisipasi masyarakat untuk membuat penggunaan maksimal dari
lokal, nasional dan sumber daya yang tersedia lainnya. Partisipasi masyarakat adalah
proses di mana individu dan keluarga bertanggung jawab atas kesehatan mereka sendiri
dan orang-orang di sekitar mereka dan mengembangkan kapasitas untuk berkontribusi
dalam pembangunan masyarakat. Partisipasi bisa dalam bidang identifikasi kebutuhan
atau selama pelaksanaan. Masyarakat perlu berpartisipasi di desa, lingkungan,
kabupaten atau tingkat pemerintah daerah.
e. Kerjasama lintas sektoral dalam membangun kesehatan
Pengakuan bahwa kesehatan tidak dapat diperbaiki oleh intervensi hanya dalam sektor
kesehatan formal; sektor lain yang sama pentingnya dalam mempromosikan kesehatan
dan kemandirian masyarakat. Sektor-sektor ini mencakup, sekurang-kurangnya:
74

pertanian (misalnya keamanan makanan), pendidikan, komunikasi (misalnya


menyangkut masalah kesehatan yang berlaku dan metode pencegahan dan pengontrolan
mereka); perumahan; pekerjaan umum (misalnya menjamin pasokan yang cukup dari air
bersih dan sanitasi dasar) ; pembangunan perdesaan; industri; organisasi masyarakat
(termasuk Panchayats atau pemerintah daerah , organisasi-organisasi sukarela , dll).

4. Ciri-Ciri PHC
Adapun cirri-ciri PHC adalah sebagai berikut :
a. Pelayanan yang utama dan intim dengan masyarakat
b. Pelayanan yang menyeluruh
c. Pelayanan yang terorganisasi
d. Pelayanan yang mementingkan kesehatan individu maupun masyarakat
e. Pelayanan yang berkesinambungan
f. Pelayanan yang progresif
g. Pelayanan yang berorientasi kepada keluarga
h. Pelayanan yang tidak berpandangan kepada salah satu aspek saja

5. Unsur Utama PHC


Tiga unsur utama yang terkandung dalam PHC adalah sebagai berikut :
a. Mencakup upaya-upaya dasar kesehatan
b. Melibatkan peran serta masyarakat
c. Melibatkan kerjasama lintas sektoral

6. Tujuan PHC
a. Tujuan Umum
Mencoba menemukan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan yang diselenggarakan,
sehingga akan dicapai tingkat Kepuasan pada masyarakat yang menerima pelayanan.
b. Tujuan Khusus :
1) Pelayanan harus mencapai keseluruhan penduduk yang dilayanai
2) Pelayanan harus dapat diterima oleh penduduk yang dilayani
3) Pelayanan harus berdasarkan kebutuhan medis dari populasi yang dilayani
75

4) Pelayanan harus secara maksimum menggunkan tenaga dan sumber – sumber daya
lain dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

7. Fungsi PHC
PHC hendaknya memenuhi fungsi-fungsi sebagai berikut :
a. Pemeliharaan Kesehatan
b. Pencegahan Penyakit
c. Diagnosis dan Pengobatan
d. Pelayanan Tindak lanjut
e. Pemberian Sertifikat

8. Falsafah
a. PHC merupakan bagian integral dari kesehatan nasional
b. PHC merupakan bagian integral dari perkembangan social ekonomi menyeluruh dari
masyarakat
c. PHC memusatkan perhatian pada masalah kesehatan utama komuniti

9. Sasaran
Sasaran dari PHC adalah individu, keluarga, masyarakat dan pemberi pelayanan
kesehatan

10. Elemen-Elemen PHC


Dalam pelaksanaan PHC harus memiliki 8 elemen essensial yaitu :
a. Pendidikan mengenai masalah kesehatan dan cara pencegahan penyakit serta
pengendaliannya
b. Peningkatan penyedediaan makanan dan perbaikan gizi
c. Penyediaan air bersih dan sanitasi dasar
d. Kesehatan Ibu dan Anak termasuk KB
e. Imunisasi terhadap penyakit-penyakit infeksi utama
f. Pencegahan dan pengendalian penyakit endemic setempat
g. Pengobatan penyakit umum dan ruda paksa
76

h. Penyediaan obat-obat essensial

11. Tanggung Jawab Tenaga Kesehatan Dalam PHC


Tanggung jawab tenaga kesehatan dalam PHC lebih dititik beratkan kepada hal-hal sebagai
berikut :
a. Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan dan implementasi
pelayanan kesehatan dan program pendidikan kesehatan
b. Kerjasama dengan masyarakat, keluarga, dan individu
c. Mengajarkan konsep kesehatan dasar dan teknik asuhan diri sendiri pada masyarakat
d. Memberikan bimbingan dan dukungan kepada petugas pelayanan kesehatan dan kepada
masyarakat
e. Koordinasi kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat.

12. Hal-Hal Yang Mendorong Pengembangan Konsep Primary Health Care :


a. Kegagalan penerangan teknologi pelayanan medis tanpa disertai orientasi aspek social-
ekonomi-politik.
b. Penyebaran konsep pembangunan yang mengaitkan kesehatan
c. dengan sektor pembangunan lainnya serta menekankan pentingnya keterpaduan,
kerjasama lintas sektor dan pemerataan/perluasan daya jangkau upaya kesehatan.
d. Keberhasilan pembangunan kesehatan dengan pendekatan peran serta masyarakat di
beberapa negara.

13. Kendala yang Mempengaruhi Penerapan PHC


Kendala yang mempengaruhi penerapan PHC
a. Masalah kependudukan
b. Masalah lingkungan sosial budaya
c. Masalah lingkungan fisik dan biologi
d. Masalah ekonomi
e. Masalah upaya kesehatan yang meliputi : jangkauan upaya kesehatan, sumber daya,
peran serta masyarakat, pengadaan da pengendalian obat-obatan, manajemen upaya
kesehatan dan kerjasama lintas sector
77

B. Implementasi PHC Di Indonesia


Primary Health Care (PHC) diperkenalkan oleh World Health Organization (WHO)
sekitar tahun 70-an, dengan tujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas. Di Indonesia, PHC memiliki 3 (tiga) strategi utama, yaitu :
1. Kerjasama multisektoral.
2. Partisipasi masyarakat.
3. Penerapan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dengan pelaksanaan di masyarakat.
Menurut Deklarasi Alma Ata (1978) PHC adalah kontak pertama individu, keluarga,
atau masyarakat dengan sistem pelayanan. Pengertian ini sesuai dengan definisi Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2009, yang menyatakan bahwa Upaya Kesehatan Primer
adalah upaya kesehatan dasar dimana terjadi kontak pertama perorangan atau masyarakat
dengan pelayanan kesehatan.
Dalam mendukung strategi PHC yang pertama, Kementerian Kesehatan RI mengadopsi
nilai inklusif, yang merupakan salah satu dari 5 nilai yang harus diterapkan dalam
pelaksanaan pembangunan kesehatan, yaitu pro-rakyat, inklusif, responsif, efektif, dan bersih.
Strategi PHC yang kedua, sejalan dengan misi Kementerian Kesehatan, yaitu :
1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk
swasta dan masyarakat madani
2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang
paripurna, merata bermutu dan berkeadilan;
3. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; dan
4. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
Di Indonesia, pelaksanaan Primary Health Care secara umum dilaksanakan melaui pusat
kesehatan dan di bawahnya (termasuk sub-pusat kesehatan, pusat kesehatan berjalan) dan
banyak kegiatan berbasis kesehatan masyarakat seperti Rumah Bersalin Desa dan Pelayanan
Kesehatan Desa seperti Layanan Pos Terpadu (ISP atau Posyandu). Secara administratif,
Indonesia terdiri dari 33 provinsi, 349 Kabupaten dan 91 Kotamadya, 5.263 Kecamatan dan
62.806 desa.
78

Untuk strategi ketiga, Kementerian Kesehatan saat ini memiliki salah satu program
yaitu saintifikasi jamu yang dimulai sejak tahun 2010 dan bertujuan untuk meningkatkan
akses dan keterjangkauan masyarakat terhadap obat-obatan. Program ini memungkinkan jamu
yang merupakan obat-obat herbal tradisional yang sudah lazim digunakan oleh masyarakat
Indonesia, dapat teregister dan memiliki izin edar sehingga dapat diintegrasikan di dalam
pelayanan kesehatan formal. Untuk mencapai keberhasilan penyelenggaraan PHC bagi
masyarakat, diperlukan kerjasama baik lintas sektoral maupun regional, khususnya di
kawasan Asia Tenggara.
Dalam penerapannya ada beberapa masalah yang terjadi di Indonesia. Permasalahan
yang utama ialah bagaimana primary health care belum dapat dijalankan sebagaimana
semestinya.

Oleh karena itu, ada beberapa target yang seharusnya dilaksanakan dan dicapai yaitu:
1. Memantapkan Kemenkes berguna untuk menguatkan dan meningkatkan kualitas pelayanan
dan mencegah kesalahpahaman antara pusat keehatan dan masyarakat
2. Pusat Kesehatan yang bersahabat merupakan metode alernatif untuk menerapkan
paradigma sehat pada pelaksana pelayanan kesehatan.
3. Pelayanan kesehatan primer masih penting pemberdayaan masyarakat dalam bidang
kesehatan.
4. Pada era desentralisasi, variasi pelayanan kesehatan primer semakin melebar dan semakin
dekat pada budaya lokal.
Untuk lebih jelasnya, setelah adanya perangkemerdekaan, beberapa point pembangunan
kesehatan di Indonesia, yaitu :
1. Pelayanan preventif yang melengkapi pelayanan kuratif
2. Konsep Bandung Plan yang merupakan embrio konsep Puskesmas.
Selanjutnya lahir UU No. 9 Thn 1960 Tentang pokok-pokok Kesehatan yang pada
intinya mengatakan bahwa :
“Tiap-tiap warga Negara berhak mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dan
wajib di ikut sertakan dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah.”
Rencana pembangunan Indonesia awalnya dibagi dalam beberapa pelita seperti :
79

Pelita I :
a. Perbaikan Kesehatan rakyat dipandang sebagai upaya yang meningkatkan produktivitas
penduduk.
b. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.
c. Pelayanan kesehatan melalui Puskesmas.
Pelita II :
a. Trilogi pembangunan isinya meningkatkan kesadaran untuk meningkatkan Jangkauan
kesehatan.
b. Kesadaran akan ketertiban partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan.
c. Pengembangan PKMD sebagai wujud operasional dari PHC
Pelita III :
Tahun 1982 lahir Sistem Kesehatan Nasional menekankan pada pendekatan kesisteman,
kemasyarakatan, kerja sama lintas sektoral, melibatkan peran serta masyarakat, menekankan
pada pendekatan promotif dan preventif.
Pelita IV :
a. PHC /PKMD diwarnai dengan prioritas untuk menurunkan tingkat kematian bayi, anak dan
ibu serta turunnya tingkat kelahiran.
b. Menyelenggarakan program posyandu disetiap Desa.
Pelita V :
a. Meningkatkan mutu Posyandu.
b. Melaksanakan 5 kegiatan Posyandu (Panca Krida Posyandu).
c. Sapta krida Posyandu.

Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD)


Seperti yang terlah tertulis pada pelita III, PKMD adalah bentuk pengembangan
operasional dari PHC di Indonesia. PKMD mencakup serangkaian kegiatan swadaya
masyarakat berazaskan gotong royong, yang didukung oleh pemerintah melalui koordinasi
lintas sektoral dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan atau yang terkait dengan
kesehatan, agarmasyarakat dapat hidup sehat guna mencapai kualitas hidup dan kesejahteraan
yang lebih baik. Upaya Kesehatan Dasar PKMD mempunyai 8 upaya kesehatan dasar yang
mencakup :
80

1. Pendidikan masyarakat tentang masalah kesehatan dan upaya penanggulangannya.


2. Pemberantasan dan pencegahan penyakit endemik setempat.
3. Program Imunisasi
4. Kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana
5. Pengadaan obat esential
6. Pengadaan pangan dan gizi
7. Pengobatan penyakit umum dan cedera
8. Penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan

Program PKMD mencakup kegiatan seperti:


1. Asuransi kesehatan
2. Pos obat desa (POD)
3. Tanaman obat keluarga (TOGA)
4. Pos kesehatan
5. Pondok bersalin Desa (Polindes)
6. Tenaga kesehatan sukarela
7. Kader kesehatan
8. Kegiatan peningkatan pendapatan (perkreditan, perikanan, industri rumah tangga)
Program PKMD merupakan bagian integral dari pembangunan pedesaan yang
menyeluruh, dibawah naungan LKMD, sekarang namanya BPD (Badan Perwakilan Desa).
BPD bertanggung jawab terhadap sepuluh sisi pembangunan, termasuk kesehatan dengan
tujuan untuk meningkatkan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat.

Hubungan PHC, PKMD dan Posyandu


Pendekatan PHC dimantapkan oleh adanya prioritas untuk menurunkan tingkat
kematian bayi, ibu dan tingkat kelahiran. Strategi ini ditandai dengan pembangunan jaringan
pelayanan ke tingkat masyarakat melalui Posyandu. Posyandu mencakup tiga unsur utama
PHC, yang meliputi peran serta masyarakat, kerjasama lintas sektoral dan perluasan
jangkauan upaya kesehatan dasar. Posyandu dengan ”lima kridanya” merupakan bentuk PHC
atau PKMD yang berprioritas. Apabila selanjutnya memungkinkan untuk melengkapi krida
(kegiatan) posyandu dengan kebutuhan dasar yang lain yaitu sanitasi dasar dan penyediaan
81

obat esensial sehingga menjadi sapta krida Posyandu, lengkaplah upaya kesehatan dasar yang
dilaksanakan melalui Posyandu untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat penduduk guna
mencapai ”kesehatan bagi semua tahun 2000”

Anda mungkin juga menyukai