Anda di halaman 1dari 21

TUGAS TAKE HOME

STANDAR PENCEGAHAN UNIVERSAL

Dosen Pembimbing:

Ns. Haryanto, S.Kep., MNS., PhD

Oleh

Kelompok 4:

1. Ema Faturakhman SNR20215002


2. Fauzi sundani SNR20215037
3. Febria anggaraini SNR20212025
4. Hendri Gunawan SNR20215036
5. Indah Oktavianti SNR18213053
6. Nuor Noviana SNR 20215011
7. Silvia Angelia SNR20215011
8. Syafarudin SNR 20215023
9. Syamsurizal SNR20215035
10. Winda Angraini SNR20215042
11. Wulan ismi utami SNR20215001

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN REGULER B KHUSUS

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH PONTIANAK

2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah hirobbil’alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT


atas berkat dan rahmat-Nya yang selalu memberikan pertolongan dan
perlindungan serta kesehatan sehingga kelompok dapat mengerjakan tugas
makalah mata kuliah keperawatan luka tentang luka pembedahan dan luka trauma

Dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bimbingan, arahan, serta
bantuan yang diberikan oleh beberapa pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini kelompk ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ns. Haryanto, S.
Kep., MNS., PhD selaku dosen pembimbing dalam penyusunan makalah ini.

Kelompok menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah


ini, oleh karena itu, kelompok mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini. Akhir kata semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Pontianak, April 2022

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR......................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Perumusan Masalah.............................................................................3
C. Manfaat Penelitian...............................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian............................................................................................4
B. Dasar Pemikiran Universal Percaution...............................................6
C. Tujuan Universal Percaution..............................................................8
D. Jenis - jenis Universal Percaution.......................................................8
E. Penggunaan Universal Percaution......................................................8
F. Tambahan Tindakan Pencegahan........................................................9
G. Standar Kewaspadaan........................................................................10
H. Prosedur Pencegahan Infeksi.............................................................10
BAB III KESIMPULAN
A. KESIMPULAN.................................................................................16
B. SARAN..............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Universal Precaution merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka
perlindungan, pencegahan dan meminimalkan infeksi silang (cross infections)
antara petugas dan pasien akibat adanya kontak langsung dengan cairan tubuh
pasien yang terinfeksi penyakit menular (seperti HIV, AIDS dan Hepatitis)
(Mayhall, 2012). Kewaspadaan standar dirancang untuk mengurangi risiko
terinfeksi penyakit menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi
yang diketahui maupun yang tidak diketahui (Depkes, 2009).

Menurut Center for Desease Control and Prevention (CDC) tahun


2015 memperkirakan setiap tahun terjadi 385.000 kejadian luka tusuk akibat
jarum suntik dan benda tajam pada tenaga kesehatan (CDC, 2015). Pekerja
kesehatan berisiko terpajan darah dan cairan tubuh yang terinfeksi
(bloodborne pathogen) dapat menimbulkan infeksi HBV (hepatitis B Virus),
HCV (Hepatitis C Virus) dan HIV (Human Immnunodeficiency Virus), yang
salah satunya melalui luka tusuk jarum suntik yang dikenal dengan
Needlestick Injury (NSI). Tingkat kejadian needlestick injury di Indonesia
masih tergolong tinggi, berdasarkan penelitian oleh dr. Josep pada beberapa
rumah sakit DKI Jakarta, menyatakan bahwa angka kejadian needlestick
injury pada kurun waktu tahun 2005 – 2007 mencapai 38 % sampai 73 % dari
total petugas kesehatan yang ada (Depkes, 2009).

Di Indonesia telah dikeluarkan surat keputusan menteri kesehatan


Nomor 382/Menkes/SK/III/2007 tentang pelaksanaan pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit maupun fasilitas pelayanan kesehatan
sebagai upaya untuk memutus siklus penularan penyakit dan melindungi
pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat yang menerima
pelayanan kesehatan, baik di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya (Depkes, 2009).

1
Kepatuhan perawat dalam menerapkan universal precautions dalam
memberikan asuhan keperawatan di rumah sakit dapat mengurangi dampak
infeksi nosokomial. Salah satu model determinan perilaku yang digunakan
untuk melihat kepatuhan yaitu PRECEDE model. Menurut Notoatmojo
(2010), faktor yang berhubungan dengan perilaku adalah faktor predisposisi
seperti pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, masa kerja, dll. Faktor
pemungkin/ enabling factors seperti organisasi meliputi ketersediaan fasilitas
atau sarana – sarana, adanya informasi, pelatihan, ketersediaan SOP, dan
lain–lain dan reinforcing factors seperti adanya role model, dukungan,
pengawasan dari atasan atau temen sejawat dll.

Berdasarkaan faktor – faktor diatas, terdapat hasil penelitian yang


bermakna antara pengetahuan, sikap, masa kerja, fasilitas dan dukungan
pimpinan dengan penerapan universal precautions. Menurut penelitian
Yuliana (2012) bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku
penerapan kewaspadaan standar. Hasil penelitian Gunawan (2012) terdapat
hubungan yang positif antara sikap dengan perilaku universal precaution
pada perawat pelaksana. Penelitian Sahara (2012) ada hubungan yang
signifikan antara fasilitas dengan kepatuhan universal precaution dan hasil
penelitian Sukriani dkk., (2013) ada hubungan kepemimpinan dengan
pelaksaksaan universal precaution, dan Menurut penelitian Ariyani dkk.,
(2009) terdapat hubungan antara masa kerja dengan penerapan universal
precaution.

Prinsip universal precaution bila tidak diterapkan dapat


mengakibatkan infeksi nosokomial, yang berdampak terhadap pasien maupun
rumah sakit. Dampak terhadap pasien meliputi penyakit baru atau tambahan
penyakit. Kondisi ini mungkin saja memperberat penyakit yang telah diderita
sebelumnya atau memicu timbulnya komplikasi penyakit. Penyakit infeksi
nosokomial yang diderita pasien seperti infeksi saluran kemih, pneumonia
nosokomial, bakterimia nosokomial, phlebitis, dan infeksi luka operasi.
Sedangkan dampak yang terjadi pada rumah sakit meliputi: hari rawat

2
memanjang sehingga pemanfaatan tempat tidur berkurang, kebutuhan
tindakan/ pengobatan, perawatan, maupun diagnostik menjadi meningkat,
menguras sumber daya dana yang ada, meningkatkan angka kematian,
dampak hukum berupa tuntutan pengadilan sehingga menimbulkan kerugian
material dan menimbulkan citra buruk untuk rumah sakit sehingga berisiko
menurunkan pelanggan (Septiari, 2012).

Didasari latar belakang tersebut di atas, Kelompok diberikan tugas


Take Home untuk melakukan pembahasan Universal Precaution di Mata
Kuliah Keperawatan Luka semester genap

B. Perumusan Masalah
Adanya perilaku tidak aman pada perawat saat melakukan prosedur
tindakkan sangat berisiko terpapar infeksi yang secara potensial
membahayakan jiwanya, dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien kontak langsung dengan cairan tubuh, darah pasien, dan terpapar
bahaya biologi. Universal precaution merupakan safety barrier bagi perawat.
Apabila tidak menerapan universal precaution akan memiliki dampak kepada
perawat, pasien maupun pada rumah sakit

C. Manfaat Penulisan Makalah


a. Manfaat bagi pembaca
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan keterampilan dalam
menyelesaikan dan menganalisa masalah mengenai prinsip- prinsip
universal precaution terhadap keselamatan dan kesehatan perawat.
b. Manfaat Bagi Rumah Sakit
Dapat menjadi gambaran dan bahan masukan bagi rumah sakit
tentang prinsip – prinsip universal precaution terhadap keselamatan dan
kesehatan perawat
c. Manfaat Bagi STIK Muhammadiyah Pontianak
Hasil pembahasan ini dapat dijadikan perkembangan ilmu
pengetahuan dalam kajian keilmuan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Universal precautions merupakan suatu pedoman yang ditetapkan
oleh the Centers for Disease Control and Prevention CDC Atlanta dan the
Occupational Safety and Health Administration (OSHA), untuk mencegah
transmisi dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah di lingkungan
fasilitas pelayanan kesehatan (WHO, 2007).
Universal Precaution (Kewaspadaan universal) adalah langkah
sederhana pencegahan infeksi yang mengurangi resiko penularan dari patogen
yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh diantara pasien dan pekerja
kesehatan. Universal precautions (Kewaspadaan Universal) merujuk pada
praktek, dalam kedokteran, menghindari kontak dengan cairan tubuh pasien,
dengan cara pemakaian barang seperti sarung tangan medis, kacamata, dan
perisai wajah. Praktek ini diperkenalkan pada 1985-88. [1] [2] Pada tahun
1987, praktek Universal precautions telah disesuaikan dengan seperangkat
aturan yang dikenal sebagai isolasi zat tubuh. Pada tahun 1996, kedua praktik
tersebut diganti dengan pendekatan terbaru yang dikenal sebagai
kewaspadaan standar (perawatan kesehatan). Saat ini dan di isolasi, praktek
Universal precautions memiliki makna sejarah.
Dasar tindakan universal precaution ini meliputi mencuci tangan guna
mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diri diantaranya sarung
tangan untuk mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius lain,
pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan jarum dan alat tajam untuk
mencegah perlukaan, serta pengelolaan limbah (Depkes RI dalam Syahrizal,
dkk, 2014). Dalam menggunakan prinsip universal precaution, petugas
kesehatan memberi perlakukan yang sama pada semua pasien tanpa
memandang penyakit atau diagnosanya, yaitu dengan asumsi bahwa setiap
pasien memiliki resiko untuk menularkan penyakit yang berbahaya. Petugas
harus memiliki pengetahuan yang baik tentang pencegahan transmisi infeksi,

4
bersikap dan bertindak yang benar dalam melakukan setiap indakan. Hal ini
sangat perlu di perhatikan karena setiap individu yang bekrja di lingkungan
rumah sakit maupun pusat pelayanan kesehatan lainnya merupakan kelompok
orang yang sangat rawan untuk tertular atau menularkan infeksi (Spiritia
dalam Syahrizal, dkk, 2014)
Untuk melindungi perawat dan pasien dari resiko tertular penyakit
infeksi tersebut maka dalam melaksanakan tindakan keperawatan, perawat
harus selalu memperhatikan metode Universal Precaution (Kewaspadaan
Universal) yang telah di tetapkan oleh Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) pada tahun 1988 di Amerika Serikat (Kirkland dalam
Syahrizal, dkk, 2014).
Prinsip utama prosedur kewaspadaan universal pelayanan kesehatan
adalah menjaga hygiene sanitasi individu, hygiene sanitasi ruangan dan
sterilisasi.
Komponen utama standar universal precaution diantaranya adalah
1. Mencuci tangan atau menggunakan antiseptic handscrub.
a. Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, ekskresi dan alat - alat yang
terkontaminasi.
b. Segera setelah melepaskan sarung tangan.
c. Diantara kontak pasien kepasien.

2. Sarung tangan.
a. Untuk kontak dengan darah, cairan tubuh sekresi dan alat alat yang
terkontaminasi.
b. Untuk kontak dengan membrane mukosa dan kulit yang terluka
3. Masker, pelindung mata dan masker wajah.
Melindungi membrane mukosa dari mata, hidung, dan mulut ketika
kemungkinan terjadi kontak dengan darah dan cairan tubuh.
4. Gowns atau apron.
a. Melindungi kulit dari kontak dengan darah dan cairan tubuh.
b. Mencegah pengotoran pakaian selama prosedur yang mungkin juga
kontak dengan darah atau cairan tubuh.

5
5. Linen.
a. Tangani dengan hati hati linen yang kotor jangan sampai mengenai
kulit atau membrane mukosa.
b. Jangan rendam linen yang kotor didaerah perawatan pasien.

6. Alat alat yang digunakan untuk perawatan pasien.


a. Tangani dengan hati-hati alat alat yang telah digunakan atau kotor
untuk mencegah kontak dengan kulit atau membrane mukosa atau
untuk mencegah mengotori pakaian dan lingkungan.
b. Bersihkan alat alat yang dapat digunakan kembali sebelum digunakan
7. Kebersihan lingkungan.
Secara rutin rawat, bersihkan dan desinfeksi peralatan dan
furniture di area perawatan pasien.
8. Peralatan yang tajam.
a. Hindari menutup kembali jarum suntik yang telah digunakan.
b. Hindari melepaskan jarum suntik yang telah digunakan dari
disposable syringe
c. Hindari untuk membengkokan atau memanipulasi jarum yang telah
digunakan.
d. Tempatkan benda benda tajam dan jarum di tempat yang tahan
tusukan.

9. Resusitasi pasien.
Gunakan pelindung mulut, resuscitation bag atau peralatan
ventilasi yang lain untuk menghindari mulut ke mulut resusitasi
10. Penempatan pasien.
Tempatkan pasien yang mengkontaminasi lingkungan atau tidak
bisa menjaga kebersihan lingkungan di kamar khusus

B. Dasar Pemikiran Universal Precaution


Universal Precaution saat ini dikenal dengan kewaspadaan standar,
kewaspadaan standar tersebut dirancang untuk mengurangi risiko infeksi

6
penyakit menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang
diketahui maupun yang tidak diketahui (Depkes, 2008).
Kewaspadaan Universal atau Kewaspadaan Umum (KU) atau
Universal Precaution (UP) adalah suatu cara untuk mencegah penularan
penyakit dari cairan tubuh, baik dari pasien ke petugas kesehatan dan
sebaliknya dari pasien ke pasien lainnya.
Menurut Noviana (2016) pemahaman dan penerapan kewaspadaan
universal (universal precaution) disarana pelayanan kesehatan untuk
mengurangi resiko infeksi yang ditularkan melalui darah. Kewaspadaan
universal, meliputi :
1. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah
melakukan tindakan/ perawatan.
2. Penggunaan alat pelindung yang sesuai untuk setiap tindakan.
3. Pengelolaan dan pembuangan alat-alat tajam dengan hati-hati.
4. Pengelolaan limbah yang tercemar darah/ cairan tubuh dengan aman.
5. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai dengan melakukan
dekontaminasi, desinfeksi dan sterilisasi yang benar.
6. Melakukan skrining adanya antibodi HIV untuk mencegah penyebaran
melalui darah, produk darah dan donor darah.
7. Mencegah penyebaran HIV secara vertikal dari ibu yang terinfeksi HIV
ke anak yang dapat terjadi selama kehamilan, saat persalinan dan saat
menyusui.
WHO mencanangkan empat strategi pencegahan penularan HIV terhadap
bayi, yaitu:
a. Mencegah seluruh wanita jangan sampai terinfeksi HIV.
b. Bila sudah terinfeksi HIV, cegah jangan sampai ada kehamilan yang
tidak diinginkan.
c. Bila sudah hamil, cegah penularan dari ibu ke bayi dan anaknya.
d. Bila ibu dan anak sudah terinfeksi perlu diberikan dukungan dan
perawatan bagi ODHA dan keluarganya.

7
C. Tujuan Universal Precaution
1. Mengendalikan infeksi secara konsisten
2. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak didiagnosis atau tidak
terlihat seperti berisiko
3. Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien
4. Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya

D. Jenis- Jenis Universal Precaution


1. Cuci tangan
2. Penggunaan alat pelindung diri (APD)
3. Pengelolaan dan pembuangan alat benda tajam secara hati-hati.
4. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai dengan cara melakukan
dekontaminasi, desinfeksi, sterilisasi.
5. Pengelolaan linen yang tercemar dengan benar

E. Penggunaan Universal Precaution


Universal precautions yang biasanya dilakukan dalam lingkungan di mana
para pekerja terkena cairan tubuh, seperti:
1. Darah
2. Semen
3. Sekresi vagina
4. Cairan synovial
5. Cairan ketuban.
6. Caiaran cerebrospinal
7. Cairan pleura
8. Cairan peritoneal.
9. Cairan pericardial.
Cairan Tubuh yang tidak memerlukan tindakan pencegahan seperti:
a. Tinja
b. Nasal sekresi
c. Urine

8
d. Muntahan
e. Keringat
f. Dahak
g. Air liur

Universal precautions adalah teknik pengendalian infeksi yang


dianjurkan mengikuti wabah AIDS di tahun 1980-an. Setiap pasien
diperlakukan sebagai jika tindakan pencegahan terinfeksi dan karena itu
dilakukan untuk meminimalkan risiko. Pada dasarnya, Universal precautions
kebiasaan kebersihan yang baik, seperti mencuci tangan dan penggunaan
sarung tangan dan hambatan lainnya, penanganan yang tepat pada jarum
suntik dan pisau bedah, dan teknik aseptik.

Peralatan Pakaian pelindung seperti:


1. Gaun
2. Sarung tangan
3. Eyewear (kacamata)
4. Perisai wajah

F. Tambahan Tindakan Pencegahan


Pencegahan tambahan digunakan selain untuk kewaspadaan universal
untuk pasien yang diketahui atau diduga memiliki kondisi menular, dan
bervariasi tergantung pada pengendalian infeksi diperlukan pasien tersebut.
Tindakan pencegahan tambahan tidak diperlukan untuk infeksi melalui darah,
kecuali ada komplikasi. Kondisi menunjukkan tindakan pencegahan
tambahan:
1. Prion penyakit (misalnya, penyakit Creutzfeldt-Jakob)
2. Penyakit dengan transmisi udara ditanggung (misalnya, TBC)
3. Penyakit dengan transmisi tetesan (misalnya, gondok, rubella, influenza,
pertusis)

9
4. Transmisi melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan kulit
kering (misalnya, kolonisasi dengan MRSA) atau permukaan yang
terkontaminasi atau kombinasi di atas.
G. Standard Kewaspadaan
1. Cuci tangan
2. Pakai sarung tangan saat menyentuh cairan tubuh, kulit tak utuh dan
membran mukosa
3. Pakai masker, pelindung mata, gaun jika darah atau cairan tubuh mungkin
memercik
4. Tutup luka dan lecet dengan plester tahan air
5. Tangani jarum dan benda tajam dengan aman
6. Buang jarum dan benda tajam dalam kotak tahan tusukan dan tahan air
7. Proses instrumen dengan benar
8. Bersihkan tumpahan darah dan cairan tubuh lain segera dan dengan
seksama
9. Buang sampah terkontaminasi dengan aman

H. Prosedur pencegahan infeksi


1. Cuci tangan
Cuci tangan adalah cara pencegahan infeksi yang penting. Cuci tangan

harus dilakukan dengan benar, sebelum melakukan tindakan. Teknik

dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan penularan


infeksi dalah mencuci tangan.
a. Terdiri dari 2 teknik: Hand washing (40–60 sec), Hand rubbing (20–
30 sec)
b. Mencuci tangan adalah mengosok dengan kuat dan ringkas yang
kemudian dibilas dibawah aliran air (Larson, 1995).

10
c. Tujuannya adalah untuk membuang kotoran dan organisme yang
menempel dari tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba total
pada saat itu.
Sarana untuk cuci tangan:
1) Air mengalir
2) Sabun dan detergan
3) Larutan anti septic
Menurut potter dan perry 2005, Jika tampak kotor Sebelum dan
setelah kontak dengan klien. Setelah kontak dengan sumber
mikroorganisme (darah atau cairan tubuh, membran mukosa, kulit yang
tidak utuh, atau objek mati yang mungkin terkontamiasi), Sebelum
melakukan prosedur invasif seperti pemasangan kateter intravaskuler
atau kateter menetap (dianjurkan menggunakan sabun antimikroba),
Setelah melepaskan sarung tangan.
Indikator mencuci tangan digunakan dan harus dilakukan untuk
antisipasi terjadinya perpindahan kuman melalui tangan yaitu:
a. Sebelum melakukan tindakan, misalnya saat akan memeriksa (kontak
langsung dengan klien), saat akan memakai sarung tangan bersih
maupun steril, saat akan melakukan injeksi dan pemasangan infus
b. Setelah melakukan tindakan, misalnya setelah memeriksa pasien,
setelah memegang alat bekas pakai dan bahan yang terkontaminasi,
setelah menyentuh selaput mukosa.

Ada tiga cara mencuci tangan yang dilaksanakan sesuai dengan


kebutuhan yaitu:

a. Cuci tangan higienik/rutin dapat dialaukan dengan menggunakan


sabun atau detergen
b. cuci tangan aseptik dilakukan sebelum tindakan aseptik pada pasien
dengan menggunakan anti septik.

11
c. cuci tangan bedah (surgical handscrub) untuk membunuh
mikroorganisme sebelum melakukan tindakan pembedahan
digunakan anti septik.
2. Alat pelindung diri (APD)
Adalah peralatan yang dirancang untuk melindungi pekerja dari
kecalakaan atau penyakit yang serius ditempat kerja akibat kontak
dengan potensi bahaya. Jenis pelindung APD antara lain: sarung
tangan,masker (pelindung wajah), kacamata (pelindung mata), penutup
kepala (kap), gaun pelindung, alas kaki (pelindung kaki).
a) Sarung tangan
Jenis sarung tangan yaitu: sarung tangan bedah, sarung tangan
pemeriksaan, sarung tangan rumah tangga, (Depkes, 2003).
CDC menyebutkan alasan berikut ini untuk mengenakan sarung
tangan:
1) Mengurangi kemungkinan pekerja kontak dengan organisme
infeksius yang menginfeksi klien
2) Mengurangi kemungkinan pekerja akan memindahkan flora
endogen mereka sendiri ke klien.
3) Mengurangi kemungkinan pekerja menjadi tempat kolonisasi
4) sementara mikroorganisme yang dapat dipindahkan pada klien lain
b) Masker
1) Masker harus dikenakan bila perkirakan ada percikan atau
semprotan dari darah atau cairan tubuh ke wajah.
2) Selain itu, masker menghidarkan perawat menghirup
mikroorganisme dari saluran pernapasan klien dan mencegah
penularan patogen dari saluran pernapasan perawat ke klien.
c) Kaca mata pelindung
1) Bila ikut serta dalam proses invasif yang dapat menimbulkan
adanya droplet atau percikan atau semprotan dari darah atau cairan
tubuh lainnya.

12
2) Perawat harus menggunakan kacamata pelindung, masker atau
pelindung wajah.
3) Kacamata dapat tersedia dalam bentuk sementara atau goggles
plastik.
4) Kacamata atau terpasang pas sekeliling wajah sehingga cairan
tidak dapat masuk antara wajah dan kacamata.
d) Gaun atau Baju pelindung (Gown)
Alasan utama mengenakan gown adalah untuk mencegah pakaian
menjadi kotor selama kontak dengan klien.
Gown melindungi pekerja pelayanan kesehatan dan pengunjung
dari kontak dengan bahan dan darah atau cairan tubuh yang terinfeksi.
Gown diwajibkan bila kontak dalam ruangan isolasi. Terdapat gown
yang dapat digunakan kembali dan ada yang sekali pakai.Gown harus
cukup panjang untuk menutupi pakaian bagian luar
e) Penutup kepala
Penutup kepala membantu mencegah terjadinya percikan darah
maupun cairan pasien pada rambut perawat.
Penutup kepala dapat mencegah jatuhnya mikroorganisme yang
ada di rambut maupun dikulit kepala ke area steril (Depkes RI, 2003).
f) Sepatu pelindung
Mencegah perlukaan kaki oleh benda tajam yang terkontaminasi, juga
terhadap darah dan cairan tubuh lainnya. Indikasi pemakaian alat
pelindung diri: tidak semua alat pelindung diri harus dipakai,
tergantung pada jenis tindakan atau kegiatan yang akan dilakukan
3. Pengelolaan alat bekas pakai
Bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan, atau
untuk menjamin alat tersebut dalam kondisi steril dan siap pakai.
Penatalaksanaan pengelolaan alat bekas pakai melalui 4 tahap kegiatan
yaitu: dekontaminasi, pencucian, sterilisasi atau DTT, dan penyimpanan.
a. Pembersihan adalah membuang semua material asing seperti kotoran
dan materi organik dari suatu objek.

13
b. Bila peralatan pembersih dikotori oleh materi organik seperti darah,
materi fekal, mukus atau pus, perawat menggunakan masker,
kacamata pelindung dan sarung tangan kedap air.

Langkah Pembersihan:
a. Cuci objek atau benda yang terkontaminasi dengan air dingin yang
mengalir untuk membuang materi organik
b. Setelah pembilasan, cuci objek dengan sabun dan air hangat
c. Gunakan sikat untuk membuang kotoran atau materi pada lekukan atau
lipatan

4. Pengelolaan alat tajam


Penyebab utama HIV adalah terjadinya kecelakaan kerja seperti
tertusuk jarum atau alat tajam yang tercemar.
a. Benda tajam sangat berisiko menyebab perlukaan sehingga
meningkatkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah.
b. Penularan infeksi HIV, hepatitis B dan C di sarana pelayanan
kesehatan, sebagian besar disebabkan kecelakaan yang dapat dicegah,
yaitu tertusuk jarum suntik dan diperlukan alat tajam lainnya.
c. Untuk menghindari perlukaan atau kecelakaan kerja maka semua
benda tajam terus digunakan sekali pakai

5. Pengelolaan alat kesehatan dilakukan untuk menjamin alat kesehatan


dalam keadaan steril sehingga mencegah terjadinya infeksi yang ditularkan
melalui alat kesehatan. Proses pengelolaan alat kesehatan dilakukan
melalui empat tahap kegiatan yaitu dekontaminasi, pencucian, strelisasi
atau desinfeksi tingkat tinggi (DTT), dan penyimpanan (Dirjen P2MPL,
2010).

Kebersihan Peralatan Perawatan peralatan perawatan pasien


dilakukan penatalaksanaan peralatan bekas pakai perawatan pasien yang
terkontaminasi darah atau cairan tubuh (pre-cleaning, cleaning, disinfeksi,
dan sterilisasi) sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) sebagai berikut:

14
a. Rendam peralatan bekas pakai dalam air dan detergen atau enzyme lalu
dibersihkan dengan menggunakan spons sebelum dilakukan disinfeksi
tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi.
b. Peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius harus
didekontaminasi terlebih dulu sebelum digunakan untuk pasien lainnya.
c. Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dimusnahkan sesuai prinsip
pembuangan sampah dan limbah yang benar. Hal ini juga berlaku untuk
alat yang dipakai berulang, jika akan dibuang.

Untuk alat bekas pakai yang akan di pakai ulang, setelah


dibersihkan dengan menggunakan spons, di DTT dengan klorin 0,5%
selama 10 menit.
a. Peralatan nonkritikal yang terkontaminasi, dapat didisinfeksi
menggunakan alkohol 70%. Peralatan semikritikal didisinfeksi atau
disterilisasi, sedangkan peralatan kritikal harus didisinfeksi dan
disterilisasi.
b. Untuk peralatan yang besar seperti USG dan X-Ray, dapat
didekontaminasi permukaannya setelah digunakan di ruangan isolasi.

6. Pengelolaan Limbah

Fasilitas pelayanan kesehatan harus mampu melakukan minimalisasi


limbah yaitu upaya yang dilakukan untuk mengurangi jumlah limbah yang
dihasilkan dengan cara mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali
limbah (reuse) dan daur ulang limbah (recycle). Tujuan pengelolaan limbah
ini adalah sebagai melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan
masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan dari penyebaran infeksi
dan membuang bahan-bahan berbahaya (sitotoksik, radioaktif, gas, limbah
infeksius, limbah kimiawi dan farmasi dengan aman. Proses pengelolaan
limbah dimulai dari identifikasi, pemisahan, labeling, pengangkutan,
penyimpanan hingga pembuangan/pemusnahan.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Universal Precaution merupakan upaya pengendalian yang perlu


dilakukan oleh petugas kesehatan dalam rangka pelindungan, pencegahan dan
meminimalkan infeksi nosokomial. Standar yang digunakan dalam penerapan
Universal Precaution pada tatanan pelayanan kesehatan adalah cuci tangan ,
pemakaian alat pelindung, pengelolaan alat kesehatan bekas pakai, jarum dan
alat tajam, limbah, kecelakaan kerja, dan kewaspadaan khusus.

Universal Precaution harus digunakan oleh petugas kesehatan saat


merawat pasien atau menangani cairan tubuh. Namun berdasarkan penelitian
yang sudah dilakukan di rumah sakit dan puskesmas bahwa petugas kesehatan
masih belum menerapkan Universal Precaution. Faktor yang mendasari
petugas kesehatan tidak menerapkan Universal Precaution adalah pengetahuan
mengenal Universal Precaution, kemampuan dalam pengelolaan Universal

16
Precaution dan kepatuhan dalam penerapan Universal Precaution masih
tergolong rendah. Pemerintah mengupayakan penerapan Universal Precaution
wajib diikuti untuk seluruh petugas kesehatan dalam ruang lingkup pelayanan
kesehatan.

B. Saran

Penerapan Universal Precaution perlu disosialisasikan pada petugas


kesehatan melalui pelatihan dan pendidikan berkelanjutan. Perlu adanya
pengawasan dan evaluasi mengenai pelaksanaan Universal Precaution baik
dilakukan langsung maupun melalui tim khusus yang menangani infeksi
nosokomial. Pemerintah perlu menindaklanjuti terhadap kebijakan melalui
strategi pemberdayaan petugas kesehatan mengenai pentingnya
mengutamakan keselamatan dan pelindungan terhadap infeksi nosokomial
dengan menerapkan Universal Precaution.

DAFTAR PUSTAKA

http://repository.unimus.ac.id/2604/2/BAB%20II.pdf.diunggah 9 April
2022

https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Undergraduate-10638-BAB
%20I.Image.Marked.pdf. Diunggah 9 april 2022

http://114.7.97.203:8123/inlislite3/uploaded_files/dokumen_isi/Monograf/
CHAPTER%20II_090.pdf. Diunggah 9 april 2022

Fitri Rahmadani Siregar, Pentingnya Tindakan Precaution Oleh Perawat Dalam


Rangka Mengurangi Risiko Penyebaran Infeksi Di Rumah Sakit.

Alvadri, Z. (2015). Hubungan pelaksanaan Tindakan Cuci Tangan Perawat


dengan Kejadian Infeksi Rumah Sakit di Rumah Sakit Sumber Waras Grogol.
Jurnal Penelitian Ilmu Keperawatan Universitas Esa Unggul, pp. 1-4. Ananingsih,
P. D., & Rosa, E. M. (2016). Kepatuhan 5 Momen Hand Hygiene pada Petugas di

17
Klinik Cito Yogyakarta. Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit,
5(1), pp. 16-24. Basuni, Haris., dkk. (2019). Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Terhadap Praktik Perawat Dalam Pelaksanaan Universal Precaution di RSUD
Brebes. Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia, Volume 7, Nomor 2. Hapsari,
A., P., dkk. (2018). Pengetahuan Petugas Surveilans Tentang Identifikasi
Healthcare-Associated Infectiouns di Surabaya. JURNAL BERKALA
EPIDEMIOLOGI, Volume 6 Nomor 2, 130-138. Mau, Y. A., dkk. (2018).
Hubungan Motivasi Perawat dengan Kepatuhan Perawat dalam Penerapan
Universal Precaution di RSU Rajawali Citra Yogyakarta. CARING, Vol 7, No2,
34- 41. Nana, Noviana. (2017). Universal Precaution: Pemahaman Tenaga
Kesehatan Terhadap Pencegahan HIV/AIDS. Jurnal Kesehatan Reproduksi, Vol
8, No 2.

18

Anda mungkin juga menyukai