Anda di halaman 1dari 32

KEPERAWATAN DASAR TRAUMA DAN JANTUNG

TRAUMA KAPITIS

Dosen Pembimbing Kelompok :


Jaka Pradika, S.Kep., Ners., M.Kep

Oleh Kelompok 10 :

1. Ema Fatturrakhmah (SNR20215002)


2. Nuor Noviana (SNR20215011)
3. Silvia Angelia (SNR20215010)
4. Winda Anggraini (SNR20215042)
5. Wulan Isma Utami (SNR20215001)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN REGULER B KHUSUS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH
PONTIANAK
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan Rahmat dan Hidayah-Nyalah penyusun dapat menyelesaikan tugas
kelompok X dengan judul “Trauma Kapitis“.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Dasar Trauma Dan Jantung. Pada kesempatan ini penyusun
mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak atas segala bantuannya
sehingga makalah ini dapat tersusun, semoga bermanfaat bagi para pembaca
sekalian. Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam dunia
pengetahuan khususnya ilmu keperawatan.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangatlah
penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Pontianak , Mei 2021

Penyusun,
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................................


Daftar Isi ............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
A. Latar Belakang ..............................................................................................................
B. Tujuan Makalah ............................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................
A. Konsep Teori .................................................................................................................
B. Konsep Masalah Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif...............................................
BAB III PEMBAHASAN.................................................................................................
A. Konsep Asuhan Keperawatan.......................................................................................
B. Diagnosa Keperawatan ................................................................................................
BAB IV PENUTUP...........................................................................................................
A. Kesimpulan ..................................................................................................................
B. Saran ............................................................................................................................
Daftar Pustaka ...................................................................................................................

3
4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma merupakan salah satu penyebab kematian dan kecatatan
utama pada kelompok produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas. Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap
tahunnya dan lebih dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang
memerlukan perawatan di rumah sakit, dua pertiga berusia di bawah 30
tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah wanita,
lebih dari setengah pasien cedera kepala mempunyai signifikasi terhadap
cedera bagian tubuh lainnya.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada
pengguna kendaraan bermotor karena tingginya tingkat mobilitas dan
kurangnya kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan raya. Di
samping penerangan di lokasi kejadian dan selama transportasi ke rumah
sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat
menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Lebih dari 50%
kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan
bermotor. Setiap tahun, lebih dari 2 juta orang mengalami cedera kepala,
75.000 diantaranya meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang
selamat akan mengalami disabilitas.
Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas,
disamping kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari ketinggian
maupun akibat kekerasan. Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma
non degeneratif-non konginetal yang terjadi akibat ruda paksa mekanis
eksteral yang menyebabkan kepala mengalami gangguan kognitif, fisik
dan psikososial baik sementara atau permanen. Trauma kepala dapat
menyebabkan kematian/ kelumpuhan pada usia dini.
Menurut penelitian nasional Amerika, di bagian kegawatdaruratan
menunjukkan bahwa penyebab primer cedera kepala karena trauma pada
anak-anak adalah karena jatuh, dan penyebab sekunder adalah terbentur

1
oleh benda keras.Penyebab cedera kepala pada remaja dan dewasa muda
adalah kecelakaan kendaraan bermotor dan terbentur, selain karena
kekerasan. Insidensi cedera kepala karena trauma kemudian menurun pada
usia dewasa; kecelakaan kendaraan bermotor dan kekerasan yang
sebelumnya merupakan etiologi cedera utama, digantikan oleh jatuh pada
usia >45 tahun.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah Mahasiswa
mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Trauma Kapitis.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu mengetahui dan memahami mengenai konsep teori trauma
kapitis (cedera kepala)
b. Mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh pada klien
dengan trauma kapitis
c. Mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada
pasien dengan trauma kapitis
d. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien
dengan trauma kapitis
e. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan
trauma kapitis

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori
1. Defenisi
Cedera kepala adalah (trauma capitis) adalah cedera mekanik
yang secara langsung maupun tidak langsung mengenai kepala yang
mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan
selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta
mengakibatkan gangguan neurologis (Sjahrir, 2012). Cedera kepala
merupakan suatu proses terjadinya cedera langsung maupun deselerasi
terhadap kepala yang dapat menyebabkan kerusakan tengkorak dan
otak (Pierce dan Nail, 2014).
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak, dan otak (Morton, 2012). Cedera kepala meliputi
luka pada kulit kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala merupakan
adanya pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau
tanpa kehilangan kesadaran (Susan Martin, 2010).

2. Klasifikasi
Penilaian cedera kepala dapat dinilai menggunakan Glasgow Coma
Scale (GCS) (Tim Pusbankes, 2018)
Berdasarkan keparahan cedera :
a. Cedera Kepala Ringan (CKR)
1) Tidak ada fraktur tengkorak
2) Tidak ada kontusio serebri, hematom
3) GCS 13-15
4) Dapat terjadi kehilangan kesadaran tapi <30 menit
b. Cedera Kepala Sedang (CKS)
1) Kehilangan kesadaran
2) Muntah
3) GCS 9-12

3
4) Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan
(bingung)
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
1) GCS 3-8
2) Hilang kesadaran >24 jam
3) Adanya kontusio serebri, laserasi/hematom intrakranial

Klasifikasi Cedera Kepala


Tabel 2.1
Jenis Pemeriksaan Nilai
Respon buka mata (Eye) :
- Spontan 4
- Terhadap suara 3
- Terhadap nyeri 2
- Tidak ada respon 1
Respon Verbal (Verbal)
- Berorientasi baik 5
- Berbicara mengacau (bingung) 4
- Kata-kata tidak teratur 3
- Suara tidak jelas 2
- Tidak ada respon 1
Respon motorik terbaik (Motorik) 6
- Ikut perintah

Sumber: (Tim Pusbankes, 2018)

3. Macam-macam tingkat kesadaran (Tim Pusbankes, 2018):


a. Composmentis (normal)
1) Sadar penuh
2) Dapat dirangsang oleh rangsangan : nyeri, bunyi atau gerak
3) Tanda-tanda: sadar, merasa mengantuk atau sampaitertidur.
Jika tidur dapat disadarkan dengan memberikan rangsangan
b. Apatis (acuh tak acuh)
1) Acuh
2) Lama untuk menjawab terhadap rangsangan yang diberikan.
3) Tanda-tanda: sadar tapi tidak kooperatif.

4
c. Somnolent (ngantuk)
1) Keadaan ngantuk
2) Dapat dirangsang dengan rangsangan: dibangunkan atau
dirangsang nyeri.
3) Tanda-tanda: sadar tapi kadang tertidur, susah dibangunkan,
kooperatif dan mampu menangkis rangsangan nyeri.
d. Dellirium (mengigau)
1) Penurunan kesadaran disertai peningkatan yang abnormal
2) Dapat dirangsang dengan rangsangan nyeri
3) Tanda-tanda: gaduh, gelisah, kacau, teriak-teriak, disorientasi.
e. Koma/sopor (tidak sadar)
1) Keadaan tidak sadarkan diri
2) Tidak dapat dibangunkan bahkan dengan diberikan rangsangan
yang kuat.
3) Tanda-tanda: tidak adanya jawaban terhadap rangsangan yang
diberikan.

4. Etiologi
Beberapa etiologi cedera kepala (Yessie dan Andra, 2013):
a. Trauma
1) Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam: menyebabkan cedera setempat dan
menimbulkan cedera lokal. Kerusakan local meliputi contusion
serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang
disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
2) Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera
menyeluruh (difusi): kerusakannya menyebar secara luas dan
terjadi dalam 4 bentuk, yaitu cedera akson, kerusakan otak
hipoksia, pembengkakan otak menyebar pada hemisfer
serebral, batang otak atau kedua-duanya.

5
b. Akibat cedera tergantung pada (Yessie dan Andra, 2013) :
1) Kekuatan benturan (parahnya kerusakan).
2) Akselerasi dan deselerasi.
3) Cup dan kontra cup
a) Cedera cup adalah kerusakan pada daerah dekat yang
terbentur.
b) Cedera kontra cup adalah kerusakan cedera berlawanan
pada sisi desakan benturan.
4) Lokasi benturan
5) Rotasi: pengubahan posisi rotasi pada kepala menyebabkan
trauma regangan dan robekan substansia alba dan batang otak.
Depresi fraktur: kekuatan yang mendorong fragmen tulang
turun menekan otak lebih dalam. Akibatnya CSS mengalir
keluar ke hidung, kuman masuk ke telinga kemudian
terkontaminasi CSS lalu terjadi infeksi dan mengakibatkan
kejang.

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari cedera kepala (Yessie dan Andra, 2013) :
a. Cedera kepala ringan sedang
1) Disoerientasi ringan
Disorientasi adalah kondisi mental yang berubah dimana
seseorang yang mengalami ini tidak mengetahui waktu atau
tempat mereka berada saat itu, bahkan bisa saja tidak mengenal
dirinya sendiri.
2) Amnesia post traumatik
Amnesia post traumatik adalah tahap pemulihan setelah cedera
otak traumatis ketika seseorang muncul kehilangan kesadaran
atau koma.
3) Sakit kepala
Sakit kepala atau nyeri dikepala, yang bisa muncul secara
bertahap atau mendadak.

6
4) Mual dan muntah
Mual adalah perasaan ingin muntah, tetapi tidak mengeluarkan
isi perut, sedangkan muntah adalah kondisi perut yang tidak
dapat dikontrol sehingga menyebabkan perut
mengeluarkanisinya secara paksa melalui mulut.
5) Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran adalah salah suatu keadaan yang
umumnya disebabkan oleh factor usia atau sering terpapar suara
yang nyaring atau keras.

b. Cedera kepala sedang-berat


1) Oedema pulmonal
Edema paru adalah suatu kondisi saat terjadi penumpukan
cairan diparu-paru yang dapat mengganggu fungsi paru-paru.
Biasanya ditandai dengan gejala sulit bernafas.
2) Kejang infeksi
Kejang infeksi adalah kejang yang disebabkan oleh infeksi
kumandi dalam saraf pusat.
3) Tanda herniasi otak
Herniasi otak adalah kondisi ketika jaringan otak dan cairan
otak bergeser dari posisi normalnya. Kondisi ini dipicu oleh
pembengkakan otak akibat cedera kepala, stroke, atau tumor
otak.
4) Hemiparase
Hemiparase adalah kondisi ketika salah satu sisi tubuh
mengalami kelemahan yang dapat mempengaruhi lengan, kaki,
dan otot wajah sehingga sulit untuk digerakkan.
5) Gangguan akibat saraf kranial

6. Manifestasi klinis spesifik :


a. Gangguan otak
1) Comosio cerebri (gegar otak)

7
a) Tidak sadar <10 menit
b) Muntah-muntah
c) Pusing
d) Tidak ada tanda defisit neurologis
e) Contusio cerebri (memar otak)
f) Tidak sadar >10 menit, jika area yang terkena luas dapat
berlangsung >2-3 hari setelah cedera
g) Muntah-muntah
h) Amnesia
i) Ada tanda-tanda defisit neurologis
b. Perdarahan epidural (hematoma epidural)
1) Suatu akumulasi darah pada ruang tulang tengkorak bagian
dalam dan meningen paling luar. Terjadi akibat robekan arteri
meningeal
2) Gejala : penurunan kesadaran ringan, gangguan neurologis dari
kacau mental sampai koma
3) Peningkatan TIK yang mengakibatkan gangguan pernafasan,
bradikardi, penurunan TTV
TIK normal pada keadaan istirahat kira- kira 10 mmhg
(136mmH2O), TIK lebih dari 20 mmhg dianggap tidak
dianggap tidak normal dan l ebih dari ebih dari 40 mmhg 40
mmhg termasuk termasuk dalam kenaik dalam kenaikan TIK
yang berat. Semakin t berat. Semakin tinggi TIK setelah cedera
setelah cedera kepala maka kepala maka semakin buruk
semakin buruk prognosis penderita dengan cedera kepala berat.
4) Herniasi otak yang menimbulkan : Dilatasi pupil dan reaksi
cahaya hilang
a) Isokor dan anisokor
b) Ptosis
c. Hematom subdural
1) Akut: gejala 24-48 jam setelah cedera, perlu intervensi segera
2) Sub akut: gejala terjadi 2 hari sampai 2 minggu setelah cedera

8
3) Kronis: 2 minggu sampai dengan 3-4 bulan setelah cedera
d. Hematom intrakranial
1) Pengumpulan darah >25 ml dalam parenkim otak
2) Penyebab: fraktur depresi tulang tengkorak, cedera penetrasi
peluru, gerakan akselerasi-deselerasi tiba-tiba
e. Fraktur tengkorak
1) Fraktur linier (simple)
a) Melibatkan Os temporal dan parietal
b) Jika garis fraktur meluas kearah orbital atau sinus paranasal
(resiko perdarahan)
2) Fraktur basiler
a) Fraktur pada dasar tengkorak
b) Bisa menimbulkan kontak CSS dengan sinus,
memungkinkan bakteri masuk

7. Patofisiologi
Trauma yang disebabkan oleh benda tumpul dan benda tajam atau
kecelakaan dapat menyebabkan cedera kepala. Cedera otak primer
adalah cedera otak yang terjadi segera setelah trauma. Cedera kepala
primer dapat menyebabkan kontusio dan laserasi. Cedera kepala ini
dapat berlanjut menjadi cedera sekunder. Akibat trauma terjadi
peningkatan kerusakan sel otak sehingga menimbulkan gangguan
autoregulasi. Penurunan aliran darah ke otak menyebabkan penurunan
suplai oksigen ke otak dan terjadi gangguan metabolisme dan perfusi
otak. Peningkatan rangsangan simpatis menyebabkan peningkatan
tahanan vaskuler sistematik dan peningkatan tekanan darah.
Penurunan tekanan pembuluh darah di daerah pulmonal
mengakibatkan peningkatan tekanan hidrolistik sehingga terjadi
kebocoran cairan kapiler. Trauma kepala dapat menyebabkan odeme
dan hematoma pada serebral sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intra kranial. Sehingga pasien akan mengeluhkan pusing serta
nyeri hebat pada daerah kepala (Padila, 2012).

9
8. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari cedera kepala (Andra dan Yessie, 2013):
a. Epilepsi pasca cedera
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi
beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di
kepala. Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian
setelah terjadinya cedera. Obat-obat anti kejang misalnya: fenitoin,
karbamazepin atau valproat) biasanya dapat mengatasi kejang
pasca trauma.
b. Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa
karena terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak
mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian kepala
yang mengendalikan fungsi bahasa adala lobus temporalis sebelah
kiri dan bagian lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada
bagian manapun dari area tersebut karena stroke, tumor, cedera
kepala atau infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi
bahasa.
c. Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang
memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang
terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus
parietalis atau lobus frontalis. Pengobatan ditujukan kepada
penyakit yang mendasarinya, yang telah menyebabkan kelainan
fungsi otak.
d. Agnosis
Agnosis merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat
dan merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat
menghubungkannya dengan peran atau fungsi normal dari benda
tersebut. Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang dulu
dikenalinya dengan baik atau benda-benda umum (misalnya
sendok atau pensil), meskipun mereka dapat melihat dan

10
menggambarkan benda-benda tersebut. Penyebabnya adalah fungsi
pada lobus parietalis dan temporalis, dimana ingatan akan benda-
benda penting fungsinya disimpan. Agnosis seringkali terjadi
segera setelah terjadinya cedera kepala atau stroke.
Tidak ada pengobatan khusus, beberapa penderita mengalami
perbaikan secara spontan.
e. Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk
mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang
sudah lama berlalu. Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya
dimengerti. Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan
akan peristiwa yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan
(amnesia retrograde) atau peristiwa yang terjadi segera setelah
terjadinya kecelakaan (amnesia pasca trauma). Amnesia hanya
berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung pada
beratnya cedar) dan akan hilang dengan sendirinya. Pada cedera
otak yang hebat, amnesia bisa bersifat menetap. Mekanisme otak
untuk menerima informasi dang mengingatnya kembali dari
memori terutama terletak di dalam lobus oksipitalis, parietalis, dan
temporalis.
f. Fistel karotis-kavernosus
Ditandai dengan trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan briit orbita,
dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.
g. Diabetes insipidus
Disebabkan karena kerusakan traumatic pada tangkai hipofisis,
menyebabkan penghentian sekresi hormone antidiuretik. Pasien
mengekskresikan sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan
hipernatremia, dan deplesi volume.
h. Kejang pasca trauma
Dapat terjadi (dalam 24 jm pertama), dini (minggu pertama) atau
lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan
predisposisi untuk kejang lanjut, kejang dini menunjukkan risiko

11
yang meningkat untuk kejang lanjut, dan pasien ini harus
dipertahankan dengan antikonvulasan.
i. Edema serebral dan herniasi
Penyebab paling umum dari peningkatan TIK, puncak edema
terjadi setelah 72 jam setelah cedera. Perubahan TD, frekuensi
nadi, pernafasan tidak teratur merupakan gejala klinis adanya
peningkatan TIK. Tekanan terus menerus akan meningkatkan
aliran darah otak menurun dan perfusi tidak adekuat, terjadi
vasodilatasi dan edema otak.Lama-lama terjadi pergeseran
supratentorial dan menimbulkan herniasi. Herniasiakan
mendorong hemusfer otak ke bawah/lateral dan menekan di
enchepalon dan batang otak, menekan pusat vasomotor, arteri otak
posterior, saraf oculomotor. Mekanisme kesadaran, TD, nadi,
respirasi dan pengatur akan gagal.
j. Defisit neurologis dan psikologis
Tanda awal penurunan neurologis: perubahan TIK kesadaran, nyeri
kepala hebat, mual dan muntah proyektil.

9. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic dari cedera (Andra dan Yessi, 2013) :
a. Pemeriksaan diagnostik
1) X ray/CT Scan
a) Hematom serebral
b) Edema serebral
c) Perdarahan intrakranial
d) Fraktur tulang tengkorak
2) MRI: dengan atau tanpa menggunakan kontras
3) Angiografi cerebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral
4) EEG: mermperlihatkan keberadaan atau berkembangnya
gelombang patologis
b. Pemeriksaan laboratorium

12
1) AGD: PO2, PH, HCO2, : untuk mengkaji keadekuatan ventilasi
(mempertahankan AGD dalam rentang normal untuk menjamin
aliran darah serebral adekuat) atau untuk melihat masalah
oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK.
2) Elektrolit serum: cedera kepala dapat dihubungkan dengan
gangguan regulasi natrium, retensi Na berakhir beberapa hari,
diikuti dengan dieresis Na, peningkatan letargi, konfusi dan
kejang akibat ketidakseimbangan elektrolit.
3) Hematologi: leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum.
4) CSS: menenetukan kemungkinan adanya perdarahan
subarachnoid (warna, komposisi, tekanan).
5) Pemeriksaan toksilogi: mendeteksi obat yang mengakibatkan
penurunan kesadaran.
6) Kadar antikonvulsan darah: untuk mengetahui tingkat terapi
yang cukup efektif mengatasi kejang.

10. Penatalaksanaan cedera kepala


Beberapa penatalaksaan pada pasien cedera kepala (Tim Pusbankes,
2018):
a. Penatalaksanaan cedera kepala ringan
1) Obsevasi atau dirawat di Rumah Sakit
a) CT scan tidak ada
b) CT scan abnormal
c) Semua cedera tembus
d) Riwayat hilang kesadaran
e) Kesadaran menurun
f) Sakit kepala sedang-berat
g) Intoksikasi alcohol/obat-obatan
h) Fraktur tengkorak
i) Rhinorea/otorea
j) Tidak ada keluarga dirumah
k) Amnesia

13
2) Rawat jalan
Tidak memenuhi criteria rawat. Berikan pengertian kemungkinan
kembali ke RS jika memburuk dan berikan lembar observasi.
Lembar observasi : berisi mengenai kewaspadaan baik keluarga
maupun penderita cedera kepala ringan.
Apabila dijumpai gejala-gejala dibawah ini maka penderita harus
segera dibawa ke RS:
a) Mengantuk berat atau sulit dibangunkan
b) Mual dan muntah
c) Kejang
d) Perdarahan atau keluar cairan dari hidung dan telinga
e) Sakit kepala hebat
f) Kelemahan pada lengan atau tungkai
g) Bingung atau perubahan tingkah laku
h) Gangguan penglihatan
i) Denyut nadi sangat lambat atau sangat cepat
j) Pernafasan tidak teratur

b. Penatalaksanaan cedera kepala sedang (GCS 9-13)


Penderita biasanya tampak kebingungan atau mengantuk, namun
masih mampu menuruti perintah-perintah.
1) Pemeriksaan awal:
a) Sama dengan untuk cedera kepala ringan ditambah
pemeriksaan darah sederhana
b) Pemeriksaan CT scan kepala
c) Dirawat untuk observasi
2) Perawatan:
a) Pemeriksaan neurologis periodic
b) Pemeriksaan CT scan ulang bila kondisi penderita memburuk
atau bila penderita akan dipulangkan Bila kondisi membaik
(90%)
c) Pulang

14
d) Kontrol di poli
e) Bila kondisi memburuk (10%)
Bila penderita tidak mampu melakukan perintah lagi segera
lakukan pemeriksaan CT scan ulang dan penatalaksanaan
sesuai protocol cedera kepala berat.
c. Penatalaksanaan cedera kepala berat (GCS 3-8)
Penderita tidak mampu melakukan perintah-perintah sederhana
karena kesadarannya menurun.
1) Airway
a) Penderita dibaringkan dengan elevasi 20-30 untuk
membantu menurunkan tekanan intrakranial
b) Pastikan jalan nafas korban aman, bersihkan jalan nafas dari
lender, darah atau kotoran, pasang pipa guedel dan siapkan
untuk intubasi endotrakeal, berikan oksigenasi 100% yang
cukup untuk menurunkan tekanan intrakranial
c) Jangan banyak memanipulasi gerakan leher sebelum cedera
servikal dapat disingkirkan
2) Sirkulasi
a) Berikan cairan secukupnya (Ringer Laktat/Ringer Asetat),
untuk resusitasi korban. Jangan memberikan cairan berlebih
atau yang mengandung Glukosa karena dapat menyebabkan
odema otak.
b) Atasi hipotensi yang terjadi, yang biasanya merupakan
petunjuk adanya cedera di tempat lain yang tidak tampak.
c) Berikan transfuse darah jika Hb kurang dari 10g/dl.

B. Konsep Masalah Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif


1. Definisi Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif adalah penurunan kadar oksigen
akibat dari kegagalan dalam memelihara jaringan di tingkat kapiler
(Saputro, 2010). Risiko ketidakfektifan perfusi jaringan otak adalah
risiko gangguan yang berisiko mengalami penurunan sirkulasi otak

15
yang dapat mengganggu kesehatan. Sehingga, pada masalah
keperawatan Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif ini dapat
berhubungan: aliran arteri terhambat, reduksi mekanis dari aliran
vena/arteri, kerusakan transportasi oksigen melewati kapiler/alveolar
(Herdman, 2014).

2. Etiologi Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif


Beberapa etiologi Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif(America Heart
Assosiation, 2013):
a. Aterosklerosis aortic
Aterosklerosisadalah berkurangnya pembuluh darah serta
berkurangnya keluhan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosclerosis bermacammacam. Kemudian
dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombosis, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah terjadi aneurisma kemudian robek
dan terjadi perdarahan.
b. Fibrilasi atrium
Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-
waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus
kecil.
c. Embolisme
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otakoleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal
daritrhombus dijantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul
kurang dari 10-30 detik.

16
d. Koagulasi intravaskuler diseminata
Darah bertambah kental, peningkatan
viskositas/hematocritmeningkat dapat melambatkan aliran darah
serebral.
e. Hiperkolesterolemia
Meningkatnya kadar kolestrol didalam darah.
f. Neoplasma otak
g. Hipertensi
h. Penyalahgunaan zat
i. Agens farmaseutikal

17
BAB III
PEMBAHASAN

A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas Klien
1) Nama
2) Jenis Kelamin
3) Umur
4) Agama
5) Pekerjaan
6) Pendidikan terakhir
7) Suku / Bangsa
8) Golongan darah
9) Alamat
10) Tanggal masuk RS
11) Tanggal pengkajian
12) Diagnosa medis
13) Nomor rekam medis
b. Identitas Penanggung Jawab
1) Nama
2) Jenis kelamin
3) Umur
4) Agama
5) Pekerjaan
6) Alamat
7) Hubungan dengan klien
c. Primary Survey
Pada setiap cedera kepala harus selalu diwaspadai adanya fraktur
servikal. Cedera otak sering diperburuk akibat cedera sekunder.
Penderita cedera kepala berat dengan hipotensi mempunyai status
mortalitas 2 kali lebih besar dibandingkan dengan penderita cedera

18
kepala berat tanpa hipotensi (60% vs 27%), adanya hipotensi akan
menyebabkan kematian yang cepat. Oleh karena itu tindakan
stabilisasi dan resusitasi kardiopulmoner harus segera dilakukan.
1) Airway dan Breathing
a) Airway : Kepatenan jalan napas, apakah ada hambatan
jalan napas atau tidak.
b) Breathing : Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman
pernapasan, irama pernapasan, tarikan dinding dada,
penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping
hidung.
Terhentinya pernafasan sementra dapat terjadi pada penderita
cedera kepala berat dan dapat mengakibatkan gangguan
sekunder. lntubasi Endotrakeal (ETT) / Laryngeal Mask
Airway (LMA) harus segera dipasang pada penderita cedera
kepala berat yang koma, dilakukan ventilasi dan oksigenisasi
100% dan pemasangan pulse oksimetri / monitor saturasi
oksigen.
Tindakan hiperventilasi harus dilakukan secara hati-hati pada
penderita cedera kepala berat yang menunjukan perburukan
neurologis akut. Gangguan airway dan breathing sangat
berhahaya pada trauma kapitis karena akan dapat menimbulkan
hipoksia atau hiperkarbia yang kemudian akan menyebabkan
kerusakan otak sekunder. Oksigen selalu diberikan, dan bila
perafasan meragukan, lebih baik memulai ventilasi tambahan.
2) Circulation
Circulation : Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya
perdarahan, kapiler refill. Hipotensi biasanya disebabkan oleh
cedera otak itu sendiri, kecuali pada stadium terminal yaitu bila
medulla oblongata mengalami gangguan.
Perdarahan intracranial tidak dapat menyebabkan syok
Haemoragik pada cedera kepala berat, pada penderita dengan

19
hipotensi harus segera dilakukan stabilisasi dan resusuitasi
untuk mencapai euvolemia.
Hipotensi merupakan tanda klinis kehilangan darah yang cukup
hebat, walaupun tidak selalu tampak jelas. Harus juga di
curigai kemugkinan penyebab syok lain seperti Syok
Neurologis (Trauma Medula Spinalis), kontusio jantung atau
Tamponade Jantung dan Tension Pneumothoraks. Penderita
hipotensi yang tidak dapat bereaksi terhadap stimulus apapun
dapat memberi respon normal segera setelah tekanan darah
normal. Gangguan circulation (syok) akan meyebabkan
gangguan perfusi darah ke otak yang akan menyebabkan
kerusakan otak sekunder. Dengan demikian syok dengan
trauma kapitis harus dilakukan penanganan dengan agresif.
3) Pemeriksaan Neurogis / Disability
Disability : Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.
Pemeriksaan neurologis harus segera dilakukan segera setelah
status kardiopulmoner stabil. Pemeriksaan ini terdiri dari
pemeriksaan GCS dan refleks cahaya pupil. Pada penderita
koma respon motorik dapat di lakukan dengan merangsang /
mencubit otot Trapezius atau menekan kuku penderita.
Pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pada pupil dilakukan
sebelum pemberian sedasi atau paralisis, karena akan menjadi
dasar pada pemeriksan berikutnya. Selama primory survey,
pemakaian obatobatan paralisis jangka panjang tidak
dianjurkan, bila diperlukan analgesia sebaiknya digunakan
morfin dosis kecil dan diberikan secara intravena.

d. Secondary Survey
1) Riwayat kesehatan sekarang
Tanyakan kapan cedera terjadi. Bagaimana mekanismenya.
Apa penyebab nyeri/cedera: Peluru kecepatan tinggi? Objek

20
yang membentuk kepala ? Jatuh ? Darimana arah dan kekuatan
pukulan?
2) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami kecelakaan/cedera
sebelumnya, atau kejang/ tidak. Apakah ada penyakti sistemik
seperti DM, penyakit jantung dan pernapasan. Apakah klien
dilahirkan secara forcep/ vakum. Apakah pernah mengalami
gangguan sensorik atau gangguan neurologis sebelumnya.
Jika pernah kecelakaan bagimana penyembuhannya.
Bagaimana asupan nutrisi.
3) Riwayat keluarga
Apakah ibu klien pernah mengalami preeklamsia/ eklamsia,
penyakit sistemis seperti DM, hipertensi, penyakti degeneratif
lainnya.
4) Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan kulit dan rambut
Kaji nilai warna, turgor, tekstur dari kulit dan rambut pasien
b) Pemeriksaan kepala dan leher
Pemeriksaan mulai dari kepala, mata, hidung, telinga, mulut
dan leher. Kaji kesimetrisan, edema, lesi, maupun gangguan
pada indera. Pada penderita stroke biasanya terjadi
gangguan pada penglihatan maupun pembicaraan
c) Pemeriksaan dada
Paru-paru
- Inspeksi : kesimetrisan, gerak napas
- Palpasi : kesimetrisan taktil fremitus
- Perkusi :suara paru (pekak, redup, sonor,
hipersonor,timpani)

Jantung

- Inspeksi : amati iktus cordis


- Palpalsi : raba letak iktus cordis
- Perkusi : batas-batas jantung

21
- Batas normal jantung yaitu:
Kanan atas : SIC II RSB
Kiri atas: SIC II LSB
Kanan bawah : SIC IV RSB
Kiri bawah : SIC V medial 2 MCS

d) Pemeriksaan abdomen
-Inspeksi : keadaan kulit, besar dan bentuk abdomen,
gerakan
-Palpasi : hati, limpha teraba/tidak, adanya nyeri tekan
-Perkusi : suara peristaltic usus
-Auskultasi : frekuensi bising usus
e) Pemeriksaan ekstremitas
Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya
alat bantu
5) Pemeriksaan penunjang
Menurut Tucker, Susan Martin 1998, pemeriksaan penunjang
yang dilakukan yaitu :
a) Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang
(fraktur atau dislokasi)
b) CT Scan : untuk menentukan tempat luka / jejas
c) MRI : mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal
d) Foto rongent thorax : mengetahui keadaan paru
e)  AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya
ventilasi

e. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. DS : Penyebab atau asal Masalah keperawatan
Data yang muasal dari masalah yang muncul pada
diperoleh keperawatan yang pasien
muncul

22
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
Risiko perfusi cerebral tidak efektif

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Risiko perfusi Kriteria Hasil : Managemen Peningkatan TIK :
cerebral tidak a. Tingkat kesadaran a. Observasi
efektif meningkat 1) Identifikasi penyebab
b. Kognitif meningkat peningkatan TIK (mis. Lesi,
c. Sakit kepala menurun gangguan metabolisme, edema
d. Gelisah menurun serebri)
e. Kecemasan menurun 2) Monitor tanda/gejala peningkatan
f. Agitasi menurun TIK (mis. TD meningkat, tekanan
g. Demam menurun nadi melebar, bradikardia, pola
h. Tekanan arteri rata-rata nafas ireguler, kesadaran
membaik menurun)
i. Tekanan intrakranial 3) Monitor MAP (Mean Arterial
membaik Pressure)
j. Tekanan darah sistolik 4) Monitor CVP (Central Venous
membaik Pressure), jika perlu
k. Tekanan darah diastolik 5) Monitor PAWP, jika perlu
membaik 6) Monitor PAP, jika perlu
l. Reflek saraf membaik 7) Monitor ICP (Intra Cranial
Pressure)
8) Monitor CPP (Cerebral Perfusion
Pressure)
9) Monitor status pernafasan
10) Monitor intake dan output cairan
11) Monitor
b. Teraupetik
1) Minimalkan stimulus dengan
menyediakan lingkungan yang
tenang
2) Berikan posisi semi fowler (30 -
40 0 )
3) Hindari maneuver valsava
4) Cegah terjadinya kejang
5) Pertahankan suhu tubuh normal
c. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian sedasi dan
antikoavulsan, jika perlu
2) Kolaborasi pemberian diuretic
osmosis, jika perlu
Pemantauan TIK :
a. Observasi

23
1) Observasi penyebab peningkatan
TIK (mis. Lesi menempati
ruang, gangguan metabolisme,
edema serebral, peningkatan
tekanan vena, obstruksi cairan
serebrospinal, hipertensi)
2) Monitor peningkatan TD
3) Monitor pelebaran tekanan nadi
(selisih TDS dan TDD)
4) Monitor penurunan frekuensi
jantung
5) Monitor ireguleritas irama
jantung
6) Monitor penurunan tingkat
kesadaran
7) Monitor perlambatan atau
ketidaksimetrisan respon pupil
8) Monitor kadar CO2 dan
pertahankan dalam rentang yang
diindikasikan
9) Monitor tekanan perfusi serebral
10) Monitor jumlah, kecepatan, dan
karakteristik drainase cairan
serebrospinal
11) Monitor efek stimulus
lingkungan terhadap TIK
b. Teraupetik
1) Ambil sampel drainase cairan
serebrospinal
2) Pertahankan posisi kepala dan
leher netral
3) Pertahankan sterilisasi sistem
pemantauan
4) Dokumentasikan hasil
pemantauan
c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2) Informasikan hasil pemantauan,
jika perlu
Sumber: Tim Pokja DPP PPNI (2018)

1. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai
setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan dimulai setelah

24
rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu
rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
factor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien (Nursalam,
2014).
2. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan.
Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus menerus melibatkan
klien, perawat, dan anggota tim medis lainnya. Dalam hal ini
diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofiologi, dan strategi
evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam
rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang (Lisimidar, 2012). Jenis evaluasi yang digunakan
adalah evaluasi berjalan ata formatif dengan memakai format SOAP
yaitu:
S:
Data Subjektif
Perkembangan keadaan yang didasarkan pada apa yang dirasakan,
dikeluhkan, dan dikemukakan klien.
O:
Data Objektif Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh
perawat atau tim kesehatan.
A:
Analisis Penilaian dari kedua jenis data (baik subjektif maupun
objektif apakah perkembangan kearah kebaikan atau kemunduran).
P:
Perencanaan Rencana penanganan klien yang didasarkan dari hasil
analisis diatas yang berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya
apabila keadaan atau masalah belum teratasi

25
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak, dan otak. Cedera kepala meliputi luka pada kulit kepala,
tengkorak, dan otak. Cedera kepala merupakan adanya pukulan atau
benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran.
Manifestasi Klinis yang ditemukan adalah gangguan kesadaran,
konfusi, perubahan TTV, sakit kepala, vertigo, kejang, pucat, mual dan
muntah, pusing kepala, terdapat hematoma, dan lain-lain.

B. Saran
Penanganan pada klien dengan cedera kepala haruslah sangat
ditekankan agar tidak terjadi kerusakan otak sekunder. Dalam hal ini
perawat harus bertindak dengan cepat dan tepat sesuai dengan standar
asuhan keperawatan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Andra Saferi dkk. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika

Hidayat Alimul. Aziz.2012. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa


Data. Jakarta: Salemba Medika

Kartikawati Dewi. 2013. Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta:


Salemba Medika Kemenkes. 2018. www.depkes.go.id

Khusnah Miftakhul. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Trauma Kepala


dengan Masalah Keperawatan Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak.
Diakses pada tanggal 04 November 11.28 Dari
http://repo.stikesicmejbg.ac.id/747/9/151210020%20Miftakhul%20Khusnah
%20KTI.pdf

Nursalam. 2014. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 4. Jakarta:


Salemba Medika

Syaifuddin.2011. Anatomi fisiologi : kurikulum berbasis kompetensi untuk


keperawatan& kebidanan, edisi 4.Jakarta:EGC.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan edisi 1 cetakan II. Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan edisi 1 cetakan II. Jakarta : DPP
PPNI

Wartatmo Hendri. 2018. Modul Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat


Darurat.Yogyakarta: Tim Pusbankes 118

27
28

Anda mungkin juga menyukai