Anda di halaman 1dari 49

KEPERAWATAN KRITIS IV

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TRAUMA KEPALA

Kelompok 1 :

1. ARIA UL-HAJ (P07120317001)


2. I GUSTI BAGUS JENEK DWIADNYANA (P07120317012)
3. NI NYOMAN INDAH SARI (P07120317024)
4. VIVIN SEPTA KIHANTARI (P07120317034)

TINGKAT IV A / SEMESTER VII

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN MATARAM

TAHUN AKADEMIK 2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, serta hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperaatan Pada Pasien
Trauma Kepala”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Keperawatan Kritis IV. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada bapak A’an Dwi Sentana, M.Kep selaku dosen
pembimbing mata kuliah Keperawatan Kritis IV yang senantiasa
membimbing kami. Tak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada
segenap pihak yang telah memberikan bantuan selama penulisan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Hal ini
disebabkan terbatasnya pengetahuan yang kami miliki.Untuk itu, saran dan
kritik yang bersifat membangun dari para pembaca selalu kami harapkan demi
sempurnanya makalah ini.

Akhirnya, harapan kami mudah-mudahan makalah ini bermanfaat


khususnya bagi kami dan umumnya bagi para pembaca.

Mataram, 20 Agust 2020

Penulis
Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 5
A. Latar Belakang 5
B. Identifikasi Masalah 5
C. Tujuan 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
A. Konsep Dasar Penyakit 7
1. Pengertian 7
2. Klasifikasi 7
3. Etiologi 9
4. Patofisilogi 10
5. Manisfestasi Klinis 11
6. Pathway 14
7. Penatalaksanaan 15
8. Pemeriksaan Penunjang 17
9. Komplikasi 18
B. Asuhan Keperawatan 20
1. Pengkajian 20
2. Diagnosa Keperawatan 22
3. Intervensi (perencanaan) 23
4. Implementasi 47
5. Evaluasi 47
BAB III PENUTUP 48
A. Kesimpulan 48
B. Saran 48

iii
DAFTARPUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma kepala meliputi trauma kepala, tengkorak dan otak. Trauma
kepala paling sering terjadi dan merupakan penyakit neurologis yang serius
diantara penyakit neurlogis lainnya serta mempunyai proporsi epidemik
sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Lebih dari setengah dari semua pasien
dengan trauma kepala berat mempunyai signifikansi terhadap cedera bagian
tubuh lainnya. Adanya shock hipovolemik pada pasien trauma kepala
biasanya karena adanya cedera bagian tubuh lainnya.
Sekitar 10% pasien dengan penurunan kesadaran yang dikirim ke
Instalasi Gawat Darurat akibat kecelakaan lalu lintas selalu menderita cedera
servikal, baik cedera pada tulang servikal, jaringan penunjang, maupun cedera
pada cervical spine. Trauma servikal sering terjadi pada pasien dengan
riwayat kecelakaan kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi, trauma pada
wajah dan kepala, terdapat defisit neurologis, nyeri pada leher, dan trauma
multiple (Grundy, 2002; Weishaupt N., 2010).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan trauma kepala?
2. Apa saja klasifikasi dari trauma kepala?
3. Bagaimana etiologi dari trauma kepala?
4. Bagimana penjelasan mengenai patofisiologi trauma kepala?
5. Apa saja manifestasi klinik dari trauma kepala?
6. Bagaimana penatalaksanaaan trauma kepala?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk trauma kepala?

5
8. Apa saja komplikasi pada trauma kepala?
9. Bagaimana konsep asuhan pada pasien hiponatremia?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan umum :
a. Untuk mengetahui gambaran konsep asuhan keperawatan trauma kepala.
2. Tujuan khusus :
a. Untuk mengetahui dan memahami tentang trauma kepala.
b. Untuk mengetahui memahami mengenai asuhan keperawatan trauma kepala.
c. Mampu menerapkan proses asuhan keperawatan pada kasus dengan trauma
kepala.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Trauma Kepala


1. Pengertian
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk
atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan
perlambatan (decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan (Doenges, 1989).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit
kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara
langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik
dari fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan interstisial
dalam substansi otak tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif
Muttaqin, 2008)

Gambar 1.1 : trauma tulang kepala

2. Klasifikasi
1) Menurut jenis cedera

7
a. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak
dan laserasi duameter. Trauma yang menembus tengkorak dan
jaringan otak
b. Cedera kepala tertutup : dapat disamakan pada pasien dengan geger
otak ringan dengan cedera serebral yang luas.
2) Menurut berat ringannya berdasarkan GCS
a. Cedera kepala ringan
 GCS 13-15
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30
menit
 Tidak ada fraktur tengkorak
 Tidak ada kontusia serebral, hematoma
b. Cedera kepala sedang
 GCS 9 – 12
 Kehilangan kesadaran dan asam anamnesa lebih dari 30 m tetapi
kurang dari 24 jam
 Dapat mengalami fraktur tengkorak
 Diikuti contusia serebral, laserasi dan hematoma intrakranial
c. Cedera kepala berat
 GCS 3 – 8
 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
 Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intra
kranial.
3) Menurut patologis :
a. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut,
yaitu terjadi segera saat benturan terjadi. Kerusakan primer ini dapat
bersifat (fokal) local maupun difus.

8
- Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada
bagian tertentu saja dari kepala, sedangkan bagian relatif tidak
terganggu.
- Kerusakan difus yaitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi
menyeluruh dari otak dan umumnya bersifat makroskopis.
b. Cedera kepala sekunder adalah kelainan atau kerusakan yang terjadi
setelah terjadinya trauma/benturan dan merupakan akibat dari
peristiwa yang terjadi pada kerusakan primer.

3. Etiologi
Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari Cedera Kepala adalah :
a. Kecelakaan lalu lintas.
b. Terjatuh
c. Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.
d. Olah raga
e. Benturan langsung pada kepala.
f. Kecelakaan industri.
Menurut NANDA NIC-NOC (2013), etiologi dari cedera kepala adalah :
a. Cedera Akselerasi
Terjadi jika obejek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak
(misalnya : alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang
ditembakkan ke kepala)
b. Cedera Deselerasi
Terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam, seperti pada
kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan
mobil.
c. Cedera Akselerasi-Deselerasi
Sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan episode
kekerasan fisik.

9
d. Cedera Coup-countre Coup
Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak dan ruang
kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang
berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur. Sebagai
contoh pasien dipukul di bagian belakang kepala.
e. Cedera Rotasional
Terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar dalam rongga
tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron dalam
substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak
dengan bagian dalam rongga tengkorak.

4. Patofisiologis
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera
percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur
kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena
kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila
kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan
mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila
terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi
bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa
dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan
trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena
memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau
hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan
autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya
meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan
permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan

10
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial
(TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder
meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.

5. Manifestasi Klinis
a. Berdasarkan Anatomis
1) Gegar Otak (Comutio Selebri)
a) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran
b) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa
detik/menit
c) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d) Kadang amnesia retrogard
2) Edema Cerebri
a) Pingsan lebih dari 10 menit
b) Tidak ada kerusakan jaringan otak
c) Nyeri kepala, vertigo, muntah
3) Memar Otak (Kontusio Cerebri)
a) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi
tergantung lokasi dan derajad
b) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
c) Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
d) Penekanan batang otak
e) Penurunan kesadaran
f) Edema jaringan otak
g) Defisit neurologis
h) Herniasi
4) Laserasi
a) Hematoma Epidural

11
Talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat
benturan, merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa
menit s.d beberapa jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan
defisit neurologis (tanda hernia):
 kacau mental → koma
 gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
 pupil isokhor → anisokhor
b) Hematoma subdural
 Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas
arachnoid, biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada lansia,
alkoholik.
 Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti
perdarahan epidural
 Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai
dengan berbulan-bulan
 Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
 perluasan massa lesi
 peningkatan TIK
 sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
 disfasia
c) Perdarahan Subarachnoid
 Nyeri kepala hebat
 Kaku kuduk
b. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1) Cidera kepala Ringan (CKR)
a) GCS 13-15
b) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c) Tidak ada fraktur tengkorak

12
d) Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2) Cidera Kepala Sedang (CKS)
a) GCS 9-12
b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang
dari 24 jam
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Cidera Kepala Berat (CKB)
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma
intracranial

13
6. Pathway

Trauma kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya kontinuitas
jaringan kulit, otot dan Terputusnya kontinuitas Jaringan otak rusak
vaskuler jaringan tulang (kontusio, laserasi)

Gangguan suplai darah -Perubahan outoregulasi


Resiko Nyeri -Odem cerebral
7. infeksi
-Perdarahan
8. Iskemia
-Hematoma Kejang
Perubahan
Hipoksia
perfusi jaringan

Perubahan sirkulasi CSS Gangg. fungsi otak 1. Bersihan


Gangg. Neurologis jln. nafas
fokal 2. Obstruksi
9. jln. nafas
Peningkatan TIK 3. Dispnea
Mual – muntah
4. Henti nafas
Papilodema
Defisit Neurologis 5. Perub. Pola
Pandangan kabur
nafas
Penurunan fungsi
10. pendengaran
Girus medialis lobus Nyeri kepala
11.
temporalis tergeser Gangg. persepsi Resiko tidak
sensori efektifnya jln. nafas
Resiko kurangnya
12. volume cairan
Herniasi unkus
Tonsil cerebelum tergeser Kompresi medula oblongata

14
13.
Mesesenfalon tertekan
Resiko injuri
Resiko gangg.
integritas kulit

Immobilisasi

Gangg. kesadaran Kurangnya


Cemas perawatan diri

Sumber : WOC Trauma kepala

7. Penatalaksanaan
Penanganan medis pada kasus cedera kepala yaitu :
a) Stabilisasi kardio pulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (Airways-
Brething-Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia, akan
cenderung memper-hebat peninggian TIK dan menghasilkan prognosis
yang lebih buruk.
b) Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan inkubasi pada
kesempatan pertama.
c) Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau
gangguan-gangguan di bagian tubuh lainnya.
d) Pemeriksaan neurologos mencakup respon mata, motorik, verbal,
pemeriksaan pupil, refleks okulor sefalik dan reflel okuloves tubuler.
Penilaian neurologis kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita
rendah (syok).
e) Pemberian pengobatan seperti : antiedemaserebri, anti kejang dan natrium
bikarbonat.
f) Tindakan pemeriksaan diagnostik seperti : scan tomografi, komputer otak,
angiografi serebral, dan lainnya.
Penanganan non medis pada cedera kepala, yaitu:

15
a) Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
b) Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi
vasodilatasi.
c) Pemberian analgetik.
d) Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%,
glukosa 40% atau gliserol.
e) Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidazole.
f) Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan
lunak.
Prinsip penanganan awal pada pasien cedera kepala meliputi survei primer
dan survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang
diprioritaskan antara lain airway, breathing, circulation, disability, dan exposure,
yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala
khususnya dengan cedera kepala beratsurvei primer sangatlah penting untuk
mencegah cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak.

16
8. Pemeriksaan Penunjang
a) Foto polos tengkorak (skull X-ray)
Untuk mengetahui lokasi dan tipe fraktur.
b) Angiografi cerebral
Bermanfaat untuk memperkirakan diagnosis adanya suatu pertumbuhan
intrakranial hematoma.
c) CT-Scan
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya perdarahan intrakranial, edema
kontosio dan pergeseran tulang tengkorak.
d) Pemeriksaan darah dan urine.
e) Pemeriksaan MRI
Mengidentifikasi perfusi jaringan otak, misalnya daerah infark,
hemoragik.
f) Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting
diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan
(medulla oblongata).
g) Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan
h) EEG (Electro Encephalografi)
Memperlihatkan keberadaan/perkembangan gelombang patologis

9. Komplikasi

17
Rosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari
perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak,
komplikasi dari cedera kepala adalah;

a) Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi
mungkin berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress
pernafasan dewasa.Edema paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan
yang berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan
konstan.Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan darah sistematik
meningkat untuk mencoba mempertahankan aliran darah keotak, bila
keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan
frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah semakin meningkat.
Hipotensi akan memburuk keadaan, harus dipertahankan tekanan perfusi
paling sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan tekanan sistol 100-110
mmHg pada penderita kepala. Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara
umum menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru, perubahan
permiabilitas pembulu darah paru berperan pada proses berpindahnya
cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari
darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.
b) Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase
akut.Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang
dengan menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas
oral disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap.Selama
kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan
nafas paten dan mencegah cedera lanjut.Salah satunya tindakan medis
untuk mengatasi kejang adalah pemberian obat, diazepam merupakan obat
yang paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan secara

18
intavena. Hati-hati terhadap efek pada sistem pernafasan, pantau selama
pemberian diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.
c) Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari
fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan
merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh
dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah
hidung atau telinga.Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi hidung
atau telinga.
d) Hipoksia
e) Gangguan mobilitas
f) Hidrosefalus
g) Oedem otak
h) Dipnea

19
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan Trauma Kepala


I. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas klien : meliputi nama, tanggal lahir, alamat, pendidikan,
pekerjaan, umur, suku/bangsa.
2) Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat
kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan
segera setelah kejadian.
3) Riwayat Penyakit Sebelumnya : Apakah pasien pernah menderita,
Stroke, Infeksi Otak, DM, Diare/muntah, Tumor Otak, Trauma kepala.

b. Pemeriksaan fisik
1) Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes,
biot, hiperventilasi, ataksik)
2) Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
3) Sistem saraf :
- Kesadaran : GCS.
- Fungsi saraf kranial : trauma yang mengenai/meluas ke batang
otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
- Fungsi sensori-motor : adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,
gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia,
riwayat kejang.
4) Sistem pencernaan

20
- Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak.
Jika pasien sadar tanyakan pola makan?
- Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
5) Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik : hemiparesis/plegia,
gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
6) Pemeriksaan 6B :
a. Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau
Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing
( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan
produksi sputum pada jalan napas.
b. Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia).
c. Brain
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi
adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran
sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan
hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi : Perubahan status mental,

21
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,
kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
d. Blader
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,
inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
e. Bowel
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual,
muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan
selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses
eliminasi alvi.
f. Bone
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese,
paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena
imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena
rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan
refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus
otot.

II. Diagnosa
1) Resiko perdarahan b.d trauma, riwayat jatuh
2) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d penurunan ruangan untuk
perfusi serebral, sumbatan aliran darah serebral
3) Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan persepsi/ kognitif, terapi
pembatasan/kewaspadaan keamanan, mis tirah baring , immobilisasi
4) Kerusakan memori
5) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
6) Resiko kekurangan volume cairan
7) Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d trauma jaringan otak

22
8) Resiko infeksi
9) Intoleransi aktivitas
10) Nyeri akut
11) Resiko cidera b.d penurunan tingkat kesadaran, gelisah, agitasi, gerakann
involunter dan kejang
12) Ansietas

III. INTERVENSI
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No Intervensi (NIC)
Keperawatan Hasil (NOC)
1. Resiko NOC NIC
perdarahan b/d 1. Blood lose Bleeding Precautions
trauma, riwayat severenty - Monitor ketat tanda tanda
jatuh 2. Blood koagulation perdarahan
- Catat nilai HB dan HT sebelum
Kriteria Hasil dan sesudah terjadinya
1. Tidak ada hematuria perdarahan
dan hematemesis - Monitor nilai lab (koagulasi)
2. Kehilangan darah yang yang meliputi PT, PTT,
terlihat trombosit
3. Tekanan darah dalam - Monitor TTV ortostatik
batas normal sistol dan - Pertahankan bed rest selama
diastole perdarahan aktif
4. Tidak ada perdarahan - Kolaborasi dalam pemberian
pervagina produk darah (platelet atau
5. Tidak ada distensi fresh frozen plasma)
abdominal - Lindungi pasien dari trauma
6. Hemoglobin dan yang dapat menyebabkan
hematokrit dalam batas perdarahan

23
normal - Hindari mengukur suhu lewat
7. Plasma, PT, PTT dalam rectal
batas normal - Hindari pemberian aspirin dan
anticoagulant
- Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake
makanan yang banyak
mengandung vitamin K
- Hindari terjadinya konstipasi
dengan menganjurkan untuk
mempertahankan intake cairan
yang adekuat dan pembalut
feses
Bleeding Reduction
- Indentifikasi penyebab
perdarahan
- Monitor trend tekanan darah
dan parameter hemodinamik
(CVP, pulmonary
capillary/artery wedge
preassure
- Monitor status cairan yang
meliputi intake dan output
- Monitor penentu pengiriman
oksigen ke jaringan (PaO2,
SaO2 dan level Hb dan
cardiac output)
- Pertahankan patensi IV line

24
bleeding reduction:
wound/luka
- Lakukan manual preassure
(tekanan) pada area
perdarahan
- Gunakan ice pack pada area
perdarahan
- Lakukan pressure dressing
(perban yang menekan) pada
area luka
- Tinggikan ekstremitas yang
perdarahan
- Monitor ukuran dan
karakteristik hematoma
- Monitor nadi distal dari area
yang lukaatau perdarahan
- Instrusikan pasien untuk
menekan area luka pada saat
bersin atau batuk
- Instruksikan pasien untuk
membatasi aktivitas
Bleeding reduction:
gastrointestinal
- Observasi adanya darah dalm
sekresi cairan tubuh: emesis,
feses, urine,residu lambung
dan drainase luka
- Monitor complete bloodcount

25
dan leukosit
- Kolaborasi dalam pemberian
terapi: lactulose atau
vasopressin
- Lakukan pemasangan NGT
untuk memonitor sekresi dan
perdarahan lambung
- Lakukan bilas lambung
dengan NaCl dingin
- Dokumentasikan warna,
jumlah dan karakteristik feses
- Hindari pH lambung yang
ekstrem dengan kolaborasi
pemberian antacids histamine
blocking agent
- Kurangi faktor stress
- Pertahankan jalan nafas
- Hindari penggunaan
anticoagulant
- Monior status nutrisi pasien
- Berikan cairan intra vena
- Hindari penggunaan aspirin
dan ibuprofen

2. Resiko NOC
ketidakefektifan 1. Circulation status NIC
perfusi jaringan 2. Tissue Prefusion : Peripheral Sensation
otak b.d celebral Management
penurunan Kriteria Hasil (manajemen sensasi perifer)

26
ruangan untuk Mendemonstrasikan - Monitor adanya daerah
perfusi serebral, status sirkulasi yang tertentu yang hanya peka
sumbatan aliran ditandai dengan terhadap panas/ dingin/
darah serebral 1. Tekanansystole dan tajam/ tumpul
diastole dalam - Monitor adanya paratese
rentang yang - Instruksikan keluarga untuk
diharapkan mengobservasi kulit jika ada
2. Tidak ada ortostatik isi atau laserasi
hipertensi - Gunakan sarung tangan
3. Tidak ada tanda- untuk proteksi
tanda peningkatan - Batasi gerakan pada kepala,
tekanan intracranial leher dan punggung
(tidak lebih dari 15 - Monitor kemampuan BAB
mmHg) - Kolaborasi pemberian
Mendemonstrasikan analgetik
kemampuan kognitif - Monitor adanya
yang ditandai dengan : tromboplebitis
1. Berkomunikasi - Diskusikan mengenai
dengan jelas dan penyebab perubahan sensasi
sesuai dengan
kemampuan
2. Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
3. Memproses
informasi
4. Membuat keputusan

27
dengan benar
5. Menunjukkan
fungsin sensori
motori cranialyang
utuh : tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-
gerakan involunter

3. Hambatan NOC NIC


mobilitas fisik 1. Join movement : Exercise therapy : ambulation
b.d kerusakan Active - Monitoring vital sign
persepsi/ 2. Mobility Level sebelum/ sesudah latihan dan
kognitif, terapi 3. Self care : ADLs lihat respon pasien saat
pembatasan/kew 4. Transfer performance latihan
aspadaan Kriteria Hasil - Konsultasikan dengan terapi
keamanan, mis 1. Klien meningkat fisik tentang rencana
tirah baring , dalam aktivitas fisik ambulasi sesuai dengan
immobilisasi 2. Mengerti tujuan dari kebutuhan
peningkatan - Bantu klien untuk
mobilitas menggunakan tongkat saat
3. Memverbalisasikan berjalan dan cegah terhadap
perasaan dalam cedera
meningkatkan - Ajarkan pasien atau tenaga
kekuatan dan kesehatan lain tentang teknik
kemampuan ambulasi
berpindah - Kaji kemmpuan pasien
4. Memperagakan dalam mobilisasi
penggunaan alat - Latih pasien dalam

28
bantu untuk monilitas pemenuhan kebutuhan ADLs
(walker) secara mandiri sesuai
kemampuan
- Dampingi dan bantu pasien
saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs
- Berikan alat bantu jika klien
memerlukan
- Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan

4. Kerusakan NOC NIC


memori 1. Tissue Perfusio Neurologi monitoring
Cerebral - Memantau ukuran pupil,
2. Acute Confusion bentuk, simetri dan reaktivitas
Level - Memantau tingkat ksadaran
3. Environment - Memantau tingkat orientasi
interpretation - Memantau tren Gaslow Coma
syndrome impaired Scale
Kriteria Hasil - Memonitor memori baru ,
1. Mampu untuk rentang perhatian, memori
melakukan proses masa lalu, suasana hati,
mental yang mempengaruhi, dan perilaku
kompleks - Memonitor tanda-tanda vital :
2. Orientasi kognitif : suhu, tekanan darah, denyut
mampu untuk nadi, dan pernapasan
mengidentifikasi - Memonitor status pernapasan
orang, tempat, dan ABG tingkat, oksimetri pulsa,

29
waktu secara akurat kedalaman, pola, tingkat, dan
3. Konsentrasi : mampu usaha
focus pada stimulus - Memantau ICP dan CPP
tertentu - Memantau refleks kornea
4. Ingatan (memori) : - Mamantau otot, gerakan
mampu untuk motorik, kiprah, dan
mendapatkan propriceptio
kembali secara - Memantau untuk drift
kognitif dan pronator
menyampaikan - Memantau kekuatan
kembali informasi cengkeraman
yang disimpan - Memantau untuk gemetar
sebelumnya - Memantau simetri wajah
5. Kondisi neurologis : - Memantau tonjolan lidah
kemampuan system - Memantau tanggapan
saraf perifer dan pengamatan
system saraf untuk - Memantau EOMs
menerima, karakteristik tatapan
memproses dan - Memantau untuk gangguan
memberi respon visual : diplopia, nystagmus,
terhadap stimuli pemotongan bidang visual,
internal dan eksternal penglihatan kabur, dan
6. Kondisi neurologis : ketajaman visual
kesadaran - Catatan keluhan sakit kepala
7. Menyatakan mampu - Memantau karakteristik
mengingat lebih baik berbicara : kelancaran,
keberadaan aphasias, atau
kata-temuan kesulitan

30
- Pantau respon terhadap
rangsangan : verbal, taktil,
dan berbahaya
- Memantau diskriminasi
tajam/ tumpul dan panas/
dingin
- Memantau untuk paresthesia :
mati rasa dan kesemutan
- Memantau indera penciuman
- Memonitor pola berkeringat
- Memantau respon Babinski
- Memantau respon Cushing
- Memantau kraniotomi/
laminoktomi pembalut untuk
drainbase
- Pantau respon terhadap obat
- Konsultasikan dengan rekan
kerja untuk mengomfirmasi
data
- Mengidentifikasi pola-pola
yang muncul dalam data,
sesuai
- Meningkatkan frekuensi
pemantauan neurologis,
sesuai
- Hindari kegiatan yang
meningkatakan tekanan
intracranial

31
- Rung kegiatan keperawatan
yang diperlukan yang
meningkatkan tekanan
intracranial
- Beritahu dokter dari
perubahan dalam kondisi
pasien
- Melakukan protocol darurat,
sesuai kebutuhan
5. Ketidakefektifan NOC NIC
bersihan jalan 1. Respiratory status: Airway suction
nafas Ventilation - Pastikan kebutuhan
2. Respiratory status: oral/tracheal suctioning
Airway patency - Auskultasi sebelum dan
Kriteria Hasil: sesudah suctioning
1. Mendemonstrasikan - Informasikan pada klien dan
batuk efektif dan suara keluarga tentang suctioning
nafas yang bersih, - Minta klien nafas dalam
tidak ada sianosis dan sebelum suction dilakukan
dyspnea (mampu - Berikan O2 dengan
bernafas dengan menggunakan nasal untuk
mudah, tidak ada memfasilitasi suksion
pursed lips) nasotrakeal
2. Menunjukkan jalan - Gunakan alat yang steril setiap
nafas yang paten melakukan tindakan
(klien tidak merasa - Anjurkan pasien untuk istirahat
tercekik, irama nafas, dan napas dalam setelah
frekuensi pernapasan kateter dikelurkan dari
dalam rentang normal, nasotrakeal

32
tidak ada suara nafas - Monitor status oksigen pasien
abnormal) - Ajarkan keluarga bagaimana
3. Mampu cara melakukan suction
mengidentifikasi dan - Hentikan suction dan berikan
mencegah factor yang oksigen apabila pasien
dapat menghambat menunjukkan bradikardi,
jalan nafas. peningkatan saturasi O2, dll.
Airway Management
- Buka jalan nafas, gunakan
teknik chin lift atau jaw trust
bila perlu
- Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
- Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
- Pasang mayo bila perlu
- Lakukan fisioterapi dada bila
perlu
- Keluarkan secret dengan batuk
atau suction
- Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
- Lakukan suction pada mayo
- Berikan bronkodilator bila
perlu
- Berikan pelembab udara kassa
basah NaCl lembab

33
- Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
- Monitor respirasi dan status O2

6. Resiko NOC NIC


kekurangan 1. Fluid balance Fluid Management
volume cairan 2. Hydration - Timbang popok/pembalut
3. Nutritional Status : jika diperlukan
Food and Fluid - Pertahankan catatan intake
4. Intake dan output yang akurat
Kriteri Hasil : - Monitor status dehidrasi
1. Mempertahankan urine ( kelembaban membrane
output sesuai dengan mukosa, nadi adekuat,
usia dan BB, BJ urine tekanan darah ortostatik), jika
normal, HT normal. diperlukan
2. Tekanan darah, nadi, - Monitor vital sign
suhu tubuh dalam - Monitor masukan makanan /
batas normal cairan dan hitung intake
3. Tidak ada tanda-tanda kalori harian
dehidrasi - Kolaborasikan pemberian
4. Elastisitas turgor kulit cairan IV
baik, membrane - Monitor status nutrisi
mukosa lembab, tidak - Berikan cairan IV pada suhu
ada rasa haus yang ruangan
berlebihan. - Dorong masukan oral
- Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output

34
- Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
- Tawarkan snack ( jus buah,
buah segar)
- Kolaborasi dengan dokter
- Atur kemungkinan transfuse
- Persiapan untuk transfuse
Hypovolemia Management
- Monitor status cairan
termasuk intake dan output
cairan
- Pelihara IV line
- Monitor tingkat Hb dan
hematocrit
- Monitor tanda vital
- Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan
- Monitor berat badan
- Dorong pasien untuk
menambah intake oral
- Pemberian cairan IV monitor
adanya tanda dan gejala
kelebihan volume cairan
- Monitor adanya tanda gagal
ginjal.
7. Resiko NOC NIC
ketidakseimbang 1. Termoregulasi Newborn Care
an suhu tubuh 2. Termoregulasi : - Pengaturan suhu : mencapa
b/d trauma Newborn dan atau mempertahankan

35
jaringan otak Kriteria hasil suhu tubuh dalam range
1. Suhu kulit normal normal
2. Suhu badan 36,0 – 37, - Pantau suhu bayi baru lahir
0ºC sampai stabil
3. TTV dalam batas - Pantau tekanan darah. Nadi,
normal dan pernafasan dengan tepat
4. Hidrasi adekuat - Pantau warna-warna dan suhu
5. Tidak hanya menggigil kulit
6. Gula darah DBN - Pantau dan laporkan tanda
7. Keseimbangan asam dan gejala hipotermi dan
basa DBN hipertermi
8. Bilirubin DBN - Tingkatkan keadekuatan
masukan cairan dan nutrisi
- Tempatkan bayi baru lahir
pada ruangan isolasi atau
bawah pemanas
- Pertahankan panas tubuh bayi
- Gunakan matras panas dan
selimut hangat yang
disesuaikan dengan
kebutuhan
- Berikan pengobatan dengan
tepat untuk mencegah atau
control menggigil
- Gunakan matras sejuk dan
mandi dengan air hangat
untuk menyesuaikan dengan
suhu tubuh dengan tepat

36
Temperature Regulation
(Pengaturan Suhu)
- Monitor suhu minimal tiap 2
jam
- Rencanakan monitoring suhu
secara kontinyu
- Monitor TD, nadi, dan RR
- Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
- Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
- Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
- Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
- Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek
negative dari kedinginan
- Beritahu tentang indikasi
terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang
diperlukan
- Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan

37
yang diperlukan
- Berikan anti piretik jika perlu
Temperature regulation :
intraoperative
- Mempertahankan suhu tubuh
interaoperatif yang
diharapkan
8. Risiko infeksi NOC NIC

Imuno status knowledge : Infection control ( kontrol


infection control risk infeksi)
control.
- Bersihkam lingkungan
Kriteria hasil : setelah dipakai pasien lain.
- Pertahankan teknik isolasi
Klien bebas dari tanda
- Batasi pengunjung bila perlu
dan gejala infeksi
- Instruksikan pada
Mendeskripsikan proses pengunjung mencuci tangan
penularan penyakit faktor saat berkunjung, setelah
yang mempengaruhi serta berkunjung meninggalkan
pasien.
Penatalaksanaannya.
- Xgunakan sabun anti
Menunjukan kemampuan mikrobia untuk cuci tangan
untuk mencegah - Cuci tangan setiap sebelum,
timbulnya infeksi sesudah tindakan
keperawatan
Jumlah leukosit dalam
- Gunakan baju sarung tangan
batas normal
sebagai alat pelindung
Menunjukan prilaku - Pertahankan lingkungan
hidup sehat aseptik selama pemasangan

38
alat
- Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk
umum
- Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing.
- Tingkatkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotik bila
perlu infection protection
( proteksi terhadap infeksi )
- Monitoring tanda dan gejala
infeksi sistemik dan local
- Monitoring hitung
granulosit , WBC
- Monitoring kerentanan
terhadap infeksi
- Batasi pengunjung
- Sering pengunjung terhadap
penyakit menular
- Partahankan teknik aspesis
pada yang berisiko
- Pertahankan teknik isolasi
k/p
- Berikan perawatan kuliat
pada epidema
- Infeksi kulit dan membran

39
mukosa terhadap
kemerahan , panas, drainase
- Infeksi kondisi luka /insisi
bedah
- Dorong masukan utrisi yang
cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien utuk
minum antibiotik sesuai
resep
- Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mengindari
infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif

9. Intoleransi NOC Activity therapy :


aktivitas
 Energy - Kolaborasikan dengan
conservation tenaga rehabilitasi medic
 Activity tolerance dalam merencanakan
 Self care : ADLs program terapi yang tepat
Kriteria hasil : - Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
 Berpartisipasi
yang mampu dilakukan.
dalam aktivitas
- Bantu untuk memilih
fisik tanpa disertai
aktivitas yang konsisten
peningkatan

40
tekanan darah yang sesuai dengan
,nadi, RR kemampuan fisik ,
 Mampu psikologi dan social.
melakukan - Bantu untuk
aktivitas sehari- mengidentifikasi dan
hari (ADLs) mendapatkan sumber
secara mandari. yang diperlukan untuk
 Tanda – tanda aktivitas yang diinginkan.
vital normal - Bantu untuk mendapatkan
 Energy alat bantuan aktivitas
psikomotor seperti kursi roda, krek.
 Level kelemahan - Bantu klien untuk
 Mampu berpindah membuat jadwal latihan di
: dengan atau waktu luang
tanpa bantuan alat - Bantu pasien / keluarga
 Status untuk mengidentifikasi
kardiopulmonari kekurangan dalam
adekuat beraktivitas
 Sirkulasi status - Sediakan pengutan positif
baik bagi yang aktif
 Status respirasi : beraktivitas.
pertukaran gas dan - Bantu pasien untuk
ventilasi adekuat. mengembangkan motivasi
diri dan pengutan.
- Monitor respon
fisik,emosi ,social ,dan
spiritual.
10. Nyeri akut NOC NIC

41
 Pain level Pain management
 Pain control
- Lakukan pengkajian nyeri
 Comfort level
secara komprehensif
Kriteria hasil :
termasuk lokasi ,
 Mampu karakteristik , durasi,
mengontrol nyeri ( frekuensi kualitas dan
tahu penyebab factor presipitasi.
nyeri, mampu - Observasi reaksi non
menggunakan verbal dari
teknik ketidaknyaman.
nonfarmakologi - Gunakan teknik
untuk mengurangi komunikasi terapeutik
nyeri , mencari untuk mengetahui
bantuan ) pengalaman nyeri pasien.
 Melaporkan - Kaji kultur yang
bahwa nyeri mempengaruhi respon
berkurang dengan nyeri.
mengunakan - Evaluasi pengalaman
menajemen nyeri. nyeri masa lampau
 Mampu mengenali - Evaluasi bersama pasien
nyeri ( skala, dan tim kesehatan lain
instensitas, tentang ketidakefektifan
frekuensi, dan control nyeri masa lampau
tanda nyeri) - Bantu pasien dan keluarga
 Menyatakan rasa untuk mencari dan
nyaman setelah menemukan dukungan.
nyeri berkurang - Control lingkungan yang
dapat mempengarui nyeri

42
seperti suhu, pencahayaan
dan kebisingan.
- Kurangi factor presipitasi
nyeri
- Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
( farmakologi , non
farmakologi dan
interpersonal )
- Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
- Ajarkan ternik non
farmakologi
- Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
- Evaluasi ketidakefektifan
control nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
- Monitor penerimaan
pasien tentang
menagemen nyeri.
Analgesic administration

- Tentukan lokasi,

43
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
- Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi
- Cek riwayat energy
- Pilih analgesic yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesic ketika
pemberian lebih dari satu
- Tentukan pilihan
analgesic tergantung tipe
dan beratnya nyeri

11. Risiko cedera NOC NIC

 Risk control Environment management


Kriteria hasil : ( menajemen lingkungan )

 Klien terbebas - Sediakan lingkungan yang


dari cedera aman untuk pasien
 Klien mampu - Identifikasi kebutuhan
menjelaskan keamanana pasien sesuai
cara/metode dengan kondisi fisik dan
untuk mencegah fungsi kognitif pasien dan
injury/cedera riwayat penyakit
 Klien mampu terdahulu pasien
menjelaskan - Menghindarkan

44
factor risiko dari lingkungan yang
lingkungan berbahaya ( misalnya
/prilaku personal memindahkan perabotan )
 Mampu - memasang side rail
memodifikasi tempat tidur
gaya hidup untuk - menyediakan tempat tidur
mencegah injury yang nyaman dan bersih
 Menggunakan - menempatkan saklar
fasilitas lampu di tempat yang
kesehatan yang mudah dijangkau pasien
ada. - membatasi pengunjung
 Mampu - menganjurkan keluarga
mengenali untuk menemani pasien
perubahan status - mengontrol lingkungan
kesehatan dari kebisingan
- memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
- berikan penjelasan kepada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya status
kesehatan dan penyebab
penyakit
12. Ansietas NOC NIC

 anxiety self- Anxiety reduction ( penurunan


control kecemasan )
 anxiety level
- gunakan pendekatan yang
 coping
menenangkan

45
kriteria hasil : - nyatakan dengan jelas
harapan terhadap pelaku
 klien mampu
pasien
mengidentifikasi
- jelaskan semua prosedur
dan
dan apa yang dirasakan
mengungkapkan
selama prosedur
gejala cemas
- pahami perspektif pasien
 mengidentifikasi /
terhadap situasi stress
mengungkapkan
- temani pasien untuk
dan menunjukkan
memberikan keamanan
teknik untuk
dan mengurangi takut
mengontrol cemas
- dorong keluarga untuk
 vital sign dalam
menemani anak
batas normal
- lakukan back / neck rub
 postur tubuh ,
- dengarkan dengan penuh
ekspresi wajah ,
perhatian
bahasa tubuh dan
- identifikasi tingkt
tingkat aktivitas
kecemasan
menunjukkan
- bantu pasien untuk
berkurangnya
mengungkapkan
kecemasan
perasaan , ketakutan ,
perspsi
- instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
- berikan obat untuk
mengurangi kecemasan

46
IV. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan disesuaikan dengan intervensi yang telah ditentukan.

V. EVALUASI
Pada dasarnya evaluasi bisa didokumentasikan meskipun tanpa data
subyektif, namun akan lebih baik dan akurat bila muncul data subyektif
langsung dari respon klien.

47
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara
hasil CT Scan dengan nilai GCS pada pasien cedera kepala. Dimana hal ini dapat
dipengaruhi oleh efek buruk cedera kepala karena melalui mekanisme langsung
dan tidak langsung. Pengaruh secara langsung terjadi beberapa saat setelah trauma
terjadi sedangkan trauma secara tidak langsung merupakan cedera otak sekunder
yang bisa terjadi beberapa jam setelah kejadian bahkan beberapa hari setelah
penderita terpapar trauma. Cedera otak sekunder terjadi karena perubahan aliran
darah ke otak dan juga terjadi peningkatan tekanan intrakranial karena
meningkatnya volume isi kepala. Kedua mekanisme tersebut memperberat cedera
otak yang sudah ada.Cedera otak bisa menimbulkan dampak fisik, kognitif, emosi
dan sosial. Prognosis cedera otak bisa sangat bervariasi dari mulai sembuh total
sampai cacat menetap bahkan kematian.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis menyarankan beberapa
hal diantaranya :
1. Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada klien dengan
trauma kepala.
2. Mahasiswa dapat mengaplikasikan teori yang ada dalam paraktik
keperawatan pada pasien dengan trauma kepala.

48
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/doc/310728402/ASKEP-CEDERA-KEPALA

Batticaca, F. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika

Brunner & Suddarth, 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 vol 3.
Jakarta : EGC

Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. alih bahasa : I Made
Kariasa, Ni Made Sumarwati, Edisi : 3. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan sistem
persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C.2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3 ed-8.
Jakarta : EGC
Grace, P, A & Borley, N, R. 2007. At a GlanceIlmu Bedah. Jakarta : Penerbit
Erlangga.

Brunner & Suddart . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Hardhi, Kusuma. 2013. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA


NIC-NOC.Yogyakarta : MediAction

49

Anda mungkin juga menyukai