Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH DISKUSI MODUL NEUROLOGI

KASUS 1

Disusun oleh:

Kelompok D

Assa Putri Nur Anisya 03016017 Derry Arkan Prabowo 03016030

Bedwina Rachmayanti 03016018 Dhirasakti Magista D 03016034

Bella Novalia 03016019 Dian Rizky I 03016035

Chandra Adi Nopala 03016023 Dini Anggraini 03016037

Danya Fatimah 03016027 Dini Afrizon 03016038

Fakultas Kedokteran

Universitas Trisakti

2018
Bab 1

PENDAHULUAN

I. Latar belakang

Cedera (injury) merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan adanya stimulus
patologis yang melampaui kemampuan pemulihan (recovery) suatu sel atau jaringan. Bentuk dari
stimulus patologis ini bersifat umum, bisa berupa trauma, infeksi, iskemia, atau neoplasma.
Dengan demikian trauma merupakan salah satu penyebab cedera pada suatu sel atau jaringan di
tubuh manusia.
Cedera kepala adalah perubahan fungsi otak atau terdapat bukti patologi pada otak yang
disebabkan oleh kekuatan mekanik eksternal. Cedera kepala dapat disebabkan kekuata mekanik
baik secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis
berupa gangguan fisik, kognitif, dan fungsi psikososial secara sementara maupun permanen.
Cedera kepala merupakan salah satu jenis cedera yang terbanyak di Unit Gawat Darurat
rumah sakit. Banyak pasien cedera kepala berat meninggal sebelum tiba di rumah sakit, dan
sekitar 90 % kematian pra rumah sakit disebabkan karena cedera kepala. Pasien yang dapat
bertahan hidup dari cedera kepala seringkali menderita kecacatan neurofisiologis yang akan
menyebabkan ketidakmampuan untuk bekerja atau aktifitas sosial lainnya.
Konsekuensi akibat cedera kepala dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu seperti
usia dan tatalaksana yang didapatkan. Fokus utama dalam penanganan pasien dengan kecurigaan
cedera kepala, terutama cedera kepala berat adalah harus mencegah cedera otak sekunder.
Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan mempertahankan tekanan darah yang cukup
untuk perfusi otak merupakan langkah paling penting untuk menghindarkan terjadinya cedera
otak sekunder, yang pada akhirnya akan meningkatkan tingkat kesembuhan pasien. Oleh karena
itu, dibutuhkan peran neurolog dalam diagnosis dan penangan yang tepat sedini mungkin untuk
mengurangi kecacatan hidup semaksimal mungkin.

II. Tujuan masalah


 Memahami anatomi
 Memahami etiologi penurunan kesadaran
 Memahami mekanisme dan patofisiologi gejala
 Memahami klasifikasi
 Memahami diagnosis
 Memahami tatalaksana
 Memahami komplikasi
 Memahami prognosis
 Memahami sekuel

III. Rumusan Masalah


 Bagaimana anatomi kepala?
 Apa saja klasifikasi penurunan kesadaran?
 Apa saja derajat dari cedera kepala?
 Bagaimana tata laksana dalam cedera kepala?
 Apa saja komplikasi yang dapat terjadi?
 Bagaimana prognosis dari kasus ini?
BAB II
KASUS

Skenario 1

Laki-laki jatuh dari motor

Seorang laki-laki berusia 20 tahun dibawa ke UGD karena jatuh dari motor. Pasien gelisah dan
mengeluh sakit kepala hebat serta muntah. Terdapat luka robek di dahi. Pada pemeriksaan,
pasien bisa membuka mata spontan, tak bisa menjawab pertanyaan, bicaranya kacau serta tak
bisa melakukan apa yang diminta. Dari pemeriksaan didapatkan kesadaran delirium. Pupil isokor
dan refleks cahaya dari kedua mata normal. Dari telinga kanan pasien keluar darah.

CT Scan kepala non-kontras: menunjukan beberapa perdarahan kecil di kedua lobus frontalis
yang jumlahnya kurang lebih 15 cc serta suatu pneumocephalus.

Setelah 7 hari pasien sadar penuh, nyeri kepala berkurang. Pasien tidak dapat menutup kelopak
mata atas kanan dan jumlah kerutan dahi di bagian kanan berkurang.

Kata kunci: cedera kepala, delirium, perdarahan telinga, perdarahan kecil lobus frontal,
pneumocephalus, kerutan dahi kanan berkurang dan kelopak mata tidak dapat menutup sempurna
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi

Cedera kepala: Suatu trauma yang mengenai kepala/otak baik secara langsung/tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis berupa gangguan fisik, kognitif, dan fungsi psikososial
secara sementara maupun permanen.

2. Memahami etiologi penurunan kesadaran dan cedera kepala

Etiologi Cedera Kepala


Penyebab cedera kepala yang paling sering dialami di seluruh dunia adalah akibat kecelakaan
lalu lintas. Sekitar 60% dari kasus cedera kepala merupakan akibat dari kelalaian dalam berlalu
lintas, 20-30% disebabkan oleh jatuh, 10% disebabkan oleh kekerasan dan sisanya disebabkan oleh
perlukaan yang terjadi di rumah maupun tempat kerja.
Etiolgi penuruan kesadaran
Penurunan Kesadaran disebabkan oleh berbagai faktor etiologi, baik yang bersifat
intrakranial maupun ekstrakranial / sistemik:
• Gangguan sirkulasi darah di otak (serebrum, serebellum, atau batang otak)
• Infeksi: ensefalomeningitis (meningitis, ensefalitis, serebritis/abses otak)
• Gangguan metabolisme
• Trauma kepala
• Epilepsi
• Gangguan elektrolit dan endokrin

3. Memahami mekanisme dan patofisiologi gejala

Patofisiologi Pneumosefalus

Terdapat celah yang berhubungan dengan lingkungan luar  udara masuk kedalam rongga kepala.
Pneumosefalus lebih sering terjadi pada fraktur yang melibatkan sinus paranasal ( terutama sinus
frontalis, mastoid air cell, telinga tengah).

Patofisiologi telinga keluar darah dan kerutan wajah berkurang berhubungan dengan fraktur basis kranii
dan cedera saraf kranialis
• Fraktur piramida petrosus pada tulang temporal  deformitas kanal auditori eksternal atau
robek membran timpanin  kebocoran CCS atau darah berkumpul di belakang membran
timpani sehingga warna nya berubah
• Fraktur transversal tulang petrosus  kontusio N VII  paresis wajah segera
• Fraktur longitudinal tulang petrosus  paresis wajah muncul terlambat
4. Memahami klasifikasi penurunan kesadaran

Pemeriksaan kesadaran dapat terbagi menjadi 2, ada yang secara kualitatif an ada yang
kuantitatif. Untuk secara kualitatif, dapat dibagi menjadi:

1. Composmentis : kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua


pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya
2. Apatis : keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh
3. Delirium : gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak berteriak-teriak,
berhalunasi, kadang berhayal.
4. Somnolen : kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tidur, namun
kesadaran dapat pulih bila di rangsang tetapi jatuh tertidur lagi
5. Stupor : keadaan seperti tertidur lelap, tetapi tidak ada respon terhadap nyeri
6. Coma : tidak bisa di bangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun

Untuk pemeriksaan kesadaran dengan cara kuantitatif, dapat dilakukan dengan perhitangan skala
menurut Glasglow coma scale (GCS), dengan hitungan sebagai berikut:

• Menilai respon membuka mata


(4) spontan
(3) dengan rangsang suara
(2) dengan rangsang nyeri
(1) tidak ada respon
• Menilai respon verbal
(5) Orientasi baik
(4) bingung, berbicara mengacau
(3) kata-kata saja
(2) Suara tanpa arti
(1) Tidak ada respon
• Menilai respon motorik
(6) Mengikuti perintah
(5) Melokalisir nyeri (menjauhkan & menjangkau stimulus saat diberi rangsangan
nyeri)
(4) Withdraws (menghindar/ menarik ekstremitas atau tubuh)
(3) Flexi abnormal saat diberi rangsang nyeri
(2) Extensi abnormal saat diberi rangsang nyeri
(1) Tidak ada respon

untuk derajat cedera kepala, kita dapat membedakannya menajdi 3 bagian, yaitu: cedera kepala
ringan, cedera kepala sedang, dan cedera kepala berat, dengan kriteria sebagai berikut:
1. Cedera kepala ringan:
a. GCS: 13-15
b. Pingsan < 10 menit & tidak ada deficit neuroogis
c. CT Scan Normal
d. Amnesia < 24 jam
2. Cedera kepala sedang
a. GCS: 9-12
b. Pingsan > 10 menit & defisit neuroogis positif
c. CT Scan abnormalitas
d. Amnesia > 24 jam sampai dengan < 7 hari
3. Cedera kepala berat
a. GCS: < 8
b. Pingsan > 6jam & defisit neuroogis positif
c. CT Scan abnormalitas
d. Amnesia > 7 hari

5. Memahami diagnosis

Diagnosis dalam kasus ini dapat kita bagi menjadi 4. Yaitu:


• Diagnosis klinis: sakit kepala, muntah, paresis N. Facialis
• Diagnosis etiologi: trauma kepala
• Diagnosis topis: lobus frontal, N. Facialis
• Diagnosis patologis: perdarahan intrakranial pada lobus frontalis

6. Memahami tatalaksana

Tatalaksana yang dapat dilakukan untuk menangani pasien dalam kasus terdiri dari tatalaksana
farmakologis. Pasien dalam kasus diasumsikan mengalami cedera otak derajat sedang, sehingga
tatalaksananya adalah :

a. Resusitasi (Airway – Breathing – Circulation – Disability)


b. Imobilisasi vertebra cervical dengan collar neck dengan adanya tanda :
 GCS awal <15
 Nyeri leher
 Defisit neurologis fokal
 Parestesis ekstremitas
 Curiga cedera vertebra cervical

c. Observasi tanda vital dan status neurologis (GCS, Pupil, Kekuatan Motorik)
 Jika GCS < 15, observasi tiap 30 menit sampai GCS 15
d. Jika ada tanda peningkatan tekanan intra kranial, maka turunkan segera :
 Elevasi kepala 30 derajat, monitor tanda klinis herniasi serebri
 Cairan isotonik (NaCl 0,9%)
 Diberikan cairan hipertonik mannitol 20% (prinsip osmosis diuresis dapat diberikan
karena edema pada cedera kepala bersifat sitotoksik)
 Dosis Mannitol :
 1 – 2g/KgBB dalam waktu 30 menit – 1 jam tetes cepat
 Setelah dosis pertama, diberikan dosis kedua 0,5g/KgBB dalam waktu 30 menit – 1 jam
tetes cepat
 12 dan 24 jam kemudian diberikan 0,25g/KgBB selama waktu 30 menit – 1 jam tetes
cepat

7. Memahami komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu:
• Epilepi
• Demam
• Gastrointestinal bleeding
• Kelainan hematologis
• Gelisah (bisa karena katung kemih dan usus penuh)
• Sesak napas akut
• Aspirasi
• Tromboemboli
• Edema pulmonal

8. Memahami sequale

Sindrom yang biasa terjadi pasca trauma adalah;

- Sakit kepala / vertigo


- Kurang berkonsentrasi & cepat lelah
- Penumocephalus
- Paresis nervus cranialis
- Epilepsy post-traumatic (biasanya 1-3 bulan setelah trauma)
BAB IV

PEMBAHASAN

Penegakkan diagnosis :

A. Anamnesis :
1. Beberapa saat pasca trauma
 Laki laki berusia 20 tahun dilarikan ke UGD karena jatuh dari motor.
 Keluhan gelisah dan mengeluh sakit kepala hebat serta muntah.
2. Tujuh hari pasca trauma
 Nyeri kepala berkurang

B. Pemeriksaan Fisik
1. Beberapa saat setelah trauma
 Status generalis:
- Terdapat luka robek di dahi.
- Telinga kanan pasien keluar darah.
- Dari pemeriksaan didapatkan kesadaran delirium.
 Status neurologis:
- GCS : diperkirakan di atas 8
~ Pasien dapat membuka mata spontan (nilai 4).
~Tak bisa menjawab pertanyaan dan bicaranya kacau (nilai 4).

~Karena dalam keterangan kasus, pasien dinyatakan tidak dapat melakukan


gerakan yang diminta namun hal ini belum jelas apakah dia memang tidak ada
gerakan sama sekali (nilai 1) karena tidak dilakukan pemeriksaan motorik.
Sedangkan pasien masih bisa menutup kelopak mata yang sebelah kiri yang
menandakan bahwa pasien masih bisa melakukan beberapa gerakan dan bukan
berarti tidak dapat melakukan geraka sama sekali yang mana bernilai 1. Sehingga
4+4+1/> = lebih dari 8.

- Pupil isokor dan refleks cahaya dari kedua mata normal.

2. Tujuh hari pasca trauma


 Status generalis:
- Compos mentis
 Status neurologis:
- Pasien tidak dapat menutup kelopak mata kanan atas dan jumlah kerutan dahi di
bagian kanan berkurang.

C. Pemeriksaan Penunjang
 CT-Scan kepala non kontras menunjukkan beberapa perdarahan kecil di kedua lobus
frontalis yang jumlahnya kurang lebih 15 cc serta suatu pneumocephalus.

Berdasarkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik , dan pemerikasaan penunjang, kami
membuat diagnosis berupa sebagai berikut :

a. Diagnosis klinis : sakit kepala, muntah, paresis N. VII


b. Diagnosis etiologi : trauma kepala
c. Diagnosis topis : lobus frontal fossa media, N. VII
d. Diagnosis patologis : hematom epidural
Pemuda berusia 20 tahun jatuh dari motor mengeluh sakit kepala hebat serta muntah. Dari
pemeriksaan fisik terdapat luka robek pada dahi sehingga diperkirakan terjadi trauma kepala pada pasien.
Trauma kepala ini menyebabkan lesi pada lobus frontal. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bahwa
telinga pasien mengeluarkan darah sehingga kami curiga bahwa pasien tersebut mengalami fraktur basis
cranii fossa media. Fraktur basis cranii pada pasien ini dapat menyebabkan fraktur os. Petrosum di lobus
temporal yang mana berhuungan dengan N.VII sehingga jika mengalami cedera kemungkinan akan
membuat N.VII cedera pula. Bberdasarkan hal tersebut, kemungkinan paresis N.VII yang terjadi pada
pasien disebabkan oleh adanya fraktur basis cranii. Dari status GCS yang diperkirakan nilainya lebih dari
8, pasien diperkirakan mengalami cedera kepala sedang sampai dengan ringan. Selain itu kami curiga
terdapat perdarahan pada rongga otak pasien karena berdasarkan hasil anamnesis, pasien mengalami sakit
kepala yang hebat serta rasa mual dan muntah. Kami curiga terjadi epidural hematoma pada pasien
tersebut. Namun berdasarkan teori, salah satu gejala klinis epidural hematoma yaitu terjadinya interval
lusid tetapi beberapa kasus (15%) tidak mengalami interval lusid. Maka dari itu diperlukan observasi
yang ketat pada pasien ini dalam jangka waktu 6-24 jam untuk mencegah pasien jatuh perburukan. Dari
gejala tersebut jika berdasarkan teori, hal ini menandakan adanya peningkatan tekanan intracranial.
Pneumocephalus yang terjadi pada pasien diperkirakan karena adanya luka terbuka yang menyebabkan
udara luar masuk ke rongga cranial.

Tatalaksana untuk pasien ini adalah yang pertama lakukan tindakan resusitasi terlebih dahulu
(ABCD). Observasi tanda vital pasien. Jika hipotensi maka dapat diberikan cairan NaCl, sedangkan jika
tensi stabil maka berikan terapi simtomatik pada pasien. Selain itu, cairan yang dapat diberikan pada
pasien adalah manitol 20%. Karena curiga adanya epidural hematom maka lakukan observasi ketat pada
pasien dan pasang kateter selama observasi. Dan periksa pula apakah terdapat cedera pada leher atau tidak
untuk mencegah mobilisasi pasien yang berlebihan. Pasien dapat ditempatkan di ruangan ROI (Ruang
Observasi Intensif) selama masa observasi. Selain itu tindakan lain yang perlu dilakukan adalah pasien
dibaringkan miring, isi lambung dikeluarkan dengan pipa nasogastric agar tidak terjadi aspirasi
paru.Untuk pasien ini tidak ada indikasi operatif.

Keadaan pasien masih sadar tetapi ada penurunan kesadaran. Keadaan pasien ini termasuk ke dalam
delirium, dan pasien segera dilarikan ke UGD., maka prognosis pasien kami tetapkan melalui data yang
didapatkan pada saat anamnesis, pemeriksaan fisik dan dari status generalis. Prognosis pasien ini adalah
sebagai berikut:

Ad Vitam : Dubia ad Bonam


Ad Fungsionam : Dubia ad Bonam
Ad Sanasionam : Dubia ad Bonam
BAB V

KESIMPULAN

Dari pembahasan yang sudah dijelaskan, bisa disimpulkan bahwa diagnosis kasus ini adalah :

a. Diagnosis klinis : sakit kepala, muntah, paresis N. VII


b. Diagnosis etiologi : trauma kepala
c. Diagnosis topis : lobus frontal fossa media, N. VII
d. Diagnosis patologis : hematom epidural
Tatalaksana pada pasien diperlukan resusitasi, penanganan muntah, serta observasi selama 6-24 jam.
Diberikan cairan manitol 20 % serta tidak ada indikasi opertif. Prognosis untuk pasien inibaik apabila
ditangai dengan cepat dan tepat.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

1. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP. Adams and Victor’s Principles of Neurology 3r ed. China:
Mc-Graw-Hill Education. 2014
2. Wahjoepramono EJ. Cedera Kepala. Jakarta: FK UPH. 2005
3. Dewantoro G. Panduan Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC. 2009

Anda mungkin juga menyukai