Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN CIDERA KEPALA RINGAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan IV


Gawat Darurat dan Kritis
Dosen Pembimbing : Ns. Isra Nur Utari Syachnara Potabuga M.Kep

DISUSUN OLEH:
DEBORA AYU VALENTINA
S18064
S18B

PROGRAM STUDI PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2020/2021
I. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik
secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada
gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif , psikososial, bersifat
temporer atau permanen (Riskesdas,2013). edera kepala adalah (trauma
capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung maupun tidak
langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur
tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu
sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Sjahrir, 2012). Cedera
kepala merupakan suatu proses terjadinya cedera langsung maupun
deselerasi terhadap kepala yang dapat menyebabkan kerusakan tengkorak
dan otak (Pierce dan Nail, 2014). Cedera kepala merupakan cedera yang
meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak (Morton, 2012).

2. Etiologi
a. Trauma tajam adalah trauma yang disebabkan oleh benda tajam yang
dapat mengakibatkan cedera setempat dan menimbulkan cedera local.
Kerusakan local meliputi Contosio serebral,hematom serebral,kerusakan
otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi , pergeseran otak atau
hernia.
b. Trauma tumpul trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera
menyeluruh menyebabkan kerusakan secara luas dan terjadi dalam 4
bentuk yaitu cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak
menyebar, multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada
hemisfer,cerebral,batang otak atau keduanya (Wijaya,2013).

3. ManifestasiKlinik
Manifestasi klinis dari cedera kepala (Yessie dan Andra, 2013) :
1. Cedera kepala ringan-sedang
a. Disoerientasi ringan
Disorientasi adalah kondisi mental yang berubah dimana seseorang
yang mengalami ini tidak mengetahui waktu atau tempat mereka
berada saat itu, bahkan bisa saja tidak mengenal dirinya sendiri.
b. Amnesia post traumatik
Amnesia post traumatik adalah tahap pemulihan setelah cedera otak
traumatis ketika seseorang muncul kehilangan kesadaran atau koma.
c. Sakit kepala
Sakit kepala atau nyeri dikepala, yang bisa muncul secara bertahap
atau mendadak.
d. Mual dan muntah
Mual adalah perasaan ingin muntah, tetapi tidak mengeluarkan isi
perut, sedangkan muntah adalah kondisi perut yang tidak dapat
dikontrol sehingga menyebabkan perut mengeluarkanisinya secara
paksa melalui mulut.
e. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran adalah salah suatu keadaan yang umumnya
disebabkan oleh factor usia atau sering terpapar suara yang nyaring
atau keras.

4. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari cedera kepala (Andra dan Yessie, 2013):
1. Epilepsi pasca cedera
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi
beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di
kepala. Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah
terjadinya cedera. Obat-obat anti kejang misalnya: fenitoin,
karbamazepin atau valproat) biasanya dapat mengatasi kejang pasca
trauma.
2. Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena
terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu
memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian kepala yang
mengendalikan fungsi bahasa adala lobus temporalis sebelah kiri dan
bagian lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian manapun
dari area tersebut karena stroke, tumor, cedera kepala atau infeksi, akan
mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa.
3. Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang
memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang
terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis
atau lobus frontalis. Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang
mendasarinya, yang telah menyebabkan kelainan fungsi otak.
4. Agnosis
Agnosis merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan
merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan
peran atau fungsi normal dari benda tersebut. Penderita tidak dapat
mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalinya dengan baik atau benda-
benda umum (misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka dapat
melihat dan menggambarkan benda-benda tersebut. Penyebabnya adalah
fungsi pada lobus parietalis dan temporalis, dimana ingatan
akan benda-benda penting fungsinya disimpan. Agnosis seringkali
terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala atau stroke.
Tidak ada pengobatan khusus, beberapa penderita mengalami perbaikan
secara spontan.
5. Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk
mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah
lama berlalu. Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti.
Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa
yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesia retrograde)
atau peristiwa yang terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia
pasca trauma). Amnesia hanya berlangsung beberapa menit sampai
beberapa jam (tergantung pada beratnya cedar) dan akan hilang dengan
sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesia bisa bersifat
menetap. Mekanisme otak untuk menerima informasi dang
mengingatnya kembali dari memori terutama terletak di dalam lobus
oksipitalis, parietalis, dan temporalis.
6. Fistelkarotis-kavernosus
Ditandai dengan trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan briit orbita,
dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.
7. Diabetes insipidus
Disebabkan karena kerusakan traumatic pada tangkai hipofisis,
menyebabkan penghentian sekresi hormone antidiuretik. Pasien
mengekskresikan sejumlah besar volume urin encer, menimbulkan
hipernatremia, dan deplesi volume.
8. Kejang pasca trauma
Dapat terjadi (dalam 24 jm pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut
(setelah satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predisposisi
untuk kejang lanjut, kejang dini menunjukkan risiko yang meningkat
untuk kejang lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan dengan
antikonvulasan.
9. Edema serebral dan herniasi
Penyebab paling umum dari peningkatan TIK, puncak edema terjadi
setelah 72 jam setelah cedera. Perubahan TD, frekuensi nadi, pernafasan
tidak teratur merupakan gejala klinis adanya peningkatan TIK. Tekanan
terus menerus akan meningkatkan aliran darah otak menurun dan perfusi
tidak adekuat, terjadi vasodilatasi dan edema otak.Lama-lama terjadi
pergeseran supratentorial dan menimbulkan herniasi. Herniasiakan
mendorong hemusfer otak ke bawah/lateral dan menekan di
enchepalon dan batang otak, menekan pusat vasomotor, arteri otak
posterior, saraf oculomotor. Mekanisme kesadaran, TD, nadi,
respirasidan pengatur akan gagal.
10. Defisit neurologis dan psikologis
Tanda awal penurunan neurologis: perubahan TIK kesadaran, nyeri
kepala hebat, mual dan muntah proyektil.

5. Patofisiologi dan Pathway


a. Patofisiologi
Trauma yang disebabkan oleh benda tumpul dan benda tajam atau
kecelakaan dapat menyebabkan cedera kepala. Cedera otak primer
adalah cedera otak yang terjadi segera setelah trauma. Cedera kepala
primer dapat menyebabkan kontusio dan laserasi. Cedera kepala ini
dapat berlanjut menjadi cedera sekunder. Akibat trauma terjadi
peningkatan
kerusakan sel otak sehingga menimbulkan gangguan autoregulasi.
Penurunan aliran darah ke otak menyebabkan penurunan suplai oksigen
ke otak dan terjadi gangguan metabolisme dan perfusi otak. Peningkatan
rangsangan simpatis menyebabkan peningkatan tahanan vaskuler
sistematik dan peningkatan tekanan darah. Penurunan tekanan pembuluh
darah di daerah pulmonal mengakibatkan peningkatan tekanan
hidrolistik sehingga terjadi kebocoran cairan kapiler. Trauma kepala
dapat menyebabkan odeme dan hematoma pada serebral sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial. Sehingga pasien akan
mengeluhkan pusing serta nyeri hebat pada daerah kepala (Padila,
2012).
b. Pathway

6. Penatalaksanaan (medis dan keperawatan)


Beberapa penatalaksaan pada pasien cedera kepala (Tim Pusbankes, 2018):
1. Penatalaksanaan medis cedera kepala ringan
a. Obsevasi atau dirawat di Rumah Sakit
1) CT scan tidak ada
2) CT scan abnormal
3) Semua cedera tembus
4) Riwayat hilang kesadaran
5) Kesadaran menurun
6) Sakit kepala sedang-berat
7) Intoksikasi alcohol/obat-obatan
8) Fraktur tengkorak
9) Rhinorea/otorea
10) Tidak ada keluarga dirumah
11) Amnesia
b. Penatalaksaan Keperawatan
Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya
memikili tujuan untuk memantau sedini mungkin dan mencegah
cedera kepala sekunder serta memperbaiki keadaan umum seoptimal
mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang
sakit. Untuk penatalaksanaan penderita cedera kepala, Adveanced
Cedera Life Support (2011). telah menepatkan standar yang
disesuaikan dengan tingkat keparahan cedera yaitu ringan, sedang
dan berat. Penatalaksanaan penderita cerdera kepala meliputi survei
primer dan survei sekunder.
Dalam penatalaksanaan survei primer halhal yang diprioritaskan
antara lain : A (airway), B (breathing), C (circulation), D (disability),
dan E (exposure/environmental control) yang kemudian dilanjutkan
dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan
cedera kepala berat survei primer sangatlah penting untuk mencegah
cedera otak skunder dan menjaga homeostasis otak. Bila hembusan
napas tidak adekuat, perlu bantuan napas. Bantuan napas dari mulut
ke mulut akan sangat bermanfaat (breathing). Apabila tersedia, O2
dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Pada penderita dengan
cedera kepala berat atau jika penguasaan jalan napas belum dapat
memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya
dilakukan intubasi endotrakheal. Status sirkulasi dapat dinilai secara
cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran dan denyut nadi
(circulation). Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada
tidaknya perdarahan eksternal, menilai warna serta temperatur kulit,
dan mengukur tekanan darah. Denyut nadi perifer yang teratur,
penuh, dan lambat biasanya menunjukkan status sirkulasi yang
relatif normovolemik. Pada penderita dengan cedera kepala, tekanan
darah sistolik sebaiknya dipertahankan di atas 100 mmHg untuk
mempertahankan perfusi ke otak yang adekuat. Bila ada perdarahan
eksterna, segera hentikan dengan penekanan pada luka. Setelah
survei primer, hal selanjutnya yang dilakukan yaitu resusitasi. Cairan
resusitasi yang dipakai adalah Ringer Laktat atau NaCl 0,9%,
sebaiknya dengan dua jalur intra vena. Posisi tidur yang baik adalah
kepala dalam posisi datar, cegah head down (kepala lebih rendah
dari leher) karena dapat menyebabkan bendungan vena di kepala dan
menaikkan tekanan intracranial. Pada penderita cedera kepala berat
cedera otak sekunder sangat menentukan keluaran penderita. Survei
sekunder dapat dilakukan apabila keadaan penderita sudah stabil
yang berupa pemeriksaan keseluruhan fisik penderita.
Pemeriksaan neurologis pada penderita cedera kepala meliputi
respos buka mata, respon motorik, respon verbal, refleks cahaya
pupil, gerakan bola mata (doll’s eye phonomenome, refleks
okulosefalik), test kalori dengan suhu dingin (refleks okulo
vestibuler) dan refleks kornea.

II. ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway : kaji kepatenan jalan nafas klien, observasi adanya benda
asing pada jalan nafas(bekas muntahan, darah, sekret yang tertahan),
observasi adanya suara stridor, gurgling atau wheezing yang
menandakan adanya masalah pada jalan nafas.
2) Bretahing: pemeriksaan fisik paru, pernafasan pasien apakah
menggunakan alat bantu pernapasan, SPO2.
3) Circulation: kaji tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu), warna
kulit, kelembaban kulit dan perdarahan eksternal jika ada.
4) Disability: lakukan pengecekan tingkat kesadaran klien (GCS),
ukuran dan reaksi pupil klien
5) Exposure: kaji adanya injury atau kelainan lainnya dan bebaskan
klien dari lingkungan sekitar.
b. Pengkajian Sekunder
1) Breathing, berisi pemeriksaan fisik paru, pernafasan pasien apakah
menggunakan alat bantu pernapasan, SPO2
2) Blood, berisi pemeriksaan fisik jantung, tekanan darah pasien, HR
3) Brain, berisi tingkat kesadaran, keadaan umum, apakah ada
sumbatan pembuluh darah otak
4) Bladder, berisi eliminasi urin pasien, apakan terpasang DC, BAK
pasien
5) Bowel, berisi eliminasi feses pasien, makanan yang dikonsumsi,
BAB pasien
6) Bone, berisi tingkat kekuatan otot pasien

2. DiagnosaKeperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (fraktur) (D.0077)
b. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer (kerusakan integritas kulit) (D.0142)\
c. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan cedera kepala
(D.0017)
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ganguan musculoskeletal
(D.0054)
e. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis
(D.0005)
f. Ganguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan neuropati perifer
(gangguan volume cairan) (D. 0129)

3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil

1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


berhubungan asuhan keperawatan (I.08238)
dengan agen cidera selama 1x8 jam,
Observasi
fisik (fraktur) masalah nyeri akut
1. identifikasi skala
(D.0077) dapat teratasi
nyeri
dengan kriteria
2.identifikasi lokasi,
hasil:
karateristik, durasi,
Tingkat Nyeri
frekuensi, kualitas,
(L.08066)
intensitas nyeri
a. Keluhan nyeri
cukup menurun
Terapeutik
(4)
1. fasilitasi istirahat dan
b. Meringis cukup
tidur
menurun(4)
c. Gelisah cukup Edukasi
menurun (4) 1. Anjurkan memonitor
d. Kesulitan tidur nyeri secara mandiri
cukup Koloborasi
menurun(4) 1. koloborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Risiko infeksi Setelah dilakukan Pencegahan infeksi
berhubungan asuhan keperawatan (I.14539)
dengan selama 1x8 jam, Observasi
ketidakadekuatan masalah tingkat 1. Monitor tanda dan
gejala infeksi lokal
pertahanan tubuh infeksi dapat teratasi
dan sistemik
primer (kerusakan dengan kriteria
integritas kulit) hasil:
Terapeutik
(D.0142)
Tingkat infeksi 1. Batasi jumlah
L.14137 pengunjung
2. Berikan perawatan
1. Nyeri sedang (3)
kulit pada area
2. Bengkak sedang edema

(3) 3. Cuci tangan sebelum


dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
4. Pertahankan taknik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi

Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka atau luka
operasi
3. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
4. Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian imunisasi,
jika perlu

3 Risiko perfusi Setelah dilakukan Manajemen


serebral tidak asuhan keperawatan peningkatan tekanan
efektif selama 1x8 jam, intrakranial
berhubungan masalah perfusi
(I.06194)
dengan cedera Serebral dapat
kepala (D.0017) teratasi dengan Observasi :
kriteria hasil: 1. Identifikasi penyebab

Perfusi Serebral peningkatan TIK (mis.


(L.02014) Lesi, gangguan
metabolisme, edema
1. Sakit kepala
serebral)
cukup menurun (4)
2.monitor tanda/gejala
2. gelisah cukup
peningkatan TIK (mis
menurun (4)
tekanan darah
3. kecemasan cukup meningkat, tekanan
menurun (4) nadi melebar)

4. nilai rata-rata 3. monitor MAP


tekanan darah
4. monitor CVP, jika
membaik (4)
perlu
5. kesadaran cukup
5. monitor PAWP, jika
membaik (4)
perlu

6. monitor PAP, jika


perlu

7. monitor ICP , jika


tersedia

8. monitor CPP

9. Monitor gelombang
ICP

10. Monitor status


pernapasan

11. Monitor intake dan


ouput cairan

Terapeutik

1. Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang

2. berikan posisi semi


fowler

3. hindari manuver
Valsava

4. Cegah terjadinya
kejang

5. Hindari penggunaan
PEEP

6. Hindari pemberian
cairan IV hipotonik

7. Atur ventilator agar


PaCO2 Optimal

8. pertahankan suhu
tubuh normal

Kolaborasi :

1. kolaborasi pemberian
sedasi dan anti
konvulsan, jika perlu

2. kolaborasi
pemberian diuretik
osmosis, jika perlu

4 Gangguan Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi


mobilitas fisik asuhan keperawatan (I.05173)
berhubungan selama 1x8 jam,
Observasi
dengan ganguan masalah Mobilitas
musculoskeletal fisik dapat teratasi 1. Identifikasi adanya
(D.0054) dengan kriteria nyeri atau keluhan

hasil: fisik lainnya

Mobilitas fisik 2. Monitor kondisi


(L.05042) umum selama
malakukan mobilisasi
a.Pergerakan
ekstermitas sedang Terpeutik
(3) 1.Fasilitasi melakukan

b.Kekuatan otot pergerakan jika perlu

sedang (3) 2. Libatkan keluarga

c.Rentang gerak untuk membantu

(ROM) sedang (3) pasien dalam


meningkatkan
pergerakan

Edukasi

1.Jelaskan tujuan dan


prosedur mobilisasi

5 Pola napas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan


efektif asuhan keperawatan Napas (I.01011)
berhubungan selama 1x8 jam,
Observasi :
dengan gangguan masalah pola napas
neurologis dapat teratasi 1. monitor pola napas
(D.0005) dengan kriteria (frekuensi,

hasil: kedalaman, usaha

Pola napas napas)

(L.01004) 2. monitor bunyi napas


1. Dispnes cukup tambahan (mis.
menurun (4) Gurgling, mengi,
2. Penggunaan otot wheezing, ronkhi
bantu napas cukup kering)
menurun (4)
3. monitor sputum
3. Frekuensi napas
(jumlah, warna,
membaik (5)
aroma)
4. kedalaman napas
membaik (5) Terapeutik :

1. pertahankan
kepatenan jalan napas
dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw-thrust
jika curiga trauma
servikal)

2. posisikan semi
fowler atau fowler

3. berikan minuman
hangat

4. Berikan oksigen jika


perlu

Edukasi

1. anjurkan asupan
cairan 2000ml/ hari
jika tidak
kontraindikasi

Kolaborasi

1. kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik

6. Ganguan integritas Setelah dilakukan Perawatan luka


kulit/ jaringan asuhan keperawatan (I.14564)
berhubungan selama 1x8 jam, Observasi
dengan neuropati masalah Integritas 1. Monitor karakteristik
luka (mis. Drainase,
perifer (gangguan kulit dan jaringan
warna,ukuran, bau)
volume cairan) (D. dapat teratasi
2. Monitor tanda- tanda
0129) dengan kriteria infeksi
hasil:

Integritas kulit dan Terapeutik


jaringan (L.14125) 1. Lepaskan balutan
dan plester secara
a.Kerusakan perlahan
jaringan sedang 2. Bersihkan dengan
(3) cairan NaCl atau
pembersih
b. Kerusakan nontoksik, sesuai
kebutuhan
lapisan kulit
3. Berikan salep yang
sedang (3)
sesuai ke kulit / lesi
jika perlu
4. Pasang balutan
sesuai jenis luka
5. Pertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatn luka
6. Jadwalkan perubahan
posisi setiap 2 jam
atau sesuai kondisi
pasien

Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein

Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian antibiotik,
jika perlu

4. Evaluasi
Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan
Keperawatan, Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencaan tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan
klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.

Komponen catatan perkembangan, antara lain sebagai berikut :

a. Kartu SOAP (data subjektif, data objektif, analisis/assessment dan


perencanaan/plan) dapat dipakai untuk mendokumentasikan evaluasi dan
pengkajian ulang.
b. Kartu SOAPIER sesuai sebagai catatan yang ringkas mengenai penilaian
diagnosis keperawatan dan penyelesaiannya. SOAPIER merupakan
komponen utama dalam catatan perkembangan yang terdiri atas:

S (Subjektif) : data subjektif yang diambil dari keluhan klien,


kecuali pada  klien yang afasia.

O (Objektif) : data objektif yang diperoleh dari hasil observasi


perawat, misalnya tanda-tanda akibat penyimpanan
fungsi fisik, tindakan keperawatan, atau akibat
pengobatan.

A (Analisis) : masalah dan diagnosis keperawatan klien yang


dianalisis/dikaji dari data subjektif dan data
objektif. Karena status klien selalu berubah yang
mengakibatkan informasi/data perlu
pembaharuan, proses analisis/assessment bersifat
diinamis. Oleh karena itu sering memerlukan
pengkajian ulang untuk menentukan perubahan
diagnosis, rencana, dan tindakan.

P (Planning) : perencanaan kembali tentang pengembangan


tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun
yang akan datang (hasil modifikasi rencana
keperawatan) dengan tujuan memperbaiki keadaan
kesehatan klien. Proses ini berdasarkan kriteria
tujaun yang spesifik dan periode yang telah
ditentukan.

I (Intervensi) : tindakan keperawatan yang digunakan untuk


memecahkan atau menghilangkan masalah
klien. Karena status klien selalu berubah,
intervensi harus dimodifikasi atau diubah
sesuai rencana yang telah ditetapkan.

E  (Evaluasi) : penilaian tindakan yang diberikan pada klien dan


analisis respons klien terhadapintervensi yang
berfokus pada kriteria evaluasi tidak tercapai, harus
dicari alternatif intervensi yang memungkinkan
kriteria tujuan tercapai.

R (Revisi) : tindakan revisi/modifikasi proses keperawatan


terutama diagnosis dan tujuan jika ada indikasi
perubahan intervensi atau pengobatan klien. Revisi
proses asuhan keperawatan ini untuk mencapai tujuan
yang diharapkan dalam kerangka waktu yang telah
ditetapkan.
III. DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes Ri

Sjahrir, H. (2012). Nyeri Kepala dan Vertigo. Yogyakarta: Pustaka Cendekia


Press.

Pierce A.G, Neil R.B., 2014. At A Glance Ilmu Bedah Ed.3. Surabaya.
Airlangga University Press.

Morton G.P. 2012, Keperawatan Kritis, Edisi 2, Jakarta: EGC

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah.


Yogyakarta:Nuha Medika.

Andra, S. W., & Yessie, M. P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah


Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

Padila. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha


Medika

Pusbankes 118. 2013. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD).Edisi


X. Yogyakarta: Tim Pusbankes 118 – PERSI DIY

Anda mungkin juga menyukai