BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
5
6
tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur.
Sebagai contoh,pasien dipukul dibagian kepala belakang.
2.1.2.5 Cedera rotasional terjadi jika pukulan atau benturan menyebabkan otak
berputar dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan perenggangan atau
robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian dalam
rongga tengkorak.
2.1.3 Patofisiologi
Organ otak dilindungi oleh rambut kepala, kulit kepala, tulang tengkorak,
dan meningen atau lapisan otak, sehingga secara fisiologis efektif terlindungi dari
trauma atau cedera. Cedera kepala terjadi karena adanya benturan atau daya yang
mengenai kepala secara tiba-tiba. Cedera kepala dapat terjadi melalui dua
mekanisme, yaitu ketika kepala secara langsung kontak dengan benda atau obyek
dan mekanisme akselerasi-deselerasi. Akselerasi merupakan mekanisme cedera
kepala yang terjadi ketika benda yang bergerak membentur kepala yang diam,
sedangkan deselerasi terjadi ketika kepala bergerak membentur benda yang diam
(Black, 2009).
Padilah (2012) membahas tentang terjadinya cedera kepala berdasarkan
besarnya gaya dan lamanya gaya yang bekerja pada kepala manusia maka
mekanisme terjadinya cedera kepala tumpul dapat dibagi menjadi dua:
2.1.3.1 Static Loding
Gaya langsung yang bekerja pada kepala lamanya gaya yang
bekerjalambat, lebih dari 200 milidetik. Mekanisme static 14 loding ini jarang
terjadi sangat berat mulai dari cedera pada kulit kepala sampai kerusakan tulang
kepala, jaringan dan pembuluh darah otak.
2.1.3.2 Dynamic Loading
Gaya yang bekerja pada kepala sangat cepat (kurang dari 50 milidetik).
Gaya yang bekerja pada kepala dapat secara langsung (Impact Injury) ataupun
gaya tersebut bekerja tidak langsung (acclerated-decelerated injury).
7
2.1.5.2 Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena
terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu memahami
atau mengekspresikan kata-kata. Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa
adalah lobus temporalis sebelah kiri dan bagian lobus frontalis disebalahnya.
Kerusakan pada bagian manapun dari area tersebut karena stroke, tumor, cedera
kepala atau infeksi akan mempengaruhi beberapa aspek dan fungsi bahasa.
2.1.5.3 Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang
memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi dan
biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis atau lobus frontalis.
Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya, yang telah
menyebabkan kelainan fungsi otak.
2.1.5.4 Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk
mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu.
Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti.
Cedera pada otak biasa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa
yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesi retrograde) atau
peristiwa yang terjadi segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia pasca
trauma). Amnesia hanya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam
(tergantung kepada beratnya cedera) dan akan menghilang dengan sendirinya.
Pada cedera otak yang hebat, amnesia bisa bersifat menetap.
Mekanisme otak untuk menerima informasi dan mengingatnya kembali
dari memori terutama terletak di dalam lobus oksipitalis, lobus parietalis, dan
lobus temporalus. Amnesia menyeluruh sekejap merupakan serangan lupa akan
waktu, tempat, dan orang, yang terjadi secara mendadak dan berat. Serangan bisa
hanya terjadi satu kali seumur hidup, atau bisa juga berulang. Alkoholik dan
penderita kekurangan gizi lainnya bisa mengalami amnesia yang disebut sindroma
Wernicke-Korsakoff. Sindroma ini terjadi dari kebingungan akut (sejenis
ensefalopati) dan amnesia yang berlangsung lama. Amnesia karsakoff terjadi
9
dengan probe oksigen terlarut seperti sensor oksigen atau optode dalam media
cair.
2.2.2 Pengukuran Oksigen
Pengukuran saturasi oksigen dapat dilakukan dengan beberapa tehnik.
Penggunaan oksimetri nadi merupakan tehnik yang efektif untuk memantau
pasien terhadap perubahan saturasi oksigen yang kecil atau mendadak (Tarwoto,
2006). Adapun cara pengukuran saturasi oksigen antara lain :
2.2.2.1 Saturasi oksigen arteri nilai di bawah 90% menunjukan keadaan
hipoksemia (yang juga dapat disebabkan oleh anemia ). Hipoksemia karena sao2
rendah ditandai dengan sianosis . Oksimetri Nadi adalah metode pemantauan non
invasif secara kontinyu terhadap saturasi oksigen hemoglobin (SpO2). Meski
oksimetri oksigen tidak bisa menggantikan gas-gas darah arteri, oksimetri oksigen
merupakan salah satu cara efektif untuk memantau pasien terhadap perubahan
saturasi oksigen yang kecil dan mendadak. Oksimetri nadi digunakan dalam
banyak lingkungan, termasuk unit perawatan kritis, unit keperawatan umum, dan
pada area diagnostik dan pengobatan ketika diperlukan pemantauan saturasi
oksigen selama prosedur.
2.2.2.2 Saturasi oksigen vena (Sv O2) diukur untuk melihat berapa banyak
mengkonsumsi oksigen tubuh. Dalam perawatan klinis, Sv O2 di bawah 60%,
menunjukkan bahwa tubuh adalah dalam kekurangan oksigen, dan iskemik
penyakit terjadi. Pengukuran ini sering digunakan pengobatan dengan mesin
jantung-paru (Extracorporeal Sirkulasi), dan dapat memberikan gambaran tentang
berapa banyak aliran darah pasien yang diperlukan agar tetap sehat.
2.2.2.3 Tissue oksigen saturasi (St O2) dapat diukur dengan spektroskopi
inframerah dekat. Tissue oksigen saturasi memberikan gambaran tentang
oksigenasi jaringan dalam berbagai kondisi.
2.2.2.4 Saturasi oksigen perifer (Sp O2) adalah estimasi dari tingkat kejenuhan
oksigen yang biasanya diukur dengan oksimeter pulsa.
2.2.2.5 Pemantauan saturasi O2 yang sering adalah dengan menggunakan
oksimetri nadi yang secara luas dinilai sebagai salah satu kemajuan terbesar dalam
pemantauan klinis (Giuliano & Higgins, 2005). Untuk pemantauan saturasi O2
yang dilakukan di perinatalogi ( perawatan risiko tinggi ) Rumah Sakit Islam
11
Kendal juga dengan menggunakan oksimetri nadi. Alat ini merupakan metode
langsung yang dapat dilakukan di sisi tempat tidur, bersifat sederhana dan non
invasive untuk mengukur saturasi O2 arterial (Astowo, 2005 ).
2.2.2.6 Alat yang digunakan adalah oksimetri nadi yang terdiri dari dua diode
pengemisi cahaya (satu cahaya merah dan satu cahaya inframerah) pada satu sisi
probe, kedua diode ini mentransmisikan cahaya merah dan inframerah melewati
pembuluh darah, biasanya pada ujung jari atau daun telinga, menuju fotodetektor
pada sisi lain dari probe (Welch, 2005).
2.2.2.7 Nilai normal saturasi oksigen
Keadaan Klinis Nilai SpO2
Hipoksia berat <85%
mengancam nyawa
Hipoksia sedang-berat 85% - <90%
Normal 100%
keadaan istirahat frekuensi pernafasan 12-15 kali per menit. Ada 3 langkah dalam
proses oksigenasi yaitu ventilasi, perfusi paru dan difusi (Guyton, 2005).
2.2.4 Ventilasi
Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan ke paru-paru,
jumlahnya sekitar 500 ml. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan
thoraks yang elastis serta persyarafan yang utuh. Otot pernafasan inspirasi utama
adalah diafragma. Diafragma dipersyarafi oleh saraf frenik, yang keluarnya dari
medulla spinalis pada vertebra servikal keempat. Udara yang masuk dan keluar
terjadi karena adanya perbedaan tekanan, yang keluarnya dari medulla spinalis
pada vertebra servikal keempat. udara antara intrapleura dengan tekanan atmosfer,
dimana pada inspirasi tekanan intrapleural lebih negative (725 mmHg) daripada
tekanan atmosfer (760 mmHG) sehingga udara masuk ke alveoli.
Kepatenan Ventilasi terganutung pada faktor :
1) Kebersihan jalan nafas, adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas akan
menghalangi masuk dan keluarnya udara dari dan ke paru-paru.
2) Adekuatnya sistem saraf pusat dan pusat pernafasan
3) Adekuatnya pengembangan dan pengempisan paru-paru
4) Kemampuan otot-otot pernafasan seperti diafragma, eksternal interkosa,
internal interkosa, otot abdominal.
2.2.5 Perfusi Paru
Perfusi paru adalah gerakan darah melewati sirkulasi paru untuk
dioksigenasi, dimana pada sirkulasi paru adalah darah deoksigenasi yang mengalir
dalam arteri pulmonaris dari ventrikel kanan jantung.Darah ini memperfusi paru
bagian respirasi dan ikut serta dalam proses pertukaan oksigen dan
karbondioksida di kapiler dan alveolus. Sirkulasi paru merupakan 8-9% dari curah
jantung. Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan dapat mengakodasi variasi volume
darah yang besar sehingga digunakan jika sewaktu-waktu terjadi penurunan
volume atau tekanan darah sistemik.
13
2.2.6 Difusi
Oksigen terus-menerus berdifusi dari udara dalam alveoli ke dalam aliran
darah dan karbon dioksida (CO2) terus berdifusi dari darah ke dalam alveoli.
Difusi adalah pergerakan molekul dari area dengan konsentrasi tinggi ke area
konsentrasi rendah. Difusi udara respirasi terjadi antara alveolus dengan membran
kapiler. Perbedaan tekanan pada area membran respirasi akan mempengaruhi
proses difusi. Misalnya pada tekanan parsial (P) O2 di alveoli sekitar 100 mmHg
sedangkan tekanan parsial pada kapiler pulmonal 60 mmHg sehingga oksigen
akan berdifusi masuk ke dalam darah. Berbeda halnya dengan CO2 dengan PCO2
dalam kapiler 45 mmHg sedangkan pada alveoli 40 mmHg maka CO2 akan
berdifusi keluar alveoli.
2.2.7 Terapi Oksigen
Terapi oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih
tinggi dari yang ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut
konsentrasi oksigen dalam ruangan adalah 21 %, ( Hidayat, 2007 ). Terapi
oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran
pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan (Standar Pelayanan
Keperawatan di ICU, Dep.Kes. RI, 2005). Terapi oksigen adalah memberikan
aliran gas lebih dari 20 % pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen
meningkat dalam darah (Andarmoyo, 2012). Dari pengertian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa terapi oksigen adalah memberikan oksigen melalui saluran
pernafasan dengan alat agar kebutuhan oksigen dalam tubuh terpenuhi yang
ditandai dengan peningkatan saturasi oksigen.
2.2.8 Indikasi
Menurut Standar Keperawatan ICU Depkes RI (2005) dan Andarmoyo (2012),
indikasi terapi oksigen adalah :
1) Pasien hipoksia
2) Oksigenasi kurang sedangkan paru normal
3) Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal
4) Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal
5) Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi Pasien
dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah
14
2) Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak kepala,
trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal
3) Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2 tinggi,
akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.
Gambar 2.2 Posisi Fowler (Buku ajar keperawatan Fundamental Of nursing edisi 7)
Posisi Fowler
Tujuan
1) Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi.
2) Meningkatkan rasa nyaman
3) Meningkatkan dorongan pada diafragma sehingga meningkatnya ekspansi
dada dan ventilasi paru
4) Mengurangi kemungkinan tekanan pada tubuh akibat posisi yang menetap
Indikasi
1) Pada pasien yang mengalami gangguan pernapasan
2) Pada pasien yang mengalami imobilisas.
Alatdan bahan :
1) Tempat tidur khusus
15
2) Selimut
Cara kerja :
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2) Dudukkan pasien
3) Berikan sandaran atau bantal pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur.
4) Untuk posisi semi fowler (30-45o) dan untuk fowler (90o).
5) Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk.
2.3.2 Posisi Semi Fowler
Pengertian
Semi fowler adalah sikap dalam posisi setengah duduk 15-60o
Tujuan
1) Mobilisasi
2) Memerikan perasaan lega pada klien sesak nafas
3) Memudahkan perawatan misalnya memberikan makan
Cara Kerja
1) Mengangkat kepala dari tempat tidur kepermukaan yang tepat ( 45-90o)
2) Gunakan bantal untuk menyokong lengan dan kepala klien jika tubuh bagian
atas klien lumpuh.
3) Letakan bantal di bawah kepala klien sesuai dengan keinginan klien,
menaikan lutut dari tempat tidur yang rendah menghindari adanya tekanan
di bawah jarak poplital ( di bawah lutut ).
16
Posisi Sim
Gambar 2.3 Posisi Sim (Buku ajar keperawatan Fundamental Of nursing edisi 7)
Tujuan :
1) Mengurangi penekanan pada tulang secrum dan trochanter mayor otot
pinggang
2) Meningkatkan drainage dari mulut pasien dan mencegah aspirasi
3) Memasukkan obat supositoria
4) Mencegah dekubitus
Indikasi :
1) Untuk pasien yang akan di huknah
2) Untuk pasien yang akan diberikan obat melalui anus
Alat dan bahan :
1) Tempat tidur khusus
2) Selimut
Cara kerja :
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan kekiri dengan posisi
badan setengan telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan ditekuk
diarahkan ke dada.
3) Tangan kiri diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan kanan diatas
tempat tidur.
4) Bila pasien miring kekanan dengan posisi badan setengan telungkup dan
kaki kanan lurus, lutut dan paha kiri ditekuk diarahakan ke dada.
17
5) Tangan kanan diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan kiri diatas
tempat tidur.
2.3.4 Posisi Trandelenburg
Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih
rendah dari pada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran
darah keotak.
Posisi trendelenburg
5) Bila tidak menggunakn tempat tidur khusus, letakkan penopang kaki tempat
tidur dibagian kaki tempat tidur.
2.3.5 Posisi Dorsal Recumbent
Pada posisi ini pasien berbaring terlentang dengan kedua lutut flexi
(ditarik atau direnggangkan) diatas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk
merawat dan memeriksa genetalia serta pada proses persalinan.
Posisi Litotomi
Gambar 2.6 Posisi Lithotomi (Buku ajar keperawatan Fundamental Of nursing edisi 7)
Indikasi :
1) Untuk ibu hamil
2) Untuk persalinan
3) Untuk wanita yang ingin memasang alat kontrasepsi
Alat dan bahan :
1) Tempat tidur khusus
2) Selimut
Cara kerja:
1) Pasien dalam keadaan berbaring telentang, kemudian angkat kedua paha dan
tarik kearah perut
2) Tungkai bawah membentuk sudut 90 derajat terhadap paha
3) Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi lithotomic
4) Pasang selimut
20
Gambar 2.7 Posisi Genu pectrocal/ Knee chest (Buku ajar keperawatan Fundamental
Of nursing edisi 7)
Tujuan :
Memudahkan pemeriksaan daerah rektum, sigmoid, dan vagina.
Indikasi :
1) Pasien hemorrhoid
2) Pemeriksaan dan pengobatan daerah rectum, sigmoid dan vagina.
Cara kerja :
1) Anjurkan pasien untuk posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan
dada menempel pada kasur tempat tidur
2) Pasang selimut pada pasien.
21
Posisi Orthopenea
Gambar 2.8 Posisi Orthopenea (Buku ajar keperawatan Fundamental Of nursing edisi 7)
Tujuan
Memudahkan ekspansi paru untuk pasien dengan kesulitan bernafas yang
ekstrim dan tidak bias tidur terlentang atau posisi kepala hanya bias pada elevasi
sedang.
Indikasi
Pasien dengan sesak berat dan tidak bias tidur terlentang.
Alat dan Bahan
1) Tempat tidur
2) Bantal kecil
3) Gulungan handuk
4) Bantalan Kaki
Cara Kerja
1) Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala dinaikkan
2) Naikkan kepala tempat tidur 90o
3) Letakkan bantal kecil di atas meja yang menyilang di atas tempat tidur
4) Letakkan bantal dibawah kaki, mulai dari lutut sampai tumit
5) Pastikan tidak terdapat tekanan pada area popliteal dan lutut dalam keaadaan
fleksi
6) Letakkan gulungan handuk di samping masing-masing paha
7) Topang telapak kaki klien dengan menggunakan bantalan kaki
22
Posisi Supinasi
Gambar 2.9 Posisi Supinasi (Buku ajar keperawatan Fundamental Of nursing edisi 7)
Tujuan
Meningkatkan kenyamanan pasien dan memfasilitasi penyembuhan
terutama pada pasien pembedahan atau dalam proses anestesi tertentu.
Indikasi
1) Pasien dengan tindakan post anestesi atau penbedahan tertentu
2) Pasien dengan kondisi sangat lemah atau koma
Alat dan Bahan
1) Tempat tidur
2) Bantal angin
3) Gulungan handuk
4) Bantalan kaki
Cara Kerja
1) Baringkan klien terlentang mendatar ditengah tempat tidur
2) Letakkan bantal dibawah kepala dan bahu klien
3) Letakkan bantal kecil dibawah punggung pada kurva lumbal jika ada cela
disana
4) Letakkan bantal dibawah kaki, mulai dari lutut sampai tumit
5) Topang telapak kaki klien dengan menggunakan bantalan kaki
6) Jika klien tidak sadar atau mengalami paralisis ektremitas atas, elevasikan
7) tangan dan lengan bawah (bukan lengan atas) dengan menggunakan bantal
23
Gambar 2.10 Posisi Pronasi (Buku ajar keperawatan Fundamental Of nursing edisi7)
Posisi Pronasi
Tujuan
1) Memberikan ekstensi maksimal pada sendi lutut dan pinggang
2) Mencegah fleksi dan kontraktur pada pinggang dan lutut
Indikasi
1) Pasien yang menjalani bedah mulut dan kerongkongan
2) Pasien dengan pemeriksaan pada daerah bokong atau punggung
Alat dan Bahan
1) Tempat tidur
2) Bantal kecil
3) Gulungan handuk
Cara Kerja
1) Baringkan klien terlentang mendatar ditengah tempat tidur
2) Gulingkan klien dan posisikan lengan dekat dengan tubuhnya disertai siku
lurus dan tangan diatas paha. Posisikan tengkurap atau telungkup ditengah
tempat tidur yang datar.
3) Putar kepala klien ke salah satu sisi dan sokong dengan bantal, jika banyak
drainase dari mulut, mungkin pemberian bantal dikontra indikasikan.
4) Letakkan bantal kecil dibawah abdomen pada area antara diafragma (atau
payudara pada wanita) dan krista iliaka
5) Letakkan bantal dibawah kaki mulai lutut sampai tumit
6) Jika klien atau mengalalami paralisis ekstremitas atas, elevasikan tangan dan
lengan bawah (bukan lengan atas) dengan menggunakan bantal
24
Gambar 2.11 Posisi Lateral (Buku ajar keperawatan Fundamental Of nursing edisi 7)
Posisi Lateral
Posisi lateral adalah posisi klien berbaring miring atau pada salah satu sisi
bagian tubuh dengan kepala menoleh kesamping dengan sebagian besar berat
tubuh berada pada pinggul dan bahu.
Tujuan
1) Mempertahankan body aligement
2) Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi
3) Meningkankan rasa nyaman
4) Mengurangi kemungkinan tekanan yang menetap pada tubuh akibat posisi
yang menetap.
Indikasi
1) Pasien yang ingin beristirahat
2) Pasien yang ingin tidur
3) Pasien yang posisi fowler atau dorsal recumbent dalam posisi lama
4) Penderita yang mengalami kelemahan dan pasca operasi.
Alat dan Bahan
1) Tempat tidur
2) Batal kecil
3) Gulungan handuk
4) Sarungan tangan jika diperlukan
Cara kerja
1) Baringkan klien terlentang mendatar ditengah tempat tidur
2) Gulingkan klien hingga posisinya miring.
3) Letakan bantal dibawah kepala dan leher klien.
4) Fleksikan bahu bawah dan posisikan ke kedepan sehingga tubuh tidak
menopang pada bahu tersebut.
25
A TAHAP PRA-INTERAKSI
1 Periksa catatan perawatan dan catatan medis pasien
Kaji kebutuhan pasien
2 Siapkan peralatan
3 Kaji inspirasi dan validasi serta eksplorasi perasaan pasien
B TAHAP ORIENTASI
1 Beri salam dan panggil pasien dengan nama yang ia sukai
2 Tanya keluhan dan kaji gejala spesifik yang ada pada pasien.
3 Jelaskan kepada pasien mengenai prosedur dan tujuan tindakan yang
akan dilakukan. Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk
bertanya sebelum tindakan dimulai.
4 Mintalah persetujuan pasien sebelum memulai tindakan
C TAHAP KERJA
1 Cuci tangan
2 Angkat kepala dari tempat tidur ke permukaan yang tepat gunakan
sandaran bantal jika tempat tidur atau bad rusak (30°)
4 Beri sandaran atau bantal untuk menyokong lengan dan kepala pasien
(jika tubuh bagian atas lumpuh atau lemah )
5 Naikkan lutut dari tempat tidur yg rendah menghindari adanya tekanan
di bawah jarak poplital (di bawah lutut)
D TAHAP TERMINASI
1 Rapikan peralatan
2 Observasi respon pasien setelah tindakan
3 Cuci tangan
4 Dokumentasikan hasil dan tindakan yang dilakukan
5 TOTAL NILAI
29
29
30
30
31
31
Variabel Independen
Pemberian posisi
kepala 300
1. Pemberian Posisi
Kepala Semi
Fowler 30 derajat
Variabel Dependen
Saturasi oksigen
1).Hypoksia berat -
menyangcam
Nyawa.<85%
2). Hipoksia sedang –
berat (SpO2 85% -
<90%)
3).Hipoksia ringan-
sedang (SpO2 90%
- <95%)
4).Normal (95%-
100%)
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak Diteliti
: Mempengaruhi
2.6 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu penyataan asumsi tentang hubungan antara dua atau
lebih variable yang diharapkan bisa menjawab suatu pernyataan dalam penelitian.
Setiap hipotesis terdiri dari suatu unit atau bagian dari suatu permesalahan
(Nursalam, 2011).
Hipotesis nol (HO) adalah hipotesis yang digunakan untuk pengukuran
statistik dan interprestasi hasil statistik. Sedangkan hipotesis alternative (H1)
adalah hipotesis penelitian. Hipotesis ini menyatakan adanya suatu hubungan,
pengaruh dan perbedaan antara dua atau lebih variabel (Nursalam, 2011)
Hipotesis penelitian adalah suatu peryataan hubungan antara dua atau
lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab pertanyaan dalam penelitian
(Nursalam, 2011). Ada dua jenis hipotesis yang digunakan dalam penelitian yaitu:
2.7.1 Hipotesis nol (Ho) adalah hipotesis yang digunakan untuk pengukuran
statistik dan interprestasi hasil statistik. Hipotesis nol dapat sederhana atau
kompleks dan bersifat sebab atau akibat.
Menurut Hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang digunakan untuk
pengukuran statistik dan interprestasi hasil statistik. Sedangkan Hipotesis
alternative (H1) adalah hipotesis penelitian. Hipotesis ini menyatakan adanya
suatu hubungan, pengaruh dan perbedaan antara dua variabel atau lebih
(Nursalam, 2011).
H1 : Adanya Pengaruh Pemberian Posisi Kepala 30 Derajat Terhadap
Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien Cidera Kepala Di RSUD Dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya