PENDAHULUAN
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas. Selain penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah
sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan
pemeriksaan fisik umum serta neuorologi harus segera dilakukan secara serentak
2011)
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya Jawa Timur, selama lima tahun terakhir, jumlah
rata-rata penderita Cedera Otak adalah 2043 kasus setiap tahun yang terdiri dari
Cedera Otak ringan (COR), Cedera Otak Sedang (COS) dan Cedera Otak Berat
(COB). Berdasarkan data IRD, pada tahun 2010 jumlah penderita yang dirawat
adalah 822 orang. Sedangkan pada pertengahan tahun 2011 angka kejadian
meningkat menjadi 977 orang dan merupakan kasus terbanyak ditangani tim medis
IRD (antaranews.com).
Kematian sebagai akibat dari cedera kepala yang dari tahun ke tahun semakin
bertambah. Di Amerika Serikat pada tahun 1990 hampir 148.500 orang meninggal
dunia akibat cedera akut dan diperkirakan 44% – 50% diantaranya disebabkan oleh
1
cedera otak. Tingkat kematian bervariasi dari 14 hingga 30 per 10.000 populasi per
tahun. Biaya sosial yang diakibatkan cedera otak ternyata sangat mengejutkan, baik
dari sosial maupun ekonomi. Hampir 100% COB dan 66% COS menyebabkan
kecacatan yang permanen dan tidak akan kembali ke tingkat fungsi awal. Di USA
biaya perawatan cedear otak diperkirakan lebih dari $ 25 milyard ter tahun (FCA
Pertambahan angka kematian ini antara lain karena jumlah penderita cedera
kepala yang bertambah dan penanganan yang kurang tepat atau sesuai dengan
harapan kita (Smeltzer, 2002.). Angka kejadian cedera kepala sering dijumpai pada
usia reproduktif 15-44 tahun dan 58% laki-laki 12 lebih banyak dibandingkan
perempuan. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan usia
disamping penanganan penderita yang belum benar dan rujukan yang terlambat
(Smeltzer, 2002). Oleh karena itu diperlukan penilaian dan penanganan yang tepat
dengan melibatkan tim medis dan non medis diantaranya pemberian asuhan
keperawatan.
keperawatan ventilator pada pasien dengan cedera otak berat di ruang observasi
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
2
Melakukan asuhan keperawatan pasien COB dengan ventilator di ruang
Ventilator pada Tn. ‘AM’ dengan Cedera Otak Berat Post ICP Monitor di ruang
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.1 Pengertian
peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu
3
pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada
tindakan pencegahan.
2.1.2 Klasifikasi
(2001) adalah :
1. Cedera kepala ringan (mild head injury): Pasien tidak mengalami kehilangan
kesadaran, bila hilang kesadaran misalnya konklusio, tidak ada intoksikasi alkohol
atau obat terlarang, biasanya mengeluh nyeri kepala dan pusing. Pasien dapat
2. Cedera kepala sedang (moderat head injury) : Suatu keadaan cedera kepala
dengan nilai tingkat kesadaran (GCS) yaitu 9-12, tingkat kesadaran lethargi,
obturned atau stupor. Gejala lain berupa muntah, amnesia pasca trauma, konkusio,
terdapat kejang.
3. Cedera kepala berat (severe head injury): Cedera kepala dengan nilai tingkat
kesadaran (GCS) yaitu 3-8, tingkat kesadaran koma. Terjadi penurunan derajat
kesadaran secara progresif. Tanda neurologis fokal, cedera kepala penetrasi atau
adalah :
1. Trauma kepala terbuka : Trauma ini dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak
dan laserasi duramater. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak
Fraktur linear: Fraktur linear pada daerah temporal, dimana arteri meningeal
Fraktur basis cranii : Sering disebabkan karena trauma dari atas atau kepala
bagian atas membentur jalan atau benda diam. Fraktur di fosa anterior, sering
terjadi keluarnya liquor melalui hidung (rhinorhoe) dan adanya brill hematoma
(raccoon eye).
Trauma kepala tertutup dapat menyebabkan kerusakan pada otak dan pembuluh
darah otak. Adapun macam-macam jenis trauma kepala tertutup adalah sebagaia
berikut :
Komusio serebri (gegar otak) : Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana
terjadi pingsan (kurang dari 10 menit). Gejala – gejala lain mungkin termasuk
Kontusio serebri (memar otak) : Merupakan perdarahan kecil atau petechie pada
jaringan otak akibat pecahnya pembuluh darah kapiler. Hal ini bersama-sama
dengan rusaknya jaringan saraf atau otak yang akan menimbulkan edema jaringan
5
otak di daerah sekitarnya. Bila daerah yang mengalami edema cukup luas akan
2.1.3 Etiologi
3. Gejala depresi
2.1.4 Patofisiologi
Trauma pada kepala dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan otak langsung
(primer) yang disebabkan oleh efek mekanik dari luar. Perluasan kerusakan dari
jaringan otak (sekunder) disebabkan oleh berbagai faktor seperti : kerusakan SDO,
Rosenblum 1989; Umar Kasan 1992). Kerusakan jaringan otak akibat trauma
langsung.
Rambut kepala dan tengkorak merupakan unsur pelindung bagi jaringan otak
terhadap benturan pada kepala. Bila terjadi benturan, sebagian tenaga benturan akan
diserap atau dikurangi oleh unsur pelindung tersebut. Sebagian tenaga benturan
sedikit melekuk ke arah dalam. Tekanan maksimal terjadi pada saat benturan dan
hingga reda. Pukulan yang lebih kuat akan menyebabkan terjadinya deformitas
6
tengkorak dengan lekukak yang sesuai dengan arah datangnya benturan dimana
besarnya lekukan sesuai dengan sudut datangnya arah benturan. Bila leukak melebihi
tengkorak dapat berbentuk sebagai garis lurus, impresi / depresi, diastasesutura atau
a. Kerusakan jaringan otak langsung oleh impresi atau depresi tulang tengkorak
b. Perbedaan massa dari jaringan otak dan dari tulang kepala menyebabkan
perbedaan percepatan getaran berupa akselerasi, deselerasi dan rotasi. Kekuatan gerak
ini dapat menimbulkan cedera otak berupa kompresi, peregangan dan pemotongan.
Benturan dari arah samping akan mengakibatkan terjadinya gerakan atau gesekan
antara massa jaringan otak dengan bagian tulang kepala yang menonjol atau bagian-
bagian yang keras seperti falk dengan tentoriumnya maupun dasar tengkorak dan
dapat timbul lesi baik coup maupun contra coup. Lesi coup berupa kerusakan
berseberangan atau jauh dari tempat benturan misalnya di dasar tengkoran. Benturan
pada bagian depan (frontal), otak akan bergerak dari arah antero-posterior, sebaliknya
pada pukulan dari belakang (occipital), otak bergerak dari arah postero-anterior
sedangkan pukulan di daerah puncak kepala (vertex), otak bergerak secara vertikal.
c. Bila terjadi benturan, akan timbul gelombang kejut (shock wave) yang akan
diteruskan melalui massa jaringan otak dan tulang. Gelombang tersebut menimbulkan
tekanan pada jaringan, dan bila tekanan cukup besar akan menyebabkan terjadinya
kerusakan jaringan otak melalui proses pemotongan dan robekan. Kerusakan yang
7
ditimbulkan dapat berupa : “Intermediate coup”, contra coup, cidera akson yang difus
tekanan negatif di tempat yang berlawanan pada saat terjadi benturan. Kemudian
disusul dengan proses kebalikannya, yakni terjadi tekanan negatif di tempat benturan
dan tekanan positif di tempat yang berlawanan dengan akibat timbulnya gelembung
(kavitasi) yang menimbulkan kerusakan pada jaringan otak (lesi coup dan contra
coup).
Impresi Fraktur
Coup Contusio
Epidural Hematom
Subdural Hematom
2. Inert = Impulsif
8
Intermediate Coup
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma.
- Kejang-kejang
hematoma epidural
hematoma subdural
hematoma intraserebral
over hidrasi
- Sepsis/septik syok
- Anemia
- Shock
9
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan
Epidural hematom:
duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat
berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling
ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi,
peningkatan suhu.
Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan
kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya
terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam
48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa
bulan.
Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan edema
pupil.
10
Perdarahan intraserebral
Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
Perdarahan subarachnoid
permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku
kuduk.
Merasa lemah, lesu, lelah, hilang keseimbangan, perubahan tekanan darah atau
pengecapan, sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, trauma baru
karena kecelakaan konfusi, sukar bicara, dan kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
11
- Kehilangan tonus otot - Perubahan status mental
- Cemas - Perubahan pupil
- Mudah tersinggung - Kehilangan penginderaan
- Delirium (suatu kondisi dimana - Kejang
- Kehilangan sensasi sebagian tubuh
kesadaran menjadi kabur dan
Tes Diagnostik
3. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
tekanan intrakranial.
mata, bicara dan motorik. Cara pengukuran ini ditemukan oleh Brian Jennett
(Tabel 1).
12
Tabel 1 : Glasgow coma scale. Diadaptasi dari Jennett B, 1981.
Gejala Skor
Bukaan mata (E)
Spontan 4
Dengan rangsangan suara ₂
Dengan rangsangan nyeri 2
Tidak bereaksi 1
Reaksi bicara (V)
Orientasi baik 5
Percakapan membingungkan 4
Kata-kata tidak sesuai ₂
Suara yang tidak komprehensif 2
Tidak bersuara 1
Reaksi motorik terbaik (M)
Sesuai perintah 6
Melokalisir rangsangan 5
Menolak rangsangan 4
Fleksi abnormal ₂
Ekstensi abnormal 2
Tidak ada reaksi 1
Skor koma = E-V-M, dengan rentang 1-1-1 hingga 4-5-6.
Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi kepala setelah beberapa hari
13
cerebrospinal yang menentap atau meningitis berulang merupakan indikasi
kemosisi dan bruit orbital dapat timbul segera atau beberapa hari setelah
oklusi balon endovaskular merupakan cara yang paling efektif dan dapat
diganti dengan cairan hipotonis (0,25 5 atau 0,45 % salin) tergantung pada
(minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera tidak
yang meningkat untuk kejang lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan
depresi.
8. Perdarahan gastrointestinal
Hal penting yang pertama kali dinilai adalah status fungsi vital dan status
Seperti halnya dengan kasus kedaruratan lainnya, hal terpenting yang dinilai
adalah:
- Jalan nafas
- Pernafasan
- Nadi dan tekanan darah, sirkulasi jalan nafas harus segera dibersihkan dari
benda asing, lendir atau darah, bila perlu segera dipasang pipa
kesadaran.
terutama bila terdapat juga trauma di tempat lain, misalnya trauma thorax,
15
trauma abdomen, fraktur ekstremitas. Selain itu peninggian tekanan darah
b. Status kesadaran
luas digunakan ialah dengan skala koma Glasgow. Cara ini sederhana tanpa
maupun perawat.
Pengobatan
bersihkan lendir, dan darah yang dapat menghalangi aliran udara pernafasan.
Jika perlu dipasang pipa naso / orofaring dari pemberian oksigen. Infuse
16
dipasang terutama untuk membuka jalur intravena:gunakan cairan NaCl0,9 %
kemungkinan asidosis.
menurun.
3. Obat-obatan Neotropik
penting di otak.
17
2.1.8 Proses Keperawatan
Pengkajian
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem
persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis
injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati
2. Riwayat kesehatan :
kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret
pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data
klien.
3. Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15,
disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif,
karena odema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX,
XII.
4. Pemeriksaan Penujang
setelah injuri.
radioaktif.
subarachnoid.
19
Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.
Prioritas Perawatan:
2. Mencegah komplikasi
dan rehabilitasi.
Tujuan:
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di
otak.
sputum.
coma)
INTERVENSI
napas di otak.
Kriteria hasil :
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda
Rencana tindakan :
1) Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari
3) Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih
penumpukan sputum.
Kriteria Hasil :
Suara nafas bersih, tidak terdapat suara nafas tambahan ( ronchi dan wheezing
Rencana tindakan :
1) Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat
terhadap tube.
2) Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang
simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan
3) Lakukan penghisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum
banyak. Penghisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk
mencegah hipoksia.
Kriteria hasil :
Rencana tindakan :
Reaksi pupil digerakkan oleh syaraf kranial oculus motorius dan untuk
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena
jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan
tekanan intrakranial.
Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan
tekanan intrakranial.
untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udem
(soporos - coma )
Kriteria hasil :
Rencana Tindakan :
24
Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata
ada di ruangan.
Rencana tindakan :
1) Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk
2) Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
25
3) Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah
yang menonjol.
6) Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
8) Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
9) Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan
menggunakan H₂O₂.
2.2.1 Pengertian
Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negative atau positif yang
2.2.2 Klasifikasi
tekanan positif
volumenya. Ventilator jenis ini digunakan terutama pada gagal nafas kronik
sesuai untuk pasien yang tidak stabil atau pasien yang kondisinya
digunakan pada pasien dengan penyakit paru primer. Terdapat tiga jenis
ventilator tekanan positif yaitu tekanan bersiklus, waktu bersiklus dan volume
bersiklus.
mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Dengan kata lain
yang telah ditetapkan seluruhnya tercapai dan kemudian siklus mati. Ventilator
pemulihan.
diterima pasien diatur oleh kepanjangan inspirasi dan frekuensi aliran udara.
Ventilator ini digunakan pada neonates dan bayi. Ventilator volume bersiklus
yaitu ventilator yang mengalirkan udara pada setiap inspirasi yang telah
ditentukan. Jika volume preset telah dikirimkan pada pasien, siklus ventilator
27
mati dan ekshalasi terjadi secara pasif. Ventilator volume bersiklus sejauh ini
dalamnya
Penyebab sentral
Penyebab perifer
a. Kelainan Neuromuskuler :
- Trauma servikal
- Asma broncheal.
c. Kelainan di paru
e. Kelainan jantung
4. Respiratory Arrest.
yaitu :
b. Tidal volume
untuk meminimalkan atelektase (Way, 1994 dikutip dari LeMone and Burke,
1996).
dalam gas. Karena resiko keracunan oksigen dan fibrosis pulmonal maka FiO₂
diatur dengan level rendah. PO₂ dan saturasi oksigen arteri digunakan untuk
- Cotrolled Ventilation
ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama. Ventlator tipe ini
- Assist / Control
Ventilator jenis ini dapat mengontrol ventilasi, volume tidal dan kecepatan.
Bila pasien gagal untuk ventilasi, maka ventilator secara otomatis. Ventilator
ini diatur berdasarkan atas frekuensi pernafasan yang sponyan dari pasien,
30
- Synchronized Intermitten Mandatory Ventilation (SIMV)
SIMV dapat digunakan untuk ventilasi dengan tekanan udara rendah, otot
tidak begitu lelah dan efek barotraumas minimal. Pemeberian gas melalui
pernafasan spontan tapi tidal volume dan atau frekuensi nafas kurang adekuat.
dengan tujuan mencegah atelaksis. Dengan terbukanya jalan nafas oleh karena
tekanan yang tinggi, atelektasis akan dapat dihindari. Indikasi pada pasien
yang menderita ARDS dan gagal jantung kongestif yang massif dan
2.2.5 Komplikasi
1. Pada paru
vaskuler.
c. Infeksi paru
d. Keracunan oksigen
a. Vasokonstriksi cerebral
b. Oedema cerebral
dari hipoventilasi.
d. Gangguan kesadaran
e. Gangguan tidur.
b. Perdarahan lambung.
5. Gangguan psikologi
32
Sebelum memasang ventilator pada pasien. Lakukan tes paru pada ventilator
ekspirasi: 0-5 Cm, ini diberikan pada pasien yang mengalami oedema paru
I. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada psien yang mendapat nafas buatan dengan
ventilator adalah:
1. Biodata
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama, alamt, dll.
Informasi mengenai latar belakang dan riwayat penyakit yang sekarang dapat
diperoleh melalui oranglain (keluarga, tim medis lain) karena kondisi pasien yang
dapat bantuan ventilator tidak mungkin untuk memberikan data secara detail.
3. Keluhan
Untuk mengkaji keluhan pasien dalam keadaan sadar baik, bisa dilakukan dengan
a. Mode ventilator
B 2. Sistem kardiovaskuler
B 3. Sistem neurologi
B 4. Sistem urogenital
Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada gangguan status nutrisi
dan cairan akan memperberat keadaan. Seperti cairan yang berlebihan dan
4. Status psycososial
Pasien yang dirawat di ICU dan dipasang ventilator sering mengalami depresi
35
Diagnosa keperawatan yang sering terjadi pada pasien yang mendapat bentuan
sekret
penyakitnya
selang endotracheal
selang endotracheal
III.Perencanaan
1. Diagnosa Keperawatan
sekret
Tujuan:
Kriteria hasil:
INTERVENSI RASIONAL
36
1 Auskultasi bunyi napas tiap 2-4 jam. 1 Mengevaluasi keefetifan jalan napas.
ronchi
fibrasi
indikasi / program.
tindakan
penyakitnya
Kriteria hasil:
- PH (7,35 - 7,45)
- BE (-2 - + 2)
37
- Tidak sianosis
INTERVENSI RASIONAL
1 Cek analisa gas darah setiap 30 1 Evaluasi keefektifan setting ventilator
ventilator.
periode penyapihan.
skresi. napas.
3. Diagnosa Keperawatan
Kriteria hasil:
INTERVENSI RASIONAL
1 Lakukan pemeriksaan mode 1 Diteksi dini adanya kelainan atau gg.
38
2 Evaluasi semua alarm dan tentukan 2 Bunyi alarm menunjukan adanya gg.
(bag & mask) pada posisi tempat bila sewaktu/waktu ada gangguan
secara teratur.
4. Diagnosa Keperawatan
endotracheal
Kriteria hasil:
INTERVENSI RASIONAL
1 Berikan papan, kertas dan pensil, 1 Mempermudah klien untuk
tidak.
39
BAB III
40
TINJAUAN KASUS
Umur : 40 tahun.
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia.
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Diagnosa Medik : Cedera Otak Berat (COB) + EDH + SDH Post ICP Monitor
November 2012 ± jam 10.00 pasien dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo. Kesadaran
Resusitasi. ± jam 22.00 pasien dilakukan operasi ICP monitor, setelah itu
rumah sakit.
Keluarga mengatakan bahwa anggota keluarga juga ada yang pernah kecelakaan
a. Sistem Pernafasan
30% VT 300-315, RR 28x ∕menit, SpO2 98%, tidak ada pernafasan cuping
gerakan dada simetris, sputum putih, kental, tidak bau, tidak teraba
emfisema subcutis.
+ +
Suara nafas tambahan Rhonchi
- -
100 cc /2 jam
- MK : Resiko Infeksi
c. Sistem Persyarafan
B3 : GCS 1X 5, tidak kejang, pupil isokor, reaksi cahaya +/+, diameter 3/₂
d. Sistem Urogenital
produksi urine 200cc /2 jam, warna kuning jernih, genetalia bersih, tidak
42
ada kelainan.
- MK : Resiko Infeksi
e. Sistem Pencernaan
- Tidak ada retensi, perut supel, hepar dan lien tidak teraba,
a. CT Scan
d. Hasil Laboratorium
JENIS HASIL
Tgl 19-11-2012 Tgl 20-11-2012 Tgl 21-11-2012
PEMERIKSAAN
HB 9,5 11,2
Leukosit 14,6 14,0
Thrombosit 254 325
Hematokrit 28,0 33,9
Albumin 3,04 -
Kalium 3,4 3,4
Natrium 158 155
Clorida 122 116
Glukosa 120 -
BUN Kreatinin
PH 7,4 7,48 7,45
PO₂ 81 102,8 116
PCO₂ 41 31,6 35
B₂ 0,6 0,2 0,3
HCO₃ 25,4 23,8 24,3
FiO₂
3.5 Therapi
Metazolin 3 x 1 gr
Ceftazidim 3 x 1 gr
Phenitoin 3 x 100 mg
Citicolin 2 x 250 mg
Ranitidin 2 x 50 mg
44
3.6 Rumusan Masalah
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif sehubungan dengan peningkatan produksi secret
3. Resiko pola nafas tidak efektif sehubungan dengan pengesetan ventilator yang
kurang tepat
yang lama
PS 6, FiO₂ 30%,
45
No Tgl Data Etiologi Diagnosa Keperawatan
- Sekret kental (+)
- Leukosit 14.600
- Terpasang DK
tgl 10/11/12
- Terpasang IV kateter
tgl 18/11/12
- T : 115/72 mmHg
- S : 37,8° C ; N : 98 x/mnt
3 19-11-12 DS : - Intoleransi Resiko gangguan
- Px terpasang ventilator
- Hb 9,5 gr/dl
46
3.8 Rencana Keperawatan
Dx. Tujuan
No Intervensi Rasional
Kep Kriteria Hasil
1 I Tujuan : 1. Cuci tangan sebelum 1. Memotong rantai
penghisapan secret
jalan nafas
47
Dx. Tujuan
No Intervensi Rasional
Kep Kriteria Hasil
secret tidak lebih 15 menit 7. Mengetahui
suctioning
48
Dx. Tujuan
No Intervensi Rasional
Kep Kriteria Hasil
pemeriksaan laborat
( Leukosit )
mungkin darah
px sedini mungkin
49
3.9 Tindakan Keperawatan
1cc ± 15 menit
10 lpm
50
09.00 - Memberikan obat injeksi per IV sesuai program dokter
Metazolin 1 gr
Phenitoin 100 mg
Citicolin 250 mg
Bisolvon 1 amp
Ranitidin 1 amp
10 lpm
51
13.00 250 cc diberikan
1cc ± 15 menit
10 lpm
52
- Membantu mengganti sprei yang baru
09.00 Metazolin 1 gr
Phenitoin 100 mg
Citicolin 250 mg
Bisolvon 1 amp
Ranitidin 1 amp
53
- Melakukan auskultasi suara nafas tambahan Ronchi +/+
10 lpm
1cc ± 10 menit
10 lpm
teknik aseptik
09.00 pelan
- Tx : - Metazolin 3x1 gr
- Ceftazidim 3x1 gr
- Citicolin 2x500 mg
- Phenitoin 3x100 mg
- Ranitidin 2x50 mg
- BAB (-)
- -
B6 : - Odema
- -
Kekuatan Otot
2 2
- KekuatanOtot
2 2
56
3.10 Evaluasi
Tgl No
Evaluasi TTD
Jam Dx
19-11-12 I
08.25 S :-
- Ronchi -/-
- Wheezing -/ -
57
Tgl No
Evaluasi TTD
Jam Dx
- Sputum warna putih kental, darah (-)
S :-
- Ronchi -/-
- Wheezing -/ -
S :-
- Terpasang tracheostomy
- S : 36,8°C, N : 90x/mnt
- Ronchi -/-
S :-
58
Tgl No
Evaluasi TTD
Jam Dx
O : - Px terpasang ventilator
- Px bedrest
- Kulit bersih
- Ronchi -/-
- Wheezing -/ -
A : Masalah teratasi
secret
13.00 II S :-
O : - Px dengan ventilator
- Terpasang tracheostomy
59
Tgl No
Evaluasi TTD
Jam Dx
A : Masalah teratasi
13.00 III S :-
O : - Px terpasang ventilator
21-11-12
10.00 I S :-
- Wheezing -/ -
A : Masalah teratasi
10.00 II S :-
O : - Terpasang tracheostomy
60
Tgl No
Evaluasi TTD
Jam Dx
- Infus tangan kanan
A : Masalah teratasi
10.00 III S :-
O : - Px terpasang tracheostomy
- GCS 1x5
- Kulit bersih
61
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibicarakan pembahasan Asuhan Keperawatan Pada Tn ‘AM’
dengan diagnose medis Cedera Otak Berat dengan Pemakaian Ventilator di Ruang ROI
RSUD Dr Soetomo Surabaya, maka penulis dapat membandingkan antara teori dengan
4.1 Pengkajian
4.1.1 Umur : pada teori dan kasusnya didapatkan persamaan yaitu cedera kepala pada
kasus ini terjadi pada usia 40 tahun. Pada teori bahwa cedera kepala sering dijumpai pada
4.1.2 Jenis Kelamin : pada teori dan kasusnya didapatkan persamaan yaitu cedera kepala
pada kasus ini terjadi pada laki - laki. Pada teori bahwa cedera kepala sering dialami oleh
62
Riwayat penyakit sekarang didapatkan persamaan yait penyebab cedera kepala
karena kecelakaan lalu lintas sedangkan pada teori ditemukan adanya konvulsi hal ini
tidak terjadi dikarenakan tekanan intracranial pada pasien tidak mengalami peningkatan.
hiperapneu. Sedangkan pada kasus nyata hal tersebut dialami pasien pada hari ke dua
seperti pada teori, tetapi terdapt perbedaan yaitu pada kasus nyata pasien tidak mengalami
B4 : Didapatkan perbedaan yaitu pada kasus nyata pasien tidak mengalami retensi urine
B5 : Didapatkan perbedaan yaitu pada kasus nyata pasien tidak mengalami dispagia,
B6 : Didapatkan persamaan yaitu pada kasus nyata pasien didapatkan adanya tonus otot
4.4.1 Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan cedera otak didapatkan
persamaan dengan teori, namun pada kasus nyata hanya didapatkan resiko tinggi
gangguan perfusi jaringan cerebral, untuk intervensi tidak dibahas karena masalah tidak
diangkat.
63
4.4.2 Resiko tinggi peningkatan TIK berhubungan dengan peningkatan volume otak
didapatkan perbedaan, pada kasus nyata pasien tidak terjadi. Hal ini karena pasien
4.4.3 Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret di jalan nafas
didapatkan persamaan pada teori, pada kasus nyata pasien juga didapatkan masalah
ketidakefetifan jalan nafas dan seluruh intervensi dapat diterapkaan pada kasus nyata.
4.4.4 Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
tidak mengalami masalah tersebut karena pasien sudah mendapatkan bantuan mekanik.
4.4.5 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan/ tahanan, tirah
baring, imobilisasi didapatkan persamaan pada teori tetapi pada kasus nyata didapatkan
masalah resiko gangguan integritas kulit dan seluruh intervensi dapat diterapkan pada
kasus nyata.
4.4.6 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan prosedur invasive,
didapatkan persamaan dengan teori. Pada kasus nyata juga didapatkan masalah infeksi,
4.4.7 Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
teori yaitu pada kasus nyata tidak didapatkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan.
4.5 Implementasi
sesuai dengan situasi dan kondisi pasien secara menyeluruh sesuai dengan fasilitas yang
ada.
64
4.6 Evaluasi
dapat teratasi. Karena pasien masih terpasang tracheostomy tidak menutup kemungkinan
masih ada kecenderungan masalah tersebut timbul kembali. Sedangkan pada diagnose
sebagian karena pada pemeriksaan leukosit didapatkan penurunan tetapi tidak sampai
batas normal dan pasien masih memerlukan tindakan infasive lebih lanjut.
Untuk diagnosa resiko gangguan integritas kulit (dekubitus) dapat teratasi. Akan
tetapi karena pasien belum sadar, belum mandiri maka diperlukan tindakan keperawatan
65
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
penanganan segera baik saat di tempat kejadian maupun perjalanan di rumah sakit.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kecacatan dan kematian. Kematian
pada cedera kepala banyak disebabkan karena hipotensi akibat gangguan pada
jaringan serebral dan berakhir pada jaringan otak, karena otak sangat sensitive terhadap
oksigen dan glukosa. Lebih dari 50% penyebab cedera kepala karena kecelakaan lalu
lintas, selebihnya diesebabkan karena factor lain seperti terjatuh, terpukul dan
kriminalitas.
5.2 Saran
1. Melihat banyaknya masalah yang ditimbulkan pada pasien cedera kepala diharapkan
66
2. Dengan tuntutan perkembangan di bidang kesehatan diharapkan seluruh fasilitas
kesehatan yang ada khususnya RS daerah sebagai lini terdepan pelayanan kesehatan
transportasi seperti sepeda motor mudah didapat. Diharapkan para pengemudi baik
sepeda motor maupun mobil mematuhi rambu – rambu lalu lintas sehingga
67