Oleh :
Oleh
No. Absen 16
ANGKATAN XXXI
2012
ii
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya maka penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir pelatihan ICU yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Pada Ny. S dengan Diagnosa Medis Post Op SC Hari 1 Atas Indikasi PEB + SDH
dengan Ventilator Mekanik Di Ruang ROI RSUD Dr.Soetomo Surabaya.
Tugas ini dimaksudkan untuk melengkapi dan memenuhi persyaratan
dalam menyelesaikan Pelatihan ICU Tingkat Dasar Angkatan XXXI.Selama
menyelesaiakan tugas ini penulis mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih
yag sebesar-besarnya kepada:
1. Direktur RSUD Dr. Soetomo atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk mengikuti pelatihan ini.
2. Seluruh pengajar dan pembimbing Pelaihan ICU Tingkat Dasar Angkatan
XXXI tahun 2012.
3. Kepala ruangan dan seluruh staff ICU GBPT RSUD Dr.Soetomo
Surabaya.
4. Kepala ruang dan seluruh staff ROI RSUD Dr.Soetomo Surabaya.
5. Pembimbing karya tulis ilmiah.Ibu Sumiati
6. Seluruh staff SMF Anestesiologi dan Reanimasi RSUD Dr.Soetomo
Surabaya.
7. Keluargaku tercinta yang telah banyak membantu dan memberikan
semangat.
8. Rekan-rekan tercinta Pelatihan ICU Tingkat Dasar Angkatan XXXI.
Semoga segala bantuan yang telah diberan mendapat balasan dari Tuhan
Yang Maha Esa.Penulis mengharap kritik dan saran guna perbaikan dan
kesempurnaan hasil tugas ini.
Surabaya, November 2012
Penulis
iii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Defenisi ........................................................................................ 3
B Etiologi ......................................................................................... 3
E. Patofisiologi ................................................................................ 6
F. Komplikasi ................................................................................... 7
G. Klasifikasi .................................................................................... 7
I. Penatalaksanaan ........................................................................... 8
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian .................................................................................. 42
C. Intervensi .................................................................................... 43
D. Implementasi .............................................................................. 43
E. Evaluasi ...................................................................................... 43
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
v
LEMBAR PENGESAHAN
vi
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pre eklamsia dan eklampsia merupakan penyulit dalam proses
persalinan yang kejadiannya senantiasa tetap tinggi. Tingginya angka
kejadian pre eklampsia merupakan faktor utama penyebab timbulnya
eklampsia yang dapat mengancam hidup ibu bersalin. Tingginya angka
kematian bulin sebagai akibat perkembangan dari pre eklampsia yang
tidak terkontrol memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap
tingginya angka kematian.
Dari kasus persalinan yang dirawat di rumah sakit 3-5 % merupakan kasus
pre eklampsia atau eklampsia ( Manuaba, 1998 ). Dari kasus tersebut 6 %
terjadi pada semua persalinan, 12 % terjadi pada primi gravida. Masih
tingginya angka kejadian ini dapat dijadikan sebagai gambaran umum
tingkat kesehatan ibu bersalin dan tingkat kesehatan masyarakat secara
umum.
PEB merupakan suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi > 160/110 MmHg disertai protein uri dan edema pada
kehamilan 20 minggu atau lebih (Lab/ UPF Ilmu Kebidanan dan Penyakit
Kandungan RSUD Dr Soetomo, Surabaya. 1994). PEB dapat
menimbulkan komplikasi yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah
dalam otak, seperti Subdural Hematom dan Oedem Serebri.
Dinegara-negara barat dan Negara yang sedang berkembang
kematian klien yang mengalami hematoma subdural 5-25 %. Kejadian dari
subdural hematom kronik yang dilaporkan adalah 1-5,3 kasus/100.000
penduduk per tahun.
Perawat sebagai petugas pelayanan kesehatan sangatlah penting
dalam mengambil sikap dan berperan secara aktif dalam menemukan
kasus Subdural Hematom sedini mungkin. Intervensi yang adekuat dan
1
professional merupakan salah satu usaha nyata yang dapat dilakukan untuk
mencegah timbulnya komplikasi-komplikasi.
B. RUANG LINGKUP
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis membatasi
penelitian bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada Ny. S dengan
Post Op SC atas indikasi PEB+SDH dengan menggunakan ventilator
mekanik di Ruang Observasi Intensif RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Memberikan Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Post Op SC
atas indikasi PEB+SDH dengan menggunakan ventilator mekanik
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada klien Ny. S dengan Post Op SC atas
indikasi PEB+SDH dengan menggunakan ventilator mekanik
b. Menentukan diagnosa keperawatan pada Ny. S dengan Post Op SC
atas indikasi PEB+SDH dengan menggunakan ventilator mekanik
c. Membuat rencana tindakan keperawatan Ny. S dengan Post Op SC
atas indikasi PEB+SDH dengan menggunakan ventilator mekanik
d. Membuat tindakan keperawatan Ny. S dengan Post Op SC atas
indikasi PEB+SDH dengan menggunakan ventilator mekanik
e. Melakukan evaluasi keperawatan Ny. S dengan Post Op SC atas
indikasi PEB+SDH dengan menggunakan ventilator mekanik
2
BAB II
LANDASAN TEORI
PRE EKLAMSI BERAT
a. Defenisi
Pre eklamsi berat merupakan suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi > 160/110 MmHg disertai proteinuria dan edema pada
kehamilan 20 minggu atau lebih.
b. Etiologi
Sampai saat ini etiologi pasti dari pre eklamsi belum diketahui. Ada beberapa
teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut diatas,
sehingga kelainan ini sering dikenal dengan the decease of teory. Adapun teori-
teori tersebut antara lain :
1. Peran prostasiklin dan tromboksan
Pada pre eklamsi didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga
terjadi penurunan produksi prostasiklin (PG12) yang pada kehamilan normal
meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan
diganti thrombin dan plasmin. Thrombin akan mengkonsumsi anti thrombin
III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan
trombosan (TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan
endotel.
2. Peran factor immunologis
Pre eklamsi sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan
pertama pembentukan bloking antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
Fierlie F.M (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya
system imun pada penderita pre eklamsi :
a. Beberapa wanita dengan pre eklamsi mempunyai kompleks imun dalam
serum.
b. Beberapa studi juga mendapatkan adanya ilktifasi sistim komplemen pada
pre eklamsi diikuti dengan proteinuria.
3
Stirat (1996) menyimpulkan, meskipun ada beberapa pendapat yang
menyebutkan bahwa system imun humeral dan aktivasi komplemen terjadi
pada pre eklamsi, tetapi tidak ada bukti bahwa sistim immunologi bisa
menyebabkan pre eklamsi.
3. Peran factor genetic / familial 4,5
Beberapa bukti yang menunjukkan pearn factor genetic pada kejadian pre
eklamsi / eklamsi antara lain :
a. Pre eklamsi hanya terjadi pada manusia
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi preeklamsi pada anak
– anak dan ibu yang menderita preeklamsi
c. Kecendrungan meningkatnya frekuensi preeklamsi pada anak dan cucu ibu
hamil dengan riwayat preeklamsi dan pada ipar mereka
d. Peran rennin-angiotensin-Aldosteron system (RAAS)
c. Manifestasi Klinis
Diagnosis pre eklamsi ditehgakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala,
yaitu :
a. Penambahan berat badan yang berlebihan
b. Edema ( pembengkakkan jari tangan, kaki, dan muka )
c. Hipertensi
d. Proteinuria
Disebut preeklamsi berat bila ditemukan gejala sebagai berikut :
a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 MmHg atau diastolic ≥ 110 MmHg
b. Proteinuria
c. Oliguria
d. Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan
e. Nyeri epigastrium dan ikterus
f. Edema paru atau sianosis
g. Trombositopenia
h. Pertumbuhan janin terhambat
4
d. Patofisiologi
Pada preeklamsi terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke
organ, termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari
timbulnya proses pre eklamsi. Kontriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran
darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena
adanya peningkatan sensitivitas dari circulating pressures. Pre eklamsia yang
berat dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi
plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta
sehingga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation. Respon
fisiologis tubuh antara lain diaktifkannya vasodilator agen seperti
Adrenomedulin untuk meningkatkan sirkulasi di plasenta. Namun agen
vasoaktif lainnya dapat mendorong kearah vasokontriksi vascular, dengan akibat
lanjut dari penurunan sirkulasi ke organ vital seperti ginjal, hati dan otak, kejang
CVA dan koma merupakan manifestasi akhir dan paling berbahaya dari
Eklamsi.
e. Komplikasi
Yang merupakan komplikasi pasti terjadi :
1. Berkurangnya aliran darah menuju plasenta
2. Lepasnya plasenta
3. Syndrome HELLP
4. Gangguan organ vital
5. Ablasi retina, KID (Koagulasi Intravaskuler Diseminata), gagal ginjal,
perdarahan otak, edema paru, gagal jantung, hingga syok dan kematian.
6. Pada pre eklamsi berat akan terjadi kejang, saat kejang dapat terjadi :
a. Lidah tergigit
b. Terjadi perlukaan dan fraktur
c. Ganggua pernafasan
d. Solusio plasenta
e. Perdarahan otak
f. Stimulasi inpartu
5
f. Pemeriksaan penunjang
a. Urin : protein, reduksi, bilirubbin, sedimen urin
b. Darah : trombosit, ureum, kreatinin
c. Enzim hati (LDH), aspartat amino transferase (AST) (SGOT,SGPT)
d. Kimia darah (BUN,kreatinin, glukosa, asam urat)
e. USG
f. Doppler untuk mengetahui DJJ
g. CT-Scan dan MRI, diperlukan bila terjadi perdarahan atau iskemik serebro.
h. Penatalaksanaan
a. Beri sedative yang kuat untuk mencegah kejang :
1. sLarutan sulfas magnesium 20% sebanyak 4 gr disuntikkan IV, dapat
diulang 2 gr tiap 4 jam
2. Lytic cocktail, yakni larutan glukosa 5 % sebanyak 500ml yang berisi
petidin 100mg, klorpromazin 100mg, prometazim 50 mg sebagai infuse
intravena
b. Perlu obat hipotensif, contoh nifedipin
c. Diuretic tidak rutin, bila retensi air banyak
d. Setelah bahaya akut berakhir, dipertimbangkan untuk menghentikan
kehamilan
Persalinan pada pre eklamsi
a. Pre eklamsi berat lebih mudah menjadi eklamsi pada saat persalinan
b. Perlu analgetika dan sedative lebih banyak
c. Persalinan hendaknya dengan ekstraktor vakum dengan narcosis umum untuk
menghundari rangsangan pada system saraf pusat
d. Anestesi local bila tensi tidak terlalu tinggi dan penderita masih somnolen
karena pengaruh obat
e. Pemberian ergometrin rutin pada kala III tidak dianjurkan, kecuali ada
perdarahan post partum karena atonia uteri
f. Obat penenang diteruskan sampai 48 jam post partum, kemudian dikurangi
bertahap dalam 3-4 hari
g. Pada gawat janin dalam kala I dilakukan segera section sesaria
6
h. Pada gawat janin kala II dilakukan ekstrasi dengan cunam atau ekstraktor
vakum
i. Post partum bayi sering menunjukkan tanda-tanda asfiksia neonatorum maka
perlu resusitasi.
B. Etiologi
Keadaan ini timbul setelah cedera atau trauma kepala hebat, seperti
perdarahan kontusional yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi
dalam ruangan subdural. Perdarahan subdural dapat terjadi pada :
1. Trauma capitis
2. Trauma ditempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran
atau putaran otak terhadap duramater, misalnya pada orang yang jatuh
terduduk
3. Trauma pada leher karena guncangan pada badan. Hal ini lebih mudah
terjadi bila ruangan subdura lebar akibat dari atrofi otak, misalnya
pada orang tua dan juga pada anak-anak
4. Pecahnya aneurisma atau malformasi pembuluh darah didalam ruangan
subdura
5. Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan perdarahan
subdural yang spontan, dan keganasan ataupun perdarahan dari tumor
intracranial.
7
C. Manifestasi Klinis
a. Sakit kepala yang bertambah hebat
b. Tampak adanya gangguan psikis (bingung, berfikir lambat,
mengantuk)
c. Edema papil
d. Kelainan neurologis seperti hemiparese (kelumpuhan salah satu
anggota tubuh) dan bangkitan epilepsy
e. Setelah beberapa lama tampak kesadaran semakin menurun
D. Klasifikasi Hematoma Subdural
Berdasarkan saat timbulnya gejala klinis, Hematoma Subdural dapat
dibagi menjadi :
a. Hematoma Subdural Akut
Gejala timbul segera hingga berjam – jam setelah trauma, perdarahan
dapat < 5mm tebalnya tetapi melebar luas
b. Hematoma Subdural Sub Akut
Gejala – gejala timbul beberapa hari > 10 hari setelah trauma,
perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukkan kapsul
disekitarnya.
c. Hematoma Subdural Kronik
Gejala timbul lebih dari 10 hari hingga beberapa bulan setelah trauma.
Kapsula jaringan ikat mengelilingi hematoma, kapsula mengandung
pembuluh-pembuluh darah yang tipis dindingnya, terutama disisi
duramater. Pembuluh darah ini dapat pecah dan membentuk
perdarahan baru yang menyebabkan menggembungnya hematoma.
Darah didalam kapsula akan terurai membentuk cairan kental yang
dapat menghisap cairan dari ruangan sub arachnoid. Hematoma akan
membesar dan menimbulkan gejala seperti tumor serebri.
8
E. Patofisiologi
Perdarahan terjadi antara duramater dan arachnoidea. Perdarahan dapat
terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang
menghubungkan vena dipermukaan otak dan sinus venosus didalam
duramater atau karena robeknya arachnoidea, karena otak yang
bermandika cairan serebrospinal dapat bergerak sedangkan sinus venosus
dalam keadaan terfiksir, berpindahnya posisi otak yang terjadi pada trauma
dapat merobek be erapa vena halus pada tempat dimana mereka
menembus duramater. Perdarahan yang besar akan menimbulkan gejala –
gejala akut menyerupai hematoma epidural. Perdarahan yang tidak terlalu
besar akan membeku dan disekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang
membentuk kapsula. Gumpalan darah lambat laun mencair dan menarik
cairan disekitarnya dan mengembung memberikan gejala seperti tumor
serebri karena tekanan intracranial yang berangsur meningkat.
9
WOC
Vasospasme
hipertensi
Vasokonstriksi vaskuler
- Subdural hematom
Kelainan metabolisme
10
F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan
pada 24 - 72 jam setelah injuri.
2. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
3. Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti :
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan
trauma.
4. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
9. ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracranial
10. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrkranial
11. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.
G. Penatalaksanaan
Konservatif :
- Bedres total
- Pemberian obat – obatan
- Observasi tanda – yanda vital ( GCS dan tingkat kesadaran).
11
II. Tinjauan Teoritis Keperawatan
1) Aktifitas / istirahat
Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan
Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese,goyah dalam
berjalan ( ataksia ), cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.
2) Sirkulasi
Tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takhikardi dan
aritmia.
3) Integritas ego
Perubahan tingkah laku / kepribadian
Mudah tersinggung, bingung, depresi dan impulsive
4) Eliminasi
bab / bak inkontinensia / disfungsi.
5) Makanan / cairan
Mual, muntah, perubahan selera makan
Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, disfagia).
6) Neuro sensori :
Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan
pendengaran, perubahan penglihatan, diplopia, gangguan pengecapan /
pembauan.
Perubahan kesadara, koma.
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, atensi dan kinsentarsi)
perubahan pupil (respon terhadap cahaya), kehilangan penginderaan,
pengecapan dan pembauan serta pendengaran. Postur (dekortisasi,
desebrasi), kejang. Sensitive terhadap sentuhan / gerakan.
7) Nyeri / rasa nyaman
Sakit kepala dengan intensitas dan lokai yang berbeda.
Wajah menyeringa, merintih.
12
8) Repirasi
Perubahan pola napas ( apnea, hiperventilasi ), napas berbunyi, stridor ,
ronchi dan wheezing.
9) Keamanan
Trauma / injuri kecelakaan
Fraktur dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan ROM, tonus otot
hilang kekuatan paralysis, demam,perubahan regulasi temperatur tubuh.
10) Intensitas social
Afasia, distarsia
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien
yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan
sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi.
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian
aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
b. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi
atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi
dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
d. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis;
konflik psikologis.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau
kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan
keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma,
kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.
Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).
Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
g. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
13
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk
mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
h. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis
situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan.
i. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi.
Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
c. Intervensi
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan
intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan
adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah
keperawatan klien.
15
Tujuan:
3) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak,
prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi.
Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem
tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:
Kriteria evaluasi:
Intervensi Rasional
1. Berikan perawatan aseptik dan 1. Cara pertama untuk menghindari
antiseptik, pertahankan tehnik cuci terjadinya infeksi nosokomial.
tangan yang baik.
2. Observasi daerah kulit yang 2. Deteksi dini perkembangan infeksi
mengalami kerusakan, daerah yang memungkinkan untuk melakukan
terpasang alat invasi, catat tindakan dengan segera dan
karakteristik dari drainase dan pencegahan terhadap komplikasi
adanya inflamasi. selanjutnya.
3. Pantau suhu tubuh secara teratur, 3. Dapat mengindikasikan
catat adanya demam, menggigil, perkembangan sepsis yang
diaforesis dan perubahan fungsi selanjutnya memerlukan evaluasi
mental (penurunan kesadaran). atau tindakan dengan segera.
4. Anjurkan untuk melakukan napas 4. Peningkatan mobilisasi dan
dalam, latihan pengeluaran sekret pembersihan sekresi paru untuk
paru secara terus menerus. menurunkan resiko terjadinya
Observasi karakteristik sputum. pneumonia, atelektasis.
17
5. Berikan antibiotik sesuai indikasi 5. Terapi profilatik dapat digunakan
pada pasien yang mengalami trauma,
kebocoran CSS atau setelah
dilakukan pembedahan untuk
menurunkan resiko terjadinya infeksi
nosokomial.
18
c. Kelainan di paru
- Edema paru, atlektasis, ARDS
d. Kelainan tulang iga / thorak
- Fraktur costae, pneumothorak, haemathorak.
e. Kelainan jantung
- Kegagalan jantung kiri.
-
IV. Kriteria Pemasangan Ventilator
Menurut Pontopidan seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi
mekanik (ventilator) bila :
- Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit
- Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70
mmHg
- PaCO2 lebih dari 60 mmHg
- AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg
- Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.
V. Macam-macam Ventilator.
Menurut sifatnya ventilator dibagi tiga type yaitu:
1. Volume Cycled Ventilator.
Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume.
Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai
volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator
adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan
volume tidal yang konsisten.
2. Pressure Cycled Ventilator
Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan
tekanan. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah
mencapai tekanan yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup
inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada
type ini bila ada perubahan komplain paru, maka volume udara yang
19
diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus parunya
tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan.
1. Mode Control.
Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu
pernafasan pasien. Ini diberikan pada pasien yang pernafasannya
masih sangat jelek, lemah sekali atau bahkan apnea. Pada mode ini
ventilator mengontrol pasien, pernafasan diberikan ke pasien pada
frekwensi dan volume yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa
menghiraukan upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila pasien
sadar, mode ini dapat menimbulkan ansietas tinggi dan
ketidaknyamanan dan bila pasien berusaha nafas sendiri bisa terjadi
fighting (tabrakan antara udara inspirasi dan ekspirasi), tekanan
dalam paru meningkat dan bisa berakibat alveoli pecah dan terjadi
pneumothorax. Contoh mode control ini adalah: CR (Controlled
Respiration), CMV (Controlled Mandatory Ventilation), IPPV
(Intermitten Positive Pressure Ventilation).
2. Mode IMV / SIMV: Intermitten Mandatory
Ventilation/Sincronized Intermitten Mandatory Ventilation.
20
Pada mode ini ventilator memberikan bantuan nafas secara selang
seling dengan nafas pasien itu sendiri. Pada mode IMV pernafasan
mandatory diberikan pada frekwensi yang di set tanpa
menghiraukan apakah pasien pada saat inspirasi atau ekspirasi
sehingga bisa terjadi fighting dengan segala akibatnya. Oleh karena
itu pada ventilator generasi terakhir mode IMVnya disinkronisasi
(SIMV). Sehingga pernafasan mandatory diberikan sinkron dengan
picuan pasien. Mode IMV/SIMV diberikan pada pasien yang sudah
bisa nafas spontan tetapi belum normal sehingga masih
memerlukan bantuan.
21
VIII. Pelembaban dan suhu.
Ventilasi mekanis yang melewati jalan nafas buatan meniadakan
mekanisme pertahanan tubuh unmtuk pelembaban dan
penghangatan. Dua proses ini harus digantikan dengan suatu alat
yang disebut humidifier. Semua udara yang dialirkan dari ventilator
melalui air dalam humidifier dihangatkan dan dijenuhkan. Suhu
udara diatur kurang lebih sama dengan suhu tubuh. Pada kasus
hipotermi berat, pengaturan suhu udara dapat ditingkatkan. Suhu
yang terlalu itnggi dapat menyebabkan luka bakar pada trachea dan
bila suhu terlalu rendah bisa mengakibatkan kekeringan jalan nafas
dan sekresi menjadi kental sehingga sulit dilakukan penghisapan.
22
bisa terjadi gangguan oksigenasi. Selain itu bila volume tidal terlalu
tinggi yaitu lebih dari 10-12 ml/kg BB dan tekanan lebih besar dari
40 CmH2O, tidak hanya mempengaruhi cardiac output (curah
jantung) tetapi juga resiko terjadinya pneumothorax.
23
Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2)
dibawah normal akibat dari hiperventilasi.
b. Oedema cerebral
Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal
akibat dari hipoventilasi.
c. Peningkatan tekanan intra kranial
d. Gangguan kesadaran
e. Gangguan tidur.
4. Pada sistem gastrointestinal
a. Distensi lambung, illeus
b. Perdarahan lambung.
5. Gangguan psikologi
24
- Kapasitas vital 10-15 ml/kg BB
- Volume tidal 4-5 ml/kg BB
- Kekuatan inspirasi 20 cm H2O atau lebih besar
- Frekwensi pernafasan kurang dari 20 kali/menit.
I. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada psien yang mendapat nafas buatan dengan
ventilator adalah:
1. Biodata
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama, alamt,
dll.
Pengkajian ini penting dilakukan untuk mengetahui latar belakang status
sosial ekonomi, adat kebudayaan dan keyakinan spritual pasien, sehingga
mempermudah dalam berkomunikasi dan menentukan tindakan
keperawatan yang sesuai.
2. Riwayat penyakit/riwayat keperawatan
Informasi mengenai latar belakang dan riwayat penyakit yang sekarang
dapat diperoleh melalui oranglain (keluarga, tim medis lain) karena kondisi
pasien yang dapat bentuan ventilator tidak mungkin untuk memberikan
data secara detail. Pengkajian ini ditujukan untuk mengetahui
kemungkinan penyebab atau faktor pencetus terjadinya gagal
nafas/dipasangnya ventilator.
3. Keluhan
Untuk mengkaji keluhan pasien dalam keadaan sadar baik, bisa dilakukan
dengan cara pasien diberi alat tulis untuk menyampaikan keluhannya.
Keluhan pasien yang perlu dikaji adalah rasa sesak nafas, nafas terasa
berat, kelelahan dan ketidaknyamanan.
25
B. 1. Sistem pernafasan
a. Setting ventilator meliputi:
Mode ventilator
- CR/CMV/IPPV (Controlled Respiration/Controlled Mandatory
Ventilation/ Intermitten Positive Pressure Ventilation)
- SIMV (Syncronized Intermitten Mandatory Ventilation)
- ASB/PS (Assisted Spontaneus Breathing/Pressure Suport)
- CPAP (Continous Possitive Air Presure)
FiO2: Prosentase oksigen yang diberikan
PEEP: Positive End Expiratory Pressure
Frekwensi nafas
b. Gerakan nafas apakah sesuai dengan irama ventilator
c. Expansi dada kanan dan kiri apakah simetris atau tidak
d. Suara nafas: adalah ronkhi, whezing, penurunan suara nafas
e. Adakah gerakan cuping hidung dan penggunaan otot bantu tambahan
f. Sekret: jumlah, konsistensi, warna dan bau
g. Humidifier: kehangatan dan batas aqua
h. Tubing/circuit ventilator: adakah kebocoran tertekuk atau terlepas
i. Hasil analisa gas darah terakhir/saturasi oksigen
j. Hasil foto thorax terakhir
B. 2. Sistem kardiovaskuler
Pengkajian kardiovaskuler dilakukan untuk mengetahui adannya gangguan
hemodinamik yang diakibatkan setting ventilator (PEEP terlalu tinggi) atau
disebabkan karena hipoksia. Pengkajian meliputi tekanan darah, nadi, irama
jantung, perfusi, adakah sianosis dan banyak mengeluarkan keringat.
B. 3. Sistem neurologi
Pengkajian meliputi tingkat kesadaran, adalah nyeri kepala, rasa ngantuk,
gelisah dan kekacauan mental.
26
B. 4. Sistem urogenital
Adakah penurunan produksi urine (berkurangnya produksi urine
menunjukkan adanya gangguan perfusi ginjal)
B. 5. Status cairan dan nutrisi
Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada gangguan status
nutrisi dan cairan akan memperberat keadaan. Seperti cairan yang
berlebihan dan albumin yang rendah akan memperberat oedema paru.
4. Status psycososial
Pasien yang dirawat di ICU dan dipasang ventilator sering mengalami
depresi mental lyang dimanifestasikan berupa kebingungan, gangguan
orientasi, merasa terisolasi, kecemasan dan ketakutan akan kematian.
27
III. Perencanaan
1. Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan peningkatan
produksi sekret
Tujuan:
Meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan napas.
Kriteria hasil:
- Bunyi napas terdengar bersih.
- Ronchi tidak terdengar.
- Tracheal tube bebas sumbatan.
INTERVENSI RASIONAL
28
100 - 120 mmHg. berlebihan dapat merusak
mukosa jalan napas.
f. Lakukan oksigenasi lagi dengan f. Memberikan cadangan oksigen
O2 100 % sebelum melakukan dalam paru.
pengisapan berikutnya.
g. Lakukan pengisapan berulang- g. Menjamin keefektifan jalan
3 ulang sampai suara napas bersih. napas.
Pertahankan suhu humidifer tetap Membantu mengencerkan skret.
3
4 hangat (35 - 37,8 o C
Monitor statur hidrasi pasien Mencegah sekresi menjadi kental.
5 4
Melakukan fisioterapi napas / dada Memudahkan pelepasan sekret.
5
sesuai indikasi dengan cara clapping,
fibrasi dan pustural drainage.
6
Berikan obat mukolitik sesuai indikasi Mengencerkan sekret.
/ program. 6
7
Kaji suara napas sebelum dan sesudah Menentukan lokasi penumpukan
7
melakukan tindakan pengisapan. sekret, mengevaluasi kebersihan
8 tindakan
Observasi tanda-tanda vital sebelum Deteksi dini adanya kelainan.
8
dan sesudah melakukan tindakan.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan sekresi tertahan, proses
penyakitnya
Tujuan: Pertukaran gas kembali normal.
Kriteria hasil:
Hasil analisa gas darah normal yang terdiri dari:
- PH (7,35 - 7,45)
- PO2 (80 - 100 mmHg)
29
- PCO2 (35 - 45 mmHg)
- BE (-2 - + 2)
- Tidak sianosis
INTERVENSI RASIONAL
30
3. Diagnosa Keperawatan
Ketidak efektifan pola nafas sehubungan dengan kelelahan, pengesetan
ventilator yang tidak tepat, obstruksi selang endotracheal
Tujuan: Pola napas efektif.
Kriteria hasil:
- Napas sesuai dengan irama ventilator.
- Volume napas adekuat.
- Alarm tidak berbunyi.
INTERVENSI RASIONAL
[
pemasangat ETT lewat oral) ETT
Amankan selang ETT dengan 7 Mencegah terlepas /
7
fiksasi yang baik. tercabutnya selang ETT.
[[[ ]
31
4. Diagnosa Keperawatan
Cemas sehubungan dengan penyakit kritis, takut terhadap kematian
Tujuan: Cemas berkurang atau hilang
Kriteria hasil: Mampu mengekspresikan kecemasan, tidak gelisah,
kooperatif.
INTERVENSI RASIONAL
5. Diagnosa Keperawatan
Gangguan pemenuhan komunikasi verbal sehubungan dengan
pemasangan selang endotracheal
Tujuan: Mempertahankan komunikasi
Kriteria hasil: Klien dapat berkomunikasi dgn menggunakan metode
alternatif.
32
INTERVENSI RASIONAL
6. Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi terjadinya infeksi saluran nafas sehubungan dengan
pemasangan selang endotracheal
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi saluran napas s/d pemasangan selang ETT /
ventilator
Kriteria hasil:
- Suhu tubuh normal (36 - 37,5 C)
- Warna sputum jernih.
- Kultur sputum negatif.
INTERVENSI RASIONAL
(succion)
33
4 Jaga kebersihan bag & mask. 4 Lingkungan kotor merupakan
media pertumbuhan kuman.
5 Lakukan pembersihan mulut, 5 Lingkungan kotor merupakan
hidung dan rongga faring setiap media pertumbuhan kuman.
shitf.
6 Ganti selang / tubing ventilator 6 Menjamin selang ventilator
24 - 72 jam. tetap bersih dan steril.
[
menunjukan adanya infeksi.
8 Berikan antibiotika sesuai 8 Antibiotika bersifat
program dokter. baktericide.
7. Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi terjadinya trauma atau cedera sehubungan dengan ventilasi
mekanis, selang endotracheal, ansietas, stress
Tujuan: Bebas dari cedera selama ventilasi mekanik.
Kriteria hasil:
- Tidak terjadi iritasi pada hidung maupun jalan napas.
- Tidak terjadi barotrauma.
INTERVENSI RASIONAL
34
dokter untuk memberi sedasi. dengan mesin dapat
menimbulkan trauma.
Observasi tanda dan gejala
4 4 Diteksi dini.
barotrauma.
Lakukan pengisapan lendir
5 Mencegah iritasi mukosa
5 dengan hati-hati dan gunakan
jalan napas.
kateter succion yang lunak dan
ujungnya tidak tajam.
Lakukan restrain / fiksasi bila 6 Mencegah terekstubasinya
6 pasien gelisah.
ETT (ekstubasi sendiri)
Atur posisi selang / tubing
7 Mencegah trauma akibat
7 ventilator dengan cepat.
penekanan selang ETT.
8. Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan ventilasi mekanis, letak
selang endotracheal
Tujuan: Merasa nyaman selama dipasang ventilator.
Kriteria hasil:
- Klien tidak gelisah.
- Klien dapat istirahat dan tidur dengan tenang.
INTERVENSI RASIONAL
35
indikasi.
36
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
I. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Umur : 30 tahun
Agama : Islam
37
Lamongan jam 19.30 WIB dalam perjalanan pasien muntah 1x dan
kesadaran menurun.Tiba di RS Lamongan tekanan darah pasien 230/170
MmHg GCS 1-2-4 kemudian pasien di rujuk ke RS Dr.Soetomo Sby dan
masuk di RES jam 21.30 WIB di lakukan intubasi.jam 22.45 WIB pasien
masuk OK di lakukan operasi SC dan masuk ROI jam 23.30 WIB
dengan menggunakan ventilator.
3.Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluarga mengatakan sejak hamil 4 bulan pasien mempunyai riwayat
Hipertensi,rutin kontrol ke dokter minum obat aspilet 2x100mg
4.Riwayat Kesehatan Keluarga :
Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit seperti pasien.
5.Pemeriksaan fisik
a.Sistem Pernapasan (B1)
Pasien terpasang ventilator mode PCV,TV : 432, PC: 10, Exp.MV : 6.8,
FiO2 : 30%, Frek : 16x/mnt, PEEP : 7, Trigger : 2, SpO2 : 97%,gerak
dada simetris, napas teratur vesikuler,rhonci +/+,wheezing -/-,terlihat
sekret kental warna putih tidak berbau.
b.Sistem Kardiovaskular (B2)
Tekanan darah 181/130 MmHg, HR: 100x/mnt, Suhu: 37,6Oc, perfusi
DKP, CRT > 2dtk ,irama jantung regular, S1 S2 tunggal, terpasang infus
di tangan kanan dan kiri, terpasang drain di kepala,produksi drain 200cc
warna merah, MAP 147 MmHg.
c.Sistem Kesadaran (B3)
Keadaan umum lemah,GCS 1x4, pupil unisokor 4mm/2mm,reflek
cahaya +/+
d.Sistem Urogenital (B4)
Pasien terpasang dower chateter no.18, produksi urine warna kuning
pekat, produksi urine 350cc/6 jam.
e.Sistem Pencernaan (B5)
38
Bising usus masih lemah,terpasang NGT,diit sonde D5% 6x50cc,perut
supel,terdapat luka post op pada abdomen hr 1 yang tertutup kassa,tidak
terdapat rembesan darah pada luka post op.
f .Sistem Muskuloskeletal (B6)
Klien bedrest posisi slight head up,tonus otot lemah,odema pada
extremitas bawah, terpasang infus PZ 100cc/jam di tangan
kanan,hemiparese extremitas kanan.
6.Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tgl.21-11-2012 jam 23.00 WIB
Hasil Laboratorium Nilai Normal
LDH : 739 U/L
BUN : 8 mg/dl 10-20 mg/dL
Albumin : 2,93 g/dl 3,40-5,00 g/dL
GDA : 172 mg/dl 40-121 mg/dL
Kreatinin serum : 0,63 mg/dl 0,50-1,20
mg/dL
SGOT : 26 U/L <38 U/L
WBC : 24,6 x 103 U/L 4,5 – 10,5x
103 U/L
Hgb : 11,5 gr/dl 11,0 18,0
gr/dL
PLT : 246x103 U/L 150-450x103
U/L
PH : 7,23 MmHg 7,35 – 7,45
MmHg
PCO2 : 42 MmHg 35-45 MmHg
PO2 : 308 MmHg 80 – 107
MmHg
HCo3 : 17,6 mmol/I 21-25 mmol/I
TCO2 : 18,9 mmol/I
39
BEecf : -10,0 mmol/I -3,5 - +2,5
mmol/I
SO2 : 100% 100%
AaDo2 : -211MmHg
Foto CT-SCAN hasil SDH FTP Dextra tebal 1,3cm, MLS 1,35cm
Odema cerebri
7. Progam Therapi :
- Infus PZ 100cc/jam
- Midazolam inj.2mg/jam/pump
- Inj.Ranitidin 2x50mg
-Inj.Alinamin-F 3x1amp
- Inj.Phenytoin 3x100mg
- Inj.Transamin 3x500mg
- Inj.Ceftriaxon 2x1gr
- Inj.Ondacentron 2x4mg
- Tranfusi TC 400cc
- Inj.Lasix 3x20mg
- Novalgin 3x1000mg
40
II. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS : - Kesadaran menurun Ketidak efektifan
DO :- KU : Lemah bersihan jalan
- GCS : 1 X 4 reflek batuk menurun nafas
- Reflek batuk menurun
- Ronchi +/+ produksi sputum berlebih
- Terdapat sekret warna putih
kental ketidak efektifan bersihan
- Ventilator, Mode : PCV, TV: jalan nafas
432, PC: 10, FiO2 : 30%,
Frek : 16
41
3 DS : - Trauma Jaringan Resti terhadap
DO : infeksi
- Terdapat luka dikepala tanpa Respon radang
tulang yang tertutup kassa
- Oedem sekitar luka Port de entry kuman
- Suhu : 37,6Oc Terhadap luka operasi
- Leukosit : 24.600U/L kraniotomi
42
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
43
g. Lakukan penghisapan berulang-
ulang sampai suara napas bersih.
3. Pertahankan suhu humidifier tetap 3. Membantu mengencerkan sekret
hangat (35-37,8oC)
4. Monitor status hidrasi klien 4. Mencegah sekresi menjadi kental
5. Lakukan fisioterapi napas/dada 5. Memudahkan pelepasan sekresi
sesuai indikasi dengan cara
clapping dan vibrating
6. Berikan obat mukolitik sesuai 6. Mengecerkan sekret
indikasi /progam (bisolvon 3x1
amp)
7. Kaji suara napas sebelum dan 7. Menentukan lokasi penumpukan
sesudah melakukan tindakan sekret dan mengevaluasi keberhasilan
penghisapan. tindakan
8. Observasi tanda-tanda vital 8. Deteksi dini adanya kelainan
sebelum dan sesudah melakukan
tindakan.
2 Perubahan perfusi jaringan Tujuan : 1.Tentukan factor-faktor yang 1.Penurunan tanda/gejala neurologis atau
serebral berhubungan dengan Mempertahankan tingkat menyebabkan koma/penurunan kegagalan dalam pemulihannya setelah
penghentian aliran darah kesadaran biasa/perbaikan , perfusi jaringan otak dan potensial serangan awal menunjukkan perlunya
(edema serebral) ditandai kognisi dan fungsi motorik peningkatan TIK. pasien di rawat di perawatan intensif.
dengan : atau sensorik. 2.Mengkaji tingkat kesadaran dan
DS : - Kriteria hasil : 3. observasi GCS dan status potensial peningkatan TIK bermanfaat
neurologis tiap jam.
44
DO : - Tanda vital stabil dalam menentukan lokasi,perluasan dan
- KU : Lemah TD:120/80mmHg perkembangan kerusakan SSP.
o
- GCS: 1 X 4 S: 36-37,5 c 3. Evaluasi pupil,ukuran ,kesamaan 3.Menentukan apakah batang otak masih
- CRT > 2 dtk HR:80-88x/mnt antara kanan dan kiri,reaksi baik.
- Perfusi : dingin, - Tidak ada tanda-tanda terhadap cahaya.
kering, pucat peningkatan TIK
- Pupil an isokor, - CRT< 2 dtk 4. Pantau tanda-tanda vital tiap 1 4.Peningkatan tekanan darah sistemik
diameter 4mm /2 mm, - Perfusi HKM jam. yang diikuti oleh penurunan TD
RC : +/+ diastolic merupakan tanda terjadinya
- Hemiparese dextra peningkatan TIK,jika diikuti oleh
- TD : 181/130 MmHg penurunan kesadaran.
5. Pantau intake dan output tiap 3 5. Bermanfaat sebagai indicator dari
jam. cairan total tubuh yang terintegrasi
dengan perfusi jaringan
6.Beri posisi tidur slight head up 15- 6. Meningkatkan aliran balik vena dari
300 kepala sehingga akan mengurangi
kongesti dan oedema/resiko terjadinya
peningkatan TIK.
7. Batasi pemberian cairan sesuai 7. Pembatasan cairan diperlukan untuk
indikasi. menurunkan edema cerebral,memini
malkan fluktuasi aliran vascular TD
dan TIK.
8. Berikan oksigen sesuai indikasi, 8. Menurunkan hipoksemia,yang mana
dapat meningkatkan vasodilatasi dan
Mode ventilator PCV FiO2 : 30%,
45
frek : 16 volume darah serebral yang
9. Kolaborasi dengan dokter untuk meningkatkan TIK.
pemberian terapi. 9.Membantu menurunkan tekanan intra
- infuse manitol 200cc selanjutnya cranial secara biologi atau kimia
maintenance 6x100cc seperti osmotic diuretic u/menarik air
-inj.phenytoin 3x100mg dari sel-sel otak sehingga dapat
-perdipin inj/syringe pump 2y menurunkan oedema otak.
-Transamin 3x1amp
3 Resti terhadap infeksi Tujuan : 1. Berikan perawatan aseptik dan 1. Cara pertama untuk menghindari
berhubungan dengan port de Mempertahankan antiseptik, pertahankan tehnik terjadinya infeksi nosokomial.
entry kuman terhadap luka normotermia , bebas tanda- cuci tangan yang baik.
2. Observasi daerah kulit yang 2. Deteksi dini perkembangan infeksi
post op craniotomy ditandai tanda infeksi
mengalami kerusakan, daerah memungkinkan untuk melakukan
dengan : yang terpasang alat invasi, catat tindakan dengan segera dan
DS : - karakteristik dari drainase dan pencegahan terhadap komplikasi
DO : Kriteria hasil: adanya inflamasi. selanjutnya.
- Terdapat luka dikepala -leukosit dalam batas 3. Pantau suhu tubuh secara teratur, 3. Dapat mengindikasikan perkembangan
tanpa tulang yang normal 4500-10.500U/L catat adanya demam, menggigil, sepsis yang selanjutnya memerlukan
tertutup kassa -tidak ada odema di sekitar diaforesis dan perubahan fungsi evaluasi atau tindakan dengan segera.
mental (penurunan kesadaran). 4. Terapi profilatik dapat digunakan pada
- Oedem sekitar luka luka.
4. Berikan anti biotic sesuai indikasi pasien yang mengalami trauma,
- Suhu : 37,6Oc -inj. Ceftriaxon 2x1gr kebocoran CSS atau setelah dilakukan
- Leukosit : 24.600U/L pembedahan untuk menurunkan
resiko terjadinya infeksi nosokomial.
46
IMPLEMENTASI
47
23-11-2012 1 08.30 1. Melakukan auskultasi bunyi nafas di semua lapang paru
- terdengar suara rhonchi +/+
09.00 2. Melakukan suction dengan teknik aseptic
- sekret sedikit warna putih kental, tidak berbau
10.00 3. Menambahkan aqua steril pada humidifier sampai batas
garis maximal
10.30 4. Mengukur tanda-tanda vital setelah tindakan
TD : 200/120mmHg, Nadi : 100x/mnt, RR : 16x/mnt
10.45
5. Mencatat dan mendokumentasikan hasil tindakan
11.00 keperawatan
6. Mengambil sample darah BGA
PH : 7,28 MmHg
PCO2 : 49 MmHg
PO2 : 198 MmHg
HCO3 : 23,0 MmHg
AaDO2 : -110 MmHg
48
3 09.00 1. mencuci tangan sebelum melakukan tindakan
10.00 2. mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan
daerah yang terpasang alat invasi,mencatat karakteristik
dari drainage dan adanya inflamasi
- sekitar luka tampak odema, drain kepala produksi warna
merah 200cc
10.10 3. mengukur suhu tubuh pasien
- suhu : 37,60 C
10.30 4. melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
antibiotic
- ceftriaxon inj. 1gr
24-11-12 1 09.00 1. Melakukan auskultasi bunyi nafas di semua lapang paru
- terdengar suara rhonchi +/+
09.15 2. Melakukan suction dengan teknik aseptic
- sekret sedikit warna pth encer, tidak berbau
10.15 3. Menambahkan aqua steril pada humidifier sampai batas
garis maximal
11.00 4. Mengukur tanda-tanda vital setelah tindakan
TD : 165/90mmHg, Nadi : 98x/mnt, RR : 16x/mnt
12.00 5. Mencatat dan mendokumentasikan hasil tindakan
keperawatan
49
- intake : inf. PZ 2000cc/24 jam
Diit sonde : D5% 50cc/4 jam
50
CATATAN PERKEMBANGAN
2 S:-
O : - GCS 1x4
- pupil unisokor dgn diameter 4mm/2mm
- reflek cahaya +/+
- hemiparese dextra
- TTV : TD :200/120mmHg
- Nadi : 100x/mnt
- Posisi tidur slight head up 30O
A : masalah perubahan perfusi jaringan serebral belum
teratasi
P : lanjutkan intervensi no. 1-7
23-11-12 S:-
13.00 1 O :- K/U lemah
- Tampak sekret warna putih kental dan tidak
berbau
- Rhonchi -/-
- Reflek batuk menurun
- Ventilator, Mode : PSIMV, TV: 480 PC: 10,
FiO2 : 30%, Frek : 12, Peep : 6 Trigger : 1
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi no. 1,2,3
2 S:-
O : - GCS 3x5
- Pupil unisokor dgn diameter 5mm/2mm
- Hemiparese dextra
- TTV : 190/100mmHg
- Nadi : 97x/mnt
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi no. 2,3,4,6,7
51
3 S:-
O : - tampak luka post craniotomy yang tertutup kassa
- Tampak odema di sekitar luka op
- Suhu : 37,6O C
- Leukosit 20.600 U/L
- Terpasang drain kepala prod. Merah 200cc
A : resiko infeksi tidak terjadi
P : lanjutkan intervensi no 1-4
24-11-12 1 S:-
O : - K/U lemah
11.00 - Rhonchi -/-
- Ventilator, Mode : PSIMV, TV: 480 PC: 10, FiO2
: 30%, Frek : 12 Peep : 6 Trigger : 1
A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi
2 S:-
O : - K/U lemah
- GCS 3x5
- Hemiparese dextra
- Pupil unisokor diameter 5mm/2mm
- TD : 180/100mmHg
- Nadi : 101x/mnt
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi no.2,3,5
3 S:-
O : - tampak luka post craniotomy yang tertutup kassa
- Tampak odema di sekitar luka op berkurang
- Suhu : 37O C
- Leukosit 20.600 U/L
- Terpasang drain kepala prod. Merah 100cc
A : resiko infeksi tidak terjadi
P : lanjutkan intervensi no 1-4
52
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan di bicarakan pembahasan “Asuhan Keperawatan Pada Ny.S
dengan post op SC Hr-1 atas indikasi PEB+SDH dengan ventilator
mekanik.”membandingkan antara teori dengan asuhan keperawatan berdasarkan
kasus nyata.
Pengkajian
B1 : Pada kasus dan teori terdapat kesamaan yaitu pada teori pasien dengan SDH
dengan pemakaian ventilator akan mengalami peningkatan sekret sehingga
akan mempengaruhi keefektifan bersihan jalan nafas. Hal ini juga terjadi
secara nyata pada pasien karena akumulasi sekret di paru yang tidak dapat
di keluarkan secara adekwat.
B3 : Pada kasus dan teori didapatkan kesamaan yaitu perubahan kesadaran pada
pasien terjadi GCS 1X4
B6 : di dapatkan persamaan antara teori dan kasus nyata yaitu adanya kelemahan
pada extremitas (hemiparese)
Riwayat Penyakit
53
Pada teori dan kasus ada kesamaan yaitu riwayat penyakit sekarang pasien
sebelumnya nyeri kepala,muntah-muntah,tekanan darah yang berubah dan adanya
penurunan kesadaran.
Implementasi :
Implementasi yang di lakukan sesuai dengan intervensi yang telah di sesuaikan
dengan kondisi pasien secara nyata.
Evaluasi :
Pada evaluasi di lakukan setiap selesai melakukan implementasi. Pada kasus ini di
lakukan evaluasi selama 3 hari dan hasil yang di dapat tidak selalu seperti apa
yang di harapkan dalam kriteria hasil.pada diagnosa I,II masalah teratasi sebagian
dan diagnosa ke III masalah belum terjadi.
54
BAB V
KESIMPULAN :
SARAN :
55
a. Untuk perawat
Perawat diharapkan mampu melakukan pengkajian,membuat analisa data
dan melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus tersebut
untuk mencegah komplikasi yang tidak di harapkan.
b. Untuk keluarga
Keluarga adalah faktor penting dalam melaksanakan asuhan keperawatan
untuk itu di harapkan keluarga dapat memberikan informasi yang
benar,sehingga asuhan keperawatan dapat di lakukan dengan baik.
c. Untuk Rumah Sakit
Di harapkan RS bisa menyediakan pelayanan dan prasarana yang baik
sehingga semua pasien mendapatkan pelayanan yang optimal.
56
DAFTAR PUSTAKA
57