Anda di halaman 1dari 64

KARYA TULIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS

POST OP SC HR-1 ATAS INDIKASI PEB+SDH

DENGAN VENTILATOR MEKANIK DI RUANG ROI

RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

Oleh :

NOVY NUR FAJRIYAH S.Kep,Ns

PELATIHAN ICU TINGKAT DASAR


ANGKATAN XXXI
RSUD DR SOETOMO SURABAYA
2012
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.S DENGAN DIAGNOSA MEDIS

POST SC HR-1 ATAS INDIKASI PEB+SDH DENGAN VENTILATOR

MEKANIK DI RUANG ROI RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

Tanggal: November 2012

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Salah Satu

Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Dan Pelatihan

Perawat Icu Angkatan XXXI

RSUD Dr.Soetomo Surabaya

Oleh

Novy Nur Fajriyah, S.Kep, Ns

No. Absen 16

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERAWAT ICU

ANGKATAN XXXI

RSUD DR.SOETOMO SURABAYA

2012

ii
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya maka penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir pelatihan ICU yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Pada Ny. S dengan Diagnosa Medis Post Op SC Hari 1 Atas Indikasi PEB + SDH
dengan Ventilator Mekanik Di Ruang ROI RSUD Dr.Soetomo Surabaya.
Tugas ini dimaksudkan untuk melengkapi dan memenuhi persyaratan
dalam menyelesaikan Pelatihan ICU Tingkat Dasar Angkatan XXXI.Selama
menyelesaiakan tugas ini penulis mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih
yag sebesar-besarnya kepada:
1. Direktur RSUD Dr. Soetomo atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk mengikuti pelatihan ini.
2. Seluruh pengajar dan pembimbing Pelaihan ICU Tingkat Dasar Angkatan
XXXI tahun 2012.
3. Kepala ruangan dan seluruh staff ICU GBPT RSUD Dr.Soetomo
Surabaya.
4. Kepala ruang dan seluruh staff ROI RSUD Dr.Soetomo Surabaya.
5. Pembimbing karya tulis ilmiah.Ibu Sumiati
6. Seluruh staff SMF Anestesiologi dan Reanimasi RSUD Dr.Soetomo
Surabaya.
7. Keluargaku tercinta yang telah banyak membantu dan memberikan
semangat.
8. Rekan-rekan tercinta Pelatihan ICU Tingkat Dasar Angkatan XXXI.
Semoga segala bantuan yang telah diberan mendapat balasan dari Tuhan
Yang Maha Esa.Penulis mengharap kritik dan saran guna perbaikan dan
kesempurnaan hasil tugas ini.
Surabaya, November 2012

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman Cover ....................................................................................................... i

Kata Pengantar ...................................................................................................... ii

Daftar isi ...............................................................................................................iii

Lembar Pengesahan .............................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ......................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. Konsep Dasar Teori

A. Defenisi ........................................................................................ 3

B Etiologi ......................................................................................... 3

C. Anatomi Fisiologi ........................................................................ 4

D. Manifestasi Klinis ........................................................................ 5

E. Patofisiologi ................................................................................ 6

F. Komplikasi ................................................................................... 7

G. Klasifikasi .................................................................................... 7

H. Pemeriksaan Penunjang ............................................................... 7

I. Penatalaksanaan ........................................................................... 8

II. Tinjauan Teoritis Keperawatan

A. Pengkajian Data Dasar ................................................................. 9


iv
B. Diagnosa Keperawatan................................................................ 10
C. Intervensi ..................................................................................... 10
III. konsep Dasar Ventilator .............................................................. 16

BAB III TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian Data .......................................................................... 28

3.2 Analisa Data ................................................................................ 32

3.3 Diagnosa Keperawatan ............................................................... 33

3.5 Rencana Tindakan Keperawatan ................................................ 34

3.6 Implementasi .............................................................................. 36

3.7 Evaluasi ...................................................................................... 40

BAB IV PEMBAHASAN

A. Pengkajian .................................................................................. 42

B. Diagnosa Keperawatan ............................................................... 42

C. Intervensi .................................................................................... 43

D. Implementasi .............................................................................. 43

E. Evaluasi ...................................................................................... 43

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ................................................................................. 44

5.2 Saran ........................................................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA

v
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Pada Ny. S dengan Diagnosa Medis Post Op SC Hari 1

Atas Indikasi PEB + SDH dengan Ventilator Mekanik Di Ruang ROI

RSUD Dr.Soetomo Surabaya

Tanggal November 2012

Surabaya, November 2012


Kepala Perawatan ROI
RSUD Dr. Soetomo Pembimbing

JAJUK RETNOWATI, S. Kep. NS SUMIATI, S.Kep. NS


NIP. 196603191987032005 NIP. 196806141993032009

vi
vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pre eklamsia dan eklampsia merupakan penyulit dalam proses
persalinan yang kejadiannya senantiasa tetap tinggi. Tingginya angka
kejadian pre eklampsia merupakan faktor utama penyebab timbulnya
eklampsia yang dapat mengancam hidup ibu bersalin. Tingginya angka
kematian bulin sebagai akibat perkembangan dari pre eklampsia yang
tidak terkontrol memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap
tingginya angka kematian.
Dari kasus persalinan yang dirawat di rumah sakit 3-5 % merupakan kasus
pre eklampsia atau eklampsia ( Manuaba, 1998 ). Dari kasus tersebut 6 %
terjadi pada semua persalinan, 12 % terjadi pada primi gravida. Masih
tingginya angka kejadian ini dapat dijadikan sebagai gambaran umum
tingkat kesehatan ibu bersalin dan tingkat kesehatan masyarakat secara
umum.
PEB merupakan suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi > 160/110 MmHg disertai protein uri dan edema pada
kehamilan 20 minggu atau lebih (Lab/ UPF Ilmu Kebidanan dan Penyakit
Kandungan RSUD Dr Soetomo, Surabaya. 1994). PEB dapat
menimbulkan komplikasi yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah
dalam otak, seperti Subdural Hematom dan Oedem Serebri.
Dinegara-negara barat dan Negara yang sedang berkembang
kematian klien yang mengalami hematoma subdural 5-25 %. Kejadian dari
subdural hematom kronik yang dilaporkan adalah 1-5,3 kasus/100.000
penduduk per tahun.
Perawat sebagai petugas pelayanan kesehatan sangatlah penting
dalam mengambil sikap dan berperan secara aktif dalam menemukan
kasus Subdural Hematom sedini mungkin. Intervensi yang adekuat dan

1
professional merupakan salah satu usaha nyata yang dapat dilakukan untuk
mencegah timbulnya komplikasi-komplikasi.

B. RUANG LINGKUP
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis membatasi
penelitian bagaimana pemberian asuhan keperawatan pada Ny. S dengan
Post Op SC atas indikasi PEB+SDH dengan menggunakan ventilator
mekanik di Ruang Observasi Intensif RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Memberikan Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Post Op SC
atas indikasi PEB+SDH dengan menggunakan ventilator mekanik
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada klien Ny. S dengan Post Op SC atas
indikasi PEB+SDH dengan menggunakan ventilator mekanik
b. Menentukan diagnosa keperawatan pada Ny. S dengan Post Op SC
atas indikasi PEB+SDH dengan menggunakan ventilator mekanik
c. Membuat rencana tindakan keperawatan Ny. S dengan Post Op SC
atas indikasi PEB+SDH dengan menggunakan ventilator mekanik
d. Membuat tindakan keperawatan Ny. S dengan Post Op SC atas
indikasi PEB+SDH dengan menggunakan ventilator mekanik
e. Melakukan evaluasi keperawatan Ny. S dengan Post Op SC atas
indikasi PEB+SDH dengan menggunakan ventilator mekanik

2
BAB II
LANDASAN TEORI
PRE EKLAMSI BERAT
a. Defenisi
Pre eklamsi berat merupakan suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi > 160/110 MmHg disertai proteinuria dan edema pada
kehamilan 20 minggu atau lebih.
b. Etiologi
Sampai saat ini etiologi pasti dari pre eklamsi belum diketahui. Ada beberapa
teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut diatas,
sehingga kelainan ini sering dikenal dengan the decease of teory. Adapun teori-
teori tersebut antara lain :
1. Peran prostasiklin dan tromboksan
Pada pre eklamsi didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga
terjadi penurunan produksi prostasiklin (PG12) yang pada kehamilan normal
meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan
diganti thrombin dan plasmin. Thrombin akan mengkonsumsi anti thrombin
III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan
trombosan (TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan
endotel.
2. Peran factor immunologis
Pre eklamsi sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada
kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan
pertama pembentukan bloking antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.
Fierlie F.M (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya
system imun pada penderita pre eklamsi :
a. Beberapa wanita dengan pre eklamsi mempunyai kompleks imun dalam
serum.
b. Beberapa studi juga mendapatkan adanya ilktifasi sistim komplemen pada
pre eklamsi diikuti dengan proteinuria.

3
Stirat (1996) menyimpulkan, meskipun ada beberapa pendapat yang
menyebutkan bahwa system imun humeral dan aktivasi komplemen terjadi
pada pre eklamsi, tetapi tidak ada bukti bahwa sistim immunologi bisa
menyebabkan pre eklamsi.
3. Peran factor genetic / familial 4,5
Beberapa bukti yang menunjukkan pearn factor genetic pada kejadian pre
eklamsi / eklamsi antara lain :
a. Pre eklamsi hanya terjadi pada manusia
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi preeklamsi pada anak
– anak dan ibu yang menderita preeklamsi
c. Kecendrungan meningkatnya frekuensi preeklamsi pada anak dan cucu ibu
hamil dengan riwayat preeklamsi dan pada ipar mereka
d. Peran rennin-angiotensin-Aldosteron system (RAAS)

c. Manifestasi Klinis
Diagnosis pre eklamsi ditehgakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala,
yaitu :
a. Penambahan berat badan yang berlebihan
b. Edema ( pembengkakkan jari tangan, kaki, dan muka )
c. Hipertensi
d. Proteinuria
Disebut preeklamsi berat bila ditemukan gejala sebagai berikut :
a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 MmHg atau diastolic ≥ 110 MmHg
b. Proteinuria
c. Oliguria
d. Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan
e. Nyeri epigastrium dan ikterus
f. Edema paru atau sianosis
g. Trombositopenia
h. Pertumbuhan janin terhambat

4
d. Patofisiologi
Pada preeklamsi terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke
organ, termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari
timbulnya proses pre eklamsi. Kontriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran
darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena
adanya peningkatan sensitivitas dari circulating pressures. Pre eklamsia yang
berat dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi
plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta
sehingga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation. Respon
fisiologis tubuh antara lain diaktifkannya vasodilator agen seperti
Adrenomedulin untuk meningkatkan sirkulasi di plasenta. Namun agen
vasoaktif lainnya dapat mendorong kearah vasokontriksi vascular, dengan akibat
lanjut dari penurunan sirkulasi ke organ vital seperti ginjal, hati dan otak, kejang
CVA dan koma merupakan manifestasi akhir dan paling berbahaya dari
Eklamsi.
e. Komplikasi
Yang merupakan komplikasi pasti terjadi :
1. Berkurangnya aliran darah menuju plasenta
2. Lepasnya plasenta
3. Syndrome HELLP
4. Gangguan organ vital
5. Ablasi retina, KID (Koagulasi Intravaskuler Diseminata), gagal ginjal,
perdarahan otak, edema paru, gagal jantung, hingga syok dan kematian.
6. Pada pre eklamsi berat akan terjadi kejang, saat kejang dapat terjadi :
a. Lidah tergigit
b. Terjadi perlukaan dan fraktur
c. Ganggua pernafasan
d. Solusio plasenta
e. Perdarahan otak
f. Stimulasi inpartu

5
f. Pemeriksaan penunjang
a. Urin : protein, reduksi, bilirubbin, sedimen urin
b. Darah : trombosit, ureum, kreatinin
c. Enzim hati (LDH), aspartat amino transferase (AST) (SGOT,SGPT)
d. Kimia darah (BUN,kreatinin, glukosa, asam urat)
e. USG
f. Doppler untuk mengetahui DJJ
g. CT-Scan dan MRI, diperlukan bila terjadi perdarahan atau iskemik serebro.
h. Penatalaksanaan
a. Beri sedative yang kuat untuk mencegah kejang :
1. sLarutan sulfas magnesium 20% sebanyak 4 gr disuntikkan IV, dapat
diulang 2 gr tiap 4 jam
2. Lytic cocktail, yakni larutan glukosa 5 % sebanyak 500ml yang berisi
petidin 100mg, klorpromazin 100mg, prometazim 50 mg sebagai infuse
intravena
b. Perlu obat hipotensif, contoh nifedipin
c. Diuretic tidak rutin, bila retensi air banyak
d. Setelah bahaya akut berakhir, dipertimbangkan untuk menghentikan
kehamilan
Persalinan pada pre eklamsi
a. Pre eklamsi berat lebih mudah menjadi eklamsi pada saat persalinan
b. Perlu analgetika dan sedative lebih banyak
c. Persalinan hendaknya dengan ekstraktor vakum dengan narcosis umum untuk
menghundari rangsangan pada system saraf pusat
d. Anestesi local bila tensi tidak terlalu tinggi dan penderita masih somnolen
karena pengaruh obat
e. Pemberian ergometrin rutin pada kala III tidak dianjurkan, kecuali ada
perdarahan post partum karena atonia uteri
f. Obat penenang diteruskan sampai 48 jam post partum, kemudian dikurangi
bertahap dalam 3-4 hari
g. Pada gawat janin dalam kala I dilakukan segera section sesaria

6
h. Pada gawat janin kala II dilakukan ekstrasi dengan cunam atau ekstraktor
vakum
i. Post partum bayi sering menunjukkan tanda-tanda asfiksia neonatorum maka
perlu resusitasi.

Asuhan Keperawatan pada Subdural Hematom


A. Defenisi
Subdural hematoma adalah akumulasi darah dibawah lapisan
duramater dan diatas lapisan arachnoid.
Subdural hematoma adalah penimbunan darah didalam rongga
subdural dalam bentuk akut yang hebat, baik darah maupun cairan
cerebrospinal memasuki ruang tersebut sebagai akibat dari laserasi otak
atau robeknya arachnoidea sehingga menambah penekanan subdural pada
jejas langsung diotak.

B. Etiologi
Keadaan ini timbul setelah cedera atau trauma kepala hebat, seperti
perdarahan kontusional yang mengakibatkan ruptur vena yang terjadi
dalam ruangan subdural. Perdarahan subdural dapat terjadi pada :
1. Trauma capitis
2. Trauma ditempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran
atau putaran otak terhadap duramater, misalnya pada orang yang jatuh
terduduk
3. Trauma pada leher karena guncangan pada badan. Hal ini lebih mudah
terjadi bila ruangan subdura lebar akibat dari atrofi otak, misalnya
pada orang tua dan juga pada anak-anak
4. Pecahnya aneurisma atau malformasi pembuluh darah didalam ruangan
subdura
5. Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan perdarahan
subdural yang spontan, dan keganasan ataupun perdarahan dari tumor
intracranial.

7
C. Manifestasi Klinis
a. Sakit kepala yang bertambah hebat
b. Tampak adanya gangguan psikis (bingung, berfikir lambat,
mengantuk)
c. Edema papil
d. Kelainan neurologis seperti hemiparese (kelumpuhan salah satu
anggota tubuh) dan bangkitan epilepsy
e. Setelah beberapa lama tampak kesadaran semakin menurun
D. Klasifikasi Hematoma Subdural
Berdasarkan saat timbulnya gejala klinis, Hematoma Subdural dapat
dibagi menjadi :
a. Hematoma Subdural Akut
Gejala timbul segera hingga berjam – jam setelah trauma, perdarahan
dapat < 5mm tebalnya tetapi melebar luas
b. Hematoma Subdural Sub Akut
Gejala – gejala timbul beberapa hari > 10 hari setelah trauma,
perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukkan kapsul
disekitarnya.
c. Hematoma Subdural Kronik
Gejala timbul lebih dari 10 hari hingga beberapa bulan setelah trauma.
Kapsula jaringan ikat mengelilingi hematoma, kapsula mengandung
pembuluh-pembuluh darah yang tipis dindingnya, terutama disisi
duramater. Pembuluh darah ini dapat pecah dan membentuk
perdarahan baru yang menyebabkan menggembungnya hematoma.
Darah didalam kapsula akan terurai membentuk cairan kental yang
dapat menghisap cairan dari ruangan sub arachnoid. Hematoma akan
membesar dan menimbulkan gejala seperti tumor serebri.

8
E. Patofisiologi
Perdarahan terjadi antara duramater dan arachnoidea. Perdarahan dapat
terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang
menghubungkan vena dipermukaan otak dan sinus venosus didalam
duramater atau karena robeknya arachnoidea, karena otak yang
bermandika cairan serebrospinal dapat bergerak sedangkan sinus venosus
dalam keadaan terfiksir, berpindahnya posisi otak yang terjadi pada trauma
dapat merobek be erapa vena halus pada tempat dimana mereka
menembus duramater. Perdarahan yang besar akan menimbulkan gejala –
gejala akut menyerupai hematoma epidural. Perdarahan yang tidak terlalu
besar akan membeku dan disekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang
membentuk kapsula. Gumpalan darah lambat laun mencair dan menarik
cairan disekitarnya dan mengembung memberikan gejala seperti tumor
serebri karena tekanan intracranial yang berangsur meningkat.

9
WOC

Pre eklampsi berat

Vasospasme
hipertensi
Vasokonstriksi vaskuler

Spasme jaringan otak

TIK - Oedem serebri

- Subdural hematom

Respon biologi Hipoksemia

Kelainan metabolisme

Cedera otak sekunder

Kerusakan sel otak meningkat

Gangguan autoregulasi Peningkatan rangsangan simpatis stress

Aliran darah keotak menurun Peningkatan tahanan vaskuler


peningkatan
katekulamin

O2 menurun gang. Metabolisme sistemik dan TD meningkat peningkatan


asam lambung

Penurunan tekanan mual, muntah

Hipoksia asam laktat meningkat pembuluh darah pulmonal asupan


nutrisi kurang

Penurunan kesadaran edema otak peningkatan tek.hidrostatik


MK : Gangguan
Reflek batuk menurun kebocoran cairan kapiler pemenuhann keb. nutrisi
MK :
Produksi sputum berlebih Perubahan oedem paru cardiac
perfusi jar output menurun
serebral
Difusi O2 terhambat
MK : Gangguan
MK : Ketidakefektifan
perfusi jaringan
bersihan jalan nafas MK : Gangguan
pola nafas

10
F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan
pada 24 - 72 jam setelah injuri.
2. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
3. Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti :
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan
trauma.
4. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
9. ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracranial
10. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrkranial
11. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.
G. Penatalaksanaan
Konservatif :
- Bedres total
- Pemberian obat – obatan
- Observasi tanda – yanda vital ( GCS dan tingkat kesadaran).

11
II. Tinjauan Teoritis Keperawatan

a. Pengkajian Data Dasar

1) Aktifitas / istirahat
Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan
Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese,goyah dalam
berjalan ( ataksia ), cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.
2) Sirkulasi
Tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takhikardi dan
aritmia.
3) Integritas ego
Perubahan tingkah laku / kepribadian
Mudah tersinggung, bingung, depresi dan impulsive
4) Eliminasi
bab / bak inkontinensia / disfungsi.
5) Makanan / cairan
Mual, muntah, perubahan selera makan
Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, disfagia).
6) Neuro sensori :
Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan
pendengaran, perubahan penglihatan, diplopia, gangguan pengecapan /
pembauan.
Perubahan kesadara, koma.
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, atensi dan kinsentarsi)
perubahan pupil (respon terhadap cahaya), kehilangan penginderaan,
pengecapan dan pembauan serta pendengaran. Postur (dekortisasi,
desebrasi), kejang. Sensitive terhadap sentuhan / gerakan.
7) Nyeri / rasa nyaman
Sakit kepala dengan intensitas dan lokai yang berbeda.
Wajah menyeringa, merintih.

12
8) Repirasi
Perubahan pola napas ( apnea, hiperventilasi ), napas berbunyi, stridor ,
ronchi dan wheezing.
9) Keamanan
Trauma / injuri kecelakaan
Fraktur dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan ROM, tonus otot
hilang kekuatan paralysis, demam,perubahan regulasi temperatur tubuh.
10) Intensitas social
Afasia, distarsia
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien
yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan
sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi.
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian
aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
b. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi
atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi
dan/atau integrasi (trauma atau defisit neurologis).
d. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis;
konflik psikologis.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau
kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan
keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma,
kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.
Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).
Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
g. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

13
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk
mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
h. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis
situasional. Ketidak pastian tentang hasil/harapan.
i. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemajanan, tidak mengenal informasi.
Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
c. Intervensi
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan
intervensi keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan
adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah
keperawatan klien.

1) Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian


aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
Tujuan:
 Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi
motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
 Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Intervensi Rasional
1. Tentukan faktor-faktor yg 1. Penurunan tanda/gejala neurologis atau
menyebabkan kegagalan dalam pemulihannya setelah
koma/penurunan perfusi serangan awal, menunjukkan perlunya
jaringan otak dan potensial pasien dirawat di perawatan intensif.
peningkatan TIK. 2. Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial
2. Pantau /catat status peningkatan TIK dan bermanfaat dalam
neurologis secara teratur dan menentukan lokasi, perluasan dan
bandingkan dengan nilai perkembangan kerusakan SSP.
standar GCS. 3. Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial
okulomotor (III) berguna untuk
3. Evaluasi keadaan pupil, menentukan apakah batang otak masih
ukuran, kesamaan antara kiri baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh
dan kanan, reaksi terhadap keseimbangan antara persarafan simpatis
14
cahaya. dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya
mencerminkan fungsi yang terkombinasi
dari saraf kranial optikus (II) dan
okulomotor (III).
4. Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh
4. Pantau tanda-tanda vital: TD, penurunan TD diastolik (nadi yang
nadi, frekuensi nafas, suhu. membesar) merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK, jika diikuti oleh
penurunan kesadaran.
5. Bermanfaat sebagai indikator dari cairan
5. Pantau intake dan out put, total tubuh yang terintegrasi dengan
turgor kulit dan membran perfusi jaringan. Iskemia/trauma serebral
mukosa. dapat mengakibatkan diabetes insipidus.
Gangguan ini dapat mengarahkan pada
masalah hipotermia atau pelebaran
pembuluh darah yang akhirnya akan
berpengaruh negatif terhadap tekanan
serebral.
6. Turunkan stimulasi eksternal 6. Memberikan efek ketenangan, menurunkan
dan berikan kenyamanan, reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan
seperti lingkungan yang istirahat untuk mempertahankan atau
tenang. menurunkan TIK.
7. Bantu pasien untuk 7. Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan
menghindari /membatasi intrathorak dan intraabdomen yang dapat
batuk, muntah, mengejan. meningkatkan TIK.
8. Tinggikan kepala pasien 15- 8. Meningkatkan aliran balik vena dari kepala
45 derajad sesuai sehingga akan mengurangi kongesti dan
indikasi/yang dapat oedema atau resiko terjadinya peningkatan
ditoleransi. TIK.
9. Pembatasan cairan diperlukan untuk
9. Batasi pemberian cairan menurunkan edema serebral,
sesuai indikasi. meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler
TD dan TIK.
10. Berikan oksigen tambahan 10. Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat
sesuai indikasi. meningkatkan vasodilatasi dan volume
darah serebral yang meningkatkan TIK.
11. Berikan obat sesuai indikasi, 11. Diuretik digunakan pada fase akut untuk
misal: diuretik, steroid, menurunkan air dari sel otak, menurunkan
antikonvulsan, analgetik, edema otak dan TIK
sedatif, antipiretik.

2) Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan


neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau
kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.

15
Tujuan:

 mempertahankan pola pernapasan efektif.


Kriteria evaluasi:

 bebas sianosis, GDA dalam batas normal


Intervensi Rasional
1. Pantau frekuensi, irama, 1. Perubahan dapat menandakan awitan
kedalaman pernapasan. komplikasi pulmonal atau menandakan
Catat ketidakteraturan lokasi/luasnya keterlibatan otak. Pernapasan
pernapasan. lambat, periode apnea dapat menandakan
perlunya ventilasi mekanis.
2. Pantau dan catat 2. Kemampuan memobilisasi atau
kompetensi reflek membersihkan sekresi penting untuk
gag/menelan dan pemeliharaan jalan napas. Kehilangan refleks
kemampuan pasien untuk menelan atau batuk menandakan perlunaya
melindungi jalan napas jalan napas buatan atau intubasi.
sendiri. Pasang jalan
napas sesuai indikasi.
3. Angkat kepala tempat 3. Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi
tidur sesuai aturannya, paru dan menurunkan adanya kemungkinan
posisi miirng sesuai lidah jatuh yang menyumbat jalan napas.
indikasi. 4. Mencegah/menurunkan atelektasis.
4. Anjurkan pasien untuk
melakukan napas dalam
yang efektif bila pasien
sadar. 5. Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien
5. Lakukan penghisapan koma atau dalam keadaan imobilisasi dan
dengan ekstra hati-hati, tidak dapat membersihkan jalan napasnya
jangan lebih dari 10-15 sendiri.
detik. Catat karakter,
warna dan kekeruhan dari
sekret.
6. Auskultasi suara napas,
perhatikan daerah 6. Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru
hipoventilasi dan adanya seperti atelektasis, kongesti, atau obstruksi
suara tambahan yang jalan napas yang membahayakan oksigenasi
tidak normal misal: cerebral dan/atau menandakan terjadinya
ronkhi, wheezing, krekel. infeksi paru.
7. Pantau analisa gas darah,
tekanan oksimetri
7. Menentukan kecukupan pernapasan,
8. Lakukan ronsen thoraks keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan
ulang. terapi.
8. Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-
16
9. Berikan oksigen. tandakomplikasi yang berkembang misal:
atelektasi atau bronkopneumoni.
9. Memaksimalkan oksigen pada darah arteri
dan membantu dalam pencegahan hipoksia.
10. Lakukan fisioterapi dada Jika pusat pernapasan tertekan, mungkin
jika ada indikasi. diperlukan ventilasi mekanik.
10. Walaupun merupakan kontraindikasi pada
pasien dengan peningkatan TIK fase akut
tetapi tindakan ini seringkali berguna pada
fase akut rehabilitasi untuk memobilisasi dan
membersihkan jalan napas dan menurunkan
resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.

3) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak,
prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi.
Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem
tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:

Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.

Kriteria evaluasi:

Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.

Intervensi Rasional
1. Berikan perawatan aseptik dan 1. Cara pertama untuk menghindari
antiseptik, pertahankan tehnik cuci terjadinya infeksi nosokomial.
tangan yang baik.
2. Observasi daerah kulit yang 2. Deteksi dini perkembangan infeksi
mengalami kerusakan, daerah yang memungkinkan untuk melakukan
terpasang alat invasi, catat tindakan dengan segera dan
karakteristik dari drainase dan pencegahan terhadap komplikasi
adanya inflamasi. selanjutnya.
3. Pantau suhu tubuh secara teratur, 3. Dapat mengindikasikan
catat adanya demam, menggigil, perkembangan sepsis yang
diaforesis dan perubahan fungsi selanjutnya memerlukan evaluasi
mental (penurunan kesadaran). atau tindakan dengan segera.
4. Anjurkan untuk melakukan napas 4. Peningkatan mobilisasi dan
dalam, latihan pengeluaran sekret pembersihan sekresi paru untuk
paru secara terus menerus. menurunkan resiko terjadinya
Observasi karakteristik sputum. pneumonia, atelektasis.

17
5. Berikan antibiotik sesuai indikasi 5. Terapi profilatik dapat digunakan
pada pasien yang mengalami trauma,
kebocoran CSS atau setelah
dilakukan pembedahan untuk
menurunkan resiko terjadinya infeksi
nosokomial.

I. Konsep Dasar Ventilator


I. Pengertian
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian
atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.

II. Indikasi Pemasangan Ventilator


1. Pasien dengan respiratory failure (gagal napas)
2. Pasien dengan operasi tekhik hemodilusi.
3. Post Trepanasi dengan black out.
1. Penyebab sentral
a. Trauma kepala : Contusio cerebri.
b. Radang otak : Encepalitis.
c. Gangguan vaskuler : Perdarahan otak, infark otak.
d. Obat-obatan : Narkotika, Obat anestesi.
2. Penyebab perifer
4. Respiratory Arrest.
III. Penyebab Gagal Napas
a. Kelaian Neuromuskuler :
- Guillian Bare symdrom
- Tetanus
- Trauma servikal
- Obat pelemas otot.
b. Kelainan jalan napas.
- Obstruksi jalan napas
- Asma broncheal.

18
c. Kelainan di paru
- Edema paru, atlektasis, ARDS
d. Kelainan tulang iga / thorak
- Fraktur costae, pneumothorak, haemathorak.
e. Kelainan jantung
- Kegagalan jantung kiri.
-
IV. Kriteria Pemasangan Ventilator
Menurut Pontopidan seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi
mekanik (ventilator) bila :
- Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit
- Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70
mmHg
- PaCO2 lebih dari 60 mmHg
- AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg
- Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.
V. Macam-macam Ventilator.
Menurut sifatnya ventilator dibagi tiga type yaitu:
1. Volume Cycled Ventilator.
Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume.
Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai
volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator
adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan
volume tidal yang konsisten.
2. Pressure Cycled Ventilator
Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan
tekanan. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah
mencapai tekanan yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup
inspirasi tertutup dan ekspirasi terjadi dengan pasif. Kerugian pada
type ini bila ada perubahan komplain paru, maka volume udara yang

19
diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang setatus parunya
tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan.

3. Time Cycled Ventilator


Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan
wamtu ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu
inspirasi ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah
napas permenit)
Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2
VI. Mode-Mode Ventilator.
Pasien yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanik dengan
menggunakan ventilator tidak selalu dibantu sepenuhnya oleh mesin
ventilator, tetapi tergantung dari mode yang kita setting. Mode mode
tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mode Control.
Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu
pernafasan pasien. Ini diberikan pada pasien yang pernafasannya
masih sangat jelek, lemah sekali atau bahkan apnea. Pada mode ini
ventilator mengontrol pasien, pernafasan diberikan ke pasien pada
frekwensi dan volume yang telah ditentukan pada ventilator, tanpa
menghiraukan upaya pasien untuk mengawali inspirasi. Bila pasien
sadar, mode ini dapat menimbulkan ansietas tinggi dan
ketidaknyamanan dan bila pasien berusaha nafas sendiri bisa terjadi
fighting (tabrakan antara udara inspirasi dan ekspirasi), tekanan
dalam paru meningkat dan bisa berakibat alveoli pecah dan terjadi
pneumothorax. Contoh mode control ini adalah: CR (Controlled
Respiration), CMV (Controlled Mandatory Ventilation), IPPV
(Intermitten Positive Pressure Ventilation).
2. Mode IMV / SIMV: Intermitten Mandatory
Ventilation/Sincronized Intermitten Mandatory Ventilation.

20
Pada mode ini ventilator memberikan bantuan nafas secara selang
seling dengan nafas pasien itu sendiri. Pada mode IMV pernafasan
mandatory diberikan pada frekwensi yang di set tanpa
menghiraukan apakah pasien pada saat inspirasi atau ekspirasi
sehingga bisa terjadi fighting dengan segala akibatnya. Oleh karena
itu pada ventilator generasi terakhir mode IMVnya disinkronisasi
(SIMV). Sehingga pernafasan mandatory diberikan sinkron dengan
picuan pasien. Mode IMV/SIMV diberikan pada pasien yang sudah
bisa nafas spontan tetapi belum normal sehingga masih
memerlukan bantuan.

3. Mode ASB / PS : (Assisted Spontaneus Breathing / Pressure Suport


Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau
pasien yang masih bisa bernafas tetapi tidal volumnenya tidak
cukup karena nafasnya dangkal. Pada mode ini pasien harus
mempunyai kendali untuk bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk
memicu trigger maka udara pernafasan tidak diberikan.
4. CPAP : Continous Positive Air Pressure.
Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan
diberikan pada pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat.
Tujuan pemberian mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan
melatih otot-otot pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator.
VII. Sistem Alarm
Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu
untuk mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm
tekanan rendah menandakan adanya pemutusan dari pasien
(ventilator terlepas dari pasien), sedangkan alarm tekanan tinggi
menandakan adanya peningkatan tekanan, misalnya pasien batuk,
cubing tertekuk, terjadi fighting, dll. Alarm volume rendah
menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak
dianggap dan harus dipasang dalam kondisi siap.

21
VIII. Pelembaban dan suhu.
Ventilasi mekanis yang melewati jalan nafas buatan meniadakan
mekanisme pertahanan tubuh unmtuk pelembaban dan
penghangatan. Dua proses ini harus digantikan dengan suatu alat
yang disebut humidifier. Semua udara yang dialirkan dari ventilator
melalui air dalam humidifier dihangatkan dan dijenuhkan. Suhu
udara diatur kurang lebih sama dengan suhu tubuh. Pada kasus
hipotermi berat, pengaturan suhu udara dapat ditingkatkan. Suhu
yang terlalu itnggi dapat menyebabkan luka bakar pada trachea dan
bila suhu terlalu rendah bisa mengakibatkan kekeringan jalan nafas
dan sekresi menjadi kental sehingga sulit dilakukan penghisapan.

IX. Fisiologi Pernapasan Ventilasi Mekanik


Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan
otot intercostalis berkontrkasi, rongga dada mengembang dan
terjadi tekanan negatif sehingga aliran udara masuk ke paru,
sedangkan fase ekspirasi berjalan secara pasif.
Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan
udara dengan memompakan ke paru pasien, sehingga tekanan
sselama inspirasi adalah positif dan menyebabkan tekanan intra
thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga
thorax paling positif.
X. Efek Ventilasi mekanik
Akibat dari tekanan positif pada rongga thorax, darah yang
kembali ke jantung terhambat, venous return menurun, maka
cardiac output juga menurun. Bila kondisi penurunan respon
simpatis (misalnya karena hipovolemia, obat dan usia lanjut), maka
bisa mengakibatkan hipotensi. Darah yang lewat paru juga
berkurang karena ada kompresi microvaskuler akibat tekanan
positif sehingga darah yang menuju atrium kiri berkurang,
akibatnya cardiac output juga berkurang. Bila tekanan terlalu tinggi

22
bisa terjadi gangguan oksigenasi. Selain itu bila volume tidal terlalu
tinggi yaitu lebih dari 10-12 ml/kg BB dan tekanan lebih besar dari
40 CmH2O, tidak hanya mempengaruhi cardiac output (curah
jantung) tetapi juga resiko terjadinya pneumothorax.

Efek pada organ lain:


Akibat cardiac output menurun; perfusi ke organ-organ lainpun
menurun seperti hepar, ginjal dengan segala akibatnya. Akibat
tekanan positif di rongga thorax darah yang kembali dari otak
terhambat sehingga tekanan intrakranial meningkat.
XI. Komplikasi Ventilasi Mekanik (Ventilator)
Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila
perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:
1. Pada paru
a. Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis,
emboli udara vaskuler.
b. Atelektasis/kolaps alveoli diffuse
c. Infeksi paru
d. Keracunan oksigen
e. Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi,
tersumbat.
f. Aspirasi cairan lambung
g. Tidak berfungsinya penggunaan ventilator
h. Kerusakan jalan nafas bagian atas
2. Pada sistem kardiovaskuler
Hipotensi, menurunya cardiac output dikarenakan menurunnya
aliran balik vena akibat meningkatnya tekanan intra thorax pada
pemberian ventilasi mekanik dengan tekanan tinggi
3. Pada sistem saraf pusat
a. Vasokonstriksi cerebral

23
Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2)
dibawah normal akibat dari hiperventilasi.
b. Oedema cerebral
Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal
akibat dari hipoventilasi.
c. Peningkatan tekanan intra kranial
d. Gangguan kesadaran
e. Gangguan tidur.
4. Pada sistem gastrointestinal
a. Distensi lambung, illeus
b. Perdarahan lambung.
5. Gangguan psikologi

XII. Prosedur Pemberian Ventilator


Sebelum memasang ventilator pada pasien. Lakukan tes paru pada
ventilator untuk memastikan pengesetan sesuai pedoman standar.
Sedangkan pengesetan awal adalah sebagai berikut:

1. Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) 100%


2. Volume Tidal: 4-5 ml/kg BB
3. Frekwensi pernafasan: 10-15 kali/menit
4. Aliran inspirasi: 40-60 liter/detik
5. PEEP (Possitive End Expiratory Pressure) atau tekanan positif
akhir ekspirasi: 0-5 Cm, ini diberikan pada pasien yang mengalami
oedema paru dan untuk mencegah atelektasis. Pengesetan untuk
pasien ditentukan oleh tujuan terapi dan perubahan pengesetan
ditentukan oleh respon pasien yang ditujunkan oleh hasil analisa
gas darah (Blood Gas).
XIII. Kriteria Penyapihan
Pasien yang mendapat bantuan ventilasi mekanik dapat dilakukan
penyapihan bila memenuhi kriteria sebagai berikut:

24
- Kapasitas vital 10-15 ml/kg BB
- Volume tidal 4-5 ml/kg BB
- Kekuatan inspirasi 20 cm H2O atau lebih besar
- Frekwensi pernafasan kurang dari 20 kali/menit.

Asuhan Keperawatan pada Px Dengan Menggunakan Ventilator

I. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada psien yang mendapat nafas buatan dengan
ventilator adalah:
1. Biodata
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama, alamt,
dll.
Pengkajian ini penting dilakukan untuk mengetahui latar belakang status
sosial ekonomi, adat kebudayaan dan keyakinan spritual pasien, sehingga
mempermudah dalam berkomunikasi dan menentukan tindakan
keperawatan yang sesuai.
2. Riwayat penyakit/riwayat keperawatan
Informasi mengenai latar belakang dan riwayat penyakit yang sekarang
dapat diperoleh melalui oranglain (keluarga, tim medis lain) karena kondisi
pasien yang dapat bentuan ventilator tidak mungkin untuk memberikan
data secara detail. Pengkajian ini ditujukan untuk mengetahui
kemungkinan penyebab atau faktor pencetus terjadinya gagal
nafas/dipasangnya ventilator.
3. Keluhan
Untuk mengkaji keluhan pasien dalam keadaan sadar baik, bisa dilakukan
dengan cara pasien diberi alat tulis untuk menyampaikan keluhannya.
Keluhan pasien yang perlu dikaji adalah rasa sesak nafas, nafas terasa
berat, kelelahan dan ketidaknyamanan.

25
B. 1. Sistem pernafasan
a. Setting ventilator meliputi:
Mode ventilator
- CR/CMV/IPPV (Controlled Respiration/Controlled Mandatory
Ventilation/ Intermitten Positive Pressure Ventilation)
- SIMV (Syncronized Intermitten Mandatory Ventilation)
- ASB/PS (Assisted Spontaneus Breathing/Pressure Suport)
- CPAP (Continous Possitive Air Presure)
FiO2: Prosentase oksigen yang diberikan
PEEP: Positive End Expiratory Pressure
Frekwensi nafas
b. Gerakan nafas apakah sesuai dengan irama ventilator
c. Expansi dada kanan dan kiri apakah simetris atau tidak
d. Suara nafas: adalah ronkhi, whezing, penurunan suara nafas
e. Adakah gerakan cuping hidung dan penggunaan otot bantu tambahan
f. Sekret: jumlah, konsistensi, warna dan bau
g. Humidifier: kehangatan dan batas aqua
h. Tubing/circuit ventilator: adakah kebocoran tertekuk atau terlepas
i. Hasil analisa gas darah terakhir/saturasi oksigen
j. Hasil foto thorax terakhir

B. 2. Sistem kardiovaskuler
Pengkajian kardiovaskuler dilakukan untuk mengetahui adannya gangguan
hemodinamik yang diakibatkan setting ventilator (PEEP terlalu tinggi) atau
disebabkan karena hipoksia. Pengkajian meliputi tekanan darah, nadi, irama
jantung, perfusi, adakah sianosis dan banyak mengeluarkan keringat.
B. 3. Sistem neurologi
Pengkajian meliputi tingkat kesadaran, adalah nyeri kepala, rasa ngantuk,
gelisah dan kekacauan mental.

26
B. 4. Sistem urogenital
Adakah penurunan produksi urine (berkurangnya produksi urine
menunjukkan adanya gangguan perfusi ginjal)
B. 5. Status cairan dan nutrisi
Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada gangguan status
nutrisi dan cairan akan memperberat keadaan. Seperti cairan yang
berlebihan dan albumin yang rendah akan memperberat oedema paru.
4. Status psycososial
Pasien yang dirawat di ICU dan dipasang ventilator sering mengalami
depresi mental lyang dimanifestasikan berupa kebingungan, gangguan
orientasi, merasa terisolasi, kecemasan dan ketakutan akan kematian.

II. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang sering terjadi pada pasien yang mendapat bentuan
nafas mekanik/dipasang ventilator diantaranya adalah:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi tertahan, proses
penyakitnya
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, pengesetan
ventilator yang tidak tepat, obstruksi selang endotracheal
4. Cemas berhubungan dengan penyakit kritis, takut terhadap kematian
5. Gangguan pemenuhan komunikasi verbal berhubungan dengan
pemasangan selang endotracheal
6. Resiko tinggi terjadinya infeksi saluran nafas berhubungan dengan
pemasangan selang endotracheal
7. Resiko tinggi terjadinya trauma atau cedera berhubungan dengan ventilasi
mekanis, selang endotracheal, ansietas, stress
8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan ventilasi mekanis, letak
selang endotracheal

27
III. Perencanaan
1. Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan peningkatan
produksi sekret
Tujuan:
Meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan napas.
Kriteria hasil:
- Bunyi napas terdengar bersih.
- Ronchi tidak terdengar.
- Tracheal tube bebas sumbatan.

INTERVENSI RASIONAL

1 Auskultasi bunyi napas tiap 2-4 jam 1 Mengevaluasi keefetifan jalan


dan kalau diperlukan. napas.

2 Lakukan pengisapan bila terdengar 2


ronchi dengan cara:
a. Dengan mengertinya tujuan
a. jelaskan pada pasien tentang
tindakan yang akan dilakukan
tujuan dari tindakan pengisapan.
pasien bisa berpartisipasi aktif.
b. Berikan oksigen dengan O2 100 % b. Memberi cadangan O2 untuk
sebelum dilakukan pengisapan, menghindari hipoksia.
minimal 4 - 5 X pernapasan.
c. Perhatikan teknik aseptik, gunakan c. Mencegah infeksi nosokomial.
sarung tangan steril, kateter
pengisap steril.
d. Masukan kateter kedalam selang d. Aspirasi lama dapat

ET dalam keadaan tidak mengisap menimbulkan hipoksia, karena

(ditekuk), lama pengisapan tidak tindakan pengisapan akan

lebih dari 10 detik. mengeluarkan sekret dan O2.

e. Atur tekanan isap tidak lebih dari e. Tindakan negatif yang

28
100 - 120 mmHg. berlebihan dapat merusak
mukosa jalan napas.
f. Lakukan oksigenasi lagi dengan f. Memberikan cadangan oksigen
O2 100 % sebelum melakukan dalam paru.
pengisapan berikutnya.
g. Lakukan pengisapan berulang- g. Menjamin keefektifan jalan
3 ulang sampai suara napas bersih. napas.
Pertahankan suhu humidifer tetap Membantu mengencerkan skret.
3
4 hangat (35 - 37,8 o C
Monitor statur hidrasi pasien Mencegah sekresi menjadi kental.
5 4
Melakukan fisioterapi napas / dada Memudahkan pelepasan sekret.
5
sesuai indikasi dengan cara clapping,
fibrasi dan pustural drainage.
6
Berikan obat mukolitik sesuai indikasi Mengencerkan sekret.
/ program. 6
7
Kaji suara napas sebelum dan sesudah Menentukan lokasi penumpukan
7
melakukan tindakan pengisapan. sekret, mengevaluasi kebersihan
8 tindakan
Observasi tanda-tanda vital sebelum Deteksi dini adanya kelainan.
8
dan sesudah melakukan tindakan.

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan sekresi tertahan, proses
penyakitnya
Tujuan: Pertukaran gas kembali normal.
Kriteria hasil:
Hasil analisa gas darah normal yang terdiri dari:
- PH (7,35 - 7,45)
- PO2 (80 - 100 mmHg)

29
- PCO2 (35 - 45 mmHg)
- BE (-2 - + 2)
- Tidak sianosis
INTERVENSI RASIONAL

1 Cek analisa gas darah setiap 10 - 1 Evaluasi keefektifan setting


30 menit setelah perubahan ventilator yang diberikan
setting ventilator.
2 Monitor hasil analisa gas darah 2 Evaluasi kemampuan
(blood gas) atau oksimeteri bernapas
selama periode penyapihan.
3 Pertahankan jalan napas bebas 3 Sekresi menghambat
dari skresi. kelancaran udara napas.

4 Monitor tanda dan gejala 4 Diteksi dini adanya kelainan.


hipoksia

30
3. Diagnosa Keperawatan
Ketidak efektifan pola nafas sehubungan dengan kelelahan, pengesetan
ventilator yang tidak tepat, obstruksi selang endotracheal
Tujuan: Pola napas efektif.
Kriteria hasil:
- Napas sesuai dengan irama ventilator.
- Volume napas adekuat.
- Alarm tidak berbunyi.
INTERVENSI RASIONAL

1 Lakukan pemeriksaan ventilator 1 Diteksi dini adanya kelainan


[ tiap 1 - 2 jam. atau gg. fungsi ventilator.
2 Evaluasi semua alarm dan 2 Bunyi alarm menunjukan
tentukan penyebabnya. adanya gg. Fungsi ventilator.
Pertahankan alat resusitasi
3 manual (bag & mask) pada 3 Memudahkan melakukan
posisi tempat tidur sepanjang pertolongan bila
waktu. sewaktu/waktu ada gangguan
fungsi ventilator.

Monitor selang / cubbing 4 Mencegah berkurangnya


4
ventilator dari terlepas , terlipat, aliran udara napas.
[

bocor atau tersumbat.


5 Evaluasi tekanan atau kebocoran 5 Mencegah berkurangnya
balon cuff. aliran udara napas.

6 Masukan penahan gigi (pada 6 Mencegah tergigitnya selang

[
pemasangat ETT lewat oral) ETT
Amankan selang ETT dengan 7 Mencegah terlepas /
7
fiksasi yang baik. tercabutnya selang ETT.
[[[ ]

8 Monitor suara dan pergerakan 8 Evaluasi keefektifan jalan


dada secara teratur. napas.

31
4. Diagnosa Keperawatan
Cemas sehubungan dengan penyakit kritis, takut terhadap kematian
Tujuan: Cemas berkurang atau hilang
Kriteria hasil: Mampu mengekspresikan kecemasan, tidak gelisah,
kooperatif.
INTERVENSI RASIONAL

1 Lakukan komunikasi terapiutik. 1 Membina hubungan saling


percaya.
2 Dorong pasien agar mampu 2 Menggali perasaan dan
mengekspresikan perasaannya. [
permasalahan yang sedang
dihadapi klien.
3 Berikan sentuhan kasih sayang. 3 Mengurangi cemas.

4 Berikan support mental. 4 Mengurangi cemas.

5 Berikan kesempatan pada 5 Kehadiran orang-orang yang


keluarga dan orang-orang yang dicintai meningkatkan
dekat dengan klien untuk semangat dan motivasi untuk
mengunjungi pada saat-saat sembuh.
tertentu.
6 Berikan informasi realistis pada 6 Memahami tujuan pemberian
tingkat pemahaman klien. atau pemasangan ventilator.

5. Diagnosa Keperawatan
Gangguan pemenuhan komunikasi verbal sehubungan dengan
pemasangan selang endotracheal
Tujuan: Mempertahankan komunikasi
Kriteria hasil: Klien dapat berkomunikasi dgn menggunakan metode
alternatif.

32
INTERVENSI RASIONAL

1 Berikan papan, kertas dan pensil, 1 Mempermudah klien untuk


gambar untuk komunikasi, mengemukakan perasaan /
ajukan pertanyaan dengan keluhan dengan
jawaban ya atau tidak. berkomunikasi.
2 Yakinkan klien bahwa suara 2 Mengurangi cemas.
akan kembali bila ETT dilepas.

6. Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi terjadinya infeksi saluran nafas sehubungan dengan
pemasangan selang endotracheal
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi saluran napas s/d pemasangan selang ETT /
ventilator
Kriteria hasil:
- Suhu tubuh normal (36 - 37,5 C)
- Warna sputum jernih.
- Kultur sputum negatif.

INTERVENSI RASIONAL

1 Evaluasi warna, jumlah, 1 Indikator untuk menilai


konsistensi dan bauh sputum adanya infeksi jalan napas.
setiap kali pengisapan.

2 2 Menentukan jenis kuman dan


Lakukan pemeriksaan kultur
sputum dan test sensitifitas sensitifitasnya terhadap

sesuai indikasi. antibiotik.


3 3 Mencegah infeksi
Pertahanakan teknik aseptik
pada saat melakukan pengisapan nosokomial.

(succion)

33
4 Jaga kebersihan bag & mask. 4 Lingkungan kotor merupakan
media pertumbuhan kuman.
5 Lakukan pembersihan mulut, 5 Lingkungan kotor merupakan
hidung dan rongga faring setiap media pertumbuhan kuman.
shitf.
6 Ganti selang / tubing ventilator 6 Menjamin selang ventilator
24 - 72 jam. tetap bersih dan steril.

7 Monitor tanda-tanda vital yang 7 Diteksi dini.

[
menunjukan adanya infeksi.
8 Berikan antibiotika sesuai 8 Antibiotika bersifat
program dokter. baktericide.

7. Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi terjadinya trauma atau cedera sehubungan dengan ventilasi
mekanis, selang endotracheal, ansietas, stress
Tujuan: Bebas dari cedera selama ventilasi mekanik.
Kriteria hasil:
- Tidak terjadi iritasi pada hidung maupun jalan napas.
- Tidak terjadi barotrauma.
INTERVENSI RASIONAL

1 Monitor ventilator terhadap 1 Peningkatan secara tajam


peningkatan secara tajam. dapat menimbulkan trauma
jalan napas (barutrauma)
2 Yakinkan napas pasien sesuai 2 Napas yang berlawanan
dengan irama ventilator
dengan mesin dapat
menimbulkan trauma.
3 Mencegah terjadinya fighting 3
Napas yang berlawanan
kalau perlu kolaborasi dengan

34
dokter untuk memberi sedasi. dengan mesin dapat
menimbulkan trauma.
Observasi tanda dan gejala
4 4 Diteksi dini.
barotrauma.
Lakukan pengisapan lendir
5 Mencegah iritasi mukosa
5 dengan hati-hati dan gunakan
jalan napas.
kateter succion yang lunak dan
ujungnya tidak tajam.
Lakukan restrain / fiksasi bila 6 Mencegah terekstubasinya
6 pasien gelisah.
ETT (ekstubasi sendiri)
Atur posisi selang / tubing
7 Mencegah trauma akibat
7 ventilator dengan cepat.
penekanan selang ETT.

8. Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan ventilasi mekanis, letak
selang endotracheal
Tujuan: Merasa nyaman selama dipasang ventilator.
Kriteria hasil:
- Klien tidak gelisah.
- Klien dapat istirahat dan tidur dengan tenang.
INTERVENSI RASIONAL

1 Atur posisi selang ETT dan 1 Mencegah penarikan dan


Tubing ventilator. penekanan.

2 Atur sensitivitas ventilator. 2 Menurunkan upaya pasien


melakukan pernapasan.

3 Atur posisi tidur dengan 3 Meningkatkan rasa nyaman.


menaikkan bagian kepala tempat
tidur, kecuali ada kontra

35
indikasi.

4 Kalau perlu kolaborasi dengan 4 Mengurangi rasa nyeri


kokter untuk memberi analgesik
dan sedasi.

36
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN

Dilakukan pada tanggal 22-11-2012 jam 09.00 WIB

I. IDENTITAS

Nama : Ny. S

Umur : 30 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa

Alamat : Tunggul Paciran Lamongan

Diagnosa : Post SC atas indikasi PEB + SDH dengan


menggunakan Ventilator

No. Rek. Med : 12.19.68.19

Tgl Mrs : 21-11-2012 jam 23.30 WIB

II. RIWAYAT KESEHATAN

1. Keluhan utama : Pasien tidak sadar


2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada tanggal 21-11-2012 jam 19.00 WIB klg mengatakan pasien yang
dalam kondisi hamil 9 bln mengeluh nyeri kepala hebat kemudian klg
membawanya ke bidan terdekat ,setelah di periksa tekanan darah pasien
tinggi 200/150 MmHg.oleh bidan di rujuk ke RS Citra Medika

37
Lamongan jam 19.30 WIB dalam perjalanan pasien muntah 1x dan
kesadaran menurun.Tiba di RS Lamongan tekanan darah pasien 230/170
MmHg GCS 1-2-4 kemudian pasien di rujuk ke RS Dr.Soetomo Sby dan
masuk di RES jam 21.30 WIB di lakukan intubasi.jam 22.45 WIB pasien
masuk OK di lakukan operasi SC dan masuk ROI jam 23.30 WIB
dengan menggunakan ventilator.
3.Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluarga mengatakan sejak hamil 4 bulan pasien mempunyai riwayat
Hipertensi,rutin kontrol ke dokter minum obat aspilet 2x100mg
4.Riwayat Kesehatan Keluarga :
Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit seperti pasien.
5.Pemeriksaan fisik
a.Sistem Pernapasan (B1)
Pasien terpasang ventilator mode PCV,TV : 432, PC: 10, Exp.MV : 6.8,
FiO2 : 30%, Frek : 16x/mnt, PEEP : 7, Trigger : 2, SpO2 : 97%,gerak
dada simetris, napas teratur vesikuler,rhonci +/+,wheezing -/-,terlihat
sekret kental warna putih tidak berbau.
b.Sistem Kardiovaskular (B2)
Tekanan darah 181/130 MmHg, HR: 100x/mnt, Suhu: 37,6Oc, perfusi
DKP, CRT > 2dtk ,irama jantung regular, S1 S2 tunggal, terpasang infus
di tangan kanan dan kiri, terpasang drain di kepala,produksi drain 200cc
warna merah, MAP 147 MmHg.
c.Sistem Kesadaran (B3)
Keadaan umum lemah,GCS 1x4, pupil unisokor 4mm/2mm,reflek
cahaya +/+
d.Sistem Urogenital (B4)
Pasien terpasang dower chateter no.18, produksi urine warna kuning
pekat, produksi urine 350cc/6 jam.
e.Sistem Pencernaan (B5)

38
Bising usus masih lemah,terpasang NGT,diit sonde D5% 6x50cc,perut
supel,terdapat luka post op pada abdomen hr 1 yang tertutup kassa,tidak
terdapat rembesan darah pada luka post op.
f .Sistem Muskuloskeletal (B6)
Klien bedrest posisi slight head up,tonus otot lemah,odema pada
extremitas bawah, terpasang infus PZ 100cc/jam di tangan
kanan,hemiparese extremitas kanan.

6.Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tgl.21-11-2012 jam 23.00 WIB
Hasil Laboratorium Nilai Normal
LDH : 739 U/L
BUN : 8 mg/dl 10-20 mg/dL
Albumin : 2,93 g/dl 3,40-5,00 g/dL
GDA : 172 mg/dl 40-121 mg/dL
Kreatinin serum : 0,63 mg/dl 0,50-1,20
mg/dL
SGOT : 26 U/L <38 U/L
WBC : 24,6 x 103 U/L 4,5 – 10,5x
103 U/L
Hgb : 11,5 gr/dl 11,0 18,0
gr/dL
PLT : 246x103 U/L 150-450x103
U/L
PH : 7,23 MmHg 7,35 – 7,45
MmHg
PCO2 : 42 MmHg 35-45 MmHg
PO2 : 308 MmHg 80 – 107
MmHg
HCo3 : 17,6 mmol/I 21-25 mmol/I
TCO2 : 18,9 mmol/I

39
BEecf : -10,0 mmol/I -3,5 - +2,5
mmol/I
SO2 : 100% 100%
AaDo2 : -211MmHg

Foto CT-SCAN hasil SDH FTP Dextra tebal 1,3cm, MLS 1,35cm

Odema cerebri

7. Progam Therapi :

- Infus PZ 100cc/jam

- Midazolam inj.2mg/jam/pump

- Drip Tramadol inj.3x100mg dlm PZ 100cc

- Inj.Ranitidin 2x50mg

-Inj.Alinamin-F 3x1amp

- Inj.Phenytoin 3x100mg

- Inj.Transamin 3x500mg

- Inj.Ceftriaxon 2x1gr

- Inj.Ondacentron 2x4mg

- Tranfusi TC 400cc

- Inj.Lasix 3x20mg

- Novalgin 3x1000mg

40
II. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS : - Kesadaran menurun Ketidak efektifan
DO :- KU : Lemah bersihan jalan
- GCS : 1 X 4 reflek batuk menurun nafas
- Reflek batuk menurun
- Ronchi +/+ produksi sputum berlebih
- Terdapat sekret warna putih
kental ketidak efektifan bersihan
- Ventilator, Mode : PCV, TV: jalan nafas
432, PC: 10, FiO2 : 30%,
Frek : 16

2 DS : - Gangguan autoregulasi Perubahan perfusi


DO : jaringan serebral
- KU : Lemah Aliran darah ke otak
- GCS: 1 X 4 menurun
- CRT > 2 dtk
- Perfusi : dingin, kering, Oksigen menurun, terjadi
pucat gangguan metabolisme
- Pupil an isokor, diameter
4mm /2 mm, RC : +/+ Asam lactate meningkat
- Hemiparese dextra
- TD : 181/130 MmHg Oedem otak
- Nadi 100x/mnt
- MAP 147 MmHg Perubahan perfusi
jaringan serebral

41
3 DS : - Trauma Jaringan Resti terhadap
DO : infeksi
- Terdapat luka dikepala tanpa Respon radang
tulang yang tertutup kassa
- Oedem sekitar luka Port de entry kuman
- Suhu : 37,6Oc Terhadap luka operasi
- Leukosit : 24.600U/L kraniotomi

Resti terhadap infeksi

III. Diagnosa Keperawatan


1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi
sputum berlebih
2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian
aliran darah (edema serebral)
3. Resti terhadap infeksi berhubungan dengan port de entry kuman
terhadap luka op kraniotomi

42
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil
1 Ketidakefektifan bersihan Tujuan : 1. Auskultasi bunyi nafas tiap 2-4 1. Mengeluarkan keefektifan jalan nafas
jalan nafas berhubungan Meningkatkan dan memper jam dan kalau di perlukan. 2.
dengan produksi sputum tahankan keefektifan jalan 2. Lakukan penghisapan bila
berlebih ditandai dengan : napas. terdengar rhonchi dengan cara : a. Memberi cadangan O2 untuk
DS : - a. Berikan oksigen dengan O2 menghindari hipoxsia
DO : 100% sebelum di lakukan
- KU : Lemah Kriteria hasil : pengisapan, minimal 4-5x
- GCS : 1 X 4 -bunyi nafas bersih. pernapasan. b. Mencegah infeksi nosokomial
- Reflek batuk menurun -tidak terdengar rhonchi c. Perhatikan teknik asep tik,
- Ronchi +/+ -tracheal tube bebas gunakan sarung tangan
- Terdapat sekret warna sumbatan. steril,kateter pengisap steril. c. Aspirasi lama dapat menim bulkan
putih kental d. Masukkan kateter ke dalam hipoksemia berat ,penghisapan akan
- Ventilator, Mode : selang ET dalam keadaan tidak mengeluarkan sekret dan oksigen
PCV, TV: 432, PC: menghisap (di tekuk), lama
10, FiO2 : 30%, Frek : penghi sapan tidak lebih dari 10
16 dtk. e. Tekanan negative yang berlebihan
e. Atur tekanan penghisap tidak dapat merusak mukosa jalan nafas
lebih dari 100-120mmHg f. Memberikan cadangan oksigen dalam
f. Lakukan oksigenasi lagi dengan paru
O2 100% sebelum melakukan
penghisapan selanjutnya. g. Menjamin keefektifan jln nafas

43
g. Lakukan penghisapan berulang-
ulang sampai suara napas bersih.
3. Pertahankan suhu humidifier tetap 3. Membantu mengencerkan sekret
hangat (35-37,8oC)
4. Monitor status hidrasi klien 4. Mencegah sekresi menjadi kental
5. Lakukan fisioterapi napas/dada 5. Memudahkan pelepasan sekresi
sesuai indikasi dengan cara
clapping dan vibrating
6. Berikan obat mukolitik sesuai 6. Mengecerkan sekret
indikasi /progam (bisolvon 3x1
amp)
7. Kaji suara napas sebelum dan 7. Menentukan lokasi penumpukan
sesudah melakukan tindakan sekret dan mengevaluasi keberhasilan
penghisapan. tindakan
8. Observasi tanda-tanda vital 8. Deteksi dini adanya kelainan
sebelum dan sesudah melakukan
tindakan.

2 Perubahan perfusi jaringan Tujuan : 1.Tentukan factor-faktor yang 1.Penurunan tanda/gejala neurologis atau
serebral berhubungan dengan Mempertahankan tingkat menyebabkan koma/penurunan kegagalan dalam pemulihannya setelah
penghentian aliran darah kesadaran biasa/perbaikan , perfusi jaringan otak dan potensial serangan awal menunjukkan perlunya
(edema serebral) ditandai kognisi dan fungsi motorik peningkatan TIK. pasien di rawat di perawatan intensif.
dengan : atau sensorik. 2.Mengkaji tingkat kesadaran dan
DS : - Kriteria hasil : 3. observasi GCS dan status potensial peningkatan TIK bermanfaat
neurologis tiap jam.

44
DO : - Tanda vital stabil dalam menentukan lokasi,perluasan dan
- KU : Lemah TD:120/80mmHg perkembangan kerusakan SSP.
o
- GCS: 1 X 4 S: 36-37,5 c 3. Evaluasi pupil,ukuran ,kesamaan 3.Menentukan apakah batang otak masih
- CRT > 2 dtk HR:80-88x/mnt antara kanan dan kiri,reaksi baik.
- Perfusi : dingin, - Tidak ada tanda-tanda terhadap cahaya.
kering, pucat peningkatan TIK
- Pupil an isokor, - CRT< 2 dtk 4. Pantau tanda-tanda vital tiap 1 4.Peningkatan tekanan darah sistemik
diameter 4mm /2 mm, - Perfusi HKM jam. yang diikuti oleh penurunan TD
RC : +/+ diastolic merupakan tanda terjadinya
- Hemiparese dextra peningkatan TIK,jika diikuti oleh
- TD : 181/130 MmHg penurunan kesadaran.
5. Pantau intake dan output tiap 3 5. Bermanfaat sebagai indicator dari
jam. cairan total tubuh yang terintegrasi
dengan perfusi jaringan
6.Beri posisi tidur slight head up 15- 6. Meningkatkan aliran balik vena dari
300 kepala sehingga akan mengurangi
kongesti dan oedema/resiko terjadinya
peningkatan TIK.
7. Batasi pemberian cairan sesuai 7. Pembatasan cairan diperlukan untuk
indikasi. menurunkan edema cerebral,memini
malkan fluktuasi aliran vascular TD
dan TIK.
8. Berikan oksigen sesuai indikasi, 8. Menurunkan hipoksemia,yang mana
dapat meningkatkan vasodilatasi dan
Mode ventilator PCV FiO2 : 30%,

45
frek : 16 volume darah serebral yang
9. Kolaborasi dengan dokter untuk meningkatkan TIK.
pemberian terapi. 9.Membantu menurunkan tekanan intra
- infuse manitol 200cc selanjutnya cranial secara biologi atau kimia
maintenance 6x100cc seperti osmotic diuretic u/menarik air
-inj.phenytoin 3x100mg dari sel-sel otak sehingga dapat
-perdipin inj/syringe pump 2y menurunkan oedema otak.
-Transamin 3x1amp

3 Resti terhadap infeksi Tujuan : 1. Berikan perawatan aseptik dan 1. Cara pertama untuk menghindari
berhubungan dengan port de Mempertahankan antiseptik, pertahankan tehnik terjadinya infeksi nosokomial.
entry kuman terhadap luka normotermia , bebas tanda- cuci tangan yang baik.
2. Observasi daerah kulit yang 2. Deteksi dini perkembangan infeksi
post op craniotomy ditandai tanda infeksi
mengalami kerusakan, daerah memungkinkan untuk melakukan
dengan : yang terpasang alat invasi, catat tindakan dengan segera dan
DS : - karakteristik dari drainase dan pencegahan terhadap komplikasi
DO : Kriteria hasil: adanya inflamasi. selanjutnya.
- Terdapat luka dikepala -leukosit dalam batas 3. Pantau suhu tubuh secara teratur, 3. Dapat mengindikasikan perkembangan
tanpa tulang yang normal 4500-10.500U/L catat adanya demam, menggigil, sepsis yang selanjutnya memerlukan
tertutup kassa -tidak ada odema di sekitar diaforesis dan perubahan fungsi evaluasi atau tindakan dengan segera.
mental (penurunan kesadaran). 4. Terapi profilatik dapat digunakan pada
- Oedem sekitar luka luka.
4. Berikan anti biotic sesuai indikasi pasien yang mengalami trauma,
- Suhu : 37,6Oc -inj. Ceftriaxon 2x1gr kebocoran CSS atau setelah dilakukan
- Leukosit : 24.600U/L pembedahan untuk menurunkan
resiko terjadinya infeksi nosokomial.

46
IMPLEMENTASI

TGL NO JAM IMPLEMENTASI


DX
22-11-12 1 08.30 1. Melakukan auskultasi bunyi nafas di semua lapang paru
- terdengar suara rhonchi +/+
09.00 2. Melakukan suction dengan teknik aseptic
- sekret sedikit warna pth kental, tidak berbau
10.00 3. Menambahkan aqua steril pada humidifier sampai batas
garis maximal
10.30 4. Mengukur tanda-tanda vital setelah tindakan
TD : 200/120mmHg, Nadi : 100x/mnt, RR : 16x/mnt
10.45 5. Mencatat dan mendokumentasikan hasil tindakan
keperawatan

2 08.00 1. Mengukur GCS dan status neurologis pasien.


- GCS 1x4
- hemiparese dextra.
2. Mengevaluasi ukuran dan kesamaan pupil serta reaksi
08.45 terhadap cahaya.
- pupil unisokor dgn diameter 4mm/2mm
- reaksi cahaya +/+
3. Mengukur tanda-tanda vital (TD,nadi,suhu,frekwensi
09.00 nafas)
- TD : 181/130mmHg
-nadi : 100x/mnt
-Suhu : 37,6oC dan RR : 18x/mnt
10.00 4. Memberikan posisi tidur slight head up 300

11.00 5. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian


terapi
- inj. Phenytoin 100mg IV
14.00 - inj. Midazolam 2mg/srynge pump
6.mengukur intake dan out put
- intake : inf. PZ 600cc/6 jam
Diit sonde : D5% 50cc/4 jam

47
23-11-2012 1 08.30 1. Melakukan auskultasi bunyi nafas di semua lapang paru
- terdengar suara rhonchi +/+
09.00 2. Melakukan suction dengan teknik aseptic
- sekret sedikit warna putih kental, tidak berbau
10.00 3. Menambahkan aqua steril pada humidifier sampai batas
garis maximal
10.30 4. Mengukur tanda-tanda vital setelah tindakan
TD : 200/120mmHg, Nadi : 100x/mnt, RR : 16x/mnt
10.45
5. Mencatat dan mendokumentasikan hasil tindakan
11.00 keperawatan
6. Mengambil sample darah BGA
PH : 7,28 MmHg
PCO2 : 49 MmHg
PO2 : 198 MmHg
HCO3 : 23,0 MmHg
AaDO2 : -110 MmHg

2 08.00 1. Mengukur GCS dan status neurologis pasien..


- GCS 1x5
- hemiparese dextra.
08.45 2. Mengevaluasi ukuran dan kesamaan pupil serta reaksi
terhadap cahaya.
- pupil unisokor dgn diameter 5mm/2mm
- reaksi cahaya +/+
09.00 3. Mengukur tanda-tanda vital (TD,nadi,suhu,frekwensi
nafas)
- TD : 175/100mmHg
-nadi : 98x/mnt
10.00 -Suhu : 37oC dan RR : 20x/mnt
4. Memberikan posisi tidur slight head up 300
11.00
5. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
terapi
- inj. Phenytoin 100mg IV
- inj. Midazolam 2mg/srynge pump
14.00 - inf manitol 5x100cc
- perdipin/ sryng pump 2 gamma
6.mengukur intake dan out put
- intake : inf. PZ 1500cc/24 jam
Diit sonde : D5% 50cc/4 jam

48
3 09.00 1. mencuci tangan sebelum melakukan tindakan
10.00 2. mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan
daerah yang terpasang alat invasi,mencatat karakteristik
dari drainage dan adanya inflamasi
- sekitar luka tampak odema, drain kepala produksi warna
merah 200cc
10.10 3. mengukur suhu tubuh pasien
- suhu : 37,60 C
10.30 4. melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
antibiotic
- ceftriaxon inj. 1gr
24-11-12 1 09.00 1. Melakukan auskultasi bunyi nafas di semua lapang paru
- terdengar suara rhonchi +/+
09.15 2. Melakukan suction dengan teknik aseptic
- sekret sedikit warna pth encer, tidak berbau
10.15 3. Menambahkan aqua steril pada humidifier sampai batas
garis maximal
11.00 4. Mengukur tanda-tanda vital setelah tindakan
TD : 165/90mmHg, Nadi : 98x/mnt, RR : 16x/mnt
12.00 5. Mencatat dan mendokumentasikan hasil tindakan
keperawatan

2 08.15 1. Mengukur GCS dan status neurologis pasien.


- GCS 2x5
- hemiparese dextra.
09.30 2. Mengevaluasi ukuran dan kesamaan pupil serta reaksi
terhadap cahaya.
- pupil unisokor dgn diameter 5mm/2mm
- reaksi cahaya +/+
10.15 3. Mengukur tanda-tanda vital (TD,nadi,suhu,frekwensi
nafas)
- TD : 182/100mmHg
-nadi : 98x/mnt
11.10 -Suhu : 37oC dan RR : 22x/mnt
4. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
terapi
- inj. Phenytoin 100mg IV
- inj. Midazolam 2mg/srynge pump
- inf manitol 5x100cc
12.00 - perdipin/ sryng pump 2 gamma
- herbezer inj./sryng pump 3 gamma
6.mengukur intake dan out put

49
- intake : inf. PZ 2000cc/24 jam
Diit sonde : D5% 50cc/4 jam

3 08.00 1. mencuci tangan sebelum melakukan tindakan


09.00 2. mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan
daerah yang terpasang alat invasi,mencatat karakteristik
dari drainage dan adanya inflamasi
- odema berkurang disekitar luka, drain kepala produksi
warna merah 100cc
10.00 3. mengukur suhu tubuh pasien
- suhu : 370 C
11.00 4. melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
antibiotic
- inj.Ceftriaxon 1gr

50
CATATAN PERKEMBANGAN

TGL/JAM NO.DX EVALUASI


22-11-12 1 S:-
12.30
O : - K/U lemah
- Tampak sekret warna putih kental
- Rhonchi -/-
- Reflek batuk menurun
- Ventilator, Mode : PCV, TV: 432, PC: 10, FiO2
: 30%, Frek : 16
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi no.1-5

2 S:-
O : - GCS 1x4
- pupil unisokor dgn diameter 4mm/2mm
- reflek cahaya +/+
- hemiparese dextra
- TTV : TD :200/120mmHg
- Nadi : 100x/mnt
- Posisi tidur slight head up 30O
A : masalah perubahan perfusi jaringan serebral belum
teratasi
P : lanjutkan intervensi no. 1-7

23-11-12 S:-
13.00 1 O :- K/U lemah
- Tampak sekret warna putih kental dan tidak
berbau
- Rhonchi -/-
- Reflek batuk menurun
- Ventilator, Mode : PSIMV, TV: 480 PC: 10,
FiO2 : 30%, Frek : 12, Peep : 6 Trigger : 1
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi no. 1,2,3

2 S:-
O : - GCS 3x5
- Pupil unisokor dgn diameter 5mm/2mm
- Hemiparese dextra
- TTV : 190/100mmHg
- Nadi : 97x/mnt
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi no. 2,3,4,6,7

51
3 S:-
O : - tampak luka post craniotomy yang tertutup kassa
- Tampak odema di sekitar luka op
- Suhu : 37,6O C
- Leukosit 20.600 U/L
- Terpasang drain kepala prod. Merah 200cc
A : resiko infeksi tidak terjadi
P : lanjutkan intervensi no 1-4
24-11-12 1 S:-
O : - K/U lemah
11.00 - Rhonchi -/-
- Ventilator, Mode : PSIMV, TV: 480 PC: 10, FiO2
: 30%, Frek : 12 Peep : 6 Trigger : 1
A : masalah teratasi
P : pertahankan intervensi

2 S:-
O : - K/U lemah
- GCS 3x5
- Hemiparese dextra
- Pupil unisokor diameter 5mm/2mm
- TD : 180/100mmHg
- Nadi : 101x/mnt
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi no.2,3,5
3 S:-
O : - tampak luka post craniotomy yang tertutup kassa
- Tampak odema di sekitar luka op berkurang
- Suhu : 37O C
- Leukosit 20.600 U/L
- Terpasang drain kepala prod. Merah 100cc
A : resiko infeksi tidak terjadi
P : lanjutkan intervensi no 1-4

52
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini akan di bicarakan pembahasan “Asuhan Keperawatan Pada Ny.S
dengan post op SC Hr-1 atas indikasi PEB+SDH dengan ventilator
mekanik.”membandingkan antara teori dengan asuhan keperawatan berdasarkan
kasus nyata.

Pengkajian

B1 : Pada kasus dan teori terdapat kesamaan yaitu pada teori pasien dengan SDH
dengan pemakaian ventilator akan mengalami peningkatan sekret sehingga
akan mempengaruhi keefektifan bersihan jalan nafas. Hal ini juga terjadi
secara nyata pada pasien karena akumulasi sekret di paru yang tidak dapat
di keluarkan secara adekwat.

B2 : Pada teori di sebutkan tekanan darah pasien dapat berubah,nadi


tachikardi,perubahan pupil hal ini juga di temukan secara nyata pada tanda
klinis pasien.

B3 : Pada kasus dan teori didapatkan kesamaan yaitu perubahan kesadaran pada
pasien terjadi GCS 1X4

B4 : Pada landasan teori di dapatkan inkotinensia urin/disfungsi tetapi pada


kenyataannya pasien tidak mengalami inkotinensia urin.

B5 : di dapatkan persamamaan antara teori dan kasus nyata yaitu adanya


muntah-muntah.

B6 : di dapatkan persamaan antara teori dan kasus nyata yaitu adanya kelemahan
pada extremitas (hemiparese)

Riwayat Penyakit

53
Pada teori dan kasus ada kesamaan yaitu riwayat penyakit sekarang pasien
sebelumnya nyeri kepala,muntah-muntah,tekanan darah yang berubah dan adanya
penurunan kesadaran.

Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


Diagnosa yang muncul pada tinjauan teori pasien dengan post op SC atas indikasi
PEB+SDH dengan pemakaian ventilator sebagian terjadi secara nyata pada
pasien, yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas,perubahan perfusi jaringan
serebral dan resiko infeksi terhadap luka post op craniotomy.

Implementasi :
Implementasi yang di lakukan sesuai dengan intervensi yang telah di sesuaikan
dengan kondisi pasien secara nyata.

Evaluasi :
Pada evaluasi di lakukan setiap selesai melakukan implementasi. Pada kasus ini di
lakukan evaluasi selama 3 hari dan hasil yang di dapat tidak selalu seperti apa
yang di harapkan dalam kriteria hasil.pada diagnosa I,II masalah teratasi sebagian
dan diagnosa ke III masalah belum terjadi.

54
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN :

1. Kasus Subdural Hematoma merupakan salah satu komplikasi dari PEB


yang dapat menyebabkan adanya penurunan kesadaran oleh karena
pecahnya aneurisma atau malformasi pembuluh darah di dalam ruangan
subdura.kasus SDH yang terjadi pada usia muda prognosanya jauh lebih
baik daripada usia tua tetapi dapat terjadi komplikasi seperti kecacatan
bahkan kematian bila tidak segera di lakukan tindakan oprasi
craniotomy.untuk itu penulis melakukan asuhan keperawatan kepada
pasien SDH untuk membantu meminimalkan komplikasi yang terjadi.
2. Diagnosa yang muncul pada kasus di temukan 3 masalah yaitu
ketidakefektifan bersihan jalan nafas, perubahan perfusi jaringan serebral,
resiko infeksi terhadap luka post op craniotomy.
3. Intervensi pada kasus disesuaikan dengan intervensi pada teori dan
mengacu pada diagnosa yang di temukan.
4. Implementasi keperawatan dapat di lakukan dengan baik dengan
menggunakan pendekatan yang terapeutik.
5. Evaluasi di lakukan selama 3 hari dan klinis pasien mengarah ke
perbaikan.

SARAN :

Berdasarkan kesimpulan diatas penulis memberikan saran yang mungkin dapat


berguna untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dalam mewujudkan
derajad kesehatan yang optimal.

55
a. Untuk perawat
Perawat diharapkan mampu melakukan pengkajian,membuat analisa data
dan melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus tersebut
untuk mencegah komplikasi yang tidak di harapkan.
b. Untuk keluarga
Keluarga adalah faktor penting dalam melaksanakan asuhan keperawatan
untuk itu di harapkan keluarga dapat memberikan informasi yang
benar,sehingga asuhan keperawatan dapat di lakukan dengan baik.
c. Untuk Rumah Sakit
Di harapkan RS bisa menyediakan pelayanan dan prasarana yang baik
sehingga semua pasien mendapatkan pelayanan yang optimal.

56
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansyoer,dkk , 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Media


Aesculapius.Jakarta

Doenges M.E , 2000. Rencana Asuhan Keperawatan .Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3 EGC Jakarta

FK.UNAIR RSU Dr.Soetomo,2007.Materi Pelatihan Icu .Instalasi Rawat Intensif


Dan Reanimasi Bag.SMF Anestesiologi Dan Reanimasi Surabaya.

Saifidia Abdul Bari,dkk,2001.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal Dan Neonatal.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo dan
JNKKR-POGI.Jakarta.

Watson,Rogers,2002.Anatomi Dan Fisiologi Untuk Perawat.EGC Jakarta.

Wirjoatmodjo k,2002.Anestesiologi Dan Reanimasi .Modul Dasar Untuk


Pendidikan S1 Kedokteran .DIKTI Jakarta.

57

Anda mungkin juga menyukai