D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
Ruang Bedah
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Hirabbil A’lamin, segala puji dan rasa syukur kita kepada
Allah SWT yang masih memberi kita kesempatan dan kesehatan sehingga kami
dapat menyelesaikan Makalah ini.
Terima kasih yang tak lupa kami ucapkan kepada dosen yang telah
mendidik kami dalam melaksanakan proses belajar mengajar, kemudian kami
ucapkan kepada pihak-pihak yang telah ikut mendukung menyusun makalah ini,
maka dari itu kami harapkan kritik dan saran yang sangat berpengaruh baik demi
kelancaran penyusunan makalah ini.
Penyusun,
2
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan....................................................................... 2
BAB II : TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian.................................................................................. 3
B. Etiologi...................................................................................... 3
C. Manifestasi Klinis..................................................................... 3
D. Tanda dan Gejala....................................................................... 5
E. Patofisiologi.............................................................................. 6
F. Komplikasi................................................................................ 7
G. Penatalaksanaan........................................................................ 13
BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian................................................................................. 7
B. Diagnosis Keperawatan............................................................. 13
C. Perencanaan............................................................................... 15
D. Intervensi Dan Evaluasi............................................................ 16
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................... 17
B. Saran.......................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala yang sinonimnya adalah trauma kapitis = head injury =
trauma kranioserebral = traumatic brain injury merupakan trauma mekanik
terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang
menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif,
fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen. Statistik negara-
negara yang sudah maju menunjukkan bahwa trauma kapitis mencakup 26%
dari jumlah segala macam kecelakaan, yang mengakibatkan seseorang tidak
bisa bekerja lebih dari satu hari sampai selama jangka panjang. Kurang lebih
33% kecelakaan yang berakhir pada kematian menyangkut trauma kapitis. Di
luar medan peperangan lebih dari 50% dari trauma kapitis terjadi karena
kecelakaan lalu lintas, selebihnya dikarenakan pukulan atau jatuh.
Orang-orang yang mati karena kecelakaan 40% sampai 50% meninggal
sebelum mereka tiba di rumah sakit. Dari mereka yang dimasukkan rumah
sakit dalam keadaan masih hidup 40% meninggal dalam satu hari dan 35%
meninggal dalam 1 minggu perawatan.
Dibandingkan dengan trauma lainnya, persentase trauma kapitis adalah
yang tertinggi, yaitu sekitar lebih atau sama dengan 80%. Berdasarkan
penelitian, sebab dari kematian dan cacat yang menetap akibat trauma kapitis,
maka 50% ternyata disebabkan oleh trauma secara langsung dan 50% yang
tersisa disebabkan oleh gangguan peredaran darah sebagai komplikasi yang
terkait secara tidak langsung pada trauma. Komplikasi itu berupa perubahan
tonus pembuluh darah serebral, perubahan-perubahan yang menyangkut
sistem kardiopulmonal yang bisa menimbulkan gangguan pada tekanan darah,
PO2 arterial atau keseimbangan asam-basa. Trauma kapitis akan terus
menjadi problem masyarakat yang sangat besar, meskipun pelayanan medis
sudah sangat maju pada abad 21 ini. Sebagian besar pasien dengan trauma
kapitis (75-80%) adalah trauma kapitis ringan; sisanya merupakan trauma
dengan kategori sedang dan berat dalam jumlah yang sama.
1
Di Indonesia, data tentang trauma kapitis ini belum ada. Yang ada
barulah data dari beberapa RS (sporadis). Prediksi insiden per tahunnya di
dunia akan menurun secara signifikan, dengan adanya adanya UU pemakaian
helm dan sabuk pengaman bagi pengaman motor/mobil. Telah banyak
manajemen terapi standar yang berdasarkan evidence based medicine yang
diajukan dan diterapkan di pusat kesehatan di seluruh dunia. Tetapi
mengingat kemampuan dan fasilitas yang tersedia di pusat kesehatan tersebut,
terutama di negara-negara berkembang seperti Indonesia, maka beberapa
penyesuaian perlu dilakukan. Di samping penanganan di lokasi kejadian dan
selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di
ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis
selanjutnya. Pada penderita harus diperhatikan pernafasan, peredaran darah
umum dan kesadaran sehingga tindakan resusitasi, anamnesis, pemeriksaan
fisik umum serta
neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis
dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat
keparahan cedera kepala menjadi ringan segera ditentukan saat pasien tiba di
rumah sakit.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja anatomi fisiologi lapisan otak?
2. Apa saja etiologi head injury?
3. Apa saja klasifikasi head injury?
4. Apa saja pemeriksaan diagnostik head injury?
5. Bagaimana penatalaksanaan head injury?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien head injury?
C. Tujuan
1. Mengetahui anatomi fisiologi lapisan otak
2. mengetahui etiologi head injury
3. mengetahui klaifikasi head injury
4. Mengetahui pemeriksaan diagnostik head injury
5. Mengetahui penatalaksanaan head injury
6. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien head injury
2
BAB II
PEMBAHASAN
Head Injury atau cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma
kulit kepala, tengkorak, dan otak ( Morton,2012 ). Menurut Perdosi, cedera
kepala atau trauma kapitis merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik
secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi
neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat
temporer maupun permanen. Cedera kepala dapat bersifat terbuka
( menembus melalui dura mater ) atau tertutup ( trauma tumpul, tanpa melalui
penetrasi melalui dura) (Corwin, 2008)
B. Etiologi
1. Kecelakaan mobil
2. Perkelahian
3. Jatuh
4. Cedera Olahraga
5. Cedera kepala terbuka disebabkan oleh peluru atau pisau
C. Klasifikasi Cedera Kepala
a. Trauma kepala terbuka
1) Fraktur basic cranii
Tanda-tanda klinis yang mungkin muncul pada fraktur basic cranii
adalah:
a) Battle sign (warna kehitaman dibelakang telinga)
b) Hemotimpanum
c) Periorbitalekimosis (pembengkakan disekitar mata)
d) Otorea (keluar darah dari hidung)
e) Rinorea (keluar darah dari telinga)
b. Trauma kepala tertutup
1) Kromosio serebri/gegar otak
Tanda dan gejala yang terdapat pada trauma ini adalah sebagai berikut:
3
a) Trauma kepala ringan
b) Pingsan <10 menit
c) Pusing
d) Amnesia retrograde
e) Amnesia anterograde
f) Gejala sisa
2) Kortosio serebri/memar otak
Beberapa tanda dan gejala yang dapat terlihat adalah sebagai berikut:
a) Perdarahan kecil/petekie jaringan otak
b) Udim serebri
c) TIK meningkat
d) Gejala klinis sama dengan komosio serebri namun lebih berat
e) Gangguan neurologis vokal
1) Hematoma epidural
Hematoma epidural adalah hematoma antara durameter dan
tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah robeknya arteri
meningea media, dimana arteri ini berada diantara dura dan tengkorak
daerah inferior menuju bagian tipis tulang temporal, hemoragi karena
arteri ini menyebabkan penekanan pada otak. Manifestasi klinis dari
hematoma epidural ini adalah biasanya menyebabkan penurunan
kesadaran .
2) Hematoma subdural
Hemaroma subdural adalah hematoma antara durameter dan
otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh
darah vena, pendarahan lambat dan sedikit. Manifestasi klinisnya nyeri
kepala, bingung, mengantuk, berpikir lambat, kejang, edema pupil.
Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologis
penting dan serius dalam 24 sampai 48 jam setelah cedera. Gangguan
neurologis disebabkan tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang
otak dalam foramen magnum yang selanjutnya menyebabkan tekanan
4
pada batang otak. Keadaan ini dengan cepat akan menimbulkan
berhentinya pernapasan dan hilangnya control atas denyut nadi
Hematoma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala
minor dan terliat paling sering pada lansia. Trauma merobek salah satu
vena yang melewati ruangan subdural. Terjadi pendarahan secara
lambat dalam suangan subdural, dalam 7 sampai 10 hari terjadi
pendarahan, darah dikelilingi ileh membrane fibrosa. Dengan selisih
tekanan osmotic yang mampu menarik cairan kedalam hematoma,
terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma, pertambahan ukuran
hematoma dapat menyebabkan pendarahan lebih lanjut dengan
merobek membrane atau pembuluh darah disekitarnya.
3) Hemoragi subaraknoid
Hemoragi subaraknoid adalah akumulasi darah dibawah
membrane araknoid tetapi diatas pia meter. ruangan ini normalnya
hanya berisi cairan CSS, hemoragi subaraknoid biasanya terjafi akibat
pecahnya aneurisma intracranial, hipertensi berat atau cedera kepala,
darah yang berakumulasi diatas atau dibawah meningens menyebabkan
peningkatan tekanan di jaringan otak di bawahnya.
d. Cedera Kepala berdasarkan berat ringannya berdasarkan GCS ( Glasgown
Coma Scale)
1) Cedera Kepala ringan
- GCS 14 – 15
- Dapat kehilangan kesadaran, tetapi kurang dari 30 menit
- Tidak ada fraktur tengkorak
2) Cedera kepala sedang
- GCS 9-13
- Kehilangan kesadaran lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24
jam
- Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Cedera kepala berat
- GCS 3 – 8
- Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
5
D. Pemeriksaan diagnostic
1. Radiograf
Dapat mengidentifikasi lokasi fraktur atau perdarahan atau bekuan darah
yang terjadi
2. Angiografi serebral
dapat juga digunakan dan menggambarkan adanya hematoma
supratemporial, ekstraserebral dan intraserebral
3. Pemeriksaan MRI dan CT Scan
CT-Scan atau MRI dapat dengan tepat menentukan ketak dan luas cidera
E. Penatalaksanaan
1. Observasi dan tirah baring
2. Pembedahan dan evekuasi hematoma
3. Dekompresi melalui pengeboran lubang didalam otak
4. Ventilasi mekanis (ABC) dan cairan
5. Antibiotik
6. Pemberian diuretic (furosemid) untuk menurunkan tekanan pada
intrakranial dan antiinflamasi
7. Tindakan pada peningkatan TIK (pemberian manitol)
8. Terapi untuk mempertahankan homeostatis
6
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Tn. A
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Penurunan kesadaran
b. Riwaya penyakit sekarang
Tn. A Dibawa ke UGD dr. Fauziah Bireuen dengan keadaan tidak
sadar. Menurut pengantarnya, Tn. A mengalami kecelakaan lalu lintas
yaitu pada saat mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi
7
dan tidak menggunakan helm pelindung tiba-tiba menabrak truk bagian
belakang karena truk tersebut mengerem mendadak sehingga dahi terbentur
cukup keras.
8
Kaji CRT
Kaji adanya bunyi S3 (murmur) dan S4
Kaji adanya kardiomegali
Kaji adanya pulsasi
4. Sistem Pencernaan
5. Sistem endokrin
Tidak Terkaji
6. Sistem Perkemihan
Kaji warna dan bau urine
Hitung intake output
7. Sistem musculoskeletal
Ekstremitas atas :
Kekuatan otot :
Kaji refleks ( Bisep/Trisep)
Kaji sensasi rasa nyeri, rasa raba, dan rangsang suhu
Ekstremitas bawah:
Kekuatan otot :
Kaji refleks (patela)
Kaji sensasi rasa nyeri, rasa raba, dan rangsang suhu
8. Sistem integument
Dahi robek dan berdarah sekitar 9 cm horisontal
Kaji turgor kulit
Kaji warna kulit
Kaji adanya lesi
9. Sistem Persyarafan
- N1 (Olfaktorius)
Kaji apakah klien mampu membedakan bau minyak kayu putih atau
kopi
- N II (Optikus)
kedua kelopak mata pasien agak memar kebiruan, pupil anisokor,
diameter pupil sebelah kanan melebar 10cm replek cahaya (-) dan
sebeleh kiri 5mm replek cahaya (+)
9
- Kaji apakah klien dapat/tidak dapat melihat tulisan atau objek dari jarak
yang jauh.
- N III,IV,VI (Okulomotorius, Cochlearis, Abdusen)
Kaji apakah mata klien dapat/tidak berkontraksi, pupil isokor, klien
mampu/tidak mampu menggerakkan bola mata kesegala arah dan sulit
mengangkat mata.
- N V (Trigeminus)
fungsi sensorik : Klien mengedipkan matanya bila ada rangsangan.
f. Pemeriksaan lainnya
1) Sesuai Kasus
Hasil foto rongent kepala tampak adanya hematom subdural sebelah
kiri dan temporal
g. Terapi Lainnya
Terpasang Infus
Terpasang Kateter
NaCl 0,9 15gtt/mnt
Cairan manitol 200cc di guyur tiap 6 jam (4x200cc).
B. ANALISA DATA
10
- RR : 30x/menit otak
Merobek vena
Hematoma subdural
TIK
Penekanan saraf
simpatis
Vasokontriksi pemb.
Darah
O2
Kebutuhan O2
M reflex pernafasan
RR
Ketidakefektifan pola
nafas
3. DS : Trauma kepala Kerusakan
Integritas kulit
DO : Luka terbuka
- Dahi tampak robek dan
berdarah sekitar 9cm Kerusakan integritas
horizontal kulit
-
4. DS : Trauma kepala Resiko Infeksi
11
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d kerusakan neurologis
3. Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan adanya cedera kepala
4. Resiko Infeksi berhubungan dengan adanya luka terbuka
D. INTERVENSI
N Dx Tujuan &
Intervensi Rasional
o Keperawatan Kriteria Hasil
1. Penurunan Setelah dilakukan 1. Posisikan klien 1. Posisi head up 30
kapasitas tindakan head up 30 derajat dapat
adaptif keperawatan derajat mengurangi beban
intracranial b.d selama 3x24 jam tekanan intrakranial
cedera kepala diharapkan 2. Suatu keadaan normal
tekanan intra 2. Monitor tanda- bila sirkulasi serebral
kranial menurun tanda vital dan terpelihara dengan
dengan kriteria tingkat kesadaran baik atau fluktuasi
hasil : GCS tiap 4 jam ditandai dengan
- Kesadaran tekanan darah
sopor sistemik. Dengan
- Pupil peningkatan darah
memberikan dibarengi dengan
refleks saat peningkatan tekanan
diberi cahaya darah intracranial.
- Klien tidak Adanya peningkatan
muntah tensi, bradikardi
- TTV dalam disritmia dan dyspnea
rentang merupakan tanda
normal terjadinya
TD : peningkatan TIK
120/80 3. Evaluasi pupil, amati 3. Reaksi pupil dan
mmHg ukuran, ketajaman, pergerakan kembali
N : 60 – dan reaksi terhadap dari bola mata
100 x/mnt cahaya merupakan tanda dari
R : 16 – gangguan saraf jika
24 x/mnt batang otak terkoyak.
Reaksi pupil diatur
oleh saraf ketiga
kranial
(okulomotorik) yang
menunjukkan
keutuhan batang otak.
Ukuran pupil
menunjukkan
keseimbagan antara
12
parasimpatis dan
simpatis. Respon
terhadap cahaya
merupakan kombinasi
fungsi dari saraf
kranial II dan III
4. Monitor temperature 4. Panas merupakan
suhu lingkungan reflex hipotalamus.
Peningkatan
kebutuhan
metabolism dan O2
akan menunjang
peningkatan TIK
5. Berikan penjelasan 5. Meningkatkan
pada keluarga tentang kerjasama dalam
sebab akibat TIK meningkatkan
meningkat perawatan klien dan
mengurangi
kecemasan
6. Lakukan pemasangan 6. Untuk menghitung
kateter urin output karena dari
efek pemberian
manitol
7. Lanjutkan terapi 7. Untuk
pemberian NaCl menyeimbangkan
0,9% (15 gtt/menit) cairan dalam tubuh
8. Lanjutkan terapi 8. Diuretik mungkin
pemberian manitol digunakan pada fase
akut untuk
mengalirkan air dari
brain cells serta
mengurangi TIK
2. Ketidakefektif Setelah dilakukan 1. Berikan posisi head 1. Meningkatkan
an pola nafas tindakan up 30 derajat inspirasi maksimal,
b.d kerusakan keperawatan 3x24 meningkatkan
neurologis jam diharapkan : ekspansi paru dan
- Memperlihatk ventilasi pada posisi
an frekuensi yang tidak sakit .
pernapasan 2. Observasi fungsi 2. Distres pernapasan
yang efektif. pernapasan,dispnea,a dan perurabahan pada
- Mengalami tau perubahan tanda- tanda vital dapat
perbaikan tanda vital. terjadi akibat stres
pertukaran fisiologi dan nyeri
gas-gas pada atau dapat
paru. menunjukan kejadian
- TTV dalam syok sehubungan
batas normal. dengan syok.
- Adaptif 3. Jelaskan pada klien 3. Pengetahuan apa yang
13
mengatasi bahwa tindakan diharapkan dapat
faktor-faktor tersebut dilakukan mengurangi ansietas
penyebab. untuk menjamin dan mengembangkan
keamanan. kepatuhan klien
terhadap rencana
terapeutik.
4. Kolaborasi dengan 4. Kolaborasi dengan
tim kesehatan lain. tim kesehatan lain
Dengan dokter, untuk mengevaluai
radiologi, dan perbaikan kondisi
fisiologi klien atas
pengembangan
parunya.
Kerusakan Setelah dilakukan 1. Kaji fungsi sensorik 1. Lobus frontal dan
Integritas kulit tindakan dan motorik. oxipital berisi saraf
berhubungan keperawatan 3x24 yang mengatur fungsi
dengan cedera jam diharapkan : motorik dan sensorik
kepala - Tidak ada dan dapat dipengaruhi
luka/lesi pada oleh iskemia dan
kulit. peningkatan tekanan.
- Perfusi 2. Ubah posisi klien 2. Mencegah terjadinya
jaringan baik. tiap 2 jam. luka tekan akibat tidur
- Menunjukan terlalu lama pasa satu
pemahaman posisi sehingga terjadi
dan proses jaringan yang tertekan
perbaikan akan kehilangan
kulit dan nutrisi yang dibawa
mencegah darah melalui oksigen
3. Anjurkan klien 3. membantu mencegah
terjadinya untuk
cedera friksi atau trauma
menghindari kulit
berulang. menggaruk dan
- Mampu sebaiknyamenepu
melindungi k kulit yang
kulit dan kering
memperthank
an 4. Mempertahankan
4. Memandikan kebersihan tanpa
kelembapan dengan air hangat
kluit dan mengiritasi kulit
dan sabun ringan
perawatan
diri.
Resiko Infeksi Setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda 1. Dapat
b.d terdapatnya tindakan vital dan Observasi mengidentifikasikanp
luka terbuka keperawatan tanda-tanda erkembangan sepsis
selama 3x24 jam perubahan suhu yang selanjutnya
infeksi tidak adanya diaphoresis memerlukan evaluasi
terjadi dengan atau menggigil atau tindakan dengan
kriteria hasil: segera.
14
- Tidak terjadi 2. Observasi daerah 2. Deteksi dini
infeksi kulit yang mengalami perkembangan infeksi
- TTV dalam kerusakan seperti memungkinkan
batas normal luka atau garis jahitan melakukan tindakan
- Tidak ada dan catat karakteristik dengan segera dan
tanda tanda dari adanya inflamasi pencegahan terhadap
infeksi pada komplikasi
area luka selanjutnya
(REEDA) 3. Observasi warna dan 3. Sebagai indicator dari
- kejernihan urin catat perkembangan infeksi
adanya bau busuk dari saluran kemih
yang tidak enak yang memerlukan
tindakan dengan
segera
4. Berikan perawatan 4. Cara peratama untuk
aseptik dan menghindari
antiseptik, terjadinya infeksi
pertahankan teknik nosokomial
cuci tangan yang baik
5. Lakukan perawatan 5. Dengan melakukan
luka 2 x sehari perawatan luka dapat
mencegah terjadinya
resiko infeksi
15
gtt/menit)
8. Melanjutkan terapi
pemberian manitol
2 Pola napas berhubungan 1. Memberikan posisi head up S:
dengan kerusakan 30 derajat - Tidak terkaji
neurologis 2. Mengobservasi fungsi O:
pernapasan,dispnea,atau - RR: 24x/menit
perubahan tanda-tanda vital A : Masalah teratasi
3. Menjelaskan pada klien P : hentikan intervensi
bahwa tindakan tersebut
dilakukan untuk menjamin
keamanan.
4. Mengkolaborasi dengan tim
kesehatan lain. Dengan
dokter, radiologi, dan
fisiologi
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera kepala merupakan komplikasi trauma yang serius. Agar
memberikan terbaik untuk sembuh bagi penderita, anda harus terbiasa dengan
anatomi penting pada kepala dan system susunan saraf pusat, dan memahami
bagaimana penampilan klinis utama pada berbagai bagian tubuh. Hal
terpenting pada penatalaksanaan cedera kepala adalah pemeriksaan yang
cepat, penatalaksanaan jalan nafas yang baik, pencegah hipotensi, rujukan
segera ke pusat trauma, dan pemeriksaan yang berulang-ulang. Juga
pencatatan hasil pemeriksaan yang demikian penting untuk pengambilan
keputusan dalam penatalaksanaan penderita.
B. Saran
Pada kesempatan ini penulis akan mengemukakan beberapa saran sebagai
bahan masukan yang bermanfaat bagi usaha peningkatan mutu pelayanan
asuhan keperawatan yang akan datang, diantaranya :
1. Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat mengetahui atau
mengerti tentang rencana keperawatan pada pasien dengan trauma brain
injury, pendokumentasian harus jelas dan dapat menjalin hubungan yang
baik dengan klien dan keluarga.
2. Dalam rangka mengatasi masalah resiko injuri pada klien dengan trauma
brain injury maka tugas perawat yang utama adalah sering
mengobservasi akan kebutuhan klien yang mengalami trauma brain
injury.
3. Untuk perawat diharapkan mampu menciptakan hubungan yang
harmonis dengan keluarga sehingga keluarga diharapkan mampu
membantu dan memotivasi klien dalam proses penyembuhan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Corwin,Elisabeth J. (2009).Patofisiologi.Jakarta.EGC
Doenges, Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta. EGC
Irawan, Budi.2003.Pengamatan Fungsi hati Pada Penderita Penyakit
Nurarif, A H. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC NOC. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis. Yogyakarta. Mediaction
18