DISUSUN OLEH:
KELOMPOK I
NAMA-NAMA KELOMPOK
Puji syukur layaknya kita santunkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas
berkat rahmat dan hidayahnyalah, sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Banyak kendala yang kami hadapi dalam penulisan makalah ini, hanya dengan
bantuan beberapa pihaklah maka makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah yang berjudul “CEDERA KEPALA” ini merupakan salah satu tugas
matakuliah KMB III dan bersumber dari berbagai literatur yang ada. Mudah-mudahan apa
yang kami sajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi semua masyarakat umumnya dan
pembaca khususnya.
Dengan segala keterbatasan waktu dan kemampuan yang ada kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membantu sangat di harapkan demi kelancaran penulisan makalah selanjutnya.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Daftar Isi........................................................................................................................2
BAB I “PENDAHULUAN”
BAB II “PEMBAHASAN”
A. Apa definisi dari cedera kepala................................................................................5
B. Apa saja etiologi cedera kepala................................................................................5
C. Apa klasifikasi cedera kepala...................................................................................5
D. Apa tanda dan gejala cedera kepala.........................................................................6
E. Bagaimana patofisiologi cedera kepala...................................................................7
F. Apa saja manifestasiklinis cedera kepala.................................................................8
G. Apa saja komplikasi cedera kepala..........................................................................8
H. Apa saja pemeriksaan penunjang pada cedera kepala............................................10
I. Apa saja penatalaksanaan cedera kepala................................................................10
J. Asuhan keperawatan cedera kepala.......................................................................10
A. Kesimpulan............................................................................................................11
B. Saran......................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia, sebagai Negara berkembang ikut merasakan kemajuan teknologi,
diantaranya bidang transportasi. Dengan majunya transportasi, mobilitas penduduk
pun ikut meningkat. Namun akibat kemajuan ini, juga dapat berdampak negatif yaitu
semakin tingginya aneka kecelakaan yang menyebabkan timbulnya trauma kepala.
Akibat trauma kepala bagi pasien dan keluarga sangat mempengaruhi
perubahan fisik maupun psikologis. Untuk itu perlu penanganan yang serius dalam
memberikan Asuhan Keperawatan. Peran perawat memegang peranan penting
terutama dalam pencegahan komplikasi.
Dalam memberikan pelayanan-pelayanan, keperawatan sebagai sub sistem
pelayanan kesehatan bekerja sama dengan pelayanan medis yaitu dokter. Dan untuk
mencapai tujuan bersama yaitu untuk memenuhi kebutuhan pasien, perlu adanya
peran kolaborasi antara perawat dan dokter. Perawat dalam bekerja sama engan dokter
mempunyai peran dependen, independen, dan interdependen, serta kolaborasi dengan
tim kesehatan lainnya (analisis, gizi, dan lain-lain).
B. RUMUSAN MASALAH
a) Apa definisi dari cedera kepala
b) Apa saja etiologi cedera kepala
c) Apa klasifikasi cedera kepala
d) Apa tanda dan gejala cedera kepala
e) Bagaimana patofisiologi cedera kepala
f) Apa saja manifestasiklinis cedera kepala
g) Apa saja komplikasi cedera kepala
h) Apa saja pemeriksaan penunjang pada cedera kepala
i) Apa saja penatalaksanaan cedera kepala
j) Asuhan keperawatan cedera kepala
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Untuk dapat memperoleh gambaran nyata tentang asuhan keperawatan pada
pasien cidera kepala.
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan yang terdiri dari
pengkajian, membuat diagnosa keperawatan, menyusun rencana keperawatan,
melaksanakan tindakan keperawatan dan melakukan evaluasi keperawatan
pada pasien cidera kepala.
D. MANFAAT PENULISAN
Bagi institusi pendidikan :
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan untuk menjadi kepustakaan.
Bagi mahasiswa :
Agar dapat meningkatkan pengetahuan tentang CEDERA KEPALA
E. METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini ditulis dengan metode deskriptif
dengan teknik pengumpulan data, wawancara dan pemeriksaan fisik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak.
Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):
1. Minor
• SKG 13 – 15
• Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
• Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
• SKG 9 – 12
• Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
• Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
• SKG 3 – 8
• Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
• Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
B. Etiologi
Cedera kepala dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah :
A. Oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misal : kecelakaan,
dipukul dan terjatuh.
B. Trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum.
C. Efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak.
D. Efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis cedera kepala secara umum adalah:
1. Penurunan kesadaran
2. Keabnormalan pada sistem pernafasan
3. Penurunan reflek pupil, reflek kornea
4. Penurunan fungsi neurologis secara cepat
5. Perubahan TTV (peningkatan frekuensi nafas, peningkatan tekanan darah,
bradikardi, takikardi,hipotermi, atau hipertermi)
6. Pusing, vertigo
7. Mual dan muntah
8. Perubahan pada perilaku, kognitif, maupun fisikAmnesia
9. Kejang
D. Patofisiologi
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses
sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan
suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar
daerah otak. Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak,
terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan
tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus
pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran
berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang
merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.
Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya
fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan
otak tahap awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat
kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak
diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur
tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan serabu saraf dan
kematian langsung pada daerah yang terkena.
Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan
primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai
gangguan sistemik, hipoksia dan hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti.
Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya
iskemi dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan
berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak
metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan
radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-
gejala neurologis yang tergantung lokasi kerusakan.
Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis
akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus
lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital
akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus
frontalis mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.
Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan
adanya kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan
terjadi hepertermi. Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena
kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari pertama
setelah trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah
belakang hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis.
Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui urine
dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi
dan glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang
mempengaruhi metabolisme karbohidrat didalam batang otak.
Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder
akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan
pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi unkus.
Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang terjadi pada lesi
tranversal dibawah nukleus nervus statoakustikus, regiditas deserebrasi pada lesi
tranversal setinggi nukleus rubber, lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan
kedua lengan kaku dalam fleksi pada siku terjadi bila hubungan batang otak dengan
korteks serebri terputus.
Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal. Kerusakan-
kerusakan saraf-saraf kranial dan traktus-traktus panjang menimbulkan gejala
neurologis khas. Nafas dangkal tak teratur yang dijumpai pada kerusakan medula
oblongata akan menimbulkan timbulnya Asidesil. Nafas yang cepat dan dalam yang
terjadi pada gangguan setinggi diensefalon akan mengakibatkan alkalosisi
respiratorik.
E. Komplikasi
Kerusakan saraf cranial
· 1. Anosmia
Kerusakan nervus olfactorius menyebabkan gangguan sensasi pembauan yang
jika total disebut dengan anosmia dan bila parsial disebut hiposmia. Tidak ada
pengobatan khusus bagi penderita anosmia.
· 2. Gangguan penglihatan
Gangguan pada nervus opticus timbul segera setelah mengalami cedera
(trauma). Biasanya disertaihematoma di sekitar mata, proptosis akibat adanya
perdarahan, dan edema di dalam orbita. Gejala klinik berupa penurunan visus,
skotoma, dilatasi pupil dengan reaksi cahaya negative, atau hemianopia bitemporal.
Dalam waktu 3-6 minggu setelah cedera yang mengakibatkan kebutaan, tarjadi atrofi
papil yang difus, menunjukkan bahwa kebutaan pada mata tersebut bersifat
irreversible.
3. Oftalmoplegi
Oftalmoplegi adalah kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata, umumnya
disertai proptosis dan pupil yang midriatik. Tidak ada pengobatan khusus untuk
oftalmoplegi, tetapi bisa diusahakan dengan latihan ortoptik dini.
4. Paresis fasialis
Umumnya gejala klinik muncul saat cedera berupa gangguan pengecapan pada
lidah, hilangnya kerutan dahi, kesulitan menutup mata, mulut moncong, semuanya
pada sisi yang mengalami kerusakan.
·
5. Gangguan pendengaran
6. Disfasia
Secara ringkas , disfasia dapat diartikan sebagai kesulitan untuk memahami atau
memproduksi bahasa disebabkan oleh penyakit system saraf pusat. Penderita
disfasia membutuhkan perawatan yang lebih lama, rehabilitasinya juga lebih sulit
karena masalah komunikasi. Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk disfasia
kecuali speech therapy.
7. Hemiparesis
Hemiparesis atau kelumpuhan anggota gerak satu sisi (kiri atau kanan)
merupakan manifestasi klinik dari kerusakan jaras pyramidal di korteks,
subkorteks, atau di batang otak. Penyebabnya berkaitan dengan cedera kepala
adalah perdarahan otak, empiema subdural, dan herniasi transtentorial.
9. Fistula karotiko-kavernosus
F. Pemeriksaan Diagnostik
Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi
(perdarahan atau ruptur atau fraktur).
CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal
aracknoid jika dicurigai.
G. Penatalaksaan Keperawatan
H. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah
sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
Rencana Pemulangan
1. Jelaskan tentang kondisi anak yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
2. Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya kesadaran,
perubahan gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan perubahan bicara.
3. Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari
pemberian obat.
4. Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip lidah,
mempertahankan jalan nafas selama kejang.
5. Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas sehari-hari di
rumah, kebutuhan kebersihan personal, makan-minum. Aktivitas bermain, dan latihan
ROM bila anak mengalami gangguan mobilitas fisik.
6. Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat pengaman.
7. Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual.
8. Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.
BAB III.
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA DADA
1. PENGKAJIAN
A. PENGUMPULAN DATA
1) Biodata
Nama : Tn.G.S
Jenis Kelamin : Laki-lak
Umur : 48 tahun
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Petani
Agama : Kristen protestan
Pendidikan Terakhir : SMP
Alamat : Jln.Yos Sudarso Tual- Pertamina
Tgl MRS : 15-10-2014
Tgl Pengkajian : 17-10-2014
Ruangan :Bedah RSUD Ks.Langgur
No Register : 60618
Keterangan
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: maningal
H. Pola aktifitas
a.) Nutrisi
b.) Eliminasi
I. Pola koping
- Sebelum sakit pasien mengatakan tidak pernah menceritakan masalahnya
dengan orang lain, pasien berusaha mengatasi sendiri tanpa bantuan orang
lain
- Saat sakit pasien mengatakan selalu menceritakan masalahnya dengan
oaring lain. Dalam mengatasi masalahnya pasien meminta bantuan orang
lain.
J. Pola kognitif
Ingatan pasien menurun. Bila ditanya sesuatau pasien berusaha keras
mengingatnya kembali
K. Konsep diri
Sebelum sakit pasien selalu tamapak cria, dapat memenuhi kebutuhannya
dengan mandiri seperti makan, mandi, pasien banyak bicara tapi saat sakit
pasien mengatakan tidak percaya diri, merasa tidak berguna denagan kondisi
seperti ini.
N. Pemeriksaan Fisik
o Kepala
Inspeksi : Rambut tampak hitam
Penyebaran rambut merata, dan (tidak ada ketombe)
Palpasi : ada benjolan pada dahi kanan,dan ada nyeri tekan
o Waiah
Inspeksi : Bentuk waiah oval, Ada gerakan abnormal.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
o Mata
Inspeksi : Tidak ada edema pada mata palpebra,Tidak ada kotoran
pada mata (sklera),Tidak tampak anemis pada konjugtiva,
Tampak posisi mata simetris,Penglihatan baik.
o Hidung
Inspeksi : ,Tampak tdk ada sekret,
Fungsi penciuman baik
Palasi :Tidak ada nyeri tekan
o Telinga
Inspeksi : Tampak posisi telinga simetris,Fungsi pendengaran kurang baik
o Mulut
Inspeksi : Tampak keadaan gigi bersih,Jumlah gigi lengkap,
Lidah tampak bersih,Bibir tidak sianosis
o Leher
Inspeksi :Tidak ampak pembesaran kelenjar thyroid
Palpasi :Tidak teraba massa/tumor,Tidak ada nyeri tekan
o Dada danThoraks
Inspeksi : Pengembangan dinding dada sesuai dengan Pernapasan (leguler)
o Ekstremitas
Ekstremitas atas
1. Laboratorium
Hematologi
Kimia klinik
Ureum 13 mg/dl 15 – 39
Elektrolit
2. CT Scan
Tidak ada perdarahan
3. X- Foto Thorax
COR & Pulmo dalam batas normal : tampak ada masaa/benjolan
4. SISTEM PERSARAFAN
a. Nervus cranial
N.I (olfaktorius)
N.II (optikus)
N.III (okulomotorius)
N.IV (troklearis)
N.V (Trigeminus)
N.VI (abdusen)
N.VII (fasialis)
Klien dapat tersenyum, cemberut, dapat membedakan rasa manis, asam, asin
N.VIII (auditoriusvestibularis)
Tidak ada masalah pendengaran, ketika bejalan klien mau jatuh, tidak ada
gangguan bicara
N.IX (glasovaringeal)
N.X (vagus)
N.XI (asesori)
Bahu kanan dapat diangkat dan bahu kiri tidak dapat diangkat
N.XII (hipoglasus)
5. Terapi
a. Infus RL 20 tetes/menit
b. Parasetamol sirup 3xsendok takar
c. Injeksi Cefotaxime 3x500 mg i.v
d. Injeksi Asam mefenamat 3x250 mg i.v
e. Diet biasa
ANALISA DATA
N
DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKTIF MASALAH
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan penurunan
produksi anti diuretic hormone (ADH) akibat terfiksasinya hipotalamus.
2. Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan masuknya kuman melalui jaringan
atau kontinuitas yang rusak
3. Gangguan rasa myaman berhubungan dengan kerusakan jaringan otak dan
perdarahan otak
F. EVALUASI
CATATAN PERKEMBANGAN HOME CARE PADA
PASIEN CIDERA KEPALA
A : masalah Teratasi
P : intervensi di pertahankan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Pahrid Tuti SKP, 1994, Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan gangguan Sistem
Pernafasan, Jakarta, Kedokteran EGC.
2. Carpenito Lynda Juall RN. MSn. CRNP, 1999, Buku Saku Diagnosa Keperawatan,
Ed. 8, Jakarta, EGC.
3. Bandini, Nancy Swift, Manula Of Neurologikal Nursing, Littlc Brown and Company,
Boston,1983.