Oleh :
Tk.II B Kelompok 3
1. Mareski Candra
2. Meliani Indria Lova
3. Mitha Elminia
4. Miftahul Noviarta
PRODI D3 KEPERAWATAN
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT. Yang maha pengasih lagi maha penyayang kami
ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat hidayah-
Nya pada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Penyakit Cedera Kepala ” ini dengan baik.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun
bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka
kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi aran dan kritik pada kami
sehingga kami dapat memperbaiki makalah kami dikemudian hari.
Kelompok 3
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN
a. Latar Belakang 1
b. Rumusan Masalah 2
c. Tujuan 2
BAB 2 PEMBAHASAN
a. Definisi ........................................................................................................... 3
b. Etiologi .......................................................................................................... 3
f. patofisilogi .................................................................................................... 8
g. Penatalaksanaan ............................................................................................ 9
BAB 3 PENUTUP
a. Kesimpulan ....................................................................................................36
b. Saran ...............................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Distribusi kasus cedera kepala / cedera otak terutama melibatkan kelompok usia
produktif, yaitu antara 15 – 44 tahun, dengan usia rata – rata sekitar tiga puluh tahun, dan
lebih didominasi oleh kaum laki – laki dibandingkan kaum perempuan. Adapun penyebab
yang tersering adalah kecelakaan lalu lintas ( 49 % ) dan kemudian disusul dengan jatuh
(terutama pada kelompok usia anak – anak).
Cedera pada kepala dapat melibatkan seluruh struktur lapisan, mulai dari lapisan kulit
kepala atau tingkat yang paling ringan, tulang tengkorak , durameter, vaskuler otak, sampai
jaringan otak sendiri. Baik berupa luka tertutup, maupun trauma tembus. Dengan pemahaman
landasan biomekanisme-patofisiologi terperinci dari masing – masing proses di atas, yang
dihadapkan dengan prosedur penanganan cepat dan akurat, diharapkan dapat menekan
morbilitas dan mortalitasnya.
Disatu pihak memang hanya sebagian saja kasus cedera kepala yang datang kerumah
sakit berlanjut menjadi hematom, tetapi dilain pihak “ frekuensi hematom ini terdapat pada
75 % kasus yang datang sadar dan keluar meninggal “.
B. Tujuan Penulisan.
1. Tujuan Umum
Setelah membahas tentang “Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera Kepala”
mahasiswa mampu memahami “Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera Kepala”.
2. Tujuan Khusus
Setelah membahas tentang “Asuhan Keperawatan Cedera Kepala” mahasiswa mampu :
a. Memahami dan menjelaskan Konsep Penyakit Cedera Kepala.
b. Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan Cedera Kepala.
c. Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan Sesuai Kasus.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi.
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan perlambatan
(decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan
pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada
kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan
(Doenges, 1989). Kasan (2000) mengatakan cidera kepala adalah suatu gangguan
traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam
substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala menurut Suriadi & Rita (2001) adalah suatu trauma yang mengenai
daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara
langsung maupun tidak langsung pada kepala. Sedangkan menurut Satya (1998), cedera
kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan otak dari lapisan kulit kepala tulang
tengkorak, durameter, pembuluh darah serta otaknya mengalami cidera baik yang trauma
tumpul maupun trauma tembus.
B. Klasifikasi.
Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor,
kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat
kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada penilaian Glasgow Scala
Coma (GCS) dibagi menjadi 3, yaitu :
Ø GCS 13 - 15
Ø Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
Ø GCS 9 - 12
Ø Kehilangan kesedaran dan atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam
Ø GCS 3 – 8
Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia,
maka reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata edema berat
sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata
diberi nilai “X”, sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan
intubasi maka reaksi verbal diberi nilai “T”.
3. Berdasarkan Morfologi
Cedera yang hanya mengenai kulit kepala. Cedera kulit kepala dapat menjadi
pintu masuk infeksi intrakranial.
b. Fraktur Tengkorak
Fraktur yang terjadi pada tulang tengkorak. Fraktur basis cranii secara
anatomis ada perbedaan struktur didaerah basis cranii dan kalvaria yang meliputi
pada basis caranii tulangnya lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, durameter
daerah basis lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis
lebih melekat erat pada tulang dibandingkan daerah kalvaria. Sehingga bila terjadi
fraktur daerah basis mengakibatkan robekan durameter klinis ditandai
dengan bloody otorrhea, bloody rhinorrhea, liquorrhea, brill hematom, batle’s
sign, lesi nervus cranialis yang paling sering n i, nvii dan nviii (Kasan, 2000).
2. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu
dilakukan tampon steril (consul ahli tht) pada bloody otorrhea/otoliquorrhea.
c. Cedera Otak
Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli bedah
syaraf, gegar otak terjadi jika coma berlangsung tidak lebih dari 1 jam. Kalau
lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat dan mungkin terjadi
komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.
Contusio pada kepala adalah bentuk paling berat, disertai dengan gegar
otak encephalon dengan timbulnya tanda-tanda koma, sindrom gegar otak
pusat encephalon dengan tanda-tanda gangguan pernapasan, gangguan
sirkulasi paru - jantung yang mulai dengan bradikardia, kemudian takikardia,
meningginya suhu badan, muka merah, keringat profus, serta kekejangan
tengkuk yang tidak dapat dikendalikan (decebracio rigiditas).
3) Perdarahan Intrakranial
a) Epiduralis haematoma
b) Subduralis haematoma
c) ÿÿ0Subrachnoidalis Haematoma
d) Intracerebralis Haematoma
Terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks yang
mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau arteri pada jaringan otak.
Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi pecah juga
karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar sehingga terjadilah
subduralis haematoma.
4. Berdasarkan Patofisiologi
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti hipotensi sistemik,
hipoksia, hiperkapnea, edema otak, komplikasi pernapasan, dan infeksi /
komplikasi pada organ tubuh yang lain.
C. Etiologi.
1. Menurut Hudak dan Gallo (1996 : 108) mendiskripsikan bahwa penyebab cedera
kepala adalah karena adanya trauma yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu :
a. Trauma primer
b. Trauma sekunder
Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi
intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.
3. Kecelakaan, kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan pada saat
olahraga.
4. Jatuh
D. Manifestasi Klinik.
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebingungan
3. Iritabel
4. Pucat
6. Pusing
8. Terdapat hematoma
9. Kecemasan
10. Sukar untuk dibangunkan
11. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
E. Patofisiologi.
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg
%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan
terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat
akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam
keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml/menit/100 gr. jaringan otak,
yang merupakan 15 % dari cardiac output dan akibat adanya perdarahan otak akan
mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan
pembuluh darah arteriol akan berkontraksi
Menurut Long (1996) trauma kepala terjadi karena cidera kepala, kulit kepala,
tulang kepala, jaringan otak. Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua itu
berakibat terjadinya akselerasi, deselerasi dan pembentukan rongga. Trauma langsung
juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, kekuatan itu bisa seketika/menyusul
rusaknya otak dan kompresi, goresan/tekanan. Cidera akselerasi terjadi bila kepala kena
benturan dari obyek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari akselerasi,
kikisan/konstusio pada lobus oksipital dan frontal batang otak dan cerebellum dapat
terjadi. Sedangkan cidera deselerasi terjadi bila kepala membentur bahan padat yang tidak
bergerak dengan deselerasi yang cepat dari tulang tengkorak.
Pengaruh umum cidera kepala dari tengkorak ringan sampai tingkat berat ialah
edema otak, deficit sensorik dan motorik. Peningkatan TIK terjadi dalam rongga
tengkorak (TIK normal 4-15 mmHg). Kerusakan selanjutnya timbul masa lesi, pergeseran
otot.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak
ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah)
pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial
(TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi
hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
2. MRI
3. Cerebral Angiography
4. EEG (Elektroencepalograf)
5. X-Ray
6. BAER
7. PET
G. Penatalaksanaan.
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai
berikut:
1. Observasi 24 jam
Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya cairan infus
dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3
hari kemudian diberikan makanan lunak.
5. Terapi obat-obatan.
H. Komplikasi.
1. Hemorrhagie
2. Infeksi
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian Primer
1) Airway
Membuka jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bernafas dengan bebas, ataukah ada
rahasia yang menyelamatkan jalan nafas. Jika ada obstruksi, lakukan:
a) Dorongan dorong / rahang dorong
b) Hisap
c) Saluran Udara Guedel
d) Instubasi Trakea
2) Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan:
a) Beri oksigen
b) Posisikan semi Flower
3) Circulation
Hubungi sirkulasi / peredaran darah:
a) Cek isi kapiler
b) Pemberian infus
c) Auskultasi keberadaan suara nafas tambahan
d) Segera Berikan Bronkodilator, mukolitik.
e) Cek Frekuensi Pernafasan
f) Cek keberadaan tanda-tanda Sianosis, kegelisahan
g) Cek tekanan darah
Penilaian ulang ABC Diperlukan jika perlu pasien tidak stabil
4) Disabilition
Ingat kesadaran pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons terhadap
rasa sakit atau sama sekali tidak sadar. Kaji pula tingkat mobilisasi pasien.Posisikan
pasien posisi semi fowler, esktensikan kepala, untuk memaksimalkan
kemudahan.Segera memberikan Oksigen sesuai dengan kebutuhan, atau meminta
dokter.
b. Pengkajian Sekunder
1) Set lengkap tanda vital (F)
Berisi pengkajian TTV (TD, nadi, suhu, dan pernafasan).
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan
terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan
terakhir, pekerjaan, alamat.
c. Riwayat kesehatan :
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai
data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa
klien.
d. Pengkajian persistem
1). Keadaan umum
3). TTV
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas bunyi
ronchi.
8). SistemMuskuloskeletal
a. Nervus cranial
1 Tidak berespon
5 Orientasi baik
1 Tidak berespon
2 Ekstensi abnormal
2 MOTORIK
3 Fleksi abnormal
5 Melokalisasi nyeri
6 Dengan perintah
1 Tidak berespon
3 Reaksi membuka
mata (EYE) 2 Rangsang nyeri
4 Spontan
c. Fungsi motorik.
Setiap ekstremitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut yang digunakan secara
internasional :
RESPON SKALA
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang 4
Gerakan trace 1
b. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan pusat pernapasan di medula oblongata
Analisa Data
1 DS : Terputusnya Nyeri
kontuitas jaringan
-klien mengatakan nyeri di kepala
kulit,otot dan
-klien mengatakan pusing vaskular
DO :
-skala nyeri 5
DO :
Intervensi Keperawatan
no Dx keperawatan SLKI SIKI
Terapeutik :
-berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Edukasi :
-ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi :
-kolaborasi pemberian
analgetik,jika perlu
Edukasi :
-Kolaborasi :
Doenges, M. 1989. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Car. 2 nd ed.
Philadelpia : F.A. Davis Company.
Long; B and Phipps W. 1985. Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process
Approach. St. Louis : Cv. Mosby Company.
Asikin, Z. 1991. Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan
Penderita dengan Alat Bantu Napas. Jakarta.
Harsono. 1993. Kapita Selekta Neurologi. Jogjakarta : Gadjah Mada University Press
Cecily, L & Linda A. 2000. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC.
Iskandar. 2004. Cedera Kepala. Jakarta Barat: PT. Bhuana Ilmu Populer.
Suriadi & Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: CV Sagung
Seto
Suzanne CS & Brenda GB. 1999. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta:
EGC
Umar, K. 1998. Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera Kepala Surabaya :
Airlangga Univ. Press.