Anda di halaman 1dari 25

ASKEP KEPERAWATAN KGD

“ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PENYAKIT CEDERA KEPALA(CKD) ”

Oleh :

Tk.II B Kelompok 3

1. Mareski Candra
2. Meliani Indria Lova
3. Mitha Elminia
4. Miftahul Noviarta

Dosen Pembimbing : Ns. Linda Marni,S.Pd,S.Kep,M.Mkes

PRODI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT. Yang maha pengasih lagi maha penyayang kami
ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat hidayah-
Nya pada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Pada Penyakit Cedera Kepala ” ini dengan baik.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun
bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka
kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi aran dan kritik pada kami
sehingga kami dapat memperbaiki makalah kami dikemudian hari.

Pariaman, 24 Januari 2020


Penyusun,

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

BAB 1 PENDAHULUAN

a. Latar Belakang 1
b. Rumusan Masalah 2
c. Tujuan 2
BAB 2 PEMBAHASAN

a. Definisi ........................................................................................................... 3

b. Etiologi .......................................................................................................... 3

c. tanda dan gejala ............................................................................................. 4

d. akibat dan komplikasi .................................................................................... 4

e. Proses perjalanan penyakit (WOC) ............................................................... 6

f. patofisilogi .................................................................................................... 8

g. Penatalaksanaan ............................................................................................ 9

h. Asuhan Keperawatan .................................................................................... 11

BAB 3 PENUTUP

a. Kesimpulan ....................................................................................................36

b. Saran ...............................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Distribusi kasus cedera kepala / cedera otak terutama melibatkan kelompok usia
produktif, yaitu antara 15 – 44 tahun, dengan usia rata – rata sekitar tiga puluh tahun, dan
lebih didominasi oleh kaum laki – laki dibandingkan kaum perempuan. Adapun penyebab
yang tersering adalah kecelakaan lalu lintas ( 49 % ) dan kemudian disusul dengan jatuh
(terutama pada kelompok usia anak – anak).
Cedera pada kepala dapat melibatkan seluruh struktur lapisan, mulai dari lapisan kulit
kepala atau tingkat yang paling ringan, tulang tengkorak , durameter, vaskuler otak, sampai
jaringan otak sendiri. Baik berupa luka tertutup, maupun trauma tembus. Dengan pemahaman
landasan biomekanisme-patofisiologi terperinci dari masing – masing proses di atas, yang
dihadapkan dengan prosedur penanganan cepat dan akurat, diharapkan dapat menekan
morbilitas dan mortalitasnya.
Disatu pihak memang hanya sebagian saja kasus cedera kepala yang datang kerumah
sakit berlanjut menjadi hematom, tetapi dilain pihak “ frekuensi hematom ini terdapat pada
75 % kasus yang datang sadar dan keluar meninggal “.

B. Tujuan Penulisan.
1. Tujuan Umum
Setelah membahas tentang “Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera Kepala”
mahasiswa mampu memahami “Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera Kepala”.
2. Tujuan Khusus
Setelah membahas tentang “Asuhan Keperawatan Cedera Kepala” mahasiswa mampu :
a. Memahami dan menjelaskan Konsep Penyakit Cedera Kepala.
b. Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan Cedera Kepala.
c. Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan Sesuai Kasus.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi.
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan perlambatan
(decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan
pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada
kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan
(Doenges, 1989). Kasan (2000) mengatakan cidera kepala adalah suatu gangguan
traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam
substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.

Cedera kepala menurut Suriadi & Rita (2001) adalah suatu trauma yang mengenai
daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara
langsung maupun tidak langsung pada kepala. Sedangkan menurut Satya (1998), cedera
kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan otak dari lapisan kulit kepala tulang
tengkorak, durameter, pembuluh darah serta otaknya mengalami cidera baik yang trauma
tumpul maupun trauma tembus.

B. Klasifikasi.
Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :

1. Berdasarkan Mekanisme

a. Trauma Tumpul

Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor,
kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat
kekerasaan (pukulan).

b. Trauma Tembus

Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda


tajam/runcing.
2. Berdasarkan Beratnya Cidera

Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada penilaian Glasgow Scala
Coma (GCS) dibagi menjadi 3, yaitu :

a. Cedera kepala ringan

Ø GCS 13 - 15

Ø Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.

Ø Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio serebral dan hematoma

b. Cedera kepala sedang

Ø GCS 9 - 12

Ø Saturasi oksigen > 90 %

Ø Tekanan darah systole > 100 mmHg

Ø Lama kejadian < 8 jam

Ø Kehilangan kesedaran dan atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam

Ø Dapat mengalami fraktur tengkorak

c. Cedera kepala berat

Ø GCS 3 – 8

Ø Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >24 jam

Ø Meliputi hematoma serebral, kontusio serebral

Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia,
maka reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata edema berat
sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata
diberi nilai “X”, sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan
intubasi maka reaksi verbal diberi nilai “T”.
3. Berdasarkan Morfologi

a. Cedera kulit kepala

Cedera yang hanya mengenai kulit kepala. Cedera kulit kepala dapat menjadi
pintu masuk infeksi intrakranial.

b. Fraktur Tengkorak

Fraktur yang terjadi pada tulang tengkorak. Fraktur basis cranii secara
anatomis ada perbedaan struktur didaerah basis cranii dan kalvaria yang meliputi
pada basis caranii tulangnya lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, durameter
daerah basis lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria, durameter daerah basis
lebih melekat erat pada tulang dibandingkan daerah kalvaria. Sehingga bila terjadi
fraktur daerah basis mengakibatkan robekan durameter klinis ditandai
dengan bloody otorrhea, bloody rhinorrhea, liquorrhea, brill hematom, batle’s
sign, lesi nervus cranialis yang paling sering n i, nvii dan nviii (Kasan, 2000).

Sedangkan penanganan dari fraktur basis cranii meliputi :

1. Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, misal cegah batuk,


mengejan, makanan yang tidak menyebabkan sembelit.

2. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu
dilakukan tampon steril (consul ahli tht) pada bloody otorrhea/otoliquorrhea.

3. Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea/otoliquorrhea penderita


tidur dengan posisi terlentang dan kepala miring keposisi yang sehat (Kasan :
2000).

c. Cedera Otak

1) Commotio Cerebri (Gegar Otak)

Commotio Cerebri (Gegar Otak) adalah cidera otak ringan karena


terkenanya benda tumpul berat ke kepala dimana terjadi pingsan < 10 menit.
Dapat terjadi gangguan yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa sakit
kepala, mual, muntah, dan pusing. Pada waktu sadar kembali, pada umumnya
kejadian cidera tidak diingat (amnezia antegrad), tetapi biasanya
korban/pasien tidak diingatnya pula sebelum dan sesudah cidera (amnezia
retrograd dan antegrad).

Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli bedah
syaraf, gegar otak terjadi jika coma berlangsung tidak lebih dari 1 jam. Kalau
lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat dan mungkin terjadi
komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.

2) Contusio Cerebri (Memar Otak)

Merupakan perdarahan kecil jaringan akibat pecahnya pembuluh darah


kapiler. Hal ini terjadi bersama-sama dengan rusaknya jaringan saraf/otak di
daerah sekitarnya. Di antara yang paling sering terjadi adalah kelumpuhan N.
Facialis atau N. Hypoglossus, gangguan bicara, yang tergantung pada
lokalisasi kejadian cidera kepala.

Contusio pada kepala adalah bentuk paling berat, disertai dengan gegar
otak encephalon dengan timbulnya tanda-tanda koma, sindrom gegar otak
pusat encephalon dengan tanda-tanda gangguan pernapasan, gangguan
sirkulasi paru - jantung yang mulai dengan bradikardia, kemudian takikardia,
meningginya suhu badan, muka merah, keringat profus, serta kekejangan
tengkuk yang tidak dapat dikendalikan (decebracio rigiditas).

3) Perdarahan Intrakranial

a) Epiduralis haematoma

adalah terjadinya perdarahan antara tengkorak dan durameter akibat


robeknya arteri meningen media atau cabang-cabangnya. Epiduralis
haematoma dapat juga terjadi di tempat lain, seperti pada frontal, parietal,
occipital dan fossa posterior.

b) Subduralis haematoma

Subduralis haematoma adalah kejadian haematoma di antara durameter dan


corteks, dimana pembuluh darah kecil vena pecah atau terjadi perdarahan.
Kejadiannya keras dan cepat, karena tekanan jaringan otak ke arteri
meninggia sehingga darah cepat tertuangkan dan memenuhi rongga antara
durameter dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda
meningginya tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial).

c) ÿÿ0Subrachnoidalis Haematoma

Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu


perdarahan pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan
berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan pada permukaan dasar
jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna (pelebaran pembuluh darah).
Ini sering menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak.

d) Intracerebralis Haematoma

Terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks yang
mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau arteri pada jaringan otak.
Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi pecah juga
karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar sehingga terjadilah
subduralis haematoma.

4. Berdasarkan Patofisiologi

a. Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi rotasi) yang


menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi gegar
kepala ringan, memar otak dan laserasi.

b. Cedera kepala sekunder

Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti hipotensi sistemik,
hipoksia, hiperkapnea, edema otak, komplikasi pernapasan, dan infeksi /
komplikasi pada organ tubuh yang lain.
C. Etiologi.
1. Menurut Hudak dan Gallo (1996 : 108) mendiskripsikan bahwa penyebab cedera
kepala adalah karena adanya trauma yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu :

a. Trauma primer

Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi dan


deselerasi)

b. Trauma sekunder

Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi
intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.

2. Trauma akibat persalinan

3. Kecelakaan, kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan pada saat
olahraga.

4. Jatuh

5. Cedera akibat kekerasan.

D. Manifestasi Klinik.
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih

2. Kebingungan

3. Iritabel

4. Pucat

5. Mual dan muntah

6. Pusing

7. Nyeri kepala hebat

8. Terdapat hematoma

9. Kecemasan
10. Sukar untuk dibangunkan

11. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

E. Patofisiologi.
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg
%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan
terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat
akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam
keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml/menit/100 gr. jaringan otak,
yang merupakan 15 % dari cardiac output dan akibat adanya perdarahan otak akan
mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan
pembuluh darah arteriol akan berkontraksi

Menurut Long (1996) trauma kepala terjadi karena cidera kepala, kulit kepala,
tulang kepala, jaringan otak. Trauma langsung bila kepala langsung terluka. Semua itu
berakibat terjadinya akselerasi, deselerasi dan pembentukan rongga. Trauma langsung
juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, kekuatan itu bisa seketika/menyusul
rusaknya otak dan kompresi, goresan/tekanan. Cidera akselerasi terjadi bila kepala kena
benturan dari obyek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari akselerasi,
kikisan/konstusio pada lobus oksipital dan frontal batang otak dan cerebellum dapat
terjadi. Sedangkan cidera deselerasi terjadi bila kepala membentur bahan padat yang tidak
bergerak dengan deselerasi yang cepat dari tulang tengkorak.
Pengaruh umum cidera kepala dari tengkorak ringan sampai tingkat berat ialah
edema otak, deficit sensorik dan motorik. Peningkatan TIK terjadi dalam rongga
tengkorak (TIK normal 4-15 mmHg). Kerusakan selanjutnya timbul masa lesi, pergeseran
otot.

Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak
ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah)
pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial
(TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi
hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.

Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan


“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil
yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio
serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh
perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan
dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu:
cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar,
hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan
karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral,
batang otak, atau dua-duanya.

Sedangkan patofisiologi menurut Markum (1999). trauma pada kepala


menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi tergantung pada
besarnya getaran makin besar getaran makin besar kerusakan yang timbul, getaran dari
benturan akan diteruskan menuju Galia aponeurotika sehingga banyak energi yang
diserap oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan pembuluh darah robek sehingga
akan menyebabkan haematoma epidural, subdural, maupun intracranial, perdarahan
tersebut juga akan mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplay
oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan menyebabkan odema cerebral.
Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi otak
terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan T.I.K (Tekanan Intra
Kranial) merangsang kelenjar pituitari dan steroid adrenal sehingga sekresi asam lambung
meningkat akibatnya timbul rasa mual dan muntah dan anaroksia sehingga masukan
nutrisi kurang (Satya, 1998).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)

Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan


jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark/iskemia jangan dilekukan
pada 24 - 72 jam setelah injuri.

2. MRI

Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

3. Cerebral Angiography

Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder


menjadi edema, perdarahan dan trauma.

4. EEG (Elektroencepalograf)

Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

5. X-Ray

Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur


garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

6. BAER

Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil

7. PET

Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

8. CSF, Lumbal Pungsi

Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan untuk


mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinal.
9. ABGs

Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi


peningkatan tekanan intrakranial

10. Kadar Elektrolit

Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan


intrkranial

11. Screen Toxicologi

Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.

G. Penatalaksanaan.

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai
berikut:

1. Observasi 24 jam

2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.

Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya cairan infus
dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3
hari kemudian diberikan makanan lunak.

3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.

4. Pada anak diistirahatkan atau tirah baring.

5. Terapi obat-obatan.

a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis


sesuai dengan berat ringanya trauma.

b. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi.

c. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau


glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
d. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol.

e. Pada trauma berat. karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami


penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka
hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam
pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari
selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube
(2500 - 3000 TKTP).

6. Pembedahan bila ada indikasi.

H. Komplikasi.
1. Hemorrhagie

2. Infeksi

3. Edema serebral dan herniasi

I. ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Pengkajian Primer
1) Airway
Membuka jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bernafas dengan bebas, ataukah ada
rahasia yang menyelamatkan jalan nafas. Jika ada obstruksi, lakukan:
a) Dorongan dorong / rahang dorong
b) Hisap
c) Saluran Udara Guedel
d) Instubasi Trakea
2) Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan:
a) Beri oksigen
b) Posisikan semi Flower
3) Circulation
Hubungi sirkulasi / peredaran darah:
a) Cek isi kapiler
b) Pemberian infus
c) Auskultasi keberadaan suara nafas tambahan
d) Segera Berikan Bronkodilator, mukolitik.
e) Cek Frekuensi Pernafasan
f) Cek keberadaan tanda-tanda Sianosis, kegelisahan
g) Cek tekanan darah
Penilaian ulang ABC Diperlukan jika perlu pasien tidak stabil
4) Disabilition
Ingat kesadaran pasien dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons terhadap
rasa sakit atau sama sekali tidak sadar. Kaji pula tingkat mobilisasi pasien.Posisikan
pasien posisi semi fowler, esktensikan kepala, untuk memaksimalkan
kemudahan.Segera memberikan Oksigen sesuai dengan kebutuhan, atau meminta
dokter.

b. Pengkajian Sekunder
1) Set lengkap tanda vital (F)
Berisi pengkajian TTV (TD, nadi, suhu, dan pernafasan).

2) Berikan ukuran confort (G)


Pengkajian nyeri (P, Q, R, S, T).

3) Sejarah dan head to toe (H)


a) Sejarah
S: Subjektif (Keluhan utama).
A: Alergi (adakah alergi terhadap makanan atau obat-obatan tertentu).
M: Obat (obat-obatan yang sedang dikonsumsi).
P: Riwayat penyakit dahulu.
L: Asupan oral terakhir, apakah benda padat atau cair.
E: Even (Riwayat masuk rumah sakit).

b) Kepala sampai ujung kaki


1) Kepala
2) Leher
3) Dada
4) Perut
5) Ekstermitas

a. Identitas klien

Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan
terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat

b. Identitas Penanggung jawab

Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan
terakhir, pekerjaan, alamat.

c. Riwayat kesehatan :

Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit


kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret
pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang

Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan


sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula
riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.

Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai
data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa
klien.

d. Pengkajian persistem
1). Keadaan umum

2). Tingkat kesedaran : composmetis, apatis, somnolen, sopor, koma

3). TTV

4). Sistem Pernapasan

Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas bunyi
ronchi.

5). Sistem Kardiovaskuler

Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut nadi


bradikardi kemudian takikardi.

6). Sistem Perkemihan

Inkotenensia, distensi kandung kemih

7). Sistem Gastrointestinal

Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami perubahan


selera

8). SistemMuskuloskeletal

Kelemahan otot, deformasi

9). Sistem Persarafan

Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinitus, kehilangan


pendengaran, perubahan penglihatan, gangguan pengecapan .

Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental,


perubahan pupil, kehilangan pengindraan, kejang, kehilangan
sensasi sebagian tubuh.

a. Nervus cranial

N.I : penurunan daya penciuman

N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan


N.III, N.IV, N.VI : penurunan lapang pandang, refleks cahaya
menurun, perubahan ukuran pupil, bola mta tidak dapat mengikuti
perintah, anisokor.

N.V : gangguan mengunyah

N.VII, N.XII :lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada


2/3 anterior lidah

N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh

N.IX , N.X , N.XI jarang ditemukan.

b. Skala Koma glasgow (GCS).

NO KOMPONEN NILAI HASIL

1 Tidak berespon

2 Suara tidak dapat dimengerti, rintihan


1 VERBAL
3 Bicara kacau/kata-kata tidak tepat/tidak
nyambung dengan pertanyaan

4 Bicara membingungkan, jawaban tidak tepat

5 Orientasi baik

1 Tidak berespon

2 Ekstensi abnormal
2 MOTORIK
3 Fleksi abnormal

4 Menarik area nyeri

5 Melokalisasi nyeri

6 Dengan perintah

1 Tidak berespon
3 Reaksi membuka
mata (EYE) 2 Rangsang nyeri

3 Dengan perintah (rangsang suara/sentuh)

4 Spontan

c. Fungsi motorik.
Setiap ekstremitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut yang digunakan secara
internasional :

RESPON SKALA

Kekuatan normal 5

Kelemahan sedang 4

Kelemahan berat (antigravity) 3

Kelemahan berat (not antigravity) 2

Gerakan trace 1

Tak ada gerakan 0

1. KEMUNGKINAN DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Nyeri b.d terputusnya kontuitas jaringan kulit,otot dan vascular

b. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan pusat pernapasan di medula oblongata

c. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hiposksia

d. Perubahan persepsi sensori b.d defisit neorologis.

e. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan TIK.

f. Kerusakan mobilitas fisik b.d imobilitas.

g. Resiko injury b.d kejang.

h. Resiko infeksi b.d kontinuitas yang rusak


i. Resiko gangguan intregritas fisik b.d imobilitas

j. Resiko kekurangan volume cairan b.d mual-muntah.

Analisa Data

no Data Etiologi Problem

1 DS : Terputusnya Nyeri
kontuitas jaringan
-klien mengatakan nyeri di kepala
kulit,otot dan
-klien mengatakan pusing vaskular

-klien mengatakan nyeri seperti ditekan


dan menyebar

DO :

-klien tampak lemah

-klien tampak pucat

-skala nyeri 5

2 DS : Efek nyeri yang Intoleransi aktifitas


menimbulkan pusing
-klien mengatakan nyeri pada bagian
yang memicu
kepala di belakang
terjadinya intoleransi
-klien mengatakan susah berbaring aktifitas
karena nyeri dikepala

-klien mengatakan pusing

DO :

-klien tampak lemas

-Klien susah untuk berbaring

Intervensi Keperawatan
no Dx keperawatan SLKI SIKI

1 Nyeri akut b.d Setelah diberika asuhan Manajemen nyeri


terputusnya kontuita keperawatan selama 3x24
Observasi :
jaringan,kulit,otot dan jam diharapkan tingkat nyeri
vaskular menurun dengan kriteria hasil -identifikasi
: lokasi,karakteristik,durasi,frek
uensi,kualitas,intensitas nyeri
-keluhan nyeri menurun 5
-identifikasi skala nyeri
-meringis menurun 5
-identifikasi faktor yang
-kesulitan tidur menurun 5
memperberat dan meperingan
-tekanan darah membaik 5 nyeri

-pola tidur membaik 5 -monitor efek samping


penggunaan analgetik

Terapeutik :

-berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

-kontrol lingkungan yang


memperberat nyeri

Edukasi :

-jelaskan strategi nyeri

-anjurkan memonitor nyeri


secara mandiri

-ajarkan teknik

nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri

Kolaborasi :

-kolaborasi pemberian
analgetik,jika perlu

2 Intoleransi aktifitas Setelah diberika asuhan Manajemen energi


b.d respon tubuh keperawatan selama 3x24 jam
Observasi :
akibat cedera kepala maka diharapkan aktifitas
membaik dengan kriteria hasil -monitor kelelahan fisik dan
: emosional

-kemudahan dalam -monitor pola dan jam tidur


melakukan aktifitas sehari
-monitor lokasi dan
hari meningkat 5
ketidaknyamanan selama
-perasaan lemah menurun 5 melakukan aktifitas

-keluhan lelah menurun 5 Terapeutik :

-sediakan lingkungan yang


nyaman dan stimulus

-fasilitasi duduk di tepi tempat


tidur

Edukasi :

-anjurkan tirah baring

-anjurkan melakukan aktivitas


secara bertahap

-Kolaborasi :

-kolaborasi dengan hasil gizi


tentang cara meningkatkan
asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. 1989. Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Car. 2 nd ed.
Philadelpia : F.A. Davis Company.

Long; B and Phipps W. 1985. Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process
Approach. St. Louis : Cv. Mosby Company.
Asikin, Z. 1991. Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala. Panatalaksanaan
Penderita dengan Alat Bantu Napas. Jakarta.

Harsono. 1993. Kapita Selekta Neurologi. Jogjakarta : Gadjah Mada University Press

Saanin, S dalam Neurosurgeon. mailto:%20saanin@padang.wasantara.net.id

Cecily, L & Linda A. 2000. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC.

Iskandar. 2004. Cedera Kepala. Jakarta Barat: PT. Bhuana Ilmu Populer.

Suriadi & Rita Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: CV Sagung
Seto

Suzanne CS & Brenda GB. 1999. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta:
EGC

Bajamal, A. 1999. Penatalaksanaan Cidera Otak Karena Trauma. Pendidikan Kedokteran


Berkelanjutan Ilmu Bedah Saraf. Surabaya.

Umar, K. 1998. Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera Kepala Surabaya :
Airlangga Univ. Press.

Umar, K. 2000. Penanganan Cidera Kepala Simposium. Tretes : IKABI.

Vincent, J. 1996. Pharmacology of Oxygen and Effect of Hypoxi. Germanys

Anda mungkin juga menyukai