Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

"KONSEP BERDUKA, KEHILANGAN, DAN KECEMASAN"

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
TK. III B

1.MARESKI CANDRA
2.MIFTAHUL NOVIARTA
3.MUTIA ILMI
4.MUTIARA PATRISWANA
5.NELVA KURNIA PUTRI

DOSEN PEMBIMBING: Ns. Vivi Yuderna S.Kep, M.Kep

PRODI D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT. Yang maha pengasih lagi maha penyayang kami
ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat hidayah-Nya
pada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep kecemasan,
kehilangan,dan berduka” ini dengan baik.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya
maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka
selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi aran dan kritik pada kami sehingga kami
dapat memperbaiki makalah kami dikemudian hari.

Pariaman, 26 September 2020


Penyusun

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang...................................................................................................................

Rumusan Masalah.............................................................................................................

Tujuan.................................................................................................................................

BAB 2 TINJAUAN TEORI


Pengertian kecemasan.......................................................................................................
Pengertian kehilangan...................................................................................................

Pengertian berduka.......................................................................................................

BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................
B. Saran....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BABI
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kecemasan merupakan suatu keadaan yang normal dari manusia untuk
menghadapi situasi tertentu, tetapi juga dapat berubah menjadi gangguan mental jika
berlebihan dan tidak sebanding dengan situasi.
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian
yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti
sesuatu yang kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan
karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi/ego dari diri yang bersangkutan
atau disekitarnya. Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang
perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri
tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang
komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi
yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe
kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami
dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka
dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita
setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah
emosi, mental dan sosial yang serius. Kehilangan dan kematian adalah realitas yang
sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat
berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita.
Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan
keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-
perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian.
Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat
dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter &
Perry, 2005).
B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah kami antara lain:

1. Bagaimana konsep tentang berduka?

2. Bagaimana konsep tentang kehilangan?

3. Bagaimana konsep tentang kecemasan?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah:

 Tujuan umum.

Tujuan umum dari makalah ini adalah selain sebagai tugas dari dosen mata
ajaran spikososial juga penulis ingin mengetahui bagaimana konsep
kehilangan,kematian dan berduka itu sendiri.
 Tujuan Khusus.

a. Untuk mengetahui arti dari kehilangan,kematian dan berduka

b. Untuk mengetahui jenis-jenis berduka dan kehilangan.

c. Untuk mengetahui dampak dan respon berduka dan kehilangan


BAB II

PEMBAHASA
N

A. Berduka

1. Pengertian Berduka

Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan


yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah
tidur, dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian
kehilangan.

NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi
dan berduka disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang
merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun
yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan
fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu
yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun
potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-
kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.

2. Jenis-jenis berduka

(a) Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal
terhadap kehilangan.Misalnya, kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian,
dan menari diri dari aktivitas untuk sementara.
(b) Berduka antisipatif, yaitu proses’melepaskan diri’ yng muncul sebelum
kehilangan atau kematian yang sesungguhnya terjadi.Misalnya, ketika
menerima diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan dan
menyesuaikan beragai urusan didunia sebelum ajalnya tiba
(c) Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap
berikutnya,yaitu tahap kedukaan normal.Masa berkabung seolah-olah
tidakkunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan
dengan orang lain.
(d) Berduka tertutup, yaitu kedudukan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui
secara terbuka.Contohnya:Kehilangan pasangan karena AIDS, anak
mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di
kandungan atau ketika bersalin.

Teori dari Proses Berduka Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat
untuk menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang
hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan
keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka memahami
kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah untuk
mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh
berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
1. Teori Engels Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa
fase yang dapat diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka
maupun menjelang ajal.
a. Fase I (shock dan tidak percaya)

Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik


diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik
termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak
bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
b. Fase II (berkembangnya kesadaran)

Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan


mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah,
frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.
c. Fase III (restitusi)

Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang


hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima
perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan
kehilangan seseorang.
d. Fase IV Menekan

seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum.


Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang
perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.
e. Fase V Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai
diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah
dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.
2. Teori Kubler-Ross Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross
(1969) adalah berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu
sebagai berikut:
a) Penyangkalan (Denial) Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi
apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi
kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau
“Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
b) Kemarahan (Anger) Individu mempertahankan kehilangan dan
mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih
sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini
merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan
merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
c) Penawaran (Bargaining) Individu berupaya untuk membuat perjanjian
dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada
tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang lain.
d) Depresi (Depression) Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul
dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini
memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai
memecahkan masalah.
e) Penerimaan (Acceptance) Reaksi fisiologi menurun dan interaksi
sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada
bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya
menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.
3. Teori Martocchio Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan
yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat
diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang
mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus
dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang
mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
4. Teori Rando Rando (1993), mendefinisikan respon berduka menjadi 3
katagori:
a) Penghindaran Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal
dan tidak percaya.
b) Konfrontasi Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi
ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka
dan kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.

c) Akomodasi Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan


akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan sosial dunia
sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup dengan
kehidupan mereka.

Perbandingan Empat Teori Proses Berduka Engel (1964) Kubler-Ross (1969)


Martocchio (1985) Rando (1991) Shock dan tidak percaya Menyangkal Shock
and disbelief Penghindaran Berkembangnya kesadaran Marah Yearning and
protest Restitusi Tawar-menawar Anguish, disorganization and despair
Konfrontasi Idealization Depresi Identification in bereavement Reorganization /
the out come Penerimaan Reorganization and restitution akomodasi

3. Respons Berduka

Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap


berikut(Kubler-Ross, dalam Potter dan Perry,1997)

Penerimaan, Depresi,Tawar-Menawar,Marah,Pengingkaran.Tahap tersebut


antara lain :
 Tahap Pengingkaran. Reaksi individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya, ataua mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar- benar terjadi.Reaksi
fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan sering kali individu tidak tahu
harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berlangsung selama beberapa menit hingga beberapa
tahun.
 Tahap Marah. Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul
sering diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri.Orang yang mengalami
kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menyerang
orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh dokter atau perawat tidak
berkompeten. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, denyut nadi
cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan seterusnya.
 Tahap Tawar-menawar. Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan
terjadinya kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau
terang-terangan seolah kehilangan tersebut dapat dicegah.Individu mungkin berupaya
untuk melakukan tawar- menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.
 Tahap depresi. Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-
kadang bersikap sangat menurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusan, rasa tidak
berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik ditunjukkan antara lain
menolak makan, susah tidur, letih, dan lain-lain.
 Tahap Penerimaan. Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran
yang selalu berpusat pada objek yg hilang akan mulai berkurang atau bahkan hilang.
Perhatiannya akan beralih pada objek yg baru.Apabila individu dapat memulai tahap
tersebut dan menerima dengan perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri proses
kehilangan secara tuntas.Kegagalan untuk masuk ke proses ini akan mempengaruhi
kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
B. Kehilangan

1. Pengertian kehilangan

Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan


adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal
yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap
atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak
diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan
pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang
kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung
akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Kehilangan
merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau
tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada
menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kehilangan Antara lain :

a) Perkembangan - Anak- anak. Belum mengerti seperti orang dewasa, belum


bisa merasakan. Belum menghambat perkembangan. Bisa mengalami
regresi - Orang Dewasa Kehilangan membuat orang menjadi mengenang
tentang hidup,tujuan hidup, Menyiapkan diri bahwa kematian adalah hal
yang tidak bisa dihindari.
b) Keluarga. Keluarga mempengaruhi respon dan ekspresi kesedihan. Anak
terbesar biasanya menunjukan sikap kuat, tidak menunjukan sikap sedih
secara terbuka.
c) Faktor Sosial Ekonomi. Apabila yang meninggal merupakan penanggung
jawab ekonomi keluarga, beraati kehilangan orang yang dicintai sekaligus
kehilangan secara ekonomi,Dan hal ini bisa mengganggu kelangsungan
hidup.
d) Pengaruh Kultural. Kultur mempengaruhi manifestasi fisik dan emosi.
Kultur ‘barat’ menganggap kesedihan adalah sesuatu yang sifatnya pribadi
sehingga hanya diutarakan pada keluarga, kesedihan tidak
ditunjukan pada orang lain. Kultur lain menggagap bahwa
mengekspresikan kesedihan harus dengan berteriak dan menangis
keras-keras.
e) Agama. Dengan agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa aman.
Menyadarkan bahwa kematian sudah ada dikonsep dasar agama. Tetapi
ada juga yang menyalahkan Tuhan akan kematian.
f) Penyebab Kematian. Seseorang yang ditinggal anggota keluarga dengan
tiba-tiba akan menyebabkan shock dan tahapan kehilangan yang
lebih lama. Ada yang menganggap bahwa kematian akibat kecelakaan
diasosiasikan dengan kesialan.

2. Tipe Kehilangan

Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:

a) Aktual atau nyata Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain,
misalnya amputasi, kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
b) Persepsi hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya;
seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian
dan kebebasannya menjadi menurun.

3. Jenis-jenis Kehilangan

Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:

a) Kehilangan seseorang yang dicintai ( ACTUAL LOSS ) Kehilangan seseorang


yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang
paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana
harus ditanggung oleh seseorang. Kematian juga membawa dampak kehilangan
bagi orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari
ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya
membawa
dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi. Contoh : kehilangan
anggota badan , kehilngan suami/ istri , kehilangan pekerjaan.
b) Kehilangan yang ada pada diri sendiri ( LOSS OF SELF ) Bentuk lain dari
kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang.
Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri,
kemampuanfisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya.
Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau
komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang. Contoh :
misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
c) Kehilangan objek eksternal Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan
milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman
berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada
arti dan kegunaan benda tersebut.
d) Kehilangan lingkungan yang dikenal Kehilangan diartikan dengan terpisahnya
dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang
keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen. Contoh
: pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses
penyesuaian baru.
e) Kehilangan kehidupan/ meninggal Seseorang dapat mengalami mati baik secara
perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada
kematian yang sesungguhnya.

Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian, ada 4 Rentang Respon Kehilangan
Denial Anger Bergaining Depresi Acceptance, yaitu :
1) Fase denial

a) Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan

b) Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”

c) Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak
jantung cepat, menangis, gelisah.
2) Fase anger / marah

1.Mulai sadar akan kenyataan

2.Marah diproyeksikan pada orang lain


3.Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.

4.Perilaku agresif.

3) Fase bergaining / tawar- menawar.

Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan saya “
seandainya saya hati-hati “.
4) Fase depresi

a) Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.

b) Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.

5) Fase acceptance

a) Pikiran pada objek yang hilang berkurang.

b) Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah,
akhirnya saya harus operasi.

4. Dampak Kehilangan.

1. Pada masa anak-anak, kehilangan dapat mengancam kemampuan untuk


berkembang, kadang akan timbul regresi serta rasa takut untuk ditinggalkan atau
dibiarkan kesepian.“Lahir sampai usia 2 tahun” Tidak punya konsep tentang
kematian. dapat mengalami rasa kehilangan dan dukacita. Pengalaman ini menjadi
dasar untuk berkembangnya konsep tentang kehilangan dan dukacita.”2 sampai 5
tahun”Menyangkal kematian sebagai suatu proses yang normal. Melihat kematian
sebagai sesuatu dapat hidup kembali. Mempunyai kepercayaan tidak terbatas
dalam kemampuannya untuk membuat suatu hal terjadi.“5 sampai 8
tahun”Melihat kematian sebagai akhir, tidak melihat bahwa kematian akan terjadi
pada dirinya. Melihat kematian sebagai hal yang menakutkan. Mencari penyebab
kematian. “8 sampai 12 tahun”Memandang kematian sebagai akhir hayat dan
tidak dapat dihindari. Mungkin tak mampu menerima sifat akhir dari kehilangan.
Dapat mengalami rasa takut akan kematian sendiri.
2. Pada masa remaja atau dewas muda, kehilangan dapat menyebabkan disintegrasi
dalam keluarga.Remaja Memahami seputar kematian, serupa dengan orang
dewasa. Harus menghadapi implikasi personel tentang kematian.
menunjukkanperilaku berisiko. Dengan serius mencari makna tentang hidup lebih sadar
dan tentang masa depan.

3. Pada masa dewasa tua, kehilangan khususnya kematian pasangan hidup dapat
menjadi pukulan yang sangat berat dan menghilangkan semangat hidup orang yang
ditinggalkan.

C. Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah rasa khawatir, rasa takut yang tidak jelas sebabnya.Kecemasan
merupakan kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku.Baik tingkah laku
normal maupun tingkah laku yang menyimpang, kedua-duanya merupakan pernyataan,
penampilan, penjelmaan dari pertahanan terhadap kecemasan. Rasa takut ditimbulkan oleh
adanya ancaman, sehingga orang akan menghindar diri dan sebagainya. Kecemasan dapat
ditimbulkan oleh bahaya dari luar maupun dari dalam diri, dan pada umumnya ancaman
itu samar-samar (Gunarsa dan Yulia, 2012).
Kecemasan adalah respon individu terhadap suatu keadaan tidak menyenangkan
dan dialami oleh semua makhluk hidup. Kecemasan merupakan pengalaman emosi dan
subjektif tanpa ada obyek yang spesifik sehingga orang merasakan sesuatu perasaan was-
was (khawatir) seolah-olah ada sesuatu yang buruk akan terjadi dan pada umunya disertai
gejala-gejala otonomik yang berlangsung beberapa waktu (Pieter, H.Z., Janiwarti, B., &
Saragih, M, 2011).

2. Teori Kecemasan
Freud (dalam Andri dan Yenny, 2007) membagi kecemasan menjadi tiga, yaitu:
a. Kecemasan Realitas atau Objektif (Reality or ObjectiveAnxiety)
Suatu kecemasan yang bersumber dari adanya ketakutan terhadap bahaya
yang mengancam di dunia nyata. Kecemasan seperti ini misalnya ketakutan
terhadap kebakaran, angin tornado, gempa bumi, atau binatang buas. Kecemasan
ini menuntun kita untuk berperilaku bagaimana menghadapi bahaya. Tidak jarang
ketakutan yang bersumber pada realitas ini menjadi ekstrim. Seseorang dapat
menjadi sangat takut untuk keluar rumah karena takut terjadi kecelakaan pada
dirinya atau takut menyalakan korek api karena takut terjadi kebakaran.
b. Kecemasan Neurosis (Neurotic Anxiety)
Kecemasan neurosis adalah kecemasan terhadap suatu bahaya yang tidak
diketahui. Perasaan itu sendiri ada dalam Ego, tetapi sumbernya berasal dari Id.
Kecemasan ini mempunyai dasar pada masa kecil, pada konflik antara pemuasan
instingtual dan realitas. Pada masa kecil, terkadang beberapa kali seorang anak
mengalami hukuman dari orang tua akibat pemenuhan kebutuhan id yang implusif.
Terutama sekali yang berhubungan dengan pemenuhan insting seksual atau
agresif.
c. Kecemasan Moral (Moral Anxiety)
Kecemasan ini merupakan hasil dari konflik antara Id dan superego. Secara
dasar merupakan ketakutan akan suara hati individu sendiri. Ketika individu
termotivasi untuk mengekspresikan impuls instingtual yang berlawanan dengan
nilai moral yang termaksud dalam superego individu itu maka ia akan merasa malu
atau bersalah. Pada kehidupan sehari-hari ia akan menemukan dirinya sebagai
“conscience stricken”. Kecemasan moral menjelaskan bagaimana berkembangnya
superego biasanya individu dengan kata hati yang kuat dan puritan akan
mengalami konfllik yang lebih hebat dari pada individu yang mempunyai kondisi
toleransi moral yang lebih longgar.
3. Klasifikasi Tingkat Kecemasan
Pieter dan Janiwarti (2011) membagi kecemasan menjadi empat jenis, yaitu:
a. Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan peristiwa kehidupan
sehari-hari. Lapangan persepsi melebar dan orang akan bersikap hati-hati dan
waspada. Orang yang mengalami kecemasan ringan akan terdorong untuk
menghasilkan kreatifitas. Respon-respon fisiologis orang yang mengalami
kecemasan ringan adalah sesekali mengalami napas pendek, naiknya tekanan darah
dan nadi, muka berkerut, bibir bergetar, dan mengalami gejala pada lambung.
Respon kognitif orang yang mengalami kecemasan ringan adalah lapang
persepsi melebar, dapat menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada
masalah dan dapat menjelaskan masalah secara efektif. Adapun respon perilaku
dan emosi orang yang mengalami kecemasan adalah tidak dapat duduk tenang,
tremor halus pada tangan dan suara kadang-kadang meninggi.

b. Kecemasan Sedang
Pada ansietas sedang tingkat lapang persepsi pada lingkungan menurun dan
mefokuskan diri pada hal-hal penting saat itu juga dan menyampingkan hal lain.
Respon fisiologis dari orang yang mengalami kecemasan sedang adalah sering
napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, diare,
konstipasi, dan gelisah.
Respon kognitif orang yang mengalami kecemasan sedang adalah lapang
persepsi yang menyempit, rangsangan luar suli

c. Kecemasan Berat
Pada kecemasan berat lapangan persepsinya menjadi sangat sempit,
individu cenderung memikirkan hal-hal kecil saja dan mengabaikan hal-hal lain.
Individu sulit berpikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan untuk
memusatkan perhatian pada area lain. Respon-respon fisiologis kecemasan berat
adalah napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, banyak berkeringat, rasa sakit
kepala, penglihatan kabur, dan mengalami ketegangan.
Respon kognitif orang mengalami kecemasan berat adalah lapang persepsi
yang sangat sempit dan tidak mampu menyelesaikan masalah. Adapun respon
perilaku dan emosinya terlihat dari perasaan tidak aman, verbalisasi yang cepat,
dan blocking.
d. Panik
Pada tingkatan panik lapangan persepsi seseorang sudah sangat sempit dan
sudah mengalami gangguan sehingga tidak bisa mengendalikan diri lagi dan sulit
melakukan apapun walau dia sudah diberikan pengarahan. Respon-respon
fisiologis panik adalah napas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi,
dan koordinasi motorik yang sangat rendah. Sementara respon-respon kognitif
penderita panik adalah lapangan persepsi yang sangat sempit sekali dan tidak
mampu berpikir logis. Adapun respon perilaku dan emosinya terlihat agitasi,
mengamuk, dan marah-marah, ketakutan, berteriak-teriak, blocking, kehilangan
kontrol diri dan memiliki persepsi yang kacau. 13

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan


Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan (Untari, 2014), yaitu
a. Usia
Semakin meningkat usia seseorang semakin baik tingkat kematangan
seseorang walau sebenarnya tidak mutlak.
b. Jenis Kelamin
Gangguan lebih sering dialami perempuan daripada laki-laki. Perempuan
memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan subyek yang berjenis
kelamin laki-laki. Dikarenakan perempuan lebih peka terhadap emosi yang pada
akhirnya peka juga terhadap perasaan cemasnya. Perempuan cenderung melihat
hidup atau peristiwa yang dialaminya dari segi detil sedangkan laki-laki cenderung
global atau tidak detail.
c. Tahap Perkembangan
Setiap tahap dalam usia perkembangan sangat berpengaruh pada
perkembangan jiwa termasuk didalamnya konsep diri yang akan mempengaruhi
ide, pikiran, kepercayaan dan pandangan individu tentang dirinya dan dapat
mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain. Individu dengan
konsep diri yang negative lebih rentan terhadap kecemasan.
d. Tipe Kepribadian
Orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami gangguan stress
daripada orang yang memiliki kepribadian B. Orang-orang pada tipe A dianggap
lebih memiliki kecenderungan untuk mengalami tingkat stress yang lebih tinggi,
sebab mereka menempatkan diri mereka sendiri pada suatu tekanan waktu dengan
meniciptakan suatu batas waktu tertentu untuk kehidupan mereka.
e. Pendidikan
Seorang dengan tingkat pendidikan yang rendah mudah mengalami
kecemasan, karena semakin tinggi pendidikan akan mempengaruhi kemampuan
berfikir seseorang.
f. Status Kesehatan
Seseorang yang sedang sakit dapat menurunkan kapasitas seseorang dalam
menghadapi stress.
g. Makna yang Dirasakan
Jika stressor dipersepdikan akan berakibat baik maka tingkat kecemasan
yang akan dirasakan akan berat. Sebaliknya jika stressor dipersepsikan tidak
mengancam dan individu mampu mengatasinya maka tingkat kecemasan yang
dirasakan akan lebih ringan.
h. Nilai-nilai Budaya dan Spiritual
Nilai-nilai budaya dan spiritual dapat mempengaruhi cara berpikir dan
tingkah laku seseorang.
i. Dukungan Sosial dan Lingkungan
Dukungan sosial dan lingkungan sekitar dapat memepengaruhi cara
berpikirseseorang tentang diri sendiri dan orang lain. Hal ini disebabkan oleh
pengalaman seseorang dengan keluarga, sahabat, rekan kerja dan lain-lain.
Kecemasan akan timbul jika seseorang merasa tidak aman terhadap lingkungan.
j. Mekanisme Koping
Ketika mengalami kecemasan, individu akan menggunakan mekanisme
koping untuk mengatasinya dan ketidakmampuan mengatasi kecemasan secara
konstruktif menyebabkan terjadinya perilaku patologis.
k. Pekerjaan
Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupan keluarga. Bekerja bukanlah sumber kesenangan tetapi
dengan bekerja bisa diperoleh pengetahuan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu


kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.
Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya
ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Berduka merupakan respon normal
pada semua kejadian kehilangan.
NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka
disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal. Berduka disfungsional adalah suatu status
yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu
kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan
fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan
persepsi. Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang seseorang yang
dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal,
kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan kehidupan/meninggal.
Elizabeth Kubler- rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu :
pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

B. Saran

Dari makalah ini kami memberikan saran antara lain: 1. Seseorang harus dapat
menerima suatu kehilangan terhadap seseorang atau suatu benda dan selalu berduka jika
mendapat rejeki. 2. Suatu kehilangan atau berduka harus di syukuri oleh seseorang,
khususnya perawat apabila pasien mendapat musibah atau meninggal dunia
DAFTAR PUSTAKA

Budi Anna (1994).Proses Keperawatan.Jakarta:EGC,


Doengoes,Mary,Marlyn (1995).Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan.Edisi 2.Jakarta:EGC
Husain,M. (1993).Pendidikan Keperawatan dan Hubunganya dengan Pengembangan
IPTEK.Bandung:Akper DEPKES RI Share this article : MAKALAH KEHILANGAN

Anda mungkin juga menyukai