Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS CEDERA KEPALA POST


TREPANASI DAN EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu: Ady Waluya, S.Kep., Ners., M.Kep.

Disusun Oleh:

Kelompok 9

Dena Mulya (C1AA19026)


Dinda Trishela (C1AA19028)
Egi Nugraha (C1AA19030)
Elsa Novia Pertiwi (C1AA19032)
Muhamad Nazar Alya G (C1AA19060)
Nuri Salis Safari (C1AA19076)
Vitka Febriani (C1AA19112)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Dengan Kasus Cedera Kepala
Post Trepanasi dan Evidance Based Practice (EBP)” ini dengan tepat waktu.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Kritis yang dibimbing oleh bapak Ady Waluya S.kep.,Ners.,M.Kep
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Kami juga berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan serta wawasan
yang baik bagi pembaca.
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
dan membangun dari para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki
pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang

Sukabumi, November 2022

Kelompok 9
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................2

C. Tujuan...........................................................................................................2

BAB II......................................................................................................................3

PEMBAHASAN......................................................................................................3

A. Pengertian Cedera Kepala.............................................................................3

B. Patofisiologi Cedera Kepala..........................................................................4

C. Manajemen Pengobatan Cedera Kepala.......................................................5

D. Asuhan Keperawatan....................................................................................7

E. Evidance Based Practice Relaksasi...............................................................7

BAB III..................................................................................................................12

PENUTUP..........................................................................................................12

A. Kesimpulan.................................................................................................12

B. Saran............................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik
secara langsung atautidak langsung yang kemudian dapat berakibat pada
gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, yang dapat
bersifat temporer ataupun permanen.
Cedera kepala merupakan peristiwa yang sering terjadi dan
mengakibatkan kelainan neurologis yang serius serta telah mencapai proporsi
epidemik sebagai akibat dari kecelakaan kendaraan. Kadar alkhohol darah
yang melebihi kadar aman telah ditemukan pada lebih dari 50 % pasien cedera
kepala yang ditangani di bagian kedaruratan. Sedikitnya separuh dari pasien
dengan cedera kepala berat mengalami cedera yang signifikan pada bagian
tubuh lainnya (Baughman dan Hackley, 2000).
Di Inggris, setiap tahun sekitar 100.000 kunjungan pasien ke rumah sakit
berkaitan dengan trauma kepala yang 20% di antaranya terpaksa memerlukan
rawat inap. Dua pertiga dari kasus ini berusia di bawah umur 30 tahun, dengan
jumlah laki- laki lebih banyak dari wanita. Di Amerika Serikat, kejadian
cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus dan dari
jumlah tersebut 10% meninggal sebelum tiba di rumah sakit serta yang sampai
di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR),
10% termasuk cedera kepala sedang (CKS) dan 10% sisanya adalah cedera
kepala berat (CKB). Insiden cedera kepala terutama terjadi pada kelompok
usia produktif antara 15-44 tahun.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
akibat trauma yang mencederai kepala, maka perawat perlu mengenal
neuruanatomi, neurofisiologi, neuropatofisiologi dengan baik agar kelainan
dari masalah yang dikeluhkan atau kelainan dari pengkajian fisik yang didapat
bias sekomprehensif mungkin ditanggapi perawat yang melakukan asuhan
pada klien dengan cedera kepala. Cedera kepala meliputi trauma
kepala,tengkorak, dan otak. Secara an atomis otak dilindungi dari cedera oleh
rambut, kulit kepala, serta tulang dan tentorium atau helem yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak akan mudah sekali terkena
cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak tidak dapat
diperbaiki lagi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Cedera Kepala Post Trepanasi ?
2. Bagaimana Patofisiologi Cedera Kepala Post Trepanasi?
3. Bagaimana Manajemen Pengobatan Cedera Kepala Post Trepanasi?
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Post Trepanasi?
5. Bagaimana Evidence Basic Practice Cedera Kepala Post Trepanasi?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Cedera Kepala Post Trepanasi ?
2. Mengetahui Patofisiologi Cedera Kepala Post Trepanasi?
3. Mengetahui Manajemen Pengobatan Cedera Kepala Post Trepanasi?
4. Mengetahui Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Post Trepanasi?
5. Mengetahui Evidence Basic Practice Cedera Kepala Post Trepanasi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Cedera Kepala
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak.
(Pierce Agrace & Neil R. Borlei, 2006 hal 91).Trauma atau cedera kepala di
kenal sebagai cedera otak gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neurologis terjadi karena
robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh masa karena hemoragik,
serta edema serebral sekitar jaringan otak. (Batticaca Fransisca, 2008, hal 96)
Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik
dari fungsi otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan innterstiil dalm
substansi otak tanpa di ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin,
2008,).
Trepanasi atau craniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak
'tempurung kepala dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki
kerusakan otak. Repanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang
kepala yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif.
B. Patofisiologi
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer
dan proses sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang
berkaitan dengan suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat
irreversible untuk sebagian besar daerah otak jejas akson difus pada substasi
alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran berkepanjangan,
gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang merupakan
penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.
1. Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera
primer biasanya fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).
Proses ini adalah kerusakan otak tahap awal yang diakibatkan oleh
benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat dan
arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan
perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak,
perdarahan segera intrakranial, robekan regangan serabut saraf dan
kematian langsung pada daerah yang terkena.
2. Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul
kerusakan primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari
intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia(kekurangan o2
dlm jaringan) dan hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti.
Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan
terjadinya iskemi(defisiensi darah suatu bagian) dan infark otak. Perluasan
kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti
kerusakan sawar darahotak, gangguan aliran darah otak metabolisme otak,
gangguan hormonal, pengeluaran bahan bahan neurotrasmiter dan radikal
bebas.
Trauma saraf proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala
gejala neurologis yang tergantung lokasi kerusakan.Kerusakan sistem saraf
motorik yang berpusat dibagian belakang lobus frontalis akan
mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejal gejala kerusakan lobus
lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan
lobus oksipital akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit pada sisi yang
berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya seperti
dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.Kelainan metabolisme yang
dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya kerusakan di
daerah hipotalamus. rusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi
hepertermi. Lesi di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena
kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari
pertama setelah trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya hormon
ADH dari daerah belakang hipotalamus yang berhubungan dengan
hipofisis.
Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan
melalui urine dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya
menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga disebabkan
keadaan perangsangan pusat pusat yang mempengaruhi metabolisme
karbohidrat didalam batang otak.Batang otak dapat mengalami kerusakan
langsung karena benturan atau sekunder akibat fleksi atau torsi akut pada
sambungan serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah atau
karena penekanan oleh herniasi unkus.
C. Manajemen pengobatan cedera kepala
Pengobatan akan disesuaikan dengan tingkat keparahan cedera yang
dialami. Secara umum, dokter akan membantu dengan pemberian obat-obatan,
terapi, atau melakukan operasi jika diperlukan. Penjelasannya sebagai berikut:
1. Obat-obatan
Penderita cedera kepala ringan biasanya tidak memerlukan tindakan medis
khusus karena kondisinya dapat membaik dengan beristirahat. Untuk
meredakan nyeri yang mungkin dirasakan, dokter akan menganjurkan
penderita untuk mengonsumsi paracetamol. Penderita perlu menghindari
penggunaan obat antiinfalamasi golongan NSAID, seperti ibuprofen atau
aspirin, tanpa instruksi dokter. Pasalnya, hal ini dikhawatirkan dapat
meningkatkan risiko perdarahan dalam otak. Jika cedera kepala tergolong
sedang atau berat, dokter mungkin akan memberikan obat antikejang
untuk menekan risiko kejang yang biasa terjadi seminggu setelah trauma.
Dokter juga dapat memberikan obat diuretik untuk mengurangi tekanan di
dalam otak dengan mengeluarkan cairan dari jaringan otak. Pada cedera
kepala yang parah hingga menyebabkan kerusakan pembuluh darah,
dokter dapat memberikan obat penenang agar pasien bisa tertidur dalam
waktu yang lama (induced coma). Hal ini dilakukan untuk meredakan
tekanan dan beban kerja otak yang tidak dapat menerima oksigen dan
nutrisi seperti biasanya. Selain itu, untuk pasien yang mengalami
gangguan memori, kognitif, atau perilaku karena kerusakan otak, dokter
dapat memberikan obat neuroprotektor, seperti citicoline. Obat ini dapat
membantu meningkatkan perbaikan fungsi otak pada pasien cedera kepala.
2. Terapi
Bagi pasien yang mengalami cedera kepala sedang hingga berat, terapi
atau rehabilitasi mungkin diperlukan untuk memperbaiki dan
mengembalikan kondisi fisik dan fungsi saraf. Serangkaian terapi yang
biasa disarankan meliputi:

 Fisioterapi, untuk mengembalikan fungsi saraf atau otot yang


terganggu akibat gangguan pada otak akibat cedera
 Terapi kognitif dan psikologis, untuk memperbaiki gangguan perilaku,
konsentrasi, daya pikir, atau emosi yang terjadi setelah cedera kepala
 Terapi okupasi, untuk membantu pasien kembali menyesuaikan diri
dalam menjalankan aktivitas sehari-hari
 Terapi wicara, untuk memperbaiki kemampuan berbicara dan
berkomunikasi pasien
 Terapi rekreasi, untuk melatih pasien menikmati waktu senggangnya
dan menjalin hubungan sosial melalui kegiatan-kegiatan yang
menyenangkan

Dokter biasanya akan mengedukasi keluarga dan kerabat pasien mengenai


terapi lanjutan yang dapat dilakukan di rumah setelah pasien keluar dari
rumah sakit.

3. Operasi
Jenis dan tujuan operasi akan disesuaikan dengan keparahan kondisi dan
masalah yang terjadi akibat cedera kepala. Umumnya, operasi dilakukan
jika cedera kepala telah menyebabkan beberapa kondisi di bawah ini:

 Perdarahan dalam otak yang berat


 Patah tulang tengkorak yang melukai otak
 Terdapat benda asing di dalam otak
Cedera kepala post trepanasi dapat dicegah agar tidak terjadi dan dapat
ditangani salah satunya dengan cara Terapi komplementer head up 30 derajat
pada cedera kepala post trepanasi. Posisi head up 30 derajat adalah cara
memposisikan kepala seseorang lebih tinggi sekitar 30 derajat dari tempat
tidur bertujuan untuk menurunkan tekanan intracranial dan juga dapat
meningkatkan oksigen ke otak,meningkatkan perfusi jaringan serebral
sehingga mampu mempercepat proses penyembuhan

D. Asuhan Keperawatan Cedera Kepala

1. Pengkajian
a. Data
1) Nama
2) Tempat tanggal lahir
3) Umur
4) Status
5) Anak
6) Agama
7) Alamat
b. Riwayat kesehatan
1) Dahulu
2) Sekarang

2. Data Fokus
a. Breathing
Pengkajian breathing yaitu : pergerakan otot dada,pergerakan otot
bantu napas, frekuensi nadi teganagan dan irama nadi, suara
tambahan, batuk ada,(produktif atau tidak produktif),sputum(warna
dan kosistensi),pemakaian alat bantu napas.
b. Blood
Pengkajian blood meliputi : suara jantung irama jantung ,capillry refill
time (CRT),jugularis vena presurre(JVP), edema.
c. Brain
Pengkajaian brain meliputi : tingkat kesadaran, periksa kepala (raut
muka, bibr, mata, sclera,kornea,eksopthalamus,gerakan bola mata,
kornea,presepsi sensorik.)
d. Bladder
Pengkajian bladder meliputi : urin (warna, jumlah , bau, penggunaan
kateter,)
e. Bowel
Pemeriksaan bowel meliputi : mukosa bibir, lidah, keadaan gigi, nyeri
telan ,didtensi abdomen, peristalatik usus, mual dan muntah,
penggunaan NGT. Diare.
f. Bone
Pengkajian bone meliputi : turgo kulit, pendarahan kulit, ( akral
dingin, panas,hangat.)

3. Penatalaksanaan Medis
a. Praoperasi
Pada penatalaksaan bedah intrakranial praoperasi pasien diterapi
denganmedikasi antikonvulsan (fenitoin) untuk mengurangi resiko
kejang pascaoperasi. Sebelum pembedahan, steroid (deksametason)
dapat diberikan untuk mengurangai edema serebral. Cairan dapat
dibatasi. Agens hiperosmotik (manitol) dan diuretik (furosemid) dapat
diberikan secara intravena segera sebelum dan kadang selama
pembedahan bila pasien cenderung menahan air, yang terjadi pada
individu yang mengalami disfungsi intrakranial.
Kateter urinarius menetap di pasang sebelum pasien dibawa ke
ruang operasi untuk mengalirkan kandung kemih selama pemberian
diuretik dan untuk memungkinkan haluaran urinarius dipantau. Pasien
dapat diberikan antibiotik bila serebral sempat terkontaminasi atau
deazepam pada praoperasi untuk menghilangkan ansietas.
Kulit kepala di cukur segera sebelum pembedahan (biasanya di
ruang operasi) sehingga adanya abrasi superfisial tidak semua
mengalami infeksi.
b. Pascaoperasi
Jalur arteri dan jalur tekanan vena sentral (CVP) dapat dipasang
untuk memantau tekanan darah dan mengukur CVP. Pasien mungkin
atau tidak diintubasi dan mendapat terapi oksigen tambahan.
1) Mengurangi Edema Serebral Terapi medikasi untuk mengurangi
edema serebral meliputi pemberian manitol, yang meningkatkan
osmolalitas serum dan menarik air bebas dari area otak (dengan sawar
darah otak utuh). Cairan ini kemudian dieksresikan malalui diuresis
osmotik.
2) Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang Asetaminofen biasanya
diberikan selama suhu di atas 37,50C dan untuk nyeri. Sering kali
pasien akan mengalami sakit kepala setelah kraniotomi, biasanya
sebagai akibat syaraf kulit kepala diregangkan dan diiritasi selama
pembedahan. Kodein, diberikan lewat parenteral, biasanya cukup
untuk menghilangkan sakit kepala.
3) Memantau Tekanan Intrakranial Kateter ventrikel, atau beberapa tipe
drainase, sering dipasang pada pasien yang menjalani pembedahan
untuk tumor fossa posterior. Kateter disambungkan ke sistem drainase
eksternal. Kepatenan kateter diperhatikan melalui pulsasi cairan dalam
selang. TIK dapat di kaji dengan menyusun sistem dengan sambungan
stopkok ke selang bertekanan dan tranduser. TIK dalam dipantau
dengan memutar stopkok. Perawatan diperlukan untuk menjamin
bahwa sistem tersebut kencang pada semua sambungan dan bahwa
stopkok ada pada posisi yang tepat untuk menghindari drainase cairan
serebrospinal, yang dapat mengakibatkan kolaps ventrikel bila cairan
terlalu banyak dikeluarkan.
4. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pasca bedah
intrakranial atau kraniotomi adalah sebagai berikut :
a. Peningkatan tekanan intracranial
b. Perdarahan dan syok hipovolemik
c. Ketidakseimbangan cairan dan elekrolit
d. Infeksi
e. Kejang

5. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d tumor otak
( mis, gangguan serebrovaskular, penyakit neurologis, trauma, tumor
) ( 00201)
b. Nyeri kronis b.d infiltrasi otak , (00133)
c. Kesiapan meningkatkan nutrisi (00163) b.d menyatakan keinginan
untuk meningkatakan nutrisi
6. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Keperawatan NOC NIC
1. Resiko Ketidakefektifan perfusi
Status sirkulasi Manajemen edema serebral ( 2540) :
jaringan otak b.d tumor
Perfusi jaringan serebral (0406) Setelah 1. Monitoring adanaya kebingungan, perubahan
otak(mis,gangguan serebrovaskular,
dilakukan tindakan keperawatan selama pikir, keluhan pusing pingsan.
penyakit neurologis, trauma, tumor )
3.x24 jam, klien mampu men-capai : 2. Monitoring tanda– tanda vital
( 00201)
Status sirkulasi dengan indikator: 3. Monitoring TIK dan CPP
1. Tekanan darah sistolik (040613) 4. Monitoring status pernapasan : frekuensi irama,
2. Sakit kepala (040603) kedalaman pernapasan.
3. Kegelisahan (040605)
4. Kelesuan (040606)
5. Penururnana tingkat kesadaran
(040619)
2. Nyeri kronis b.d infiltrasi otak. ( Kontrol nyeri (1605) Setelah Manajemen nyeri ( 1400)
00133) dilakukan asuhan keperawatan selam 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang
3x 24 jam, klien dapat : Mengontrol meliputi lokasi, karakteristik, konsep/durasi,
nyeri dengan indikator : frekuensih, kualitas, intensitas atau beratnya
1. Menegenali kapan nyeri terjadi nyeri dan faktor pencetus
(160502) 2. Pastikan perawatan anagelsik bagi pasien
2. Menggunakan tindakan dilakukan pemantauan ketat
pengurangan (nyeri) 3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik
menggunakan nalgesik 4. Ajarkan prinsip- prinsip manajemen nyeri
yang terekomedasikan 5. Dorong mengunakan menggunakan peneirin
(1600505) nyeri yang adekuat
3. Melaporkan perubahan 6. Kolaborasi dengan pasien dan tim kesehatan
terhadap gejala nyeri lainnya untuk implementasi penururnan
pada profesional kesehatan nyeri. frekuensi, kualitas, intensitas atau
(160513) beratnya nyeri dan faktor pencetus
4. Melaporkan gejala yang tidak
terkontrol pada profesional
kesehatan (160507)
5. Melaporkan nyeri yang
terkontrol (160511).
3. Kesiapan meningkatkan nutrisi Status nutrisi asupan nitrisi Manajemen nutrisi ( 1100)
(00163) b.d menyatakan keinginan (1009). Setelah dilakukan asuhan 1. Tentukan stasus gizi pasien untuk memenuhi
untuk meningkatakan nutrisi. keperawatan selam 3x 24 jam, klien keutuhan gizi
dapat : 2. Identifikasi adanya alergi
Mengontrol nyeri, dengan indikator : 3. Tentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
1. Asupan kalori (100901) dibutuhkan.
2. Asupan protein (100902) 4. Atur diet yang di perlukan
3. Asupan lemak (100903) 5. Ciptakan lingkuangan yang aptimal
4. Asupan karbonhidrat (100904) 2. Bantu pasien memebersihkan mulut.
5. Asupan serat (1009010)
6. Asupan vitamin (100905).
7. Implementasi
Implementasi keperawatan yang merupakan komponen proses
keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan
yang diperlukan mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup
melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan
sehari-hari, memberikan arahan perawatan untuk mencapai tujuan yang
berpusat pada klien, mengevaluasi kerja anggota staff, dan mencatat serta
melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan kesehatan
berkelanjutan dari klien.
8. Evaluasi
Dokumentasi evaluasi adalah merupakan catatan tentang indikasi
kemajuan pasien terhadap tujuan yang dicapai. Evaluasi bertujuan untuk
menilai keefektifan parawatan dan untuk mengkomunikasikan status
pasien dari hasil tindakan keperawatan.
Terdapat dua tipe evaluasi keperawatan menurut yaitu; evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif terjadi secara periodik
selama pemberian perawatan, sedangkan evaluasi sumatif terjadi pada
akhir aktivitas, seperti diakhir penerimaan, pemulangan atau pemindahan
ke tempat lain, atau diakhir kerangka waktu tertentu, seperti diakhir sesi
penyuluhan
E. Evidence Basic Practice

No Topik Tahun Peneliti Metode Populasi Dan Hasil Kesimpulan


Sampel
1 Hubungan 2021 Zuhroida Penelitian Populasi yang Hasil uji menunjukkan adanya Terdapat hubungan yang sangat
Skor Awal h, dkk ini digunakan adalah hubungan antara Skor Awal kuat antara skor awal GCS
Gcs Dengan mengguna semua pasien cedera GCS dengan Outcome pada dengan outcome (TRISS) pasien
Outcome kan kepala di IGD Pasien Cedera Kepala dengan cedera kepala di IGD Rumah
Pada Pasien metode Rumah Sakit X di nilai p =0.00 < 0.05,nilai Sakit X di Pasuruan. Semakin
Cedera observasio Pasuruan. Besar korelasi 0.402 yang berarti tinggi skor awal GCS maka
Kepala nal sampel yang terdapat hubungan sangat erat semakin tinggi pula nilai Trauma
analitik digunakan adalah 53 dan bersifat positif, setiap terjadi and Injury Severity Score atau
dengan responden penurunan GCS maka nilai kemungkinan hidup pasien
pendekata TRISS juga akan menurun. cedera kepala di IGD Rumah
n desain Hasil penelitian ini memperkuat Sakit X di Pasuruan, demikian
cross indikasi tentang pentingnya pula sebaliknya jika nilai skor
sectional. penanganan yang tepat dan awal GCS rendah.
segera pada penderita yang
mengalami penurunan GCS
diawal kejadian trauma.
2 Efektifitas 2018 Nuh Penelitian Populasi pasien Hasil Menunjukkan bahwa Pengaturan posisi head up 300
Elevasi Huda ini Rumah Sakit MAP rata-rata adalah 100 pada pasien cidera kepala
Kepala 300 mengguna Keluarga Mitra di mmHg dan rata- rata GCS memberikan hasil yang lebih
Dalam kan desain Surabaya Post- adalah 12,4. Berdasarkan t-tes baik yaitu mampu meningkatkan
Meningkatka kelompok optrepanasitraumake tes dipasangkan dengan tingkat perfusi jaringanserebral,
n Perfusi kontrol pala pada bulan signifikansi α = 0,005 Diperoleh sehingga mampu mempercepat
Serebral Pada non Desember 2012- P = 0,000 berarti ada proses penyembuhan pasien yang
Pasien Post quivalent. Februari 2013. peningkatan perfusi serebral cidera kepala. Tetapi hal ini perlu
Trepanasi Sampel penelitian 15 secara efektivitas dengan elevasi kewaspadaan khusus pada pasien
Pasien dengan post- kepala 300 . Perfusi pada pasien yang di tengarahi cidera kepala
op trauma kepala. dengan pasca-op trepanasi dengan fraktur basis cranii yaitu
setelah 8 jam. Elevasi kepala perlu dilakukan pengaturan
300 dapat meningkatkan perfusi posisi yang berbeda yaitu lebih
serebral pada pasien. Penelitian dianjurkan pada posisi flat.
ini perlu direkomendasikan
kepada praktisi
kesehatan/keperawatan untuk
memberikan posisi head-up 300
untuk meningkatkan perfusi
serebral
3 Evektivitas 2018 Nugroho Metode Populasi dalam Skala nyeri dari sebelum dan penelitian ini adalahSetelah
manajemen priyo penelitian penelitian ini adalah sesudah dilakukan guide dilakukan tindakan guide
nyeri dengan handono yang semua pasien cedera imagery relaxation: imagery relaxation dengan
guided digunakan kepala di RSUD Sebelum dilakukan tindakan menggunakan musik ,dan
imagery mengguna dr.Soediran Mangun guide imagery relaxation membimbing untuk berimajinasi
relaxation kan jenis Sumarso Wonogiri. didapatkan bahwa ada 2 orang selama kurang lebih 15-30 menit
pada pasien penelitian responden mengalami skala didapatkan bahwa TN.E dengan
cedera kepala studi kasus nyeri berat, 2 orang responden cedera kepala ringan dari skala
mengalami nyeri sedang dan 1 nyeri 8 menjadi skala nyeri 6,
(case orang responden mengalami NY.S dengan cedera kepala
study). nyeri dengan skal ringan. Data sedang dari skala nyeri 9 menjadi
ini diambil dari pemeriksaan skala nyeri 5 , TN.S dengan
dengan wawancara langsung cedera kepala ringan dari skala
terhadap pasien dan keluarga. nyeri 4 menjadi skala nyeri
Setelah dilakukan tindakan 2,NY.B dengan cedera kepala
guide imagery relaxation ringan dari skala nyeri 6 menjadi
didapatkan bahwa ada, 1 orang skala nyeri 2, dan NY.K dari
responden mrngalami nyeri skala nyeri 7 menjadi 3 .Maka
sedang dan 4 orang responden terjadi selisih penurunan skala
mengalami nyeri dengan skala nyeri pada kelima responden
ringan. yang ada
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini yaitu Cedera kepala adalah trauma
mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung atautidak langsung
yang kemudian dapat berakibat pada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik,
kognitif, psikososial, yang dapat bersifat temporer ataupun permanen.
Cedera kepala merupakan peristiwa yang sering terjadi dan
mengakibatkan kelainan neurologis yang serius serta telah mencapai proporsi
epidemik sebagai akibat dari kecelakaan kendaraan. Kadar alkhohol darah
yang melebihi kadar aman telah ditemukan pada lebih dari 50 % pasien cedera
kepala yang ditangani di bagian kedaruratan. Sedikitnya separuh dari pasien
dengan cedera kepala berat mengalami cedera yang signifikan pada bagian
tubuh lainnya (Baughman dan Hackley, 2000).
Cedera kepala post trepanasi dapat dicegah agar tidak terjadi dan dapat
ditangani salah satunya dengan cara Terapi komplementer head up 30 derajat
pada cedera kepala post trepanasi.
B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini dapat membantu untuk
mengetahui apa itu Asuhan Keperawatan Dengan Kasus Cedera Kepala
Post Trepanasi Dan Evidence Based Practice (Ebp). Kami mengetahui
makalah ini jauh dari kata sempurna tetapi semoga dengan adanya EBP
dapat membantu dalam Asuhan Keperawatan Dengan Kasus Cedera
Kepala Post Trepanasi dimasa pandemic dan era new normal.
DAFTAR PUSTAKA

Zuhroidah, I., Toha, M., Sujarwadi, M., & Huda, N. (2021). Hubungan Skor Awal
GCS dengan Outcome pada Pasien Cedera Kepala. JI-KES (Jurnal Ilmu
Kesehatan), 5(1), 51-56.

Huda, N. (2017). Efektifitas Elevasi Kepala 300 Dalam Meningkatkan Perfusi


Serebral Pada Pasien Post Trepanasi di Rumah Sakit Mitra Surabaya.
Jurnal Ilmiah Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya, 12(1), 1137-
1144

Handono, N. P., Sulistyaningsih, A., & Priyatno, J. (2018). EFEKTIVITAS


MANAJEMEN NYERI DENGAN GUIDED IMAGERY RELAXATION
PADA PASIEN CEDERA KEPALA DI RSUD DR. SOEDIRAN
MANGUN SUMARSO WONOGIRI. Jurnal Keperawatan GSH, 7(1), 5-9.

Wahidin.(2020).Penerapan Teknik Head Up 30° Terhadap Peningkatan Perfusi


Jaringan Otak Pada Pasien Yang Mengalami Cedera Kepala Sedang.
Nursing Science Journal (Nsj). Volume 1, Nomor 1, Juni 2020.

Alpina, N., & Suharno, M. (2016). Analisis Praktek Klinik Keperawatan pada
Klien dengan Post Operasi Trepanasi EC Cedera Kepala dalam Masa
Penyapihan Ventilator Mekanik dengan Intervensi Inovasi Komunikasi
Terapeutik terhadap Disfungsi Respon Penyapihan Ventilator di Ruang
ICU RSUD Taman Husada Bontang Tahun 2016.

Savitri, E. W. (2021). Sebuah Study Kasus tentang Asuhan Keperawatan pada


Pasien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan: Cedera Kepala
Ringan. Elisabeth Health Jurnal, 6(2), 157-159.

https://www.academia.edu/28519684/Post_op_Trepanasi

https://www.academia.edu/10612648/LPcedera_kepala_dengan_trepanasi

Anda mungkin juga menyukai