Disusun Oleh :
JURUSAN KEPERAWATAN
2022/2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kami ucapkan kepada Tuhan YME atas rida dan rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan Makalah ini yang berjudul “ PENATALAKSANAAN PASIEN
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1.2.Rumusan Masalah
1.3.Tujuan
2.1.1.Definisi
2.1.2.Etiologi
2.1.3.Patofisiologi
2.1.5.Klasifikasi
2.1.6.Terapi/Penatalaksanaan
2.1.7.Komplikasi
2.2.1.Pengkajian
2.2.2.Diagnosa
2.2.3.Intervensi
2.2.4.Implementasi
2.2.5.Evaluasi
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala adalah penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia
produktif dan sebagian besar terjadi karena kecelakaan lalu lintas (Mansjoer,2007).
Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000 mengalami
cedera cukup berat yang memerlukan perawatan dirumah sakit, dua pertiga berusia dibawah
30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah wanita, lebih dari
setengah semua pasien cedera kepala mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh
lainya. (Smeltzer and Bare, 2012 ).
Terdapat jenis-jenis cedera kepala antara lain cedera kepala ringan, kepala sedang, dan
kepala berat. Asuhan keperawatan cedera kepala atau askep cedera kepala baik cedera kepala
ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat harus ditangani secara serius. Cedera
pada otak dapat mengakibatkan gangguan pada system syaraf pusat sehingga dapat terjadi
penurunan kesadaran. Berbagai pemeriksaan perlu dilakukan untuk mendeteksi adanya trauma
dari fungsi otak yang diakibatkan dari cedera kepala.
Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban kerumah sakit,
penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan
prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisik umum serta
neurologis harus dilakukan secara serentak. Tingkatkeparahan orang terkena cedera kepala
akan menjadi ringan dan bisa segeraditentukan saat pasien tiba di rumah sakit. (Sjahrir, 2014).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Jelaskan mengenai konsep penyakit Trauma Kapitis yang mencakup Definisi, Etiologi,
Patofisiologis, Tanda dan Gejala, Klasifikasi, Terapi/Penatalaksanaan dan
Komplikasi!
2. Uraikan mengenai konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Trauma Kapitis!
3. Buatlah satu contoh Asuhan Keperawatan dengan mengambil satu contoh kasus!
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah:
1. Mahasiswa dapat mengetahui mengenai konsep penyakit Trauma Kapitis.
2. Mahasiswa dapat mengetahui mengenai konsep Asuhan Keperawatan penyakit
Trauma Kapitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit
1. Definisi Penyakit
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung maupun
tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur tulang
tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta
mengakibatkan gangguan neurologis. Cedera kepala merupakan suatu proses terjadinya
cedera langsung maupun deselerasi terhadap kepala yang dapat menyebabkan kerusakan
tengkorak dan otak (Mawarni, 2020).
2. Etiologi
Kejadian cedera kepala bervariasi mulai dari usia, jenis kelamin, suku, dan faktor
lainnya. Kejadian-kejadian dan prevalensi dalam studi epidemiologi bervariasi berdasarkan
faktor -faktor seperti nilai keparahan, apakah disertai kematian, apakah penelitian dibatasi
untuk orang yang dirawat di rumah sakit dan lokasi penelitian (Agustin 2020).
Penyebab cedera kepala berat adalah :
a) Trauma tajam Trauma oleh benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat dan
menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi kontusio serebral, hematom
serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak
atau hernia.
b) Trauma tumpul Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh
(difusi). Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk yaitu cedera
akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple
pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak atau
kedua-duanya. Akibat trauma tergantung pada :
Kekuatan benturan (parahnya kerusakan)
Akselerasi dan Deselerasi
Cup dan kontra cup
Cedera cup adalah kerusakan pada daerah dekat yang terbentur. Sedangkan cedera
kontra cup adalah kerusakan cedera berlawanan pada sisi desakan benturan.
Lokasi benturan
Rotasi
Pengubahan posisi pada kepala menyebabkan trauma regangan dan robekan
substansia alba dan batang otak
Depresi fraktur Kekuatan yang mendorong fragmen tulang turun menekan otak
lebih dalam. Akibatnya CSS (Cairan Serebro Spinal) mengalir keluar ke hidung,
telinga → masuk kuman → kontaminasi dengan CSS → infeksi →kejang.
3. Patofisiologi
Secara umum trauma kapatisterbagi menjadi trauma primer dan trauma sekunder,
trauma primer ini dapat berasar dari berbagai bentuk kekuatan seperti akselerasi, rotasi,
kompresi, dan distensi sebagai akibat dari proses akelerasi dan diselerasi. Kekuatan-
kekuatan ini mnyebabkantekanan pada tulang tengkorak yang dapat mempengaruhi glia,
neuron, dan pembuluh darah. Selanjutnya menyebabkan kerusakan fokal, multifocal
maupun difus pada otak. Trauma otak dapat mlibatkan parenkim otak dan pembuluh darah
otak, trauma pada parenkim dapat berupa laserasi, konstusio, ataupun diffuse axonal injuri
(DAI), sedangkan trauma pada pembuluh darah otak dapat berupa perdarahan epidural,
subaraknoid, subdural, dan intraserebralyang dapat dilihat pada CT-Scan. Trauma sekunder
merupakan lanjutan dari trauma primer, hal ini terjadi karena adanya biokimia,
peradangan, pengaruh neurotransmitter, gangguan autoregulasi,neuroapoptosis, dan
inokulasi bakteri (indharty, 2012).
Faktor intrakanial (lokal) yang mempengaruhi trauma otak ekunder adalah adanya
hematoma intracranial, iskemik otak akibat penurunan perfusi jaringan diotak, herniasi,
penurunan tekanan arterial otak, tekanan intracranial yang meningkat, infeksi, demam,
vasospasme, dan kejang, sebaliknya, faktor ekstrakranial (sistemik) yang mempengaruhi
trauma otak sekunder dikenal dengan istilah “nine deadly H’s” meliputi heprkapnia,
hipokapnia, hipoksemia, hipotensi, hipertermi, hiperglikemi, hipoglikemi, hiponatremi,
hipoproteinemia, serta hemostasis (Indharty, 2012)
4. Tanda dan Gejala
Pada pemeriksaan klinis biasa yang dipakai untuk menentukan cedera kepala
menggunakan pemeriksaan GCS yang dikelompokkan menjadi cidera kepala ringan,
sedang, dan berat seperti diatas. Nyeri yang menetap atau setempat, biasanya
menunjukkan adanya fraktur :
a. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur
b. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CCS keluar dari telinga dan hidung
c. Laserasi atau kontusio otak ditunjukkan oleh cairan spinal berdarah (Nurarif, Amin
Huda; Kusuma, Hardhi, 2016).
Kondisi cedera kepala yang dapat terjadi antara lain:
Komosio serebri
Tidak ada jaringan otak yang rusak, tatapi hanya kehilangan funsi otak sesaat
(pingsan <10 menit) atau amnesia pasca cedera kepala (Nurarif, Amin Huda; Kusuma,
Hardhi, 2016)
Kontusio serebri
Adanya kerusakan jaringan otak dan fungsi otak (pingsan > 10 menit) atau
terdapat lesi neurologik yang jelas. Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar
terjadi di lobus frontal dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi pada setiap
bagian dari otak. Kontusio serebri dalam waktu beberapa jam atau hari, dapat berubah
menjadi peradarahan intraserebral yang membutuhkan tindakan operasi (Nurarif, Amin
Huda; Kusuma, Hardhi, 2016)
Lasserasi serebri
Kerusakan otak yang luas disertai robekan durameter serta fraktur terbuka pada
kranium (Nurarif, Amin Huda; Kusuma, Hardhi, 2016)
Epidural hematom (EDH)
Hematom antara durameter dan tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah
robeknya arteri meningea media. Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan
ketidaksamaan neurologis sisi kiri dan kanan. Gambaran CT Scan area hiperdens
dengan bentuk bokonvek atau lentikuler diantara 2 sutura. Jika perdarahan >20 cc atau
>1 cm midline shift > 5mm dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan (Nurarif,
Amin Huda; Kusuma, Hardhi, 2016)
Subdural hematom (SDH)
Hematom dibawah lapisan durameter dengan sumber peradarahan dapat berasal
dari Bridging vein, a/v cortical. Sinus venous. Subdural hematom adalah terkumpulnya
darah antara durameter dan jaringan otak, dapat terjadi akut atau kronik. Terjadi akibat
pecahnya pembuluh darah vena, peradarahan lambat dan sedikit. Periode akut dapat
terjadi dalam 48 jam- 2 hari, 2 minggu atau beberapa bulan. Gejala-gejalanya adalah
nyeri kepala, bingung, mengantuk, berpikir lambat, kejang dan udem pupil, dan secara
klinis ditandai dengan penurunan kesadaran, disertai adanya lateralisasi yang
paling sering berupa hemiparese/plegi. Pada pemeriksaan CT scan didapatkan
gambaran hiperdens yang berupa bulan sabit (cresent). Indikasi operasi jika perdarahan
tebalnya > 1cm dan terjadi pergeseran garis tengan > 5 mm (Nurarif, Amin Huda;
Kusuma, Hardhi, 2016).
SAH (Subarachnoid Hematom)
Merupakan perdarahan fokal di daerah subarachnoid. Gejala klinisnya
menyerupai kontusio serebri. Pada pemeriksaan CT scan di dapatkan lesi hiperdens
yang mengikuti arah girus-girus serebri di daerah yang berdekatan dengan hematom
(Nurarif, Amin Huda; Kusuma, Hardhi, 2016)
ICH (Intracerebral hematom)
Adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat robekan
pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Pada pemeriksaan CT scan didapatkan
lesi perdarahan di antara neuron otak yang relatif normal. Indikasi dilakukan operasi
adanya daerah hiperdens, diameter > 3 cm, perifer, adanya pergeseran garis tengah
(Nurarif, Amin Huda; Kusuma, Hardhi, 2016)
Fraktur basis kranii
Biasanya,melibatkan tulang temporal, oksipital,sphenid dan etmoid. Terbagi
menjadi fraktur basis kranii anterior dan posterior. Pada fraktur anterior melibatkan
tulang temporal, oksipital, sedangkan fraktur posterior melibatkan tulang temporal,
oksipital dan beberapa bagian tulang sphenoid. Tanda terdapat fraktur basis kranii
antara lain:
Ekimosis perorbital
Ekimosis mastoid
Keluar darah beserta cairan serebrospinal dari hidung atau telinga
Kelumpuhan nervus cranial (Nurarif, Amin Huda; Kusuma, Hardhi, 2016). Menurut
(Krisanty, et al., 2009) manifestasi klinik dibagi :
a. Peningkatan TIK, dengan manifestasi berikut :
Trias TIK: penurunan tingkat kesadaran, gelisah/ iritable, papil edema,
muntah proyektil
Penurunan fungsi neurologis, seperti: perubahan bicara, perubahan reaksi
pupil, sensori motorik berubah
Sakit kepala, mual, pandangan kabur (diplopia)
b. Fraktur tengkorak, dengan manifestasi sebagai berikut:
CSF atau darah mengalir dari telinga dan hidung
Perdarahan dibelakang membran timpani
Periorbital ekhimosis
Battle’s sign (memar di daerah mastoid)
c. Kerusakan saraf cranial dan telinga tengah dapat terjadi saat kecelakaan terjadi
atau kemudian dengan manifestasi sebagai berikut :
Perubahan penglihatan akibat kerusakan nervus optikus
Pendengaran berkurang akibat kerusakan nervus audiotory
Hilangnya daya penciuman akibat kerusakan nervus olfaktorius
Pupil dilatasi, ketidakmampuan mata bergerak akibat kerusakan nervus
okulomotor
Vertigo akibat kerusakan otolith di telinga tengah
Nistagmus karena kerusakan sistem vestibular
d. Komosio serebri, dengan manifestasi sebagai berikut:
Sakit kepala- pusing
Retrograde amnesia
Tidak sadar lebih dari atau sama dengan 5 menit
Kontusio serebri, dengan manifestasi sebagai berikut : Terjadi pada injuri berat,
termasuk fraktur servikalis
Peningkatan TIK
Tanda dan gejala herniasi otak
5. Klasifikasi
Klasifikasi Penilaian Trauma Kapitis dapat dinilai menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS) (Tim Pusbankes, 2018) :
Berdasarkan keparahan cedera :
Cedera Kepala Ringan (CKR)
1) Tidak ada fraktur tengkorak
2) Tidak adakontusio serebri, hematom
3) GCS 13-154
4) Dapat kehilangan kesadaran tapi < 30 menit
Cedera Kepala Sedang (CKS)
1) Kehilangan kesadaran
2) Muntah
3) GCS 9-124
4) Dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan (bingung)
Cedera Kepala Berat (CKB)
1) GCS 3-8
2) Hilang kesadaran >24 jam
3) Adanya kontusio serebri, laserasi/hematom intrakrania
b. Riwayat kesehatan
Tingkat kesadaran/GCS(,15) konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala,
wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise,
akumulasi sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan
telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan
dengan sistem persyarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya.
Demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai
penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga
sebagai data subjektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat
mempengaruhi prognosa pasien.
c. Pengkajian pasien
Keadaan umum
Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, somnolen, sopor, koma
TTV
1) Sistem pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi,
nafas bunyi ronchi.
2) Sistem kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut
nadi bradikardi kemuadian takikardi
3) Sistem perkemihan
Inkotenensia, distensi kandung kemih
4) Sistem gastrointestinal
Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami
perubahan selera
5) Sistem muskuloskletal
Kelemahan otot, deformasi
6) Sistem persyarafan
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinnitus,
kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan, gangguan
pengecapan
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental,
perubahan pupil, kehilangan pengindraan, kejang, kehilangan sensasi
sebagai tubuh
2. DIAGNOSA
a) Resiko perfusi jaringan serebral tidak aktif b.d cedera kepala
b) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d jalan nafas buatan d.d gelisah
c) Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme d.d Parkinson
3. INTERVENSI
Terapeutik
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan
saturasi oksigen> 94%
- Persiapkan intubasi
dan ventilasi mekanis,
jika perlu
- Pasang jalur IV, jika
perlu
- Pasang kateter urin
untuk menilai -
reproduksi urin, jika
perlu
- Lakukan skin test
untuk mencegah reaksi
alergi
-
Edukasi
- Jelaskan
penyebab/faktor resiko
syok
- Jelaskan tanda dan
gejala awal syok
- Anjurkan melapor jika
menemukan/merasakan
tanda dan gejala awal
syok
- Anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral
- Anjurkan menghindari
allergen
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
IV, jika perlu
- Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika
perlu
- Kolaborasi pemberian
antiinflamasi, jika
perlu
2. Bersihan jalan Setelah dilakukan asuhan Latihan batuk efektif
nafas tidak keperawatan status bersihan jalan (SIKI hal.142 I.01006)
efektif napas tidak efektif meningkat Observasi :
(SDKI, hal.18 dengan kriteria hasil: • Identifikasi
D.0001) (SLKI hal.18 L.01001) kemampuan batuk
- Batuk efektif meningkat • Monitor adanya
- Sulit bicara menurun retensi sputum
- Gelisah menurun • Monitor input dan
output cairan
Teraupetik :
• Atur posisi semi
fowler
• Pasang perlak dan
bengkok di pangkuan
pasien
Edukasi :
• Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk efektif•
Anjurkan tarik nafas
dalam melalui
hidung selama 4 detik
• Anjurkan mengulangi
Tarik napas dalam
hingga 3 kali
Kolaborasi :
• Kolaborasi
pemberian mukolitik
atau ekspetoran, jika
perlu
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika
perlu
- Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
4. IMPLEMENTASI
Implementasi menurut teori adalah mengidentifikasi bidang bantuan
situasi yang membutuhkan tambahan beragam mengimplementasikan
intervensi keperawatan dengan praktik terdiri atas keterampilan kognitif,
interpersonal dan psikomotor (tekhnis). Dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien cedera cedera kepala, pada prinsipnya adalah
menganjurkan pasien untuk banyak minum, mengobservasi tanda-tanda
vital, mengawasi pemasukan dan pengeluaran cairan, mengajarkan Teknik
relaksasi untuk mengatasi nyeri
Mendokumentasikan semua tindakan keperawatan yang dilakukan ke
dalam catatann keperawatan secara lengkap yaitu: jam, tanggal, jenis
tindakan, respon pasien dan nama lengkap perawat yang melakukan
tindakan keperawatan.
5. EVALUASI
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan (Rohmah&Walid,2012)
Menurut teori evaluasi adalah tujuan asuhan keperawatan yang menentukan
apakah tujuan ini telah terlaksana, setelah menerapkan suatu rencana tindakan untuk
meningkatkan kualitas keperawatan, perawat harus mengevaluasi keberhasilan rencana
penilaian atau evaluasi diperoleh dari ungkapan secara subjektif oleh klien dan objektif
didapatkan langsung dari hasil pengamatan
BAB III
CONTOH KASUS
A. Pengkajian
Identitas Pasien
Nama : Ny A
No Mr : 522417
Umur : 62 th
Alamat : Tanah datar
Ruang rawat : Ambun suri lt.2
Jenis kelamim : Perempuan
Tanggal masuk : 15-06-2019
Status : Sudah menikah
Tanggal : 19-06-2019
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
1. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran : Compos mentis
b. GCS : E4 V5 M6 = 15
c. BB/TB : 50 Kg/ 150 cm
d. Keadaan umum : compos mentis
e. Tanda-tanda vital : TD = 120/70 mmHg N = 80x/i Rr = 22x/i S = 36 º C 2.
2. Kepala
Inspeksi : Rambut pasien tampak berwarna hitam, rambut pasien tampak kotor ditandai
dengan adanya ketombe
Palpasi : Terdapat benjolan di belakang kepala sebelah kanan
3. Mata
Simetris kiri dan kanan, konjungtiva anemis, sklera normal tidak ada perubahan warna, tidak
ada menggunakan alat bantu penglihatan (kacamata), reflek pupil isokor, saat dilakukan
pemeriksaan dengan cara lapang pandang pasien bisa menyebutkan apa yang diperagakan
dengan dilihat sama.
4. Telinga
Simetris kiri dan kanan, telinga pasien tampak kotor ditandai dengan adanya serumen, telinga
pasien kurang berfungsi dengan baik.
5. Hidung
Hidung pasien berfungsi dengan baik, terdapat luka di batang hidung pasien
6. Mulut dan gigi
Mukosa bibir tampak kering, keadaan mulut dan gigi tampak kotor ditandai dengan mulut
berbau, tidak ada gangguan menelan
7. Leher
Simetris kiri dan kanan, vena jugularis tidak terlihat tapi teraba, dan tidak ada
pembengkakan kelenjar tiroid dan tidak ada terdapat lesi
8. Thorax
a. Paru-paru
I : dada simetris kiri dan kanan, pergerakan dada normal, frekuensi nafas 22x/i, irama
pernafasan teratur, tidak ada penonjolan tulang dan lesi, tidak ada terdapat sianosis,
tidak ada penarikan dinding dada ( retraksi ), tidak ada bekas luka lecet, tidak ada
B. Diagnosa
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d tampak meringis
2. Defisit Perawatan Diri b.d kelemahan di buktikan dengan tidak mampu mandi/mengenakan
Pakaian / ke toilet / berhias secara mandiri
3. Resiko defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme
4. Gangguan pola tidur b.d kurang control tidur dibuktikan dengan mengeluh sering terjaga
C. Intervensi / Perencanaan
Edukasi :
• Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
Kolaborasi :
• Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu
2. Defisit perawatan diri b.d Setelah dilakukan intervensi Observasi :
kelemahan d.d tidak mampu keperawatan selama 1x24 • Identifikasi kebiasaan
mandi/mengenakan pakaian jam maka defisit perawatan aktivitas perawatan diri
ke toilet/ berhias secara diri membaik dengan kriteria sesuai usia
mandiri hasil : • Monitor tingkat
1. Kemampuan mandi Kemandirian
meningkat
2. Kemampuan Teraupetik :
mengenakan pakaian • Sediakan lingkungan yang
meningkat teraupetik
3. Kemampuan makan • Damping dalam melakukan
meningkat perawatan diri sampai
4. Kemampuan toilet mandiri
(BAB/BAK) meningkat
Edukasi :
• Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
3. Resiko defisit nutrisi b.d Setelah dilakukan intervensi Observasi :
peningkatan kebutuhan Keperawatan selama 1x24 • monitor asupan dan
metabolisme jam maka resiko defisit keluarnya makanan dan
nutrisi membaik dengan cairan serta kebutuhan
kriteria hasil: kalori
1. porsi makanan yang
dihabiskan meningkat Teraupetik :
2. perasaan cepat kenyang • Timbang berat badan
menurun secara rutin
3. berat badan membaik • Diskusikan perilaku makan
4. nafsu makan membaik dan jumlah aktivitas fisik
Edukasi :
• Ajarkan pengaturan diet
yang tepat
• Ajarkan keterampilan
koping untuk penyelesaian
masalah perilaku makan
Kolaborasi :
• Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang target berat
badan, kebutuhan kalori
dan pilihan makanan
4. Gangguan pola tidur b.d Setelah dilakukan intervensi Observasi :
kurang kontrol tidur d.d Keperawatan selama 1x24 • identifikasi pola aktivitas
mengeluh sering terjaga jam maka gangguan pola dan tidur
tidur membaik dengan • identifikasi faktor
kriteria hasil: pengganggu tidur
1. kesulitan sulit tidur • identifikasi obat tidur yang
meningkat dikonsumsi
2. keluhan sering terjaga
meningkat Teraupetik :
3. keluhan tidak puas • batasi tidur siang jika perlu
tidur meningkat • tetapkan jadwal tidur rutin •
4. keluhan istirahat tidak lakukan prosedur untuk
cukup meningkat meningkatan kenyamanan
Edukasi :
• Jelaskan pentingnya tidur
selama sakit
• Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
56 12.00 Observasi : S:
• memonitor asupan dan keluarnya •pasien mengatakan
makanan dan cairan serta kebutuhan tidak lemas lagi
kalori •pasien mengatakan
Teraupetik : sudah nafsu makan
• menimbang berat badan secara rutin O:
• mendiskusikan perilaku makan dan • pasien tampak
jumlah aktivitas fisik tidak lemas lagi
Edukasi : A: masalah teratasi
• mengajarkan pengaturan diet yang P:intervensi
tepat dilanjutkan
• mengajarkan keterampilan koping
untuk penyelesaian masalah perilaku
makan
Kolaborasi :
• mengkolaborasi dengan ahli gizi
tentang target berat badan, kebutuhan
126 kalori dan pilihan makanan
Observasi : S:
• mengidentifikasi pola aktivitas dan •pasien mengatakan
tidur tidur sudah nyenyak
• mengidentifikasi faktor pengganggu •pasien mengatakan
tidur badan tidak letih lagi
• mengidentifikasi obat tidur yang O:
dikonsumsi • pasien tampak
Teraupetik : berbaring diatas
• membatasi tidur siang jika perlu tempat tidur
mentetapkan jadwal tidur rutin A: masalah teratasi
• melakukan prosedur untuk P:intervensi
meningkatan kenyamanan dilanjutkan
Edukasi :
• menjelaskan pentingnya tidur selama
sakit
• menganjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera kepala merupakan permasalahan kesehatan global sebagai penyebab kematian,
disabilitas, dan defisit mental. Cedera kepala menjadi penyebab utama kematian disabilitas
pada usia muda. Penderita cedera kepala seringkali mengalami edema serebri yaitu akumulasi
kelebihan cairan di intraseluler atau ekstraseluler ruang otak atau perdarahan intrakranial yang
mengakibatkan meningkatnya tekanan intrakranial. Cedera kepala merupakan cedera yang
meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak (Morton,2012)
B. Saran
1. Bagi keluarga pasien
Disarankan keluarga mampu memberikan perawatan yang baik, mampu memberikan
dukungan moril dan pemenuhan kesehatan.
2. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan kepada pendidikan kesehatan harus melakukan pengembangan dan
peningkatan mutu pendidikan dimasa yang akan datang, agar bisa memberikan asuhan
keperawatan yang professional untuk klien, khususnya asuhan keperawatan dengan
cedera kepala ringan.
3. Bagi pelayanan kesehatan
Disarankan kepada pihak rumah sakit harus menekankan perawat dan petugas kesehatan
lainnya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam membantu pengobatan pasien
dan memberikan kepuasan pasien dalam pelayanan di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Ruslan, R., Intang, A., & Bahar, B. (2014). Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat Dalam
Penanganan Pasien Trauma Kapitis Di Ruang Instalasi Gawat Darurat Rsud H Padjonga Daeng
Ngalle Kabupaten Takalar. Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis, 5(4), 454-459