Modul 8
Kebijakan Publik dan Akuntabilitas Administrasi
Dirangkum oleh :
Ilham Pyramidya Sejati 044599439
Dede Hardiansyah 044601528
3. Model Kelompok
Interaksi antara kelompok kelompok merupakan inti atau titik pusat kenyataan
politik.kelompok di pandang sebagai jembatan individu dan pemerintah.Sementara itu
politik adalah arena perjuangan kelompok untuk memenangkan kebijakan publik.
4. Model Rasional
Kebijakan publik merupakan suatu pencapaian sasaran secara efisien.Satu kebijakan
rasional dipandang sebagai suatu rancangan untuk memaksimalkan pencapaian nilai.
5. Model Inkrementalis
Memandang kebijakan publik sebagai kelanjutan aktivitas pemerintah yang lalu dengan
modifikasi modifikasi yang sepotong demi sepotong (bersifat inkremental).
Seorang ahli ekonomi, Charles E Lindblom yang pertama kali meyajikan model
incremental, sebagai kritik terhadap model pembuatan keputusan yang tradisional –
Rasional.
Menurut Howlet dan Ramesh (1995) model inkremental merupakan koreksi terhadap
model rasional.model ini menggambarkan penetapan kebijakan publik sebagai satu
proses politik yang dicari dengan tawar menawar dan kompromi para pelaku
kepentingan.
6. Model Institusional
Hubungan antara kebijakan publik dan Lembaga Lembaga pemerintah sangat erat
kaitannya.suatu kebijakan tidak akan menjadi kebijakan publik sebelum ia diangkat,
dilaksanakan dan diperkuat oleh Lembaga pemerintah.Lembga Lembaga pemerintah
terlibat dalam kebijakan publik dengan tiga karakteristik yang berbeda.
- Pemerintah memberi legitimasi pada kebijakan
- Kebijakan pemerintah melibatkan aspek universitas
- Pemerintah memegang monopol iuntuk melaksanakan kehendaknya kepada
masyarakat.
Menurut Robert Perthus ada empat pendekatan dalam menganalisis kebijakan publik
1. Studi kebijakan sebagai suatu proses hasil (output)dalam system rasional
2. Pendekatan studi kasus
3. Strategi Inkrementalisme terpisah
4. Studi kebijakan sebagai variable independent dalam proses kebijaksanaan
B. Implementas Kebijakan
Yang dimaksud dengan implementasi kebijakan adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk
melaksanakan kebijakan secara efektif. Dalam implementasi kebijakan tercakup pelaksanaan
aneka ragam program yang melekat pada sesuatu kebijakan. Sebagai salah satu tahapan dalam
proses kebijakan, implemetasi kebijakan dipandang sebagai tahapan yang paling sulit, karena
sulitnya menentukan secara tegas hasil dari kebijakan tertentu.
Persoalan lain dari imlementasi kebijakan adalah apa yang oleh Pressman dan Wildavsky
disebut dengan kompleksitas tindakan bersama. Keduanya menunjukan program
pengembangan tenaga kerja yang ditangani The Economic Development Administration (EDA)
di Kota Oakland, Amerika serikat, mengalami kegagalan karena pincangnya pendekatan system
dalam formulasi dan implementasi kebijakan. Semula EDA dimaksudkan untuk
menyelenggarakan program secara langsung dan sederhana, tanpa mengharapkan partisipasi
yang ektensif dari lembaga-lembaga pemerintah. Ternyata begitu banyak organisasi
pemerintah dan individu yang terlibat dalam proses implementasi. EDA tidak dapat
menyelenggarakan programnya dengan mulus, karena ia terjerat dalam kebijakan yang semula
tidak diduganya sama sekali.
Berdasarkan pengalaman EDA tersebut, bahwa pendekatan system adalah amat penting dalam
kebijakan publik, karena setiap kebijakan mempunyai dampak dan reaksi berantai, baik yang
dimaksudkan maupun tidak. Selama masa formulasi diperlukan pertimbangan-pertimbangan
yang serius mengenai kemungkinan terjadinya kosekuensi-konsekuensi yang akan muncul pada
tahapan implementasi kebijakan.
C. Eavluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan bertujuan untuk mengukur efektivitas dan dampak kebijakan. Dalam
melakukan evaluasi kebijakan, alat-alat yang dapat digunakan anatara lain : performance
budgeting (anggaran yang disusun berdasarkan kegiatan), program budgeting (anggaran yang
disusun berdasarkan program), dan PPBS. Dalam bulan Agustus 1972, Kantor Akuntan Negara
Amerika Serikat menyatakan bahwa fungsi pemeriksaan pemerintah termasuk juga melakukan
performance auditing ( pemeriksaan kinerja). Tipe pemeriksaan ini pertama kali diperkenalkan
di Michigan, Amerika serikat tahun 1963. Performance auditing merupakan pedoman bagi para
pemeriksa (auditor) dalam menilai efisiensi dan efektivitas administrastrator dalam
implementasi program dan kebijakan pemerintah. Fungsi ini diambil dari bidang pemeriksaan
keuangan yang pusat perhatianya diletakkan pada legalitas pengeluaran dan kejujuran
bendaharawan.
Anderson mengatakan bahwa tahap terakhir dalam proses kebijakan adalah evaluasi kebijakan.
Secara ringkas evaluasi kebijakan dapat dirumuskan sebagai penilaian terhadap kebijakan yang
telah dijalankan. Yang dinilai mencakup isi, implementasi (pelaksanaan) dan dampak. Anderson
menambahkan bahwa evaluasi dapat merupakan awalan (restart) dalam proses kebijakan yang
baru. Karena itu evaluasi dapat memberikan pedoman untuk mengubah atau menghapuskan
sesuatu kebijakan. Dalam kaca mata politik, Ralp Huitt dalam “Political Feasiblity”, kaitan kaitan
evaluasi kebijakan dengan formulasi dan adopsi tidak hanya mengenai soal bekerjanya. Tetapi
juga berkenaan dengan persoalan apakah kebijakan tesebut dapat memanfaatkan kesempatan
untuk melakukan evaluasi. Dengan demikian, salah satu kriteria evaluasi adalah apakah
kebijakan itu secara politik layak.
Bentuk evaluasi kebijakan lain dipusatkan pada administrasi atau pelaksanaan kebijakan dan
program. Bentuk ketiga evaluasi kebijakan dikaitkan dengan sistematika dan tujuan evaluasi.
Tujuannya adalah untuk menentukan dampak sosial kebijakan dan tingkat pencapaian tujuan
kebijakan. Biasanya evaluasi dilakukan dengan memperbandingkan beberapa program, baik
untuk mengetahui nilai kemanfaatan sosialnya maupun untuk mengungkapkan program
manakah yang paling berhasil mencapai sasaran. Bentuk evaluasi ini sekarang makin
memperoleh minat dan perhatian.
D. Terminasi Kebijakan
Terminasi kebijakan menunjukan proses penyelesaian kebijakan pemerintah. Terminasi terjadi
ketika tujuan kebijakan telah dicapai atau ketika kebijakan dinyatakan sudah selesai atau tidak
berlaku. Di Indonesia aturan terminasi tersirat diberlakukan pada kebijakan pembangunan bai
di tingkat nasional maupun daerah. Sesuai dengan perintah Undang- Undang, pemerintah
pusat dan pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Diwajibkan untuk membuat
rencana pembangunan. Rencana pembangunan yang berlaku selama 20 tahun disebut
Rencana Pembangunan Jangka Panjang, yang dibagi dalam beberapa rencana pembangunan
jangka menengah, yang masing-masing berlaku untuk masa 5 tahun. Setiap RPJM harus diakhiri
(terminated) pada tahun kelima. Dalam konsep terminasi lembaga-lembaga as hoc seperti
komisi perlindungan anak dan perempuan juga harus diakhiri sesuai dengan periode atau
waktu berlakunya yang telah ditetapkan.
Di Amerika Serikat, dalam terminasi kebijakan mengalami kesulitan-kesulitan sebagai berikut :
1. Perlawanan dari para pejabat yang bersangkutan
2. Kelemahan birokratik yang menghalangi perubahan dan terminasi
3. Penentangan dari para rekanan dan kelompok –kelompok penekan
4. Sikap anggota kongres yang mengharapkan timbal balik atas dukungan mereka untuk
melanjutkan atau memberikan otorita kembali pada seluruh program yang dinilai.
Factor penghambat dari terminasi kebijakan adalah sulitnya menciptakan semangat toleransi
di antara lembaga-lembaga pemerintah yang terkena terminasi.
Kebijakan publik dalam Negara demokrasi, menurut Michael Moran, Martin Rein dan Robert
E.Goodin (2006), mengatakan bahwa tidak banyak manfaat untuk memahami apa yang
seharusnya, yang sedang dan akan dikerjakan oleh Negara demokrasi kecuali memperhatikan
realitas, bagaimana lembaga-lembaga terlibat dalam proses kebijakan publik, dan bagaimana
persepsi mereka. Mereka juga menekankan pentingnya pemahaman atas konstelasi gagasan,
institusi, dan kepentingan yang mempengaruhi dan menetukan aktivitas kebijakan.
Akuntabilitas Administrasi
Elemen pokok dalam administrasi adalah setiap organ pemerintah, tanpa memandang
tingkatannya, harus melayani urusan publik.
Orientasi pejabat pemerintah terhadap kepentingan publik adalah prinsip pokok dalam
pemerintahan demokratif. Kesulitan yang dihadapi pemerintah adalah di satu pihak ia harus
bekerja dengan baik tetapi di lain pihak ia harus meyakinkan publik bahwa segala sesuatunya
telah diselenggarakan dengan baik. Dengan kata lain ada keperluan kompetensi dan eksposisi
di dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam administrasi publik berlaku konsep-konsep
legalitas, red tape (pita merah), normatif, kepentingan, konflik dan pelayanan publik
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam menganilis penyelenggaraan pemerintah,
yaitu 1). Pendekatan hierarkis, berasal dari teori administrasi dan ekonomi tradisinal, 2)
Pendekatan tawar-menawar, yang berasal dari kaum pluralis mengenai pemerintahan
demokrasi, sebagaimana dijelaskan oleh Louis C.Gawthrop dalam The Administrative Process
and Democratic Theory.
A. Kontrol dalam Birokrasi
Salah satu karakter struktural birokrasi adalah hubungan impersonal diantara para
anggota birokrasi. Kontrol terhadap eksekutif amat dilembagakan, berbagai standar baku
mengenai perilaku pribadi, etika dan profesi dibuat sebagai pedoman bagi pejabat publik.
Sebagai kelengkapan dari konsep kepentingan publik kinerja pejabat publik amat
dipengaruhi oleh proses sosialisasi yang mereka alami. Khususnya dalam bidang
pendidikan dan pemikiran demokratik.
B. Konsep Tanggung Jawab
C. Akuntabilitas Administrasi
Akuntabilitas (accountability) menunjuk local hierarkis dan legal dari tanggung jawab.
Pada sisi lain tanggung jawab (responsibility) mempunyai konotasi personal, moral, dan
tidak perlu dihubungkan dengan peranan, status dan kekuasaan yang bersifat formal;
walaupun mungkin benar kekuasaan makin besar akan kekuasaan yang makin besar akan
membawa tanggungjawab yang lebih besar pula.
Pembahasan yang hati-hati mengenai tanggung jawab mengantarkan pada tiga hakikat
tanggung jawab. Pertama tanggung jawab berarti kewajiban legal, kedua tanggung jawab
dipandang sebagai kualitas moral, dan ketiga tanggung jawab diartikan sebagai sikap
tanggap terhadap sisten nilai orang lain. Masalah pertanggungan jawab administrasi
menjadi begitu penting dalam Negara demokrasi. Seperti yang telah diuraikan oleh
Redford karena birokrasi publik menjadi demikian potensial dan esensial.
Terhadap masalah pertanggungjawaban beberapa ahli memberikan tanggapan yang
berbeda-beda. Carl Friedrich cenderung memberikan meletakan masalah tersebut dalam
pengertian moral dan sikap responsif. Sedangkan Finer merumuskan pertanggungjawaban
administrasi dalam pengertian atau aspek legalnya. Tetapi bailey menafsirkan masalah
pertanggungjawaban administrasi sebagai moral yang mendorong pelayan publik
menunjukan sikap optimistik, bersemangat dan jujur. Appleby dan Mosher mencemaskan
aspek responsif dari pertanggungjawaban administrasi dan dampak buruk yang tercermin
dar perspektif professional administrator terhadap masalah-maslah sosial.
Ada dua aspek pendekatan yang dapat dipakai untuk menilai apakah system administrasi
dapat berjalan secara bertanggung jawab. Pendekatan pertama memusatkan perhatian
pada seluruh system administrasi sedangkan pendekatan yang kedua memusatkan
perhatiannya pada individu. Untuk menjamin administrasi yang bertanggung jawab
berbagai sarana telah dipergunakan sarana dimaksud dapat dikelompokan secara
legal/institusional, moral dan politik.
1. Sarana Legal/Institusional
a. Konstitusional
Federalism
Bentuk republik
Pemisahan kekuasaan
Pemerintahan terbatas
b. Aturan Hukum
Partisipasi rakyat
Pembentukan perundang-undangan
Peraturan administrasi
Konflik hukum kepentingan
c. Peradilan penilaian yudisial
d. Kongres
Proses anggaran
Proses pemberian nasihat dan persetujuan
Prosedur kerja
Tuduhan
e. Presiden
Pengangkatan eksekutif
f. Organisasi
Rantai komando
Kontrak perburuhan
Prosedur administrasi
Hukum kepegawaian
Prosedur disiplin
2. Sarana Moral/Etika
a. Nilai dan norma-norma hukum
b. Latihan professional
c. Nilai-nilai pribadi
d. Kode etik
e. Ombudsman
3. Sarana Politik
a. Kelompom penekan
b. Pers bebas
c. Kelompok penasihat
d. Birokrasi system perwakilan
e. Pendapat publik
f. Pemilihan umum
g. Partai politik
h. Inisiatif, recall, referendum
E. Aspek Legal dari Akuntabilitas
Secara keseluruhan sistem administrasi mengacu kepada undang-undang dasar agar
pelayanan kepada publik berlangsung secara lebih baik.
Adalah penting untuk memahami bahwa ukuran administrasi yang utama adalah
mengenai kualitas atau kinerja. Adalah menjadi tanggung jawab administrasi untuk
menyelanggarakan semua kebijakan, program dan kegiatan secara efisien. Dalam
pengertian implementasi kebijakan, program dan kegiatan mendatangkan sebesar-
besarnya manfaat sosial dan dilakukan dengan kualitas yang optimal.
Ada dua macam sumber konflik, yaitu intern dan ekstern. Sumber intern disebabkan oleh
aneka peran yang harus dilakukan setiap anggota organisasi. Sedangkan sumber eksternal
konflik terjadi bila sumber konflik berasal dari luar.
Sifat konflik dapat dibedakan dalam dua kategori. Individual dan kelompok. Konflik
individual adalah konflik antara seseorang dengan seseoorang lainnya atau dengan
sekelompok orang. Sedangkan konflik kelompok adalah konflik antara sekelompok orang
dengan dengan sekelompom orang lainnya.
Bentuk konflik ada dua macam. Formal dan informal. Usaha-usaha yang dapat dilakukan
untuk memadamkan konflik adalah (1) melakukan koordinasi (2) pola kepemimpinan yang
mencerminkan konsistensi, fleksibiltas dan terbuka yang memungkinkan terakomodirnya
konflik-konflik yang bersifat individual dan informal.
I. Menjamin Akuntabilitas