JURUSAN KEPERAWATAN
PENDAHULUAN
Setiap hari semua orang melakukan proses komunikasi. Sering kali akibat
komunikasi yang tidak tepat terjadi perbedaan pandangan atau salah paham. Oleh karena
itu setiap orang perlu memahami konsep dan proses komunikasi untuk meningkatkan
hubungan antar manusia dan mencegah kesalah pahaman yang mungkin terjadi,
hubungan komunikasi terapeutik antara perawat atau bidan dengan pasien adalah
hubungan kerjasama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan
pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik (Utami P, 1998). Dasawarsa
terakhir masalah komunikasi antara petugas kesehatan dan pasien telah mendapatkan
sorotan luas karena adanya beberapa laporan riset yang di kumpulkan Faulkner (1984),
laporan tersebut mengungkapkan bahwa banyak pasien yang merasa tidak pernah
menerima cukup informasi (Nancy, 1988). Komunikasi merupakan unsur yang penting
dalam aktifitas dan bagian yang selalu ada dalam proses manajemen keperawatan atau
kebidanan. Berdasarkan hasil penelitian Swansburg (1990), bahwa lebih dari 80% waktu
yang digunakan untuk berkomunikasi, 16% untuk membaca dan 9% untuk menulis.
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
PEMBAHASAN
Pengkajian adalah tahap pertama dalam proses keperawatan. Tahap ini merupakan
tahap yang penting dalam proses keperawatan karena tahap-tahap selanjutnya dalam proses
keperawatan tidak akan dapat berjalan dengan baik jika tahap pengkajian tidak dilakukan
dengan baik. Pada tahap ini perawat menggunakan kemampuan verbal ataupun nonverbal
dalam mengumpulkan data klien. Dalam pengkajian, perawat dituntut untuk mampu
melakukan komunikasi dengan baik verbal dan melakukan pengamatan terhadap perilaku
nonverbal serta menginterpretasikan hasil pengamatan dalam bentuk masalah. Setelah data
terkumpul, selanjutnya dikomunikasikan dalam bahasa verbal kepada klien atau tim
kesehatan lainnya dan dikomunikasikan dalam bentuk tulisan (didokumentasikan) untuk
dikomunikasikan pada tim kesehatan lain dan sebagai aspek legal asuhan keperawatan.
1. Wawancara / interview
Wawancara adalah proses transaksi antara dua orang yang mempunyai tujuan
spesifik, serius, dan penuh arti. Wawancara biasanya dilakukan secara langsung melalui
pertemuan langsung dalam interaksi tatap muka (face to face). Dalam wawancara ini,
pewawancara (perawat) dapat menggunakan kemampuan komunikasi verbal ataupun
nonverbal untuk menggali data yang diwawancara (klien). Dengan kontak secara
langsung, pewawancara (perawat) dapat memperoleh data langsung yang ditunjukkannya
dalam perilaku verbal ataupun nonverbalnya dari orang yang diwawancarai (pasien).
b. Data yang diperoleh lebih spesifik dan nyata sesuai dengan keadaan sebenarnya.
c. Lebih efektif jika dibandingkan dengan wawancara secara tidak langsung karena
langsung mendapatkan feedback secara langsung dari klien.
Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data tentang riwayat penyakit klien,
riwayat penyakit dahulu dan pengobatan yang telah dilakukan, keluhan utama, harapan-
harapan, dan sebagainya. Dalam mewawancarai, perawat menggunakan teknik
pertanyaan terbuka (broad opening) untuk menggali lebih banyak data tentang klien.
Selanjutnya perawat dapat menggunakan teknik-teknik komunikasi yang lain untuk
mengklarifikasi, memberikan feedback, mengulang, memfokuskan, atau mengarahkan
agar jawaban klien sesuai dengan tujuan wawancara.
Pada saat wawancara atau selama proses pengkajian untuk mendapatkan data
keperawatan klien, di samping teknik komunikasi tersebut di atas, perawat juga harus
mempertahankan sikap terapeutik lain, yaitu mempertahankan kontak mata, mendekat
dan membungkuk ke arah klien, serta mendengarkan jawaban klien dengan aktif.
Pada tahap proses keperawatan ini komunikasi dilakukan untuk mengklarifikasi data dan
melakukan analisis sebelum menentukan masalah keperawatan klien, selanjutnya
mendiskusikan dengan klien. Masalah atau diagnosis keperawatan yang telah ditetapkan
dikomunikasikan/disampaikan kepada klien agar dia kooperatif dan berusaha bekerja sama
dengan perawat untuk mengatasi masalahnya dan juga kepada perawat lain secara langsung
dan tulisan untuk dokumentasi. Teknik yang dilakukan pada tahap diagnosis keperawatan
adalah teknik memberikan informasi (informing).
Beberapa contoh diagnosis keperawatan terkait dengan gangguan nutrisi sebagai berikut.
“Berdasarkan data yang saya peroleh melalui pemeriksaan fisik dan informasi dari ibu
terkait dengan keluhan yang menyebabkan ibu masuk rumah sakit, saya menyimpulkan
bahwa ibu mengalami gangguan nutrisi karena ada masalah pada proses digesti. Lambung
ibu bermasalah, terkait dengan masalah pada lambung ibu, saya akan berkolaborasi dengan
dokter untuk pengobatan dan tindakan selanjutnya.”
Pada tahap ini, tugas perawat adalah merumuskan tujuan keperawatan dan menetapkan
kriteria keberhasilan, merencanakan asuhan keperawatan, dan Tindakan kolaboratif yang
akan dilakukan. Komunikasi yang penting dilakukan perawat pada fase ini adalah
mendiskusikan kembali rencana yang sudah disusun perawat dan Bersama klien menentukan
kriteria keberhasilan yang akan dicapai. Dalam fase ini, keterlibatan keluarga juga penting
kaitannya dengan peran serta keluarga dalam perawatan klien.
Pada tahap ini, berkomunikasi atau diskusi dengan para profesional kesehatan lain
adalah penting dalam rangka untuk memberikan penanganan yang adekuat kepada klien.
Pada tahap ini, perawat sangat efektif berkomunikasi dengan pasien karena perawat akan
menggunakan seluruh kemampuan dalam komunikasi pada saat menjelaskan tindakan
tertentu, memberikan pendidikan kesehatan, memberikan konseling, menguatkan sistem
pendukung, membantu meningkatkan kemampuan koping, dan sebagainya. Perawat
menggunakan verbal ataupun nonverbal selama melakukan tindakan keperawatan untuk
mengetahui respons pasien secara langsung (yang diucapkan) ataupun yang tidak diucapkan.
Semua aktivitas keperawatan/ tindakan harus didokumentasikan secara tertulis untuk
dikomunikasikan kepada tim kesehatan lain, mengidentifikasi rencana tindak lanjut, dan
aspek legal dalam asuhan keperawatan.
Teknik komunikasi terapeutik yang digunakan pada fase ini adalah memberikan
informasi (informing) dan mungkin berbagi persepsi.
4. Sikap terbuka tidak meliat tangan atau kaki saat interaksi terjadi,
5. Tetap rileks.
E. KOMUNIKASI PADA TAHAP EVALUASI
Pada tahap ini, perawat menilai keberhasilan dari asuhan dan tindakan keperawatan
yang telah dilakukan. Semua hasil dicatat dalam buku catatan perkembangan perawatan
klien, mendiskusikan hasil dengan klien, meminta tanggapan klien atas keberhasilan atau
ketidakberhasilan tindakan yang dilakukan, serta bersama klien merencanakan tindak lanjut
asuhan keperawatannya. Jika belum berhasil, perawat dapat mendiskusikan kembali dengan
klien apa yang diharapkan dan bagaimana peran serta/keterlibatan klien atau keluarga dalam
mencapai tujuan dan rencana baru asuhan keperawatan klien.
Pada setiap fase dalam proses perawatan, perawat harus menggunakan teknik-teknik
komunikasi terapeutik dan menggunakan fase-fase berhubungan terapeutik perawat-klien,
mulai fase orientasi, fase kerja, dan fase terminasi. Untuk tahap prainteraksi, dapat
melakukan dengan cara melakukan persiapan dengan membuat strategi pelaksanaan (SP)
komunikasi.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Komunikasi merupakan unsur yang penting dalam aktifitas dan bagian yang selalu
ada dalam proses manajemen keperawatan. Berdasarkan hasil penelitian Swansburg
(1990), bahwa lebih dari 80% waktu yang digunakan untuk berkomunikasi, 16% untuk
membaca dan 9% untuk menulis. Dalam profesi keperawatan, komunikasi sangat
penting antara perawat dengan perawat, dan perawat dengan klien, khususnya
komunikasi antar perawat dengan klien dimana dalam komunikasi itu perawat dapat
menemukan beberapa solusi dari permasalahan yang sedang dialami klien dan
komunikasi ini dinamakan dengan komunikasi terapeutik. Bentuk-bentuk komunikasi
yang dapat digunakan perawat pada tahap pengkajian dari proses keperawatan ini,
terdiri dari : wawancara, pemeriksaan fisik dan observasi dan pengumpulan data dari
dokumen lain.
3.2 Saran
Kita perlu mempelajari lebih lanjut tentang praktik komunikasi pada setiap proses
keperawatan ini supaya lebih dapat memahami ilmu dan wawasan yang lebih luas
dengan membaca referensi-referensi buku dan blog pada sosial media.
MAKALAH KOMUNIKASI
PRAKTIK KOMUNIKASI PADA BAYI DAN ANAK
Dosen Pengampu: Ibu Dr.Yustiana Olfah, A.PP, M.Kes
Komunikasi sebagai sebuah proses dalam menyampaian pesan untuk mencapai suatu
tujuan, komponen utamanya adalah komunikator atau sumber pesan, komunikan atau penerima
pesan dan pesan itu sendiri. Dalam proses pembelajaran bagi anak usia dini, komunikasi harus
dikembangkan dengan strategi yang disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan anak, salah satu pusat perhatian kajian adalah perkembangan bahasa anak yang
akan memberikan pengaruh besar terhadap strategi komunikasi terhadap anan usia dini.
Kesalahan populer komunikator yaitu orang dewasa dalam bahasa komunikasi, dan hambatan-
hambatan komunikasi bagi anak harus menjadi perhatian yang besar dalam menyusun strategi
komunikasi.tiga hal yang sangat urgen yaitu penggunaan istilah yang tepat, berkesinambungan,
dan adanya aba-aba untuk berpindah tema.
Sebagaimana kita ketahui bahwa sesungguhnya pendidikan yang utama dan pertama
bagi anak usia dini berada di rumah bersama orang tua yaitu ayah dan ibu. Indikatornya adalah
: (1) orang tua merupakan orang yang paling bertanggungjawab terhadap perkembangan anak-
anaknya, (2) orang tua merupakan orang yang pertama berinteraksi dengan anak-anaknya
sebelum mereka berinteraksi dengan orang lain, (3) lingkungan keluarga merupakan
lingkungan terdekat yang sangat berpengaruh terhadap kepribadian anak, dan (4) waktu yang
dimiliki oleh anak lebih banyak dihabiskan di rumah bersama orangtuanya . Dengan demikian
pemberian asah, asih dan asuh kepada anak usia dini menjadi tanggungjawab utama bagi
orangtuanyayaitu ayah dan ibunya.
Komunikasi merupakan kunci sukses hubungan antara orang tua dengan anak-anaknya.
Bentuk komunikasi verbal dengan kata-kata maupun komunikasi non verbal seperti pelukan,
ciuman, sentuhan, dll merupakan bentuk komunikasi yang perlu dipupuk dan dilatih kepada
anak sejak anak usia dini. Sehingga sampai kapanpun “komunikasi kasih sayang” dari kedua
orang tua kepada anak-anaknya dapat terus berlangsung, tanpa anak merasa malu, terganggu
dan lain-lain.Proses belajar komunikasi anak merupakan kolaborasiantara kedua orang tua
dengan anak-anaknya, dan kolaborasi tersebut dapat dimulai sejak anak masih 0 tahun. Masa
inilah merupakan fondasibagi seorang anak untuk membekali dirinya dalam menyongsong dan
menjalani kehidupan dimasa depannya. Proses pembelajaran komunikasi ini akan
mematangkan pembelajaran etika, nilai (value), kepribadian, dansikap agar mereka benar-benar
menjadi sosok penerus bangsa yang berperilaku dan berkepribadian luhur seperti apa yang
diamanatkan oleh para pejuang negeri tercinta ini.Komunikasi yang baik antara orang tua
dengan anak, sangat membantu anak memahami dirinya sendiri, perasaannya, pikirannya,
pendapatnya dan keinginan-keinginannya. Anak dapat mengidentifikasi perasaannya secara
tepat sehingga membantunya untuk mengenali perasaan yang sama pada orang lain.
Dengan bekal pengetahuan strategi berkomunikasi, maka orang tua dapat mewujudkan
dan membimbing anak-anaknya menjadi anak yang handal dan berkualitas serta siap untuk
menghadapi kehidupan yang semakin kompleks.
1.2.Rumusan Masalah
• Bagaimana teori dan faktor yang mempengaruhi komunikasi terhadap anak usia dini?
• Bagaimana teknik – teknik komunikasi yang dapat digunakan pada pasien anak?
1.3.Tujuan
• Dapat memahami teori dan faktor yang mempengaruhi komunikasi terhadap anak usia
dini.
• Dapat memahami teknik-teknik komunikasi yang dapat digunakan pada pasien anak.
PEMBAHASAN
2.1. Teori dan Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Terhadap Anak Usia Dini
Melalui pola komunikasi yang tepat seiring dengan kemampuan berbahasa orang tua
yang akan ditrasfer pada anak lewat komunikasi yang efektif, maka segala hal positif berkenaan
dengan tumbuh kembang anak yang sesuai harapan akan terpenuhi. Perkembangan strategi
komunikasi berawal dari perkembangan bahasa anak. Bahasa anak awalnya berkembang secara
alami. Proses ini dikenal dengan pemerolehan bahasa. Melalui interaksi dengan lingkungan
anak memperoleh pengalaman yang memberi sumbangan terhadap perkembangan bahasa.
Ada tiga teori dasar yang dapat digunakan untuk memahami perkembangan bahasa
anak. Ketiga teori tersebut dikemukakan berikut ini:
Teori dalam aliran behavioristik yang diprakarsai oleh BF. Skinner yang menyatakan
bahwa lingkungan memberi pengaruh utama bagi perkembangan bahasa anak.Oleh karenanya
orang tua dan pendidik perlu aktif mengajak anak berbicara dan memberi contoh penggunaan
bahasa yang baik. Teori perilaku juga percaya bahwa agar anak berhasil dibutuhkan penguatan.
Bentuk penguatan khususnya adalah pujian atau barang-barang sederhana. Anak perlu diberi
contoh ucapan sehingga anak dapat meniru ucapan tersebut. Atas keberhasilan anak mengulangi
contoh yang diberikan, perlu diberi penguatan dan imbalan yang segera diberikan seperti
‘bagus,’ pinter, diberi permen atau yang lainnya yang setimpal. Teori ini menekankan bahwa
dalam perkembangan bahasa anak usia dini, orangtua dituntut untuk memberikan stimulasi,
seperti aktif mengajak anak berbicara dan bercakap-cakap agar pencapaian kemampuan
berbahasa anak maksimal.
Menurut Noan Chomsky kemampuan bahasa anak terbentuk mulai dari konsepsi. Dengan kata
lain, sejak lahir anak telah memiliki kemampuan berbahasa. Kemampuan tersebut dikenal
dengan Language Advice Device 2Hurlock Elizabeth B. 2005 Perkembangan anak Jilid 1.
Jakarta. Penerbit Erlangga.. 3 ibid (LAD). Chomsky juga memperkenalkan Universal Grammar
dalam kemampuan bahasa anak. Ini merupakan kelemahan dan sumber kritik atas teorinya
Chomsky. Selanjutnya Chomsky juga menyatakan bahwa belajar bahasa sebaiknya sebelum
usia sepuluh tahun. Kemampuan yang terbentuk pada saat dalam kandungan akan teraktualisasi
atau berkembangan dengan didukung oleh faktor biologis dan faktor lingkungan setelah anak
lahir. Untuk itu, Noam Chomsky menyatakan faktor lingkungan juga sangat berperan dalam
perkembangan bahasa anak disamping kesiapan faktor biologis. Ada kemampuan yang tidak
mungkin dimiliki anak, walau lingkungan memberi stimulasi yang maksimal kalau kondisi
biologis belum siap untuk mencapai kemampuan tersebut. Misalnya, pengucapan huruf ‘g’
tidak mungkin dimiliki sebelum alveolenatal matang untuk berfungsi. Teori ini Mengutarakan
bahwa bahasa sudah ada di dalarn diri anak. Pada saat seorang anak lahir, dia telah memiiiki
seperangkat kemampuan berbahasa yang disebut Tata Bahasa Umum” atau ‘Universal
Grammar’. Teori ini mengatakan bahwa meskipun pengetahuan yang ada di dalam diri anak
tidak rnendapatkan banyak rangsangan, anak akan tetap dapat mempelajarinya. Anak tidak
sekedar meniru bahasa.yang dia dengarkan, tapi ia juga mampu menarik kesimpulan dari pola
yang ada, hal ini karena anak memiliki sistem bahasa yang disebut Perangkat Penguasaan
Bahasa. Teori Nativistik juga memberikan pengetahuan bahwa keterampilan bahasa juga
dipengaruhi oleh kematangan fisik anak, misalnya kematangan organ-organ bicara. Oleh karena
itu, pendidik dalam dalam memberikan stimulasi perlu memperhatikan kesiapan anak. Teori ini
juga memberikan wawasan bahwa anak akan belajar bahasa dengan cepat sebelum usia 10
tahun. Artinya, pembelajaran bahasa lebih baik diberikan sejak dini, karena lebih dari usia 10
tahun anak akan mengalami kesulitan.
Perkembangan kognisi dan bahasa dibentuk dari interaksi dengan orang lain.4 Dengan
berinteraksi dengan orang lain, maka pengetahuan, nilai dan sikap anak akan berkembang.
Anak memiliki perkembangan kognisi yang terbatas pada usia-usia tertentu, tetapi melalui
interaksi sosial, anak akan mengalarni peningkatan kemampuan berpikir. Pengaruh pada
pembelajaran. Anak akan dapat belajar dengan optimal jika diberikan kegiatan, Sementara anak
melakukan kegiatan, anak perlu didorong untuk sering berkomunikasi. Adanya anak yang lebih
tua usianya atau orang dewasa yang mendampingi pembeiajaran dan mengajak bercakap-cakap
akan menolong anak menggunakan kemampuan berbahasa yang lebih tinggi. Jika anak
mengalami kesulitan, peran orang dewasa yang tepat akan membantu anak memecahkan
persoalan sehingga anak dapat belajar sesuatu dari peristiwa tersebut. Karena itu pendidik perlu
menggunakan metode yang interaktif, menantang anak untuk meningkatkan pembeiajaran dan
menggunakan bahasa yang berkualitas
Komunikasi anak juga sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor sehingga anak mudah
untuk berkomunikasi dengan orang lain. Faktor-faktor itu adalah:
a. Kesehatan
Anak yang sehat lebih mudah berkomunikasi daripada anak yang kurang sehat. Anak yang
sehat memiliki motivasi yang kuat untuk menjadi anggota kelompok sosialnya (teman sejawat)
dan berkomunikasi dengan anggota kelompok tersebut.
b. Kecerdasan
Anak yang cerdas lebih mudahberkomunikasi daripada anak yang kurang cerdas. Anak
yang cerdas mempunyai rasa percaya diri yang besar dan tidak ada ketakutan untuk tidak
diterima oleh anggota kelompoknya atau teman sejawatnya.
Anak dari tingkat sosial ekonomi lebih tinggi punya kecenderungan untuk mudah
berkomunikasi karena anak sering didorong untuk mengungkapkan perasaannya. Anak juga
merasa aman dan terpenuhi jika mengungkapkan perasaan dan keinginanya
d. Jenis kelamin
e. Keinginan berkomunikasi
Semakin kuat keinginan anak berkomunikasi dengan orang lain atau teman sejawat
semakin mudah anak tersebut berkomunikasi.
f. Dorongan
Semakin anak didorong berkomunikasi dengan yang lain, semakin mudah anak
berkomunikasi. Semakin sering anak diajak bicara, ditanya, dan diajak komunikasi baik dalam
keluarga maupun dalam lingkungan semakin anak senang berkomunikasi karena merasa
diterima keberadaanya.
h. Urutan kelahiran
Anak yang lahir pertama mempunyai kecenderungan untuk lebih mudah berkomunikasi
dengan orang tuanya ketimbang anak yang lahir kemudian. Anak pertama biasanya mendapat
limpahan kasih sayang dan waktu yang lebih daripada anak yang kedua, dengan limpahan kasih
sayang dan waktu ini anak merasa diperhatikan dan diterima oleh orang tuanya.
Anak yang diasuh secara otoriter yang menekankan bahwa anak harus dilihat dan bukan
didengar mempunyai hambatan komunikasi.
j. Kelahiran kembar
Anak yang lahir kembar umumnya terlambat dalam perkembangan komunikasinya, karena
mereka lebih banyak bergaul dengan saudara kembarnya. Anak kembar punya kecenderungan
miskin logat dan melemahkan motivasi untuk komunikasi.
1. Sesuai dengan usia tumbuh kembang pada saat berkomunikasi dengan anak
Perawat perlu memandang anak secara holistic. Misalnya ketika sakit, anak tidak
hanya sakit secara fisik melainkan juga dapat sakit secara psikososial (karena
perpisahan/kehilangan teman).
2.3. Teknik – teknik komunikasi yang dapat digunakan pada pasien anak
A. Teknik Verbal
1. Pesan “saya”
Pergunakanlah istilah “saya” dan hindari penggunaan kata “anda”/”kamu”. Penggunaaan kata
“anda” memberikan kesan menghakimi klien. Contoh: - Pesan “Anda”: “Anda sangat tidak
patuh dalam mengikuti program pengobatan yang telah di berikan oleh dokter dan perawat”. -
Pesan “saya”: “saya sangat memperhatikan jalannya pengobatan anda karena saya ingin pasien
saya mencapai status kesehatan yang terbaik.
Teknik ini biasanya dipakai untuk klien usia infant dan toddler. Perawat dapat menggunakan
orang terdekat seperti ayah atau ibu sebagai fasilitator dalam berkomunikasi. Teknik ini di
anggap lebih bersahabat dan kurang mengancam dibandingkan dengan bertanya secara
langsung kepada anak. Teknik ini membuat anak lebih merasa nyaman dan dapat
mengungkapkan perasaannya secara lebih terbuka. Contoh: Anak biasanya malu ketika pertama
kali bertemu perawat, Ketika menanyakan nama anak, perawat dapat berbicara kepada ibunya
atau kepada boneka/mainan kesayangan anak terlebih dahulu: Assalamu’alaikum, selamat pagi,
boneka cantik ini siapa ya namanya? (anak menjawab). Kemudian perawat dapat melanjutkan
bertanya melalui perantara boneka tersebut nama anak, apa yang di rasakannya dan sebagainya.
3.Respon fasilitatif
Respon fasilitatif merupakan upaya perawat dalam memberikan feedback terhadap ungkapan
perasaan anak. Dalam menfasilitasi perawat harus mampu memberikan respon positif dan
mengekspresikan perasaannya dengan tidak mendominasi percakapan. Gunakan teknik
mendengar dengan perhatian, empati, dan cerminkan kembali pada pasien perasaan dan isi
pernyataan yang mereka ungkapkan. Respon yang dilakukan oleh perawat tidak boleh
menghakimi. Contoh:Bila anak berkata, “Saya benci ketika perawat datang dan menyuntikkan
obat” respon fasilitatifnya adalah: “Kamu 17 merasa tidak senang ya dengan yang dilakukan
oleh perawat padamu”. “Apakah kamu bisa menceritakan apa yang membuatmu tidak
senang?”.
4. Storytelling (bercerita)
Anak – anak sangat menyukai cerita. Dengan menggunakan cerita, harapannya pesan dapat
diterima lebih mudah oleh anak. Namun demikian, perlu diperhatikan, cerita yang disampaikan
hendaknya sesuai dengan pesan yang akan disampaikan, yang dapat diekspresikan melalui
tulisan maupun gambar. Gunakan bahasa yang mudah dipahami anak dapat masuk ke dalam
area berpikir mereka dan menembus batasan kesadaran atau rasa takut anak. Contoh: gunakan
gambar seperti seorang anak di rumah sakit dengan orang lain di suatu ruangan, dan minta
mereka untuk menggambarkan situasinya; “atau” potong cerita komik, buang kata-katanya, dan
minta anak menambahkan pernyataan untuk ilustrasi tersebut.
5. Saling bercerita
Pendekatan yang lebih terapeutik dibandingkan bercerita karena ada respon timbal balik dari
perawat. Mulailah dengan meminta anak menceritakan pengalamannya di rawat dirumah sakit,
ikuti dengan cerita lain yang diceritakan perawat yang hampir sama dengan cerita anak tetapi
dengan perbedaan yang membantu anak untuk mengidentifikasi area masalah. Contoh:Cerita si
anak adalah tentang di rawat di rumah sakit dan jarang melihat orang tua. Cerita si perawat juga
tentang 18 anak (dengan menggunakan nama yang berbeda tetapi situasinya serupa) di rumah
sakit yang orang tuanya berkunjung setiap hari (pada sore hari setelah bekerja), sampai anak
tersebut merasa lebih baik dan akhirnya pulang ke rumah bersama mereka.
6. Biblioterapi
a. Kaji perkembangan emosi dan kognitif anak untuk mengukur kesiapan anak untuk
memahami pesan dari buku.
7. Dreams (mimpi)
Dorong anak untuk menceritakan tentang mimpi atau mimpi buruk yang dialaminya selama di
rawat di rumah sakit. Terkadang perasaan stress anak dapat terbawa dalam mimpi. Gali
bersamanya tentang kemungkinan arti mimpi tersebut. Hal ini dapat membantu anak untuk
mengungkapkan perasaanya.
Teknik ini dapat membantu anak menentukan pilihan pemecahan masalah yang ada. Contoh
“Bagaiman jika kamu sakit dan harus pergi ke rumah sakit?” Respons anak menunjukkan apa
yang sudah mereka ketahui dan apa yang ingin mereka ketahui, pertanyaan ini juga member
kesempatan untuk membantu anak mempelajari keterampilan koping, terutama pada situasi
yang sulit.
Dengan ini, keinginan dan keluhan anak dapat diketahui. Harapan tersebut dapat menunjukkan
perasaan dan pikiran saat itu. Libatkan pertanyaan “Bila kamu memiliki tiga hal di dunia ini,
hal apa sajakah itu?” Tanyakan kepada anak harapan khusus tersebut.
Teknik ini sering digunakan untuk mengukur nyeri pada anak. Gunakan beberapa tipe skala
peringkat (angka, wajah sedih, sampai senang) untuk rentang kejadian atau perasaan.
Contoh:kala nyeri (pada skala 1 sampai 10, dengan 10 adalah hari yang paling nyeri).
Libatkan pernyataan sebagian dan minta anak untuk melengkapinya. Beberapa contoh
pernyataan tersebut sebagai berikut “Yang paling saya sukai tentang sekolah adalah.....”
makanan yang paling saya sukai adalah.....” “Sesuatu yang paling lucu yang pernah saya 20
lakukan adalah.....”
1. Menulis
Merupakan pendekatan komunikasi alternative untuk anak yang lebih besar/sudah dapat
menulis dengan lancar. Anak dapat di dorong untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan ke
dalam buku diari/jurnal.
2. Menggambar
Merupakan salah satu bentuk komunikasi paling sesuai dengan anak. Secara non verbal (dari
melihat gambar) maupun verbal (dari cerita anak tentang gambar), perawat dapat mengetahui
perasaan anak. Gambar anak menceritakan semua tentang mereka, karena gambar ini adalah
proyeksi diri mereka dari dalam
3. Magis/sulap
Gunakan trik sulap sederhana untuk membantu dalam membina hubungan dengan anak,
mendorong kepatuhan dengan intervensi kesehatan dan memberikan distraksi efektif selama
prosedur yang 21 menyakitkan.
4. Bermain
Anak menunjukkan jati diri mereka melalui aktivitas bermain. Bermain yang dimaksud disini
adalah bermain terapeutik yang dapat memberikan manfaat pada regimen keperawatan
(contohnya: meniup balon untuk anak dengan asma). Dengan arahan yang lebih spesifik, seperti
memberi peralatan medis (yang tidak berbahaya) atau boneka untuk
memfokuskan/memfasilitasi anak, seperti menggali rasa takut anak terhadap injeksi atau
menggali hubungan keluarga.
a. Penggunaan Istilah
Komunikator baik pendidik, orang dewasa ataupun guru harus memilih penggunaan istilah
dengan tepat agar para komunikanyaitu pihak penerima pesan dalam hal ini anak usia dini atau
anak didik lebih cepat memahami apa yang disampaikan. Sebagai contoh, ungkapan kata
“mungkin, barangkali, bisa saja” dstnya, bisa berakibat salah tafsir. Bisa saja komunikator
bermaksud mengatakan: bolehtetapi ia mengatakan bisa saja dalam kalimat “Bisa sajakalian
membawa bekal makanan dari rumah”. Hal ini akan sedikit membingungkan para komunikan
atau anak didik. Para komunikan mungkin merasa ragu untuk membawa makanan. Berbeda
dengan “Kalian bolehmembawa bekal makanan dari rumah”.
b. Berkesinambungan
Guru harus memberikan aba-aba melalui berbagai cara yang tepat agar para siswa mengerti
akan adanya topik baru yang harus dicermati. Hal ini akanmenjadikan efektifnya suatu
komunikasi. Siswa akan mempersiapkan diri menyimak hal-hal baru / topik baru. “Anak-anak
tadi kalian sudah mempelajari kata benda dengan contoh-contohnya, sekarang kita akan
membahas kata yang bermakna berbeda, namanya kata sifat, anak anak sudah siap…? Dengan
ungkapan seperti ini, anak didik akanmenyadari bahwa mereka akan menghadapi pembahasan
baru, sehingga mereka harus terfokus pada yang baru tersebut agar bisa memahami hal yang
baru itu. Anak didik diharapkan akan berpikir apakah yang baru ada kaitannya dengan yang
lama atau tidak tentunya setelah mendengar dan melakukan diskusi atau pembahasan.
Fase ini berlangsung pada umur 0-3 bulan dari periode lahir sampai akhir tahun pertama. Bayi
baru lahir belum bisa menggabungkan elemen bahasa, baik dari segi isi, bentuk, maupun
pemakaian bahasa. Selain itu juga belum bisa berkembangnya bentuk bahasa konvensional dan
kemampuan kognitif bayi juga belum berkembang. Komunikasi lebih bersifat reflektif daripada
terencana. Meskipun bayi belum mengerti dan belum bisa mengungkapkan bentuk bahasa
konvensional, mereka mengamati dan mengeluarkan suara dengan cara yang unik. Bayi yang
baru lahir hanya bereaksi terhadap suara untuk mengembangkan pendengarannya walaupun
belum mampu secara baik untuk mengembangkan bahasa dan pemakaiannya. Maka dari itu
perawat dapat membangun lingkungan yang menyediakan banyak kesempatan untuk bayi agar
dapat mengamati dan bereaksi terhadap suara.
Fase ini berlangsung pada umur 3-9 bulan. Salah satu perkembangan bahasa utama milestone
adalah pengucapan kata-kata pertama yang terjadi pada akhir tahun pertama, berlanjut sampai
satu setengah tahun saat pertumbuhan kosakata berlangsung cepat, juga tanda dimulainya
pembetukan kalimat awal. Berkembangnya kemampuan kognitif, adanya kontrol, dan
interpretasi emosional. Periode ini perawat dapat memberi arti pada kata-kata pertama anak,
seperti merujuk ke benda, orang, tempat, dan kejadian-kejadian di seputar lingkungan awal
anak. Fase transisi bahasa anak ini juga mengacu pada kemampuan kognitifnya, misalnya dalam
pemikirannya anak menginginkan sesuatu benda, maka apa yang ada di pikirannya akan
diwujudkan dengan menunjuk ke arah benda dengan menggerakkan tangannya, kemudian
perawat bisa memberi kontrol dan pengawasan dengan melarang anak untuk mengambil benda,
maka anak itu akan menurutinya, ataupun secara emosional anak bisa melakukan dengan
menangis. Pengucapan kata – kata pertama, misalnya anak mengucapkan kata ba..ba..
Fase ini terjadi pada umur 9-18 bulan. Bentuk kata-kata pertama menjadi banyak dan
dimulainya produksi kalimat. Perkembangan komprehensif dan produksi kata-kata berlangsung
cepat pada sekitar umur 18 bulan. Anak mulai bisa menggabungkan kata benda dengan kata
kerja yang kemudian menghasilkan kalimat. Melalui interaksinya dengan orang dewasa, anak
mulai belajar mengkonsolidasikan isi, bentuk, dan pemakaian bahasa dalam percakapannya.
Dengan semakin berkembangnya kognisi dan pengalaman afektif, anak mulai bisa berbicara
memakai kata-kata yang tersimpan dalam memorinya. Oleh karena itu perawat dapat
memberikan kalimat sederhana pada anak, misalnya minum susu, mama papa, mau makan dan
mau ini.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam proses pembelajaran bagi anak usia dini, komunikasi harus dikembangkan dengan
strategi yang disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak, salah satu
pusat perhatian kajian adalah perkembangan bahasa anak yang akan memberikan pengaruh
besar terhadap strategi komunikasi terhadap anan usia dini. Perkembangan teknik dan strategi
komunikasi berawal dari perkembangan bahasa anak. Komunikasi yang efektif sangat
diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak, dengan adanya komunikasi yang baik
dapat membentuk kepribadian pada anak. Anak-anak yang tidak dibiasakan berkomunikasi
dengan baik akan mengalami kesulitan dalam mengutarakan pendapat-pendapat mereka.
Banyak cara yang dapat dilakukan menjadi komunikator efektif dalam upaya memperbaiki
kualitas relasi antar-sesama.
3.2.Saran
Sebagaimana kita ketahui bahwa sesungguhnya pendidikan yang utama dan pertama bagi anak
usia dini berada di rumah bersama orang tua yaitu ayah dan ibu. Indikatornya adalah orang tua
merupakan orang yang paling bertanggungjawab terhadap perkembangan anak-anaknya, orang
tua merupakan orang yang pertama berinteraksi dengan anak-anaknya sebelum mereka
berinteraksi dengan orang lain, lingkungan keluarga merupakan lingkungan terdekat yang
sangat berpengaruh terhadap kepribadian anak, dan waktu yang dimiliki oleh anak lebih banyak
dihabiskan di rumah bersama orangtuanya . Dengan demikian pemberian asah, asih dan asuh
kepada anak usia dini menjadi tanggungjawab utama bagi orangtuanyayaitu ayah dan ibunya.
MAKALAH
KOMUNIKASI PADA REMAJA
Dosen Pengampu : Dr. Yustiana Olfah, A.PP,M.Kes
Kelompok 3
Ashshiffaul Imamah ( P07120221011 )
Maudina Putri Mahardani ( P07120221054 )
Reni Puji Utami ( P07120221051 )
Sintyana Hardiani ( P07120221031 )
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Remaja adalah individu yang berusia antara 10-24 tahun merupakan salah satu
kelompok populasi terbesar. Masa remaja adalah peralihan masa perkembangan yang
berlangsung sejak usia sekitar 10 sampai 11 tahun, serta melibatkan perubahan besar dalam
aspek fisik, kognitif, dan psikologis. Masa remaja awal sekitar usia 10 atau 11 sampai 14 tahun
peralihan dari masa kanak-kanak yang memberikan kesempatan untuk tumbuh, tidak hanya
dalam aspek fisik, tetapi juga dalam aspek kognitif, sosial, harga diri dan keintiman manusia
(Harlock dalam Papalia dkk, 2009).
Masalah yang dihadapi anak-anak yang menginjak usia remaja cukup banyak. Masalah
tersenut ada yang mudah dan dapat diselesaikan sendiri, akan tetapi adakalanya masalah yang
timbul sulit dipecahkan sendiri, sehingga memerlukan bantuan para pendidik, orang tua, bahkan
tim medis agar tercapai kesejahteraan pribadi.
Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi pada remaja dan
ibu hamil. Remaja putri memiliki resiko lebi besar mengidap anemia dibandingkan dengan
remaja putra. Hal ini dikarenakan remaja putri mengalami menstruasi pada setiap bulannya dan
sedang dalam masa pertumbuhan, sehingga lebih banyak membutuhkan asupan gizi. Selain itu
ketidakseimbangan dalam mengkonsumsi zat besi juga merupakan penyebab anemia pada
remaja. Kebiasaan sebagian remaja putri memperhatikan bentuk tubuh membuat mereka
membatasi konsumsi makan atau disebut dengan diet. Sehingga dalam mengonsumsi makanan
tidak stabil dan hal seperti ini dapat mempercepat terjadinya anemia.
Peran perawat dalam melakukan komunikasi pada remaja adalah sebagai tim pelaksana
dalam melakukan penyusunan asuhan keperawatan membina hubungan interpersonal yang
sepaham dan saing bergantung dengan orang lain, peningkatan fungsi dan kemapuan
memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan realistis yang jelas dan integritas diri.
Komunikasi seorang perawat dengan klien berusia remaja adalah hubungan yang terapeutik,
antara perawat dank lien akan pengalaman belajar dan juga merupakan pengalaman koreksi
terhadap komunikasi klien.
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penyusunan pedoman komunikasi efektif ini adalah
memberikan pengetahuan dan pedoman bagi petugas, perawat dan dokter tentang
bagaimana cara berkomunikasi dengan pasien berusia remaja.
2. Tujuan Khusus
Agar petugas, perawat dan dokter dapat melakukan komunikasi yang efektif dengan
pasien.
1.4 Manfaat
a Manfaat teoritis
Makalah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu Pendidikan. Khususnya Pendidikan
keperawatanya itu dalam hal berkomunikasi dengan para pemberi asuhan lainnya agar
terpenuhinya kebutuhan pasien.
b Manfaat Praktis
Bagi perawat
Makalah ini diharapkan sebagai sumber pengetahuan khusunya dalam hal komunikasi
yang dilakukan antara perawat dan pasien berusia remaja
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Ada beberapa pengertian komunikasi yang di kemukakan oleh beberapa para ahli,
yaitu sebagai berikut:
PEMBAHASAN
3.1 Komunikasi pada Remaja
Remaja (usia 12 tahun lebih) menggunakan komunikasi verbal yang canggih
(misalnya komunikasi menggunakan media elektronik seperti sms, bbm, twitter, e-mail,
facebook) meskipun perilaku mereka belum menunjukkan tingkat komunikasi, kognitif
atau kematangan lebih tinggi. Remaja bisa berespons terhadap pendekatan-pendekatan
verbal dengan satu suku kata. Sikap berdiam diri, marah atau tingkah laku lain perawat
harus menghindari kecenderungan untuk beresponsminimal dan perilaku sosial yang
diharapkan dengan menyelidik, konfrontasi, sikap terus bertanya, atau sikap-sikap yang
menghakimi.
Mempermudah kontak awal dengan diskusi mengenal teman, hobi, sekolah dan
keluarga dapat memberikan waktu bagi remaja yang gelisah untuk menyesuaikan diri.
Keterbukaan dapat terjadilebih mudah jika remaja dan perawat terlihat dalam aktivitas
bersama (Engel,2008:7-8). Sangat bermanfaat untuk menanyakan kepada remaja apa
yang mereka ketahui tentang kontak kesehatan dan untuk menjelaskan rasional dari
pengkajian kesehatan. Remaja mungkin mempunyai perhatian terhadap privasi dari
kerahasiaan, dan kesempatan harus diberikan untuk melengkapi beberapa atau semua
pengkajian tanpan kehadiran orang tua. Perawat wanita perlu sensitif terhadap potensi
rasa malu remaja putra saat diperiksa perawat wanita dan berikan selimut penutup serta
meminimalkan sentuhan. Parameter kerahasiaan harus dijelaskan terutama harus
dijelaskan bahwa informasi yang disampaikan bersifat rahasia kecuali perlu dilakukan
intervensi. Remaja cenderung menfokuskan perhatian pada citra diri dan fungsi tubuh,
dan bila sesui harus diberikan umpan balik dari pengkajian. Diagram dan model dapat
meningkatkan umpan balik. Walaupun remaja tingkat pemahan dan kosa kata yang tinggi,
mereka dapat berfungsi secara tidak konsisten pada tingkat kognitif yang lebih tinggi,
rinci, dan teknis. Remaja yang sadar diri mungkin engganbertanya untuk klarifikasi
penjelasan yang tidak dimengerti (Engel,2008:7-8). Perkembangan komunikasi pada usia
remaja ini ditunjukkan dengan kemampuan berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai
berpikir secara konseptual, sudah mulai menunjukkan perasaan malu, pada anak usia
sering kali merenung kehidupan tentang masa depan yang direfleksikan dalam
komunikasi. Pada usia ini pola pikir sudah mulai menunjukkan ke arah yang lebih positif,
terjadi konseptualisasi mengingat masa ini adalah masa peralihan anak menjadi dewasa.
3.2 Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi pada Remaja
1. Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka komunikasi berlangsung secara
efektif.
2. Pengetahuan
Semakin banyak pengetahuan yang didapat maka komunikasi berlangsung secara
efektif.
3. Sikap
Sikap mempengaruhi dalam berkomunikasi. Bila komunikan bersifat pasif / tertutup
maka komunikasi tidak berlangsung secara efektif.
5. Saluran
Saluran sangat penting dalam berkomunikasi agar pesan dapat tersampaikan ke
komunikan dengan baik.
6. Lingkungan
3.3 Prinsip Komunikasi pada Remaja
1. Cara Membangun Hubungan Yang Harmonis Dengan Remaja
Hal yang sering orang tua lakukan dalam berkomunikasi. Dalam berkomunikasi,
orang tua ingin segera membantu menyelesaikan masalah remaja, ada hal-hal yang
orang tua yang sering lakukan, seperti :
Pesan saya lebih menekankan perasaan dan kepedulian orang tua sebagai akibat
perilaku anak sehingga anak belajar bahwa setiap perilaku mempunyai akibat terhadap
orang lain. Melalui pesan saya akan mendorong semangat anak, mengembangkan
keberaniannya, sehingga anak akan merasa nyaman.
1) Kita tidak mungkin menjadi seorang yang harus memecahkan semua masalah.
2) Kita harus mengajarkan kepada remaja rasa tanggung jawab dalam memecahkan
masalahnya sendiri.
3) Kita perlu membantu remaja untuk tidak ikut campur urusan orang lain.
4) Anak perlu belajar mandiri
Setelah mengetahui masalah siapa maka akibatnya siapa yang punya masalah
harus bertanggung jawab untuk menyelesaikannya.Bila masalah itu adalah masalah
remaja maka tekhnik yang digunakan adalah mendengar aktif.
2. Bercerita
Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak remaja dapat mudah
diterima, mengingat anak sangat suka sekali dengan cerita, tetapi cerita yang disampaikan
hendaknya sesuai dengan pesan yang akan disampaikan, yang akan diekspresikan melalui
tulisan.
3. Memfasilitas
Memfasilitasi adalah bagian cara berkomunikasi, malalui ini ekspresi anak atau
respon anak remaja terhadap pesan dapat diterima, dalam memfasilitasi kita harus mampu
mengekspresikan perasaan dan tidak boleh dominan , tetapi anak harus diberikan respons
terhadap pesan yang disampaikan melalui mendengarkan dengan penuh perhatian dan
jangan mereflisikan ungkapan negatif yang menunjukan kesan yang jelek pada anak
remaja tersebut.
6. Penggunaan skala
Pengunaan skala atau peringkat ini digunakan dalam mengungkapkan perasaan
sakit pada anak seperti pengguaan perasaan nyeri, cemas, sedih dan lain-lain, dengan
menganjurkan anak untuk mengekspresikan perasaan sakitnya.
7. Menulis
Melalui cara ini remaja akan dapat mengekspresikan dirinya baik pada keadaan
sedih, marah atau lainnya dan biasanya banyak dilakukan pada remaja yang jengkel,
marah dan diam.
1. Membuka pintu, yaitu ungkapan orang tua yang memungkinkan anak untuk
membicarakan lebih banyak, mendorong anak untuk mendekat dan mencurahkan isi
hatinya. Dan yang penting menumbuhkan pada anak rasa diterima dan dihargai. Beberapa
pernyataan yang bersifat membuka antara lain: “Saya mengerti.. “ Ya..hm.. “Oh ya..”
Coba ceritakan lebih banyak..”ibu koq tertarik ya..”Kelihatannya kamu seneng ya..
2. Mendengar Aktif, kemampuan orangtua untuk menguraikan perasaan anak dengan tepat,
jadi orangtua mengerti perasaan anak, yang dikirim anak lewat bahasa verbal maupun
non verbalnya. Keuntungan dari mendengar aktif, anatara lain: mendorong terjadinya
katarasis; menolong anak tidak takut terhadap perasaan (positif-negatif);
mengembangkan hubungan yang sangat dekat dengan orang tua; memudahkan anak
memecahkan masalahnya; meningkatkan kemampuan anak untuk mendengar pendapat
orang tua; meningkatkan tanggungjawab anak.
3. Komunikasi dengan empatik, prinsip komunikasi empatik: “Berusaha mengerti lebih
dahulu, baru dimengerti” . Dalam mendengarkan empatik, kita sebagai orang tua berusaha
masuk ke dalam kerangka pikiran, perasaan anak remaja kita.
Kita sebagai orang tua, tidak hanya mendengar dengan telinga, tapi dengan mata
dan hati. Hati kita merasakan, memahami, menyelami dan berintuisi dengan
permasalahan yang sedang dialami oleh anak remaja kita. Mata kita mengamati pesan-
pesan nonverbal yang diekspresikan oleh anak kita. Kita menggunakan otak kanan
sekaligus otak kiri.
Kesalahan dalam menafsirkan pesan bisa disebabkan karena tiga hal yaitu:
1. Hambatan Fisik :
a. Sinyal nonverbal yang tidak konsisten.
Gerak-gerik kita ketika berkomunikasi tidak melihat kepada lawan bicara, tetap
dengan aktivitas kita pada saat ada yang berkomunikasi dengan kita, mampengaruhi
proses komunikasi yang berlangsung.
b. Gangguan Noises
Gangguan ini bisa berupa suara yang bising pada saat kita berkomunikasi, jarak
yang jauh, dan lain sebagainya.
g. Kurang persiapan.
Bagaimana mungkin proses penyampaian materi atau pembelajaran
dapat optimal jika tidak menyiapkan perencanaan dengan baik
2. Hambatan Psikologis :
a. Mendengar.
Biasanya kita mendengar apa yang ingin kita dengar. Banyak hal atau informasi
yang ada di sekeliling kita, namun tidak semua yang kita dengar dan tanggapi.
Informasi yang menarik bagi kita, itulah yang ingin kita dengar.
c. Menilai sumber.
Kita cenderung menilai siapa yang memberikan informasi. Jika ada seorang
remaja yang memberikan informasi tentang suatu hal, kita cenderung
mengabaikannya.
d. Pengaruh emosi.
Pada keadaan marah, remaja akan kesulitan untuk menerima informasi. apapun
berita atau informasi yang diberikan, tidak akan diterima dan ditanggapinya.
e. Kecurigaan.
Kembangkanlah sikap berbaik sangka pada semua orang. Hendaklah berpikir
baik atau positif bahwa materi ini bisa dipahami oleh remaja. Komunikator curiga pada
komunikan akan membawa suasana pembelajaran tidak kondusif.
f. Tidak jujur.
Karakter dasar komunikator mestilah ditampilkan selama pembelajaran
komunikasi pada remaja berlangsung dan juga di luar pembelajaran. Kita harus jujur.
Jangan bohong. Jujurlah jika memang tidak tahu
g. Tertutup.
Jika ada kita yang memiliki sikap tertutup atau introvert dalam proses
pembelajaran, sebaiknya jangan menjadi komunikator. Sebab dalam proses itu
diperlukan kerjasama, keterbukaan, kehangatan, dan keterlibatan.
h. Destruktif.
Jelas sikap ini akan menjadi penghambat aliran komunikasi pada remaja.
Cegahlah sedini mungkin oleh kita.Jika sikap destruktif itu muncul, lakukan segera
penanganannya secara bijak atau sesuai prosedur yang berlaku.
i. Kurang dewasa.
Kita memang perlu menyadari sikapnya dalam proses pembelajaran. Bedakan
ketika kita berbicara dengan anak-anak, karena kita berkomunikasi dengan seorang
remaja.mampu, tetapi ada hambatan psikologi.
3. Semantik :
a. Persepsi yang berbeda.
Komunikasi tidak akan berjalan efektif, jika persepsi si pengirim pesan tidak
sama dengan si penerima pesan. Perbedaan ini bahkan bisa menimbulkan
pertengkaran, diantara pengirim dan penerima pesan. Setiap individu memiliki latar
belakang yang berbeda. Itu adalah wajar dan real. Yang perlu dilakukan adalah
kesepakatan antara komunikator dan komunikan bahwa inilah tujuan komunikasi yang
ingin kita raih. Oleh karena itu, sampaikanlah tujuan tersebut kepada komunikan
dengan jelas.
Remaja memiliki risiko tinggi terhadap kejadian anemia terutama anemia gizi besi.
Hal itu terjadi karena masa remaja memerlukan zat gizi yang lebih tinggi termasuk zat
besi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Remaja putri memiliki risiko yang lebih
tinggi dibandingkan remaja putra, hal ini dikarenakan remaja putri setiap bulannya
mengalami haid (menstruasi). Selain itu remaja putri cenderung sangat memperhatikan
bentuk badannya sehingga akan membatasi asupan makan dan banyak pantangan
terhadap makanan seperti melakukan diet vegetarian. Dampak dari kejadian anemia pada
remaja dapat menurunkan konsentrasi dan prestasi belajar, serta mempengaruhi
produktivitas di kalangan remaja.5 Disamping itu juga dapat menurunkan daya tahan
tubuh sehingga mudah terkena infeksi. Anemia dapat mempengaruhi tingkat kesegaran
jasmani seseorang. Akibat dari jangka panjang penderita anemia gizi besi pada remaja
putri yang nantinya akan hamil, maka remaja putri tersebut tidak mampu memenuhi zat–
zat gizi pada dirinya dan janinnya sehingga dapat meningkatkan terjadinya risiko
kematian maternal, prematuritas, BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah), dan kematian
perinatal.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada BAB III menyimpulkan bahwa:
komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi, gagasan atau
pengetahuan kepada pihak lain. Remaja ialah masa peralihan dari masa kanak-
kanak ke dewasa. Bentuk komunikasi ada 2: Verbal dan non-verbal. Remaja
(usia 12 tahun lebih) menggunakan komunikasi verbal yang canggih, meskipun
perilaku mereka belum menunjukkan tingkat komunikasi, kognitif atau
kematangan lebih tinggi. Adapun hambatan komunikasi: hambatan fisik,
hambatan psikologi dan hambatan semantik atau hambatan dalam mengartikan.
Dalam berkomunikasi dengan remaja kita harus menerapkan teknik komunikasi
pada remaja. Salah satu masalah kesehatan pada remaja adalah anemia, sangat
dibutuhkan penerapak komunikasi terapeutik pada remaja pengidap anemia.
4.2 Saran
Berdasarkan pembahasan diatas penulis menyarankan kepada para
remaja untuk melakukan komunikasi yang sesuai kepada orang tua atau teman
sebaya. Dan menyarankan kepada orang tua untuk mendidik anaknya cara
berkomunikasi yang benar dan sesuai dengan tingkatan
PERTANYAAN
1. Masa remaja adalah masa yang labil. Bagaimana cara kita sebgaia perawat untuk
melakukan komunikasi yang dapat menyebabkan remaja tersebut lebih stabil baik
dalam kehidupan pribadinya maupun dalam bersosialisasi ?
Jawaban : Memberikan kebebasan pada anak karena masa remaja juga memiliki rasa
ingin bebas/tidak mau dikekang, memberi motivasi dan rasa percaya diri melalui
nasihat yang harmonis serta mengerti perasaan anak
2. Bagaimana komunikasi orang tua kepada anak remaja yang introvert, karena dengan
ketertutupannya tersebut dapat membuat dirinya depresi ?
Jawaban : Komunikasi orang tua pada anak yang introvert dapat dilakukan dengan
cara selalu atau sering mengajak anak untuk berbicara dan bercerita tentang apa yang
sedang terjadi atau dirasakan, karena hal itu dapat meringankan apa yang dipikirkan
sang anak yang dapt menyebabkan depresi
3. Apabila ada remaja yang menginginkan sesuatu namun orang tuanya merupakan
orang yang tidak mampu. Kemudian orang tua tersebut berkomunikasi kepada sang
anak secara hati-hati sedangkan anak tersebut tetap memaksa dan marah-marah
karena keinginannya tidak terpenuhi. Bagaimana cara mengatasi hal tersebut ?
Jawaban : Jangan turuti keinginan sang anak, karena sebagai orang tua perlu
mempertimbangkan apa yang lebih penting dengan melihat faktor ekonominya,
selalu berkomunikasi dengan baik pada sang anak dan berikan alas an agar sang anak
perlahan mengerti kondisi pada orang tuanya
PENERAPAN STRATEGI PELAKSANAAN KOMUNIKASI
PADA ORANG DEWASA
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi
KELOMPOK 4
JURUSAN KEPERAWATAN
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Komunikasi adalah bagian yang penting dalam kehidupan dan menyatu dengan
kehidupan kita. Dengan berkomunikasi kehidupan kita akan interaktif dan menjadi
lebih dinamis. Proses komunikasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
usia, jenis kelamin, latar belakang pendidikan dan sosial, dan lain-lain.
Komunikasi dalam keperawatan adalah hal yang mendasar dan menjadi alat
kerja utama bagi setiap perawat untuk memberikan asuhan keperawatan karena
perawat akan terus menerus bersama pasien selama 24 jam. Pengetahuan tentang
komunikasi dan komunikasi terapeutik sangat penting terkait dalam melakukan
proses asuhan keperawatan.
Pada komunikasi dengan orang dewasa perlu diketahui bahwa orang dewasa
mampu belajar membagi perasaan cinta kasih, minat, dan permasalahan dengan
orang lain. Orang dewasa juga telah mengetahui cara berkomunikasi dengan orang
lain. Untuk itu diperlukan suatu strategi pelaksanaan dan sikap yang tepat dalam
berkomunikasi dengan orang dewasa. Dalam makalah ini akan dibahas tentang
strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik pada orang dewasa.
1.2.Tujuan
a. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
memberikan pedoman kepada perawat tentang bagaimana strategi pelaksanaan
komunikasi pada pasien dewasa.
b. Tujuan Khusus
1.3.Manfaat
a. Manfaat Teoritis
b. Manfaat Praktis
1. Bagi Perawat
PEMBAHASAN
Erikson (1985) dalam Stuart dan Sundeen (1998) menjelaskan bahwa pada orang
dewasa terjadi perkembangan psikososial, yaitu intimasi versus isolasi. Orang dewasa
sudah mempunyai sikap-sikap tertentu, pengetahuan tertentu, bahkan tidak jarang sikap itu
sudah sangat lama menetap dalam dirinya sehingga tidak mudah mengubahnya.
Pengetahuan yang selama ini dianggapnya benar dan bermanfaat belum tentu mudah
digantikan dengan pengetahuan baru jika kebetulan tidak sejalan dengan yang lama. Orang
dewasa bukan seperti gelas kosong yang dapat diisikan sesuatu. Oleh karena itu, dikatakan
bahwa kepada orang dewasa tidak dapat diajarkan sesuatu yang baru untuk mengubah
tingkah lakunya dengan cepat. Orang dewasa, kalau ia sendiri yang ingin belajar hal baru,
dia akan terdorong mengambil langkah untuk mencapai sesuatu yang baru itu. Pada tahap
ini, orang dewasa mampu belajar membagi perasaan cinta kasih, minat, dan permasalahan
dengan orang lain. Pada masa ini, orang dewasa mempunyai cara-cara tersendiri dalam
berkomunikasi dengan orang lain. Cara-cara spesifik yang biasa mereka lakukan adalah
terkait dengan pengetahuan, pengalaman, sikap, kemapanan, harga diri, dan aktualisasi
dirinya.
Sikap perawat: Menggunakan motivasi untuk mencari pengetahuan sendiri sesuai yang
diinginkan. Tidak perlu mengajari, tetapi cukup memberikan motivasi untuk menggantikan
perilaku yang kurang tepat.
b. Berkomunikasi pada orang dewasa/lansia harus melibatkan perasaan dan pikiran.
Sikap perawat: Gunakan perasaan dan pikiran orang dewasa/lansia sebagai kekuatan untuk
merubah perilakunya.
c. Komunikasi adalah hasil kerja sama antara manusia yang saling memberi pengalaman
serta saling mengungkapkan reaksi dan tanggapannya mengenai suatu masalah.
Sikap perawat: Bekerja sama dengan orang dewasa/lansia untuk menyelesaikan masalah.
Memberikan kesempatan pada lansia untuk mengungkapkan pengalaman dan memberi
tanggapan sendiri terhadap pengalaman tersebut.
Di samping sikap, kita juga harus memperhatikan atau mampu menciptakan suasana
yang dapat mendorong efektivitas komunikasi pada kelompok usia dewasa ataupun lansia.
Upayakan penciptaan suasana komunikasi yang dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
a. Suasana hormat menghormati Orang dewasa dan lansia akan mampu berkomunikasi
dengan baik apabila pendapat pribadinya dihormati, ia lebih senang kalau ia boleh turut
berpikir dan mengemukakan pikirannya.
b. Suasana saling menghargai Segala pendapat, perasaan, pikiran, gagasan, dan sistem
nilai yang dianut perlu dihargai. Meremehkan dan menyampingkan harga diri mereka
akan dapat menjadi kendala dalam jalannya komunikasi.
c. Suasana saling percaya Saling memercayai bahwa apa yang disampaikan itu benar
adanya akan dapat membawa hasil yang diharapkan. Jangan melakukan penyangkalan
pada apa yang dikomunikasikan oleh orang dewasa atau lansia, karena mereka akan
tidak percaya dengan Anda dan mengakibatkan tujuan komunikasi tidak tercapai.
d. Suasana saling terbuka Keterbukaan dalam komunikasi sangat diperlukan, baik bagi
orang dewasa maupun lansia. Maksud terbuka adalah terbuka untuk mengungkapkan
diri dan terbuka untuk mendengarkan orang lain. Hanya dalam suasana keterbukaan
segala alternatif dapat tergali.
Komunikasi verbal dan nonverbal adalah bentuk komunikasi yang harus saling
mendukung satu sama lain. Seperti halnya komunikasi pada anak-anak, perilaku nonverbal
sama pentingnya pada orang dewasa dan juga lansia. Ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan nada
suara memberi tanda tentang status emosional dari orang dewasa dan lansia.
Orang dewasa yang sakit dan dirawat di rumah sakit bisa merasa tidak berdaya, tidak
aman, dan tidak mampu ketika dikelilingi oleh tokoh-tokoh yang berwenang. Status
kemandirian mereka telah berubah menjadi status ketika orang lain yang memutuskan kapan
mereka makan dan kapan mereka tidur. Ini merupakan pengalaman yang mengancam dirinya
ketika orang dewasa tidak berdaya dan cemas dan ini dapat terungkap dalam bentuk kemarahan
dan agresi.
Ketika Anda berkomunikasi, mulai pada tingkat usia bayi-anak sampai dewasa dan
lansia teknik tersebut harus digunakan secara kombinasi. Akan tetapi, secara khusus, Anda
harus menguasai teknik-teknik yang membedakan pada kelompok usia tertentu yang
disesuaikan dengan karakteristik perkembangannya. Berikut ini teknik komunikasi yang secara
khusus yang harus Anda terapkan saat berkomunikasi dengan orang dewasa.
- Memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan
klien saat ini
1. Memberi salam.
2. Memperkenalkan diri .
5. Melengkapi kontrak.
3. Mengingatkan kontrak
c. Fase kerja
Active listening yaitu perawat membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang
dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya , dan mengevaluasi cara atau alternatif
pemecahan masalah yang dipilih
d. Fase Terminasi
1. Terminasi Sementara
Terminasi sementara adalah akhir dari setiap pertemuan perawat dan pasien.
Pada terminasi sementara perawat akan bertemu lagi dengan pasien pada waktu
yang telah ditentukan misalnya 1 atau 2 jam/hari berikutnya . Isi percakapan
pada tahap ini :
2. Terminasi Akhir
Terminasi akhir terjadi jika pasien akan pulang dari RS atau perawat selesai
praktek di RS.Isi percakapan pada tahap ini :
- Evaluasi hasil
- Tindak lanjut
-Eksplorasi perasaan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
KELOMPOK 5
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak
hanya bergantung pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung dari perhatian
terhadap keadaan sosial, ekonomi, kultural dan psikologis pasien tersebut. Walaupun
pelayanan kesehatan secara medis pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi mereka
tetap memerlukan komunikasi yang baik serta empati sebagai bagian penting dalam
penanganan persoalan kesehatan mereka. Komunikasi yang baik ini akan sangat
membantu dalam keterbatasan kapasitas fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi
yang labil pada pasien lanjut usia (William et al., 2007). Berdasarkan hal – hal tersebut
kami menulis makalah ini yang berjudul “ komunikasi pada lansia”
B. Rumusan Masalah
1.Pengertian Komunikasi Dan Lansia
2.Komunikasi Pada Lansia
3.Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Pada Lansia
4.Strategi Pelaksanaan (SP) Komunikasi
C. Tujuan
1. Mengembangkan strategi pelaksanaan (SP) komunikasi dan mempraktik
kannya pada pasien usia dewasa dengan menggunakan strategi dan
teknik-teknik komunikasi sesuai karakteristik perkembangan orang
dewasa.
2. Mengembangkan strategi pelaksanaan (SP) komunikasi dan mempraktikkannya
pada pasien lanjut usia dengan menggunakan strategi dan teknik-teknik komunikasi
sesuai karakteristik perkembangan lanjut usia.
D.Manfaat
1. Manfaat teoritis
Makalah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu Pendidikan. Khususnya
Pendidikan keperawatanya itu dalam hal berkomunikasi dengan pasien lanjut usia.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi perawat
Makalah ini diharapkan sebagai sumber pengetahuan khusunya dalam hal
komunikasi efektif yang dapat dilakukan perawat dengan pasien lanjut usia dan
keluarganya dalam rangka proses pemenuhan kebutuhan pasien.
b. Bagi tempat layanan kesehatan
Makalah ini diharapkan dapat memberi masukan ilmu pengetahuan sehingga
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menerapan komunikasi
dengan pasien lanjut usia..
c. Bagi progam studi Sarjana Terapan Keperawatan
Menambahkan pustaka dan bahan kajian ilmiah, sehingga dapat menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan pembaca khususnya mahasiswa progam studi
Sarjana Terapan Keperawatan mengenai praktik komunikasi pada pasien lanjut
usia.
d. Bagi masyarakat
Diharapkan setelah tersusunnya makalah ini masyarakat dapat megetahui
bagaimana proses dan strategi pelaksanaan komunikasi pada pasien lanjut usia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Komunikasi Dan Lansia
Komunikasi dengan pasien lanjut usia dapat menjadi lebih sulit dibandingkan dengan
komunikasi pada populasi biasa sebagai akibat dari gangguan sensori yang terkait usia
danpenurunan memori. Orang ketiga juga dapat menjadi bagian dari interaksi, karena pasien
lanjut usia seringkali ditemani oleh anggota keluarga yang dicintai yang aktif terlibat pada
perawatan pasien dan berpartisipasi dalam kunjungan. Ada banyak faktor lain yang
mempengaruhi efektivitas komunikasi dengan pasien lanjut usia. Pasien lanjut usia sering hadir
dengan masalah yang kompleks dan beberapa keluhan utama, yang memerlukan waktu untuk
menyelesaikannya. Untuk setiap dekade kehidupan setelah usia 40 tahun, pasien kemungkinan
mengalami satu penyakit kronik baru. Sehingga pada usia 80 tahun, orang kemungkinan
memiliki paling tidak 4 penyakit kronis (Vieder et al., 2002). Faktor lain adalah bahwa pasien
lanjut usia umumnya lebih sedikit bertanya dan menunggu untuk ditanya sesuai kewenangan
dokter (Haug & Ory, 1987;Greene et al.,1989). Masalah usia atau dikenal dengan
istilah ageism juga merupakan hal yang lazim dijumpai pada perawatan kesehatan dan secara
tidak sengaja berperan terhadap buruknya komunikasi dengan pasien lanjut usia (Ory et al.,
2003).
1. Kondisi Pasien
Seorang pasien lanjut usia bernama Ibu Siti, 78 tahun diantar keluarga ke rumah sakit
dengan peradangan hati (hepar). Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan 380 C,
banyak keluar keringat, kadang-kadang mual dan muntah. Palpasi teraba hepar membesar.
Pasien mengatakan bahwa diagnosis dokter salah, “Dokter salah mendiagnosa, tidak mungkin
saya sakit yang demikian karena saya selalu menjaga kesehatan”, Pasien menolak pengobatan
dan tidak mau dirawat. Pasien yakin bahwa dia sehat-sehat saja dan tidak perlu perawatan dan
pengobatan.
2. Diagnosis/Masalah Keperawatan:
Denial (Penolakan)
3.Rencana Keperawatan:
c.)Diskusikan masalah yang dihadapi dan proses terapi selama di Rumah Sakit (RS).
4.Tujuan :
5.SP Komunikasi
Fase Orientasi
Salam terapeutik:
Perawat : “Selamat pagi. Saya Ibu Tri. Apa benar saya dengan Ibu Siti?” (mendekat ke
arah pasien dan mengulurkan tangan untuk berjabatan tangan).
Perawat : “Apa kabar Ibu? Bagaimana perasaan hari ini? Ibu sepertinya tampak lelah?”
Pasien : “Saya sehat-sehat saja, tidak perlu ada yang dikhawatirkan terhadap diri
saya”.
Perawat : “Ibu, saya ingin mendiskusikan masalah kesehatan ibu supaya kondisi ibu lebih
Pasien : “Iya, tapi benarkan saya tidak sakit? Saya selalu sehat”.
Perawat : (Tersenyum)...”Nanti kita diskusikan. Waktunya 15 menit saja ya”. “Ibu mau
Fase Kerja: (Tuliskan kata-kata sesuai Tujuan dan Rencana yang Akan Dicapai/
Dilakukan)
Perawat : “Saya berharap sementara ini, ibu mau istirahat dulu untuk beberapa hari di
rumah sakit. Batasi aktivitas dan tidak boleh terlalu lelah”.
Pasien : “Saya kan tidak apa-apa... kenapa harus istirahat? Saya tidak bisa hanya
diam/duduk saja seperti ini. Saya sudah biasa beraktivitas dan melakukan
tugas-tugas soasial di masyarakat”.
Perawat : “Saya sangat memahami aktivitas ibu dan saya sangat bangga dengan
kegiatan ibu yang selalu semangat”.
Pasien (mendengarkan)
:
Perawat : “Ibu juga harus memahami bahwa setiap manusia mempunyai keterbatasan
kemampuan dan kekuatan (menunggu respons pasien)”.
Perawat : “Saya ingin tahu, apa alasan keluarga membawa ibu ke rumah sakit ini?”
Pasien “Badan saya panas, mual, muntah dan perut sering kembung. Tapi itu
: sudah biasa, tidak perlu ke rumah sakit sudah sembuh”.
Perawat : “Terus, apa yang membuat keluarga khawatir sehingga ibu diantar ke
rumah sakit?”
Pasien : “Saya muntah muntah dan badan saya lemas kemudian pingsan sebentar”.
Perawat : “Menurut pendapat ibu kalau sampai pingsan, berarti tubuh ibu masih kuat
atau sudah menurun kekuatannya?”
Pasien : “Iya, berarti tubuh saya sudah tidak mampu ya, berarti saya harus
istirahat?”
Perawat : “Menurut ibu, perlu istirahat apa tidak?”
Pasien : “Berapa lama saya harus istirahat? Kalau di rumah sakit ini jangan
lamalama ya?”
Perawat : “Lama dan tidaknya perawatan, tergantung dari ibu sendiri”.
“Kalau ibu kooperatif selama perawatan, mengikuti anjuran dan menjalani
terapi sesuai program, semoga tidak akan lama ibu di rumah sakit”.
Pasien : “Baiklah saya bersedia mengikuti anjuran perawat dan dokter, dan akan
mengikuti proses terapi dengan baik”.
Perawat : “Terima kasih, ibu telah mengambil keputusan terbaik untuk ibu sendiri.
Semoga cepat sembuh ya”.
Fase Terminasi:
sementara ini!”
Rencana tindak lanjut : “Saya berharap ibu bisa kooperatif selama di rawat. Ibu harus
istirahat dan tidak boleh banyak aktivitas, makan sesuai
dengan diet yang disediakan, dan minum obat secara teratur”.
Kontrak yang akan datang : “Satu jam lagi saya akan kembali untuk memastikan bahwa
Ibu telah menghabiskan makan ibu dan minum obat sesuai
program. Sampai jumpa nanti, ya. Selamat siang”.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Komunikasi pada lansia adalah sulit dan perlu pendekatan khusus. Pengetahuan yang
dianggapnya benar tidak mudah digantikan dengan pengetahuan baru sehingga kepada orang
dewasa sampai lansia, tidak dapat diajarkan sesuatu yang baru. Dalam berkomunikasi dengan
lansia diperlukan pengetahuan tentang sikap-sikap yang khas pada lansia. Gunakan perasaan
dan pikiran orang dewasa/lansia, bekerja sama untuk menyelesaikan masalah dan memberikan
kesempatan pada lansia untuk mengungkapkan pengalaman dan memberi tanggapan sendiri
terhadap pengalaman tersebut.
B.Saran
1. Bagi Perawat. Perawat sebaiknya selalu menerapkan komunikasi pada lansia sesuai dengan
SOP tentang serah terima pasien yang berlaku di rumah sakit agar tidak terjadi insiden
keselamatan pasien terkait serah terima pasien.
Mahasiswa sebaiknya dapat menambah bahan kajian mengenai komunikasi pada lansia.
4.Bagi masyarakat
Masyarakat sebaiknya mengetahui bagaimana proses dan strategi komuniaksi pada lansia.
PERTANYAAN
Jawab :
Biasanya, orangtua memberi nasihat dan meminta anak untuk mendengarkannya. Tapi
sebaliknya, bila saat ini orang tua yang diberi nasihat mungkin takkan berjalan dengan
semestinya. Terkadang sulit bagi beberapa lansia untuk menerima nasihat atau saran dari
anaknya.Karena itu, memberikan saran sebaiknya dihindari kecuali Anda yakin telah
diminta. Biasanya lebih baik meminta pihak lain yang posisinya netral yang menjadi
pemberi saran. Meski demikian, Anda dapat memberikan dorongan dan dukungan, tanpa
memberikan nasihat.
Benar-benar mendengarkan apa yang dikatakan sesepuh Anda. Jangan menyela atau
memotong pembicaraan. Dengarkan terlebih dulu apa yang diucapkan dan disampaikan
lansia. Kemudian, setelah itu Anda bisa mencoba mengutarakan apa yang ingin
disampaikan pada orang tua.
Tak selamanya dalam satu sekeluarga ada satu kesepahaman. Karena itu, hormati pendapat
orang lain, dalam hal ini orang tua Anda dan jangan abaikan bila ia tidak setuju dengan
Anda. Dengarkan semua opininya, bila memungkinkan cobalah untuk berkompromi
ketika perlu mengambil sebuah keputusan.
Hindari melakukan percakapan di tengah-tengah suara bising atau berisik seperti kendaraan,
televisi atau radio. Anda dan orang tua menjadi sulit fokus berkomunikasi. Matikan televise
atau radio, atau paling tidak kecilkan volumenya. Bicaralah secara berhadap-hadapan
sehingga orang tua dapat menangkap ekspresi wajah Anda.
Tertawa benar-benar obat terbaik. Momen-momen lucu sering muncul. Bersikap terbuka,
hindari perbincangan terlalu serius. Tertawa bersama dapat meredakan ketegangan dan
membangun kedekatan dengan orang yang Anda cintai.
2. Strategi komunikasi lansia pada poin yaitu tingkatkan pemahaman pada kesehatan
klien,nah apabila klien pikun itu bagaimana cara agar pasien mudah ingat ?
Dari : Halimah
Jawab : Berikut adalah prosedur yang dapat digunakan sebagai pengobatan untuk demensia:
A.Terapi khusus
Terdapat beberapa terapi yang dapat dilakukan untuk menangani gejala dan perilaku yang
muncul akibat demensia, yaitu:
B.Dukungan Keluarga
Selain terapi-terapi di atas, untuk menjaga kualitas hidup penderita demensia, diperlukan
dukungan dari keluarga atau kerabat. Dukungan atau bantuan tersebut dapat meliputi:
C.Obat-obatan
Beberapa jenis obat yang biasa digunakan untuk mengatasi gejala demensia
adalah acetylcholinesterase inhibitors, memantine, antiansietas, antipsikotik,
dan antidepresan.
D.Operasi
Demensia dapat ditangani dengan operasi jika disebabkan oleh tumor otak, cedera otak,
atau hidrosefalus. Tindakan operasi dapat membantu memulihkan gejala jika belum terjadi
kerusakan permanen pada otak.
Meskipun terdapat sejumlah terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi demensia, sebagian
besar penderita demensia tidak sembuh sepenuhnya. Namun, pengobatan tetap harus
dilakukan untuk meredakan gejala yang muncul. Selain itu, komplikasi juga dapat dihindari
dengan pengobatan yang tepat.
3. Pertanyaan yang mengancam itu seperti apa dan bagaimana cara kita sebagai
perawat agar tidak memberikan pertanyaan yang mengancam?
Biasanya, orangtua memberi nasihat dan meminta anak untuk mendengarkannya. Tapi
sebaliknya, bila saat ini orang tua yang diberi nasihat mungkin takkan berjalan dengan
semestinya. Terkadang sulit bagi beberapa lansia untuk menerima nasihat atau saran dari
anaknya.Karena itu, memberikan saran sebaiknya dihindari kecuali Anda yakin telah
diminta. Biasanya lebih baik meminta pihak lain yang posisinya netral yang menjadi
pemberi saran. Meski demikian, Anda dapat memberikan dorongan dan dukungan, tanpa
memberikan nasihat.
Benar-benar mendengarkan apa yang dikatakan sesepuh Anda. Jangan menyela atau
memotong pembicaraan. Dengarkan terlebih dulu apa yang diucapkan dan disampaikan
lansia. Kemudian, setelah itu Anda bisa mencoba mengutarakan apa yang ingin
disampaikan pada orang tua.
Tak selamanya dalam satu sekeluarga ada satu kesepahaman. Karena itu, hormati pendapat
orang lain, dalam hal ini orang tua Anda dan jangan abaikan bila ia tidak setuju dengan
Anda. Dengarkan semua opininya, bila memungkinkan cobalah untuk berkompromi
ketika perlu mengambil sebuah keputusan.
PRAKTIK KOMUNIKASI PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
KEBUTUHAN KHUSUS
DISUSUN OLEH :
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi,
manusia dapat saling berhubungan satu sama lain baik dalam kehiduapan sehari-hari
di rumah tangga, ditempat pekerjaan, dipasar, dalam masyarakat atau dimana saja
manusia berada. Tidak ada manusia yang tidak akan terlibat dalam komunikasi.
Komunikasi sangat penting bagi kehidupan manusia. Berkembangnya pengetahuan
manusia dari hari ke hari karena komunikasi. Komunikasi juga membentuk sistem
sosial yang saling membutuhkan satu sama lain, maka dari itu komunikasi dan
masyarakat tidak dapat dipisahkan.
B. Rumusan Masalah
a. Apakah kebutuhan khusus itu?
C. Tujuan
a. Mengetahui apa itu kebutuhan khusus.
PEMBAHASAN
Gangguan komunikasi adalah gangguan bicara pada anak sebagai salah satu
kelainan yang sering dialami oleh anak-anak. Gangguan komunikasi ini sering terjadi
pada usia presekolah. Hal ini mencakup gangguan berbicara (3%) dan gagap (1%).
Gangguan wicara yang terlambat ditangani adalah jika terjadi perubahan yang
signifikan dalam hal tingkah laku, gangguan kejiwaan, kesulitan membaca, dan
gangguan prestasi akademik termasuk penurunan prestasi di sekolah sampai drop-out.
3. Memiliki kesulitan menirukan suara atau kata pertama tidak muncul pada usia
18 bulan.
Berikut ini karakteristik anak usia lebih dari 2 tahun yang diidentifikasi sebagai
anak dengan kebutuhan khusus karena mengalami gangguan komunikasi.
1. Hanya dapat mengulang kata atau suara tanpa mampu menghasilkan kata atau
kalimat sendiri.
3. Tidak dapat mengikuti petunjuk sederhana. d. Memiliki suara yang tidak biasa
(suara hidung).
Macam – Macam gangguan yang termasuk dalam kebutuhan khusus ada 4 yaitu
:
• Afasia adalah salah satu jenis kelainan bahasa yang disebabkan adanya
kerusakan pada pusat-pusat bahasa di cortex cerebri. Secara klinis afasia
dibedakan menjadi 4 yaitu:
c. Afasia konduktif, yaitu kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam meniru
pengulangan bunyi-bunyi bahasa. Pada ucapan kalimat-kalimat pendek
cukup lancar, tetapi untuk kalimat panjang mengalami kesulitan.
Contoh: kata tadi diganti dengan dengan tapi, kopi dengan topi. Rendahnya
kemampuan mengingat menyebabkan penghilangan suku kata atau kata
pada waktu mengucapkan kalimat.
Contoh:/makan/diucapkan/kan/,/pergi/diucapkan/gi/,/ibu pergi
ke pasar/diucapkan/bu…gi….cal.
b. Gangguan suara, yaitu salah satu jenis gangguan komunikasi yang disebabkan
adanya gangguan pada proses produksi suara. Macam gangguan suara tersebut
sebagai berikut.
a. Kelainan nada: gangguan pada frekuensi getaran pita suara pada waktu
ponasi yang berakibat pada gangguan nada yang diucapkan.
3) Tetap rileks jangan panik dan selalu tersenyum. Jangan marahi anak.
1. Sedekat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat oleh klien bila ia mengalami
parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan atau kehadiran perawat ketika
anda berada di dekatnya.
3. Berbicara dengan nada suara normal karena kondisi klien tidak memungkinkan
menerima pesan non verbal secara visual.Nada suara anda memegang peranan
besar dan bermakna bagi pasien.
5. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila anda bisa dan di perlukan.
6. Apabila ada sesuatu kesulitan cobalah sampaikan dalam bentuk tulisan atau
gambar.
1. Berhati hati ketika melakukan pembicaraan verbal dekat pasien karena ada
keyakinan bahwa organ pendengaran adalah organ terakhir yang mengalami
penurunan peneriman rangsng pada individu yang tidak sadar dan menjadi
pertama kali berfungsi pada waktu sadar maka perawat harus berhati-hati tidak
mengatakan sesuatu pada pasien yang tidak sadar atau pada jarak
pendengaran,hal-hal yang tidak akan mereka katakana pada pasien yang
sepenuhnya sadar.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gangguan komunikasi merupakan gangguan bicara pada anak yang
merupakan salah satu kelainan yang sering dialami oleh anak anak dan sering terjadi
pada usia presekolah. Mencakup 3% gangguan berbicara, dan 1% gagap. Anak
berkebutuhan khusus merupakan tipe anak yang memiliki kriteria khusus yang
tidak dimiliki oleh anak lain pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus biasa
juga disebut dengan sebutan Anak Luar Biasa. Dan karena kriterianya inilah
kemudian terdapat beberapa gangguan komunikasi yang dihadapi orang sekitar
pada saat berkomunikasi dengannya.
usia 12 bulan.
18 bulan.
1. Gangguan bahasa
2. Gangguan suara
3. Gangguan bicara
4. Gangguan perilaku
B. Saran
Untuk meminimalisir keterlambatan/ gangguan komunikasi pada anak
sebaiknya, dari usia dini sudah dimulai melatih keterampilan anak untuk
berkomunikasi. Misalkan, dengan cara :
⚫ Melatih komunikasi dua arah dengan anak
Meluangkan waktu untuk bermain bersama anak juga dapat mencegah anak
terlambat bicara. Saat bermain, bisa mengajak anak berdiskusi sederhana tentang
mainan anak maupun membuat cerita dari permainan tersebut.
Membacakan buku pada anak dapat mencegah anak terlambat bicara. Pasalnya,
saat membaca bisa menstimulasi anak dengan pertanyaan atau diskusi sederhana
tentang cerita di buku. Tak hanya membacakan, ketika anak sudah menginjak
usia membaca, juga dapat biasakan anak membaca. Sehingga dapat menambah
perbendaharaan kosakata anak.
Selain membaca, menyanyi juga bisa mencegah gangguan bicara pada anak.
Ada banyak sekali kata-kata baru yang bisa dipelajari anak dalam satu lagu. Bisa
dengan menambah sedikit gerakan tarian untuk melatih kemampuan gerak anak.
DISKUSI :
1. Desi oktaviani
2. Nico fahrizal
Jawab :
Gangguan kognitif merupakan gangguan dan kondisi yang
mempengaruhi kemampuan berfikir seseorang. Individu dengan masalah
seperti itu akan memiliki kesulitan dengan ingatan, persepsi, dan belajar
Contohnya :
pada saat ada interpretasi yg berbeda antara perawat dan pasien, apa yg
bisa dilakukan?
Jawab :
Menurut kelompok kami yang dilakukan oleh perawat itu hanya sebatas
penyuluhan jika ingin mengambil tindakan lebih itu sudah menjadi kebijakan
dari dokter bukan perawat,nah kemudian apabila pasien tdk percaya kpd
perawat tsb bisa jadi knp?dikarenakan kemungkinan pasien kurang merasa puas
dg penjelasan yang diberikan kpd perawat tsb ada awalnya itu pasti ada
kesepakatan terlebi dahulu
Lalu Disamping itu terkadang pada pasien gangguan kebutuhan khusus
banyak terjadi peristiwa seperti itu, peristiwa tersebut dapat ditangani dengan
cara selain berkomunikasi kembali dengan cara menanyakan apa keinginan dari
pasien tersebut. Jika kita sudah mengetahui, maka kita harus menyesuaikan
dengan apa yang diinginkan pasien
1.3 Tujuan
1) Untuk memberikan informasi mengenai bagaimanakah komunikasi pada
keluarga
4) Fungsi yang diharapkan dari seseorang menjadi karakteristik yang ada padanya
2) Menurut Idris Sardy komunikasi pada keluarga hakekatnya adalah suatu proses
penyampaian pesan bapak atau ibu sebagai komunikator kepada anak-anak
sebagai komunikan tentang norma-norma atau nilai-nilai yang berlaku dalam
keluarga dengan tujuan keutuhan dan pembentukan keluarga yang harmonis.
3) Menurut Evelyn Suleman komunikasi pada keluarga, adalah bahwa komunikasi
keluarga merupakan penyampaian pesan-pesan komunikasi dalam keluarga
sebagai suatu proses komunikasi yang dilancarkan antara bapak, ibu serta anak-
anaknya antara lain seperti masa depan anak, pekerjaan anak, pendidikan anak
dan pengeluaran rumah tangga.
2) Memahami orang lain, sebagai orang tua harus mengerti apa yang diinginkan
anaknya.
3) Agar gagasan dapat diterima orang lain, sebagai orang tua harus berusaha
menerima gagasan dari orang lain (anak) melalui pendekatan persuasif lewat
komunikasi dalam keluarga.
4) Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu dapat berupa kegiatan yang
mendorong dan bermanfaat.
3) Berkomunikasi yang jelas, sopan, dan sesuai etika yang berlaku agar tidak
terjadi salah paham dan saling menyinggung antara anggota kelompok.
4) Saling menghargai anggota kelompok lain.
7) Berikan respons yang baik, mendukung, dan tidak menyinggung ketika ada
yang mengajak bicara.
Secara lebih khusus dikaitkan dengan asma, maka fungsi manajemen diri
adalah sebagai strategi tritmen dengan cara mengajari pasien agar bisa bertindak
yang tepat ketika tanda-tanda kekambuhan asma muncul. Manajemen diri pada
berbagai pasien dengan penyakit kronis menemukan bahwa manajemen diri dapat
memperbaiki perilaku sehat (olah raga, manajemen simptom kognitif, dan
komunikasi dengan dokter), efikasi diri, status kesehatan (lemas, napas pendek,
nyeri, fungsi peran sakit, depresi dan distres kesehatan) dan kunjungan ke UGD
menurun. Selain itu manajemen diri bisa memperbaiki kualitas hidup dan
mengurangi insiden yang disebabkan asma.
1) Menerima bahwa asma adalah penyakit berlangsung lama dan butuh perawatan
9) Bertindak tepat untuk mencegah dan menangani gejala dalam berbagai situasi
10) Menggunakan sumber daya medis yang tepat untuk perawatan akut dan rutin
Perilaku mencegah dan mengelola gejala asma ini penting agar kondisi
asma anak tidak memburuk dan anak dapat mencapai kualitas hidup yang lebih
baik. Hanya saja, manajemen asma yang dilakukan anak belumlah cukup
mengingat banyak faktor lain di lingkungan luar yang belum bisa dikendalikan
anak. Misalnya berkomunikasi dengan dokter mengenai penyakit asmanya,
mengontrol faktor-faktor di lingkungan rumah yang menjadi pemicu kekambuhan
dan berkomunikasi dengan guru mengenai asma. Oleh karena itu peranan
manajemen asma pada orang tua juga menjadi penting bagi kesehatan anak.
Manajemen asma yang dilakukan anak akan lebih optimal ketika anak
mendapatkan informasi yang memadai dari orang tuanya. Orang tua yang
mendapatkan informasi dari dokter dan kemudian mengkomunikasikannya kepada
anak. Hal ini akan membuat anak lebih tepat dalam melakukan manajemen
asmanya. Sebaliknya, melalui komunikasi ini orang tua mendapatkan informasi
mengenai perasaan, pikiran serta kondisi fisik anak secara lebih akurat. Dengan
demikian Orang tua akan lebih memahami secara tepat kondisi anaknya dan
memiliki bekal yang memadai dalam membuat keputusan melakukan manajemen
asma.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah
keluarga, yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi
dengan anggota lainnya. Penerapan strategi dalam komunikasi ialah saling
memahami antaranggota keluarga, pemimpin keluarga dapat mengatur dengan baik
setiap anggota keluarga. berkomunikasi yang jelas, sopan, dan sesuai etika yang
berlaku, saling menghargai anggota keluarga, tidak menyela pembicaraan orang
lain, selalu memperhatikan orang yang mengajak bicara dan berikan respons yang
baik.
3.2 Saran
Sudah semestinya setiap anggota keluarga saling berkomunikasi satu sama
lain sehingga hubungan kekeluargaan terus terjalin. Dengan komunikasi, segala
penyakit termasuk juga penyakit asma akan lebih mudah dikendalikan sehingga
tidak semakin parah.
MAKALAH
Sebagai perawat yang baik, kita tidak hanya memiliki pengetahuan yang luas,
empati terhadap klien maupun memiliki komunikasi yang bagus. Perawat juga
harus bisa membuat klien merasa nyaman saat menjalani perawatan di rumah sakit.
Buatlah klien merasa menjalani perawatan dirumah sendiri. Perhatikan kebutuhan-
kebutuhan klien, karena setiap klien mempuanyai kebutuhan dan keluhan yang
berbeda. Lakukan komunikasi dengan keluarga klien, supaya keluarga klien lebih
mengerti tentang penyakit yang dialami oleh klien, bagaimana cara keluarga klien
memperlakukan klien yang sedang sakit sehingga klien merasa dekat dan mendapat
perhatian yang sama dari anggota keluarga saat ketika klien masih sehat. Selain itu,
komunikasi yang baik antara klien dengan keluarganya juga memberi semangat dan
harapan akan kesembuhan bagi klien serta dapat membantu mempercepat proses
kesembuhan.
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan
antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna
karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses
keperawatan. Dalam dunia keperawatan komunikasi kelompok digunakan sebagai
metode untuk mengatasi masalah-masalah kejiwaan atau psikologis yang dialami
oleh klien.
Kelompok merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari aktivitas kita
sehari-hari.Kelompok baik yang bersifat primer maupun sekunder, merupakan
wahana bagi setiap orang untuk dapat mewujudkan harapan dan keinginannya
berbagi informasi dalam hampir semua aspek kehidupan.
Dari latar belakang tersebut, maka dapat diambil beberapa rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Dengan kita membaca dan mempelajari isi dari makalah ini membuat
bertambahnya pengetahuan serta wawasan mengenai komunikasi kelompok
dalam keperawatan.
TINJAUAN TEORI
Faktor komunikasi didalam kelompok merupakan hal yang sangat penting pada
dinamika yang terjadi didalam kelompok. Dari komunikasi merupakan faktor penting
ini, didalam komunikasi kelompok juga memiliki hambatan didalamnya. Hambatan
yang ada seperti cara penyampaian simbol-simbol dan cara pengolahan simbol serta
penggunaan media yang kurang tepat. Selain itu ada faktor-faktor yang perlu
diperhatikan didalam berkomunikasi khususnya didalam komunikasi kelompok
(Huraerah dan Purwanto, 2006: 38-39).
1. Tingkat Kecerdasan
2. Kepribadian
5. Sosial-budaya
3. Ukuran atau jumlah, ini berkaitan dengan jumlah anggota kelompok. Tidak
ada ukuran yang pasti berapa jumlah anggota dalam satu kelompok.
Berkisar 3-8 orang, 3-15 orang, dan 3-20 orang. Untuk membedakan
perbedaan jumlah anggota tersebut, muncul konsep small-hess, yaitu
kemampuan setiap anggota kelompok untuk dapat mengenal satu dengan
yang lain dalam kelompok.
PEMBAHASAN
Komunikasi berasal dari kata “to Commune” yang berarti “menjadikan milik
bersama”.Berikut beberapa pengertian komunikasi. Komunikasi adalah pertukaran
informasi antara dua atau lebih manusia, atau dengan kata lain pertukaran ide dan
pikiran (Kozier & Erb, 1995). Komunikasi proses pengoperan lambang yang memiliki
arti di antara individu. Komunikasi adalah proses ketika seorang individu
(komunikator) mengoper perangsang (biasanya lambang bahasa) untuk mengubah
tingkah laku individu yang lain(komunikan).
Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen
(1995) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulisa dan non-verbal yang
dimanifestasikan secara terapeutik.
Teori komunikasi sangat sesuai dalam praktek keperawatan (Stuart dan Sundeen, 1987)
karena :
1. Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik.
Dalam proses komunikasi terjadi penyampaian informasi dan pertukaran
perasaan dan pikiran.
Cartwright dan Zender (1968): kelompok itu sekumpulan individu yang mempunyai
hubungan antara anggota yang satu dengan yang lain yang membuat mereka saling
tergantung dalam tingkatan tertentu.
Baron & Byrne (1979): kelompok memiliki dua tanda psikologis, yaitu pertama,
adanya sense of belonging; kedua, nasib anggota kelompok tergantung satu sama lain
sehingga hasil setiap anggota terkait dengan anggota yang lain.
Forsyth (1983): kelompok adalah dua atau lebih individu yang saling mempengaruhi
melalui interaksi sosial.
Kozier.,et all (2010) menyampaikan bahwa kelompok adalah dua atau lebih individu
yang berbagi kebutuhan dan tujuan berama, melibatkan satu sama lain ke dalam
tindakan yang mereka lakukan, dan akhirnya bersatu padu serta memisahkan diri dari
pihak lain demi kebaikan interaksi yang mereka lakukan. Kelompok hadir untuk
membantu manusia mencapai tujuan yang tidak dapat dicapai dengan kemampuan
individu.
Gibson: kumpulan yang terdiri dari dua individu atau lebih yang berinteraksi dan
saling bergantungan, yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan tertentu.
Jenis Kelompok :
1. Kelompok Primer: dalam kelompok ini terjadi interaksi sosial yang intensif
serta hubungan lebih erat diantara anggota serta biasa disebut dengan
kelompok tatap muka yang diartikan dengan suatu kelompok sosial yang
anggotanya sering bertatap muka dan saling mengenal dekat, serta memiliki
hubungan erat. Sifat interaksi ini lebih bersifat kekeluargaan dan
berdasarkan simpati. Pada kelompok ini memiliki sense of
belongingnes/rasa memiliki yang tinggi diantara anggota.
a. Dinamika Kelompok
❖ Keharmonisan
Secara terminology keharmonisan berasal dari kata harmonis yang berarti selaras atau
serasi, keselarasan atau keserasian. Menurut Martin H. Manser dalam Oxford Learnery
Pocket Dictionary, “harmony is agreement and cooperation”, yang artinya
keharmonisan adalah persetujuan dan kerjasama. Ciri-ciri keharmonisan antara lain:
2.Saling pengertian Selain kasih sayang, pada umumnya setiap individu sangat
mengharapkan pengertian dari orang lain . Dengan adanya saling pengertian
maka tidak akan terjadi pertengkaran-pertengkaran antar satu dengan yang
lainnya.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
KELOMPOK 9
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
masyarakat yang berbagai suku, agama danbudaya. Dalam kehidupan masyarakat terjadi interaksi
antara individu atau kelompok bahkan antar masyarakat. Proses komunikasi ini perlu difahami
sesama individu agar tercipta ruang dan lingkungan yang harmonis. Masyarakat yang harmonis
tentunya memerlukan interaksi atau pola hubungan yang sistem sistemnya berfungsi secara
efektif.
Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial yang juga dapat dinamakan
proses sosial, karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial.
Bentuk lain dari proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial,
menurut Soerjono yang mengutip dari buku Gillin, “interaksi sosial merupakan hubungan-
hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antara orang-orang-perorangan, antara
kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.
Dalam interaksi sosial terebut terdapat berbagai komponen yang mendukung terjadinya
suatu interaksi sosial diantaranya yaitu: Proses interaksi sosial yang terjadi dari individu dan
individu lainnya dimana proses tersebut meliputi persepsi sosial, motivasi sosial, sosiallearning
dan sosialisasi.
Rumusan masalah
B. Tujuan
PEMBAHASAN
2.1 Komunikasi
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang berlangsung antara dua
orang terjadi secara atau bersifat tatap muka dan biasanya bersifat spontan dan informal.
Onong menjelaskan komunikasi interpersonal (interpersonal communication) adalah
komunikasi antar komunikator dengan seorang komunikan bersifat dialogis berupa
percakapan. Dari definisi yang terurai di atas komunikasi interpersonal .
menunjukkan secara jelas mengenai manfaat atau fungsinya yaitu:
a. Pembukaan diri merupakan dasar bagi hubungan yang sehat antara dua orang.
b. Semakin kita terbuka kepada orang lain, semakin orang tersebut akan menyukai diri
kita. Akibatnya ia akan semakin membuka diri kepada kita.
c. Orang yang rela membuka diri kepada orang lain terbukti cenderung memiliki sifat-
sifat sebagai berikut: kompeten, terbuka, ekstroper, fleksibel, adaptif, dan intellegen,
yakni sebagaian dari ciri orang yang masak dan bahagia.
d. Membuka diri kepada orang lain merupakan dasar relasi yang memungkinkan
komunikasi intim baik dengan diri kita sendiri maupun dengan orang lain.
e. Membuka diri berarti bersifat realistik, maka pembukaan diri kita haruslah jujur tulus
dan autentik
Jenis komunikasi ini dilaksanakan perorangan yaitu komunikasi antara dua yang saling
berhadapan muka atau face to face. Kondisi semacam ini akan terjadi kontak langsung
antara sesamanya secara mendalam dan leluasa. Adanya kontak langsung ini akan
memberi peluang untuk melakukan umpan balik dengan segera. Melalui umpan balik
seperti itulah akan terjadi tanggapan/respon atau feed back antara komunikator dengan
audien. Adapun ciri-ciri lain dari komunikasi antarpribadi dapat disimak pendapat di
bawah ini yaitu:
a. Bersifat spontan.
b. Tidak mempunyai struktur.
c. Terjadi secara kebetulan.
d. Tidak mengejar tujuan yang direncanakan.
e. Identitas keanggotannya tidak jelas.
f. Dapat terjadi hanya sambil lalu.15
Senada dengan pendapat di atas yaitu pendapat yang dikemukakan oleh Fisher,
mengatakan bahwa bentuk komunikasi ini amat menentukan peristiwa komunikatif dan
pentingnya makna pesan juga bersifat internal, yakni diberikan oleh individu yang
mempergunakan filter atau perangkat konseptual.
Dalam komunikasi ini yang dikaji bukan sekedar pesan itu diterima, melainkan
adanya pembentukan atau perubahan sikap dan perilaku pada sosial kehidupan. Efek
perubahan dalam sikap dan perilaku tersebut berasal dari isi pesan komunikasi yang dapat
menyentuh aspek-aspek kejiwaan manusia. Aspek kejiwaan itu dalam Ilmu Psikologi
mencakup unsur kognisi, afeksi, dan psikomotorik, akibat adanya keterlibatan dalam
dialog langsung antara komunikator dengan komunikan secara face to face. Aspek
kejiwaan yang ada pada unsur kognisi adalah kejiwaan yang berhubungan dengan bilief,
pengetahuan, ide, pemahaman, dan konsep. Sedangkan aspek kejiwaan yang ada pada
unsur afeksi adalah kejiwaan yang berhubungan dengan kehidupan emosional/perasaan
manusia.
Salah satu isu utama dalam komunikasi kesehatan adalah memengaruhi individu
dan komunitas. Tujuannya meningkatkan derajat kesehatan dengan cara berbagi informasi
seputar kesehatan. Centers for Disease Control and Prevention.
Hal ini menjelaskan bahwa komunikasi kesehatan semakin diakui sebagai unsur
yang diperlukan dalam upaya untuk meningkatkan kesehatan pribadi dan publik.
Komunikasi kesehatan memberi kontribusi terhadap semua aspek yang berkaitan dengan
pencegahan penyakit dan promosi kesehatan, termasuk juga dalam beberapa konteks yang
lain, seperti
(6) penggambaran kondisi kesehatan dalam media massa dan budaya pada umumnya,
(7) pendidikan bagi konsumen tentang cara untuk mendapatkan akses kesehatan
masyarakat dan sistem perawatan kesehatan dan
Sistem ini merupakan sub sistem dari suatu sistem pembangunan nasional yang
sifatnya menyeluruh. Dengan tidak seimbangnya biaya bidang kesehatan yang tersedia
dibandingkan dengan banyaknya masalah yang harus diatasi, maka dalam SKN
dicantumkan penentuan prioritas serta perlunya peranan masyarakat dan pihak swasta
Tujuan dan sasaran SKN mencangkup:
Dari uraian di atas disebutkan bahwa unsur kemandirian harus terdapat dalam
konteks peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Kemandirian yang dimaksud disini
adalah adanya upaya dari masing-masing warga masyarakat untuk segera keluar dari
masalah kesehatan yang sedang mereka hadapi tanpa harus menunggu pertolongan dari
pihak lain. Teori-teori dalam komunikasi kesehatan, merupakan satu kajian yang
dipengaruhi oleh berbagai disiplin ilmu dan teori yang dalam pendekatan ilmu memiliki
arti yang sangat penting. Dalam komunikasi kesehatan, pemahaman yang baik tentang
teori dapat membantu penentuan strategi komunikasi kesehatan yang tepat terhadap suatu
masalah kesehatan. Selain itu, penerapan teori juga dapat membimbing peneliti di bidang
komunikasi kesehatan dalam melakukan riset komunikasi, program-program pencarian
donatur, menganalisis program yang telah dilangsungkan dan mengevaluasi hasil serta
pengaruh dari program kesehatan terdahulu. Teori juga dapat menentukan hal-hal yang
tepat untuk merancang sebuah program komunikasi kesehatan yang nantinya akan
berdampak pada perubahan sosial dan perilaku yang bersifat positif. Sejumlah ahli telah
menjabarkan teori-teori di bidang komunikasi kesehatan. Salah satunya ditulis Judith A.
Graeff dan kawan-kawan dalam buku Komunikasi Untuk Kesehatan dan Perubahan
Perilaku (1996). Sebagian dari teori yang dikemukaan ada yang disebut sebagai model.
Model merupakan bentuk penyederhanaan dari teori. Di antara berbagai teori dan model
perilaku kesehatan, yang saat ini menonjol di bidang promosi dan komunikasi kesehatan,
menurut Graeff, adalah Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model), Teori
Komunikasi untuk Persuasi (Communication for Persuation Theory), Teori Aksi
Beralasan (Theory of Reasoned Action), Model Transteoritik (Transtheoretical Model),
Precede-Proceed Model, Model Difusi Inovasi (Diffusions of Inovation).
a) Rasa kepekaan: kesadaran individu tentang risiko terjangkit oleh penyakit yang spesifik
atau memiliki masalah kesehatan.
b) Rasa keburukan: perasaaan subjektif akan suatu penyakit yang spesifik atau masalah
kesehatan dapat menjadi buruk (contoh, cacat fisik permanen atau cacat mental) atau
membahayakan nyawa dan karena itu patut untuk diberi perhatian yang lebih.
c) Rasa keuntungan: persepsi individu terhadap keuntungan dari mengadopsi aksi yang
direkomendasikan yang pada akhirnya dapat mengurangi risiko suatu penyakit yang
memburuk, tidak wajar, dan mematikan.
d) Rasa keterbatasan: persepsi individu atas biaya dan hambatan untuk mengadopsi aksi
yang direkomendasikan (termasuk biaya ekonomi seperti hal-hal lainnya dalam
pengorbanan gaya hidup).
e) Isyarat untuk bertindak: peristiwa sosial yang dapat mengingatkan pentingnya untuk
mengambil suatu tindakan (contoh, tetangga yang terdiagnosa oleh penyakit yang sama
atau kampanye media massa).
Saat ini fokus komunikasi kesehatan ditujukan lebih untuk menarik perhatian
khalayak daripada membujuk mereka, dengan mempertimbangkan langkah-langkah
persuasi McGuire yang dituangkan dalam teori ini dapat memberikan kerangka yang valid
untuk mendekati donatur atau stakeholder untuk menarik minat mereka agar mau terlibat
dalam sebuah program kesehatan. Namun teori ini perlu juga memperhatikan perihal
karateristik dan kebutuhan khalayak yang dapat berubah dari waktu ke waktu. Hal ini
mengharuskan komunikator untuk memasukkan perubahan-perubahan dalam desain dan
pengiriman pesan serta merekomendasikan perilaku-perilaku yang sesuai dengan gaya
hidup dan kebutuhan masyarakat (Graeff, 1996).
3) Teori aksi beralasan (theory of reasoned action) Teori aksi beralasan menegaskan peran
dari niat seseorang dalam menentukan apakah sebuah perilaku akan terjadi. Hal ini
dikemukakan oleh dua ahli komunikasi Fishben dan Ajzen. Teori ini secara tidak
langsung menyatakan bahwa perilaku pada umumnya mengikuti niat dan tidak akan
pernah terjadi tanpa niat. Niat-niat seseorang juga dipengaruhi oleh sikap-sikap terhadap
perilaku, seperti apakah ia merasa suatu perilaku itu penting. Teori ini juga menegaskan
mungkin dimiliki orang-orang: mereka berpikir tentang apa yang akan dilakukan orang
lain (terutama, orang-orang yang berpengaruh di dalam kelompok) pada suatu situasi yang
sama. Theory of reasoned action (TRA) merupakan salah satu teori yang paling penting
dalam komunikasi kesehatan. TRA juga sering digunakan dalam mengevaluasi program-
program kesehatan. Namun salah satu kekurangan teori ini adalah kurang hati-hati dalam
menyimpulkan bahwa tujuan mengadopsi perilaku tertentu selalu menerjemahkan kinerja
perilaku aktual. Komunikasi dapat memainkan peran penting dalam mendukung niat
perilaku dan meningkatkan kemungkinan sampel datanya bahwa mereka akan menjadi
perilaku aktual.Pernyataan ini memerlukan pengembangan alat-alat yang memadai guna
memfasilitasi dan memudahkan orang untuk mencoba, mengadopsi dan mengintegrasikan
perilaku kesehatan baru dalam gaya hidup mereka. TRA sangat berguna dalam
menganalisis dan mengidentifikasi alasan untuk aksi dan pesan yang dapat mengubah
sikap masyarakat.
Ayub menerangkan bahwa pemberdayaan terkandung makna pemberian kemampuan dan
pemberian kekuasaan, dan akhir kesimpulannya pengembangan masyarakat untuk
mencapai enam tujuan yaitu:
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Disusun Oleh :
JURUSAN KEPERAWATAN
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Komunikasi merupakan hal yang sangat esensial untuk melakukan interaksi dan menjalin
hubungan dengan orang lain. Komunikasi dapat menetapkan, memertahankan dan
meningkatkan hubungan antar individu. Komunikasi ini bukanlah suatu proses yang mudah,
melainkan proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku manusia dengan orang-orang
di lingkungan sekitarnya. Perawat dan pasien sebagai contoh. Perawat sebagai orang yang
berperan mendampingi pasien untuk mencapai tingkat kesembuhannya harus memiliki
kemampuan berkomunikasi dengan baik. Hal ini dikarenakan perawat akan terus
menghadapi berbagai macam pasien, mulai dari agama, suku, budaya, bahkan pandangan
terhadap suatu objek pun bisa berbeda. Pada tahun 1974, World Health Organization (WHO)
mendefinisikan sehat secara luas. Tidak hanya sebatas tidak sakit secara fisik, tetapi juga
secara mental, sosial, dan bebas dari suatu penyakit, cacat, dan kelemahan sehingga bisa
hidup secara produktif.
Pada makalah penyusun akan membahas lebih jauh mengenai komunikasi dengan pasien
sakit fisik. Tetapi perlu diketahui terlebih dahulu bahwa kesakitan atau rasa sakit yang
diderita oleh pasien, khususnya penderita sakit fisik, bersifat sangat subjektif.
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka penyusun merumuskan masalah
yang akan dibahas secara spesifik di dalam makalah ini, yaitu : “Bagaimana komunikasi
terapeutik yang bisa dilakukan perawat dalam menghadapi pasien sakit fisik?”.
1.3.Tujuan
A. Mengetahui komunikasi terapeutik perawat terhadap pasien sakit fisik.
B. Mengetahui komunikasi terapeutik dalam keperawatan.
C. Mengetahui jenis-jenis sakit fisik.
1.4.Manfaat
Penyusunan makalah ini diharapkan bisa menjadi bahan belajar ataupun ajar mengenai
komunikasi terapeutik perawat dengan pasien sakit fisik.
BAB II
PEMBAHASAN
Beberapa prinsip komunikasi terapeutik menurut Boyd & Nihart (1998) adalah :
F. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah
laku klien dan memberi nasehat,
G. Beri petunjuk klien untuk menginterpretasikan kembali pengalamannya secar rasional,
H. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan
subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik
klien,
I. Implementasi intervensi berdasarkan teori, dan
J. Membuka diri hanya digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyaitujuan
terapeutik.
A. Gangguan Pendengaran
Pada pasien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering
digunakan ialah media visual. Penderita menangkap pesan bukan dari suara yang dikeluarkan
orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi
sangat penting bagi pasien ini sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan supaya
sikap dan gerakan perawat dapat ditangkap oleh indra visual pasien.
B. Gangguan Penglihatan
Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, misal., kornea, lensa
mata, kekeruhan humor viterius, maupun kerusakan kornea, serta kerusakan saraf penghantar
impuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi antara lain dialami penderita dengan
kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan
kebutaan, baik parsial maupun total. Akibat kerusakan visual, kemampuan menangkap
rangsang ketika berkomunikasi sangat bergantung pada pendengaran dan sentuhan. Oleh
karena itu, komunikasi yang dilakukan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran dan
sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang
dapat ditransfer melalui indra yang lain.
C. Gangguan Wicara
Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual, kerusakan pita suara,
ataupun gangguan persarafan. Berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan wicara
memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar. Pasien yang
mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa isyarat atau menggunakan tulisan atau gambar.
Akibat dari gangguan kematangan kognitif ini adalah retardasi mental, down syndrome,
pendidikan yang rendah, kebudayaan primitive dll. Dalam melakukan komunikasi dengan
penderita gangguan kematangan kognitif sebaiknya perawat mencari pendekatan komunikasi
yang efektif dengan menjadikan kemampuan penyandang (capability of audience) sebagai
aspek yang utama.
• Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan pesan
dalam bentuk tulisan atau gambar (simbol).
B. Gangguan Penglihatan
• Sedapat mungkin ambil posisi yang dapat dilihat pasien bila ia mengalami kebutaan
parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran perawat ketika berada di
dekatnya,
• Identifikasi diri perawat dengan menyebutkan nama (dan peran),
C. Gangguan Wicara
• Perawat benar - benar dapat memerhatikan mimik dan gerak bibir pasien,
• Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali kata kata
yang diucapkan oleh pasien,
• Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topik,
• Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan pelan,
• Memperhatikan setiap detail komunikasi sehingga pesan dapat diterima dengan baik,
• Apabila perlu, gunakan tulisan dan simbol, dan
• Berhati - hati ketika melakukan pembicaraan verbal di dekat pasien karena ada
kayakinan bahwa organ pendengaran merupakan organ terakhir yang mengalami
penurunan penerimaan rangsang pada individu yang tidak sadar dan yang menjadi
pertama kali berfungsi pada waktu sadar,
• Ambil asumsi bahwa pasien dapat mendengar pembicaraan perawat. Usahakan
mengucapkan kata dengan menggunakan nada normal dan memperhatikan materi
ucapan yang perawat sampaikan kepada pasien,
• Ucapkan kata - kata sebelum menyentuh pasien. Sentuhan diyakini dapat menjadi
salah satu bentuk komunikasi yang sangat efektif pada pasien dengan penurunan
kesadaran, dan
• Upayakan mempertahankan lingkungan setenang mungkin untuk membantu pasien
pada komunikasi yang dilakukan.
• Apabila perlu, lakukan pengulangan dan tanyakan kembali pesan untuk memastikan
kembali maksud pesan sudah diterima, dan
• Berhati - hatilah dalam menggunakan teknik komunikasi non verbal karena dapat
menimbulkan interprestasi yang berbeda pada pasien.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Komunikasi terapeutik ini merupakan aspek penting dalam melakukan hubungan antara
perawat dan pasien khususnya bagi pasien penderita gangguan fisik. Ada banyak hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam melakukan komunikasi dengan pasien dengan jenis sakit fisik ini. Juga ada usaha
yang diperlukan untuk sebisa mungkin menghindari kesalahan dalam berkomunikasi.
3.2. Saran
Perawat harus bisa menghadapi pasien dengan berbagai macam gangguan fisik, menguasai
teknik-teknik berkomunikasi serta hal-hal yang bisa menghambat komunikasi antara perawat dengan
pasien sakit fisik.
MAKALAH
Disusun Oleh :
Kelompok 11
JURUSAN KEPERAWATAN
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
3. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penyusunan pedoman komunikasi efektif ini adalah memberikan
pengetahuan dan pedoman bagi petugas, perawat dan dokter tentang bagaimana cara
berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya.
4. Tujuan Khusus
a. Agar petugas, perawat dan dokter dapat melakukan komunikasi yang efektif
dengan pasien dan keluarganya
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Makalah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Selain
itu juga bermanfaat untuk melakukan asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi perawat
Makalah ini diharapkan dapat memberi masukan ilmu pengetahuan sehingga dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menerapan komunikasi terapeutik
khususnya dalam pembahasan ini adalah komunikasi terapeutik pada pasien
dengan gangguan jiwa.
Menambahkan pustaka dan bahan kajian ilmiah, sehingga dapat menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan pembaca khususnya mahasiswa progam studi Sarjana
Terapan Keperawatan mengenai bagaimana komunikasi terapeutik dengan pasien
gangguan jiwa.
d. Bagi masyarakat
TINJAUAN TEORI
Gangguan jiwa adalah manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya
distorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam hal bertingkah laku. Hal ini
terjadi karena menurunnya semua fungsi kejiwaan(Akemat, Helena, Keliat, Nurhaeni
(2011). Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita dan
keluarganya (Stuart &Sundeen, 1998). Gangguan jiwa dapat mengenai setiap orang, tanpa
mengenal umur, ras, agama, maupun status sosial dan ekonomi.
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa
yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan
pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan peran sosial. Penyebab gangguan
jiwa itu bermacam-macam. Gangguan Jiwa ada yang bersumber dari hubungan dengan
orang lain yang tidak memuaskan, misalnya seperti diperlakukan tidak adil, diperlakukan
semena-mena, cinta tidak terbalas, kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan
pekerjaan, dan lain-lain. Selain itu ada juga gangguan jiwa yang disebabkan faktor organik,
kelainan saraf dan gangguan pada otak (Djamaludin, 2001).
Gejala gangguan jiwa yang menonjol adalah unsur psikisnya, tetapi yang sakit dan
menderita tetap sebagai manusia seutuhnya (Maramis, 2010).
2. Faktor psikologik (psikogenik), yang terkait dengan interaksi ibu dan anak, peranan
ayah, persaingan antarsaudara kandung, hubungan dalam keluarga, pekerjaan,
permintaan masyarakat. Selain itu, faktor intelegensi, tingkat perkembangan emosi,
konsep diri, dan pola adaptasi juga akan memengaruhi kemampuan untuk menghadapi
masalah. Apabila keadaan ini kurang baik, maka dapat mengakibatkan kecemasan,
depresi, rasa malu, dan rasa bersalah yang berlebihan.
3. Faktor sosial budaya, yang meliputi faktor kestabilan keluarga, pola mengasuh anak,
tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok minoritas yang meliputi
prasangka, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan yang tidak memadai, serta pengaruh
rasial dan keagamaan.
Setiap gangguan jiwa dinamai dengan istilah yang tercantum dalam PPDGJ-IV
(Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi IV) atau DSM-
IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th edition with text
revision). Kendati demikian, terdapat pula beberapa istilah yang dapat digunakan untuk
mendeskripsikan gangguan jiwa:
3. Gangguan jiwa fungsional: tanpa kerusakan struktural atau kondisi biologis yang
diketahui dengan jelas sebagai penyebab kinerja yang buruk.
5. Gangguan jiwa primer: tanpa penyebab yang diketahui disebut pula idiopatik atau
fungsional.
6. Gangguan jiwa sekunder: diketahui sebagai sutu manifestasi simtomatik dari suatu
gangguan sistemik, medis atau serebral, misalnya delirium yang disebabkan oleh
penyakit infeksi otak.
5. Mengklasifikasi: usaha perawat untuk menjelaskan kata-kata ide atau pikiran yang
kurang jelas dari pasien.
7. Menyatakan hasil observasi: perawat menguraikan kesan yang didapatnya dari isyarat
nonverbal yang dilakukan pasien
9. Diam: dengan diam, pasien dan perawat memiliki kesempatan untuk berkomunikasi
dengan dirinya sendiri. Mengorganisir pikiran dan memproses informasi yang
didapatkan.
10. Meringkas: pengulangan ide utama secara singkat. Memberi penghargaan kepada
pasien.
11. Memberi pasien kesempatan untuk memulai pembicaraan, memberi inisiatif dalam
memilih topic pembicaraan.
12. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan, dalam metoda ini perawat
memberikan pasien kesempatan untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang
berlangsung.
13. Menempatkan kejadian secara berurutan, untuk membantu perawat juga pasien
melihatnya dalam suatu perspektif.
15. Refleksi: memberikan pasien kesempatan untuk mengemukakan dan menerima ide dan
perasaannya sebagai bagian dari dirinya.
b. Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri sedangkan penderita
penyakit fisik membutuhkan support dari orang lain.
c. Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit fisik bisa
saja jiwanya sehat tetapi bisa juga jiwa ikut terganggu.
Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa:
a. Pada pasien halusinasi maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta klien
berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien halusinasi terkadang
menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan dengan aktivitas fisik.
c. Pada pasien yang sering menarik diri harus sering dilibatkan dalam aktivitas atau
kegiatan yang bersama – sama ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang
dengan pasien lain, beri penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan
akibatnya jika dia tidak mau berhubungan, dll.
D. Tahap Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Kejiwaan.
Pasien yang mempunyai gangguan jiwa membutuhkan strategi khusus dan kemahiran
berkomunikasi. Penerapan komunikasi pada pasien gangguan jiwa dan berkebutuhan
khusus adalah penting karena komunikasi alat kerja utama dalam mengubah perilaku.
Penerapan komunikasi pada dua kondisi di atas adalah sulitsehingga memerlukan
kesabaran, sikap menerima, dan teknik-teknik khusus. Jika kita kesulitan untuk mencapai
efektivitas komunikasi, maka komunikasi dapat dilakukansepihak atau jika perlu
membuat keputusan maka dapat dilakukan dengan persetujuan keluarga.
1. Pada tahap pengkajian keperawatan (pengumpulan data) ini, komunikasi dilakukan untuk
mengklarifikasi data dan melakukan analisis sebelum menentukan masalah keperawatan
bersama pasien dan keluarga. Pada fase perencanaan, aktivitas yang penting dilakukan
perawat adalah adalah mendiskusikan kembali rencana yang sudah disusun perawat dan
bersama pasien/keluarga dan menentukan kriteria keberhasilan yang akan dicapai.
2. Pada tahap implementasi, hal penting yang harus dilakukan perawat adalah memberikan
informasi yang adekuat kepada pasien sebelumpelaksanaan tindakan, termasuk dalam
memberikan informed consent.
3. Pada tahap evaluasi, perawat menilai keberhasilan dari asuhan dan tindakan
keperawatan yang telah dilakukan. Semua hasil dicatat dalam buku catatan
perkembangan perawatan klien, mendiskusikan hasil dengan klien, meminta tanggapan
klien atas keberhasilan atau ketidakberhasilan tindakan yang dilakukan, dan bersama
klien merencanakan tindak lanjut asuhan keperawatannya.
BAB III
PEMBAHASAN
Banyak ahli yang memberikan pendapatnya tentang gangguan jiwa. Menurut teori
psychoanalitic, dijelaskan bahwa gangguan jiwa terjadi karena adanya perilaku yang
menyimpang pada manusia yang dapat diobservasi secara objektif melalui struktur
mentalnya, yaitu id, ego, dan superego. Teori ini menjelaskan bahwa deviasi (gangguan)
perilaku pada masa dewasa berhubungan dengan adanya masalah dalam tahap
perkembangan pada masa awal kehidupan. Setiap fase perkembangan mempunyai tugas-
tugas yang harus diselesaikan. Apabila banyak tugas tidak terselesaikan, akan
mengakibatkan konflik, energi psikologikal (libido) terfiksasi sehingga terjadi kecemasan.
Keadaan ini akan memunculkan gejala-gejala neurotik sebagai usaha mengontrol anxietas
yang terjadi.
Pada bagian ini, akan dibahas penerapan komunikasi dalam asuhan keperawatan
pasien gangguan kejiwaan khususnya cemas. Kecemasan adalah respons emosi yang
bersifat subjektif dan individual. Cemas berentang mulai dari ringan, sedang, berat, dan
panik. Kondisi cemas yang berkepanjangan dapat menyebabkan gangguan jiwa berat
(depersonaisasi), yaitu individu merasa asing dengan dirinya sendiri dan dalam keadaan
serius dapat terjadi exhaustion dan kematian.
Penerapan komunikasi pada pasien dengan gangguan jiwa adalah hal yang paling
esensial karena komunikasi adalah alat kerja utama perawat untuk membantu pasien
meningkatkan perilaku adaptif/memperbaiki perilakunya.
Tahap pengkajian adalah tahap yang penting dalam proses keperawatan karena
hasil dari pengkajian ini akan menentukan langkah selanjutnya dalam menangani
masalah pasien. Pengkajian yang penting dilakukan pada pasien dengan gangguan jiwa
(cemas) adalah perilaku, mengidentifikasi faktor predisposisi, stressor presipitasi,
penggalian sumber-sumber koping, dan mekanisme koping yang digunakan. Seorang
perawat harus menggunakan kemampuan komunikasi agar dapat mengidentifikasi data
tentang pasien.
• “Saya lihat ibu tampak gelisah, jelaskan apa yang menyebabkan ibu merasa tidak
tenang!”
• “Apakah yang biasa ibu lakukan jika menghadapi masalah yang demikian?
Perawat:
• “Berdasarkan data dan analisis, diketahui bahwa ibu mengalami cemas berat.”
Perawat:
• “Mulailah dengan menajamkan mata, tenangkan pikiran Anda, buat tubuh Anda
serileks mungkin.”
Perawat:
Ilustrasi Kasus
• Berikut ini kasus terkait gangguan jiwa.
• Seorang pasien wanita bernama Ina, usia 19 tahun, diantar ayahnya ke rumah
• sakit dengan keluhan sering menyendiri, tidak mau bergaul dengan orang lain, dan
• kadang-kadang menangis tanpa sebab. Kondisi ini terjadi setelah pasien putus
dengan pacarnya.
Tugas:
• keperawatan.
• Lakukan role play secara bergantian dan setiap anggota harus pernah berperan
sebagai perawat.
A. PERSIAPAN
3. Pembagian Peran
a. Membentuk kelompok.
b. Menentukan peran: model pasien, model keluarga, dan peran perawat, serta
observer (sesuai skenario yang akan dikembangkan).
a. Fase orientasi.
b. Fase kerja.
c. Fase terminasi.
Kondisi Pasien
Seorang pasien wanita bernama Ina, usia 19 tahun, diantar ayahnya ke rumah sakit
dengan keluhan sering menyendiri, tidak mau bergaul dengan orang lain, dan kadang-
kadang menangis tanpa sebab. Kondisi ini terjadi setelah pasien putus dengan pacarnya.
Saat pengkajian pasien selalu menghindar, tidak bisa duduk berhadapan, dan menatap
lawan bicara dan kadang-kadang mengunci diri di kamar.
Diagnosis/Masalah Keperawatan:
• Menarik diri.
Rencana Keperawatan:
Tujuan:
SP Komunikasi
Perawat : “Tujuan saya datang ke Mbak Ina adalah akan melakukan pengkajian keperawatan
untuk mendapatkan data terkait dengan masalah Mbak Ina. Pemeriksaan yang akan
saya lakukan lebih kurang 15 menit, saya harap Mbak Ina dapat bekerja sama
dengan baik”.
Pasien : (Diam).
Pasien : (Diam).
Perawat : “Coba ceritakan apa yang terjadi sehingga Mbak selalu menjauh dari
orang lain?”
Perawat : “Saya paham dengan masalah yang terjadi pada Mbak Ina, tetapi
Perawat : “Ceritakan kepada saya apa yang menyebabkan Mbak Ina mengurung diri dan tidak
mau bicara dengan orang lain”.
Pasien : “Aku ingin mati saja untuk apa hidup kalau untuk dikhianati”.
Perawat : “Saya sangat paham dengan perasaan Mbak. Untuk itulah, saya akan
Pasien : “Pacar saya meninggalkan saya. Dia jahat. Dia sekarang bersama dengan sahabat
saya”.
Fase Terminasi :
Perawat : “Baiklah, terima kasih, telah mampu bekerja sama dengan saya dalam
rangka mengumpulkan data tentang masalah Mbak Ina. Setelah saya pelajari,
penyebab masalah Mbak Neny adalah ditinggal oleh pacar?”
Pasien : (Diam).
meningkatkan komunikasi”.
Pasien : (Diam).
Anda sendirian. Mbak mengalami masalah berduka (depresi) dan harus segera
diatasi”.
Pasien : (Diam).
Perawat : “Kita harus ketemu lagi, 1 jam lagi saya akan datang lagi untuk
ini”.
Pasien : “Terserah”.
Pasien : “Iya”.
Perawat : “Setelah pertemuan ini Mbak harus mencoba terbuka dan mulai bicara
B. PELAKSANAAN
C. EVALUASI (PASCAPELAKSANAAN)
komunikasi.
4. Catat kekurangan untuk perbaikan pada masa yang akan datang dan
Untuk melakukan evaluasi dari praktik komunikasi yang telah Anda lakukan
gunakan format penilaian yang telah disediakan. Hitung skor yang Anda peroleh,
apakah Anda puas dengan hasil yang dicapai? Ulangi jika penilaian Anda masih
kurang. Mengacu pada ilustrasi kasus pada latihan 1, lanjutkan untuk
mengembangkan SP komunikasi untuk latihan berikut ini seperti contoh pada fase
pengkajian dan tahapan komunikasi. Latihan 2 : Praktik Komunikasi Terapeutik pada
Gangguan Jiwa Fase Diagnosa Latihan 3 : Praktik Komunikasi Terapeutik pada
Gangguan Jiwa Fase PerencanaanLatihan 4 : Praktik Komunikasi Terapeutik pada
Gangguan Jiwa Fase Implementasi Latihan 5 : Praktik Komunikasi Terapeutik pada
Gangguan Jiwa Fase Evaluasi
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
1. Bagi perawat
Perawat harus dapat menjalin hubungan baik dengan pasien agar pasien dapat diajak
bekerja sama untuk menjalin hubungan yang baik dengan pasien agar pasien dapat
diajak bekerja sama untuk menjalankan proses kesembuhan. Pemahaman tentang
penggunaaan pola komunikasi yang tepat akan membantu perawat untuk menambah
pengetahuan dan referensi untuk melakukan praktik asuhan keperawatan dengan baik.
Berbekal ilmu dan pengalaman akan membantu perawat memahami dan menambah
wawasan mengenai asuhan keperawatan yang baik, khususnya bagi pasien jiwa yang
disebutkan memiliki tingkat ysng lebih sulit dibanding pasien umum dalam hal
membangun hubungan terapeutik.
4. Bagi masyarakat
Seluruh masyarakat dituntut untuk menjaga kondisi siri dengan baik, baik secara fisik
maupun jiwa. Bagi setiap orang yang memliki masalah, diharapkan untuk tidak malu atau
canggung untuk sharing dengan orang lain yang tepat agar dapat membantu memecahkan atau
meringankan beban masalah. Wajib bagi setiap orang untuk menjaga kerabat yang terkena
gangguan jiwa pasca dirawat dari rumah sakit. Jangan memandang sebelah mata atau
meremehkan mereka yang terkena gangguan jiwa
MAKALAH KOMUNIKASI
PRAKTIK KOMUNIKASI EFEKTIF UNTUK KESELAMATAN PASIEN
Dosen Pengampu: Bapak Sutedjo,M Kep.,Sp.Kep.J
Disusun oleh:
(BACKGROUND)
Pasien tersebut Bernama nyonya A, Berumur 30 th. Dan darah terakhir tensinya 110/70.
Nadinya 100. Pernafasannya 20 dokter. Dari hasil labnya terlihat di sini hb nya 10,5
lekositnya 13.000, hematokret 45, trombositnya 200 dok.”
(ASSESSMENT)
“Untuk saat ini saya menduga dok ibu ini mengalami efek samping dari mengkonsumsi
obat obatan diet dok”.
B. Saran
Setiap tenaga kesehatan terutama perawat menerapkan komunikasi metode
SBAR dalam setiap aspek pelayanan kepada pasien terutama pada keselamatan pasien.
PERTANYAAN
1. Nama : Ratu Felisha Balqis
Pertanyaan : Aspek apakah yang perlu diperhatikan seorang perawat dalam
berkomunikasi secara efektif dengan pasien?
Jawaban : Yang perlu di perhatikan yaitu sikap perawat dalam komunikasi, pesan isi
informasi yang akan disampaikan dan teknik dalam komunikasi
2. Nama : Halimatus’sadiyah
Pertanyaan : Saluran komunikasi diantaranya ada media lisan,tertulis dan elektronik nah
menurut pendapat kelompok kamu itu media yang baik digunakan pada komunikasi itu yang
mna dan alasannya knp?
Jawaban : Lisan,karena komunikasi lisan lebih mudah dipahami,saat kita
berkomunikasi lisan tentunya membutuhkan tatap muka dimana saat kita berkomunikasi dapat
lebih luas menjelaskan dengan mimik wajah yg tertera dan meminimalisir adanya kesalah
pahaman
PRAKTIK KOMUNIKASI ANTAR PROFESIONAL PEMBERI ASUHAN (PPA) DI
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI (CPPT)
DISUSUN OLEH :
JURUSAN KEPERAWATAN
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Komunikasi merupakan kunci utama dalam menjalin suatu hubungan yang baik
antar manusia. Komunikasi efektif merupakan unsur utama dari sasaran keselamatan
pasien karena komunikasi adalah penyebab yang dapat menimbulkan masalah
keselamatan pasien jika tidak berjalan dengan baik . Oleh karena itu komunikasi efektif
perlu ditekankan dengan kuat pada setiap program perawatan kesehatan demi menjamin
kepuasan dan keselamatan pasien. Berdasarkan hasil penelitian World Health
Organization (WHO) bahwa 70-80% kesalahan yang terjadi di pelayanan kesehatan
disebabkan oleh rendahnya kualitas komunikasi dan pemahaman anggota tim yang
masih kurang. Kolaborasi tim yang efektif dapat mengurangi masalah yang terjadi pada
keselamatan pasien.
Komunikasi di rumah sakit tidak hanya dilakukan secara tatap muka melainkan
juga melalui suatu media komunikasi yang ada di rumah sakit yang disebut dengan
rekam medis. Sehingga untuk mempermudah proses komunikasi dalam memantau
riwayat kesehatan seseorang, setiap professional pemberi asuhan (PPA) diwajibkan
untuk membuat rekam medis pasien. Rekam Medis adalah berkas yang berisikan
catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Permenkes RI Nomor 269 Tahun
2008). Berkas rekam medis merupakan salah satu media komunikasi verbal secara
tertulis yang digunakan oleh dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya yang dapat
menunjang pelaksanaan kolaborasi interprofesi. Rekam medis sebagai sarana
komunikasi dapat menyatukan data pelayanan kesehatan pasien secara komprehensif
serta sebagai sumber informasi bagi setiap profesi dalam pengambilan keputusan.
Menurut Mishra dalam Lestari et al (2017), sistem pencatatan rekam medis
yang tidak terintegrasi dapat mengakibatkan tidak efisiennya antara unit dan unit
lainnya dalam merekam data karena dibuat berulang dan terpisah-pisah mulai dari
pendaftaran, poliklinik dan pelaporan di rekam medis. Sedangkan rekam medis yang
terintegrasi memberikan kemudahan bagi tenaga interprofessional dalam membuat
keputusan yang korektif dan keputusan klinis pada saat menganalisa dan merawat
kondisi pasien. Berdasarkan Komite Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia, model
rekam medis terintegrasi merupakan standar penilaian mutu rumah sakit. Berdasarkan
kenyataan yang terjadi, rumah sakit perlu mengembangkan catatan kesehatan pasien
yakni menjadi rekam medis yang terintegrasi. Salah satu bagian dari rekam medis
terintegrasi adalah pelaksanaan formulir catatan perkembangan pasien terintegrasi
(CPPT).
Kelengkapan dokumen rekam medis dapat menunjang komunikasi yang efektif
dengan dilakukannya analisis kualitatif dan kuantitatif yang merupakan kegiatan
menilai kelengkapan isi dan kekonsistenan mutu suatu rekam medis. Kelengkapan
dokumen rekam medis sangat penting sebab dapat mempengaruhi proses pengobatan
dan pelayanan kesehatan pasien. Salah satu faktor yang mempengaruhi kelengkapan
rekam medis yaitu kurangnya komunikasi antar profesi yakni misalnya dokter dengan
perawat terkait masalah instruksi pengobatan pasien, dokter dengan apoteker terkait
masalah penyediaan obat untuk pasien, dsb. Dengan demikian peran rekam medis
sangat penting dalam terkoordinasinya pelayanan kesehatan bagi setiap pofesi dan
terjalinnya hubungan yang baik antar profesi di rumah sakit.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Secara umum tujuan penyusunan pedoman komunikasi efektif ini adalah
memberikan pengetahuan dan pedoman bagi petugas, perawat dan dokter tentang
bagaimana cara berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya.
b. Tujuan Khusus
1. Agar petugas, perawat dan dokter dapat melakukan komunikasi yang efektif
dengan pasien dan keluarganya
2. Agar professional pemberi asuhan keperawatan dapat memenuhi kebutuhan
pasien dengan baik
3. Menghindarkan kesalah pahaman yang bisa menimbulkan dugaan malpraktik
C. Manfaat
a. Manfaat Teoritis
Makalah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu Pendidikan.Khususnya
Pendidikan keperawatan yaitu dalam hal berkomunikasi dengan para pemberi
asuhan lainnya agar terpenuhinya kebutuhan pasien.
b. Manfaat Praktis
1. Bagi perawat
Makalah ini diharapkan sebagai sumber pengetahuan khusunya dalam hal
komunikasi efektif yang dapat dilakukan perawat kepada para pemberi asuhan
lainnya ataupun kepada pasien dan keluarganya dalam rangka proses pemenuhan
kebutuhan pasien.
2. Bagi tempat layanan kesehatan
Makalah ini diharapkan dapat memberi masukan ilmu pengetahuan sehingga
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menerapan komunikasi
efektif anatara Para Pemberi Asuhan Keperawatan (PPA) dalam Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) di layanan kesehatan yang ada.
3. Bagi progam studi Sarjana Terapan Keperawatan
Menambahkan pustaka dan bahan kajian ilmiah, sehingga dapat menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan pembaca khususnya mahasiswa progam studi Sarjana
Terapan Keperawatan mengenai komunikasi efektif antara Para PemberiAsuhan
(PPA) dalam penyusunan Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT).
4. Bagi Masyarakat
Diharapkan setelah tersusunnya makalah ini masyarakat dapat megetahui
bagaimana proses dan strategi komunikasi efektif yang dilakukan oleh PPA
dalam penyusunan CPPT.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Komunikasi Efektif Antar PPA
1) Pengertian Komunikasi Efektik Antar PPA
Suarli (2014) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu pertukaran pikiran,
perasaan, pendapat dan pemberian nasihat yang terjadi antara duaorang atau lebih
yang bekerja bersama. Komunikasi juga merupakan suatu seni untuk dapat
menyusun dan merupakan suatu seni untuk dapat menyusun dan menghantarkan
suatu pesan dengan cara yang gampang sehingga orang lain dapat mengerti dan
menerima. Dokumentasi dalam rekam medis merupakan sarana komunikasi antar
profesi kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Komunikasi yang
dimaksud adalah komunikasi antar profesi yang bertujuan untuk mencegah
kesalahan informasi, koordinasi interdisipliner, mencegah informasi berulang,
membantu perawat dalammanajemen waktunya (Klehr, 2009).
Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan media komunikasi yang sangat
efektif antara perawat dengan perawat, antara perawat dengan dokter, dan antara
perawat dengan profesi lain. Sehingga jika hal ini tidak menjadi perhatian bagi
tenaga kesehatan maka komunikasi yang dibangun akan terputus dalam
memberikan asuhan keperawatan (Merelli, 2000).
Pelayanan yang berfokus pasien membutuhkan dokumentasi terintegrasi yang
mewajibkan setiap profesi melakukan pencatatan pada dokumen yang sama.
Metode ini diharapakan dapat meningkatkan komunikasi yang efektif antar profesi,
pencatatan dapat dilakukan lebih optimal karena semua profesi menulis pada
dokumen yang sama meminimalkan mis komunikasi, menurunkan angka kejadian
tidak diharapkan dan pada akhirnya itu semua bertujuan untuk meningkatkan
keselamatan pasien dan berdampak pada peningkatan mutu pelayanan (Frelita,
Situmorang & Silitonga, 2011).
2) Hambatan dalam berkomunikasi
• Hambatan fisik, komunikasi melintasi ruangan dengan cara berteriak –teriak,
atau komunikasi dengan beda lokasi antara pembicara dengan pendengar.
• Hambatan persepsi, beda dalam menggunakan istilah kata.
• Hambatan emosi, perasaan tidak senang dalam berkomunikasi.
• Hambatan budaya, budaya dapat menghambat komunikasi.
• Hambatan bahasa,kata yang dipergunakan dalam komunikasi
mengandung bahasa yang kurang di mengerti oleh pendengar
3) Dampak Salah Dalam Berkomunikasi
✓ Menimbulkan kejadian yang tidak diharapkan, hal ini disebabkan karenasalah
dalam mengambil tindakan.
✓ Menimbulkan konflik antara penyampai berita dengan penerima berita. Hal
ini dapat mempengaruhi mutu pelayanan medis yang dilaksanakan di Rumah
sakit.
✓ Komunikasi antar petugas/pemberi pelayanan di dalam (internal) dankeluar
(eksternal) rumah sakit.
B. Pendokumentasian Asuhan Terintegrasi
1) Pengertian Pendokumentasian Asuhan Terintegrasi
Asuhan terintegrasi adalah suatu kegiatan tim yang terdiri dari dokter,
perawat/bidan, nutrisionis dan farmasi dalam menyelenggarakan asuhan yang
terintergrasi dalam satu lokasi rekam medis, yang dilaksanakan secara kolaborasi
dari masing-masing profesi. Pelayanan terintegrasi berorientasi pada kepentingan
pasien dan tidak didominasi oleh satu profesi tertentu, seperti dulu dokter
merupakan pelaksana asuhan tunggal. Profesi saat ini telah berkembang sangat
pesat sehingga tak mungkin lagi dikuasai secara penuh ilmunya oleh para dokter.
Tentunya hal ini akan berdampak sangat positif terhadap mutu pelayanan kesehatan
(Sutoto, 2015).
Dokumentasi proses asuhan keperawatan merupakan tampilan perilaku atau
kinerja perawat pelaksanan dalam memberikan proses asuhan keperawatan kepada
pasien selama pasien dirawat di rumah sakit. Kualitas pendokumentasian
keperawatan dapat dilihat dari kelengkapan dan keakuratan menuliskan proses
asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien, yang meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan evaluasi (Nursalam, 2007). Bila
terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan profesi keperawatan, dimana
perawat sebagai pemberi jasa dan klien sebagai penggunajasa, maka dokumentasi
proses asuhan keperawatan diperlukan, dimana dokumentasi tersebut dapat
dipergunakan sebagai barang bukti di pengadilan (Hidayat, 2004).
2) Tujuan Pendokumentasian Asuhan terintegrasi
• Meningatkan mutu pelayanan pada keadaan klinis dan lingkungan
tertentu bekerja sama dengan tim multidisiplin
• Mengurangi jumlah intervensi yang tidak perlu atau berbahaya
• Memberikan opsi pengobatan dan perawatan terbaik dengan
keuntungan maksimal
• Menghindari terjadinya medication eror secara dini dan mis
komunikasi.
• Memberikan opsi pengobatan dengan risiko terkecil
• Memberikan tata laksana asuhan dengan biaya yang memadai
Dokumentasi yang terintegrasi dapat dijadikan bukti tertulis dari
kegiatan yang telah dilakukan oleh tenaga kesehatan multidisiplin yang
ada diruangan rawat inap. Dokumentasi yang dikatakan lengkap apabila
pencatatan yang dilakukan oleh dokter, perawat, farmasi dan nutrisioni
jika sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh rumah sakit,
sehingga mampu melindungi tenaga kesehatan terhadap permasalahan
hukum yang terjadi (Hariyati, 2014).
3) Standar Dokumentasi Asuhan Keperawatan
Standar dokumentasi asuhan keperawatan menurut DepKes (2005) sesuai
Instrumen “A” adalah sebagai berikut:
1. Pengkajian
• Mendokumentasikan data yang dikaji sesuai dengan pedoman
pengkajian
• Data dikelompokkan (bio-psiko-sosio-spritual)
• Data dikaji sejak klien mulai masuk sampai pulang
• Masalah dirumuskan berdasarkan masalah kesenjangan antara status
kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan
2. Diagnosis
• Diagnosis keperawatan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan
• Diagnosis keperawatan mencerminkan PE/PES
• Merumuskan diagnosis keperawtan aktual/potensial.
3. Perencanaan
• Berdasarkan diagnosis keperawatan
• Disusun menurut urutan prioritas
• Rumusan tujuan mengandung komponen klien/subjek, perubahan,
perilaku, kondisi klien, dan atau kriteria.
• Rencana intervensi mengacu pada tujuan dengan kalimat perintah,
terinci, dan jelas, dan atau melibatkan klien/keluarga
• Rencana intervensi menggambarkan keterlibatan klien/keluarga
• Rencana intervensi menggambarkan kerja sama dengan tim kesehatan lain.
4. Intervensi
• Intervensi dilaksanakan mengacu pada rencana asuhan keperawatan
• Perawat mengobservasi respon klien terhadap intervensi keperawatan
• Revisi intervensi berdasarkan hasil evaluasi
• Semua intervensi yang telah dilaksanakan didokumentasikan denganringkas
dan jelas.
5. Evaluasi
• Evaluasi mengacu pada tujuan
• Hasil evaluasi didokumentasikan dengan penulisan SOAP (Subyektif,
obyektif, assesment, dan plan)
• Pada catatan SOAP menyediakan tentang keadaan fisik, statuspendidikan
klien,dan status mental klien
• Evaluasi respon klien terhadap intervensi dicatat untuk mendukung data
• Pergunakan “A” (assesment) tidak hanya untuk mencatat analisapengkajian
tetapi juga evaluasi respon klien terhadap intervensi
• Pergunakan “P” (plan) dapat dinyatakan sebagai standar tindakan
keperawatan.
6. Dokumentasi
• Menulis pada format yang baku
• Pendokumentasian dilakukan sesuai dengan intervensi yang
dilaksanakan
• Pendokumentasian ditulis dengan jelas, ringkas, istilah yang baku dan
benar.
• Setiap melakukan intervensi/kegiatan perawat mencantumkan paraf
dan nama dengan jelas, serta tanggal dan waktu dilakukannya
intervensi.
• Berkas catatan keperawatan disimpan dengan ketentuan yang berlaku.
4) Karakteristik dalam Pendokumentasian
Potter & Perry (2011), mengkategorikan dokumentasi asuhan keperawatan yang
berkualitas mengandung beberapa karakteristik penting antara lain:
❖ Lengkap
Seluruh data yang diperlukan untuk mengidentifikasi masalah keperawatan
klien dicatat dengan terperinci. Data yang terkumpul harus lengkap, guna
membantu mengatasi masalah klien yang adekuat.
❖ Akurat dan nyata
Dalam pengumpulan data ada kemungkinan terjadi salah paham. Untuk
mencegah hal tersebut, maka perawat harus berpikir akurasi dan nyata
untuk membuktikan benar tidaknya apa yang telah didengar, dilihat,
diamati, dan diukur melalui pemeriksaan ada tidaknya validasi terhadap
semua data yang mungkin meragukan.
❖ Relevan
Pencatatan data yang komprehensif biasanya banyak data yang harus
dikumpulkan, sehingga menyita waktu perawat untuk mengidentifikasi.
Kondisi seperti ini bisa diantisipasi dengan membuat data komprehensif
tetapi singkat dan jelas. Mencatat data yang relevan sesuai dengan masalah
klien yang merupakan datafokus terhadap klien sesuai dengan situasi
khusus.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Peran CPPT dalam Komunikais antar PPA
Rekam medis merupakan media komunikasi yang digunakan pada pelaksanaan
kolaborasi interprofesional. Rekam medis yang dimaksud adalah rekam medis yang
terintegrasi dengan alasan dapat membantu profesional kesehatan dalam menuangkan
hasil temuan dan gagasan masing-masing profesi yang terkait serta dapat menunjang
pengambilan keputusan yang tepat untuk mencapai pelayanan kesehatan yang
maksimal. Salah satu rekam medis terintegrasi yang digunakan yaitu Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi atau biasa dikenal dengan lembar CPPT.
Hal ini telah sesuai dengan yang dinyatakan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit
(KARS) bahwa dokumen yang terintegrasi merupakan solusi dalam meminimalisir
kesalahpahaman komunikasi (miscommunication) serta kejadian tidak terduga pada
masa perawatan pasien yang dilakukan oleh penyedia pelayanan kesehatan. Dalam
lembar CPPT ini setiap PPA yang berkaitan dan bergabung dalam tim kolaborasi akan
mencatat hasil pengamatan, pengobatan dan diskusi dari setiap profesi dalam bentuk
format SOAP (Subject, Object, Assesment dan Planning). Format SOAP bertujuan agar
pendokumentasian pada lembar CPPT lebih terarah sehingga menciptakan
keseragaman saat pendokumentasian dilakukan.
a. S (Subject), adalah keluhan pasien dari hasil anamnesa, baik auto-anamnesa atau
wawancara langsung dengan pasien maupun alo-anamnesa atau wawancara dengan
keluarga/kerabat pasien.
b. (Object), adalah hasil pemeriksaan fisik terkait dengan pemeriksaan tanda-tanda
vital, skala nyeri dan hasil pemeriksaan penunjang pasien.
c. A (Assessment), adalah penilaian keadaan pasien yang berisikan diagnosis pasien
yang merupakan gabungan dari penilaian subjektif dan objektif.
d. P (Planning), adalah rencana asuhan kesehatan bertujuan untuk menegakkan
diagnosis seperti pemeriksaan penunjang, rencana terapi baik obat serta tindakan
dan rencana asuhan pendidikan seperti apa yang diperbolehkan atau tidak bagi
pasien (SNARS ed.1, 2017).
Pada lembar CPPT ini berisi identitas pasien, tanggal dan jam pemeriksaan, catatan
dokter penanggung jawab pasien (DPJP), catatan klinis lainnya oleh PPA yang
kemudian diverifikasi dengan paraf serta nama lengkap petugas yang bersangkutan.
Apabila ada kesalahan dalam proses pencatatan maka dapat diperbaiki dengan
mencoret catatan yang salah dengan garis lurus kemudian disertai dengan paraf.
Berdasarkan hasil review disebutkan bahwa rekam medis pada pelaksanaan kolaborasi
interprofesional digunakan sebagai media komunikasi dimana setiap temuan dan
pendapat profesional kesehatan antara lain dokter, perawat, ahli gizi, apoteker dan
tenaga kesehatan lainnya, dituangkan dalam rekam medis. Rekam medis yang dapat
menyatukan catatan milik profesional kesehatan yang terkait yaitu Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi atau biasa dikenal dengan CPPT.
Catatan yang Berpotensi Kejadian Ganti Rugi/ Kejadian Penting (Gemala Hatta,
2008) Berdasarkan masalah yang terjadi apabila dokumen rekam medis tidak lengkap
maka kualitas data yang dihasilkan tidak baik dan tidak akurat sehingga dapat
merugikan rumah sakit serta mempengaruhi dalam pengambilan keputusan oleh
profesinal kesehatan. Ketidaklengkapan dokumen rekam medis dipengaruhi oleh
berbagai faktor, salah satu faktor yang berkaitan yaitu petugas (Man). Faktor man ini
dimana kurangnya kedisiplinan dokter dalam mengisi berkas rekam medis disebabkan
kurangnya pemahaman mengenai pentingnya pendokumentasian pada rekam medis
yang berguna sebagai sumber informasi kesehatan pasien. Pada penelitian Dominick et
al (2012), bahwa kurangnya informasi yang dituangkan pada dokumen terintegrasi
menjadi masalah kepada profesional kesehatan dalam proses pengambilan keputusan.
Dampak dilakukan analisis pada berkas rekam medis yaitu untuk mengidentifikasi
bagian yang tidak lengkap agar dapat dikoreksi sehingga rekam medis menjadi lebih
lengkap dan dapat dipakai guna pelayanan lanjutan kepada pasien. Selain itu berguna
untuk melindungi dari kasus hukum, memenuhi aturan yang berlaku serta analisa
statistik yang akurat.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komunikasi Efektif
Berdasarkan hasil penelitian WHO bahwa 70-80% kesalahan yang terjadi di
pelayanan kesehatan disebabkan oleh rendahnya kualitas komunikasi dan
pemahaman anggota tim yang masih kurang. Kolaborasi tim yang efektif dapat
mengurangi masalah yang terjadi pada keselamatan pasien. Terdapat 3 faktor yang
mempengaruhi komunikasi efektif yaitu kepempimpinan, karakteristik, serta beban
kerja. Strategi yang dapat dilakukan untuk menerapkan komunikasi efektif antara
lain, situation, background, assessment, recommendation, serta penyampaian
informasi tentang hal kritis.
Profesional Pemberi Asuhan (PPA)
Profesional pemberi asuhan (PPA) adalah Tenaga kesehatan secara langsung
memberikan asuhan kepada pasien, antara lain dokter, perawat, bidan, ahli gizi,
apoteker, psikolog klinis, penata anestesi, terapis fisik dsb. Dengan kompetensi
yang memadai dan berkontribusi setara dalam fungsi profesinya bertugas mandiri,
kolaboratif, delegatif. Memberikan asuhan yang terintegrasi dalam satu kesatuan
sebagai timinter displin dengan kolaborasi interprofesional. Terdapat beberapa hal
yang harus diperhatikan oleh PPA agar dalam pemberian asuhan dapat berjalan
dengan baik, sehingga tidak terjadi misinterpretasi yang dapat berpengaruh
terhadap penanganan pasien selanjutnya.
Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT)
CPPT memiliki tipe pernyataan dalam melihat perkembangan pasien, yaitu tipe
evaluasi formatif (evaluasiklien pada saatitu) atau evaluasisumatif (evaluasi
kumulatif perkembangan klien terhadap hasil yang diharapkan). Evaluasi
Formatifdilakukan pada setiap akhir pembahasan suatu pokok bahasan/topik,dan
dimaksudkan untuk mengetahui sejauh manakah suatu proses pembelajaran telah
berjalan sebagaimana yang direncanakan. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan
pada setiap akhir satu satuan waktu yang didalamnya tercakup lebih dari satu pokok
pembahasan,dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah
dapat berpindah dari satu unit ke unit berikutnya. Pada evaluasi sumatif, data
pengkajian yang telah didokumentasikan sebelumnya mengenai status kesehatan
klien sangat penting untuk melihat kemajuan kondisi klien apakah sudah sesuai
dengan kriteria hasil yang diharapakan atau belum.
B. Saran
• BagiPerawat
Perawat sebaiknya selalum menerapkan komunikasi efektif sesuai dengan SOP
tentang serah terima pasien yang berlaku di rumah sakit agar tidak terjadi insiden
keselamatan pasien terkait serah terima pasien.
• Bagi Tempat Pelayanan Kesehatan
Tempat Pelayanan Kesehatan sebaiknya memberikan pelatihan secara
berkelanjutan tentang komunikasi efektif agar perawat dapat menerapkan
komunikasi efektif serah terima lebih baik lagi.
• Bagi Studi Sarjana Terapan Keperawatan
Mahasiswa sebaiknya dapat menambah bahan kajian mengenai komunikasi efektif
antar Profesi Pemberi Asuhan
• Bagimasyarakat
Masyarakat sebaiknya mengetahui bagaimana proses dan strategi komuniaksi
efektif yang dilakukan oleh PPA dalam penyusunan CPPT
PRAKTIK KOMUNIKASI EFEKTIF MENANGANI KOMPLAIN
Disusun Oleh:
JURUSAN KEPERAWATAN
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian Komplain
Hal tersebut juga dikemukakan oleh Bell dan Luddington (2016 : 78),
bahwasanya “Keluhan pelanggan (customer complaint) adalah umpan balik
(feedback) dari pelanggan yang ditujukan kepada perusahaan yang cenderung
bersifat negatif. Umpan balik ini dapat dilakukan secara tertulis atau secara
lisan”.
Keluhan atau komplain merupakan suatu ungkapan ketidakpuasan dari pelanggan terhadap
pelayanan yang diberikan oleh suatu instansi. Jenis-jenis keluhan yang datang dari pelanggan
yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain: Tjiptono (2005), membedakan keluhan atau
komplain menjadi 2 tipe:
A. Instrumental Complain, yaitu komplain atau keluhan yang diungkapkan dengan tujuan
mengubah situasi atau keadaan yang tidak diinginkan. Keluhan langsung disampaikan,
kepada perusahaan dengan harapan perusahaan dapat memperbaiki situasi tersebut.
Keluhan dibedakan menjadi keluhan langsung dan tidak langsung. Keluhan langsung
merupakan keluhan yang disampaikan secara langsung baik melalui tatap muka atau
komunikasi lewat telepon. Sedangkan keluhan tidak langsung merupakan keluhan vang
disampaikan secara tertulis yaitu melalui surat atau form pengaduan yang disediakan rumah
sakit atau pun melalui pihak ketiga seperti pengacara dan surat melalui media massa.
Pada umumnya pasien yang marah ingin : Didengarkan, Dimengerti, Dihormati, Diberi
penjelasan, Mendapatkan permintaan maaf, Adanya tindakan untuk merespon penyebab
kemarahan.
Maka, perlu untuk dibuat : Panduan penanganan keluhan dan konflik pasien serta SPO
menangani keluhan pasien.
INTERNAL:
- Adanya provokator (medis & non medis) yang berujung mempidanakan rumah sakit
- Adanya pihak ketiga atau keluarga yang mempunyai motif mencari uang
E. Strategi Penanganan Komplain Di Rumah Sakit
1. Fact Finding
Humas memulai dengan memetakan masalah pengaduan yang ada di RS. Setelah
masalah terpetakan, Humas langsung menganalisa situasi dimana hal ini dilakukan dengan
mengenali teknik dan metode handling complaint yang akan di aplikasikan, lalu setelah
itu humas melakukan identifikasi masalah, yang mana ketika pengaduan masuk humas
langsung mengkategorisasikan aduan tersebut masuk kedalam jenis aduan mana, apakah
aduan berat, aduan ringan, atau aduan sedang dan juga apakah aduan tersebut masuk ke
bidang kemedikan atau non kemedikan.
2. Planning dan Programing
Humas merencanakan langkah/mekanisme penanganan yang nantinya akan dilakukan
sesuai jenis aduannya. Selain itu humas juga mengimplementasikan SPO penanganan
keluhan yang memang sudah ditetapkan di RS. Terakhir, Humas akan membuat pedoman
sebagai rancangan penanganan kasus dan perbaikan sesuai SPO yang berlaku.
3. Communicating & Actuating
Dalam proses Communicating seorang sender atau komunikator (encoder). Seorang
Humas menjadi seorang Komunikator mewakili RS. Pesan disampaikan baik melalui lisan
ataupun tulisan. Jika dengan lisan Humas RS dapat melakukan pertemuan langsung
langsung (direct) bersama para pasien yang sudah melakukan pengaduan terkait keluhan
di rumah sakit misalnya “face to face” komunikasi untuk melakukan pertemuan secara
langsung. Humas juga melakukan pertemuan secara tidak langsung (indirect) melalui
media. Adapun cara Humas RS secara tidak langsung seperti menggunakan media
Whatsapp, Website dan media online lainya dan dibuatnya template permohonan maaf.
Itulah langkah yang dilakukan oleh Humas RS dengan bentuk klarifikasi atau komfirmasi
kepada pasien yang bersangkutan.
Dalam proses ini pun Humas RS memberikan Case Management tiap unit kamar guna
mempermudah pasien untuk memberikan keluhan-keluhan. Case Manager setiap unit
memiliki peran yang cukup vital karena menjadi penjembatani pasien dengan rumah sakit
karena Case Management ini salah satu team yang sama dengan seorang Humas.
Lalu ada pun Prosedur penanganan keluhan yang dibuat dengan menjelaskan
bagaimana langkah-langkah yang perlu diambil dengan tujuan kebijakan penanganan
pengaduan dan menanggapi keluhan tersebut. Dilihat dari terbitan SOP Rumah Sakit. Lalu
ada proses Klarifikasi dimana Humas yang sebelumnya menerima keluhan dengan
menanyakan masalah yang dikeluhkan dan mendengarkan serta bersikap terbuka dan tidak
pernah lupa untuk mengucapkan permintaan maaf serta terima kasih. Sebisanya Humas
memberikan informasi baik karifikasi tentang pengaduan yang sudah dilaporkan ataupun
konfirmasi dari hasil-hasil pengaduan pasien. Serta bersifat empati dengan mencoba
menunjukan antusiasme yang benar dan menempatkan diri dan mengutarakan kata-kata
yang menunjukan sikap empati kepada pasien.
4. Evaluating
Evaluating dalam tahapan proses public relations adalah langkah terakhir. Dengan
memberikan kegiatan monitoring sebagai bahan evaluasi. Melihat perkembangan pasien
yang mengadu dan menkontrol bagaimana akhirnya jika penangana tersebut sudah
dilakukan. Apakah akan menjadi lebih baik, sama saja atau sebaiknya. Jika hasilnya
kurang memuaskan maka ada evaluasi dari berbagai aspek dan sudut.
Langkah selanjutnya melakukan pencatatan atau arsip dari data yang diterima rumah
sakit dari pasien-pasien yang mengadukan keluhanya. Dalam catatan tersebut ada tulisan
masalah yang dikeluhkan dan unit mana yang memang dipersoalkan. Pencatatan rincian
yang menjadi arsip adalah masalah komplain dan merupakan hal yang sangat penting bagi
pihak rumah sakit serta menjadi bahan pertimbangan rumah sakit apakah perlu adanya
pengkajia investasi yang lebih mendalam. Pertimbangan yang sudah mencakup masalah
yang sudah dikeluhkan, dan maksud pasien yang sudah melakukan keluhan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Keluhan atau komplain pelayanan adalah ekspresi perasaan ketidakpuasan atas standar
pelayanan, tindakan atau tidak adanya tindakan pemberi pelayanan yang berpengaruh
terhadap pasien. Tjiptono (2005), membedakan keluhan atau komplain menjadi 2 tipe,
yaitu Instrumental Complain dan Non-instrumental complain. Adapun alur complain
secara langsung dan tidak langsung. Dalam penanganan complain pastinya juga ada
tantangan dan hambatannya antara lain: Masih ada petugas tidak menguasai product
knowledge, Adanya pihak ketiga atau keluarga yang mempunyai motif mencari uang,
dll. Oleh karena itu, maka perlu dibuat panduan penanganan keluhan dan konflik pasien
serta SPO menangani keluhan pasien supaya tantangan dan hambatan tadi dapat teratasi
dengan tepat dan sesuai aturan.
3.2. Saran
Menurut kelompok kami, dalam menghadapi komplain dari pasien, seharusnya kita
sebagai perawat harus benar-benar bisa memahami dan mengerti apa yang diinginkan
dari pasien itu sendiri, waktu kita berbicara gunakan sopan santun dimana hal itu
menunjukan bahwa kita menghargai pasien. Perlu juga untuk menghindari timbulnya
perdebatan, menjelekkan pihak lain, agar penanganan complain dapat dilakukan
dengan lebih mudah, aman, dan terselesaikan dengan damai.