Anda di halaman 1dari 10

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi adalah sebuah faktor yang paling penting yang digunakan untuk
menetapkan hubungan terapeutik antara perawat dan pasien. Banyak tantangan dalam
memberikan perawatan untuk pasien, adanya diversitas budaya dan bahasa juga
menjadi tantangan dalam bekerja dengan kolega. Menemukan cara yang efektif untuk
mengatasi hambatan komunikasi akan memberikan kesempatan bagi perawat
menjembatani budaya dalam pemberian asuhan keperawatan. Perawat yang
menggunakan sumber yang tersedia dan memecahkan masalah saat terdapat kesulitan
komunikasi akan lebih bisa membantu klien dan keluarga untuk mengakses
perawatan dan manfaat dari layanan asuhan keperawatan. Saat perawat mampu
berkomunikasi dengan baik dalam bentuk verbal dan tertulis, kualitas manfaat
publikasi professional dan perawat dapat memberikan sumber yang lebih baik
terhadap profesi.
Komunikasi yang jelas dan tepat penting untuk memberikan asuhan keperawatan
yang efektif, dan ini adalah tantangan yang unik dalam bidang perawatan kesehatan
saat ini. Agar perawat efektif dalam berinteraksi, mereka harus memiliki ketrampilan
komunikasi yang baik. Mereka harus menyadari kata-kata dan bahasa tubuh yang
mereka sampaikan pada orang lain(Kathleen,2007).
Komunikasi terapeutik berbeda dari komunikasi sosial, yaitu pada komunikasi
terapeutik selalu terdapat tujuan atau arah yang spesifik untuk komunikasi; oleh
karena itu, komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang terencana. Komunikasi
paling terapeutik berlangsung ketika pasien dan perawat keduanya menunjukkan
sikap hormat akan individualitas dan harga diri (Kathleen,2007). Perawat dituntut
untuk melakukan komunikasi terapeutik dalam melakukan tindakan keperawatan agar
pasien atau keluarganya tahu tindakan apa yang akan dilakukan pada pasien.
Komunikasi itu bisa dilakukan dengan cara: perawat harus memperkenalkan diri,
menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, membuat kontrak waktu untuk
melakukan tindakan keperawatan selanjutnya. Kehadiran atau sikap benar-benar ada
untuk pasien adalah bagian dari komunikasi terapeutik.
Berdasarkan pengamatan dan beberapa literatur yang saya dapatkan, ternyata
masih banyak perawat yang belum menerapkan komunikasi terpeutik dengan pasien.
Misalnya adalah ada beberapa pasien yang mendapatkan tindakan pemasangan infus

yang mengatakan bahwa perawat belum menjelaskan secara terbuka mengenai


prosedur tindakan tersebut, pasien hanya diberitahu akan diinfus tanpa penjelasan
kenapa harus diinfus, selain itu juga masih ada perawat yang galak dalam
memberikan pelayanan kepada pasien. Sebenarnya pasien atau keluarganya ingin
tahu informasi dari tindakan yang akan dilakukan oleh perawat. Dari fakta tersebut,
bisa diambil kesimpulan bahwa pelaksanaan komunikasi terapeutik dalam melakukan
asuhan keperawatan pada pasien di UGD Rumah Sakit ini belum dilakukan dengan
baik.
1.2 Rumusan Masalah
1. apakah pengertian komunikasi terapeutik?
2. bagaimana penerapan komunikasi terapeutik yang benar (baik) antara perawat
dengan pasien?
3. apa saja hambatan dan penyimpangan yang sering dilakukan oleh perawat saat
melakukan komunikasi terpeutik dalam memberikan asuhan keperawatan?

1.3 Tujuan
1. untuk mendapatkan gambaran umum mengenai persepsi pasien tentang
pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat dalam asuhan keperawatan terhadap
pasien di Unit Gawat Darurat;
2. untuk mengetahui penyimpangan (kesalahan) yang sering dilakukan oleh perawat
saat berkomunikasi dengan pasien atau keluarga.

2.4 Manfaat
1. memberikan informasi tentang persepsi pasien tentang pelaksanaan
komunikasi terapeutik perawat dalam asuhan keperawatan terhadap pasien di
Unit Gawat Darurat Rumah Sakit;
2. menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian di bidang
keperawatan khususnya mengenai persepsi pasien tentang pelaksanaan

komunikasi terapeutik dalam asuhan keperawatan terhadap pasien di Unit


Gawat Darurat.

BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah suatu proses interaktif antara pasien dan
perawat yang membantu pasien mengatasi stress sementara untuk hidup
harmonis dengan orang lain, menyesuaikan dengan sesuatu yang tidak dapat
diubah, dan mengatasi hambatan psikologis yang menghalangi realisasi
(Kathleen,2007). Selain itu, terdapat ahli yang berpendapat lain mengenai
pengertian komunikasi terapeutik, salah satunya adalah sebagai berikut :
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan
merupakan komunikasi profesional yang mengarah pada tujuan untuk
penyembuhan

pasien(Heri

Komunikasi

Purwanto,1994).

terapeutik

sangat

penting

dalam

p r a k t i k keperawatan. Komunikasi terapeutik juga tidak hanya berguna


untuk memberikan terapi pengobatan dan pemberian informasi kepada
pasien, akan tetapi juga untuk membantu pasien memperjelas, mengurangi
beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah
situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan. Selain itu,
melalui komunikasi terapeutik ini juga bisa mempererat hubungan atau
interaksi antara klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara profesional
dan proporsional dalam rangka membantu penyelesaian masalah pasien
(Mundakir,2006).
Komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap
persiapan atau tahap pra-interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap
kerja dan tahap terminasi (Mundakir,2006).

2.2 Penerapan komunikasi terapeutik yang benar (baik) antara perawat


dengan pasien di ruang UGD

Dalam melakukan komunikasi terapeutik, telah ditetapkan 4 tahapan


yang sudah paten, yakni tahap persiapan atau tahap pra-interaksi, tahap
perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi.
Pada tahap yang pertama, yakni tahap persiapan atau tahap pra-interaksi
yang harus dilakukan oleh perawat adalah melakukan persiapan diri dari
rumah agar benar-benar siap bekerja melayani pasien di rumah sakit.
Perawat harus menganalisa dirinya yang meliputi kesadaran
diri, klarifikasi nilai, perasaan serta mampu menjadi model
yang bertanggung jawab. Pada tahap perkenalan, perawat memberikan
salam dan tersenyum pada pasien, menanyakan identitas pasien dan
memperkenalkan diri ke pasien, melakukan validasi (kognitif, psikomotor,
afektif). Pada pertemuan selanjutnya, perawat menentukan mengapa pasien
mencari

pertolongan,

menyediakan

kepercayaan,

penerimaan,

dan

komunikasi terbuka, membuat kontrak timbal balik, mengeksplorasi perasaan


klien, pikiran dan tindakan. Selanjutnya mengidentifikasi masalah pasien,
mendefinisikan tujuan dengan pasien, menjelaskan waktu yang dibutuhkan
untuk melakukan kegiatan dan menjelaskan kerahasiaan (Mundakir,2006).
Pada tahap kerja, perawat bertanya kepada pasien mengenai keluhannya
berkaitan dengan pelaksanaan asuhan keperawatan, perawat juga harus
memberi kesempatan pasien untuk bertanya sebelum tindakan dilaksanakan,
setelah tindakan selesai dilakukan, evaluasi kerja akan disampaikan kepada
pasien (Mundakir,2006).Tahap yang terakhir adalah Tahap terminasi. Tugas
perawat pada fase ini adalah menciptakan realitas perpisahan, menyimpulkan
hasil kegiatan, evaluasi hasil dan proses, saling mengeksplorasi perasaan
penolakan, kehilangan, sedih, marah dan perilaku lain, memberikan
reinforcement positif dan merencanakan tindak lanjut dengan klien,
melakukan kontrak untuk pertemuan selanjutnya (waktu, tempat, topik) serta
mengakhiri kegiatan dengan baik (Mundakir,2006). Fase ini merupakan fase
yang sulit dan penting. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri
tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang. Untuk melalui fase ini
dengan sukses dan bernilai terapeutik, perawat bisa menggunakan konsep
kehilangan. Terminasi merupakan akhir dari pertemuan.
Dari keempat tahap tersebut, perawat bisa menerapkannya sesuai dengan
kondisi dan sifat pasien itu sendiri, karena setiap pasien memiliki sifat yang
berbeda-beda sehingga komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat

kepada pasien juga harus disesuaikan. Misalnya, perawat harus


menjadi pendengar yang aktif. Bagi sebagian besar orang
memang jika dalam melakukan komunikasi tidak wajar jika
dalam berkomunikasi hanya menjadi pendengar setia (pasif).
Seseorang pasti memerlukan adanya umpan balik dari lawan
bicaranya

agar

komunikasi

tidak

menjadi

aneh

dan

komunikan pun juga akan merasa dihargai jika mendapatkan


respon dari lawan bicara. Oleh sebab itu, perawat perlu
menerapkan cara komunikasi mendengarkan aktif ini. Selain
itu, pada saat melakukan komunikasi usahakan juga untuk
melakukan sikap-sikap berikut ini: pandang klien ketika
berbicara, pertahankan kontak mata yang memancarkan
keinginan untuk mendengarkan, tunjukkan sikap tubuh yang
mengekspresikan perhatian dengan cara tidak menyilangkan
kaki atau tangan, menghindari untuk melakukan gerakan
yang

tidak

perlu,

menganggukkan

kepala

jika

pasien

membicarakan hal yang memerlukan umpan balik, serta


mencondongkan

tubuh

ke

arah

lawan

bicara.

Perawat

sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh


yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening
atau menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Setelah
mendengarkan

pembicaraan

pasien,

perawat

harus

memberikan umpan balik yaitu dengan cara bertanya kepada


pasien tentang apa yang sudah dibicarakan sebelumnya
secara

berurutan,

namun

perawat

harus

mengolah

pertanyaan itu dengan kata-kata yang baru. Metode ini


bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga
percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti. Perawat
tidak seharusnya memutuskan pembicaraan berlanjut tanpa
informasi yang baru.
Dalam berkomunikasi,

sebaiknya

perawat

memberi

kesempatan kepada pasien untuk berinisiatif dalam memilih


topik pembicaraan, menganjurkan pasien untuk meneruskan
pembicaraan, mengurutkan kejadian secara teratur dan
6

memberikan kesempatan kepada pasien untuk menguraikan


persepsinya.
Adakalanya saat berkomunikasi

perawat dan

pasien

hanya diam saja, hal ini bertujuan untuk memberikan


kesempatan kepada perawat dan pasien untuk mengorganisir
pikiran dan memproses informasi. Setelah berkomunikasi,
perawat sebaiknya meringkas pembicaraan tersebut. Hal ini
bertujuan untuk membantu mengingat topik yang telah
dibahas sebelumnya dan meneruskan pada pembicaraan
selanjutnya.
Sedangkan jika ada pasien yang masih belum mau
berkomunikasi secara verbal dengan perawat, sebaiknya
perawat hanya menawarkan kehadiran dan menunjukkan
rasa ketertarikannya, yang paling penting adalah teknik
komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih.

2.3 Hambatan dan penyimpangan yang terjadi dalam komunikasi


terapeutik antara perawat dan pasien di ruang UGD
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien di ruang UGD
tentunya diperlukan kecekatan dan konsentrasi penuh seorang perawat agar
tindakan medis yang dilakukan tidak menjadi malpraktik (salah memberikan
asuhan keperawatan). Meskipun demikian, perawat juga tidak boleh
mengabaikan komunikasi yang harus dilakukan dengan pasien dan
keluarganya. karena perawat harus menangani pasien dengan konsentrasi
penuh maka perawat mengabaikan komunikasi terapeutik. Hal itu seharusnya
bukan menjadi alasan (hambatan) lagi bagi seorang perawat profesional.
Karena meskipun perawat sedang dalam keadaan sedarurat apapun,
komunikasi dengan pasien atau keluarga adalah menjadi suatu kewajiban
dalam proses pemberian asuhan keperawatan.
Seringkali kita menjumpai banyak perawat yang mengabaikan prosedur
pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan kepada pasien. Misalnya,
perawat tidak memperkenalkan diri ke pasien atau keluarga, perawat tidak
mengidentifikasi masalah pasien, tidak mendefinisikan tujuan pemberian
asuhan keperawatan kepada pasien, tidak menjelaskan waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan kegiatan dan yang paling sering adalah masih
banyak sekali kita temui sosok perawat yang judes dalam berkomunikasi
dengan pasien atau keluarga.
Sedangkan pada tahap kerja, biasanya perawat hanya bertanya kepada
pasien mengenai keluhannya berkaitan dengan pelaksanaan asuhan
keperawatan. Hal itu juga merupakan sebuah penyimpangan (kesalahan),
seharusnya, perawat memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya
sebelum tindakan itu dilaksanakan oleh perawat. Dan setelah tindakan selesai
dilakukan, seharusnya perawat melakukan evaluasi kerja dan kemudian
disampaikan kepada pasien.
Dan penyimpangan lain yang sering dilakukan oleh perawat pada tahap
akhir atau terminasi adalah perawat UGD hanya memberitahu pasien bahwa
tindakan di UGD sudah selesai dan pasien akan dipindah ke ruang rawat inap
atau pasien diperbolehkan pulang. Seharusnya agar kesan tidak baik terhadap
perawat dapat dikurangi, perawat sebaiknya memberikan salam perpisahan
dengan baik sebelum pasien meninggalkan ruang UGD.

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan penelitian tentang Persepsi Pasien Tentang
Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat Dalam Asuhan Keperawatan terhadap
Pasien di Unit Gawat Darurat ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. komunikasi terapeutik adalah suatu proses interaktif antara pasien dan perawat
yang membantu pasien mengatasi stress sementara untuk hidup harmonis dengan
orang lain, menyesuaikan dengan sesuatu yang tidak dapat diubah, serta mengatasi
hambatan psikologis yang menghalangi realisasi;
2. dalam komunikasi terapeutik ada empat tahap, yakni : tahap persiapan atau tahap
pra-interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap kerja dan tahap terminasi;
3. pada saat memberikan asuhan keperawatan, perawat masih sering melakukan
penyimpangan atau kesalahan-kesalahan khususnya dalam berkomunikasi,
sehingga membuat pasien atau keluarga kurang nyaman dan menilai pelayanan di
UGD Rumah Sakit tersebut kurang memuaskan (kurang baik).

3.2 Saran
1. Bagi perawat yang sudah bertugas di Rumah Sakit diharapkan untuk menerapkan
kominikasi terapeutik yang baik kepada pasien dan keluarga agar citra perawat
Indonesia tidak menjadi semakin buruk di mata masyarakat;
2. Bagi calon perawat (mahasiswa D3 Keperawatan) yang akan bekerja atau terjun
langsung untuk menangani pasien di ruangan, diharapkan untuk mempelajari dan
mempraktikkan komunikasi terapeutik dengan benar agar pasien merasa nyaman
dengan perawatan yang didapatkan;
3. Bagi calon perawat (mahasiswa S1 Keperawatan) yang kelak akan menjadi
kepala ruangan/pemimpin Rumah Sakit, sebaiknya tidak menyepelekan teknik
komunikasi terapeutik juga, dan lebih baik lagi jika di Rumah Sakit tersebut
diadakan training (misal in house training) untuk melatih keterampilan para
perawatnya dalam berkomunikasi dengan pasien.

Daftar Pustaka
Blais, Koenig Kathleen. 2007. Praktik Keperawatan Profesional, Konsep & Perspektif.
Edisi 4. Jakarta: EGC.
Mundakir. 2006. Komunikasi Keperawatan, Aplikasi dalam pelayanan. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Hadi Hermawan, Andreas. 2009.
Persepsi Pasien Tentang Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik Perawat Dalam Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Di Unit Gawat Darurat RS. Mardi Rahayu Kudus Novvember,
2009. http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/455/jbptunikompp-gdl-indrityash-22715-4unikom_i-i.pdf[28 Desember 2011].

10

Anda mungkin juga menyukai