Anda di halaman 1dari 35

PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN DENGAN

GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI

KELOMPOK 4:
AFFIFAH NUR’AINI M (J210160053)
PUJI NURANI (J210160066)
ITSNAANI R N L (J210160069)
RIMA PRATIWI (J210160072)
LUCIA PUTRI M (J210160084)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH SURAKARTA

1
Kata Pengantar

Kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-
Nya, sehingga kami penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Tidak lupa
shalawat serta salam selalu kita curahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
SAW yang telah membimbing umatnya di jalan yang benar. 
Kami ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang sudah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Makalah ini kami susun berdasarkan tugas dari mata kuliah
komunikasi yang berjudul “komunikasi terapeutik pada klien gangguan eliminasi ”.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khusunya para mahasiswa/mahasiswi
keperawatan. Penyusun juga meminta maaf apabila banyak kesalahan dalam penyusunan
makalah ini.

Surakarta, 09 November 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………... 2

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………. 3

BAB I

PENDAHULUAN…………………………………………………………………………. 4

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………. 5


1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………5
1.3 Tujuan………………………………………………………………………………….. 5
1.4 Manfaat………………………………………………………………………………… 5

BAB II

TINJAUAN TEORI………………………………………………………………………... 6

2.1 Menerapankan Komunikasi Dalam Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan


Gangguan Kebutuhan Dasar Manusia……………………………………………... 6

2.2 Case Study Eliminasi………………………………………………………………. 11

I. Pendahuluan………………………………………………………………………
11

II. Metode Penelitian………………………………………………………………..12

III. Hasil Penelitian ………………………………………………………………... 13

IV. Pembahasan……………………………………………………………………. 16

V. Simpulan………………………………………………………………………... 23

2.3 Penerapan Komunikasi Pada Setiap Tahap Komunikasi Pada Gangguan Eliminasi 24

BAB III

PEMBAHASAN………………………………………………………………………….... 31

BAB IV

4.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………….. 33

TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………………… 34

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Komunikasi adalah bagian yang penting dalam kehidupan dan menyatu


dengan kehidupan kitaa. Setiap saat manusia selalu berkomunikasi dan
menggunakannya dalam berinteraksi dengan manusia lain. Dalam kehidupan sehari-
hari kita tidak bisa lepas dari kegiatan komunikasi.Sehingga sekarang ilmu
komunikasi berkembang pesat. Salah satu kajian ilmu komunikasi ialah komunikasi
kesehatan yang merupakan hubungan timbal balik antara tingkah laku manusia masa
lalu dan masa sekarang dengan derajat kesehatan dan penyakit, tanpa mengutamakan
perhatian pada penggunaan praktis dari pengetahuan tersebut atau partisipasi
profesional dalam program-program yang bertujuan memperbaiki derajat kesehatan
melaui pemahaman yang lebih besar tentang hubungan timbal balik melalui
perubahan tingkah laku sehat ke arah yang diyakini akan meningkatkan kesehatan
yang lebih baik. Maka komunikasi sangatlah penting sebagai sarana yang sangat
efektif dalam memudahkan perawat melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik.

Penerapan komunikasi dalam asuhan keperawatan merupakan hal yang


penting bagi perawat Karena setiap aktivitas perawat mulai dari pengkajian sampai
evaluasi asuhan keperawatan, selalu menggunakan komunikasi sebagai alat kerjanya.
Setiap interaksi dengan pasien dalam rangka membantu pemenuhan kebutuhan yang
terganggu atau melakukan konseling perawat selalu menerapkan komunikasi
terapeutik untuk mencapai tujuan pasien.

Manusia merupakan salah satu makhluk hidup, dikatakan sebagai makhluk


hidup karena dapat bernafas, berkembang biak, tumbuh, beradaptasi, memerlukan
makanan dan mengeluarkan metabolisme (eliminasi). Setiap kegiatan yang dilakukan
tubuh dikarenakan peran masing – masing organ. Kebutuhan eliminasi terdiri atas
dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan
buang air besar).Untuk mengatasi hal tersebut dapat menggunakan tahap proses
komunikasi dalam melakukan setiap proses keperawatan.

4
1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan permasalahan yang kami paparkan di atas, maka dapat


dirumuskan beberapa permasalahan yaitu :

1. Bagaimana cara menerapkan komunikasi dalam asuhan keperawatan pada


pasien dengan gangguan kebutuhan dasar manusia?
2. Apa contoh Case Study Eliminasi?
3. Bagaimana menerapkan komunikasi pada setiap tahap komunikasi pada
gangguan eliminasi?

1.3 TUJUAN

Tujuan makalah ini yaitu :

1. Dapat memahami bagaimana cara menerapkan komunikasi dalam asuhan


keperawatan pada pasien dengan gangguan kebutuhan dasar manusia
2. Dapat menerapkan komunikasi pada setiap tahap komunikasi pada gangguan
eliminasi

1.4 MANFAAT

Dapat memahami bagaimana cara menerapkan komunikasi dalam asuhan


keperawatan pada pasien dengan gangguan kebutuhan eliminasi serta
menerapkannya dalam proses keperawatan

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 MENERAPANKAN KOMUNIKASI DALAM ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

A. Komunikasi pada Tahap Pengkajian Klien dengan Gangguan Kebutuhan


Eliminasi
Pengkajian adalah tahap pertama dalam proses keperawatan. Tahap ini
merupakan tahap yang penting dalam proses keperawatan karena tahap-tahap
selanjutnya dalam proses keperawatan tidak akan berjalan dengan baik jika tahap
pengkajian tidak dilakukan dengan baik.
Pada tahap ini, perawat menggunakan kemampuan verbal maupun nonverbal
dalam mengumpulkan data klien. Perawat juga dituntut untuk mampu melakukan
pengamatan baik verbal maupun non verbalserta menginterpretasikan hasil
pengamatan dalam bentuk masalah. Setelah data terkumpul, selanjutnya
dikomunikasikan dalam bahasa verbal kepada klien atau tim kesehatan lainnya dan
dikomunikasikan dalam bentuk tulisan (didokumentasikan) untuk dikomunikasikan
pada tim kesehatan lain dan sebagai aspek legal asuhan keperawatan.
Adapun bentuk-bentuk komunikasi yang dapat digunakan perawat pada tahap
pengkajian dari proses keperawatan ini adalah:
a. Wawancara atau interview
Wawancara adalah proses trnsaksi antara dua orang yang mempunyai tujuan
spesifik, serius dan penuh arti. Wawancara biasnya dilakukan secara langsung
melalui pertemuan langsung dalam interaksi tatap muka. Dalam wawancara ini
komunikator dapat menggunakan kemampuan komunikasi verbal mupun non
verbal untuk menggali data dari komunikan. Dengan kontak secara langsung,
komunikator dapat memperoleh data langsung yng ditunjukannya dalam perilaku
verbal maupun non verbal dari komunikan.
Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data tentang riwayat penyakit
klien, riwayat penyakit dahulu dan pengobatan yang telh dilakukan, keluhan

6
utama, dan sebagainya. Dalam wawancarai perawat menggunakan teknik
pertanyaan terbuka (broad opening) untuk menggali lebih banyak data tentang
klien. Selanjutnya perawat dapat menggunakan teknik-teknik komunikasi yang
lain untuk mengklarifikasi, memberikan feedback, mengulang, memfokuskan,
atau mengarahkan agar jawaban klien sesuai dengan tujuan wawancara.
Pada saat wawancara atau selama proses pengkajian untuk mendapatkan data
keperawatan klien, disamping teknik komunikasi tersebut di atas, perawat juga
harus mempertahankan sikap terapeutik lain yaitu: mempertahankan kontak mata,
mendekat dan membungkuk ke arah klien, dan mendengarkan jawaban klien
dengan aktif.
Dalam setiap aktivitas komunikasi, gunakanlah SP komunikasi sesuai tahap-
tahapan yang telah dijelas pada Modul 1 tentang Dasar-dasar Komunikasi.
Contoh komunikasi:
Fase orientasi
Perawat : assalamualaikum, selamat pagi ibu dan adek. Perkenalkan saya
perawat bunga
Ibu pasien : walaikumsalam, pagi sus
Perawat : apa benar dengan An. A umur 8 tahun
Ibu pasien : benar mba
Perawat : ibu saya disini akan mengkaji keluhan yang anak ibu rasakan, untuk
waktunya hanya butuh sekitar 10-15 menit ya bu. Apa ibu bersedia?
Ibu pasien : bersedia sus
Fase kerja :
Perawat : ibu bisa diceritakan apa yang adik keluhankan selama masuk di
rumah
sakit?
Ibu pasien : ini sus, anak saya dari kemarin panas dan muntah 1 kali sekitar 300
cc
sus
Perawat : lalu apalagi bu?
Ibu pasien : dan nafsu makan anak saya berkurang sus
Perawat : sekarang akan mengecek tanda-tanda vital anaknya, apakah bersedia
bu?
Ibu pasien : bersedia sus
7
Perawat : (didapatkan TTV suhu= 38,2°c N= 136/menit R= 28x/menit)
fase terminasi :
Perawat :baiklah saya permisi dulu ya bu, sejam lagi kita akan
mengevaluasi tentang apa saja yang telah kita lakukan selama pengkajian hingga
sekarang bu. wassalamualikum
Ibu pasien & pasien : iya sus, walaikumsalam

b. Pemeriksaan fisik dan Observasi


Komunikasi yang digunakan perawat pada saat perawat melakukan
pengumpulan datamelalui pemeriksaan fisik adalah dalam rangka meminta ijin
klien, memeriksa, memfokuskanpemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan
keluhan dan petunjuk yang diberikan klien.Perawat juga mengobservasi ekpresi
wajah (misal menyeringai kesakitan, menangis, pucat,dll) sebagai bentuk non
komunikasi non verbal dan mencatatnya dalam status keperawatanklien. Saat
melakukan pemeriksaan fisik dan observasi teknik komunikasi yang digunakan
perawat adalah klarifikasi dan berbagi persepsi.Pemeriksaa fisik dan observasi,
biasanya dilakukan bersamaan dengan wawancara atau setelah kegiatan
wawancara selesai. Dengan demikian maka Strategi Pelaksanaan (SP)
Komunikasi dapat menyatu dengan SP komunikasi saat wawancara. Berikut ini
contoh komunikasi dengan fokus fase kerja untuk menerapkan teknik klarifikasi
dan berbagi bersepsi.
Pemeriksaan fisik dan Observasi
• Sambil melakukan palpasi perut klien, perawat berkata “Apakah di daerah sini
yang terasa nyeri yang menyebabkan adek sering merasa mual dan muntah?”
• Saya lihat, ibu tampak sangat khawatir dan tertekan dengan kondisi anak ibu
sekarang.
Contoh komunikasi fase kerja: Perawat menggunakan catatan medik,
laboratorium, foto rotgen, dll sebagai bentuk komunikasi tertulis dengan anggota
tim kesehatan lain untuk melengkapi dan mengklarifikasi data yang diperoleh dari
hasil pemeriksaan fisik dan observasi.

B. Komunikasi pada Tahap Diagnosa Klien dengan Gangguan Kebutuhan


Eliminasi

8
Pada tahap proses keperawatan ini komunikasi dilakukan untuk
mengklarifikasi data dan menganalisisnya sebelum menentukan masalah keperawatan
klien, selanjutnya mendiskusikan dengan klien. Masalah atau diagnosa keperawatan
yang telah ditetapkan dikomunikasikan/ disampaikan kepada klien agar dia kooperatif
dan berusaha bekerjasama dengan perawat untuk mengatasi masalahnya dan juga
kepada perawat lain secara langsung dan tulisan untuk dokumentasi. Teknik yang
dilakukan paa tahap diagnosis keperawatan adalah teknik memberikan informasi
(informing).
C. Komunikasi pada Tahap Perencanaan Klien dengan Gangguan Kebutuhan
Eliminasi
Pada tahap ini tugas perawat adalah merumuskan tujuan keperawatan dan
menetapkan kriteria keberhasilan, merencanakan asuhan keperawatan dan tindakan
kolaboratif yang akan dilakukan. Komunikasi yang penting dilakukan perawat pada
fase ini adalah mendiskusikan kembali rencana yang sudah disusun perawat dan
bersama klien menentukan kriteria keberhasilan yang akan dicapai. Dalam fase ini
keterlibatan keluarga juga penting kaitannya dengan peranserta keluarga dalam
perawatan klien. Rencana asuhan keperawatan selanjutanya di tulis atau
didokumentasikan dalam status klien sebagai bentuk tanggung jawab profesional dan
memudahkan komunikasi antar tim kesehatan untuk asuhan keperawatan yang
berkesinambungan.
Contoh Komunikasi pada fase kerja:
“Berdasarkan masalah keperawatan yang telah kita tetapkan bersama, selanjutnya
saya
kolaborasikan dengan dokter terkait dengan masalah tersebut, saya sampaikan bahwa
salah satu tindakan yang akan dilakukan pada ibu adalah pemasangan infus. Tujuan
pemasangan infus ini adalah untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak ibu. Untuk saat
ini lambung anak ibu harus diistirahatkan dulu untuk pemeriksaan selanjutnya.
Pemasangan infus ini sifatnya sementara, jika anak ibu tidak mual atau muntah lagi
maka akan kami lepaskan”.

D. Komunikasi pada Tahap Implementasi Klien dengan Gangguan Kebutuhan


Eliminasi
Pada tahap ini berkomunikasi atau diskusi dengan para profesional kesehatan
lain adalah penting dalam rangka untuk memberikan penanganan yang adekuat
9
kepada klien. Pada tahap ini perawat sangat efektif berkomunikasi dengan pasien
karena perawat akan menggunakan seluruh kemampuan dalam komunikasi pada saat
menjelaskan tindakan tertentu, memberikan pendidikan kesehatan, memberikan
konseling, menguatkan sistem pendukung, membantu meningkatkan kemampuan
koping, dan sebagainya. Perawat menggunakan verbal maupun non verbal selama
melakukan tindakan. Keperawatan untuk mengetahui respon pasien secara langsung
(yang diucapkan) maupunyang tidak diucapkan. Semua aktifitas keperawatan /
tindakan harus didokumentasikansecara tertulis untuk dikomunikasikan kepada tim
kesehatan lain, mengidentifikasirencana tindak lanjut, dan aspek legal dalam asuhan
keperawatan. Teknik komunikasi terapeutik yang digunakan pada fase ini adalah
memberikan informasi (informing), dan mungkin berbagi persepsi. “Tadi sudah saya
sampaikan bahwa salah satu tindakan yang akan saya lakukan adalah memasang
infus. Tujuan pemasangan infus adalah untuk memenuhi kebutuhan nutrisi adek. Saat
pemasangan, adek akan merasa sakit sedikit waktu jarum infus dimasukkan ke
pembuluh darah, Apakah adek sudah siap?”
Contoh Komunikasi pada fase kerja:
Pada saat melakukan tindakan keperawatan, disamping komunikasi verbal yang
diucapkan dengan kata-kata, perawat harus menunjukkan sikap terapeutik secara fisik
selama berkomunikasi, yaitu:
a. Ekspresi wajah menyenangkan, tampak ikhlas
b. Mendekat dan Membungkuk ke arah klien
c. Mempertahankan kontak mata yang menunjukkan kesungguhan untuk membantu
d. Sikap terbuka tidak meliat tangan atau kaki saat interaksi terjadi
e. Tetap rileks
E. Komunikasi pada Tahap Evaluasi Klien dengan Gangguan Kebutuhan Eliminasi
Pada tahap ini perawat menilai keberhasilan dari asuhan dan tindakan
keperawatan yang telah dilakukan. Semua hasil dicatat dalam buku catatan
perkembangan perawatan klien, mendiskusikan hasil dengan klien, meminta
tanggapan klien atas keberhasilan atau ketidakberhasilan tindakan yang dilakukan,
dan bersama klien merencanakan tindak lanjut asuhan keperawatannya. Jika belum
berhasil maka perawat dapat mendiskusikan kembali dengan klien apa yang
diharapkan dan bagaimana peran serta / keterlibatan klien atau keluarga dalam
mencapai tujuan dan rencana baru asuhan keperawatan klien.

10
Pada setiap fase dalam proses perawatan, perawat harus menggunakan teknik-
teknik komunikasi terapeutik dan menggunakan fase-fase behubungan intim Perawat
– Klien mulai fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi.
Setiap Anda diminta latihan, siapkan diri Anda terlebih dahulu dengan
membuat Strategi Pelaksanaan (SP) Komunikasi. Untuk mengingatkan kembali
berikut ini format SP komunikasi yang harus Anda tulis sesuai dengan kondisi pasien,
tujuan dan rencana yang akan Anda lakukan. Setiap Anda membuat SP Komunikasi,
berarti Anda sudah masuk fase Pra orientasi tahapan komunikasi dan hubungan
terapeutik perawat dan klien.

2.2 CASE STUDY ELIMINASI

Pada tanggal 28 Februari 2014 pukul 11.30 WIB An. A umur 8 tahun datang
ke UGD dengan keluhan mual muntah, dan tidak nafsu makan, BB sebelum sakit 8,5
kg dan saat sakit 7,3 kg. Berdasarkan yang dilakukan didapatkan data adanya muntah
1 kali, suhu 38,20C, berat badan turun 1,2 kg, turgor kulit jelek, leukosit 17.200 uL,
balance cairan -111,7 cc.

2.3 PENERAPAN KOMUNIKASI PADA SETIAP TAHAP KOMUNIKASI PADA


GANGGUAN ELIMINASI

KASUS:

An. A umur 8 tahun panas 1 hari yang lalu muntah 1 kali muka pucat, TTV
suhu= 38,2°c N= 136/menit R= 28x/menit Hb= 12,7 gr/dl

1. Tahap Pengkajian
a. Fase orientasi

Perawat : assalamualaikum, selamat pagi ibu dan adek. Perkenalkan


saya perawat bunga

Ibu pasien : walaikumsalam, pagi sus

Perawat : apa benar dengan An. A umur 8 tahun

Ibu pasien : benar mba

11
Perawat : ibu saya disini akan mengkaji keluhan yang anak ibu rasakan,
untuk waktunya hanya butuh sekitar 10-15 menit ya bu. Apa
ibu bersedia?

Ibu pasien : bersedia sus

b. Fase kerja

Perawat : ibu bisa diceritakan apa yang adik keluhankan selama masuk
di rumah sakit?

Ibu pasien : ini sus, anak saya dari kemarin panas dan muntah 1 kali
sekitar 300 cc sus

Perawat : lalu apalagi bu?

Ibu pasien : dan nafsu makan anak saya berkurang sus

Perawat : sekarang akan mengecek tanda-tanda vital anaknya, apakah


bersedia bu?

Ibu pasien : bersedia sus

Perawat : (didapatkan TTV suhu= 38,2°c N= 136/menit R= 28x/menit)

c. Fase terminasi

Perawat : baik bu, ini sudah selesai. Adik istirahat disini terlebih dahulu
ya

Ibu pasien : iya sus

Pasien : (mengangguk)

Perawat : ibu besok saya akan datang untuk memberitahukan ibu


tentang hasil yang telah saya analisis dari pemeriksaan anak
ibu. Saya permisi terlebih dahulu wassalamualaikum

Ibu pasien : baik sus walaikumsalam

2. Tahap Diagnosis
a. Fase Orientasi

12
Perawat : assalamualaikum bu ,selamat pagi ibu dan adek. Perkenalkan
saya perawat bunga

Ibu pasien : walaikumsalam sus

Perawat : apa benar dengan An. A umur 8 tahun

Ibu pasien : benar mba

Perawat : ibu saya disini akan menjelaskan hasil yang telah saya analisis
dari pemeriksaan anak ibu, untuk waktunya hanya butuh sekitar
10-15 menit, apa ibu bersedia?

Ibu pasien : bersedia sus

b. Fase Kerja

Perawat : baik bu, menurut hasil analisis kami, anak ibu mengalami
kekurangan volume cairan b.d output yang berlebihan atau
dehidrasi

Ibu pasien : kenapa anak saya bisa terdiagnosa tersebut sus?

Perawat : menurut data kami dan keterangan yang ibu berikan kepada
kami adik A muntah 1 kali 300cc cairan yang masuk kurang
dari 800cc turgor kulit 3 detik wajah pucat dan kulit berkeringat

Ibu pasien : apakah itu parah sus?

Perawat : tidak bu, adek hanya perlu melakukan beberapa terapi


sehingga adek bisa sehat kembali

Ibu pasien : baik lah kalo begitu sus

c. Terminasi

Perawat : ibu untuk sementara adik istirahat dahulu ya dan saya akan
kembali sejam lagi untuk melakukan perencanaan apa saja yang
harus dilakukan anak ibu, permisi wassalamualikum

Ibu pasien & pasien : baik sus, walaikumsalam

13
3. Tahap Intervensi
a. Orientasi

Perawat : assalamualikum bu, dek . Perkenalkan nama kakak perawat


bunga

Ibu pasien & pasien : walaikumsalam sus

Perawat : adik gimana keadaannya sekarang?

Pasien : badanku masih panas dan aku merasa ingin muntah sus

Perawat : baik dek

b. Kerja

Perawat : ibu saya nanti akan memasangkan infus ke tangan adik agar
kebutuhan cairan adik terpenuhi dan saya akan memberikan
kompres air hangat untuk menurunkan suhu tubuh adik

Ibu pasien : iya sus

Perawat : adik nanti kakak akan pasang infus di tangan adik rasanya
sedikit sakit tidak apa-apa ya? Ibu akan menemani adik disini

Pasien : (mengangguk)

c. Terminasi

Perawat : baiklah saya permisi untuk mempersiapkan semuanya ya bu

Ibu pasien : iya sus

Perawat : adik kakak permisi dulu ya nanti kakak ke sini lagi

Pasien : (mengangguk)

Perawat : wassalamualikum

Ibu pasien & pasien : walaikumsalam

14
4. Tahap Implementasi
a. Orientasi

Perawat : assalamualaikum bu, dek

Ibu pasien & pasien : walaikumsalam sus

Perawat : sesuai perjanjian kita tadi, sekarang saya akan memasangkan


alat infus ini ke anaknya, apa ibu bersedia

b. Kerja

Perawat : ibu saya akan memasangkan infus ke tangan adik agar


kebutuhan cairan adik terpenuhi dan prosedurnya nanti saya
akan memasukkan jarum IV intravena ke tangan adik ini nanti
akan sedikit sakit mohon adiknya di temani ya bu

Ibu pasien : iya sus

Perawat : hallo adik, masih sakit ya perutnya?

Pasien : masih kak

Perawat : baik adik, sukanya apa?

Pasien : suka nonton film spongebob kak

Perawat : yang warnanya kuning itu ya?

Pasien : iya kak

Perawat : adik kakak akan memasukkan obat lewat jarum ini nanti di
pasang di tangan adik nanti sakit sedikit tidak apa-apa ya biar
adek cepat sembuh

Pasien : (mengangguk)

Perawat : Bismillah kakak mulai ya masukkan obatnya (meyuntikan IV


intravena lalu mengatur infus 24 tpm)

Pasien : ibu sakit!!!! (Sedikit berteriak)

15
Perawat : sudah selesai dek, sakit ya dek? Maaf ya, adik jangan bangun
dulu ya tidur disini dulu

Pasien : iya sus

Perawat : ibu adiknya sambil di kompres hangat ya ini sudah saya


siapkan kemudian berikan adik makanan lunak dan minum
yang banyak sekitar 1000-1200cc

Ibu pasien : iya sus

c. Terminasi

Perawat :baiklah saya permisi dulu ya bu, sejam lagi kita akan
mengevaluasi tentang apa saja yang telah kita lakukan selama
pengkajian hingga sekarang bu. wassalamualikum

Ibu pasien & pasien : iya sus, walaikumsalam

5. Tahap Evaluasi
a. Orientasi

Perawat : assalamualaikum bu, dek

Ibu pasien & pasien : walaikumsalam sus

Perawat : sesuai kesepakatan sekarang kita akan mengevaluasi apa saja


yang telah kita lakukan dari pengkajian hingga tindakan

b. Kerja

Perawat : gimana keadaan adik saat ini?

Pasien : badan saya suah tidak panas lagi sus dan perut saya sudah
tidak sakit lagi

Perawat : alhamdulilah, ibu tolong di rumah adik di berikan air minum


yang banyak agar tidak dehidrasi ya bu

Ibu pasien : iya sus

c. Terminasi

16
Perawat : baiklah saya permisi terlebih dahulu. Semoga kedepannya
adik bisa cepat sembuh dan bermain kemballi dengan
temanteman adik, wassalamualaikum

Ibu pasien & pasien : iya sus walaikumsalam

17
BAB III

PEMBAHASAN ARTIKEL

Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Gastroenteritis


Dehidrasi Sedang (Case Study: Nursing Care In Children
With Gastroenteritis Moderate Dehydration)

18
Rahayu Sari Utami, Dewi Wulandari
Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo

Abstrak: Gastroenteritis atau diare merupakan penyebab kedua kematian anak di


dunia dengan 15 juta anak meninggal setiap tahunnya.. Survei Kesehatan Ruma h
Tangga menunjukkan bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di
Indonesia. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo menunjukkan jumlah
penderita gastroenteritis pada tahun 2012 sebanyak 31.716 penduduk (3,7%),
sedangkan tahun 2013 mengalami kenaikan menjadi 35.498 penduduk (4,11%).
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan
gastroenteritis dehidrasi sedang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan
rancangan studi kasus menggunakan pendekatan proses keperawatan. Populasi dalam
penelitian ini adalah anak yang mengalami diare dengan dehidrasi sedang.
Sampelnya adalah An. A. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive
sampling. Penelitian dilakukan di RSUD Sukoharjo pada bulan Februari 2014.
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.
Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri dengan alat bantu sphygmomanometer,
stetoskop, termometer, penlight, serta pedoman pengkajian. Berdasarkan pengkajian
yang dilakukan didapatkan data adanya muntah 1 kali, suhu 38,20C, berat badan
turun 1,2 kg, turgor kulit jelek, leukosit 17.200 uL, balance cairan -111,7 cc.
Terdapat 3 masalah keperawatan, yaitu defisit volume cairan, hipertermi, dan infeksi.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama dua hari didapatkan perkembangan
masalah membaik.Kesimpulannya, masalah keperawatan utama pada An. A dengan
gastroenteritis dehidrasi sedang adalah defisit volume cairan.

I. PENDAHULUAN

Istilah gastroenteritis digunakan secara luas untuk menguraikan pasien


yang mengalami perkembangan diare dan atau muntah akut. Istilah ini mengacu
pada terdapat proses inflamasi dalam lambung dan usus, walaupun pada beberapa
kasus tidak selalu demikian (Sodikin, 2011). Secara global setiap tahun
diperkirakan dua juta kasus gastroenteritis yang terjadi di kalangan anak berumur
kurang dari lima tahun. Walaupun penyakit ini seharusnya dapat menjadi

19
penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian karena
diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2011). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo
(2012), jumlah penderita gastroenteritis pada tahun 2012 adalah 31.716 penduduk
atau 3,7%, sedangkan pada tahun 2013 mengalami kenaikan 1,4% menjadi 4,11%
dengan jumlah penderita 35.498 penduduk. Data hasil studi pendahuluan di
Rumah Sakit Daerah Sukoharjo pada tahun 2013 menunjukkan penderita
gastroenteritis mencapai 845 orang.

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah ini dianggap menarik, perlu


dan penting untuk diteliti. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui asuhan keperawatan pada An. A dengan gangguan sistem pencernaan:
gastroenteritis dehidrasi sedang, meliputi tahap pengkajian hingga evaluasi
keperawatan.

Diare menurut Wijayaningsih (2013) dapat diartikan sebagai suatu kondisi


buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi
tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat
dari terjadinya proses inflamasi pada lambung dan usus. Diare merupakan suatu
keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai
dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari
dan pada neonatus 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah (Hidayat, 2006).
Menurut Sodikin (2011), secara klinik diare dibedakan menjadi tiga macam
sindrom, yaitu diare akut (gastroenteritis), disentri, dan disentri persisten.
Masingmasing mencerminkan patogenesis berbeda dan memerlukan pendekatan
yang berlainan dalam pengobatannya. Diare akut ialah diare yang terjadi secara
mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat (Noerasid, Suraatmadja &
Asnil, dikutip Suharyono, Boediarso & Halimun, 1998). Menurut Watson, dikutip
Jones & Irving (1996); Behrman, Kliegman, & Arvin (1996) diare berlangsung
kurang dari 14 hari (bahkan kebanyakan kurang dari tujuh hari) dengan disertai
pengeluaran feses lunak atau cair, sering tanpa darah, mungkin disertai muntah
dan panas (kemenkes RI, 2011). Diare akut (berlangsung kurang dari tiga
minggu), penyebabnya infeksi dan bukti penyebabnya harus dicari (perjalanan ke
luar negeri, memakan makanan mentah, diare serentak dalam anggota keluarga
dan kontak dekat).

20
Diare akut lebih sering terjadi pada bayi daripada anak yang lebih besar.
Penyebab terpenting diare cair akut pada anak-anak di negara berkembang adalah
rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan
Cryptosporidium (Kemenkes RI , 2011). Penyakit diare akut dapat ditularkan
dengan cara fekal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar. Peluang
untuk mengalami diare akut antara anak laki-laki dan perempuan hampir sama.
Diare cair akut menyebabkan dehidrasi dan bila masukan makanan berkurang,
juga mengakibatkan kurang gizi, bahkan kematian yang disebabkan oleh
dehidrasi.

Penyebab gastroenteritis antara lain infeksi, malabsorbsi, makanan dan


psikologis (Dewi, 2010). Penelitian yang dilakukan Oktania Kusumawati,
Heryanto Adi Nugroho, Rodhi Hartono (2010) menunjukkan terdapat hubungan
antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan kejadian diare dengan p
value 0,025

Penanganan pada penderita diare adalah:

1. Penanganan fokus pada penyebab

2. Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumatan)

3. Dietetik (pemberian makanan)

4. Pada bayi, pemberian ASI diteruskan jika penyebab bukan dari ASI (Suriadi
dan Yuliani, 2010)

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan studi


kasus menggunakan pendekatan proses keperawatan. Populasi dalam
penelitian ini adalah anak yang mengalami diare dengan dehidrasi sedang.
Sampelnya adalah An. A. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive
sampling. Penelitian dilakukan di RSUD Sukoharjo (bangsal Anggrek) pada
bulan Februari 2014. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara,
observasi, dan studi dokumentasi. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri
dengan alat bantu sphygmomanometer, stetoskop, termometer, penlight, serta
pedoman pengkajian

21
Pendekatan proses keperawatan yang dilakukan peneliti meliputi
tahapan sebagai berikut:

1. Pengkajian

Peneliti melakukan pengumpulan data, baik bersumber dari


responden/pasien, keluarga pasien, maupun lembar status pasien.

2. Diagnosis keperawatan

Peneliti melakukan analisis terhadap semua data yang diperoleh


sehingga didapatkan diagnosa keperawatan.

3. Intervensi keperawatan

Peneliti menyusun rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi


masalah keperawatan yang terjadi.

4. Implementasi keperawatan

Peneliti melaksanakan rencana tindakan yang telah disusun.

5. Evaluasi keperawatan

Peneliti melakukan penilaian tindakan keperawatan yang telah


dilakukan dalam mengatasi masalah yang terjadi.

III. HASIL PENELITIAN

Peneliti akan menjabarkan hasil penelitian berdasarkan tahapan-tahapan


pada proses keperawatan.

1. Pengkajian

Data hasil pengkajian menunjukkan Data subjektif: keluarga mengatakan


An. A panas 1 hari yang lalu; keluarga mengatakan An. A muntah 1 kali lebih
kurang 300cc; keluarga mengatakan intake cairan An. A kurang, lebih kurang
800cc; keluarga mengatakan nafsu makan An. A menurun; keluarga mengatakan
An. A makan kurang dari 4 sendok; keluarga mengatakan BB sebelum sakit 8,5
kg; keluarga mengatakan BB sakit 7,3 kg.

22
Data objektif: TTV: S= 38,2oC, N= 136 x/menit, R= 28 x/menit; kulit
teraba hangat; terlihat merah dan berkeringat; pemeriksaan nutrisi: A: BB turun
1,2 kg, BB ideal 10 kg, B: Hb= 12,7 gr/dl, C: mukosa bibir kering, D: bubur
lunak; turgor kulit jelek; muntah berwarna putih susu, cair; leukosit 17.200 uL;
MCHC 34 %; balance cairan -111,7 cc. Tabel 1. Perhitungan balance cairan

INTAKE

N JENIS JUMLAH
O (cc)
1 Makan 50
2 Minum 800
3 Infus 1500
TOTAL 2350

OUTPUT

N JENIS JUMLAH
O (cc)
1 BAB 150
2 BAK 1500
3 Muntah 300
4 Keringat 100
5 IWL: 491,7
211,7+280
TOTAL 2541,7
Balance Cairan = INTAKE – OUTPUT

= 2350 – 2541,7

= -191,7

Sumber: Data primer diolah, 2014

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan analisis data pengkajian dapat ditegakkan Diagnosa keperawatan:

Diagnosa keperawatan pertama adalah kekurangan volume cairan


berhubungan dengan output yang berlebih ditandai dengan: data subjektif
keluarga mengatakan An. A muntah 1 kali lebih kurang 300cc; keluarga

23
mengatakan intake cairan An. A kurang, lebih kurang 800cc. Data objektif: turgor
kulit jelek; muntah berwarna putih susu, cair; kulit berkeringat; balance cairan
111,7cc; MCHC 34%, Berat badan turun 1,2 kg.

Diagnosa keperawatan kedua adalah hipertermi berhubungan dengan


peningkatan laju metabolisme ditandai dengan: data subjektif keluarga
mengatakan An. A panas satu hari yang lalu. Data objektif dari pemeriksaan TTV:
S= 38,2°C, N= 136 x/menit, R= 28 x/menit; kulit teraba hangat; kulit terlihat
merah; kulit berkeringat.

Diagnosa keperawatan ketiga adalah infeksi berhubungan dengan


peradangan pada lambung dan usus yang ditandai dengan: data subjektif: keluarga
mengatakan An. A panas 1 hari yang lalu. Data objektif: leukosit 17.200 uL; S=
38,2oC; kulit teraba hangat.

3. Intervensi Keperawatan

Tujuan keperawatan untuk masalah defisit volume cairan adalah setelah


dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, masalah teratasi dengan
kriteria hasil keluarga mengatakan An. A minum cukup, keluarga mengatakan
muntah hilang, turgor kulit baik, kulit lembab, balance cairan seimbang (+)
0500cc. Intervensi keperawatannya: pantau intake dan output pasien, beri minum
1000-2000cc, timbang berat badan, dorong masukan oral (makan/minum),
kolaborasi pemberian cairan intravena 24 tpm mikro.

Tujuan keperawatan untuk masalah hipertermi adalah setelah dilakukan


tindakan keperawatan selama 3x24 jam, masalah teratasi dengan kriteria hasil:
keluarga mengatakan panas An. A turun; S= 36-37,5oC; kulit teraba hangat; kulit
teraba lembab. Rencana tindakan keperawatannya adalah kaji peningkatan suhu,
beri kompres hangat, lakukan water tepid sponge, berikan pakaian tipis, berikan
minum 1000-2000cc/hari, beri penjelasan keluarga tentang fungsi banyak minum,
kolaborasi pemberian paracetamol.

Tujuan keperawatan untuk masalah infeksi adalah setelah dilakukan


tindakan keperawatan selama 3x24 jam, masalah teratasi dengan kriteria hasil:
keluarga mengatakan panas An. A menurun; S= 36-37,5oC; kulit teraba hangat;
leukosit 5000-10000 uL. Intervensi keperawatan masalah infeksi adalah kaji

24
peningkatan suhu, beri kompres hangat, lakukan water tepid sponge, beri pakaian
tipis, beri minum 1000-2000cc, kolaborasi pemberian bubur lunak.

4. Implementasi keperawatan

Tindakan yang dilakukan pada tanggal 25-26 Februari 2014 sesuai dengan
rencana tindakan yang telah disusun untuk masing-masing masalah keperawatan.

5. Evaluasi

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama dua hari didapatkan tiga


masalah keperawatan yang muncul teratasi karena telah tercapai kriteria hasilnya.

IV. PEMBAHASAN

Peneliti akan melakukan pembahasan untuk masing-masing tahapan yang


telah dilalui.

1. Pengkajian

Tahap pengumpulan data dasar meliputi pengumpulan data subjektif dan


objektif. Pengumpulan data subjektif meliputi identitas pasien dan
penanggungjawab; riwayat kesehatan sekarang, dahulu, keluarga dan sosial;
sebelas pola fungsional menurut Gordon; serta pemeriksaan fisik head to toe.

Dari status pasien didapatkan umur anak 1 tahun. Hal ini sesuai dengan
teori menurut Howidi (2012) bahwa secara global setiap tahun diperkirakan dua
juta kasus gastroenteritis yang terjadi di kalangan anak berumur kurang dari lima
tahun. Walaupun penyakit ini seharusnya dapat diturunkan dengan pencegahan,
namun penyakit ini tetap menyerang anak terutama yang berumur kurang dari dua
tahun.

Penulis tidak melakukan pengkajian data riwayat penyakit yang pernah


dialami An. A. Hal ini penting dilakukan karena sesuai dengan teori bahwa jika
anak memakan makanan atau air kontaminasi, atau mengalami infeksi di tempat
lain (misalnya pernafasan, infeksi saluran kemih) dapat mengakibatkan diare
(Sodikin, 2011).

25
Dari data pengkajian pola eliminasi BAB, keluarga mengatakan sebelum
dan selama sakit BAB An. A tidak ada perubahan terkadang 1 kali atau 2 kali
sehari, dengan karakteristik lembek, warna kuning kecoklatan,tidak diare dan
tidak konstipasi, bau khas feses. Sedangkan pada pemeriksaan abdomen bising
usus 8 x/menit, tidak ada nyeri tekan, perkusi tympani. Hal ini tidak sesuai dengan
teori menurut Wijayaningsih (2013), bahwa tanda gejala diare adalah sering buang
air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai darah dan lender.

Data pemeriksaan fisik menunjukkan data keadaan umum pasien sedang,


An. A rewel, turgor kulit jelek, dengan mulut/ mukosa bibir kering, nadi 136
x/menit. Menurut Wijayaningsih (2013), berdasarkan Skor Mavrice King:
penilaian derajat dehidrasi An. A rewel bernilai 1, turgor kulit jelek/ kekenyalan
kulit sedikit kurang bernilai 1, mulut/ mukosa bibir kering bernilai 1, nadi 136
x/menit bernilai 1, nilai derajat dehidrasi pada An. A adalah 4 menunjukkan
derajat sedang (3-6). Sehingga antara teori dan kenyataan tidak ada kesenjangan
dalam memberikan penilaian derajat dehidrasi.

Berikut tabel penilaian derajat dehidrasi menurut Mavrice King:


Tabel 1. Penilaian derajat dehidrasi

Bagian Nilai untuk gejala yang ditemukan


0 1 2
tubuh yang
diperiksa
Keadaan Sehat Gelisah, Mengigau,
umum cengeng, koma,
apatis, atau syok
ngantuk
Kekenyalan Normal Sedikit Sangat
kulit kurang kurang
Mata Normal Sedikit Sangat
cekung cekung
Ubun-ubun Normal Sedikit Sangat
besar cekung cekung
Mulut Normal Kering Kering &
sianosis
Denyut Kuat Sedang Lemas
nadi/mata <120 (120-140) >40

26
Sumber: Wijayaningsih, 2013

Keterangan:

(1) Jika mendapat nilai 0-2 dehidrasi ringan

(2) Jika mendapat nilai 3-6 derajat sedang

(3) Jika mendapat nilai 7-12 derajat berat

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada An. A untuk menegakkan


diagnosa adalah pemeriksaan leukosit 17.200 uL yang menunjukkan peningkatan
leukosit, adanya infeksi pada tubuh An. A. Hal ini sesuai dengan teori menurut
Dewi (2010), penyebab diare salah satunya adalah infeksi enteral yaitu infeksi
yang terjadi dalam saluran pencernaan dan merupakan penyebab utama terjadinya
diare.

Terapi yang diberikan pada An. A adalah infus RL 24 tpm mikro dengan
cara pemberian melalui IV, hal ini sesuai teori menurut Doenges (2000) bahwa
cairan parenteral berfungsi mempertahankan istirahat usus, akan memerlukan
penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan. Pemberian terapi ondancentron
1 mg melalui IV, hal ini sesuai teori menurut Tjay (2007) ondancentron merupakan
obat antiemetik yang bertujuan untuk menghilangkan mual dan muntah yang
dialami oleh pasien. Terapi paracetamol ¾ sdt/5 jam cara pemberian per oral, hal
ini sesuai teori Carpenito (2009) pemberian antipiretik berfungsi untuk
mengembalikan suhu menjadi stabil. Data pemeriksaan fisik menunjukkan data
keadaan umum pasien sedang, An. A rewel, turgor kulit jelek, dengan mulut/
mukosa bibir kering, nadi 136 x/menit. Menurut Wijayaningsih (2013),
berdasarkan Skor Mavrice King: penilaian derajat dehidrasi An. A rewel bernilai 1,
turgor kulit jelek/ kekenyalan kulit sedikit kurang bernilai 1, mulut/ mukosa bibir
kering bernilai 1, nadi 136 x/menit bernilai 1, nilai derajat dehidrasi pada An. A
adalah 4 menunjukkan derajat sedang (3-6). Sehingga antara teori dan kenyataan
tidak ada kesenjangan dalam memberikan penilaian derajat dehidrasi.

2. Diagnosa Keperawatan

27
Data untuk diagnosa defisit volume cairan adalah data subjektif: keluarga
mengatakan An. A muntah 1 kali lebih kurang 300cc; keluarga mengatakan intake
cairan An. A kurang, lebih kurang 800cc. Pada data objektif pemeriksaan fisik
turgor kulit jelek; muntah berwarna putih susu cair, kulit berkeringat; perhitungan
balance cairan -111,7cc; data penunjang MCHC 34%. Maka penulis menetapkan
masalah keperawatan kekurangan volume cairan, hal ini sesuai dengan teori
menurut NANDA (2012) bahwa batasan karakteristik diagnosa kekurangan
volume cairan meliputi penurunan turgor kulit, kulit kering.

Adapun batasan karakteristik yang ditemukan penulis namun tidak


dimasukkan pada masalah keperawatan kedua ini dikarenakan penulis berfokus
pada keluaran cairan dan perhitungan balance cairan, meliputi peningkatan suhu
tubuh, peningkatan frekuensi nadi, membran mukosa kering, penurunan berat
badan tiba-tiba. Sedangkan batasan karakteristik yang tidak dijumpai pada An. A
adalah perubahan status mental, penurunan tekanan darah, penurunan tekanan
nadi, penurunan volume nadi, penurunan turgor lidah, penurunan haluaran urine,
penurunan pengisian vena, peningkatan hematokrit, peningkatan konsentrasi
urine, haus, kelemahan.

Penulis menetapkan diagnosa kekurangan volume cairan berhubungan


dengan output yang berlebih. Etiologi ini tidak sesuai dengan teori NANDA
(2012), pembenaran masalah ini adalah kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan volume cairan aktif. Data Diagnosa kedua adalah data
subjektif: keluarga mengatakan An. A panas 1 hari yang lalu. Pada data objektif:
pemeriksaan tanda vital S= 38,2oC, N= 136 x/menit, R= 28 x/menit; sedangkan
pemeriksaan fisik ditemukan data kulit teraba hangat, kulit terlihat merah, kulit
berkeringat. Penulis menetapkan masalah hipertermi hal ini sesuai dengan teori
menurut NANDA (2012), bahwa batasan karakteristik diagnosa hipertermi
meliputi kulit kemerahan, peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal,
takikardi, kulit terasa hangat. Adapun batasan karakteristik yang tidak dijumpai
pada An. A adalah konvulsi, kejang, takipnea.

Penulis menetapkan diagnosa hipertermi berhubungan dengan peningkatan


laju metabolisme. Etiologi ini tidak sesuai dengan teori NANDA (2012), karena
pada anak dengan gastroenteritis tidak mengalami peningkatan laju metabolisme

28
yang signifikan. Hal ini sesuai dengan teori menurut Syaifuddin (2006), bahwa
kecepatan metabolisme bergantung pada kegiatan seseorang, ketegangan saraf
juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi pernafasan dan kerja jantung.
Adapun beberapa penyakit kelainan kelenjar tiroid, kelenjar tiroid yang berlebihan
menaikkan kecepatan metabolisme, misalnya penyakit hipertiroidisme.
Pembenaran di masalah ini seharusnya etiologi masalah hipertermi pada An. A
adalah penyakit dan dehidrasi. Hal ini sesuai dengan pemeriksaan pada An. A
dengan hasil laboratorium menunjukkan leukosit meningkat dan hasil penilaian
dehidrasi menunjukkan dehidrasi sedang.

Data yang digunakan untuk menegakkan diagnosa infeksi adalah data


subjektif keluarga mengatakan An. A panas 1 hari yang lalu. Data objektif
pemeriksaan tanda vital S= 38,2oC; pemeriksaan fisik kulit teraba hangat; dan
data penunjang leukosit 17.200 uL. Penulis menetapkan masalah infeksi hal ini
tidak sesuai dengan teori menurut NANDA (2012), bahwa faktor risiko infeksi
terdiri dari penyakit kronis, penekanan sistem imun, ketidakadekuatan imunitas
dapatan, pertahanan primer tidak adekuat, pertahanan lapis kedua yang tidak
memadai, peningkatan pemajanan lingkungan terhadap patogen, pengetahuan
yang kurang untuk menghindari pajanan patogen, prosedur invasif, malnutrisi,
agens farmasi, pecah ketuban, kerusakan jaringan, trauma.

Penulis menetapkan diagnosa infeksi berhubungan dengan peradangan


pada lambung dan usus. Diagnosa dan etiologi ini tidak sesuai dengan NANDA
(2012) dan Sodikin (2011). Diagnosa yang tepat menurut Sodikin (2011) adalah
risiko tinggi infeksi berhubungan dengan mikroorganisme yang menembus
gastrointestinal. Namun data yang dijumpai pada An. A sudah menunjukkan tanda
dan gejala infeksi yaitu kalor yang ditunjukkan dengan peningkatan suhu dan kulit
teraba hangat, hal ini sesuai dengan teori Mubarak (2007) bahwa tanda infeksi
lokal yaitu rubor atau kemerahan, kalor atau panas, dolor atau nyeri, tumor atau
bengkak, fungsio laesa atau perubahan fungsi. Bila inflamasi menjadi sistemik
timbul tanda lain selain demam, leukositas, malaise, anoreksia, mual, muntah,
pembesaran kelenjar limfe (Perry dan Potter, 2005). Sehingga penulis tetap
menegakkan diagnosa infeksi berhubungan dengan mikroorganisme yang
menembus gastrointestinal.

29
Dalam penetapan diagnosa keperawatan menurut NANDA (2012) etiologi
yang digunakan penulis tidak tetap, namun untuk batasan karakteristik sudah
sesuai.

3. Intervensi Keperawatan

Pada tahap intervensi keperawatan, dilakukan penyusunan prioritas


masalah keperawatan. Dengan menentukan diagnosis keperawatan, maka dapat
diketahui diagnosis mana yang akan dilakukan atau diatasi pertama kali atau yang
segera dilakukan (Hidayat, 2008).

Penulis menetapkan diagnosa utama adalah defisit volume cairan. Hal ini
sesuai dengan teori menurut Asmadi (2008), bahwa penentuan prioritas
berdasarkan kebutuhan dasar menurut Maslow yaitu pertama kebutuhan fisiologis
meliputi oksigen, cairan, nutrisi, eliminasi, istirahat, tidur, terbebas dari nyeri,
pengaturan suhu tubuh, seksual, dan lain sebagainya. Apabila kebutuhan fisiologis
ini sudah terpenuhi, maka seseorang akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan
lain yang lebih tinggi dan begitu seterusnya.

Intervensi yang penulis susun harus sesuai dengan 4 tipe instruksi


perawatan atau bisa disebut dengan ONEC: observation/ tipe diagnostik; tipe ini
menilai kemungkinan pasien ke arah pencapaian kriteria hasil dengan observasi
secara langsung. Nursing Treathment/ tipe terapeutik; menggambarkan tindakan
yang dilakukan oleh perawat secara langsung untuk mengurangi, memperbaiki
dan mencegah kemungkinan masalah. Education/ tipe penyuluhan; digunakan
untuk meningkatkan perawatan diri pasien dengan membantu pasien untuk
memperoleh tingkah laku individu yang mempermudah pemecahan masalah.
Colaboration/ tipe rujukan; menggambarkan peran perawat sebagai koordinator
dan manager dalam perawatan pasien dengan anggota tim kesehatan (Hidayat,
2008).

a. Diagnosa kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang


berlebih

30
Tujuan keperawatan untuk diagnosa pertama diharapkan: setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, masalah teratasi. Hal ini tidak
sesuai dengan teori menurut Wilkinson (2012), seharusnya tujuannya adalah
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tercapai keseimbangan
cairan.

Kriteria hasil keluarga mengatakan An. A minum cukup, keluarga


mengatakan muntah hilang, turgor kulit baik, kulit lembab, balance cairan
seimbang (+) 0-500cc. Hal ini sesuai dengan teori menurut Wilkinson (2012) akan
menunjukkan keseimbangan cairan, hidrasi yang adekuat, cairan yang adekuat.

Intervensi yang akan dilakukan adalah pantau intake dan output pasien,
beri minum 1000-2000cc, timbang berat badan, dorong masukan oral
(makan/minum), kolaborasi pemberian cairan intravena 24 tpm mikro. Hal ini
sesuai dengan teori menurut Doenges (2000) dan Sodikin (2011), intervensi yang
akan dilakukan adalah a) awasi masukan dan haluaran, karakter, dan jumlah feses;
perkiraan kehilangan yang tak terlihat seperti berkeringat. Ukur berat jenis urine;
observasi oliguria karena memberikan informasi tentang keseimbangan cairan,
fungsi ginjal dan kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman untuk pengganti
cairan, b) kaji tanda vital (TD, nadi, suhu) karena hipotensi (termasuk postural),
takikardi, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan/ atau efek kehilangan
cairan, c) observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan
turgor kulit, pengisian kapiler lambat karena menunjukkan kehilangan cairan
berlebih, d) ukur berat badan tiap hari karena indikator cairan dan status nutrisi, e)
pertahankan pembatasan per oral, tirah baring; hindari kerja karena kolon
diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk menurunkan kehilangan cairan usus,
f) catat kelemahan otot umum atau disritmia jantung karena kehilangan usus
berlebihan dapat menimbulkan ketidakseimbangan elektrolit, misal kalium, yang
perlu untuk fungsi tulang dan jantung. Gangguan minor pada kadar serum dapat
mengakibatkan adanya dan/ atau gejala ancaman hidup, g) berikan cairan
parenteral sesuai indikasi karena mempertahankan istrirahat usus akan
memerlukan penggantian cairan untuk memperbaiki kehilangan. Cairan
mengandung natrium dapat dibatasi pada adanya enteritis regional.

31
Namun dalam pemberian rencana tindakan memberi minum untuk anak
dengan BB 7,3 kg adalah 1000-2000cc, tidak sesuai menurut teori Wong (2009),
bahwa perhitungan kebutuhan cairan sesuai dengan BB anak yaitu BB kurang dari
10 kg maka kebutuhan cairan yaitu BB dikalikan 100 cc. Sehingga cairan yang
dibutuhkan An. A adalah 730 cc.

b. Diagnosa hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme

Tujuan yang diharapkan untuk diagnosa kedua yaitu setelah dilakukan


tindakan keperawatan selama 3x24 jam, masalah teratasi. Hal ini tidak sesuai
dengan teori menurut Wilkinson (2012), yaitu akan menunjukkan termoregulasi.

Kriteria hasil yang diharapkan keluarga mengatakan panas An. A turun,


S= 36-37,5oC, kulit teraba hangat, kulit teraba lembab. Hal ini sesuai dengan teori
menurut Wilkinson (2012) yang menunjukkan kriteria hasil dalam nilai normal
dalam rentang normal.

Intervensi yang akan dilakukan adalah: a) kaji suhu/ peningkatan suhu, b)


beri kompres hangat, c) lakukan water tepid sponge, d) berikan pakaian tipis, e)
berikan minum 1000-2000cc/ hari, f) beri penjelasan keluarga tentang fungsi
banyak minum, g) kolaborasi dengan dokter dalam pemberian paracetamol. Hal
ini sesuai dengan teori menurut Carpenito (2009), rencana tindakan keperawatan
yang dilakukan antara lain: a) kaji suhu tubuh dan lingkungan karena suhu tubuh
sangat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas dan suhu lingkungan; kelembaban yang
tinggi akan meningkatkan efek panas atau dingin terhadap tubuh; b) lepaskan
pakaian atau selimut yang berlebihan (lepaskan topi, sarung tangan, atau kaos
kaki, sesuai kebutuhan) untuk meningkatkan pengeluaran panas. Dorong untuk
memakai pakaian longgar yang terbuat dari bahan katun karena penambahan
pakaian atau selimut pada seseorang akan menghambat kemampuan alami tubuh
untuk menurunkan suhu tubuh; pelepasan pakaian atau selimut akan
meningkatkan kemampuan alami tubuh untuk menurunkan suhu tubuh; c) ajarkan
pasien pentingnya meningkatkan asupan cairan selama cuaca panas dan latihan
fisik. Hindari melakukan aktivitas dalam cuaca panas karena peningkatan kalori
dan cairan diperlukan untuk mempertahankan fungsi membran ketika terjadi

32
demam; d) kolaborasi pemberian antipiretik sesuai indikasi karena antipiretik
berfungsi untuk mengembalikan suhu menjadi stabil.

c. Diagnosa infeksi berhubungan dengan peradangan pada lambung dan usus

Tujuan yang diharapkan untuk diagnosa ketiga adalah setelah dilakukan


tindakan keperawatan selama 3x24 jam, masalah teratasi. Hal ini tidak sesuai
dengan teori menurut Wilkinson (2012), yaitu faktor risiko akan hilang.

Kriteria hasil keluarga mengatakan panas An. A menurun, S: 36-37,5oC,


kulit teraba hangat, leukosit 5000-10000 uL. Hal ini sesuai dengan teori menurut
Wilkinson (2012) pasien dan keluarga akan terbebas dari tanda dan gejala infeksi,
memperlihatkan higiene personal yang adekuat, mengindikasikan status
gastrointestinal, menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi,
melaporkan tanda dan gejala infeksi serta mengikuti prosedur skrining dan
pemantauan.

Intervensi yang dilakukan a) kaji peningkatan suhu, b) beri kompres


hangat, c) lakukan water tepid sponge, d) beri pakaian tipis, e) beri minum
10002000cc, f) kolaborasi ahli gizi pemberian bubur lunak. Hal ini sesuai dengan
teori menurut Wilkinson (2012) dan Sodikin (2011) intervensi yang dilakukan
adalah a) pantau tanda dan gejala infeksi (misalnya, suhu tubuh, denyut jantung,
drainase, penampilan luka, sekresi, penampilan urine, suhu kulit, lesi kulit,
keletihan, dan malaise); b) kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan
terhadap infeksi (misalnya, usia lanjut, usia kurang dari 1 tahun, luluh imun, dan
malnutrisi); c) pantau hasil laboratorium; d) amati penampilan praktik higiene
personal untuk perlindungan terhadap infeksi; e) instruksikan untuk menjaga
higiene personal untuk melindungi tubuh terhadap infeksi (misalnya, cuci tangan)
f) berikan terapi antibiotik, bila diperlukan.

Rencana asuhan keperawatan yang disusun oleh penulis berdasarkan


masalah keperawatan yang muncul sudah sesuai dengan teori menurut Doenges
(2000), Carpenito (2009), dan Sodikin (2011).

4. Implementasi

33
Tindakan yang dilakukan sesuai rencana asuhan keperawatan. Adapun
beberapa tindakan diluar rencana keperawatan yaitu mengukur DDST dengan
hasil interprestasi yang diperoleh dari pemeriksaan perkembangan An. A adalah
normal. Selanjutnya juga melakukan terapi bermain pada An. A karena rewel. Hal
ini sesuai dengan teori Nursalam (2005), bahwa perilaku protes pada konsep
hospitalisasi anak adalah menangis.

5. Evaluasi

Perkembangan pasien pada hari pertama belum sesuai dengan kriteria hasil
yang diharapkan sehingga intervensi tetap dilanjutkan. Sedangkan perkembangan
pada hari kedua sudah sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan sehingga
intervensi dipertahankan dan pada hari kedua pasien diperbolehkan pulang
sehingga diberikan discharge planning.

V. SIMPULAN

Masalah utama pada An. A dengan gastroenteritis dehidrasi sedang adalah


defisit volume cairan

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Komunikasi adalah bagian yang penting dalam kehidupan dan menyatu


dengan kehidupan kita. Setiap saat manusia selalu berkomunikasi dan
menggunakannya dalam berinteraksi dengan manusia lain. Dalam kehidupan sehari-
hari kita tidak bisa lepas dari kegiatan komunikasi.Sehingga sekarang ilmu
komunikasi berkembang pesat.

Salah satu kajian ilmu komunikasi ialah komunikasi kesehatan yang


merupakan hubungan timbal balik antara tingkah laku manusia masa lalu dan masa
sekarang dengan derajat kesehatan dan penyakit, tanpa mengutamakan perhatian pada
penggunaan praktis dari pengetahuan tersebut atau partisipasi profesional dalam

34
program-program yang bertujuan memperbaiki derajat kesehatan melaui pemahaman
yang lebih besar tentang hubungan timbal balik melalui perubahan tingkah laku sehat
ke arah yang diyakini akan meningkatkan kesehatan yang lebih baik. Maka
komunikasi sangatlah penting sebagai sarana yang sangat efektif dalam memudahkan
perawat melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik.

TINJAUAN PUSTAKA

Australian AID.2015.modul “Komunikasi dalam Keperawatan” : Penerapan komunikasi


dalam asuhan keperawatan.Jakarta

CV Kekata Group.2017.Kebutuhan Dasar Manusia.Surakarta.Dhonna Anggreni, Sri Wardini

Studi Kasus: Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Gastroenteritis Dehidrasi


Sedang.2015.Rahayu Sari Utami, Dewi Wulandari .Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo

35

Anda mungkin juga menyukai