Anda di halaman 1dari 21

KOMUNIKASI ANTAR ANGGOTA TEAM KESEHATAN

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Diskusi Kelompok


pada Mata Kuliah Managemen Patient Safety Semester Dua
yang Diampu oleh Ibu Wahyu Reknoningsih M.Kep., Sp., Kep., J.

Disusun oleh :

1. Azizah Nuraini (15.1439)


2. Dian Rosita (15.1441)
3. Herlina Missri Tedjowati (15.1450)
4. Indrawati Khairia (15.1452)
5. Khaleda Sananingrum (15.1454)
6. Mahdiyyah Qooni’ah Tsani (15.1456)
7. Nur Eka Destianti (15.1461)
8. Retno Pertiwi (15.1467)
9. Risma Dwi Handayani (15.1469)
10. Ronggo Adi Saputro (15.1471)
11. Serli Noviana (15.1476)

AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH
UNGARAN
2015/2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-
Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Komunikasi Antar
Team Kesehatan” yang merupakan tugas Management Patient Safety.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis telah banyak mendapat bantuan
dan masukan diberbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.

1. Kepada Ibu Wahyu Reknoningsih M.Kep., Sp., Kep., J. selaku dosen


mata kuliah Management Patient Safety yang telah memberikan arahan
dan ilmunya.
2. Kepada teman-teman tingkat 1 yang telah membantu.
3. Pembaca yang budiman.

Penulis berharap dalam penyusunan makalah ini dapat memberikan


manfaat kepada pembaca. Tentu penulis dalam meyusun makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan, kitik dan saran yang
membangun sangat diharapkan penulis untuk memperbaiki makalah ini.

Ungaran, 18 Februari 2016

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi secara mutlak merupakan bagian integral dari
kehidupan kita, tidak terkecuali perawat, yang tugas sehari-harinya selalu
berhubungan dengan orang lain. Entah itu pasien, sesama teman,
dengan atasan, dokter dan sebagainya.
Maka komunikasi sangatlah penting, sebagai sarana yang sangat
efektif dalam memudahkan perawat melaksanakan peran dan fungsinya
dengan baik. Komunikasi merupakan alat untuk membina hubungan
terapeutik karena komunikasi mencakup pencapaian informasi,
pertukaran pikiran dan perasaan. Proses komunikasi terapeutik seringkali
meliputi kemampuan dan komitmen yang tulus pada pihak perawat untuk
membantu klien mencapai keberhasilan keperawatan bersama.
Kolaborasi pendidikan dan praktik antar profesi kesehatan
tentunya sangat dibutuhkan. Semua jenis profesi harus mempunyai
keinginan untuk berkolaborasi. Perawat, bidan, dokter, dan semua profesi
lain merencanakan dan mengaplikasikan ilmu yang diperolehnya di
bangku pelajar. Ketergantungan antar profesi pun dapat tetap ada
asalkan dalam batas-batas lingkup praktek yang sesuai dengan aturan
yang ada.
Jadi, dalam melaksanakan tugas sehari-harinya komunikasi
sangatlah penting dan utama di atas semuanya. Karena komunikasi antar
anggota team kesehatan yang baik akan tercipta apabila komunikasi
berjalan lancar dan sinkron antar anggota team kesehatan yang bekerja
sama dengan baik dan adanya saling pengertian satu sama lain.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian komunikasi?
2. Apa sajakah jenis-jenis dari komunikasi antar anggota team
kesehatan?
3. Bagaimanakah cara berkomunikasi antar anggota team
kesehatan?
4. Masalah apa yang kemungkinan atau sering timbul dalam
berkomunikasi antar anggota team kesehatan?
5. Apa saja penyebab yang menjadi komunikasi antar anggota team
kesehatan menjadi tidak sinkron?
6. Bagaimanakah untuk memecahkan masalah tersebut?
7. Apa sajakah keuntungan dan kerugian yang ditimbulkan dari
komunikasi yang kurang baik maupun sebaliknya?

C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian komunikasi
2. Menjelaskan jenis-jenis komunikasi antar anggota team kesehatan
3. Menjelaskan cara berkomunikasi yang baik antar anggota team
kesehatan
4. Menjelaskan masalah yang sering timbul dalam berkomunikasi
antar anggota team kesehatan
5. Menjelaskan apa yang menjadi penyebab komunikasi antar team
kesehatan menjadi kurang baik
6. Menjelaskan solusi permasalahan tersebut
7. Menjelaskan keuntungan dan kerugian dari komunikasi yang
kurang baik maupun sebaliknya.
BAB II
ISI

A. Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan
perubahan verbal dan nonverbal dari informasi dan ide. Sedangkan
komunikasi terapeutik adalah proses dimana perawat yang menggunakan
pendekatan terencana mempelajari klien. proses memfokuskan pada
klien namun direncanakan dan dipimpin oleh seorang profesional. (Potter
& Perry, 2009). Stuart,G.W., & Laraia, (2005) mengatakan bahwa dalam
hubungan komunikasi terapeutik perawat dan klien menjadi penting
dalam mengeksplorasi kebutuhan klien.
Kozier.,et all (2010) menyampaikan bahwa kelompok adalah dua
atau lebih individu yang berbagi kebutuhan dan tujuan berama,
melibatkan satu sama lain ke dalam tindakan yang mereka lakukan, dan
akhirnya bersatu padu serta memisahkan diri dari pihak lain demi
kebaikan interaksi yang mereka lakukan. Kelompok hadir untuk
membantu manusia mencapai tujuan yang tidak dapat dicapai dengan
kemampuan individu.
Sebagian besar kehidupan perawat dihabiskan dibanyak ragam
kelompok, dari dua hingga organisasi profesional yang besar. Sebagai
partisipan kelompok, perawat mungkin diharuskan menjalani peran yang
berbeda baik menjadi anggota atau pemimpin, pemberi saran atau
penerima saran sesuai dengan kapasitasnya. Tipe kelompok layanan
kesehatan yang umum meliputi kelompok kerja, kelompok penyuluhan,
kelompok swabantu, kelompok terapi, dan kelompok pendukung sosial
terkait kerja. Kerja profesional dalam kelompok bergantung pada gaya
kepemimpinan, tanggung jawab anggota, tanggung jawab kepemimpinan,
dan identifikasi tugas dalam fase grup berbeda.

B. Jenis Komunikasi
Berbagai jenis komunikasi antar petugas dapat terjadi di fasilitas
kesehatan, bergantung pada besar dan struktur organisasi fasilitas
tersebut. Komunikasi dalam satu puskesmas kelurahan akan sangat
berbeda dengan komunikasi dalam puskesmas kecamatan. Komunikasi
dalam klinik 24 jam akan sangat berbeda dengan rumah sakit daerah
tingkat II, lebih-lebih bila di bandingkan dengan rumah sakit rujukan.
Secara umum, jenis komunikasi antar petugas yang dapat terjadi di suatu
organisasi layanan kedokteran yang besar antara lain:

(1) Komunikasi antara Perawat dengan Dokter


Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi
yang telah cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada
pasien. Perawat bekerja sama dangan dokter dalam berbagai bentuk.
Perawat mungkin bekerja di lingkungan di mana kebanyakan asuhan
keperawatan bergantung pada instruksi medis. Perawat diruang
perawatan intensif dapat mengikuti standar prosedur yang telah
ditetapkan yang mengizinkan perawat bertindak lebih mandiri. Perawat
dapat bekerja dalam bentuk kolaborasi dengan dokter.
Contoh. Ketika perawat menyiapkan pasien yang baru saja didiagnosa
diabetes pulang kerumah, perawat dan dokter bersama-sama
mengajarkan klien dan keluarga begaimana perawatan diabetes di
rumah.
Selain itu komunikasi antara perawat dengan dokter dapat
terbentuk saat visit dokter terhadap pasien, disitu peran perawat adalah
memberikan data pasien meliputi TTV, anamnesa, serta keluhan-keluhan
dari pasien,dan data penunjang seperti hasil laboratorium sehingga
dokter dapat mendiagnosa secara pasti mengenai penyakit pasien.
Pada saat perawat berkomunikasi dengan dokter pastilah menggunakan
istilah-istilah medis, disinilah perawat dituntut untuk belajar istilah-istilah
medis sehingga tidak terjadi kebingungan saat berkomunikasi dan
komunikasi dapat berjalan dengan baik serta mencapai tujuan yang
diinginkan.
Komunikasi antara perawat dengan dokter dapat berjalan dengan
baik apabila dari kedua pihak dapat saling berkolaborasi dan bukan
hanya menjalankan tugas secara individu, perawat dan dokter sendiri
adalah kesatuan tenaga medis yang tidak bisa dipisahkan. Dokter
membutuhkan bantuan perawat dalam memberikan data-data asuhan
keperawatan, dan perawat sendiri membutuhkan bantuan dokter untuk
mendiagnosa secara pasti penyakit pasien serta memberikan
penanganan lebih lanjut kepada pasien. Semua itu dapat terwujud
dengan baik berawal dari komunikasi yang baik pula antara perawat
dengan dokter.

Tips untuk permintaan kejelasan kepada dokter:


1. Mengidentifikasi semua nama (Sebutkan nama dokter, sebutkan
nama dan posisi, mengidentifikasi klien dan diagnosis klien atau orang-
orang lain yang terlibat dalam masalah dengan nama.
2. Meringkas masalah (data faktual singkat tentang masalah),
3. Menyatakan tujuan ,
4. Menyarankan solusi pemecahan masalah yang relevan sesuai
dengan praktek klinik,
5. Menulis kesimpulan (menjelaskan siapa yang akan bertanggung
jawab untuk pelaksanaan, mengklarifikasi informasi terutama jika ini
percakapan telepon, menentukan kerangka waktu pelaksanaan). (Arnold
& Boogs, 2007).

(2) Komunikasi antara Perawat dengan Perawat


Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien
komunikasi antar tenaga kesehatan terutama sesama perawat sangatlah
penting. Kesinambungan informasi tentang klien dan rencana tindakan
yang telah, sedang dan akan dilakukan perawat dapat tersampaikan
apabila hubungan atau komunikasi antar perawat berjalan dengan baik.
Hubungan perawat dengan perawat dalam memberikan pelayanan
keperawatan dapat diklasifikasikan menjadi hubungan professional,
hubungan structural dan hubungan interpersonal. Hubungan profesional
antara perawat dengan perawat merupakan hubungan yang terjadi
karena adanya hubungan kerja dan tanggung jawab yang sama dalam
memberikan pelayanan keperawatan. Hubungan struktural merupakan
hubungan yang terjadi berdasarkan jabatan atau struktur masing- masing
perawat dalam menjalankan tugas berdasarkan wewenang dan
tanggungjawabnya dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Laporan perawat pelaksana tentang kondisi klien kepada perawat
primer, laporan perawat primer atau ketua tim kepada kepala ruang
tentang perkembangan kondisi klien, dan supervisi yang dilakukan kepala
ruang kepada perawat pelaksana merupakan contoh hubungan struktural.
Hubungan interpersonal perawat dengan perawat merupakan hubungan
yang lazim dan terjadi secara alamiah. Umumnya, isi komunikasi dalam
hubungan ini adalah hal- hal yang tidak terkait dengan pekerjaan dan
tidak membawa pengaruh dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya.

(3) Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Terapi Respiratorik

Ahli terapi respiratorik ditugaskan untuk memberikan pengobatan


yang dirancang untuk peningkatan fungsi ventilasi atau oksigenasi klien.
Perawat bekerja dengan pemberi terapi respiratorik dalam bentuk
kolaborasi. Asuhan dimulai oleh ahli terapi (fisioterapis) lalu dilanjutkan
dengan dievaluasi oleh perawat. Perawat dan fisioterapis menilai
kemajuan klien secara bersama-sama dan mengembangkan tujuan dan
rencana pulang yang melibatkan klien dan keluarga. Selain itu, perawat
merujuk klien ke fisioterapis untuk perawatan lebih jauh. Contoh : Perawat
merawat seseorang yang mengalamai penyakit paru berat dan merujuk
klien tersebut pada ahli terapis respiratorik untuk belajar latihan untuk
menguatkan otot-otot lengan atas, untuk belajar bagaimana menghemat
energi dalam melakukan aktivitas sehari-hari, dan belajar teknik untuk
mempertahankan bersihan jalan nafas.

(4) Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Farmasi

Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang mendapat


izin untuk merumuskan dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi
dapat bekerja hanya di ruang farmasi atau mungkin juga terlibat dalam
konferensi perawatan klien atau dalam pengembangan sistem pemberian
obat.

Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan


mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika
membutuhkan pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu klien
membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan,
mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung
jawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama
tenaga kesehatan lainnya. Perawat harus selalu mengetahui kerja, efek
yang dituju, dosis yang tepat dan efek samping dari semua obat-obatan
yang diberikan. Bila informasi ini tidak tersedia dalam buku referensi
standar seperti buku-teks atau formula rumah sakit, maka perawat harus
berkonsultasi pada ahli farmasi. Saat komunikasi terjadi maka ahli farmasi
memberikan informasi tentang obat-obatan mana yang sesuai dan dapat
dicampur atau yang dapat diberikan secara bersamaan. Kesalahan
pemberian dosis obat dapat dihindari bila baik perawat dan apoteker
sama-sama mengetahui dosis yang diberikan. Perawat dapat melakukan
pengecekkan ulang dengan tim medis bila terdapat keraguan dengan
kesesuaian dosis obat. Selain itu, ahli farmasi dapat menyampaikan pada
perawat tentang obat yang dijual bebas yang bila dicampur dengan obat-
obatan yang diresepkan dapat berinteraksi merugikan, sehingga informasi
dapat dimasukkan dalam rencana persiapan pulang. Seorang ahli farmasi
adalah seorang profesional yang mendapat izin untuk merumuskan dan
mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat bekerja hanya di ruang
farmasi atau mungkin juga terlibat dalam konferensi perawatan klien atau
dalam pengembangan sistem pemberian obat.

(5) Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Gizi

Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara


langsung berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM).
Pelayanan gizi di RS merupakan hak setiap orang dan memerlukan
pedoman agar tercapai pelayanan yang bermutu.
Agar pemenuhan gizi pasien dapat sesuai dengan yang
diharapkan maka perawat harus mengkonsultasikan kepada ahli gizi
tentang – obatan yang digunakan pasien, jika perawat tidak
mengkomunikasikannya maka dapat terjadi pemilihan makanan oleh ahli
gizi yang bisa saja menghambat absorbsi dari obat tersebut. Jadi
diperlukanlah komunikasi dua arah yang baik antara seorang perawat
dengan seorang ahli gizi.

(6) Komunikasi Perawat dengan Tim Kesehatan Lain

Perawat menjalankan peran yang membutuhkan interaksi dengan


berbagai anggota tim pelayanan kesehatan. Unsur yang membentuk
hubungan perawat klien juga dapat diterapkan dalam hubungan sejawat,
yang berfokus pada pembentukan lingkungan kerja yang sehat dan
mencapai tujuan tatanan klinis. Komunikasi ini berfokus pada
pembentukan tim, fasilitasi proses kelompok, kolaborasi, konsultasi,
delegasi, supervisi, kepemimpinan, dan manajemen. Dibutuhkan banyak
keterampilan komunikasi, termasuk berbicara dalam presentasi, persuasi,
pemecahan masalah kelompok, pemberian tinjauan performa, dan
penulisan laporan. Didalam lingkungan kerja, perawat dan tim kesehatan
membutuhkan interaksi sosial dan terapeutik untuk membangun
kepercayaan dan meperkuat hubungan. Semua orang memilki kebutuhan
interpribadi akan penerimaan, keterlibatan, identitas, privasi, kekuatan
dan kontrol, serta perhatian. Perawat membutuhkan persahabatan,
dukungan, bimbingan, dan dorongan dari pihak lain untuk mengatasi
tekanan akibat stress pekerjaan dan harus dapat menerapkan komunikasi
yang baik dengan klien, sejawat dan rekan kerja. (Potter & Perry, 2009).
Jenis-jenis komunikasi tersebut tentunya bisa lebih banyak lagi
bergantung kepada besarnya organisasi dan banyaknya jenis pelayanan
yang diberikan. Semakin banyak jenis komunikasi yang ada pada suatu
organisasi tersebut, kemungkinan terjadinya gangguan komunikasi juga
lebih besar. Pemahaman terhadap jenis komunikasi di organisasi layanan
kedokteran, bagaimana komunikasi dilaksanakan, identifikasi masalah
komunikasi, penyebab hambatan komunikasi dan bagaimana mengatasi
hambatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan.

C. Cara Berkomunikasi
Komunikasi dalam suatu organisasi kesehatan dapat berupa
tulisan dan atau komunikasi yang bersifat verbal serta non-verbal. Bentuk
komunikasi tertulis antara lain rekam medik, resep serta surat edaran.
Pada rekam medik, riwayat penyakit, diagnosis, rencana kerja dan
instruksi pengobatan pasien dituliskan. Rekam medik menjadi sumber
informasi siapapun yang ikut merawat pasien tersebut masa kini atau
suatu saat nanti, bahkan pasien pun berhak membaca rekam medik
tersebut, karena itu kelengkapan dan kejelasan tulisannya menjadi sangat
penting. Penulisan resep pada dasarnya adalah memberikan instruksi
kepada petugas apotik untuk memberikan obat kepada pasien sesuai
dengan keinginan si penulis, sedangkan surat edaran biasanya
dikeluarkan oleh direktur utama rumah sakit, direktur medik, atau kepala
divisi, bergantung isi dan kepada siapa surat edaran tersebut ditujukan.
Cara komunikasi lainnya antar petugas kesehatan adalah
komunikasi verbal dan non-verbal. Cara ini dapat terjadi dalam berbagai
bentuk misalnya komunikasi interpersonal yang melibatkan dua atau
beberapa orang saja, atau dalam bentuk pertemuan yang bisa melibatkan
banyak orang. Pada komunikasi interpersonal, komunikasi verbal dan
non-verbal digunakan baik secara tersendiri, atau sebagai pendukung
dari komunikasi tulisan yang dilakukan. Sebagai contoh seorang dokter
yang telah menuliskan instruksi pengobatan, menjelaskan instruksinya
tersebut kepada perawat atau bidan.
Pada pertemuan apapun akan terjadi komunikasi verbal dan non-
verbal antar peserta pertemuan. Sangat penting bagi hadirin untuk
menguasai keterampilan komunikasi interpersonal agar pertemuan dapat
membuahkan hasil yang optimal. Konferensi kasus merupakan contoh
pertemuan yang diharapkan dapat memberikan solusi yang terbaik bagi
pasien.

D. Masalah Komunikasi
Tulisan sering digunakan oleh dokter yang merawat pasien untuk
memberikan instruksi kepada petugas kesehatan lainnya misalnya dokter
ruangan atau perawat/bidan untuk melaksanakan pengobatan atau
pemeriksaan penunjang. Pada dasarnya penulisan rekam medik merupakan
sumber informasi tentang pasien yang dibuat bukan hanya untuk penulis
tetapi juga bagi semua pihak yang terlibat dalam penanganan pasien pada
saat tersebut atau di masa mendatang.
Masalah yang sering timbul adalah tulisan yang sulit dibaca oleh
petugas lainnya, bahkan kadang-kadang penulis sendiri pada kesempatan
berikutnya tidak dapat membaca kembali tulisannya. Kerugian yang dapat
ditimbulkan adalah, dokter lain tidak dapat memahami situasi pasien dengan
baik sehingga tidak dapat melanjutkan perawatan dengan baik. Perawat atau
bidan juga tidak dapat membaca instruksi yang seharusnya dilakukan. Pada
akhirnya pasien akan terlambat mendapatkan penanganan. Instruksi yang
baik selain dituliskan juga seharusnya dibicarakan dengan petugas yang
akan melakukan instruksi tersebut, baik dokter ruangan atau perawat/bidan
yang menangani pasien tersebut. Penulisan yang tidak jelas membuat
suasana kerja menjadi terganggu, dan perasaan kesal dapat timbul.
Tidak jarang klarifikasi melalui telepon perlu dilakukan, padahal
pembicaraan melalui telepon terkadang tidak mudah dilakukan karena
koneksi yang buruk atau dokter tidak mengaktifkan pesawat teleponnya. Bila
tidak dapat berkomunikasi dengan pemberi instruksi, sebagian petugas
menunda pekerjaan tersebut, atau menduga-duga instruksi apa yang harus
dilaksanakan. Instruksi yang kurang jelas dan tidak diklarifikasi dapat
berakibat fatal bagi pasien. Resep menjadi salah satu bentuk informasi dari
dokter kepada petugas apotik untuk memberikan obat kepada pasien.
Mengingat obat selain dapat menyembuhkan pasien tetapi juga bersifat
racun, maka tulisan dokter harus dapat dibaca dengan mudah, baik macam
obat maupun angka yang menyatakan dosis obat. Kesalahan pemberian obat
bukan hanya milik penulis resep, tetapi bisa juga disebabkan oleh si pemberi
obat. Kesalahan bisa terjadi karena pemberi obat tidak dapat membaca
tulisan dengan baik, tetapi kemudian memberikan obat yang mirip tulisannya
tanpa melakukan konfirmasi kepada dokter.
Konfirmasi tidak dilakukan karena malas atau sulit menghubungi, atau
dokter tidak mencantumkan nomor teleponnya di kertas resep. Kesalahan
lain adalah mengganti obat dengan obat yang serupa tanpa melakukan
konfirmasi dengan dokter penulis resep. Kesalahan ini biasanya dilakukan
oleh petugas apotik yang bukan apoteker, misalnya asisten apoteker atau
petugas apotik yang sebenarnya tidak mempunyai wewenang untuk
melakukan hal tersebut. Tanggung jawab sepenuhnya tentunya berada pada
penanggung jawab apotik tersebut. Surat edaran biasanya dipakai oleh
manajemen rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya untuk
menginformasikam suatu kebijakan baru atau perubahan kebijakan. Informasi
dengan cara ini kadang-kadang tidak cukup, perlu ditunjang dengan cara
komunikasi yang lain misalnya pertemuan khusus atau pelatihan/workshop,
bergantung kepada sifat informasi itu sendiri. Bila informasi bersifat
sederhana, tidak diperlukan pertemuan khusus, tetapi bila informasi tersebut
menuntut perubahan perilaku petugas kesehatan, diperlukan pertemuan
khusus berbentuk ceramah tanya-jawab, atau bila lebih kompleks diperlukan
pelatihan atau lokakarya.
Masalah komunikasi interpersonal antar petugas kesehatan dapat
terjadi pada proses pemberian layanan kesehatan bagi pasien di bangsal
rawat atau di klinik rawat jalan. Masalah di klinik rawat jalan relatif lebih
sedikit, karena petugas yang terlibat juga relatif sedikit. Jenis petugas yang
terlibat antara lain dokter, perawat atau bidan, ahli gizi atau konselor, petugas
pemeriksaan penunjang, serta petugas apotik dan administrasi. Namun bila
pasien memerlukan penanganan oleh beberapa ahli, tentunya diperlukan
komunikasi antara dua atau lebih dokter.
Selama ini komunikasi antar dokter lebih banyak menggunakan
tulisan, kecuali pada pasien yang dirawat kadang-kadang dilakukan
konferensi kasus yang tentunya melibatkan komunikasi verbal dan nonverbal.
Di bangsal rawat situasi lebih kompleks karena selain dokter yang merawat
pasien ada dokter ruangan, perawat/ bidan jaga serta petugas laboratorium
dan apotik. Masalah yang ada biasanya timbul berdasarkan persepsi masing-
masing petugas. Dokter menyatakan bahwa pada umumnya perawat tidak
menjalankan instruksi dengan benar tetapi tidak merasa bersalah, perawat
sering salah menginterpretasikan perintah atau tidak menjalankan perintah.
Antar dokter sering tidak ada negosiasi rencana terapi, juga sebagian dokter
tidak mau tahu terapi yang diberikan oleh sejawat lainnya, merasa tidak ada
pembagian tugas yang jelas sehingga terjadi saling lempar tanggungjawab.
Perawat mengeluh tulisan dokter sulit dibaca, dan mereka sering cepat-cepat
meninggalkan ruangan sehingga tidak terjadi klarifikasi instruksi, juga terjadi
hambatan psikologis yang mengakibatkan mereka enggan menyampaikan
kesulitan mereka.
Ada beberapa hal yang patut dicermati antara lain:
1. instruksi yang diberikan kurang jelas dan petugas yang diberikan instruksi
tidak meminta klarifikasi,
2. tidak terjadi interaksi verbal sama sekali, biasanya antar dokter ahli
kecuali bila ada konferensi kasus,
3. pemberi instruksi tidak meyakinkan bahwa instruksinya dimengerti oleh
petugas,
4. dokter ahli tidak menganggap dokter ruangan, perawat/ bidan sebagai
mitra kerja,
5. masih lemahnya aturan mengenai hak dan tanggungjawab masing-masing
petugas kesehatan.
Sebagai contoh setelah selesai operasi operator meninggalkan tempat
terburu-buru tanpa menemui keluarga pasien, sedangkan dokter
pendamping operasi tidak merasa berhak untuk menjelaskan hasil operasi
kepada keluarga pasien. Di mata keluarga pasien telah terjadi lempar
tanggungjawab antar petugas kesehatan, terlebih kalau operasi tidak
berhasil. Hal ini akan mempengaruhi penilaian terhadap kinerja rumah sakit.
Contoh lain, sering dokter datang terlambat menolong persalinan,
sehingga persalinan ditolong oleh bidan, tetapi di lain pihak honorarium
diperoleh dokter. Ini akan sangat mempengaruhi hubungan dokter dengan
bidan tersebut.

E. Penyebab Komunikasi yang Kurang Baik


Ada 3 penyebab yang dapat berdampak terhadap hubungan antar
petugas kesehatan, yakni:
(1) Role Stress
Menghadapi pasien setiap hari bukanlah suatu hal yang mudah.
Petugas kesehatan hampir setiap hari harus menjelaskan hal-hal yang
berkaitan dengan nyawa seseorang, misalnya menentukan diagnosis
penyakit fatal, menjelaskan pengobatan yang kadang-kadang tidak
menjanjikan kesembuhan, menginformasikan prognosis yang tidak baik atau
harus memberikan obat yang harganya sulit dijangkau oleh pasien. Hal-hal
ini sedikit banyak akan mempengaruhi suasana hati dokter dan dapat
mempengaruhi komunikasi verbal dan non-verbalnya dengan sesama
petugas. Ada 2 hal yang termasuk dalam role stress, yakni role conflict dan
role overload.
Role conflict adalah perbedaan antara peran yang diharapkan
dengan yang diperoleh. Seseorang yang ketika menjalani pendidikan
mempunyai impian atau bayangan perannya nanti setelah menjadi dokter
atau bidan/perawat akan mengalami konflik peran bila ia mendapatkan
pekerjaan yang berbeda dengan pekerjaan yang diharapkannya.
Sebenarnya masalahnya tidak sesederhana itu, dalam lubuk hati setiap
orang menginginkan penghargaan dari siapapun dalam melakukan
tugasnya. Bila ini tidak terpenuhi di lingkungan kerjanya, akan sangat
mempengaruhi kinerjanya. Sikap saling menhormati antar petugas akan
mengurangi role conflict.
Role overload, terjadi karena jumlah pasien yang terlalu banyak.
Jumlah pasien yang terlalu banyak dengan derajat kesulitan yang tinggi akan
melelahkan petugas kesehatan. Jenis pekerjaan di ICU, ICCU dan IGD di
rumah sakit rujukan tentunya berbeda dengan pekerjaan di klinik rawat jalan.
Jumlah pasien yang lebih dari kapasitas petugas kesehatan akan sangat
mempengaruhi suasana hati petugas. Efek dari conflict dan role overload
akan berdampak terhadap terhadap pasien juga. Petugas kesehatan yang
secara fisik dan mental menderita kelelahan akan kehabisan tenaga untuk
memenuhi kebutuhan pasien.
(2) Lack of Interprofessional Understanding
Kita mengharapkan semua petugas kesehatan memahami
perannya masing-masing dalam lingkungan kerjanya. Dalam praktiknya,
ternyata tidak demikian. Walaupun telah ada kemajuan dalam memahami
peran petugas lainnya, kebingungan atau kesalahtafsiran tentang peran dari
masing-masing petugas masih sering terjadi.
(3) Autonomy Struggles
Faktor ketiga adalah masalah otonomi, yakni “the freedom to be self-
governing or selfdirecting”. Pentingnya otonomi digarisbawahi oleh Conway,
yang menyatakan bahwa kapasitas untuk melakukan otonomi sangat penting
agar petugas dapat memenuhi peran profesinya. Tingginya professional
autonomy berhubungan dengan membaiknya job morale dan job
performance.
Perbedaan tingkat otonomi pada petugas kesehatan dapat memacu
ketegangan interpersonal. Perawat misalnya sering menyatakan
kekesalannya karena rendahnya otoritas mereka untuk pengambilan
keputusan yang sederhana tetapi penting bagi keamanan atau kenyamanan
pasien. Di dalam menghadapi tantangan globalisasi, setiap petugas
kesehatan memerlukan otonomi sesuai dengan tugas dan kewajibannya
masing-masing.
Hambatan lain dalam berkomuniksi dengan Tim Kesehatan Lain
meliputi: menjadi emosional daripada berfokus pada masalah, menyalahkan
orang lain, tertutup dan tidak menghargai serta memahami perspektif orang
lain. ( Arnold & Boggs, 2007).

F. Pemecahan Masalah dalam Suatu Komunikasi


Beberapa usaha perlu dilakukan dengan cara menghilangkan atau
mengurangi role stress dengan cara membuka wawasan mahasiswa
kedokteran, perawat, bidan dan sebagainya, tentang perannya masing-
masing dalam dunia kerja nyata, serta khususnya dalam sistem
pelayanan kesehatan. Untuk mengatasi role overload, perlu dilakukan
pengaturan jumlah pasien yang harus ditangani oleh petugas kesehatan.
Di dalam suatu institusi kesehatan, diperlukan beberapa hal yang
bersifat pembenahan manajerial yakni:
(1) memperjelas uraian hak, tugas dan koordinasi masing-masing
petugas dalam suatu fasilitas kesehatan. Peran, hak dan
tugas petugas lain juga harus diketahui oleh masing-masing
petugas,
(2) memberikan otonomi kepada petugas untuk mengambil
keputusan sesuai dengan kewajiban dan kemampuannya, dan
(3) mereposisi kembali hubungan antar petugas kesehatan
sebagai hubungan yang saling melengkapi .
Secara umum setiap petugas kesehatan dituntut untuk
mempraktikkan cara-cara komunikasi interpersonal yang baik termasuk
komunikasi verbal dan non-verbal. Tidak berbeda saat menghadapi
pasien, setiap petugas kesehatan seyogyanya menerapkan keterampilan
komunikasi interpersonalnya bila berhadapan dengan sesama petugas
kesehatan. Komunikasi tertulis hendaknya ditunjang dengan penulisan
yang jelas, dan bila perlu didukung oleh komunikasi verbal dan non-verbal
yang sesuai. Menciptakan situasi yang nyaman dalam lingkungan kerja
perlu dilakukan dan sebenarnya sangat mudah dilakukan bila semua
petugas kesehatan menyadari bahwa hasilnya akan sangat bermanfaat
bagi pasien yang telah memberikan amanah kepada mereka, bukan
kepada orang lain.
Langkah-langkah dalam pemecahan masalah antar kelompok
petugas kesehatan :
1. Mengatur pelaksanaan untuk komunikasi kolaboratif,
melakukan pertemuan untuk menyatukan perspektif
kelompok
2. Mengidentifikasi masalah utama, memiliki tujuan yang
jelas dan relevan
3. Saling menghormati dan menghargai nilai-nilai dan
martabat semua pihak, anggota kelompok dapat bersikap
tegas tapi tidak manipulatif, bersikap objektif
4. mendiskusikan solusi dengan mengidentifikasi
manfaat/kekurangan dari solusi, menghargai alternatif
solusi demi kepentingan klien, menghincari situasi konflik,
menghindari emosi, memutuskan untuk
mengimplementasikan solusi terbaik, menentukan orang
yang bertanggung jawab untuk implementasi, membangun
garis waktu dan metode evaluasi. (Armold & Boogs, 2007).

G. Dampak Komunikasi
1. Kepuasan Pasien
Kepuasan pasien akan membuahkan hal-hal yang sangat diharapkan
oleh setiap penyedia layanan kesehatan, antara lain:
a. Peningkatan kepatuhan terhadap regimen pengobatan. Penelitian
menunjukkan bahwa pasien yang puas akan mengikuti petunjuk
petugas kesehatan lebih baik daripada pasien yang tidak puas,
b. Peningkatan loyalitas kepada pemberi layanan kedokteran.
Pasien tidak berpaling ke pemberi layanan kedokteran lainnya.
Loyalitas akan meningkatkan pendapatan finansial pemberi
layanan kedokteran. Pendapatan finansial yang meningkat dan
yang dimanfaatkan secara proporsional dapat meningkatkan
kualitas pelayanan dan kesejahteraan petugas. Selanjutnya
kesejahteraan petugas yang baik akan menjamin meningkatnya
kualitas pelayanan.
c. Menurunkan tuntutan malpraktik. Sebagai hasil layanan
kedokteran kadang-kadang terjadi kecacatan atau kematian pada
pasien. Bila pasien dan merasa puas dengan proses pelayanan
yang biasanya tidak mengajukan tuntutan, dan kejadian tersebut
merupakan takdir. Ini bisa terjadi bila mereka merekam hal-hal
positif menurut persepsi merekam misalnya dokter/perawat/bidan
selalu dapat dikontak bila diperlukan, informasi yang diinginkan
bisa diperoleh, penggunaan obat dapat dimonitor oleh
pasien/keluarganya, diagnosis diperoleh dalam waktu yang relatif
singkat, ada kerjasama yang baik antar petugas kesehatan
dsbnya. Tentu saja persepsi tersebut berbeda-beda sesuai
dengan pendidikan dan pengalaman mereka. Seorang pasien
yang pernah berobat di fasilitas yang lebih baik akan menuntut
layanan yang lebih tinggi pula.
2. Sumber Ketidakpuasan Pasien
Salah satu masalah yang sering menimbulkan ketidakpuasan
pasien adalah komunikasi antara petugas kesehatan dengan pasien dan
keluarganya, atau antar petugas kesehatan sendiri. Kadang-kadang
kecacatan atau kematian terjadi karena komunikasi yang kurang baik.
Penelitian telah menunjukkan bahwa semangat kerjasama antar
petugas kesehatan sangat penting bagi suksesnya suatu pelayanan
kesehatan. Petugas kesehatan harus bekerjasama membantu pasien
untuk memecahkan masalah kesehatan yang kompleks. Sayangnya
semangat untuk bekerjasama tersebut kadang-kadang tidak tampak.
Pasien sering merasa bingung karena dua dokter yang menangani
penyakitnya memberikan nasehat yang berbeda, atau kadang
bertentangan. Lemahnya komunikasi antar petugas kesehatan dapat
mempengaruhi kualitas pelayanan kedokteran yang diberikan, yang pada
gilirannya dapat menimbulkan kerugian pada pasien dan keluarganya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam melaksanakan tugasnya, perawat tidak dapat bekerja tanpa
berkolaborasi dengan profesi lain. Profesi lain tersebut diantaranya
adalah dokter, ahli gizi, apoteker dsb. Setiap tenaga profesi tersebut
mempunyai tanggung jawab terhadap kesehatan pasien. Bila setiap
profesi telah dapat saling menghargai, maka hubungan kerja sama akan
dapat terjalin dengan baik. Selain itu perawat juga mempunyai tanggung
jawab dan memiliki untuk:
1. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antara sesama
perawat dan dengan tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara
kerahasiaan suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh.
2. Perawat senantiasa menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan dan
pengalamannya kepada sesama perawat serta menerima pengetahuan
dan pengalaman dari profesi lain dalam rangka meningkatkan
kemampuan dalam bidang keperawatan.
3. Perawat merupakan kesatuan integral dengan tenaga kesehatan lainya
yang tak bisa dipisah – pisahkan dan disendirikan.

B. Saran
Demikian sedikit informasi dari kami selaku penulis makalah ini.
Tentu masih banyak kekurangan yang jauh dari sempurna. Ucapan
terima kasih kami persembahkan bagi para pembaca. Terakhir, ucapan
maaf yang sebesar – besarnya perlu kami ucapkan jika dalam penulisan
ini kami banyak melontarkan kata – kata yang kurang berkenan. Maka
dari itu kritik dan saran yang membangun masih sangat kami btuhkan
demi kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi saat ini.
Daftar Pustaka

Weiss GL, Lonnquist, LE. The Sociology Of Health, Healing And Illness.
2nd ed. Upper Saddle River (NJ): Prentice Hall; 1997.

http://www.theexcellencenetwork.co.uk/. Diunduh 5 April, 2008.

Krowinski WJ, Steiber SR. Measuring And Managing Patient


Satisfaction. 2nd ed. USA: American Hospital Publishing, Inc; 1996.

Fagin C. Collaboration Between Nurses And Physicians: No longer a


choice. Nurs Health Care 1992;13(7):354-63.

Knauss WA, Draper E, Wagner D, Zimmerman JE. An Evaluation Of


Outcomes From Intensive Care In Major Medical Centres. Ann Int Med
1986;104:410-18.

Northouse LL, Northouse PG. Health Communication. Strategies For


Health Professionals. 3rd Ed. Stamford (Conn): Appleton and Lange; 1998.

http://www.dh.gov.uk/en/Managingyourorganisation/Informationpolicy/Pa
tientconfidentialityandcaldicottguardians/FAQ/DH_065886#_1

http://www.aafp.org/fpm/20020700/27pres.html. Diunduh 16 April 2008.

http://www.aafp.org/fpm/20020700/27pres.html. Diunduh 17 April 2008.

Schaefer JA, Moos RH. Effects of work stressor and work climate on
long-term care staff’s job morale and functioning. Research Nurs & Health
1996;19:63-73.

Laschinger HKS, Weston W. Role perception of freshman and senior


nursing and medical students and attitudes towards collaborative decision
making. J Prof Nurs. 1995;11(2):119-28.

Conway M. Organizations, professional autonomy and roles. In: Hardy


M, Conway M, editors. Role theory. E. Norwalk (CT); Apleton & Lange; 1988.

Schutzenhofer KK, Musser DB. Nurse characteristics and professional


autonomy. J Nurs Scholl 1994;26(3),201-5.
Burnard P. Acquiring interpersonal skills. A handbook of experiential
learning for health professionals. Cheltenham (UK); Stanley Thornes Ltd; 1996.

Tate P. The doctor’s communication handbook. Oxford (UK); Radcliffe


Medical Press; 1994. HQ

Potter & Perry (2005). Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan


Praktik (Volume I).Jakarta:EGC

Arnold,E.C,&Boggs.K.U.(2007).Interpersonal Relationship: Professional


Communication skills for Nurses.(5 th ed.). St Louis : Elseiver.

Kozier,Barbara.(2004).Fundamentals Of Nursing: concepts, process,


and practice (7 th ed.). New Jersey : Pearson

Kramer, Marlene.(2008).Reality Shock : why nurses leave nursing. St


Louis : MOSBY

Northouse, Peter Guy.(2010).Leadership : Theory and Practice.(5 th


ed.). USA : SAGE

Potter & Perry. (2009).Fundamental keperawatan (7 th ed.).(vols 2.). dr


Adrina &marina, penerjemah). Jakarta : Salemba Medika.

Stuart.G.W.,&Laraia.,M.T.(2005).Principles and Practice Of psychiatric


nursing.(8 th ed.).St Louis : MOSBY

WHO(1999).Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer.(2 th ed).


(dr.Popy Kumalasari, Penerjemah).Jakarta : EGC

CopperandCo.(Maret, 2013).Komunikasi Perawat Dengan Tenaga


Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai