Anda di halaman 1dari 39

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami. Sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Makalah ini berisikan tentang “ Laporan Pendahuluan Dan Asuhan
keperawatan Tentang Cedera Kepala Berat ”. Diharapkan makalah ini dapat memberikan
informasi kepada kita semua.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam menyusun makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan senantiasa
memberkati.

Kupang. 28, april 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................


DAFTAR ISI .......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................
A. Latar Belakang .................................................................................................
B. Tujuan ..............................................................................................................
a) Tujuan umum ......................................................................................
b) Tujuan khusus .....................................................................................
BAB II PEMBASAHAN ...................................................................................
A. Defenisi .....................................................................................................
B. Etiologi .....................................................................................................
C. Manifestasi klinik .....................................................................................
D. Patofisiolosi ..............................................................................................
E. Patway ......................................................................................................
F. Pemeriksaan penunjang ............................................................................
G. Penatalaksanaan ........................................................................................
H. Komplikasi ...............................................................................................
I. Konsep teori asuhan keperawatan.............................................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................

A. Pengkajian ...............................................................................................
B. Diagnosa ..................................................................................................
C. Intervensi ..................................................................................................
D. Implementasi ............................................................................................
E. Evaluasi ....................................................................................................
BAB IV PEMBAHASAN ...................................................................................
A. Kesenjanagan antara teori dan fakta .........................................................

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut penelitian nasional Amerika Guerrero et al (2015) di bagian


kegawatdaruratan menunjukkan bahwa penyebab primer cedera kepala karena trauma
pada anak-anak adalah karena jatuh, dan penyebab sekunder adalah terbentur oleh benda
keras.Penyebab cedera kepala pada remaja dan dewasa, muda adalah kecelakaan
kendaraan bermotor dan terbentur, selain karena kekerasan. Insidensi cedera kepala
karena trauma kemudian menurun pada usia dewasa; kecelakaan kendaraan bermotor dan
kekerasan yang sebelumnya merupakan etiologi cedera utama, digantikan oleh jatuh pada
usia >45 tahun.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas
(Arif, 2016). Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierce &
Neil. 2017).
Cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat menyebabkan
gangguan fisik dan mental yang kompleks. Gangguan yang ditimbulkan dapat bersifat
sementara maupun menetap, seperti deficit kognitif, psikis, intelektual, serta gangguan
fungsi fisiologis lainnya.Hal ini disebabkan oleh karena trauma kepala dapat mengenai
berbagai komponen kepala mulai dari bagian terluar hingga terdalam, termasuk
tengkorak dan otak (Soertidewi, 2016). Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada
kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan
atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Brain Injury
Assosiation of America, 2019).
Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, disamping
kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh dari ketinggian maupun akibat
kekerasan.Trauma kepala didefinisikan sebagai trauma non degeneratif – non konginetal
yang terjadi akibat ruda paksa mekanis eksteral yang menyebabkan kepala mengalami
gangguan kognitif, fisik dan psikososial baik sementara atau permanen. Trauma kepala
dapat menyebabkan kematian atau kelumpuhan pada usia dini (Osborn, 2017).

1.2. Tujuan penulisan


1.2.1. Tujuan umum
Mahasiswa/I dapat Mengetahui dan memahami tentang konsep dasar dan
asuhan keperawatan cedera kepala berat .
1.2.2. Tujuan khusus
a) Memahami dan mengetahui Defenisi cedera kepala berat
b) Memahami dan mengetahui Etiologi cedera kepala berat
c) Memahami dan mengetahui Manifestasi klinik cedera kepala berat
d) Memahami dan mengetahui Patofisiologi cedera kepala berat
e) Memahami dan mengetahui Pemeriksaan Penunjang cedera kepala
berat
f) Memahami dan mengetahui Penatalaksanaan cedera kepala berat
g) Memahami dan mengetahui Komplikasi cedera kepala berat
h) Memahami dan mengetahui Teori asuhan keperawatan cedera
kepala berat.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Defenisi
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi
terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak.Cedera otak primer
merupakan kerusakan yang terjadi pada otak segera setelah trauma.
Cedera kepala berat merupakan cedera kepala yang mengakibatkan penurunan
kesadaran dengan skor GCS 3 sampai 8, mengalami amnesia > 24 jam (Haddad, 2016).
Cedera kepala berat adalah keadaan dimana penderita tidak mampu melakukan
perintah sederhana oleh karena kesadaran menurun (GCS < 8) (ATLS, 2018).
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Dari semua pengertian di atas dapat disimpulkan cedera kepala berat adalah proses
terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang mnyebabkan suatu gangguan
traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa perdarahan interstitial dimana mengalami
penurunan kesadaran dengan skor GCS 3 sampai 8 dan mengalami amnesia > 24 jam.

2.2 Etiologi
Kejadian cedera kepala bervariasi mulai dari usia, jenis kelamin, suku, dan faktor
lainnya. Kejadian-kejadian dan prevalensi dalam studi epidemiologi bervariasi berdasarkan
faktor -faktor seperti nilai keparahan, apakah disertai kematian, apakah penelitian dibatasi
untuk orang yang dirawat di rumah sakit dan lokasi penelitian (NINDS, 2018).
Penyebab cedera kepala berat adalah:
 Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan
cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi kontusio serebral, hematom serebral,
kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak
atau hernia.
 Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi).
Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk yaitu cedera
akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil
multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral,
batang otak atau kedua-duanya.
Akibat trauma tergantung pada :
1. Kekuatan benturan (parahnya kerusakan).
2. Akselerasi dan Deselerasi
3. Cup dan kontra cup
Cedera cup adalah kerusakan pada daerah dekat yang terbentur.
Sedangkan cedera kontra cup adalah kerusakan cedera berlawanan pada
sisi desakan benturan.
 Lokasi benturan
 Rotasi
Pengubahan posisi pada kepala menyebabkan trauma regangan
dan robekan substansia alba dan batang otak.
 Depresi fraktur
Kekuatan yang mendorong fragmen tulang turun menekan otak
lebih dalam. Akibatnya CSS (Cairan Serebro Spinal) mengalir
keluar ke hidung, telinga → masuk kuman → kontaminasi
dengan CSS → infeksi →kejang.

2.3 Manifestasi Klinik


Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi
klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, berat -ringan, dan morfologi.
a. Mekanisme cedera kepala
Cedera kepala secara luas dapat dibagi atas cedera kepala tertutup dan cedera
kepala terbuka. Cedera kepala tertutup biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil atau
motor, jatuh atau terkena pukulan benda tumpul. Sedangkan cedera tembus disebabkan
oleh luka tembak atau tusukan.
b. Beratnya cedera kepala
Glasgow Coma Scale (GCS) merupakan suatu komponen untuk mengukur secara
klinisberatnya cedera otak. Glasgow Coma Scale meliputi 3 kategori yaitu respon
membuka mata, respon verbal, dan respon motorik. Skor ditentukan oleh jumlah skor
dimasing -masing 3 kategori, dengan skor maksimum 15 dan skor minimum 3 ialah
sebagai berikut:
1. Nilai GCS kurang dari 8 didefinisikan sebagai cedera kepala berat.
Kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia > 24 jam, juga meliputi
kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
2. Nilai GCS 9 – 12 didefinisikan sebagai cedera kepala sedang.
Kehilangan kesadaran atau amnesia > 30 menit tetapi kurang dari 24 jam
dan dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Nilai GCS 13 – 15 didefinisikan sebagai cedera kepala ringan
(D. Jong, 2010). Kehilangan kesadaran atau amnesia < 30 menit, tidak
ada fraktur tengkorak dan tidak ada kontusio serebral atau hematoma.
c. Morfologi
Secara morfologis cedera kepala dapat meliputi fraktur kranium, kontusio,
perdarahan, dan cedera difus.
1. Fraktur kranium
Fraktur tulang tengkorak (cranium) dapat terjadi pada atap atau dasar
tengkorak (basiscranii), dan dapat berbentuk garis atau linear dan dapat
pula terbuka atautertutup. Fraktur cranium terbuka dapat mengakibatkan
adanya hubungan antara laserasi kulit kepala dengan permukaan otak
karena robeknya selaputdura(ATLS,2018).

2. Lesi Intrakranial
Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai lesi fokal atau lesi difus,
walaupun kedua jenis lesi ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal adalah
perdarahan epidural, perdarahan subdural, kontusio (hematom intraserebral),
dan perdarahan intra serebral.
3. Cedera otak difusi
Cedera otak difusi mulai dari konkusi ringan dimana gambaran CT scan
normal, sampai cedera iskemi-hipoksik yang berat.Cedera otak difus berat
biasanya diakibatkan oleh hipoksia, iskemi otak karena syok yang
berkepanjangan atau periode apneu yang terjadi segera setelah trauma. Pada
kasus tersebut, awalnya CT scan sering menunjukkan gambaran normal, atau
gambaran otak bengkak secara merata dengan batas area substasia putih dan
abu-abu hilang.

2.4 Patofisiologi

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg % karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi serebral seperti kesulitan dalam berbicara,nyeri di kepakla dan bola
mata, tampak berkeringat, bisa muntah, dan terjadi kerusakan fungsi motorik. Dari sini dapat
muncul masalah keperawatan gangguan perfusi jaringan serebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral bood flow (CBF) adalah 50-60 ml/menit/100 gr
jaringan otak yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma kepala menyebakan
perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan
vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan
gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi.
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuuh darah arteri dan arteriol otak
tidak begitu besar.

Patway
Trauma kepala

Ekstra cranial Tulang cranial Intracranial

Terputusnya
Jaringan otak rusak
kontinuitas Terputusnya

jaringan otot kontinuitas jaringan


tulang
Perubahan
autoregulasi
Perdarahan
oedem serebral
hemastom Nyeri akut

Perubahan Kejang

sirkulasi CSS

Peningkatan tekanan Ketidakefektifan
intra cranial bersihan jalan
Hipoksia
nafas

Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
2.5 Pemeriksaan Penunjang
1) Foto polos kepala
Indikasi dilakukannya pemeriksaan meliputi jejas lebih dari 5 cm, luka tembus
(peluru/tajam), deformasi kepala (dari inspeksi dan palpasi), nyeri kepala yang menetap,
gejala fokal neurologis, gangguan kesadaran.
2) CT-Scan
Indikasi CT-Scan adalah:
a) Nyeri kepala menetap atau muntah-muntah yang tidak menghilang setelah pemberian
obat-obatan analgesia.
b) Adanya kejang-kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat pada lesi
intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
c) Penurunan GCS lebih dari 1 dimana factor-faktor ekstrakranial telah disingkirkan
(karena penurunan GCS dapat terjadi karena syok, febris.
d) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai.
e) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
f) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS (Sthavira,
2017).
3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI digunakan untuk pasien yang memiliki abnormalitas status mental yang
digambarkan oleh CT-Scan. MRI telah terbukti lebih sensitive daripada CT-Scan,
terutama dalam mengidentifikasi lesi difus non hemoragig cedera aksonal.
4) X-Ray
X-Ray berfungsi mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan /edema), fragmen tulang (Rasad,2015).
5) BGA ( Blood Gas Analyze)
Mendeteksi masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intra
kranial (TIK).
6) Kadar elektrolit
Mengoreksi keseimbangan elektrolit sebgai akibat peningkatan tekanan intra kranial
(Musliha, 2016).
2.6 Komplikasi
Komplikasi trauma kepala berat dapat meliputi :
a) Perdarahan intra cranial
b) Kejang
c) Parese saraf cranial
d) Meningitis atau abses otak
e) Infeksi
f) Edema cerebri
g) Kebocoran cairan serobospinal

2.7 Penatalaksanaan
1) Resusitasi jantung paru ( circulation, airway, breathing = CAB) . Pasien dengan
trauma kepala berat sering terjadi hipoksia, hipotensi dan hiperkapnia akibat
gangguan kardiopulmoner. Oleh karena itu urutan tindakan yang benar adalah:
a) Sirkulasi (circulation)
Hipotensi menyebabkan iskemik yang dapat mengakibatkan
kerusakan sekunder. Hipotensi disebabkan oleh hipovolemia akibat
perdarahan luar, ruptur organ dalam, trauma dada disertai temponade
jantung atau pneumotoraks dan syok septic. Tindakan adalah
menghentikan perdarahan, perbaikan fungsi jantung dan mengganti
darah yang hilang dengan plasma atau darah.
b) Jalan nafas (airway)
Bebaskan jalan nafas dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi
kepala ekstensi dengan memasang orofaryngeal airway (OPA) atau
pipa endotrakheal, bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi
palsu. Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasogastrik untuk
menghindarkan aspirasi muntahan.
c) Pernafasan (breathing)
Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral dan
perifer. Kelainan sentral dalah depresi pernafasan pada lesi medulla
oblongata, pernafasan cheyne stokes, ataksik dan central neurogenic
hyperventilation. Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada,
edema paru, emboli paru, infeksi. Gangguan pernafasan dapat
menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan dengan pemberian
O2 kemudian cari dan atasi factor penyebab dan kalau perlu memakai
ventilator.
2) Penanganan kasus-kasus cedera kepala di unit gawat darurat didasarkan atas
patokan pemantauan dan penanganan terhadap “6 B”(Arif Muttaqin 2008), yakni:
1. Breathing
Perlu diperhatikan mengenai frekuensi dan jenis pernafasan
penderita. Adanya obstruksi jalan nafas perlu segera dibebaskan
dengan tindakan-tindakan : suction, inkubasi, trakheostomi.
Oksigenasi yang cukup atau hiperventilasi bila perlu, merupakan
indakan yang berperan penting sehubungan dengan edema cerebri.
2. Blood
Mencakup pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan
laboratorium darah (Hb, leukosit). Peningkatan tekanan darah dan
denyut nadi yang menurun mencirikan adanya suatu peninggian
tekanan intracranial, sebaliknya tekanan darah yang menurun dan
makin cepatnya denyut nadi menandakan adanya syok
hipovolemik akibat perdarahan dan memerlukan tindakan
transfusi. makin cepatnya denyut nadi menandakan adanya syok
hipovolemik akibat perdarahan dan memerlukan tindakan
transfusi.
3. Brain
Penilaian keadaan otak ditekankan terhadap respon-respon mata,
motorik dan verbal (GCS). Perubahan respon ini merupakan implikasi
perbaikan/perburukan kiranya perlu pemeriksaan lebih mendalam
mengenai keadaan pupil (ukuran, bentuk dan reaksi terhadap cahaya)
serta gerakan-gerakan bola mata.
4. Bladder
Kandung kemih perlu selalu dikosongkan (pemasangan kateter)
mengingat bahwa kandung kemih yang penuh merupakan suatu
rangsangan untuk mengedan sehingga tekanan intracranial cenderung
lebih meningkat.
5. Bowel
Produksi urine perlu dipantau selama pasien dirawat. Bila produksi
urine tertampung di vesika urinaria maka dapat meningkatkan tekanan
intra cranial (TIK).
6. Bone
Mencegah terjadinya dekubitus, kontraktur sendi dan sekunder infeksi.

2.8 Konsep Asuhan Keperawatan


2.8.1 Pengkajian
a) Primary Survey
 Airway dan Cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda
asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur
larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw
thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus
diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari
leher.
 Breathing dan Ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas
yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh.Ventilasi yang baik
meliputi:fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
 Circulation dan Hemorrhage control
a) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap
disebabkan oleh hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan
detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan
hemodinamik yaitu kesadaran, warna kulit dan nadi.
b) Kontrol Perdarahan
 Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran
dan reaksi pupil.
 Exposure dan Environment contro
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.

b) Secondary Survey
 Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar
dan membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital
 Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
 Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Score (GCS)
 Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan
jantung, pemantauan EKG
 Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma
tumpul abdomen
 Pelvis dan ekstremitas
 Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma,
memar dan cedera yang lain
 Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda: Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia,
ataksia, cara berjalan tidak tegang.
 Sirkulasi
Gejala: Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi,
takikardi.
 Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi
dan impulsif.
 Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelan.
 Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau mengalami
gangguan fungsi.
 Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo,
sinkope, kehilangan pendengaran, gangguan pengecapan dan
penciuman, perubahan penglihatan seperti ketajaman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan
status mental, konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan
memoris.
 Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan
nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
 Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh
hiperventilasi nafas berbunyi)

 Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan
rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum
mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi suhu
tubuh.
 Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara
berulang-ulang, disartria.

2.8.2 Diagnosis keperawatan


1) Nyeri akut b.d agend cedera fisik
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
3) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

2.8.3 Intervensi keperawatan


No Diagnosis Noc Nic
1. Control nyeri Manajemen nyeri
Nyeri  Mengenali kenapa nyeri Aktivitas –aktivitas
akut terjadi di pertahankan pada  Lakukan pengkajian nyeri
skala 1 tidak menunjuka komprehensif yang
dan ditingkatkan ke skala 5 meliputi lokasi,
secara konsitensi karakteristik, onset/ durasi,
menunjukan frekuensi, kualitas,
 Menggambarkan factor intensitas atau beratnta
penyebab terjadi di nyeri dan factor pencetus
pertahankan pada skala 1  Pastikan perawatan
tidak menunjuka dan analgesik bagi
ditingkatkan ke skala 5 pasien dilakukan dengan pe
secara konsitensi mantuan yang ketat
 Menggunakan jurnal  Gali pengetahuan dan keper
harian untuk memonitoring cayaan pasien menyenai
gejala dari waktu ke waktu nyeri
di pertahankan pada skala  Dukung istirahat/tidur yang 
1 tidak menunjuka dan adekuat untuk membantu
ditingkatkan ke skala 5 penerunan nyeri
secara konsitensi  Kurangi atau eliminasi
 Menggunakan tindakan pe factor factor yang dapat
ngurangan nyeri tanpa mencetuskan atau
analgesik di pertahankan meningkatkan nyeri
pada skala 1 tidak (mislanya ketakutan,
menunjuka dan kelelahan, dan kurang
ditingkatkan ke skala 5 pengetahuan)
secara konsitensi  Gunakan pendekatan multi
 Menggunakan analgesik disiplin untuk manajeman
yang direkomendasikan di nyeri jika sesuai.
pertahankan pada skala 1  Gunakan pengontrol nyeri
tidak menunjuka dan sebelum nyeri bertambah
ditingkatkan ke skala 5 berat
secara konsitensi

2. Ketidak Status pernafasan : Monitor pernafasan


efektifan kepatenan jalan nafas
bersihan  frekuensi pernafasan  Monitor kecepatan, irama,
jalan nafas kedalaman dan kesulitan
dipertahankan pada skala
4) bernafas
(1) deviasi berat dari
kisaran normal dan  Catat pergerakan dada,
ditingkatkan ke skala (4) catat ketidaksimetrisan,
deviasi ringan dari kisaran penggunaan otot-otot bantu
normal nafas.
 Irama pernafasan dipertaha  Monitor suara nafas
nkan pada skala (1) deviasi tambahan seperti ngorok
berat dari kisaran normal atau mengi
dan ditingkatkan ke skala  Palpasi kesimetrisan
1) (4) deviasi ringan dari ekspansi paru
kisaran normal.  Monitor kelelahan otot-otot
 Kedalaman inspirasi diapragma dgn pergerakan
dipertahankan pada skala parasoksikal
(1) deviasi berat dari  Auskultasi suara nafas,
kisaran normal dan catat area dimana terjadi
ditingkatkan ke skala (4) penurunan atau adanya
deviasi ringan dari kisaran ventilasi dan keberadaan
normal.
 Suara nafas tambahan suara nafas tambahan
dipertahankan pada skala  Kaji perlunya penyedotan
(1) sangat berat dan pada jalan nafas dgn
ditingkatkan ke skala (4) auskultasi suara nafas
ringan. ronki di paru
 Pernafasan cuping hidung  Monitor kreapitasi pada
dipertahankan pada skala pasien
(1) sangat berat dan  Monitor hasil foto thoraks
ditingkatkan ke skala (4)  Berikan bantuan terapi
ringan. nafas jika diperlukan
 Penggunaan otot tambahan mislanya nebulizer
dipertahankan pada skala  Berikan bantuan resusitasi
(1) sangat berat dan jika perlu.
ditingkatkan ke skala (4)
ringan.

3. Resiko Tanda –tanda vital Monitor tanda- tanda vital


ketidak Indicator : Aktivitas-aktivitas :
efektifan 1. Suhu tubuh dipertahankan 1. Monitor tekanan darah, nadi
perfusi pada skala 3 deviasi suhu dan pernafasan dengan
jaringan sedanh dari kisaran normal tepat
otak dan ditingkatan pada skala 2. Catat gaya dan fluktuasi yang
1) 5 tidak ada deviasi dari luas pada tekanan darah
kisaran normal 3. Monitor tekanan darah saat
2. Denyut jantung apical pasien berbaring
dipertahankan pada skala 3 4. Monitor dan laporkan tanda
deviasi sedanh dari kisaran dan gejala hipotermia dan
normal dan ditingkatan hipetermia
pada skala 5 tidak ada 5. Monitor terkait dgn nadi
deviasi dari kisaran normal alternative
3. Irama jantung apical 6. Monitor irama jantung
dipertahankan pada skala 3 7. Monitor suara paru paru
deviasi sedanh dari kisaran 8. Perikasa secara berkala
normal dan ditingkatan keakuratan instrument yang
pada skala 5 tidak ada digunakan untuk perolehan
deviasi dari kisaran normal data pasien
4. Denyut nadi aptikal 9. Monitor terkait dengan adanya
dipertahankan pada skala 3 tiga tanda chshing reflex
deviasi sedanh dari kisaran ( misalnya tekanan nadi lebar,
normal dan ditingkatan bradiakardi dan peningkatan
pada skala 5 tidak ada tekanan darah sitolik
deviasi dari kisaran normal
2.8.4 Implementasi dan evaluasi
Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap
ini muncul jika perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada klien. Tindakan
yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan urutan yang
yang telah dibuat pada perencanaan. Aplikasi yang dilakukan pada klien akan
berbeda, disesuaikan dengan kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang paling
dirasakan oleh klien. Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan
kreatifitas perawat. Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus
mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan. Perawat harus yakin
bahwa: tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan tindakan yang
sudah direncanakan, dilakukan dengan cara yang tepat, serta sesuai dengan
kondisi klien, selalu dievaluasi apakah sudah efektif dan selalu
didokumentasikan menurut waktu (Doenges dkk, 2016).

2.8.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini
perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria
hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah
teratasi seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Logbook Perioperatif

1. INSTRUMENTAL OPERATIF (Masukan nama alat2, gambar serta kegunaannya


sesuaikan dengan jenis operasi yang jalankan)
JENIS PEMBEDAHAN : Kraniotomi
OBAT-OBATAN : Adrenalin 1:200.000 yg mengandung lidocain
0,5%, Fentanyl 200 mcg , Rocuronium 50 mg
MULAI : 11 : 00
BERAKHIR : 13: 00
NAMA dr. BERTUGAS : Dr. A
NAMA PERAWAT INSTRUMEN : Pwrt. B
NAMA PERAWAT BEDAH : Pwrt. C
NAMA PERAWAT ANASTESI : Prwt. D

No. Instrumen Picture (masukan Kegunaan dan jangan lupa


bedah gambar/diprint gambarnya dan dituliskan bahannya
ditempelkan sesuai nama alat ) diketegorikan steril dan non
steril
1 Kassa Membersikan, menutup, dan
membalut luka (steril)

2 Hak /pengait untuk mengait lokasi sayatan


agar terbuka lebar sehingga
operatornmudah mengangkat
suatu jaringan yg akan dibuang
3 Gunting  Berfungsi untuk memotong
Jaringan jaringan. (steril)
4 Fungsinya : untuk memotong
gunting Iris jaringan, gunting nya kecil
biasa digunakan pada benda
benda yang kecil. (Steril)

5 Gunting Fungsinya : Untuk memotong


benang benang dan kassa pada saat
operasi (Steril)

6 Benang Untuk ligasi atau mengikat


pembuluh darah ataupun
mengikat/ menyatukan
jarinagan. (Steril)
7 Hemostat Fungsinya untuk menghentikan
pean perdarahan pembuluh darah
kecil dan menggenggam
jaringan lainnyadengan tepat
tanpa menimbulkan kerusakan.
8 Sponge Sponge holding forceps
holding (english) Fungsi : Memegang
forceps kassa pada tindakan,  Antiseptik
area operasi, Menyerap air di
rongga tubuh
Lampu fungsi dasarnya adalah
operasi memberikan penerangan di
dalam ruang operasi pada saat
tim dokter sedang melakukan
tindakan operasi pada pasien.
Non steril
2. TECHNICAL OPERATIF/TEKNIK PEMBEDAHAN (Deskripsikan teknik atau
tahap pembedahan sesuaikan dengan operasi yang dijalankan)
JENIS PEMBEDAHAN : Kraniotomi
OBAT-OBATAN : Adrenalin 1:200.000 yg mengandung lidocain
0,5% , Fentanyl 200 mcg , Rocuronium 50 mg
MULAI : 11: 00 wib
BERAKHIR : 13 : 00 wib
NAMA dr. BERTUGAS : Dr. A
NAMA PERAWAT INSTRUMEN : Prwt B
NAMA PERAWAT BEDAH : Prwt C
NAMA PERAWAT ANASTESI : Prwt D

NO TAHAP PEMBEDAHAN
.
1 Hal yang pertama dilakukan adalah CT scan guna melihat lokasi bagian otak .
2 Pada proses operasi kraniotomi akan dimulai dgn menyayat lapisan kulit kepala
yang kemudian dijepit dan ditarik memperjelaskan kondisi didalam. Kemudian
tulang tengkirak akan di bor.setelah bagian tersebut selesai, tulang tengkorak
akan dipotong dgn menggunakan gergaji khusus. Langka selanjutnya tulang
diangkat dan dokter mulai mengakses begian otak yg perlu ditangani. Setalah
pembukaan tulang tengkorak telah selesai, bagian otak yg mengalami kerusakan
atau masalah akan di perbaiki, bahkan diangkat. Jika tindakan sudah selesai
dilakukan, bagian tulang dan kulit kepal akan direakatkan kembali dgn
menggunakan jahitan atau staples bedah.
3 pada pasca operasi dokter akan memantau kondisi pasien dan melakukan
beberapa hal seperti pasien berbaring dgn posisi kepala lebih tinggi dari posisi
kaki untuk untuk mencegah kepala dan wajah bengkak. Dan pasien harus
dirawat khusu di raugan ICU untuk dipantau secara ketat. Menutup luka operasi
dgn perban dan menggantikan secara rutin guna mencegah infeksi, memberikan
obat penghilang nyeri. Dan melakukan pemeriksaan respon pupil mata dengan
menyinari kedua mata anda.menggunakan penlight,langka ini bertujuan menilai
apakah respon pupil pasien normal.
3. ANASTESI PROCEDUR (deskripsikan prosedur anastesi)
JENIS ANASTESI : GA. Intubasi
OBAT2AN : Fentanyl 200 mcg , Rocuronium 50 mg
MULAI : 11: 00
BERAKHIR : 13:00
NAMA dr.Anastesi : Dr. G

No Tahap anastesi
1 Premedikasi : Fentanyl 200 mcg , Adrenalin 1:200.000 yg mengandung
lidocain 0,5% ,
Induksi : Propofol 50 mg
Fasilitas Intubasi : Rocuronium 50 mg
Pemeliharaan : Fentanyl continous, Propofol continous
Operasi berjalan selama 155 menit. Post
operasi pasien ditransport ke post anesthesia care
unit (PACU) tanpa dilakukan ekstubasi dan bantuan
repirasi dengan menggunakan ventilasi mekanik.
Hemodinamik durante operasi:
- Sistolik : 90 - 110 mmHg
- Diastolik : 50 - 60 mmHg
- HR : 58 - 80 x per menit
- Saturasi : 9 8-100 %
- Perdarahan : 500 cc
- Urin out put durante operasi: 1000 cc

3.2. Format Pengkajian Perioperatif


Nama Mahasiswa :
NIM :
Tgl & Jam Pengkajian :

I. PENGKAJIAN Tn.K
29-12-1969/ 50 tahun
1. IDENTITAS PASIEN
Kristen
a. Nama Pasien :
SMP
b. Tgl lahir/ Umur :
Baumata
c. Agama :
91xxxxx
d. Pendidikan : Cedera kepala berat
e. Alamat :
f. No CM : 2. IDENTITAS ORANG TUA/ PENANGGUNG
g. Diagnosa Medis : JAWAB

a. Nama : Tn. P

b. Umur : 28 tahun

c. Agama : Kristen

d. Pendidikan : SMA

e. Pekerjaan : Wiraswata

f. Hubungan dengan pasien : Anak kandung

Asal pasien □ Rawat Jalan

□Rawat Inap

□ Rujukan

A. PRE OPERASI
1. Keluhan Utama : Keluarga pasien mengatakan pasien tidak sadarkan diri.

2. Riwayat Penyakit : □ DM □ Asma □ Hepatitis □ Jantung □ Hipertensi □ HIV □ Tidak ada


3. Riwayat Operasi/anestesi : □ Ada □ Tidak ada
4. Riwayat Alergi : □ Ada, sebutkan.................. □ Tidak ada
5. Jenis Operasi :
6. TTV :Suhu: 63,8C, Nadi : 88 x/mnt, Respirasi : 24 x/mnt, TD : 100/70 mmHg
7. TB/BB : 180/ 69
8. Golongan Darah : O Rhesus :

RIWAYAT SIKOSOSIAL/SPIRITUAL
9. Status Emosional
□ Tenang □ Bingung □ Kooperatif □ Tidak Kooperatif □ Menangis □ Menarik diri
10. Tingakt Kecemasan : □ Tidak Cemas, □ Cemas
11. Skala Cemas :
□ 0 = Tidak Cemas

□ 1 = Mengungkapkan kerisauan

□ 2 = Tingkat perhatian tinggi

□ 3 = Kerisauan tidak berfokus

□ 4 = Respon simpate-adrenal

□ 5 = Panik

12. Skala Nyeri menurut VAS (Visual Analog Scale)


Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Sangat Nyeri Nyeri tak tertahan
□ 0-1 □ 2-3 □4-5 □ 6-7 □ 8-9 □ 10

13. Survey Sekunder, lakukan secara head to toe secara prioritas:

NORMAL JIKA TIDAK NORMAL,


YA TIDAK
JELASKAN
 Ada luka terbuka pada kepala
KEPALA
dan perdarahan pada kepala

LEHER


DADA


ABDOMEN

GENITALIA 
INTEGUMEN 
EKSTREMITAS 

Hasil Data Penunjang


14. Rontgen :
Hasil pemeriksaan penunjang foto rontgen cervical dan pelvis yaitu tidak terdapat fraktur.
Hasil pemeriksaan penunjang CT Scan kepala adalah terdapat gumpalan darah di 3 titik
pada bagian kepala belakang tepatnya di tulang occipital.

15. Laboratorium :
Hasil pemeriksaan laboratorium ialah Urea 22 mg/dl, Creatinin 0,8 mg/dl, AST/SGOT 50
u/L, dan ALT/SGPT 37 u/L.
B INTRA OPERASI

1. Anastesi dimulai jam : 10: 00 WIB


2. Pembedahan dimulai jam : 10: 30 WIB
3. Jenis anastesi : Kraniotomi
□ Spinal □ Umum/general anastesi □ Lokal □ Nervus blok □……………
4. Posisi operasi :
□terlentang □ litotomi □ tengkurap/knee chees □ lateral: □ kanan □ kiri □ lainnya......
5. Catatan Anestesi :
6. Pemasangan alat-alat :
Airway : □ Terpasang ETT no :........ □ Terpasang LMA no:........ □ OPA □ O2 Nasal
7. TTV : Suhu 36.0 C, Nadi 70 x/mnt, Teraba □ Kuat, □ Lemah □ Teratur , □ tidak
teratur, RR 25 x/mnt, TD 100/70 mmHg, Saturasi O2 98 %

8. Survey sekunder, lakukan secara prioritas (Head to toe)

NORMAL JIKA TIDAK NORMAL,


YA TIDAK
JELASKAN
 Ada gumpalan dara pada otak
KEPALA

LEHER

DADA

ABDOMEN

GENITALIA

INTEGUMEN 
Pasien tidak sadarkan diri
EKSTREMITAS
Keadaan umum lemah

Total cairan keluar


□ Urine : 800 cc

□ Perdarahan : 100 cc

□ Balance cairan : cc

C. POST OPERASI
1. Pasien pindah ke : Pindah ke ICU/PICU/NICU, jam 14:00 Wita
2. Keluhan saat di RR : □ Mual □ Muntah □ Pusing □ Nyeri luka operasi □ kaki terasa baal
□ Menggigil, lainnya..............
3. Keadaan Umum : Baik □ Sedang □ Sakit berat

4. TTV: Suhu 37 oC, Nadi 70 x/mnt, Rr 24 x/mnt, TD 110/70 mmHg, Sat O2, 98 %
5. Kesadaran : CM □ Apatis □ Somnolen □ Soporo □ Coma

6. Survey Sekunder, lakukan secara prioritas (head to toe)

NORMAL JIKA TIDAK NORMAL,


YA TIDAK
JELASKAN
 Ada luka pada kepala
KEPALA


LEHER


DADA

ABDOMEN

GENITALIA

INTEGUMEN


EKSTREMITAS


GENITALIA

Skala Nyeri menurut VAS (Visual Analog Scale)

Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Sangat Nyeri Nyeri tak
tertahankan
□ 0-1 □ 2-3 □ 4-5 □ 6-7 □ 8-9 □ 10

Bromage Score :
Keterangan Bromage Score;

NO KRITERIA SCOR
1. Dapat mengangkat tungkai bawah dan menekuk 0
lutut
2. Tidak dapat menekuk lutut tapi dapat mengangkat 1
tungkai bawah
3. Tidak dapat mengangkat tungkai bawah, tetapi 2
dapat menekuk lutut
4. Tidak dapat mengangkat tungkai bawah sama 3
sekali
II. ANALISA DATA
DATA MASALAH ETIOLOGI
A. Pre Operasi Perdarahan
Resiko ketidak efektifan
DS : -
Perfusi jaringan ke otak
berhubungan dengan Kompensasi tubuh yaitu :
cedera kepala akut
DO : Keadaan umum jelek Vasodilitasi dan bradikardi
atau lemah, tingkat kesadaran
somnolen, nilai GCS = Aliran darah keotak
E1V2M5, CRT < 3 detik, Menurun
tekanan darah 100/70 mmHg,
Rr: 28x/m, S: 37,0 c, Hipoksia jaringan
N: 80 x/m, Spo2: 98%
CT Scan kepala adalah Peningkatan tekanan intra
terdapat gumpalan darah di 3 cranial
titik pada bagian kepala
belakang tepatnya di tulang Resiko ketidak efektifan
Perfusi jaringan ke otak
occipital..

B. Intra Operasi
DS : - Risiko infeksi Fraktur tulang tengkorak

DO :  Kedaan umum tingkat Terputusnya kontiunitas


kesadaran somnolen, ada luka Tulang
terbuka pada kepala
dalamnya 1 cm dan terlihat
banyak gumpalan darah. Risiko infeksi

C. Post Operasi
DS : Pasien mengatakan sakit Fraktur tulang tengkorak
Seperti tertusuk2 di
bagian operasi Nyeri Akut berhubungan Terputusnya kontiunitas
DO : pasien sudah sadar dan Dgn post operasi Tulang
pasien meringis 
kesakitan Kraniotomi
Dengan skala nyeri 4-5
Sedang. Post operasi
P: nyeri spontan dan tiba-tiba
di waktu tertentu
Nyeri akut
Q:Nyeri seperti kesemutan

R: nyeri dada bagian kepala

S: (4-5 sedang )

T: Terus-menerus
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN

A. Pre Operasi:
1. Resiko ketidak efektifan Perfusi jaringan ke otak berhubungan dengan cedera kepala
akut
B. Intra Operasi :
1. Resiko infeksi berhubungan dengan hipoksia jaringan

C. Post Operasi :
1. Nyeri Akut berhubungan Dengan post operasi

IV. RENCANA KEPERAWATAN (meliputi pre, intra dan post operasi)


1. Pre operasi
Diagnosa Noc Nic
Resiko Tanda –tanda vital Monitor tanda- tanda vital
ketidak Indicator : Aktivitas-aktivitas :
efektifan 5. Suhu tubuh dipertahankan pada 10. Monitor tekanan darah, nadi
Perfusi skala 3 deviasi sedanh dari suhu dan pernafasan dengan
jaringan ke kisaran normal dan ditingkatan tepat
otak pada skala 5 tidak ada deviasi 11. Catat gaya dan fluktuasi yang
dari kisaran normal luas pada tekanan darah
6. Denyut jantung apical 12. Monitor tekanan darah saat
dipertahankan pada skala 3 pasien berbaring
deviasi sedanh dari kisaran 13. Monitor dan laporkan tanda
normal dan ditingkatan pada dan gejala hipotermia dan
skala 5 tidak ada deviasi dari hipetermia
kisaran normal 14. Monitor terkait dgn nadi
7. Irama jantung apical alternative
dipertahankan pada skala 3 15. Monitor irama jantung
deviasi sedanh dari kisaran 16. Monitor suara paru paru
normal dan ditingkatan pada 17. Perikasa secara berkala
skala 5 tidak ada deviasi dari keakuratan instrument yang
kisaran normal digunakan untuk perolehan
8. Denyut nadi aptikal data pasien
dipertahankan pada skala 3 18. Monitor terkait dengan
deviasi sedanh dari kisaran adanya tiga tanda chshing
normal dan ditingkatan pada reflex ( misalnya tekanan nadi
skala 5 tidak ada deviasi dari lebar, bradiakardi dan
kisaran normal peningkatan tekanan darah
9. Tingkat pernapasan sitolik
dipertahankan pada skala 3
deviasi sedanh dari kisaran
normal dan ditingkatan pada
skala 5 tidak ada deviasi dari
kisaran normal
10.Irama pernapasan dipertahankan
pada skala 3 deviasi sedanh dari
kisaran normal dan ditingkatan
pada skala 5 tidak ada deviasi
dari kisaran normal

2. Inta operasi

Diagnos Noc Nic


a

Resiko Kontrol risiko infeksi : Kontrol infeksi


Infeksi proses infeksi Kode 6540
Kode ; 1924 Aktivitas-aktivitas :
1. Alokasikan kesesuaian luas
1. Mengidentifikasi faktor-faktor ruang per pasien seperti yang
diindikasikan oleh pedoman
infeksi dipertahankan pada skala
pusat pengendelaian dan
2 dan ditingkatkan ke ke skala4 pencegahan penyakit.
2. Bersihkan lingkungan dgn baik
2. Mengetahui konsekuensi terkait
setelah digunakan untuk setiap
infeksi. dipertahankan pada skala pasien
3. Ganti peralatan perawtan per
2 dan ditingkatkan ke ke skala4
pasien sesuai protocol institusi
3. Mengidentifikasi tanda dan gejala 4. Cuci tangan sebelum dan
sesudah kegiatan perawatan
infeksi dipertahankan pada skala
pasien
2 dan ditingkatkan ke ke skala4. 5. Pakai sarung tangan steril dgn
tepat
4. Mencari informasi terkait control
infeksi dipertahankan pada skala 6. Pakai pakian ganti atau jugah
saat menangani bahan-bahan
2 dan ditingkatkan ke ke skala4
yg terinfeksi
5. Melakukan tindakan segera untk 7. Jaga lingkungan aseptik yg
optimal selama penusukan di
mengurangi risiko dipertahankan
samping tempat tidur dari
pada skala 2 dan ditingkatkan ke saluran penghubung
8. Pastikan teknik perawatan luka
ke skala4
yg tepat
6. Memonitor factor lingkungan yg
berhubungan dgn risiko infeksi
dipertahankan pada skala 2 dan
ditingkatkan ke ke skala4

3. Pre operasi
Diagnosa Noc Nic
keperawat
an
Control nyeri Manajemen nyeri
 Mengenali kenapa nyeri Aktivitas –aktivitas
terjadi di pertahankan pada  Lakukan pengkajian nyeri
skala 1 tidak menunjuka dan komprehensif yang meliputi lokasi,
Nyeri akut karakteristik, onset/ durasi,
ditingkatkan ke skala 5
secara konsitensi menunjukan frekuensi, kualitas, intensitas atau
 Menggambarkan factor beratnta nyeri dan factor pencetus
penyebab terjadi di  Pastikan perawatan analgesik bagi
pertahankan pada skala 1 pasien dilakukan dengan pemantuan
tidak menunjuka dan yang ketat
ditingkatkan ke skala 5 secara  Gali pengetahuan dan kepercayaan
konsitensi pasien menyenai nyeri
 Menggunakan jurnal harian  Dukung istirahat/tidur yang adekuat 
untuk memonitoring gejala untuk membantu penerunan nyeri
dari waktu ke waktu di  Kurangi atau eliminasi factor factor
pertahankan pada skala 1 yang dapat mencetuskan atau
tidak menunjuka dan meningkatkan nyeri (mislanya
ketakutan, kelelahan, dan kurang
ditingkatkan ke skala 5 secara pengetahuan)
konsitensi  Gunakan pendekatan multi disiplin
 Menggunakan tindakan pengu untuk manajeman nyeri jika sesuai.
rangan nyeri tanpa analgesik  Gunakan pengontrol nyeri sebelum
di pertahankan pada skala 1 nyeri bertambah berat
tidak menunjuka dan
ditingkatkan ke skala 5 secara
konsitensi
 Menggunakan analgesik yang
direkomendasikan di
pertahankan pada skala 1
tidak menunjuka dan
ditingkatkan ke skala 5 secara
konsitensi

V. IMPLEMENTASI (meliputi pre, intra dan post operasi)

1. Pre operasi
Diagnos Hari/ tgl Jam Implementasi
a
Resiko Selasa,
ketidak 28-04-20 10:10 1. Monitor tekanan darah, nadi suhu dan pernafasan
efektifan dengan tepat
Perfusi 10:20 2. Monitor tekanan darah saat pasien berbaring
jaringan
ke otak 3. Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipotermia dan
hipetermia
10: 25 4. Monitor terkait dgn nadi alternatife
5. Monitor irama jantung
10:30 6. Monitor suara paru paru

2. Intra operasi
Diagnos Hari/ tgl Jam Implementasi
a
Resiko Selasa,
Infeksi 28-04-20 11 :00 1. Alokasikan kesesuaian luas ruang per pasien
seperti yang diindikasikan oleh pedoman pusat
pengendelaian dan pencegahan penyakit.
2. Bersihkan lingkungan dgn baik setelah digunakan
untuk setiap pasien
3. Ganti peralatan perawatan perpasien sesuai
11:20 protocol institusi
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan
perawatan pasien
5. Pakai sarung tangan steril dgn tepat
6. Pakai pakian ganti atau jugah saat menangani
bahan-bahan yg terinfeksi
7. Jaga lingkungan aseptik yg optimal selama
penusukan di samping tempat tidur dari saluran
12:00 penghubung
8. Pastikan teknik perawatan luka yg tepat

3. Post operasi
Diagnos Hari/ tgl Jam Implementasi
a
Nyeri Selasa,
akut 28-04-20 12 :30 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang
meliputi lokasi, karakteristik, onset/ durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnta nyeri
dan factor pencetus
2. Pastikan perawatan analgesik bagi
pasien dilakukan dengan pemantuan yang ketat
3. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk
membantu penerunan nyeri
4. Kurangi atau eliminasi factor factor yang dapat
mencetuskan atau meningkatkan nyeri (mislanya
ketakutan, kelelahan, dan kurang pengetahuan)
5. Gunakan pengontrol nyeri sebelum nyeri
bertambah berat
VI. EVALUASI (meliputi pre, intra dan post operasi)
1. Pre operasi
Diagnosa Hr/jam Evaluasi
Resiko Selasa
ketidak 28-04-20 S: -
efektifan O: Pasien tidak sadarkan diri Keadaan umum jelek
Perfusi 12: 00 atau lemah, tingkat kesadaran somnolen, nilai GCS =
jaringan ke E1V2M5,
otak TTV: TD; 100/70 mmhg S: 36,0 c. N: 70x/m Rr:
28x/m.
A: Masalah belum teratasi

P: intervensi 1,2,3 dilanjutkan

2. Intra operasi
Diagnosa Hari/jam Implementasi
Resiko Selasa,28- S:-
infeksi 04-20 O: Pasien mendapatkan tindakan operasi, tingkat kesadaran
13:00 somnolen, nilai GCS = E1V2M5,

TTV: TD; 100/70 mmhg S: 36,0 c. N: 70x/m Rr: 28x/m.

A: Masalah belum teratasi

P: intervensi 2,7,8 dilanjutkan.

3. Post oprasi
Diagnosa Hari/jam Implementasi
Nyeri Selasa,28- S:-
akut 04-20 O: Pasien mengatakan sakit seperti tertusuk2 di bagian
14:00 operasi.
P: nyeri spontan dan tiba-tiba di waktu tertentu
Q:Nyeri seperti kesemutan

R: nyeri dada bagian kepala

S: (4-5 sedang )

T: Terus-menerus

A: Masalah belum teratasi

P: intervensi 2,3,4 dilanjutkan

DAFTAR PUSTAKA

Aghakhani, N., Azami, M., Jasemi, M. et al.(2015). Epidemiology of Traumatic Brain


Injur in Urmia, Iran. Iranian Red Crescent Medical Journal, vol.15(no.2).
Arikunto, Suharsimi. 2015. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Batticaca, F. B. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Brain Injury Association of America. (2014). Types of Brain Injury.
http://www.biausa.org/pages/type of brain injury. html. [Accessed 20 Juni 2018].
Dharma, K.K. 2014. Metode Penelitian Keperawatan. Jakarta: Panduan
MelaksanakanMenerapkan Hasil Penelitian.
Deswani. 2019. Asuhan Keperawatan dan Berdikir Kritis. Jakarta: Salemba Medika.
Haddad, S.H., & Arabi, Y.M. 2014. Critical care manajementof severe traumatic brain
injury in adults. Scan J Trauma ResuscEmerg Med 20 (12) :1-15.
Irawan H, Setiawan F, Dewi, DewantoG . (2015). Perbandingan Glasgow Coma Scale
dan Revised Trauma Score dalam Memprediksi Disabilitas Pasien Trauma Kepala di Rumah
Sakit Atma Jaya. Majalah Kedokteran Indonesia.http://indonesia.digitaljournals.org/diakses 20
Juni 2018

Anda mungkin juga menyukai