Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami. Sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Makalah ini berisikan tentang “ Laporan Pendahuluan Dan Asuhan
keperawatan Tentang Cedera Kepala Berat ”. Diharapkan makalah ini dapat memberikan
informasi kepada kita semua.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam menyusun makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan senantiasa
memberkati.
Penulis
DAFTAR ISI
A. Pengkajian ...............................................................................................
B. Diagnosa ..................................................................................................
C. Intervensi ..................................................................................................
D. Implementasi ............................................................................................
E. Evaluasi ....................................................................................................
BAB IV PEMBAHASAN ...................................................................................
A. Kesenjanagan antara teori dan fakta .........................................................
2.1 Defenisi
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi
terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak.Cedera otak primer
merupakan kerusakan yang terjadi pada otak segera setelah trauma.
Cedera kepala berat merupakan cedera kepala yang mengakibatkan penurunan
kesadaran dengan skor GCS 3 sampai 8, mengalami amnesia > 24 jam (Haddad, 2016).
Cedera kepala berat adalah keadaan dimana penderita tidak mampu melakukan
perintah sederhana oleh karena kesadaran menurun (GCS < 8) (ATLS, 2018).
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Dari semua pengertian di atas dapat disimpulkan cedera kepala berat adalah proses
terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang mnyebabkan suatu gangguan
traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa perdarahan interstitial dimana mengalami
penurunan kesadaran dengan skor GCS 3 sampai 8 dan mengalami amnesia > 24 jam.
2.2 Etiologi
Kejadian cedera kepala bervariasi mulai dari usia, jenis kelamin, suku, dan faktor
lainnya. Kejadian-kejadian dan prevalensi dalam studi epidemiologi bervariasi berdasarkan
faktor -faktor seperti nilai keparahan, apakah disertai kematian, apakah penelitian dibatasi
untuk orang yang dirawat di rumah sakit dan lokasi penelitian (NINDS, 2018).
Penyebab cedera kepala berat adalah:
Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat dan menimbulkan
cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi kontusio serebral, hematom serebral,
kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi, pergeseran otak
atau hernia.
Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi).
Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk yaitu cedera
akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil
multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral,
batang otak atau kedua-duanya.
Akibat trauma tergantung pada :
1. Kekuatan benturan (parahnya kerusakan).
2. Akselerasi dan Deselerasi
3. Cup dan kontra cup
Cedera cup adalah kerusakan pada daerah dekat yang terbentur.
Sedangkan cedera kontra cup adalah kerusakan cedera berlawanan pada
sisi desakan benturan.
Lokasi benturan
Rotasi
Pengubahan posisi pada kepala menyebabkan trauma regangan
dan robekan substansia alba dan batang otak.
Depresi fraktur
Kekuatan yang mendorong fragmen tulang turun menekan otak
lebih dalam. Akibatnya CSS (Cairan Serebro Spinal) mengalir
keluar ke hidung, telinga → masuk kuman → kontaminasi
dengan CSS → infeksi →kejang.
2. Lesi Intrakranial
Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai lesi fokal atau lesi difus,
walaupun kedua jenis lesi ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal adalah
perdarahan epidural, perdarahan subdural, kontusio (hematom intraserebral),
dan perdarahan intra serebral.
3. Cedera otak difusi
Cedera otak difusi mulai dari konkusi ringan dimana gambaran CT scan
normal, sampai cedera iskemi-hipoksik yang berat.Cedera otak difus berat
biasanya diakibatkan oleh hipoksia, iskemi otak karena syok yang
berkepanjangan atau periode apneu yang terjadi segera setelah trauma. Pada
kasus tersebut, awalnya CT scan sering menunjukkan gambaran normal, atau
gambaran otak bengkak secara merata dengan batas area substasia putih dan
abu-abu hilang.
2.4 Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg % karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi serebral seperti kesulitan dalam berbicara,nyeri di kepakla dan bola
mata, tampak berkeringat, bisa muntah, dan terjadi kerusakan fungsi motorik. Dari sini dapat
muncul masalah keperawatan gangguan perfusi jaringan serebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral bood flow (CBF) adalah 50-60 ml/menit/100 gr
jaringan otak yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma kepala menyebakan
perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan
vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan
gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi.
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuuh darah arteri dan arteriol otak
tidak begitu besar.
Patway
Trauma kepala
Terputusnya
Jaringan otak rusak
kontinuitas Terputusnya
Perubahan Kejang
sirkulasi CSS
Peningkatan tekanan Ketidakefektifan
intra cranial bersihan jalan
Hipoksia
nafas
Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
2.5 Pemeriksaan Penunjang
1) Foto polos kepala
Indikasi dilakukannya pemeriksaan meliputi jejas lebih dari 5 cm, luka tembus
(peluru/tajam), deformasi kepala (dari inspeksi dan palpasi), nyeri kepala yang menetap,
gejala fokal neurologis, gangguan kesadaran.
2) CT-Scan
Indikasi CT-Scan adalah:
a) Nyeri kepala menetap atau muntah-muntah yang tidak menghilang setelah pemberian
obat-obatan analgesia.
b) Adanya kejang-kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat pada lesi
intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
c) Penurunan GCS lebih dari 1 dimana factor-faktor ekstrakranial telah disingkirkan
(karena penurunan GCS dapat terjadi karena syok, febris.
d) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai.
e) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
f) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS (Sthavira,
2017).
3) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI digunakan untuk pasien yang memiliki abnormalitas status mental yang
digambarkan oleh CT-Scan. MRI telah terbukti lebih sensitive daripada CT-Scan,
terutama dalam mengidentifikasi lesi difus non hemoragig cedera aksonal.
4) X-Ray
X-Ray berfungsi mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan /edema), fragmen tulang (Rasad,2015).
5) BGA ( Blood Gas Analyze)
Mendeteksi masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intra
kranial (TIK).
6) Kadar elektrolit
Mengoreksi keseimbangan elektrolit sebgai akibat peningkatan tekanan intra kranial
(Musliha, 2016).
2.6 Komplikasi
Komplikasi trauma kepala berat dapat meliputi :
a) Perdarahan intra cranial
b) Kejang
c) Parese saraf cranial
d) Meningitis atau abses otak
e) Infeksi
f) Edema cerebri
g) Kebocoran cairan serobospinal
2.7 Penatalaksanaan
1) Resusitasi jantung paru ( circulation, airway, breathing = CAB) . Pasien dengan
trauma kepala berat sering terjadi hipoksia, hipotensi dan hiperkapnia akibat
gangguan kardiopulmoner. Oleh karena itu urutan tindakan yang benar adalah:
a) Sirkulasi (circulation)
Hipotensi menyebabkan iskemik yang dapat mengakibatkan
kerusakan sekunder. Hipotensi disebabkan oleh hipovolemia akibat
perdarahan luar, ruptur organ dalam, trauma dada disertai temponade
jantung atau pneumotoraks dan syok septic. Tindakan adalah
menghentikan perdarahan, perbaikan fungsi jantung dan mengganti
darah yang hilang dengan plasma atau darah.
b) Jalan nafas (airway)
Bebaskan jalan nafas dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi
kepala ekstensi dengan memasang orofaryngeal airway (OPA) atau
pipa endotrakheal, bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi
palsu. Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasogastrik untuk
menghindarkan aspirasi muntahan.
c) Pernafasan (breathing)
Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral dan
perifer. Kelainan sentral dalah depresi pernafasan pada lesi medulla
oblongata, pernafasan cheyne stokes, ataksik dan central neurogenic
hyperventilation. Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada,
edema paru, emboli paru, infeksi. Gangguan pernafasan dapat
menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia. Tindakan dengan pemberian
O2 kemudian cari dan atasi factor penyebab dan kalau perlu memakai
ventilator.
2) Penanganan kasus-kasus cedera kepala di unit gawat darurat didasarkan atas
patokan pemantauan dan penanganan terhadap “6 B”(Arif Muttaqin 2008), yakni:
1. Breathing
Perlu diperhatikan mengenai frekuensi dan jenis pernafasan
penderita. Adanya obstruksi jalan nafas perlu segera dibebaskan
dengan tindakan-tindakan : suction, inkubasi, trakheostomi.
Oksigenasi yang cukup atau hiperventilasi bila perlu, merupakan
indakan yang berperan penting sehubungan dengan edema cerebri.
2. Blood
Mencakup pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan
laboratorium darah (Hb, leukosit). Peningkatan tekanan darah dan
denyut nadi yang menurun mencirikan adanya suatu peninggian
tekanan intracranial, sebaliknya tekanan darah yang menurun dan
makin cepatnya denyut nadi menandakan adanya syok
hipovolemik akibat perdarahan dan memerlukan tindakan
transfusi. makin cepatnya denyut nadi menandakan adanya syok
hipovolemik akibat perdarahan dan memerlukan tindakan
transfusi.
3. Brain
Penilaian keadaan otak ditekankan terhadap respon-respon mata,
motorik dan verbal (GCS). Perubahan respon ini merupakan implikasi
perbaikan/perburukan kiranya perlu pemeriksaan lebih mendalam
mengenai keadaan pupil (ukuran, bentuk dan reaksi terhadap cahaya)
serta gerakan-gerakan bola mata.
4. Bladder
Kandung kemih perlu selalu dikosongkan (pemasangan kateter)
mengingat bahwa kandung kemih yang penuh merupakan suatu
rangsangan untuk mengedan sehingga tekanan intracranial cenderung
lebih meningkat.
5. Bowel
Produksi urine perlu dipantau selama pasien dirawat. Bila produksi
urine tertampung di vesika urinaria maka dapat meningkatkan tekanan
intra cranial (TIK).
6. Bone
Mencegah terjadinya dekubitus, kontraktur sendi dan sekunder infeksi.
b) Secondary Survey
Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar
dan membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital
Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Score (GCS)
Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan
jantung, pemantauan EKG
Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma
tumpul abdomen
Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma,
memar dan cedera yang lain
Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda: Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia,
ataksia, cara berjalan tidak tegang.
Sirkulasi
Gejala: Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi,
takikardi.
Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi
dan impulsif.
Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelan.
Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau mengalami
gangguan fungsi.
Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo,
sinkope, kehilangan pendengaran, gangguan pengecapan dan
penciuman, perubahan penglihatan seperti ketajaman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan
status mental, konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan
memoris.
Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan
nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh
hiperventilasi nafas berbunyi)
Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan
rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum
mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi suhu
tubuh.
Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara
berulang-ulang, disartria.
2.8.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini
perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria
hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah
teratasi seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
NO TAHAP PEMBEDAHAN
.
1 Hal yang pertama dilakukan adalah CT scan guna melihat lokasi bagian otak .
2 Pada proses operasi kraniotomi akan dimulai dgn menyayat lapisan kulit kepala
yang kemudian dijepit dan ditarik memperjelaskan kondisi didalam. Kemudian
tulang tengkirak akan di bor.setelah bagian tersebut selesai, tulang tengkorak
akan dipotong dgn menggunakan gergaji khusus. Langka selanjutnya tulang
diangkat dan dokter mulai mengakses begian otak yg perlu ditangani. Setalah
pembukaan tulang tengkorak telah selesai, bagian otak yg mengalami kerusakan
atau masalah akan di perbaiki, bahkan diangkat. Jika tindakan sudah selesai
dilakukan, bagian tulang dan kulit kepal akan direakatkan kembali dgn
menggunakan jahitan atau staples bedah.
3 pada pasca operasi dokter akan memantau kondisi pasien dan melakukan
beberapa hal seperti pasien berbaring dgn posisi kepala lebih tinggi dari posisi
kaki untuk untuk mencegah kepala dan wajah bengkak. Dan pasien harus
dirawat khusu di raugan ICU untuk dipantau secara ketat. Menutup luka operasi
dgn perban dan menggantikan secara rutin guna mencegah infeksi, memberikan
obat penghilang nyeri. Dan melakukan pemeriksaan respon pupil mata dengan
menyinari kedua mata anda.menggunakan penlight,langka ini bertujuan menilai
apakah respon pupil pasien normal.
3. ANASTESI PROCEDUR (deskripsikan prosedur anastesi)
JENIS ANASTESI : GA. Intubasi
OBAT2AN : Fentanyl 200 mcg , Rocuronium 50 mg
MULAI : 11: 00
BERAKHIR : 13:00
NAMA dr.Anastesi : Dr. G
No Tahap anastesi
1 Premedikasi : Fentanyl 200 mcg , Adrenalin 1:200.000 yg mengandung
lidocain 0,5% ,
Induksi : Propofol 50 mg
Fasilitas Intubasi : Rocuronium 50 mg
Pemeliharaan : Fentanyl continous, Propofol continous
Operasi berjalan selama 155 menit. Post
operasi pasien ditransport ke post anesthesia care
unit (PACU) tanpa dilakukan ekstubasi dan bantuan
repirasi dengan menggunakan ventilasi mekanik.
Hemodinamik durante operasi:
- Sistolik : 90 - 110 mmHg
- Diastolik : 50 - 60 mmHg
- HR : 58 - 80 x per menit
- Saturasi : 9 8-100 %
- Perdarahan : 500 cc
- Urin out put durante operasi: 1000 cc
I. PENGKAJIAN Tn.K
29-12-1969/ 50 tahun
1. IDENTITAS PASIEN
Kristen
a. Nama Pasien :
SMP
b. Tgl lahir/ Umur :
Baumata
c. Agama :
91xxxxx
d. Pendidikan : Cedera kepala berat
e. Alamat :
f. No CM : 2. IDENTITAS ORANG TUA/ PENANGGUNG
g. Diagnosa Medis : JAWAB
a. Nama : Tn. P
b. Umur : 28 tahun
c. Agama : Kristen
d. Pendidikan : SMA
e. Pekerjaan : Wiraswata
□Rawat Inap
□ Rujukan
A. PRE OPERASI
1. Keluhan Utama : Keluarga pasien mengatakan pasien tidak sadarkan diri.
RIWAYAT SIKOSOSIAL/SPIRITUAL
9. Status Emosional
□ Tenang □ Bingung □ Kooperatif □ Tidak Kooperatif □ Menangis □ Menarik diri
10. Tingakt Kecemasan : □ Tidak Cemas, □ Cemas
11. Skala Cemas :
□ 0 = Tidak Cemas
□ 1 = Mengungkapkan kerisauan
□ 4 = Respon simpate-adrenal
□ 5 = Panik
LEHER
DADA
ABDOMEN
GENITALIA
INTEGUMEN
EKSTREMITAS
15. Laboratorium :
Hasil pemeriksaan laboratorium ialah Urea 22 mg/dl, Creatinin 0,8 mg/dl, AST/SGOT 50
u/L, dan ALT/SGPT 37 u/L.
B INTRA OPERASI
LEHER
DADA
ABDOMEN
GENITALIA
INTEGUMEN
Pasien tidak sadarkan diri
EKSTREMITAS
Keadaan umum lemah
□ Perdarahan : 100 cc
□ Balance cairan : cc
C. POST OPERASI
1. Pasien pindah ke : Pindah ke ICU/PICU/NICU, jam 14:00 Wita
2. Keluhan saat di RR : □ Mual □ Muntah □ Pusing □ Nyeri luka operasi □ kaki terasa baal
□ Menggigil, lainnya..............
3. Keadaan Umum : Baik □ Sedang □ Sakit berat
4. TTV: Suhu 37 oC, Nadi 70 x/mnt, Rr 24 x/mnt, TD 110/70 mmHg, Sat O2, 98 %
5. Kesadaran : CM □ Apatis □ Somnolen □ Soporo □ Coma
LEHER
DADA
ABDOMEN
GENITALIA
INTEGUMEN
EKSTREMITAS
GENITALIA
Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat Sangat Nyeri Nyeri tak
tertahankan
□ 0-1 □ 2-3 □ 4-5 □ 6-7 □ 8-9 □ 10
Bromage Score :
Keterangan Bromage Score;
NO KRITERIA SCOR
1. Dapat mengangkat tungkai bawah dan menekuk 0
lutut
2. Tidak dapat menekuk lutut tapi dapat mengangkat 1
tungkai bawah
3. Tidak dapat mengangkat tungkai bawah, tetapi 2
dapat menekuk lutut
4. Tidak dapat mengangkat tungkai bawah sama 3
sekali
II. ANALISA DATA
DATA MASALAH ETIOLOGI
A. Pre Operasi Perdarahan
Resiko ketidak efektifan
DS : -
Perfusi jaringan ke otak
berhubungan dengan Kompensasi tubuh yaitu :
cedera kepala akut
DO : Keadaan umum jelek Vasodilitasi dan bradikardi
atau lemah, tingkat kesadaran
somnolen, nilai GCS = Aliran darah keotak
E1V2M5, CRT < 3 detik, Menurun
tekanan darah 100/70 mmHg,
Rr: 28x/m, S: 37,0 c, Hipoksia jaringan
N: 80 x/m, Spo2: 98%
CT Scan kepala adalah Peningkatan tekanan intra
terdapat gumpalan darah di 3 cranial
titik pada bagian kepala
belakang tepatnya di tulang Resiko ketidak efektifan
Perfusi jaringan ke otak
occipital..
B. Intra Operasi
DS : - Risiko infeksi Fraktur tulang tengkorak
C. Post Operasi
DS : Pasien mengatakan sakit Fraktur tulang tengkorak
Seperti tertusuk2 di
bagian operasi Nyeri Akut berhubungan Terputusnya kontiunitas
DO : pasien sudah sadar dan Dgn post operasi Tulang
pasien meringis
kesakitan Kraniotomi
Dengan skala nyeri 4-5
Sedang. Post operasi
P: nyeri spontan dan tiba-tiba
di waktu tertentu
Nyeri akut
Q:Nyeri seperti kesemutan
S: (4-5 sedang )
T: Terus-menerus
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Pre Operasi:
1. Resiko ketidak efektifan Perfusi jaringan ke otak berhubungan dengan cedera kepala
akut
B. Intra Operasi :
1. Resiko infeksi berhubungan dengan hipoksia jaringan
C. Post Operasi :
1. Nyeri Akut berhubungan Dengan post operasi
2. Inta operasi
3. Pre operasi
Diagnosa Noc Nic
keperawat
an
Control nyeri Manajemen nyeri
Mengenali kenapa nyeri Aktivitas –aktivitas
terjadi di pertahankan pada Lakukan pengkajian nyeri
skala 1 tidak menunjuka dan komprehensif yang meliputi lokasi,
Nyeri akut karakteristik, onset/ durasi,
ditingkatkan ke skala 5
secara konsitensi menunjukan frekuensi, kualitas, intensitas atau
Menggambarkan factor beratnta nyeri dan factor pencetus
penyebab terjadi di Pastikan perawatan analgesik bagi
pertahankan pada skala 1 pasien dilakukan dengan pemantuan
tidak menunjuka dan yang ketat
ditingkatkan ke skala 5 secara Gali pengetahuan dan kepercayaan
konsitensi pasien menyenai nyeri
Menggunakan jurnal harian Dukung istirahat/tidur yang adekuat
untuk memonitoring gejala untuk membantu penerunan nyeri
dari waktu ke waktu di Kurangi atau eliminasi factor factor
pertahankan pada skala 1 yang dapat mencetuskan atau
tidak menunjuka dan meningkatkan nyeri (mislanya
ketakutan, kelelahan, dan kurang
ditingkatkan ke skala 5 secara pengetahuan)
konsitensi Gunakan pendekatan multi disiplin
Menggunakan tindakan pengu untuk manajeman nyeri jika sesuai.
rangan nyeri tanpa analgesik Gunakan pengontrol nyeri sebelum
di pertahankan pada skala 1 nyeri bertambah berat
tidak menunjuka dan
ditingkatkan ke skala 5 secara
konsitensi
Menggunakan analgesik yang
direkomendasikan di
pertahankan pada skala 1
tidak menunjuka dan
ditingkatkan ke skala 5 secara
konsitensi
1. Pre operasi
Diagnos Hari/ tgl Jam Implementasi
a
Resiko Selasa,
ketidak 28-04-20 10:10 1. Monitor tekanan darah, nadi suhu dan pernafasan
efektifan dengan tepat
Perfusi 10:20 2. Monitor tekanan darah saat pasien berbaring
jaringan
ke otak 3. Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipotermia dan
hipetermia
10: 25 4. Monitor terkait dgn nadi alternatife
5. Monitor irama jantung
10:30 6. Monitor suara paru paru
2. Intra operasi
Diagnos Hari/ tgl Jam Implementasi
a
Resiko Selasa,
Infeksi 28-04-20 11 :00 1. Alokasikan kesesuaian luas ruang per pasien
seperti yang diindikasikan oleh pedoman pusat
pengendelaian dan pencegahan penyakit.
2. Bersihkan lingkungan dgn baik setelah digunakan
untuk setiap pasien
3. Ganti peralatan perawatan perpasien sesuai
11:20 protocol institusi
4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan
perawatan pasien
5. Pakai sarung tangan steril dgn tepat
6. Pakai pakian ganti atau jugah saat menangani
bahan-bahan yg terinfeksi
7. Jaga lingkungan aseptik yg optimal selama
penusukan di samping tempat tidur dari saluran
12:00 penghubung
8. Pastikan teknik perawatan luka yg tepat
3. Post operasi
Diagnos Hari/ tgl Jam Implementasi
a
Nyeri Selasa,
akut 28-04-20 12 :30 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang
meliputi lokasi, karakteristik, onset/ durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnta nyeri
dan factor pencetus
2. Pastikan perawatan analgesik bagi
pasien dilakukan dengan pemantuan yang ketat
3. Dukung istirahat/tidur yang adekuat untuk
membantu penerunan nyeri
4. Kurangi atau eliminasi factor factor yang dapat
mencetuskan atau meningkatkan nyeri (mislanya
ketakutan, kelelahan, dan kurang pengetahuan)
5. Gunakan pengontrol nyeri sebelum nyeri
bertambah berat
VI. EVALUASI (meliputi pre, intra dan post operasi)
1. Pre operasi
Diagnosa Hr/jam Evaluasi
Resiko Selasa
ketidak 28-04-20 S: -
efektifan O: Pasien tidak sadarkan diri Keadaan umum jelek
Perfusi 12: 00 atau lemah, tingkat kesadaran somnolen, nilai GCS =
jaringan ke E1V2M5,
otak TTV: TD; 100/70 mmhg S: 36,0 c. N: 70x/m Rr:
28x/m.
A: Masalah belum teratasi
2. Intra operasi
Diagnosa Hari/jam Implementasi
Resiko Selasa,28- S:-
infeksi 04-20 O: Pasien mendapatkan tindakan operasi, tingkat kesadaran
13:00 somnolen, nilai GCS = E1V2M5,
3. Post oprasi
Diagnosa Hari/jam Implementasi
Nyeri Selasa,28- S:-
akut 04-20 O: Pasien mengatakan sakit seperti tertusuk2 di bagian
14:00 operasi.
P: nyeri spontan dan tiba-tiba di waktu tertentu
Q:Nyeri seperti kesemutan
S: (4-5 sedang )
T: Terus-menerus
DAFTAR PUSTAKA