Anda di halaman 1dari 36

SIMULASI PENGELOLAAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA MATERNITAS DENGAN KEGAWATAN KEDARURATAN

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata ajar Keperawatan Gawat Darurat II
Dosen Pengampu : Reni Suherman, M. Kep., Sp. Mat

Disusun oleh:
Kelompok 1

Alfridho Zulfan Lorenza C1AA19004 Putri Nadia NS C1AA19080


Amelia Nur Octaviany C1AA19008 Salsadila Aulinia C1AA19092
Dara Fuji Nur Illahi C1AA19020 Suci Fitriyani Amanda K. C1AA19104
Dena Mulya C1AA19026 Tinta Elita Mutiara P. C1AA19110
Dinda Trishela C1AA19028 Vitka Febriani C1AA19112
M. Irsal Fauji C1AA19050 Widiawati C1AA19114
Nela Nurahmi C1AA19072 Yosep Purnawan C1AA19118
Nugraha Aditama C1AA19074

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI
2022
2

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyclesaikan tugas makalah dengan judul
"Simulasi Pengelolaan Asuhan Keperawatan pada Maternitas dengan Kegawatan,
Kedaruratan”.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak luput dari berbagai kendala. Namun kami
menyadari bahwa kelancaran dalam pembuatan makalah ini tidak lain berkat bantuan serta
bimbingan. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada: Ibu Reni Suherman, M.
Kep., Sp. Mat selaku pembimbing.
Semoga dengan tersusunnya makalah ini akan menambah pengetahuan bagi para
pembaca. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan serta masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami berharap para pembaca
dapat memberikan kritik dan saran demi terwujudnya kesempurnaan dalam penyusunan
makalah kedepannya.

Sukabumi, Februari 2021

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

BAB I........................................................................................................................................3

PENDAHULUAN...................................................................................................................3

A. Latar Belakang...............................................................................................................3

B. Rumusan Masalah..........................................................................................................3

C. Tujuan............................................................................................................................4

BAB II......................................................................................................................................5

PEMBAHASAN......................................................................................................................5

A. Pengertian Kegawatdaruratan Maternal........................................................................5

B. Jenis Kegawatdaruratan Maternal..................................................................................7

C. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Maternitas Dengan Kegawatdaruratan...............15

D. Pendidikan Kesehatan pada Maternitas dengan Kegawatdaruratan............................24

E. Fungsi Advokasi dan Komunikasi Perawat Maternitas dengan Kegawatdaruratan....27

BAB III..................................................................................................................................32

PENUTUP.............................................................................................................................32

A. Kesimpulan..................................................................................................................32

B. Saran ..........................................................................................................................32

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-
tiba, seringkali merupakan kejadian berbahaya yang membutuhkan tindakan segera
guna menyelamatkan jiwa. Sedangkan kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi
kesehatan yang mengarncam jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan
sesudah persalinan dan kelahiran. Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri
yang apabila tidak segera ditangani akan berakibat kematian pada ibu dan janinnya
(Suprapti, 2016).
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat
keberhasilan upaya kesehatan ibu. AKI adalah rasio kematian ibu selama masa
kehamilan, persalinan dan nifas yang bukan karena sebab-sebab lain seperti
kecelakaan atau insidental disetiap 100.000 kelahiran hidup. Jumlah kematian ibu
menurut profil kesehatan indonesia tahun 2018-2019 sebesar 4.221 kematian di mana
pada tahun 2019 penyebab kematian terbanyak adalah perdarahan (1.280 kasus),
hipertensi dalam kehamilan (1066 kasus) dan infeksi (207 kasus). (Profil Keschatan
Indonesia, 2019).
Mengenal kasus kegawatdaruratan obstetri secara dini sangat penting agar
pertolongan yang cepat dan tepat dapat dilakukan. Kesalahan ataupun keterlambatan
dalam menentukan kasus dapat berakihat fatal. Dalam menangani kasus
kegawatdaruratan, penentuan permasalahan utama ataupun diagnosis dan tindakan
pertolongan harus dilakukan dengan cepat, tepat, dan tenang serta tidak panik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kegawatdaruratan maternal?
2. Apa saja macam kegawatdaruratan maternal?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada maternitas dengan kegawatdaruratan?
4. Bagaimana pendidikan kesehatan pada maternitas dengan kegawatdaruratan?
5. Bagaimana fungsi advokasi dan komunikasi pada maternitas dengan
kegawatdaruratan?

1
2

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kegawatdaruratan maternal
2. Untuk mengetahui macam kegawatdaruratan maternal
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada maternitas dengan kegawatdaruratan
4. Untuk mengetahui pendidikan kesehatan pada maternitas dengan kegawatdaruratan
5. Untuk mengetahui fungsi advokasi dan komunikasi pada maternitas dengan
kegawatdaruratan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kegawatdaruratan Maternal


Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala
berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba, tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera
guna menyelamatkan jiwa/nyawa (Campbell, 2000). Kegawatdaruratan adalah kejadian
yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-tiba, seringkali merupakan kejadian yang
berbahaya (Dorlan, 2011).
Sedangkan kegawatdaruratan maternal/obstetri adalah kondisi kesehatan yang
mengancam jiwa yang terjadi dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan
kelahiran. Terdapat sekian banyak penyakit dan gangguan dalam kehamilan yang
mengancam keselamatan ibu dan bayinya (Chamberlain, Geoffrey, & Phillip Steer, 1999).
Penderita atau pasien gawat darurat adalah pasien yang perlu pertolongan tepat,
cermat, dan cepat untuk mencegah kematian/kecacatan. Ukuran keberhasilan dari
pertolongan ini adalah waktu tanggap (respon time) dari penolong. Pengertian lain dari
penderita gawat darurat adalah penderita yang bila tidak ditolong segera akan meninggal
atau menjadi cacat, sehingga diperlukan tindakan diagnosis dan penanggulangan segera.
Karena waktu yang terbatas tersebut, tindakan pertolongan harus dilakukan secara
sistematis dengan menempatkan prioritas pada fungsi vital sesuai dengan urutan ABC, yaitu
:
 A (Air Way) : yaitu membersihkan jalan nafas dan menjamin nafas bebas hambatan
 B (Breathing) : yaitu menjamin ventilasi lancar
 C (Circulation): yaitu melakukan pemantauan peredaran darah
Pengkajian awal kasus kegawatdaruratan secara cepat
a. Jalan nafas dan pernafasan
Perhatikan adanya cyanosis, gawat nafas, lakukan pemeriksaan pada kulit: adakah
pucat, suara paru: adakah weezhing, sirkulasi tanda tanda syok, kaji kulit (dingin), nadi
(cepat >110 kali/menit dan lemah), tekanan daarah (rendah, sistolik < 90 mmHg)
b. Perdarahan pervaginam
Bila ada perdarahan pervaginam, tanyakan :

3
4

Apakah ibu sedang hamil, usia kehamilan, riwayat persalinan sebelumnya dan sekarang,
bagaimana proses kelahiran placenta, kaji kondisi vulva (jumlah darah yang keluar,
placenta tertahan), uterus (adakah atonia uteri), dan kondisi kandung kemih (apakah
penuh).
c. Klien tidak sadar/kejang
Tanyakan pada keluarga, apakah ibu sedang hamil, usia kehamilan, periksa: tekanan
darah (tinggi, diastolic > 90 mmHg), temperatur (lebih dari 38C)
d. Demam yang berbahaya
Tanyakan apakah ibu lemah, lethargie, sering nyeri saat berkemih. Periksa
temperatur (lebih dari 39 C), tingkat kesadaran, kaku kuduk, paru paru (pernafasan
dangkal), abdomen (tegang), vulva (keluar cairan purulen), payudara bengkak.
e. Nyeri abdomen
Tanyakan Apakah ibu sedang hamil dan usia kehamilan. Periksa tekanan darah
(rendah, systolic < 90 mmHg), nadi (cepat, lebih dari 110 kali/ menit) temperatur (lebih
dari 38 C), uterus (status kehamilan).
f. Perhatikan tanda-tanda berikut :
Keluaran darah, adanya kontraksi uterus, pucat, lemah, pusing, sakit kepala,
pandangan kabur, pecah ketuban, demam dan gawat nafas.

Penatalaksanaan awal terhadap kasus kegawatdaruratan, yaitu:


1. Tenaga kesehatan seharusnya tetap tenang, jangan panik, jangan membiarkan ibu
sendirian tanpa penjaga/penunggu. Bila tidak ada petugas lain, berteriaklah untuk
meminta bantuan
2. Jika ibu tidak sadar, lakukan pengkajian jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi dengan
cepat
3. Jika dicurigai adanya syok, mulai segera tindakan membaringan ibu miring ke kiri
dengan bagian kaki ditinggikan, longgarkan pakaian yang ketat seperti BH/Bra
4. Ajak bicara ibu/klien dan bantu ibu/klien untuk tetap tenang. Lakukan pemeriksaan
dengan cepat meliputi tanda tanda vital, warna kulit dan perdarahan yang keluar.
Dalam kegawatdaruratan peran perawat, antara lain:
1. Melakukan pengenalan segera kondisi gawat darurat
2. Stabilisasi klien (ibu) dengan oksigen, terapi cairan, dan medikamentosa dengan :
a. Menjamin kelancaran jalan nafas, memperbaiki fungsi system respirasi dan sirkulasi
b. Menghentikan perdarahan
5

c. Mengganti cairan tubuh yang hilang


d. Mengatasi nyeri dan kegelisahan
3. Ditempat kerja, menyiapkan sarana dan prasarana di kamar bersalin, yaitu:
a. Menyiapkan radiant warmer/lampu pemanas untuk mencegah kehilangan panas
pada bayi
b. Menyiapkan alat resusitasi kit untuk ibu dan bayi
c. Menyiapkan alat pelindung diri
d. Menyiapkan obat obatan emergensi
4. Memiliki ketrampilan klinik, yaitu:
a. Mampu melakukan resusitasi pada ibu dan bayi dengan peralatan yang
berkesinambungan. Peran organisasi sangat penting di dalam pengembangan sumber
daya manusia (SDM) untuk meningkatkan keahlian
b. Memahami dan mampu melakukan metode efektif dalam pelayanan ibu dan bayi
baru lahir, yang meliputi making pregnancy safer, safe motherhood, bonding
attachment, inisiasi menyusu dini dan lain-lainnya.

B. Jenis Kegawatdaruratan Maternal


1. Kedaruratan Obstetric pada Kehamilan
a. Kehamilan Ektopik Terganggu (KEK)
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi bila sel telur dibuahi
berimplementasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri (Rukiyah, 2017). Jika
terjadi perlarahan pada kehamilan kurang dari 22 minggu, kondisi ini berkaitan
dengan kehamilan ektopik terganggu (KET) yang terjadi karena sel telur yang sudah
dibuahi dalam perjalanan menuju endometrium tersendat sehingga embrio sudah
berkembang sebelum mencapai kavum uteri dan akibatnya akan tumbuh di luar
rongga rahim. Bila tempat nidasi tidak dapat menyesuaikan diri dengan besamya buah
kehamilan, akan
Tanda Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
 Sakit perut mendadak yang mula-mula terdapat sisi kemudian menjalar ke bagian
tengah atau ke seluruh perut sehingga menekan diafragma
 Nyeri bahu iritasi saraf frenikus
 Darah intraperitoneal meningkat timbul nyeri dan terjadi defence muskuler dan nyeri
lepas
6

 Bila terjadi hematoke retrouterina dapat menimbulkan nyeri defekasi dan


selanjutnya diikuti dengan syok (Hipotensi dan hipovolemia)
 Serviks tertutup
 Perdarahan dari uterus tidak banyak dan berwarna merah tua
 Penegakkan diagnosis dibantu dengan pemeriksaan USG (Suprapti, 2016).
b. Abortus
Abortus atau keguguran adalah terhentinya kehamilan sebelum janin dapat bertahan
hidup, yaitu sebelum kehamilan berusia 22 minggu atau berat janin belum mencapai
500 gram. Abortus biasanya ditandai dengan terjadinya perdarahan pada wanita yang
sedang hamil. (Rukiyah, 2017)
Klasifikasi abortus yaitu:
 Abortus Imminens, terjadi perdarahan bercuk yang menunjukkan ancaman terhadap
kelangsungan suatu kehamilan. Dalam kondisi ini kehamilan masih mungkin
berlanjut atau dipertahankan. Abortus imminens ditandai đengan perdarahan bercak
hingga sedang, serviks tertutup, uterus sesuai dengan usia gestasi, kram perut bawah
 Abortus Insipiens, terjadi perdarahan ringan hingga sedang pada kehamilan muda di
mana hasil konsepsi masih berada dalam kavum uteri. Abortus insipiens ditandai
dengan perdarahan sedang hingga banyak, terkadang keluar gumpalan darah, serviks
terbuka, uterus sesuai masa kehamilan, kram nyeri perut bawah karena kontraksi
rahim kuat, akibat kontraksi uterus terjadi pembukaan, belum terjadi ekspulsi hasil
konsepsi
 Abortus Inkomplit; perdarahan pada kehamilan muda di mana sebagian dari hasil
konsepsi telah keluar dari kavum uteri melalui kanalis serviks yang tertinggal pada
desidua, ditandai dengan perdarahan sedang hingga banyak dan setelah terjadi
abortus dengan pengeluaran jaringan, perdarahan berlangsung terus, serviks terbuka,
kram nyeri perut bagian bawah dan terasa mules-mules, ekspulsi sebagai hasil
konsepsi
 Abortus Komplit: perdarahan pada kehamilan muda di mana seluruh dari hasil
konsepsi telah dikeluarkan dari kavum uteri, ditandai dengan perdarahan bercak
hingga sedang, uterus lebih kecil dari usia konsepsi, Pada abortus komplit
perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya
dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali. kali atau lebih.
7

 Missed Abortus adalah perdarahan pada kehamilan muda disertai retensi hasil
konsepsi yang telah mati, dengan gejala dijumpai amenorea, perdarahan sedikit yang
berulang pada permulaannya serta selama observasi fundus tidak bertambuh tinggi
malahan tambah rendah, serviks tertutup dan darah sedikit (Rukiyah, 2017).
c. Pre Eklampsia
Pre-eklampsia adalah kelainan unik pada kehamilan yang berpotensi menyebabkan
morbiditas dan mortalitas janin dan ibu. Hal ini ditandai dengan hipertensi dan
proteinuria yang umumnya terjadi setelah 20 minggu pertana kehamilan.
Klasifikasi precklampsia ada 2 tingkatan, yaitu:
 Pre-eklampsia Ringan, timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema
setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah kehamilan. Gejala klinis
preeklampsia ringan meliputi kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih
diastol 15 mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada kchamilan
20 minggu atau sistole 140 mmHg sampai kurang 160 mmHg diastole 90
mmHg sampai kurang 110 mmHg, proteinuria secara kuantitatif lebih dari ,3
gr/liter dalam 24 jam atau secara kualitatif +2, edema pada pretibia, dinding
abdomen, lumbosakral, wajah dan tangan.
 Pre-eklampsia Berat, ditandai dengan timbulnya hipertensi di mana tekanan
darah lebih dari 160/110 mmHg disertai proteinuria dan edema pada kehamilan
20 minggu atau lebih, Gejala klinis pre-eklampsia berat adalah tekanan darah
sistole >160mmHg dan tekanan darah diastolik >110mmHg. Proteinuria secara
kuantitatif >5 gram/24 jam atau secara kualitatif >+3 dipstik pada sampel urin
sewaktu yang dikumpulkan paling sedikit empat jam sekali, oligohidroamnion,
pertumbuhan janin terhambat, dan abrupsio plasenta, dapat terjadi kematian ibu
atau janin bahkan keduanya bila preeklampsia tak segera diatasi dengan baik
dan benar (Rukiyah. 2017).
d. Plasenta Previa
Plasenta previa merupakan plasenta yang implantasinya tidak normal. Previa terdiri
dari dua kata yaitu Prae (di depan) dan Vias (jalan). Plasenta previa adalah plasenta
yang implantasinya rendah sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium
internum (Rukiyah, 2017). Perdarahan tanpa alasan dan tanpa rasa nyeri merupakam
gejala utama dan pertama dari plasenta previn. Dengan bertambahnya usia
kehamilan, segmen bawah uterus akan lebih melebar lagi dan serviks akan lebih
membuka.
8

Klasifikasi dari plasenta previa terdiri dari 4 tingkatan, yaitu:


 Plasenta Previa Totalis, apabila seluruh pembukaan tertutup jaringan Plasenta
 Plasenta Previa Parsialis, apabila sebagian pembukaan tertutup oleh jaringan
Plasenta
 Plasenta Previa Marginalis, apabila pinggir Plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan
 Plasenta Letak Rendah, plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah
uterus tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir.

2. Kedaruratan Obstetric pada Persalinan


a. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk
berkontraksi dan memendek. Atonia uteri merupakan penyebab utama terjudinya
perdarahan pasca persalinan. Pada atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik
setelah persalinan. Faktor risiko terjadinya atonia uteri yaitu overdistensi uterus, baik
absolut maupun relatif.
Tanda dan gejala yang khas pada atonia uteri yaitu uterus tidak berkontraksi dan
Jembek, perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer). Pemberian
oksitosin pada Kala III dapat mengurangi risiko perdarahan postpartum lebih dari
40%. Manajemen Aktif Kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan pada
persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah. Kegunaan utama Oksitosin sehagai
pencegahan atonia uteri adalah onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan
tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin (Rukiyah, 2017).
b. Retensio Plasenta
Retensio Plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah
kelahiran bayi. Pada beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta (habitual retensio
plasenta). Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perlarahan segern, uterus
berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang. Plasenta tertahan jika tidak
dilahirkan dalam 30 menit setelah junin lahir. Plasenta mungkin terlepas tetapi
terperangkap oleh serviks, terlepas sebagian, secara patologis melekat (plasenta
akreta, inkreta, perkreta) (Rukiyahı, 2017).

3. Kedaruratan Obstetric pada Nifas


9

Kegawatdaruratan masa nifas adalah keadaan gawat darurat pada masa nifas
yang jika tidak segera diatasi akan mengakibatkan kematian.
a. Perdarahan Post Partum Sekunder
Perdarahan post partum sekunder perdarahan adalah yang terjadi setelah 24
jam pertama. Perdarahan nifas dinamakan sekunder adalah bila terjadi 24 jam atau
lebih sesudah. persalinan. Jadi perdarahan nifas sekunder adalah perdarahan yang
terjadi setelah lebih 24 jam post partum dan biasanya terjadi pada minggu ke dua
nifas.
1) Etiologi
 Hematoma
 Subinvolusi
 Sisa plasenta
2) Gejala Klinis
 Terjadi perdarahan berkepanjangan melampaui pengeluaran lokhea normal
 Terjadi perdarahan cukup banyak
 Rasa sakit pada daerah uterus
 Pada palpasi fundus uteri masih dapat diraba lebih besar dari seharusnya.
 Pada VT didapatkan uterus yang membesar, lunak dan dari ostium uteri
keluar darah.
b. Hematoma
Hematoma adalah pembengkakan jaringan yang berisi darah. Bahaya
hematoma adalah kehilangan sejumlah darah karena hemoragi, anemia dan infeksi.
Hematoma terjadi karena pembeku darah ruptur spontan atau akibat trauma. Pada
siklus repriduktif, hematomal sering sekali terjadi selama proses kelahiran: atau
segera setelahnya, seperti hematoma vulva, vagina, atau hematoma ligamentum
latum uteri.
Faktor yang dimungkinkan menjadi penyebab :
 Persalinan dengan operatif
 Kegagalan hemostasis lengkap sebelum penjahitan episiotomi atau laserasi
 Pembuluh darah diatas apeks insisi atau laserasi. tidak dibendung atau kegagalan
dalami melakukan jahitan pada titik tersebut
 Penanganan kasar pada jaringan vagina kapan pun atau pada uterust selama
masase.
10

Tanda-Tanda umum hematoma adalah nyeri ekstrem diluar proporsi


ketidaknyamanan dan nyeri. Tanda dan gejala lain hematoma vulva atau vagina
adalah sebagai berikut:
 Penekanan perineum, vaagina, iretra, kandung kemih, atau rektum dan nyeri
hebat
 Pembengkakan yang tegang dan berdenyut
 Perubahan warna jaringan kebiruan atau biru kehitaman

c. Subinvolusi
Pengertian Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola
normal involusi/proses involusi sebagaimana mestinya, sehingga proses pengecilan
rahim tidak berjalan uterus terhambat. Subinvolusi adalh kegagalan perubahan.
fisiologis pada sisitem reproduksi pada masa nifas. yang terjadi pada setiap organ
reproduktif dan saluran yang reproduktif. Subinvolusi adalah kegagalan rahim
untuk kembali ke keadaan tidak hamil. Penyebab paling umum adalah infeksi
plasenta. (Lowdermilk, perry. 2006).
Subinvolusi terjadi jika proses kontaksi uterus tidak terjadi seperti
seharusnya. dan kontraksi ini lama atau berhenti. Proses involusi mungkin
dihambat oleh retensi sisa plasenta, miomata atau infeksi. Retensi sisa plasenta
atau membran janin adalah penyebab yang paling sering terjadi.
1) Etiologi
 Status gizi ibu nifas buruk (kurang gizi).
 Ibu tidak menyusui bayinya
 Kurang mobilisasi
 Usia
 Paritas
 Terdapat bekuan darah yang tidak keluar
 Terdapat sisa plasenta dan selaput plasenta dalam uterus
 Tidak ada kontraksi . Infeksi pada endometrium
2) Tanda dan gejala
 Peningkatan perdarahan atau perdarahan persisten.
 Periode pengeluaran lokia lebih lama dariperiode normal, diikuti dengan
leukorea dan perdarahan banyak yang tidak teratur.
11

 Pemeriksaan panggul akan menunjukan uterus lunak, tidak bergerak, tidak


berkurang ukuran dan tinggi fundus tidak berubah, bukan menurun.
 Lochea banyak dan berwarna merah terang sampai coklat kemerahan.
 Kultur lochea harus diambil untuk menyingkirkan adanya endometritis.
 Lochea berbau menyengat
 Uterus tidak berkontraksi
 Pucat, pusing dan tekanan darah rendah serta suhu tubuh tinggi Pada
kunjungan minggu keempat hingga keenam pascapartum, tidak perlu
dipertimbangkan adanya infeksi kecuali terdapat nyeri tekan atau nyeri pada
adneksa atau saat pergerakan uterus.

d. Sisa Plasenta
Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat
menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat
(biasanya terjadi dalam 6 10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum
dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah
plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat
gejalanya sama dengan subinvolusi rahim, yaitu perdarahan yang berulang atau
berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan. akibat sisa plasenta
jarang menimbulkan syok.
Penilaian klinis sulit untuk. memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila
penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasental lahir.
Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan
sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta
ditentukandenganeksplorasi menggunakan tangan, atau alat bantu diagnostik yaitu
ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir
dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal
dalam ronggal rahim.

e. Infeksi Payudara
Mastitis adalah infeksi peradangan pada mamma, terutama pada primipara yang
biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus, infeksi terjadi melalui luka pada
putting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran darah. Bila tidak segera
12

ditangani menyebahkan Abses Payudara (pengumpulan nanah local di dalam


payudara) merupakan komplikasi berat dari mastitis, yang ditandai oleh:
 Adanya nyeri ringan pada salah satu lobus payudara
 Teraba keras dan tampak memerah
 Permukaun kulit dari puyudara yang terkena infeksi jugu tampak seperti pecah -
pecah
 Peningkatan suhu yang cepat dari (395 - 40 'C)
 Nadi kecil dan cepat
 Menggigil, sakit kepala, nyeri hebat, bengkak, inflamasi, area payudara keras
(Suprapti, 2016).
Mastitis disebabkan olch infeksi Staphylococus dan sumbatan saluran susu yang
berlanjut. Mastitis juga disebabkan karena payudara tidak disusukan secara
adekuat, puting lecet sehingga mudah masuk kuman, payudara bengkak,
peyangga payudara yang terlalu ketat, ibu diet yang jelek, kurang istirahat
schingga anemia yang menimbulkan infeksi (Rukiyah, 2017).

4. Kedaruratan Obstetric pada Bayi Baru Lahir


a. Asfiksia Neonatal
Asfiksia neonatal merupakan kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada
saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan Pa02 di
dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia Pa CO2 meningkat dan asidosis.
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia
dan iskemia jaringan menyebabkan penubahan fungsional dan biokimia pada janin.
Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia. Bayi tidak bernapas atau napas
megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus
otot menurın, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan (Suprapti, 2016).
Asfiksia yang terdeteksi sesudah lahir, prosesnya berjalan dalam beberapa tahapan:
 Janin bernapas megap-megap (gasping)
 Masa henti napas (fase henti napas primer)
 Jika asfiksia berlanjut terus, timbul pernapasan megap-megap yang kedua
selama 4 - 5 menit (fase gasping kedua) diikuti masa henti napas kedua
(henti napas sekunderfiksia). Menit ke-1 dan ke-5 sesudah lahir dinilai
dengan skor Apgar (apparance, pulse, grimace, activity, respiration). Nilai
13

menit I untuk menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai


ini berkaitan dengan kcadaan asidosis dan kelangsungan hidup. Nilai pada
menit kelima untuk menilai prognosis neurologis (Suprapti, 2016).

C. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Maternitas Dengan Kegawatdaruratan


1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan untuk
menentukan status kesehatan dan fungsional pasien pada saat ini dan riwayat sebelumnya
(Potter & Perry, 2013). Pengkajian keperawatan terdiri dari dua tahap yaitu
mengumpulkan dan verifikasi data dari sumber primer dan sekunder dan yang kedua
adalah menganalisis seluruh data sebagai dasar untuk menegakkan diagnosis
keperawatan
a. Pengkajian Primer
Menurut Jevon dan Ewens (2007), pengkajian Airway (A), Breathing (B),
Circulation (C), Disabillity (D), Expossure (E) pada pengkajian gawat darurat
adalah:
1) Airway (jalan napas)
Pada pengkajian airway pasien dengan pre-ekamsia masalah yang terjadi apabila
adanya cairan dalam paru dan edema paru menimbulkan gejala penumpukan secret,
adanya suara napas tambahan
2) Breathing

Pada pengkajian breathing pada pasien dengan pre-eklamsia masalah yang terjadi
apabila edema paru dan menimbulkan gejala sesak napas, adanya suara napas
tambahan, dan sianosis mengakibatkan pasien mengalami sulit bernapas karena
adanya cairan dalam paru.

3) Circulation

Kegawadaruratan pada pengkajian ini khususnya pada pasien dengan preeklamsia


dilakukan pengkajian warna kulit dan capillary refill time memanjang (>2 detik),
HB menurun, Ekstermitas dingin, Edema pada ekstermitas dan Tekanan darah
meningkat. Pengkajian circulation pada pasien dengan preeklamsia ditemukan
adanya masalah dalam sirkulasi yang diakibatkan karena adanya penurunan HGB,
akral teraba dingin, warna kulit pucat, pengisian kapiler >2 detik
14

4) Disability

Kegawadaruratan pada preeklamsia pengkajian disability dilakukan pengkajian


neurologi untuk mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat yaitu
mengecek tingkat kesadaran dan reaksi pupil (Tutu, 2015. Pengkajian disability
pada pasien dengan pre-eklamsia ditemukan ablasio retina yang menyebabkan
edema pada itra ocular sehingga pasien mengalami sakit kepala dan pengihatan
kabur.

5) Exposure

Secara khusus, pemeriksaan harus dipusatkan pada adanya indikasi peningkatan


suhu tubu, dan kondisi pasien secara umum yang dapat mengakibatkan keadaan
umum pasien semakin buruk kegawadarutan pada kasus preeklamsia masalah yang
terjadi pada eksposure yaitu nyeri pada abdomen.

b. Diagnosa Keperawatan
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan benda asin dalam jalan
napas, Sekresi yang tertahan.
Tanda Dan Gejala pada Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
 Gejala Dan Tanda Mayor
 Subjektif
(Tidak tersedia)
 Objektif
1) Batuk tidak efektif atau tidak mampu batuk
2) Sputum berlebih/obstruksi dijalan napas/meconium dijalan napas (pada
neunatus)
3) Mengi, wheezing, dan ronchi kering
 Gejala Dan Tanda Minor
 Objektif
1) Dispneu
2) Sulit bicara
3) Ortopneu
 Subjektif
1) Gelisah
2) Sianosis
15

3) Bunyi napas menurun


4) Frekuensi napas berubah
5) Pola napas berubah
c. Intervensi Keperawatan
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
16

Rencana tindakan

No Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia

1. Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Latihan batuk efektif

napas tidak tindakan keperawatan Obervasi :

efektif dengan diharapkan bersihan jalan  Identifikasi

benda asin dalam napas efektif dengan kemampuan batuk

jalan napas, indikator dari menurun ke  Monitor adanya

spasme di jalan meningkat ( 1-5 ) retensi sputum

napsa, Kriteria hasil:  Monitor tanda dan

hipersekresi jalan a. Batuk efektif gejala infeksi saluan

napas, secresi b. Produksi sputum napas

yang tertahan, c. Mengi  Monitor input dan

proses infeksi. d. Sweezing output cairan

e. Dyspnea Terapeutik:
f. Ortopnea  Atur posisi
g. Sulit bicara semifowler
h. Gelisah  Buang secret pada
i. Frekuensi napas tempat sputum

Edukasi:
17

 Jelaskan tujuan dan

prosedur batuk

efektif

 Anjurkan

mengulangi Tarik

napas dalam

hingga 3 kali

 Anjurkan batuk

dengan kuat

langsung setelah

Tarik napas yang ke

3 kali.

Kolaborasi:

 Kolaborasi

pemberian mukolitik

atau ekspektoran.

2. Majemen jalan napas

Observasi :

„ Monitor jalan

napas ( frekuens,

kedalaman, usaha

napas )
18

 Monitor bunyi napas

tambahan ( mis :

gurgling, mengi,

wheezing, ronkhe )

 Monitor sputum (

jumlah, warna,

aroma

Terapeutik:

 Pertahankan

kepatenanan jalan

napas

 Posisikan semifowler

atau fowler

 Berikan minum

hangat

 Lakukan fisioterapi

dada

 Berikan oksigen

Edukasi :

 Anjurkan asupan

caiiran 2000ml /

hari
19

 Ajarkan tehnik

batuk efektif

Kolaborasi :

 Kolaborasi

pemberian

bronkhodilator,

ekspektoran dan

mukolitik.

3. Pemantauan

Respirasi

Observasi :

 Monitor Frekuensi,

irama, dan usaha

bernapas

 Monitor pola

napas (bradipnea,

takipnea,

hiperventilasi,

kusmaul, cheyne

stokes, biot)

 Monitor

kemampuan batuk

efektif
20

 Monitor adanya

produksi sputum

 Monitor adanya

sumbatan jalan

napas

 Palpasi

kesimetrisan

ekspansi paru

 Aukultasi bunyi

napas

 Monitor saturasi

oksigen

 Monitor hasil x-ray

toraks

Terapeutik:

 Atur interval

pemantuan respirasi

sesuai kondisi

pasien

 Dokumentasi hasil

pemantauan

Edukasi :
21

 Jelaskan tujuan dan

prosedur pemantuan

 Informasikan hasil

pemantuan

d. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan tahap keempat proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Potter & Perry, 2013). Pada tahap ini
perawat akan mengimplementasikan intervensi yang telah direncanakan berdasarkan hasil
pengkajian dan penegakan diagnosa yang diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil sesuai
yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien.
Penerapan implementasi keperawatan yang dilakukan perawat harus berdasarkan
intervensi berbasis bukti atau telah ada penelitian yang dilakukan terkait intervensi tersebut.
Hal ini dilakukan agar menjamin bahwa intervensi yang diberikan aman dan efektif (Miler,
2012). Dalam tahap implementasi perawat juga harus kritis untuk menilai dan mengevaluasi
respon pasien terhadap pengimplementasian intervensi yang diberikan.
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap kelima dari proses keperawatan. Tahap ini sangat penting
untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau kesejahteraan klien (Potter & Perry. 2013).
Hal yang perlu diingat bahwa evaluasi merupakan proses kontinu yang terjadi saat perawat
melakukan kontak dengan klien. Selama proses evaluasi perawat membuat keputusan-
keputusan klinis dan secara terus-menerus mengarah kembali ke asuhan keperawatan. Tujuan
asuhan keperawatan adalah membantu klien menyelesaikan masalah kesehatan aktual,
mencegah terjadinya masalah resiko, dan mempertahankan status kesehatan sejahtera. Proses
evaluasi menentukan keefektifan asuhan keperawatan yang diberikan.

Perawat dapat menggunakan format evaluasi SOAP untuk mengevaluasi hasil


implementasi yang dilakukan.
Poin S merujuk pada respon subjektif pasien setelah diberikan tindakan.
Poin O melihat pada respon objektif yang dapat diukur pada pasien setelah dilakukannya
implementasi.
Poin A adalah analisis perawat terhadap implementasi yang dilakukan.
22

Poin P adalah perencanaan terkait tindakan selanjutnya sesuai analisis yang telah dilakukan
sebelumnya.
D. Pendidikan Kesehatan pada Maternitas dengan Kegawatdaruratan
Pengenalan dan Pencegahan Pre-Eklamsia pada Ibu Hamil
1. Pengertian
Pre-eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat
kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Eklampsia
adalah psia adalah preeklampsia yang disertai kejang dan yang disertai kejang dan atau
koma atau koma yang timbul yang timbul akibat kelainan neurologi (Arif, M, 2012).
2. Etiologi
Sampai dengan saat ini penyebab utama preeklamsia masih belum diketahui secara
pasti. Beberapa ahli percaya bahwa preeklamsia diawali dengan adanya kelainan pada
plasenta, yaitu organ yang berfungsi menerima suplai darah dan nutrisi bagi bayi selama
masih di dalam kandungan. Teori lain menjelaskan preeklampsia sering terjadi pada
Primigravida, Kehamilan Post Matur /Post Term serta Kehamian Ganda. Berdasarkan
teori teori tersebut preeklampsia sering juga disebut“ Deseases Of Theory”
3. Manifestasi klinis
Tanda klinis utama dari preeklampsia adalah tekanan darah yang terus meningkat,
peningkatan tekanan darah mencapai 140/90 mm Hg atau lebih atau sering ditemukan
nilai tekanan darah yang tinggi dalam 2 kali pemeriksaan rutin yang terpisah. Selain
hipertensi, tanda klinis dan gejala lainnya dari preeklamsia adalah :
a. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama.
b. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter.
c. Nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.
d. Edema Paru.
e. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
f. Oligohidramnion
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara kuantitas
protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein urin masif ( lebih
dari 5 g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan preeklampsia (preeklampsia berat).
Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan, dikarenakan
setiap preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan
23

peningkatan morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat (POGI,
2016).
4. Komplikasi
Komplikasi yang terberat dari preeklampsia adalah kematian ibu dan janin, namun
beberapa komplikasi yang dapat terjadi baik pada ibu maupun janin adalah sebagai
berikut (Marianti, 2017) :
a. Bagi Ibu
 Sindrom HELLP (Haemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count),
adalah sindrom rusaknya sel darah merah, meningkatnya enzim liver, dan
rendahnya jumlah trombosit.
 Eklamsia, preeklamsia bisa berkembang menjadi eklamsia yang ditandai dengan
kejang-kejang.
 Penyakit kardiovaskular, risiko terkena penyakit yang berhubungan dengan fungsi
jantung dan pembuluh darah akan meningkat jika mempunyai riwayat preeklamsia.
 Kegagalan organ, preeklamsia bisa menyebabkan disfungsi beberapa organ seperti,
paru, ginjal, dan hati.
 Gangguan pembekuan darah, komplikasi yang timbul dapat berupa perdarahan
karena kurangnya protein yang diperlukan untuk pembekuan darah, atau
sebaliknya, terjadi penggumpalan darah yang menyebar karena protein tersebut
terlalu aktif.
 Solusio plasenta, lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum kelahiran dapat
mengakibatkan perdarahan serius dan kerusakan plasenta, yang akan
membahayakan keselamatan wanita hamil dan janin.
 Stroke hemoragik, kondisi ini ditandai dengan pecahnya pembuluh darah otak
akibat tingginya tekanan di dalam pembuluh tersebut. Ketika seseorang mengalami
perdarahan di otak, sel-sel otak akan mengalami kerusakan karena adanya
penekanan dari gumpalan darah, dan juga karena tidak mendapatkan pasokan
oksigen akibat terputusnya aliran darah, kondisi inilah yang menyebabkan
kerusakan otak atau bahkan kematian.
b. Bagi Janin
 Prematuritas.
 Kematian Janin.
 Terhambatnya pertumbuhan janin.
24

 Asfiksia Neonatorum.
5. Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini pre-
eklamsia berat, dan dalam hal ini itu harusd dilakukan penanganan semestinya. Kita
perlu lebih waspada akan timbulnya preeklampsia dengan adanya faktor – faktor
predisposisi seperti yang telah diuraikan di atas. Walaupun timbulnya preeklamsia tidak
dapat di cegah sepenuhnya, namun frekuensiya dapat dikurangi dengan pemberian
penerangan secukupnya, namun frekuensinya dapat di kurangi dengan pemberian
penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasannya yang baik pada wanita
pelaksanaan pengawasannya yang baik pada wanita hamil.
 Manfaat istirahat dan mil
Manfaat istirahat dan diet berguna dalam pencegahannya.
 Istirahat tidak selalu berarti berbaring di tempat tidur, namun pekerja sehari – hari
perlu dikurangi, dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. banyak duduk
dan berbaring.
 Diet tinggi
Diet tinggi protein dan protein dan rendah lemak, rendah lemak, karbohidrat,
karbohidrat, garam dan penambah berat badan yang tidak berlebihan perlu
dianjurkan.
 Mengenal secara dini preeklamsia dan segera merawat penderita tanpa memberikan
diuretika dan obat antihipertensif, memang merupakan kemajuan yang penting dari
pemeriksaan antenatal yang baik. (Prawirohardjo, S. (2015).
6. Penatalaksana
Menurut (Pratiwi, 2017) penatalaksanaan pada preeklampsi adalah sebagai berikut :
a. Tirah Baring miring ke satu posisi.
b. Monitor tanda-tanda vital, refleks dan DJJ.
c. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah karbohidrat lemak dan garam.
d. Pemenuhan kebutuhan cairan : Jika jumlah urine < 30 ml/jam pemberian cairan infus
Ringer Laktat 60-125 ml/jam.
e. Pemberian obat-obatan sedative, anti hypertensi dan diuretik.
f. Monitor keadaan janin ( Aminoscopy, Ultrasografi).
g. Monitor tanda-tanda kelahiran persiapan kelahiran dengan induksi partus pada usia
kehamilan diatas 37 minggu.
25

E. Fungsi Advokasi dan Komunikasi Perawat Maternitas dengan Kegawatdaruratan


1. Tujuan Komunikasi Terapeutik Dalam Keadaan Gawat Darurat
Adapun tujuan dari komunikasi terapeutik dalam keadaan gawat darurat adalah :
a. Untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antar perawat dan klien melalui
hubungan perawat dan klien. Perawat berusaha mengungkap perasaan,
mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan
dalam perawatan (Purwanto, 1994)
b. Menciptakan kepercayaan antara perawat dengan klien yang mengalami kondidi kritis
atau gawat darurat dalam melakakan tindakan, sehingga klien cepat tertolong dan
tidak terjadi hal yang fatal.
2. Prinsip Komunikasi Terapeutik Dalam Keadaan Gawat Daruat Ciptakan lingkungan
terapeutik dengan menunjukan prilaku dan sikap
a. Caring (sikap pengasuhan yang ditnjukan peduli dan selalu ingin memberikan
bantuan)
b. Acceptance (menerima pasien apa adanya)
c. Respect (hormati keyakinan pasien apa adanya
d. Empaty (merasakan perasaan pasien)
e. Trust (memberi kepercayaan)
f. Integrity (berpegang pada prinsip professional yang kokoh)
g. Identifikasikan bantuan yang diperlukan
h. Terapkan teknik komunikasi: terfokus, bertanya, dan validasi
i. Bahasa yang mudah dimengerti
j. Pastikan hubungan profesional dimengerti oleh pasien/keluarga
k. Motivasi dan hargai pendapat & respon klien
l. Hindari: menyalahkan, memojokkan, dan memberikan sebutan yang negatif.
3. Teknik Komunikasi Terapeutik Dalam Keadaan Gawat Daruat
a. Mendengarkan
Perawat harus berusaha untuk mendengarkan informasi yang disampaikan oleh klien
dengan penuh empati dan perhatian. Ini dapat ditunjukkan dengan memandang kearah
klien selama berbicara, menjaga kontak pandang yang menunjukkan keingintahuan,
dan menganggukkan kepala pada saat berbicara tentang hal yang dirasakan penting
atau memerlukan ummpan balik. Teknik dimaksudkan untuk memberikan rasa aman
kepada klien dalam bersedia untuk mengungkapkan perasaan dan menjaga kestabilan
emosi klien
26

b. Menunjukkan penerimaan
Menerima bukan berarti menyetujui, melainkan mendengarkan orang lain tanpa
menunjukkan sikap ragu atau penolakan. Dalam hal ini sebaiknya perawat tidak
menunjukkan ekspresi wajah yang menunjukkan ketidaksetujuan atau penolakan.
Selama klien berbicara sebaiknya perawat tidak menyela atau membantah. Untuk
menunjukkan sikap penerimaan sebaiknya perawat menganggukkan kepala dalam
merespon pembicaraan klien
c. Mengulang Pernyataan Klien
Dengan mengulang pernyataan klien, perawat memberikan umpan balik sehingga
klien mengetahui bahwa pesannya mendapat respon dan berharap komunikasi dapat
berlanjut. Mengulang pokok pikiran klien menunjukkan indikasi bahwa perawat
mengikuti pembicaraan klien
d. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalahpahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan untuk
meminta penjelasan dengan menyamakan pengertian. Ini berkaitan dengan pentingnya
informasi dalam memberikan pelayanan keperawatan. Klarifikasi diperlukan untuk
memperoleh kejelasan dan kesamaan ide, perasaan, dan persepsi
e. Menyampaikan Hasil Pengamatan
Perawat perlu menyampaikan hasil pengamatan terhadap klien untuk mengetahui
bahwa pesan dapat tersampaikan dengan baik. Perawat menjelaskan kesan yang
didapat dari isyarat nonverbal yang dilakukan oleh klien. Dengan demikian akan
menjadikan klien berkomunikasi dengan lebih baik dan terfokus pada permasalahan
yang sedang dibicarakan
4. Peran dan Fungsi Advokasi Perawat Gawat Darurat
Advokasi adalah tindakan membela hak-hak pasien dan bertindak atas nama
pasien. Perawat mempunyai kewajiban untuk menjamin diterimanya hak-hak pasien.
Perawat harus membela pasien apabila haknya terabaikan (Vaartio, 2005; Blais, 2007).
Advokasi juga mempunyai arti tindakan melindungi, berbicara atau bertindak untuk
kepentingan klien dan perlindungan kesejahteraan (Vaartio, 2005). Seringkali pasien
mengalami ketakutan dan kecemasan berlebihan terhadap penyakitnya. Perawat atau tim
kesehatan lain seharusnya dapat memberikan saran mengenai pengobatan dan proses
kesembuhannya.
Peran perawat sebagai advokat adalah perawat sebagai pelindung hak-hak klien.
Adapun tugas instalasi gawat darurat adalah menyelenggarakan pelayanan asuhan medis
27

dan asuhan keperawatan serta pelayanan pembedahan darurat bagi pasien yang datang
dengan gawat darurat medis (Depkes R.I. 2006). Dalam memberikan perawatan gawat
darurat perawat dituntut untuk berpikir kritis dan bertindak cepat dengan
mempertimbangkan perannya sebagai advokat atau pelindung. Sebagai pelindung,
perawat harus membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi pasien dalam
pengambilan tindakan untuk mencegah dari kemungkianan efek yang tidak diinginkan.
Misalnya memastikan pasien tidak memiliki alergi terhadap obat yang diberikan (Potter
& Perry, 2005)
Perawat sebagai advokat berperan melindungi hak klien dan membantu
menyatakan hak-haknya. Contohnya perawat memberikan informasi tambahan untuk
membantu klien dalam mengambil keputusan atas tindakan keperawatan yang diberikan.
Selain itu perawat juga melindungi hak-hak klien dengan menolak tindakan yang dapat
membahayakan klien. (Kusnanto, 2004) Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa perawat mempunyai peran yang sangat penting dalam pelayanan gawat darurat
salah satunya adalah perannya sebagai advokat atau pelindung. Peranan ini berfungsi
untuk melindungi dan mempertahankan hak-hak yang dimiliki klien.
Salah satu peran perawat profesional adalah bertindak sebagai advokat pasien.
Perawat adalah satu-satunya profesi yang selalu berada di samping pasien yang
mempunyai kesempatan besar untuk melakukan advokasi kepada pasien (Nicoll, 2012).
a. Definisi Peran Advokasi Perawat
Informan mengatakan advokasi didefinisikan sebagai tindakan perawat dalam
memberikan saran tentang pengobatan dan proses kesembuhan. Informan mengatakan
advokasi didefinisikan sebagai pembelaan kepada pasien dalam hal ekonomi,
kenyamanan dan lingkungan. Informan mengatakan advokasi didefinisikan sebagai
perlindungan kepada pasien dalam hal kesehatan, tentang cara hidup sehat dan biaya.
b.Pelaksanaan Tindakan Peran Advokasi Perawat
Advokasi dilakukan dengan memberikan informasi tentang diagnose, diit, latihan, dan
penyembuhan. Seluruh informan mengatakan advokasi dilakukan dengan menjadi
penghubung antara pasien dengan tim kesehatan lain seperti dokter atau ahli gizi. Satu
dari lima informan mengatakan advokasi dilakukan dengan melindungi pasien dari
tindakan berbahaya.
c. Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanan Peran Advokasi
Faktor yang menghambat terlaksananya peran advokasi perawat yaitu kepemimpinan
dokter. Faktor yang menghambat terlaksananya peran advokasi perawat yaitu
28

terbatasnya jumlah tenaga perawat. mengatakan faktor yang mendukung


terlaksananya peran advokasi perawat yaitu kondisi pasien yang membutuhkan
perawat. faktor yang mendukung terlaksananya peran advokasi perawat yaitu
dukungan instansi yang selalu memotivasi dan memberikan kemudahan untuk
melakukan peran advokasi
d. Faktor yang Menjadi Penghambat dalam Melaksanakan Advokasi
Kepemimpinan dokter, lemahnya dukungan organisasi, kurangnya perhatian terhadap
advokasi, kurangnya jumlah tenaga perawat, kondisi emosional keluarga, terbatasnya
fasilitas kesehatan dan lemahnya kode etik. Sementara itu faktor yang mendukung
perawat dalam melaksanakan perannya sebagai advokat yaitu: kondisi pasien,
pengetahuan tentang kondisi pasien, pendidikan keperawatan yang semakin tinggi,
kewajiban perawat dan dukungan instansi rumah sakit.
29
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Istilah kegawatan dan kegawatdaruratan adalah suatu keadaan yang serius,
yang harus mendapatkan pertolongan segera. Bila terlambat atau terlantar akan
berakibat buruk, baik memburuknya penyakit atau kematian. Kegawatan atau
kegawatdaruratan dalam kebidanan adalah kegawatan atau kegawatdaruratan yang
terjadi pada wanita hamil, melahirkan atau nifas.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini, semoga dapat digunakan sebagai pedoman bagi
pembaca. Selain itu diharapkan pembaca dapat mengaplikasikan dan mengembang
pemahaman yang sudah ada dan menerapkannya dalam kehidupan sebagai perawat
yang professional.
DAFTAR PUSTAKA

Adzanri. (2018, Maret 26). Peran Advokasi Perawat dalam Pelayanan Kesehatan dan
Pelayanan Gawat Darurat. Retrieved from Adzani.com:
https://www.adzar.com/2018/03/peran-advokasi-perawat-dalam-pelayanan-html?m=1

Diakses pada tanggal 28 Februari 2022 pukul 11.10

Afidah, E. N., & Sulisno, M. (2013). Gambaran Pelaksanaan Peran Advokat Perawat Di
Rumah Sakit Negeri di Kabupaten Semarang. Jurnal Manajemen Keperawatan, 1(2),
124-130.

Arif, M. (2020). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.

Asman, A. (2022). Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat dan Manejemen Bencana.
Jawa Barat: Perkumpulan Rumah Cemerlang Indonesia.

Aziz. (2021, Oktober 10). Peran dan Fungsi Perawat sebagai Tenaga Kesehatan
Professional. Retrieved from Nerslicious: https://www.nercilicious.com/peran-fungsi-
perawat/

Diakses pada tanggal 28 Februari 2022 pukul 08.56


Bobak, I. D. (2015). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.

Dwi, S. &. (2012). Hubungan Obesitas terhadap Pre-Eklamsia pada Kehamilan di RSU Haji
Surabaya. Jurnal Kebidanan, 1(2), 21-24.

Mustika, M. (2019). Manajemen Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Ny. H dengan
Diagnosa Medis Pre-Eklamsia Berat di IGD Obgyn RSUP Wahidin Sudirohusodo
Makassar. Makassar: STIKES Panakukang.

Prawirohardjo. (2015). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono.

Pulungan, P. W. (2020). Ilmu Obstetri dan Ginekologi untuk Kebidanan. Sumatera Utara:
Yayasan Kita Menulis.

Rohman, S. (2020, Juni 23). Academia.edu. Retrieved from Komunikasi Terapeutik dalam
Keadaan Gawat Darurat:
https://www.academia.edu/42101963/komunikasi_Terapeutik_dalam_keadaan_Gawat
_Darurat
Diakses pada tanggal 1 Maret 2022 pukul 22.08
Suprapti, D. S. (2016). Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal. Jakarta
Selatan: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Tyas, M. D. (2016). Keperawatan Kegawatdaruratan dan Manajemen Bencana. Jakarta


Selatan: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai