Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan
RAHMAT DAN HIDAYAH-NYA sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul: ” Konsep Kegawatdaruratan Maternal Neonatal” Makalah ini disusun
dengan maksud untuk memenuhi salah satu tugas kuliah di semester 5 Akademi
Kebidanan Saleha Kota Banda Aceh.

Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai


pihak, makalah ini tidak dapat diselesaikan dengan baik.

Kami menyadari bahwa dalam perbuatan dan penulisan makalah ini


memiliki banyak kekurangan sehingga dengan segala kerendahan hati kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Aamiin.

Banda aceh, 11 november 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR BAB I....................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................1

1.3 Tujuan..........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3

2.1 Konsep Kegawatdaruratan...............................................................................................3

A. Tanda Dan Gejala Kegawatdaruratan.............................................................................5

B. Kegawatdaruratan Maternal............................................................................................6

C. Kegawatdaruratan Neonatal............................................................................................12

D. Ruang Lingkup Kegawatdaruratan Maternal Neonatal...................................................14

BAB III PENUTUP..................................................................................................................17

A. Kesimpulan...................................................................................................................17

B. Saran..............................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka Kematian Ibu (AKI) adalah indikator yang penting untuk
menentukan status kesehatan ibu di suatu wilayah, khususnya berkaitan dengan
resiko kematian ibu hamil dan bersalin. Pada saat ini Angka Kematian Ibu dan
Angka Kematian Bayi di Indonesia masih sangat tinggi. Menurut Survei
Demografi Dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2012 Angka Kematian Ibu
(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tetap tinggi. AKI
mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB mencapai 32 per 1000
kelahiran hidup.

Penyebab Angka Kematian Ibu sangat kompleks namun penyebab


langsung seperti perdarahan, infeksi dan komplikasi aborsi, harus segera ditangani
oleh tenaga kesehatan. Sebenarnya sebagian besar kematian ibu bisa dicegah jika
para ibu ini memperoleh pertolongan dari tenaga kesehatan yang kompeten yang
didukung fasilitas kesehatan. Penyebab utama kematian ibu melahirkan seperti
yang disebutkan diatas sebenarnya bisa dicegah, apabila seorang ibu hamil tidak
mengalami 3 terlambat dan 4 terlalu.

Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia.


Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting.
Akibat jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika
gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (mis; pada keadaan gawat janin)
sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi/oksigenasi janin intrauterine atau
segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi.

Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi,
kemampuan kinerja petugas kesehatan berdampak langsung pada peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal terutama kemampuan dalam
mengatasi masalah yang bersifat kegawatdaruratan. Semua penyulit kehamilan atau
komplikasi yang terjadi dapat dihindari apabila kehamilan dan persalinan
direncanakan, diasuh dan dikelola secara benar. Untuk dapat memberikan asuhan
kehamilan dan persalinan yang cepat tepat dan benar diperlukan tenaga kesehatan
yang terampil dan profesional dalam menanganan kondisi kegawatdaruratan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa konsep dan pengertian kegawatdaruratan maternal neonatal ?

1
2. Apa saja peyebab,tanda dan gejala kegawatdaruratan maternal neonatal ?
3. Apa saja ruang lingkup kegawatdaruratan maternal neonatal ?
4. Mengetahui sasaran dan penilaian kegawatdaruratan maternal neonatal?

1.3 Tujuan
1. Mengerti dan memahami konsep,pengertian kegawatdaruratan maternal
neonatal.
2. Mengerti dan memahami tanda dan gejala kegawatdaruratan maternal neonatal.
3. Mengerti dan memahami penyebab kegawatdaruratan maternal neonatal.
4. Mengerti dan memahami sasaran dan penilaian kegawatdaruratan maternal
neonatal.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Kegawatdaruratan


A. Pengertian Kegawatdaruratan

Gawat adalah kondisi pasien dengan ancaman jiwa atau ancaman


kematian. Sedangkat darurat adalah kondisi penderita yang memerlukan
pertolongan segera. Gawat darurat adalah keadaan yang menimpa seseorang
dengan tiba-tiba dapat membahayakan jiwa, memerlukan tindakan medis segera
dan tepat. Penderita gawat darurat adalah penderitaan yang memerlukan
pertolongan segera karena berada dalam keadaan yang mengancam nyawa.
Pertolongan yang diberikan dilakukan secara cepat, tepat dan cermat untuk
mencegah kematian maupun kecacatan. Ukuran keberhasilan dari pertolongan ini
adalah waktu tanggap (respon time) dari penolong.

Pengertian lain dari penderita gawat darurat adalah penderita yang bila
tidak ditolong segera akan meninggal atau menjadi cacat, sehingga diperlukan
tindakan diagnosis dan penanggulangan segera. Karena waktu yang terbatas
tersebut, tindakan pertolongan harus dilakukan secara sistematis dengan
menempatkan prioritas pada fungsi vital sesuai dengan urutan ABC, yaitu :

A (Airway) : membersihkan jalan nafas dan menjamin jalan nafas bebas


hambatan
B (Breathing) : menjamin ventilasi lancar, dan
C (Circulation) : melakukan pemantauan peredaran darah.

Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang


kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan
tindakan segera guna menyelamatkan jiwa/nyawa (Campbell S, Lee C, 2010).

a. Pasien Gawat Darurat


Pasien yang tiba-tiba dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya dan atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak
mendapatkan pertolongan secepatnya. Biasanya dilambangkan dengan label
merah. Misalnya AMI (Acut Miocart Infac).

b. Pasien Gawat Tidak Darurat

3
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat.
Biasanya dilambangkan dengan label biru. Misalnya pasien dengan Ca
stadium akhir.

c. Pasien Darurat Tidak Gawat


Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan
anggota badannya. Biasanya dilambangkan dengan label kuning. Misalnya : pasien
Vulnus Lateratum tanpa pendarahan.

d. Pasien Tidak Gawat Tidak Darurat


Pasien yang tidak mengalami kegawatan dan kedaruratan. Bisanya dilambangkan
dengan label hijau. Misalnya : pasien batuk, pilek.

e. Pasien Meninggal
Label hitam (Pasien sudah meninggal) merupakan prioritas terakhir.

Kegawatan atau kegawatdaruratan dalam kebidanan adalah kegawatan


atau kegawatdaruratan yang terjadi pada wanita hamil, melahirkan atau nifas.
Kegawatdaruratan dapat terjadi baik pada penanganan obstetric maupun neonatal.
Penatalaksanaan kegawatdaruratan meliputi pengenalan segera kondisi gawat
darurat, stabilisasi keadaan penderita, pemberian oksigen, infuse, terapi cairan,
transfuse darah, dan pemberian medikamentosa (antibiotika, sedatif, anestesi, dan
serum anti tetanus). Kegawatdaruratan dapat terjadi tiba-tiba, dapat disertai
kejang, atau dapat timbul sebagai akibat dari suatu komplikasi yang tidak
ditangani atau dipantau dengan semestinya.

Pertolongan pertama gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik


dirumah, lingkungan masyarakat, puskesmas, dan atau rumah sakit.
Penatalaksanaan kegawat daruratan kebidanan tidak dibatasi oleh bantuan medis
tetapi juga non medis. Pada pertolongan pertama yang cepat dan tepat akan
menyebabkan pasien dapat bertahan hidup untuk mendapatkan pertolongan yang
lebih lanjut. Adapun keberhasilan penanganan gawat darurat ditentukan oleh
tersedianya sumber daya yang terstandar.

Pelayanan kebidanan dibedakan menjadi 3 jenis pelayanan, yaitu:


1. Layanan primer, sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan.
2. Layanan sekunder, sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara
bersamaan sebagai salah satu dari sebuah proses kegiatan pelayanan
kesehatan.
3. Layanan rujukan, rujukan ke system pelayanan yang lebih tinggi, atau
sebaliknya.
Peran dan fungsi bidan dalam kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal
diorientasikan pada kemampuan memberikan asuhan meliputi upaya pencegahan

4
(preventif), promosi terhadap pelaksanaan asuhan kebidanan normal, deteksi
komplikasi pada ibu dan anak serta akses bantuan medis atau bantuan lain yang
sesuai serta kemampuan dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan.

Standar kompetensi bidan berdasarkan KEPMENKES RI


no.369/MENKES/III/2007 menyatakan bahwa bidan memberikan asuhan yang
bermutu tinggi, tanggap terhadap kebudayaan setempat selama persalinan,
memimpin persalinan yang bersih dan aman, menangani situasi kegawatdaruratan
tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya yang baru lahir.
Kompetensi pengetahuan dasar yang perlu dimiliki seorang bidan meliputi:

1. Indikasi tindakan kegawatdaruratan kebidanan (distosia bahu, asfiksia, retensio


plasenta, pendarahan, atonia uteri dan mengatasi renjatan).
2. Indikasi tindakan operatif pada persalinan ( gawat janin, CPD) .
3. Indikator komplikasi persalinan: perdarahan, partus macet, malpresentasi,
eklampsi, gawat janin, infeksi KPD tanpa infeksi, distosia karena inersia uteri
primer, postterm, preterm serta tali pusat menumbung.

Adapun kompetensi keterampilan dasar yang perlu dimiliki seorang bidan


meliputi:

1. Mengidentifikasi secara dini persalinan abnormal dan kegawatdaruratan


dengan intervensi yang sesuai dan atau melakukan rujukan dengan tepat
waktu.
2. Melakukan pengeluaran plasenta secara manual
3. Mengelola perdarahan postpartum.
4. Memindahkan ibu untuk tindakan tambahan atau kegawatdaruratan dengan
tepat waktu sesuai indikasi.
Keterampilan tambahan :

1. Menolong kelahiran presentasi muka dengan penempatan dan gerakan tangan


yang tepat.
2. Memberikan suntikan anastesi lokal jika diperlukan
3. Melakukan ekstraksi forsep rendah dan vakum jika diperlukan sesuai
kewenangan
4. Mengidentifikasi dan mengelola malpresentasi, distosia bahu, gawat janin dan
IUFD dengan tepat
5. Mengidentifikasi dan mengelola tali pusat menumbung
6. Mengidentifikasi dan menjahit robekan serviks.

A. Tanda Dan Gejala Kegawatdaruratan


Tanda dan gejala kegawatdaruratan yaitu:
1. Sianosis sentral

5
Sianosis adalah warna kebiru-biruan pada kulit dan selaput lendir yang terjadi
akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berkaitan
dengan O2).

2. Apnea
Menurut American Academy of Sleep Medicine, penentuan periode apnea
dikategorikan berdasarkan hasil indeks rata-rata jumlah henti nafas dalam 1
jam atau Apnea Hypopnea Indeks (AHI). Klasifikasi periode dengan kriteria
sebagai berikut :
a.       Ringan, apabila 5-15 kali/jam.
b.      Sedang, apabila 15-30 kali/jam.
c.       Berat, apabila >30 kali/jam.
3. Kejang
 Kejang umum dengan gejala:
 Gerakan wajah dan ekstremitas yang teratur dan berulang
 Ekstensi atau fleksi tonik lengan atau tungkai, baik sinkron maupun tidak
sinkron
 Perubahan status kesadaran (bayi mungkin tidak sadar atau tetap bangun
tetapi responsif/apatis)
 Apnea (napas spontan berhenti lebih 20 detik).
 Kejang subtle dengan gejala :
 Gerakan mata berkedip berputar dan juling yang berulang.
 Gerakan mulut dan lidah berulang.
 Gerakan tungkai tidak terkendali, gerakan seperti mengayuh sepeda.
 Apnea.
 Bayi bisa masih tetap sadar.
4. Spasme dengan gejala :
 Kontraksi otot tidak terkendali paling tidak beberapa detik sampai
beberapa menit
 Dipicu oleh sentuhan, suara maupun cahaya
 Bayi tetap sadar, sering menangis kesakitan
 Trismus (rahang kaku, mulut tidak dapat dibuka, bibir mencucu seperti
mulut ikan)
 Opistotonus
5. Perdarahan
Setiap perdarahan pada neonatus harus segera dirujuk, perdarahan dapat
disebabkan kekurangan faktor pembekuan darah dan faktor fungsi pembekuan
darah atau menurun.
6. Sangat kuning.
7. Berat badan < 1500 gram

6
B. Kegawatdaruratan Maternal
1. Abortus
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat
tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah
kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan.
Abortus spontan adalah abortus yang terjadi secara alamiah tanpa
intervensi luar atau buatan untuk mengakhiri kehamilan tersebut.
Terminologi untuk kasus ini adalah pengguguran, aborsi atau abortus
provokatus (Sarwono, 2010).
Penanganan :
Untuk menangani pasien abortus, ada beberapa langkah yang dibedakan
menurut jenis abortus yang dialami, antara lain :
a. Abortus komplit :
Tidak memerlukan penanganan khusus, apabila pasien menderita anemia
ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya makan makanan
yang mengadung banyak protein, vitamin dan mineral. Apabila tidak
terdapat tanda-tanda infeksi tidak perlu diberikan antibiotik.
b. Abortus inkomplit :
Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien diinfus dan
dilanjutkan tranfusi darah.Setelah syok teratasi, dilakukan kuretase, bila
perlu pasien dianjurkan rawat inap.
c. Abortus insipiens :
Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan kurang dari 12
minggu yang disertai dengan perdarahan.
d. Abortus imminens :
Istirahat tirah baring secara total merupakan unsur penting dalam
pengobatan karena cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis dan
menambah aliran darah ke rahim.
e. Missed abortion :
Dilakukan kuretase di rumah sakit, dan harus hati-hati karena terkadang
plasenta melekat erat pada rahim.

2. Mola Hidatidosa (Kista Vesikular)


Mola hidatidosa (hamil anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di
dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah
kehamilan abnormal, dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan
hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili
khorialis plasenta. Secara histologis, ditemukan proliferasi trofoblast dengan
berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan,
membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah.

Penatalaksanaan:
a) Perbaiki keadaan umum.

7
b) Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila Kanalis
servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan
kuret.
c) Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum
penderita.
d) 7–10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk membersihkan
sisa-sisa jaringan.
e) Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun, paritas
4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih.

Pengawasan Lanjutan:

a) Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral
pil.
b) Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun, yaitu setiap minggu pada
Triwulan pertama, setiap 2 minggu pada Triwulan kedua, setiap bulan pada 6
bulan berikutnya, setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya
setiap 3 bulan.
c) Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
 Gejala klinis : keadaan umum, perdarahan
 Pemeriksaan dalam : keadaan serviks, uterus bertambah kecil atau tidak
 Laboratorium : Reaksi biologis dan immunologis : 1x seminggu sampai
hasil negatif, 1x per 2 minggu selama Triwulan selanjutnya, 1x sebulan
dalam 6 bulan selanjutnya, 1x per 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau
hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya keganasan
 Sitostatika Profilaksis : Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari
3. Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)
Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana setelah fertilisasi,
implantasi terjadi di luar endometrium kavum uteri. Hampir 90% kehamilan
ektopik terjadi di tuba uterina. Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus
atau ruptur apabila massa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang
implantasi (misalnya : tuba) dan peristiwa ini disebut sebagai kehamilan
ektopik terganggu.
- Terapi
Upaya stabilisasi dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh
dengan larutan kristaloid NS atau RL (500 ml dalam 15 menit pertama) dan
segera merujuk ke rumah sakit secepatnya.
4. Perdarahan
a. Plasenta Previa
Plasenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum/pembukaan jalan lahir.

8
Penatalaksanaan
Tindakan pada plasenta previa :
1. Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan hemoglobin,
memberi oksigen, memasang infus, memberi 9 ekspander plasma atau
serum yang diawetkan. Usahakan pemberian darah lengkap yang telah
diawetkan dalam jumlah mencukupi.
2. Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera
dilakukan setelah pengobatan syok dimulai.
3. Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta previa
totalis atau parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena plasenta letak
rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar mulut serviks sekitar 4-5 cm),
pecahkan selaput ketuban dan berikan infuse oksitosin; jika perdarahan
tidak berhenti, lakukan persalinan pervagina dengan forsep atau
ekstraksi vakum;jika perdarahan tidak berhenti lakukan seksio sesaria.
4. Tindakan setelah melahirkan adalah cegah syok (syok hemoragik),
pantau urin dengan kateter menetap,pantau sistem koagulasi
(koagulopati). Pada bayi, pantau hemoglobin, hitung eritrosit, dan
hematokrit.
- Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat
praktik. Pada kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah
dengan infuse Macrodex, Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin.
Pada kasus pasien gelisah, diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau
IV secara perlahan. (Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan : 2009)

b. Solusio (Abrupsio) Plasenta


Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta
yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak
lahir (Cunningham, Obstetri Williams: 2004).

Penanganan :

1) Solusio plasenta ringan


Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya kemudian
berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang
maka penderita dapat dirawat secara konservatif di rumah sakit dengan
observasi ketat.

2) Solusio plasenta sedang dan berat


Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta
bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta
bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan
lagi. Apabila janin hidup, dilakukan 10 sectio caesaria. Sectio caesaria
dilakukan bila serviks panjang dan tertutup, setelah pemecahan ketuban

9
dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila janin
mati, ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding
uterus disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 iu dalam 500cc
glukosa 5% untuk mempercepat persalinan.

c. Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)


Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi
lahir. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta tidak lahir spontan dan
tidak yakin apakah plasenta lengkap.

Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1) Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan
kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium
klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila
memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi
oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan
hasil pemeriksaan darah.
2) Drip oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat
atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3) Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan
dengan drip oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4) Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta.
Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan
kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir,
setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi,
perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5) Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta.
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding
rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6) Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7) Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.

Terapi
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon
(oksitosin) IV yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati
dengan tekanan pada fundus. Jika plasenta tidak lahir, usahakan
pengeluaran secara manual setelah 15 menit. Jika ada keraguan tentang
lengkapnya plasenta, lakukan palpasi sekunder.

10
d. Ruptur Uteri
Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat meluas ke seluruh
dinding uterus dan isi uterus tumpah ke seluruh rongga abdomen (komplet),
atau dapat pula ruptur hanya meluas ke endometrium dan miometrium,
tetapi peritoneum di sekitar uterus tetap utuh (inkomplet).
Penatalaksanaan
Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan umum
penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotinika,
antibiotika, dsb. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah
melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi:
1. Histerektomi baik total maupun sub total
2. Histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-baiknya
3. Konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika yang
cukup.

Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya


adalah:

1) Keadaan umum penderita


2) Jenis ruptur incompleta atau complete
3) Jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan
sudah banyak nekrosis
4) Tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah Rahim
5) Perdarahan dari luka : sedikit, banyak
6) Umur dan jumlah anak hidup
7) Kemampuan dan ketrampilan penolong

e. Preeklampsia Berat
Suatu komplikasi pada kehamilan lebih dari 22 minggu dijumpai :
a) Tekanan darah sistolik > 160 mmhg, diastolis > 110 mmhg
b) Proteinuri lebih dari 5 gram /24 jam
c) Gangguan selebral atau visual
d) Edema pulmonum
e) Nyeri epigastrik atau kwadran atas kanan
f) Gangguan fungsi hati tanpa sebab yang jelas
g) Trobosisfeni
h) Pertumbuhan janin terhambat
i) Peningkahtan serum creatinin

Preeklampsia Berat dan Eklampsia


Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa
persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada
eklampsia.
Pengelolaan kejang:

11
1) Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
2) Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir,
masker oksigen, oksigen)
3) Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
4) Aspirasi mulut dan tenggorokan
5) Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi
risiko aspirasi
6) Berikan O2 4-6 liter/menit

C. Kegawatdaruratan Neonatal
1. Definisi
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan
usia 28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan
didalam rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ
hampir pada semua system. Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa,
bahkan bukan pula miniatur anak. Neonatus mengalami masa perubahan dari
kehidupan didalam rahim yang serba tergantung pada ibu menjadi kehidupan
diluar rahim yang serba mandiri.

Masa perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72


pertama. Transisi ini hampir meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting
bagi anestesi adalah system pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari
itu sangatlah diperlukan penataan dan persiapan yang matang untuk
melakukan suatu tindakan anestesi terhadap neonatus.

2. Faktor-faktor yang menyebabkan megawatdaruratan pada neonates

a. Faktor kehamilan: Kehamilan kurang bulan, kehamilan dengan penyakit


DM, Kehamilan dengn gawat janin, kehamilan dengan penyakit kronis ibu,
kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat, infertilitas.
b. Faktor pada partus: Partus dengan infeksi intrapartum dan partus dengan
penggunaan obat sedative.
c. Faktor pada bayi: Skor apgar yang rendah, BBLR, bayi kurang bulan, berat lahir
lebih dari 4000gr, cacat bawaancdan frekuensi pernafasan dengan 2x observasi
lebih dari 60/menit.

3. Kondisi-kondisi yang menyebabkan kegawatdaruratan neonates

a. Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh < 36,5°C atau kedua
kaki dan tangan teraba dingin. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia
diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai
25°C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal
penyakit yang berakhir dengan kematian. Akibat hipotermia adalah
meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik
asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan
glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan

12
turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake
kalori.
b. Hipertermia
Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan
termoregulasi. Hipertermia terjadi ketika tubuh menghasilkan atau menyerap
lebih banyak panas daripada mengeluarkan panas. Ketika suhu tubuh cukup
tinggi, hipertermia menjadi keadaan darurat medis dan membutuhkan
perawatan segera untuk mencegah kecacatan dan kematian.

Tanda dan gejala :


Panas, kulit kering, kulit menjadi merah dan teraba panas,
pelebaran pembuluh darah dalam upaya untuk meningkatkan
pembuangan panas, bibir bengkak.
Tanda-tanda dan gejala bervariasi tergantung pada
penyebabnya. Dehidrasi yang terkait dengan serangan panas dapat
menghasilkan mual, muntah, sakit kepala, dan tekanan darah rendah.
Hal ini dapat menyebabkan pingsan atau pusing, terutama jika orang
berdiri tiba-tiba. Tachycardia dan tachypnea dapat juga muncul sebagai
akibat penurunan tekanan darah dan jantung. Penurunan tekanan darah
dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit, mengakibatkan kulit
pucat atau warna kebiru-biruan dalam kasus-kasus lanjutan stroke
panas. Beberapa korban, terutama anak-anak kecil, mungkin kejang-
kejang. Akhirnya, terjadi ketidaksadaran dan koma.
c. Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi dimana
jumlah glukosa dalam plasma darah berlebihan. Hiperglikemia disebabkan
oleh diabetes melitus. Pada diabetes melitus, hiperglikemia biasanya
disebabkan karena kadar insulin yang rendah atau resistensi insulin pada sel.
Kadar insulin rendah atau resistensi insulin tubuh disebabkan karena
kegagalan tubuh mengkonversi glukosa menjadi glikogen, pada akhirnya
membuat sulit atau tidak mungkin untuk menghilangkan kelebihan glukosa
dari darah.
Gejala hiperglikemia antara lain : polifagi (sering kelaparan),
polidipsi (sering haus), poliuri (sering buang air kecil), penglihatan kabur,
kelelahan, berat badan menurun, sulit terjadi penyembuhan luka, mulut
kering, kulit kering atau gatal, impotensi (pria), infeksi berulang, kussmaul
hiperventilasi, arrhythmia, pingsan, koma.
d. Tetanus neonatorum
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh
bayi baru lahir yang disebabkan karena basil klostridium tetani.
Tanda-tanda klinis antara laian : bayi tiba-tiba panas dan tidak mau
minum, mulut mencucu seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah

13
(kadang-kadang menangis) dan sering kejang disertai sianosis, kaku
kuduk sampai opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi berkerut,
alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus
sardonikus.

e. Sindrom gawat nafas neonatus (asfiksia)


Sindrom gawat nafas neonatus (asfiksia) merupakan kumpulan gejala
yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih
dari 60 kali per menit, sianosis, merintih, waktu ekspirasi dan retraksi di
daerah epigastrium, interkostal pada saat inspirasi. Resusitasi merupakan
sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital
lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan
menjamin ventilasi yang adekuat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan
tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama
pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. Kegawatdaruratan pada
kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang
singkat (sekitar 4 –6 menit). Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang
harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup
(Hudak dan Gallo, 1997).

D. Ruang Lingkup Kegawatdaruratan Maternal Neonatal


Ruang lingkup atau batasan yang tercakup dalam kegawatdaruratan maternal
dan neonatal adalah:

1. Kehamilan

Kegawatdaruratan dapat terjadi selama proses kehamilan antara lain:

a. Abortus yaitu ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan dengan batasan umur kehamilan <20 mgg atau BB
<500 gr penyebabnya kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, kelainan pada
plasenta, penyakit ibu yang kronis, faktor nutrisi dan faktor psikologis;
b. Solusio plasenta yaitu terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan
maternal plasenta dari tempat implantasinya. Penyebab pasti belum
diketahui, namun pada keadaan tertentu, kategori sosial-ekonomi, kategori
fisik, kelainan dalam rahim dan penyakit ibu;
c. Plasenta previa yaitu plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
Rahim sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum
sehingga plasenta berada di depan jalan lahir;
d. Preeklamsia dan eklamsia adalah hipertensi disertai proteinuria atau
oedema setelah umur kehamilan >20 minggu pada penyakit trofoblas.
Eklamsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan/masa
nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang yang sebelumnya sudah
menimbulkan gejala-gejala pre eklamsia.

14
2. Persalinan

Kegawatdaruratan dapat terjadi selama proses persalinan antara lain:

a. Distosia bahu yaitu kegagalan melahirkan bahu secara spontan.


Penyebabnya deformitas panggul dan kegagalan bahu untuk melipat ke
dalam panggul.
b. Perdarahan pervaginam yaitu perdarahan melebihi 500 ml yang terjadi
setelah bayi lahir.
c. Atonia uteri terjadi apabila miometrium tidak berkontraksi. Penyebabnya
polihidramnion, kehamilan kembar, makrosomia, persalinan lama,
persalinan terlalu cepat, persalinan dengan induksi/akselerasi oksitosin,
infeksi intrapartum dan paritas tinggi.
d. Perlukaan jalan lahir perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir
lengkap dan kontraksi rahim baik, terdiri dari robekan perineum, hematoma
vulva, robekan dinding vagina, robekan serviks dan ruptur uteri.
e. Retensio plasenta yaitu plasenta yang belum lahir dalam setengah jam
setelah janin lahir. Penyebabnya plasenta adhesive, plasenta akreta, atau
plasenta inkarserata.

3 .Nifas

Kegawatdaruratan dapat terjadi selama masa nifas antara lain:

a. Infeksi nifas yaitu infeksi pada dan melalui fraktur genetalia setelah
persalinan, suhu 380C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10
postpartum. Penyebabnya kurang gizi, anemia, pola hygiene, kelelahan,
proses persalinan bermasalah, partus lama atau macet, korioamnionitis,
persalinan traumatic, periksa dalam yang berlebihan.
b. Matritis adalah infeksi uterus bila terlambat pengobatan dapat menjadi
abses pelvik, peritonitis, syok septik, thrombosis vena yang dalam, infeksi
pelvik yang menahun, penyumbatan tuba dan infertilitas.
c. Bendungan payudara adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada
payudara dalam rangka mempersiapkan diri untuk laktasi.
d. Infeksi payudara terdiri dari mastitis dan abses payudara.

4. Neonatus

Ruang lingkup kegawatdaruratan neonatal yaitu:

a. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) yaitu berat bayi baru lahir yang kurang
dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Penyebabnya persalinan
kurang bulan atau prematur dan bayi lahir kecil untuk masa kehamilan.

15
b. Asfiksia pada BBL yaitu kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada
saat bayi lahir atau beberapa saat setelah bayi lahir. Penyebab berkaitan
dengan kondisi ibu, masalah pada tali pusat dan plasenta dan masalah pada
bayi selama atau sesudah persalinan.

c. Kejang pada BBL. yaitu perubahan secara tiba-tiba fungsi neurologik baik
fungsi motorik maupun fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik
pada otak.

b. Perdarahan tali pusat


Adanya cairan (darah) yang keluar di sekitar tali pusat bayi. Akibat dari
trauma pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses
pembentukan trombus normal. Tetapi merupakan hal yang normal apabila
pendarahan yang terjadi di sekitar tali pusat dalam jumlah yang sedikit
(Hesti Kurniasih, Fitria Zuhriyatun, 2017).

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kegawatan atau kegawatdaruratan dalam kebidanan adalah kegawatan


atau kegawatdaruratan yang terjadi pada wanita hamil, melahirkan atau nifas.
Kegawatdaruratan dapat terjadi baik pada penanganan maternal maupun neonatal.

Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup


bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus,
mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan
pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa,
solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio
sesarea, retensio plasentae/plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan,
hematoma, dan koagulopati obstetri.

Situasi yang membutuhkan evaluasi dan manajemen yang tepat pada bayi
baru lahir yang sakit kritis ( ≤ usia 28 hari) membutuhkan pengetahuan yang
dalam mengenali perubahan psikologis dan kondisi patologis yang mengancam
jiwa yang bisa saja timbul sewaktu. Penyebab kematian yang paling cepat pada
neonatus adalah asfiksia. Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan
morbiditas yang penting. Akibat jangka panjang, asfiksia perinatal dapat
diperbaiki secara bermakna jika gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (misal,
pada keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi /
oksigenasi janin intrauterin atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat
masa hipoksemia janin yang terjadi.

B. Saran
Mengingat tingginya AKI dan AKB di Indonesia, maka kegawatdaruratan
maternal dan neonatal haruslah ditangani dengan cepat dan tepat. Penanganan
yang tepat dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga di Indonesia. Maka,
dengan mempelajari dan memahami kegawatdaruratan maternal dan neonatal,
diharapkan bidan dapat memberikan penanganan yang maksimal dan sesuai
standar demi kesehatan ibu dan anak

17
DAFTAR PUSTAKA

Saifuddin, Abdul Bari dkk. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Maryunani, Anik dan Yulianingsi. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dalam


Kebidanan. Jakarta: CV.Trans Info Medika

Lisnawati, Lilis. 2013. Asuhan Kebidanan Terkini Kegawatdaruratan Maternal


dan Neonatal. Jakarta : TIM

Maryunani, Anik. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.


Jakarta : Trans Info Media.

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP

Rukiyah, Ai Yeyeh. 2010. Asuhan Kebidanan IV Patologi Kebidanan. Jakarta:


Pustaka Utama

18

Anda mungkin juga menyukai