Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

ASUHAN KEGAWATDARURATAN
PADA BAYI BARU LAHIR

Oleh :

WILHELMINA W. TITIRLOLOBY
NIM. P07124120042

PROGRAM STUDI KEBIDANAN SAUMLAKI


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU
2022
KATA PENGANTAR

Sembah sujud penulis panjatkan ke hadirat Tuhan karena anugerah dan rahmat-Nya
jualah sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Dalam penyusunan makalah ini, penulis
telah berusaha semaksimal mungkin, yang mana telah memakan waktu dan pengorbanan
yang tak ternilai dari semua pihak yang memberikan bantuannya, yang secara langsung
merupakan suatu dorongan yang positif bagi penulis ketika menghadapi hambatan-
hambatan dalam menghimpun bahan materi untuk menyusun makalah ini.
Namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan,
baik dari segi penyajian materinya maupun dari segi bahasanya. Karena itu saran dan kritik
yang bersifat konstruktif senantiasa penulis harapkan demi untuk melengkapi dan
menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
A.        Latar Belakang.......................................................................................................
B.        Rumusan Masalah..................................................................................................
C.        Tujuan ...................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
A.    Definisi Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal................................................
B.     Prinsip Dasar Penanganan Kegawatdaruratan.........................................................
C.     Prinsip Umum Penanganan Kasus Kegawatdaruratan............................................
D.     Penanganan Awal dan Penanganan Lanjutan Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal ( Penanganan Plasenta Previa dan Penanganan Asfiksia
Neonatorum).........................................
E.      Asfiksia Neonatorum...............................................................................................
BAB III STUDI KASUS............................................................................................................
BAB IV PENUTUP............................................................................................................
A.    KESIMPULAN......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi
perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista
vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan
mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan
persalinan per vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet),
perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri.
Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses kelahirannya. Ancaman
jiwa berupa kamatian tidak dapat diduga secara pasti walaupun denagn bantuan alat-alat
medis modern sekalipun,sering kali memberikan gambaran berbeda tergadap kondisi bayi
saat lahir.
Oleh karena itu kemauan dan keterampilan tenaga medis yang menangani kelahiran
bayi mutlak sangat dibutuhkan, tetapi tadak semua tenaga medis memiliki kemampuan dan
keterampilan standart, dalam melakukan resusitasi pada bayi baru lahir yang dapat
dihandalkan, walaupun mereka itu memiliki latar belakang pendidikan sebagai profesional
ahli.
B.     Rumusan Masalah
a.      Apa Definisi Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal ?
b.      Apa Prinsip Dasar Penanganan Kegawatdaruratan?
c.       Apa Prinsip Umum Penanganan Kasus Kegawatdaruratan ?
d.      Apa Kunci Keberhasilan Penanganan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal ?
e.       Bagaimana Penanganan Awal dan Penanganan Lanjutan Kegawatdaruratan Maternal
dan Neonatal ( Penanganan Plasenta Previa dan Penanganan Asfiksia Neonatorum) ?
f.       Apa Yang Dimaksud Asfiksia Neonatorum ?
C.    Tujuan
Menguraikan masalah tentang kegawatdaruratan maternal dan neonatal
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal


Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-tiba,
seringkali merupakan kejadian yang berrbahaya (Dorlan,  2011).
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya
yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna
menyelamtkan jiwa/ nyawa (Campbell S, Lee C, 2000).
Kegawatdaruratan obstetri adalah kondisi kesehatan yang mengancam jiwa yang terjadi
dalam kehamilan atau selama dan sesudah persalinan dan kelahiran. Terdapat sekian
banyak penyakit dan gangguan dalam kehamilan yang mengancam keselamatan ibu dan
bayinya (Chamberlain, Geoffrey, & Phillip Steer, 1999).
Kasus gawat darurat obstetri adalah kasus obstetri yang apabila tidak segera ditangani
akan berakibat kematian ibu dan janinnya. Kasus ini menjadi penyebab utama kematian ibu
janin dan bayi baru lahir. (Saifuddin, 2002)
Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi
dan  manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis ( ≤ usia 28 hari)
membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis dan kondisi
patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-waktu (Sharieff, Brousseau,
2006).
Penanganan kegawatdaruratan obstetrik ada tidak hanya membutuhkan sebuat tim
medis yang menangani kegawatdaruratan tetapi lebih pada membutuhkan petugas
kesehatan yang terlatih untuk setiap kasus-kasus kegawatdaruratan.
B.     Prinsip Dasar Penanganan Kegawatdaruratan
1.      Prinsip Dasar
Dalam menangani kasus kegawatdaruratan, penentuan permasalahan utama
(diagnosa) dan tindakan pertolongannya harus dilakukan dengan cepat, tepat, dan tenang
tidak panik, walaupun suasana keluarga pasien ataupun pengantarnya mungkin dalam
kepanikan. Semuanya dilakukan dengan cepat, cermat, dan terarah. Walaupun prosedur
pemeriksaan dan pertolongan dilakukan dengan cepat, prinsip komunikasi dan hubungan
antara dokter-pasien dalam menerima dan menangani pasien harus tetap diperhatikan.
2.      Menghormati hak pasien
Setiap pasien harus diperlakukan dengan rasa hormat, tanpa memandang status
sosial dan ekonominya. Dalam hal ini petugas harus memahami dan peka bahwa dalam
situasi dan kondisi gawatdarurat perasaan cemas, ketakutan, dan keprihatinan adalah wajar
bagi setiap manusia dan kelurga yang mengalaminya.
3.      Gentleness
Dalam melakukan pemeriksaan ataupun memberikan pengobatan setiap langkah
harus dilakukan dengan penuh kelembutan, termasuk menjelaskan kepada pasien bahwa
rasa sakit atau kurang enak tidak dapat dihindari sewaktu melakukan pemeriksaan atau
memerikan pengobatan, tetapo prosedur akan dilakukan selembut mungkin sehingga
perasaan kurang enak itu diupayakan sesedikit mungkin.
4.      Komunikatif
Petugas kesehatan harus berkomunikasi dengan pasien dalam bahasa dan kalimat
yang tepat, mudah dipahami, dan memperhatikan nilai norma kultur setempat. Dalam
melakukan pemeriksaan, petugas kesehatan harus menjelaskan kepada pasien apa yang
akan diperikssssa dan apa yang diharapkan. Apabila hasil pemeriksaan normal atau kondisi
pasien sudah stabil,upaya untuk memastikan hal itu harus dilakukan. Menjelaskan kondisi
yang sebenarnya kepada pasien sangatlah penting.
5.      Hak Pasien
Hak-hak pasien harus dihormati seperti penjelasan informed consent,  hak pasien
untuk menolak pengobatan yang akan diberikan dan kerahasiaan status medik pasien.

6.      Dukungan Keluarga (Family Support)


Dukungan keluarga bagi pasien sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, petugas
kesehatan harus mengupayakan hal itu antara lain dengan senantiasa memberikan
penjelasan kepada keluarga pasien tentang kondisi pasien, peka akan masalah kelurga
yang berkaitan dengan keterbatasan keuangan, keterbatasan transportasi, dan sebagainya.
Dalam kondisi tertentu, prinsip-prinsip tersebut dapat dinomorduakan, misalnya apa
bila pasien dalam keadaan syok, dan petugas kesehatan kebetulan hanya sendirian, maka
tidak mungkin untuk meminta informed consent kepada keluarga pasien. Prosedur untuk
menyelamatkan jiwa pasien harus dilakukan walaupun keluarga pasien belum diberi
informasi.
7.      Penilaian Awal
Dalam menentukan kondisi kasus obstetri yang dihadapi apakah dalam keadaa
gawatdarurat atau tidak, secara prinsip harus dilakukan pemeriksaan secara sistematis
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum, dan pemeriksaan obstetrik. Dalam praktik,
oleh karena pemeriksaan sistematis membutuhkan waktu yang agak lama, padahal
penilaian harus dilakukan secara cepat, maka dilakukan penilaian awal.
Penilaian awal adalah langkah untuk menentukan dengan cepat kasus obstetri yang
dicurigai dalam keadaan kegawatdarurat dan membutuhkan pertolongan segera dengan
mengidentifikasi penyulit yang dihadapi. Dalam penilaian awal ini, anamnesis lengkap belum
dilakukan. Anamnesa awal dilakukan bersama-sama periksa pandang, periksa raba, dan
penilaian tanda vital dan hanya untuk mendapatkan informasi yang sangat penting berkaitan
dengan kasus. Misalnya apakah kasus mengalami perdarahan, demam, tidak sadar, kejang,
sudah mengedan, atau bersalin berapa lama, dan sebagainya. Fokus utama penilaian
adalah apakah pasieng mengalami syok hipofolemik, syok septik, syok jenis lain (syok
kardiogenik, syok neurologik, dan sebagainya), koma, kejang-kejang, atau koma disertai
kejang-kejang, dan hal itu terjadi dalam kehamilan, persalinan,  atau pasca persalinan.
C.    Prinsip Umum Penanganan Kasus Kegawatdaruratan
1.      Pastikan Jalan Napas Bebas
Harus diyakini bahwa jalan napas tidak tersumbat. Jangan memberikan cairan atau
makanan ke dalam mulut karena pasien sewaktu-waktu dapat muntah dan cairan muntahan
dapat terisap masuk ke dalam paru-paru. Putarlah kepala pasien dan kalau perlu putar juga
badannya ke samping dengan demikian bila ia muntah, tidak sampai terjadi aspirasi.
Jagalah agar kondisi badannya tetap hangat karena kondisi hipotermia berbahaya dan
dapat memperberat syok. Naikkanlah kaki pasien untuk membantu aliran darah balik ke
jantung. Jika posisi berbaring menyebabkan pasien merasa sesak napas, kemungkinan hla
ini dikarenakan gagal jantung dan edema paru-paru. Pada kasus demikian, tungkai
diturunkan dan naikkanlah posisi kepala untuk mengurangi cairan dalam paru-paru.
2.      Pemberian Oksigen
Oksigen diberikan dengan kecepatan 6-8 liter / menit. Intubasi maupun ventilasi
tekanan positif hanya dilakukan kalau ada indikasi yang jelas.
3.      Pemberian Cairan Intravena
Cairan intra vena diberikan pada tahap awal untuk persiapan mengantisipasi kalau
kemudian penambahan cairan dibutuhkan. Pemberian cairan infus intravena
selanjutnya  baik jenis cairan, banyaknya cairan yang diberikan, dan kecepatan pemberian
cairan harus sesuai dengan diagnosis kasus. Misalnya pemberian cairan untuk mengganti
cairan tubuh  yang hilang pada syok hipovolemik seperti pada perdarahan berbeda dengan
pemberian cairan pada syok septik. Pada umumnya dipilih cairan isotonik, misalnya NaCl
0.9 % atau Ringer Laktat. Jarum infus yang digunakan sebaiknya nomor 16-18 agar cairan
dapat dimasukkan secara cepat.
Pengukuran banyaknya cairan infus yang diberikan sangatlah penting. Berhati-
hatilah agar tidak berlebihan memberikan cairan intravena terlebih lagi pada syok septik.
Setiap tanda pembengkakan, napas pendek, dan pipi bengkak, kemungkinan adalah tanda
kelebihan pemberian cairan. Apabila hal ini terjadi, pemberian cairan dihentikan. Diuretika
mungkin harus diberikan bila terjadi edema paru-paru.
4.      Pemberian Tranfusi Darah
Pada kasus perdarahan yang banyak, terlebih lagi apabila disertai syok, transfusi
darah sangat diperlukan untuk menyelamatkan jiwa penderita. Walaupun demikian, transfusi
darah bukan tanpa risiko dan bahkan dapat berakibat kompliksai yang berbahaya dan fatal.
Oleh karena itu, keputusan untuk memberikan transfusi darah harus dilakukan dengan
sangat hati-hati. Risiko yang serius berkaitan dengan transfusi darah mencakup penyebaran
mikroorganisme infeksius ( misalnya human immunodeficiency virus atau HIV dan virus
hepatitis), masalah yang berkaitan dengan imunologik ( misalnya hemolisis intravaskular),
dan kelebihan cairan dalam transfusi darah.
5.      Pasang Kateter Kandung Kemih
Kateter kandung kemih dipasang untuk mengukur banyaknya urin yang keluar guna
menulai fungsi ginjal dan keseimbangan pemasukan danpengeluaran cairan tubuh. Lebih
baik dipakai kateter foley. Jika kateterisasi tidak mungkin dilakukan, urin ditampung dan
dicatat kemungkinan terdapat peningkatan konsesntrasi urin ( urin berwarna gelap) atau
produksi urin berkurang sampai tidak ada urin sama sekali. Jika produksi urin mula-mula
rendah kemudian semakin bertambah, hal ini menunjukan bahwa kondisi pasien membaik.
Diharapkan produksi urin paling sedikit 100 ml/4 jam atau 30 mL/ jam.
6.      Pemberian Antibiotika
Antibiotika harus diberikan apabila terdapat infeksi, misalnya pada kasus sepsi, syok
septik, cidera intraabdominal, dan perforasi uterus.
Pada kasus syok, pemberian antibiotika intravena lebih diutamakan sebab lebih
cepat menyebarkan obat ke jaringan yang terkena infeksi. Apabila pemberian intravena tidak
memungkinkan, obat dapat diberikan intramuskular. Pemberian antibiotika per oral diberikan
jika pemberian intra vena dan intramuskular tidak memungkinkan, yaitu jika pasien dalam
keadaan syok, pada infeksi ringan, atau untuk mencegah infeksi yang belum timbul, tetapi
diantisipasi dapat terjadi sebagai komplikasi.
Profilaksis antibiotika adalah pemberian antibiotika untuk pencegahan infeksi pada
kasus tanpa tanda-tanda dan gejala infeksi. Antibiotika diberikan dalam dosis tugngal, paling
banyak ialah 3 kali dosis. Sebaiknya profilaksis antibiotika diberikan setelah tali pusat diklem
untuk menghindari efeknya pada bayi. Profilaksis antibiotika yang diberikan dalam dosis
terapeutik selain menyalahi prinsip juga tidak perlu dan  suatu pemborosan bagi si
penderita. Risiko penggunaan antibiotika berlebihan ialah retensi kuma, efek samping,
toksisitas, reaksi alergi, dan  biaya yang tidak perlu dikeluarkan.
7.      Obat Pengurang Rasa Nyeri
Pada beberapa kasus kegawatdaruratan obstetri, penderita dapat mengalami rasa
nyeri yang membutuhkan pengobatan segera. Pemberian obat pengurang rasa nyeri jangan
sampai menyembunyikan gejala yang sangat penting untuk menentukan diagnosis.
Hindarilah pemberian antibiotika pada kasus yang dirujuk tanpa didampingi petugas
kesehatan, terlebih lagi petugas tanpa kemampuan untuk mengatasi depresi pernapasan.
8.      Penanganan Masalah Utama
Penyebab utama kasus kegawatdaruratan kasus harus ditentukan diagnosisnya dan
ditangani sampai tuntas secepatnya setelah kondisi pasien memungkinkan untuk segera
ditindak. Kalau tidak, kondisi kegawatdaruratan dapat timbul lagi dan bahkan mungkin dalam
kondisi yang lebih buruk.
9.      Rujukan        
Apabila fasilitas medik di tempat kasus diterima tidak memadai untuk menyelesaikan
kasus dengan tindakan klinik yang adekuat, maka kasus harus dirujuk ke fasilitas kesehatan
lain yang lebih lengkap. Sebaiknya sebelum pasien dirujuk, fasilitas kesehatan yang akan
menerima rujukan dihubungi dan diberitahu terlebih dahulu sehingga persiapan penanganan
ataupun perawatan inap telah dilakukan dan diyakini rujukan kasusa tidak akan ditolak.
D.     Penanganan Awal dan Penanganan Lanjutan Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal ( Penanganan Plasenta Previa dan Penanganan Asfiksia Neonatorum)
Terdapat banyak kasus kegawatdaruratan atau komplikasi yang dapat dialami oleh ibu
selama masa kehamilan, persalinan, maupun postpartum dan juga pada 0 – 30 hari pada
bayi baru lahir di antaranya  (a) perdarahan obstetri, (b) eklampsia, (c) emboli paru, (d)
emboli air ketuban, (e) prolapsus talipusat,(f) retensio plasenta, (g) distosia bahu, (h)
inversio uteri, (i) ruptura uteri, (j) asfiksia neonatorum,(k) ikterus neonatorum, (l) hipotermi
dan hipertermi pada bayi baru lahir, (m) kejang pada bayi baru lahir, dan lain sebagainya.
Berikut akan dijelaskan menganai satu dari sekian kasus kegawatan maternal dan satu
kasus kegawatan neonatal.
1.      Plasenta Previa
·         Pengertian dan Klasifikasi Plasenta Previa
Plasenta previa adalah keadaaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat
abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir (Ostium Uteri Internal) (Rustam mochtar, 1998).
Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan
normal plasenta terletak di bagian atas uterus (Hanifa Winkjosastro, 2005)
Klasifikasi plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan
jalan lahir pada waktu tertentu :
1.      Plasenta previa totalis : bila seluruh pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta.
2.      Plasenta previa lateralis : bila hanya sebagian pembukaan jalan lahir tertutup oleh
plasenta.
3.      Plasenta previa marginalis : bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan jalan lahir.
4.      Plasenta letak rendah.
Tepi plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir pembukaan pada pemeriksaan dalam tidak
teraba (Hanifa Winkjosastro, 2005).
·         Ciri – CiriPlasenta Previa
Ciri- ciri plasenta previa yaitu :
1.            Perdarahan tanpa nyeri
2.            Perdarahan berulang
3.            Warna perdarahan merah segar
4.            Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
5.            Timbulnya perlahan-lahan
6.            Waktu terjadinya saat hamil
7.            His biasanya tidak ada
8.            Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
9.            Denyut jantung janin ada
10.        Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
11.        Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
12.        Presentasi mungkin abnormal.
·         Etiologi
Penyebab plasenta previa secara pasti sulit ditentukan, tetapi ada beberapafaktor
yang meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa, misalnya bekasoperasi rahim (bekas
sesar atau operasi mioma), sering mengalami infeksirahim (radang panggul), kehamilan
ganda, usia ibu di atas 35 tahun, paritas, pernah plasenta previa, atau kelainan bawaan
rahim.
·         Diagnosis Plasenta Previa
a.       Anamnesis : adanya perdarahan per vaginam pada kehamilan lebih 20 minggu dan
berlangsung tanpa sebab.
b.      Pemeriksaan luar : sering ditemukan kelainan letak. Bila letak kepala maka kepala belum
masuk pintu atas panggul.
c.       Inspekulo : adanya darah dari ostium uteri eksternum.
d.      USG untuk menentukan letak plasenta.
e.       Penentuan letak plasenta secara langsung dengan perabaan langsung melalui kanalis
servikalis tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan perdarahan
yang banyak. Oleh karena itu cara ini hanya dilakukan diatas meja operasi.
·         Penatalaksanaan Plasenta Previa
Ibu yang menderita anemia sebelumnya akan sangat rentan terhadap perdarahan,
walaupun perdarahan tidak terlalu banyak. Darah sebagai obat utama untuk menagatasi
perdarahan belum selalu ada atau tersedia di rumah sakit.
Prinsip dasar penanganan. Setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera
dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas perdarahan yang pertama kali jarang sekali.
Apabila dalam penilaian yang tenang dan jujur ternyata perdarahan telah berlangsung tidak
membahayakan ibu,janin dan kehamilannya belum cukup 36 minggu atau taksiran berat
janin kurang dari 2500 gram dan persalinan belum mulai dapat dibenarkan menunda
persalinan sampai janin dapat hidup diluar kandungan.Tetapi bila terjadi perdarahan yang
membahayakan ibu dan janin atau kehamilannya telah mencapai 36 minggu dan taksiran
berat janin mencapai 2500 gram atau persalinan telah mulai, maka penanganan pasif harus
di tinggalkan dan di tempuh penanganan aktif.
Memilih cara persalinanan yang terbaik adalah tergantung dari derajat plasenta
previa, paritas dan banyaknya perdarahan. Plasenta previa totalis merupakan indikasi
mutlak untuk seksio sesaria tanpa menghiraukan faktor – faktor lannya. Perdarahan banyak
dan ber ulang – ulang biasnya disebabkan oleh plasenta yang letaknya lebih tinggi
daerjatnya daripada yangditemukan pada pemeriksaan dalam atau vaskularisasi yang hebat
pada serviks dan segmen bawah uterus.
Pada kasus yang terbengkalai, dengan anemia berat karena perdarahan atau infeksi
intra uterin, baik seksio sesaria maupun persalinan pervaginam sama – sama tidak
mengamankan ibu dan janinnya. Akan tetapi dengan bantuan transfusi darah dan antibiotika
secukupnya, seksio cesaria masih lebih aman daripada persalinan pervaginam untuk semua
kasus plasenta previa totalis dari kebanyakan plasenta previa parsialis (Hanifa Winkjosastro,
2005).

Factor-faktor yang menentukan sikap/tindakan persalinan mana yang akan dipilih.


a.   Jenis plasenta previa
b. Banyaknya perdarahan
c. keadaan umum ibu
d. Keadaan janin
e.  Pembukaan jalan lahir
f.  Paritas
g.    Fasilitas rumah sakit
Dilakukan perawatan konservatif bila
a.  Kehamilan kurang 37 minggu.
b.  Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).
c.    Tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh
perjalanan selama 15 menit).
Penanganan aktif bila :
a.  Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan.
b. Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
c.  Anak mati
Perawatan konservatif berupa :
1)         Istirahat
2)         Memberikan hematinik dan spasmolitik unntuk mengatasi anemia
3)         Memberikan antibiotik bila ada indikasi.
4)         Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.
Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif
maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila
timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan senggama.

Penanganan aktif berupa :


a.              Persalinan per vaginam.
b.              Persalinan per abdominal.
Penderita disiapkan untuk pemeriksaan dalam di atas meja operasi (double set up)
yakni dalam keadaan siap operasi. Bila pada pemeriksaan dalam didapatkan :
a)            Plasenta previa marginalis
b)            Plasenta previa letak rendah
c)            Plasenta lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks sudah matang,
kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada perdarahan atau hanya sedikit
perdarahan maka lakukan amniotomi yang diikuti dengan drips oksitosin pada partus
per vaginam bila gagal drips (sesuai dengan protap terminasi kehamilan). Bila terjadi
perdarahan banyak, lakukan seksio sesarea.
Indikasi melakukan seksio sesarea yaitu :
a.             Plasenta previa totalis
b.            Perdarahan banyak tanpa henti.
c.             Presentase abnormal.
d.            Panggul sempit.
e.             Keadaan serviks tidak menguntungkan (belum matang).
f.             Gawat janin
F.     Asfiksia Neonatorum
1.      Pengertian Asfiksia Neonatorum
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus
dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan
atau segera lahir (Prawiro Hardjo Sarwono, 1997).
Asfiksia Neonatotum adalah keadaan dimana bayi baru lahir yang tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai
dengan keadaan dimana hipoksia dan hiperapneu serta sering berakhir dengan
asidosis (Santoso NI, 1992)
2.      Patofisiologi
Asfiksia dalah keadaan bayi baru lahir tidak bernapas secara spontan dan teratur,
sering kali seorang bayi yang mengalami gawat janin sebelum persalinan akan mengalami
asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan kondisi ibu, masalah
pada tali pusat dan plasenta atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan.

3.      Perubahan Yang Terjadi Pada Asfiksia


Pernapasan adalah tanda vital pertama yang berhenti ketika BBL kekurangan
oksigen. Pada periode awal bayi akan mengalami napas cepat yang disebut
dengan gasping primer. Setelah periode awal ini akan diikuti dengan keadaan bayi tidak
bernapas yang diseebut apneu primer. Pada saat ini frekuensi jantug mulai menurun,
namun tekanan darah masih tetap bertahan.
Bila keadaan ini berlangsung lama dan tidak dilakukan pertolongan pada BBL, maka
bayi akan melakukan usaha napas megap-megap yang disebut gasping sekunder dan
kemudian masuk dalam periode apneu sekunder. Pada saat ini frekuensi jantung semakin
menurun dan tekanan darah semakin menurun dan bisa menyebabkan kematian bila bayi
tidak segera ditolong. Oleh karena itu, setiap menjumpai kasus dengan apneu, harus
dianggap sebagai apneu sekunder dan segera dilakukan resusitasi.
4.      Penyebab Asfiksia
Asfiksia pada bayi baru lahir disebabkan oleh faktor ibu, faktor bayi, dan faktor tali
pusat atau plasenta.
a)         Faktor ibu
·         Preeklampsia dan eklampsia
·         Perdarahan antepartum abnormal ( plasenta previa dan solusio plasenta)
·         Partus lama atau partus macet
·         Demam sebelum dan selama persalinan
·         Infeksi berat ( malaria, sifilis, TBC, dan HIV)
·         Kehamilan lebih bulan
b)         Faktor bayi
·         Bayi kurang bulan
·         Air ketuban bercampur  mekonium
·         Kelainan kongenital yang memberi dampak pada pernapasan bayi.
c)         Faktor plasenta dan tali pusat
·         Infark plasenta
·         Hematoma plasenta
·         Lilitan tali pusat
·         Tali pusat pendek
·         Simpul tali pusat
·         Prolaps tali pusat
5.      Diagnostik
a)            Anamnesa
a.       Ganggaun atau kesulitan waktu lahir
b.      Lahir tidak menangsi atau tidak bernapas
c.       Air ketuban bercampur mekonium
b)            Pemeriksaan fisik
a.       Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap
b.      Denyut jantung kurang dari 100 kali permenit
c.       Kulit sianosis, pucat
d.      Tonus otot menurun
e.       Untuk diagnosis asfiksia tidak perlu menilai skor Apgar
6.      Langkah Promotif/ Preventif
Sebetulnya asfiksia pada bayi baru lahir dapat dicegah, maka sebaiknya dilakukan
tindakan pencegahan sebagai berikut.
a.              Pemeriksaan selama kehamilan secara teratur yang berkualitas,
b.              Meningkatkan status nutrisi ibu,
c.              Manajemen persalinan yang baik dan benar ( persalinan yang bersih dan aman),
dan
d.             Melaksanakan pelayanan neonatal esensial terutama dengan melakukan
resusitasi yang baik dan benar sesuai dengan standar.
7.      Penanganan Awal dan Lanjutan
1.      Resusitasi
a.       Begitu bayi lahir tidak mengangis,maka dilakukan langkah awal yang terdiri dari
1)            Hangatkan bayi di bawah pemancar panas atau lampu
2)            Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi
3)            Isap lendir dari mulut bayi kemudian hidung
4)            Keringkan bayi sambil merangsang taktil dengan menggosok punggung
atau menyentil ujung jari kaki bayi dan mengganti kain yang basah dengan
yang kering.
5)            Reposisi kepala janin
6)            Nilai bayi : usaha napas, warna kulit, dan denyut jantung
b.      Bila bayi tidak bernapas lakukan ventilasi tekanan positif (VTP) dengan memakai
balon dan sungkup selama 30 detik dengan kecepatan 40-60 kali permenit.
c.       Nilai bayi : usaha napas, warna kulit, dan denyut jantung
d.      Bila bayi belum bernapas dan denyut jantung 60 x/menit lanjutnkan VTP dengan
kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik
e.       Nilai bayi : usaha napas, warna kulit, dan denyut jantung.
1.      Bila denyut jantung < 60 kali /menit, beri epinefrin dan lanjutkan VTP dan
kompresi dada
2.      Bila denyut jantung > 60 kali/menit, kompresi dada dihentikan dan VTP
dilanjutkan
f.       Pemasangan pipa ET bisa dilakukan pada setiap tahapan resusitasi.

2.      Terapi Medikamentosa
1)            Epinefrin
Indikasi :
a.       Denyut jantung bayi < 60 kali/menit  setelah paling tidak 30 detikd ilakukan
ventilasi yang adekuat dan kompresi dada belum ada respon
b.      Asistolik
1.      Dosis            : 0.1 – 0.3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 ( 0.01 mg – 0.03
mg/kg BB)
2.      Cara  : intra vema tau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu
2)            Cairan pengganti volume darah
Indikasi :
a.       Bayi baru lahir yang dlakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada
respon dengan resusitasi
b.      Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai
adanya pucat,perfusi yang buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak
memberikan respon yang adekuat.
Jenis cairan :
a.  Larutan kristaloid yang isotonis ( NaCl 0.9 %, Ringer Laktat)
b.  Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak dan
bila fasilitas tersedia dengan dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10
menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
3)            Bikarbonat
Indikasi:
a. Asidosis metabolik secara klinis ( napas ceat dan dalam, sianosis)
a)   Prasyarat : bayi telah dilakukan ventilasi dengan efektif
b)  Dosis     : 1-2 mEq/ kg BB atau 2 ml/kg BB (4,2 %) atau 1 ml/kg BB  (7.4
%)
c)    Cara       : diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5 % sa,a banyak
diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit
d)    Efek samping    : pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari
bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.
3.      Penanganan Lanjutan
a.              Pemantauan pasca resusitasi
Sering kali terdapat kejadian bahwa setelah dilakukan resusitasi dan berhasi,
bayi dianggap sudah baik dantidak perlu dipantau padahal bayi masih mempunyai
potensi atau resiko terjadinya hal yang fatal yaitu misalnua kedinginan, hipoglikemia,
dan kejang. Untuk itu, pasca resusitasi harus tetap dilakukan pengawasan sebagai
berikut.
a)            Bayi harus dipantau secara khusus.
b)            Berikan imunisasi Hepatitis B pada saat bayi masih dirawat dan imunisasi
Polio pada saat pulang.
b.              Kapan menghentikan resusitasi
Resusitasi dinilai tidak berhasil jika bayi tidak bernapas spontan dan tidak
terdengar denyut jantung setelah dilakukan resusitasi secara efektif selama 15 menit.
c.              Kapan harus merujuk
1.      Rujukan yang paling tepat adalah rujukan antepartum untuk ibu resiko
tinggi/komplikasi
2.      Bila puskesmas tidak mempunyai fasilitas lengkap maka lakukan rujukan bila bayi
tidak merespon terhadap tindakan resusitasi
3.      Bila fasilitas mempunyai fasilitas lengkap dan kemampuan melakukan pemasangan
ET dan pemberian obata serta bayi tidak memberikan respon terhadap tindakan
resusitasi, maka segera lakukan rujukan
4.      Bila sampai dengan 10 menit bayi tidak dapat dirujuk, jelaskankepada orang tua
tentang prognosis bayi yang kurang baik dan pertimbangkan manfaat rujukan untuk
bayi ini kurang baik jika tidak segera dirujuk.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. TINJAUAN KASUS
Tanggal : 23 April 2013
Tempat : RSUD
Karanganyar Pukul :
11.05 WIB
I. Pengkajian
a. Data subyektif
1) Identitas bayi
a) Nama anak : By. Ny. K
b) Umur : 10 menit.
c) Tgl/jam lahir : 23 April 2013 / 10.55 WIB
d) Jenis kelamin : Laki-laki
e) BB/PB : 3100 gram / 49 cm
2) Identitas ibu Identitas Ayah
a) Nama : Ny. K Nama : Tn. S
b) Umur : 29 Tahun Umur : 31 Tahun
c) Agama : Islam Agama : Islam
d) Suku Bangsa: Jawa, Indonesia Suku Bangsa: Jawa, Indonesia
e) Pendidikan : SMA Pendidikan :SMA
f) Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
g) Alamat : Kodokan, Papakan, Tasikmadu, Karanganyar.

b. Anamnesa ( Data
Subyektif ) Pada ibu
1) Riwayat Kehamilan Sekarang
a) HPHT : ibu mengatakan hari pertama haid terakhir
pada tanggal 4 Agustus 2012
b) HPL : ibu mengatakan hari perkiraan lahir pada
tanggal 11 Mei 2013.
c) Masa gestasi : 37 minggu lebih 3 hari
d) Keluhan-keluhan pada
Trimester I : ibu mengatakan mual muntah dipagi
hari Trimester II: ibu mengatakan tidak ada keluhan
Trimester III : ibu mengatakan tidak ada keluhan
e) ANC:
Ibu mengatakan memeriksakan kehamilannya
sebanyak 6 kali di bidan, yaitu pada umur kehamilan 1
bulan, 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 7 bulan dan 8 bulan.
f) Penyuluhan yang pernah didapat :
Ibu mengatakan pernah mendapatkan penyuluhan tentang
tablet fe, gizi ibu hamil.
g) Imunisasi TT :
Ibu mengatakan mendapatkan imunisasi TT sebanyak 2
kali di bidan yaitu pada saat capeng dan saat usia
kehamilan 4 bulan.

2) Riwayat kehamilan ini


a) Tempat persalinan : RSUD Karanganyar, Penolong: Dokter.
b) Jenis persalinan : SC (Sectio Caesarea)
c) Komplikasi/kelainan dalam persalinan: Kala II lama,
Riwayat SC 2 kali, HBSag (+) positif.
d) Placenta :
(1) Berat placenta : 500 gram
(2) Panjang : 50 cm
(3) Jumlah kotiledon : 22
(4) Cairan ketuban : Jernih, jumlah ± 40 cc.
(5) Insersi tali pusat : Centralis
(6) Kelainan : tidak ada kelainan
(7) Lama persalinan :
Kala I :6 Jam - Menit

Kala II :3 Jam 15 Menit

Kala III :- Jam 10 Menit

Kala IV :2 Jam - Menit

Total : 12 Jam 25 Menit

3) Riwayat penyakit
a) Riwayat penyakit saat hamil :
Ibu mengatakan saat hamil tidak sedang menderita
penyakit yang dirasakan seperti : flu, batuk dan pilek.
b) Riwayat penyakit sistemik :

(1) Jantung : ibu mengatakan tidak pernah berdebar-


debar saat beraktivitas, tidak nyeri dada
pada bagian kiri dan tidak berkeringat
dingin di kedua telapak tangan
(2) Ginjal : ibu mengatakan tidak pernah sakit pada
saat BAK maupun BAB dan tidak
pernah sakit pada pinggang bagian
bawah.
(3) Asma : ibu mengatakan tidak pernah sesak nafas

(4) TBC : batuk berkepanjangan lebih dari 2


minggu.
(5) Hepatitis : ibu mengatakan pernah kuning pada
daerah mata, ujung kuku, dan kulit.
(6) DM : ibu mengatakan tidak pernah menderita
penyakit gula dengan gejala sering
haus, lapar, dan sering kencing dimalam
hari.
(7) Hipertensi : ibu mengatakan selama hamil hasil
tekanan darahnya tidak pernah lebih
dari 140/100mmHg.
(8) Epilepsi : ibu mengatakan tidak pernah kejang-
kejang sampai mengeluarkan busa dari
mulut.
(9) Lain – lain : ibu mengatakan tidak pernah menderita
penyakit lainnya.

c) Riwayat penyakit keluarga


(1) Menular
Ibu mengatakan dalam keluarganya dan keluarga
suaminya tidak ada yang menderita penyakit menular
seperti: TBC, hepatitis, HIV AIDS.
(2) Menurun
Ibu mengatakan dalam keluarganya maupun
keluarga suaminya tidak ada yang menderita
penyakit menurun seperti: jantung, DM dan
hipertensi.
d) Riwayat keturunan kembar :
Ibu mengatakan dalam keluarganya maupun keluarga
suaminya tidak ada yang memiliki riwayat keturunan
kembar.
e) Riwayat operasi :
Ibu mengatakan pernah melakukan tindakan operasi
pada saat melahirkan anak pertama dan kedua.
c. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan khusus apgar score

Tabel 4.1. Apgar Score

Jumlah
Tanda Menit Menit Menit
1 5 10
Frekuensi jantung 1 2 2
Usaha nafas 1 1 2
Tonus otot 1 1 1
Reflek mudah terjadi 1 1 1
Warna kulit 1 1 1
Jumlah 5 6 7
Sumber : Data primer, 2013
2) Pemeriksaan Umum
a) Suhu : 36OC
b) Pernafasan : 28x/menit
c) Denyut Jantung : 100 x/menit
d) Keaktifan : lemah
3) Pemeriksaan fisik sistematis
a) Kepala : normal, ubun-ubun besar belum menutup,
tidak ada moulage tidak terdapat chepal
hematoma
b) Muka : pucat, simetris, tidak ada oedema
c) Mata : simetris, konjungtiva kemerahan, sklera
putih.
d) Kulit : Sianosis
e) Telinga : bersih, simetris, tidak ada serumen.
f) Hidung : terdapat napas cuping hidung, terdapat
sekret, tidak ada benjolan.

g) Mulut :kebiruan, tidak ada labioskisis atau


labiopalatoskisis.
h) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
i) Dada : gerakan dada sesuai pola bernafas, tidak
terdapat retraksi.
j) Perut : normal, tidak ada pembesaran.
k) Tali pusat : tali pusat tidak ada perdarahan,
terbungkus kassa steril.
l) Punggung : tidak ada pembengkakan pada daerah
punggung.
m) Ekstremitas : kebiruan, tidak ada oedema akral dingin,
kuku sudah melebihi jari.
n) Genetalia : Testis sudah turun dalam skrotum.
o) Anus :Berlubang, ditandai dengan keluarnya
mekonium
4) Reflek
a) Moro : kuat, jika bayi dikagetkan dengan cara
menyentuh tangan bayi maka tangan
bayi akan terkejut.
b) Rooting : lemah, jika bayi diberi rangsangan dengan
cara menyentuh sisi mulut bayi maka
bayi akan menoleh.

c) Suching : lemah, bayi belum bisa menyusu dengan


benar
d) Tonick neck : lemah, bayi belum bisa mengangkat
lehernya bila diletakkan ke bawah.
e) Swallowing : lemah, bayi belum bisa menelan dengan
kuat.
5) Antropometri
a) Lingkar kepala : 33 cm
b) Lingkar dada : 31 cm
c) PB/BB : 49 cm / 3100 gram
d) LILA : 12 cm
6) Eliminasi
a) Urine : sudah keluar
b) Mekonium : sudah keluar
d. Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan Laboraturium : HbSAg (-) negatif
II. Interpretasi data
Tanggal : 23 April 2013 pukul : 11.15 WIB
a. Diagnosa kebidanan
Bayi Baru Lahir Ny. K umur 10 menit dengan Asfiksia Sedang

Data Dasar :
1) Data subyektif
a) Ibu mengatakan anaknya yang ketiga lahir pada tanggal
23 April 2013, pukul 10.55 WIB
b) Ibu mengatakan jenis kelamin anaknya laki-laki
2) Data obyektif
a) Nilai Apgar Score : 5 – 6 – 7
b) Pemeriksaan fisik:
(1) Warna kulit : kebiruan
(2) Hidung : terdapat nafas cuping hidung, terdapat
sekret, tidak ada benjolan.
(3) Mulut : kebiruan, tidak ada labioskisis atau
labiopalatoskisis.
(4) Dada : gerakan dada sesuai pola bernafas,
terdapat retraksi
c) Vital sign
S : 36O C
Denyut jantung : 100 x/menit.
R : 28 x/menit
d) Pemeriksaan reflek:
(1) Reflek moro : ada, kuat.
(2) Rooting : ada, lemah.
(3) Suching : ada, lemah.

(4) Tonick neck : ada, lemah.


(5) Swallowing : ada, lemah
e) Pemeriksaan antropometri yaitu:
(1) Lingkar kepala : 33 cm.
(2) Lingkar dada : 31 cm.
(3) LILA : 12 cm.
(4) BB/PB : 3100 gram / 49 cm.
b. Masalah
Bayi terjadi hipotermi Dasar :
Suhu bayi 36,0 ° C
c. Kebutuhan
Pemberian lampu sorot pada bayi, mengeringkan tubuh bayi
III. Diagnosa potensial
Potensial terjadi Asfiksia Berat

IV. Tindakan segera


Keringkan bayi, bebaskan jalan nafas, atur posisi, suction
bayi, kolaborasi dengan dokter Sp. A dalam pemberian terapi:
1) Oksigen 2 liter/menit, per nasal.
2) Injeksi Vit. K 1 mg secara IM.
3) Cefotaxim 1 x 125 mg, secara IV.
4) Infus RL 12 tpm.

V. Rencana tindakan
Tanggal : 23 April 2013 pukul : 11.25 WIB
a. Lakukan pendekatan dengan keluarga pasien
b. Keringkan tubuh bayi dengan cara ganti kain yang basah dan
bungkus dengan pakaian yang hangat dan kering.
c. Berikan lampu sorot pada bayi.
d. Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi.
e. Bersihkan jalan napas dari mulut hingga hidung menggunakan
dee lee.
f. Berikan rangsangan taktil pada telapak kaki dan punggung bayi.
g. Observasi tanda-tanda vital bayi, terutama pernafasan tiap 4 jam.
h. Kolaborasi dengan dr. Sp. A untuk memberikan terapi:
1) Oksigen 2 liter/menit, per nasal.
2) Injeksi Vit. K 1 mg secara IM.
3) Cefotaxim 1 x 125 mg, secara IV.
4) Infus RL 12 tpm.
i. Lakukan perawatan bayi dengan inkubator dengan suhu 36,6o C
j. Lakukan perawatan tali pusat dengan menggunakkan kassa steril.
k. Berikan kebutuhan cairan pada bayi berupa susu formula sebanyak

±25 cc/4 jam melalui dot.


l. Observasi output bayi.

VI. Pelaksanaan
Tanggal : 23 April 2013 pukul : 11.30 WIB
a. Melakukan pendekatan dengan keluarga pasien dengan cara
memberi tahu keadaan bayinya saat ini masih dalam pengawasan
dokter.
b. Mengeringkan tubuh bayi dengan cara mengganti kain bersih dan
kering.
c. Meletakkan bayi di bawah lampu sorot dengan jarak 60 cm.
d. Memposisikan kepala bayi sedikit ekstensi dengan cara
mengganjal bahu bayi 2-3 cm.
e. Membersihkan jalan napas dari mulut hingga hidung dengan cara
menghisap lender pada mulut 5 cm dan hidung 3 cm.
f. Memberikan rangsangan taktil pada telapak kaki dan punggung
bayi dengan cara menepuk.
g. Mengobservasi tanda-tanda vital bayi, terutama pernafasan
tiap 4 jam.
h. Melaksanakan advis dokter dengan memberikan terapi:
1) Oksigen 2 liter/menit, per nasal.
2) Injeksi Vit. K 1 mg secara IM.
3) Cefotaxim 1 x 125 mg, secara IV.
4) Infus RL 12 tpm.
i. Melakukan perawatan bayi dengan inkubator dengan suhu 36,6oC.

j. Melakukan perawatan tali pusat pada bayi dengan menggunakkan


kassa steril.
k. Memberikan kebutuhan cairan pada bayi berupa susu formula sebanyak
± 25cc/4 jam melalui dot.
l. Melakukan observasi output bayi.

VII.Evaluasi
Tanggal : 23 April 2013 pukul : 18.00 WIB
a. Setelah dilakukan pendekatan pada pasien bayi sudah mulai bisa
menangis dan keadaan bayi sudah mulai membaik.
b. Tubuh bayi telah dikeringkan dan bayi sudah diganti dengan kain
yang bersih dan kering.
c. Bayi telah didekatkan di dekat lampu sorot dengan jarak 60 cm
d. Kepala bayi sudah di resposisi menggunakan ganjal bahu setinggi
2-3 cm dan posisi bayi sudah sedikit ekstensi.
e. Telah dibersihkan jalan nafas dan bayi menangis kuat.
f. Telah diberikan rangsanga taktil pada telapak kaki dan punggung
bayi dengan cara menepuk dan pernafasan mulai teratur serta bayi
sudah menangis kuat.
g. Setelah dilakukan observasi tanda-tanda vital pada bayi setiap 4
jam dengan hasil:

Tabel 4.2 Tanda-tanda vital


Jam Denyut jantung Respirasi Suhu
(WIB) (x/menit) (x/Menit) (ºC)
11.05 120 28 36
15.05 120 28 36
19.05 126 40 36,2
Sumber : Data primer, 2013

h. Setelah diberikan terapi: oksigen 2 liter/ menit per nasal, injeksi Vit.
K 1mg secara IM, Cefotaxim 1 x 125 mg secara IV, infus RL 12 tpm,
bayi sudah bisa bernafas dan keadaannya sudah mulai membaik.
i. Setelah dilakukan perawatan bayi dengan inkubator dengan suhu
36,6o C maka suhu tubuh bayi sudah mulai meningkat yaitu 36,2° C
j. Telah dilakukan pemeriksaan reflek dengan hasil:
1) Moro : ada, kuat.
2) Suching : ada, kuat.
3) Rooting : ada, kuat.
4) Tonick neck : ada, lemah.
5) Swallowing : ada, lemah.
k. Tali pusat pada bayi telah di bungkus dengan menggunakkan kassa
steril
l. Setelah dilakukan pemberian cairan berupa susu formula dengan dosis
±25 cc/4 jam melalui dot bayi sudah bisa menelan susu sedikit demi
sedikit.
m. Setelah dilakukkan observasi output pada bayi dengan hasil :

a) BAK
Frekuensi : 5-6 x/hari
Warna : kuning jernih.
c) BAB

Frekuensi : 1-3 x/hari


Konsistensi :
padat
Warna : coklat kehitaman

DATA PERKEMBANGAN I

Tanggal : 24 April 2013 pukul : 07.45 WIB


S : Subyektif
1. Keluarga mengatakan bayinya menangis keras.
2. Keluarga mengatakan bayinya sudah mulai bisa menghisap dan
menelan saat minum susu.
O : Obyektif
1. Keadaan umum bayi baik dan bergerak aktif.
2. Tanda – tanda vital bayi :
Denyut jantung : 120 x/
menit. R : 42 x/ menit
S : 36,6oC
3. Warna kulit kemerahan.
4. Tali pusat terbungkus kassa steril, dan masih basah.

5. Pemeriksaan reflek:
a. Moro : ada, kuat.
b. Rooting : ada, kuat.
c. Suching : ada, kuat.
d. Tonick neck : ada, lemah.
e. Swallowing : ada, lemah.
6. Pemberian oksigen dihentikan.
7. Pemberian infus sudah di lepas.
8. Bayi masih berada di dalam inkubator dengan suhu 36,6° C.
A : Assasment

Bayi Ny. K Umur 1 hari dengan Riwayat Asfiksia Sedang perawatan 1 hari.

P : Planning
Tanggal : 24 April 2013 pukul : 08.00 WIB
1. Mengobservasi tanda – tanda vital bayi setiap 4 jam.
2. Mengobservasi output bayi
3. Mempertahankan suhu tubuh bayi agar tetap hangat dengan cara
membungkus bayi menggunakan kain kering dan bersih.
4. Memberikan kebutuhan cairan pada bayi berupa susu formula,
sebanyak ±25 cc/4jam.
5. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya secara on demand pada
saat keadaan ibu sudah mulai membaik.
6. Melakukan perawatan tali pusat menggunakan kassa steril.

7. Memberikan imunisasi hepatitis Bo dengan dosis 0,5 cc secara IM, di


paha kanan bayi.
Evaluasi
Tanggal : 24 April 2013 pukul : 13.00 WIB
1. Telah dilakukan observasi tanda – tanda vital pada bayi setiap 4 jam
dengan hasil :
Tabel. 4.3 Tanda-tanda vital
Jam Denyut jantung Respirasi Suhu
(WIB) (x/menit) (x/Menit) (ºC)
08.00 120 42 36,6
12.00 120 42 36,6
Sumber : Data Primer, 2013
2. Telah dilakukan observasi output pada bayi dengan hasil :
a) BAK
Frekuensi : 7-8x/hari
Warna : kuning
jernih.
b) BAB
Frekuensi : 2-3 x/hari
Konsistensi: padat
Warna : kuning kehitaman
3. Bayi telah terbungkus dengan kain kering dan bersih.
4. Telah diberikan kebutuhan cairan pada bayi berupa susu formula sebanyak
±25 cc/ 4 jam.
5. Ibu bersedia untuk menyusui bayinya secara on demand pada saat
keadaan ibu sudah mulai membaik.

6. Telah dilakukan perawatan tali pusat menggunakan kassa steril.


7. Telah diberikan imunisasi Hbo pada bayi

DATA PERKEMBANGAN II
Tanggal : 25 April 2013 pukul : 07.45 WIB

S : Subyektif
1. Keluarga mengatakan bayinya sudah dimandikan.
2. Keluarga mengatakan bayinya sudah mulai menyusui dengan kuat.
O : Obyektif
1. Reflek isap bayi sudah baik.
2. Tanda – tanda vital bayi:
Denyut jantung :
142x/menit. R : 42x/menit.
S : 36,6oC
Warna kulit : Merah muda
3. Tonus otot leher baik.
4. Gerakan dada sesuai dengan pola bernapas.
5. Pergerakan tangan dan reflek baik.
A : Assesment

Bayi Ny.K Umur 2 hari dengan Riwayat Asfiksia Sedang perawatan hari
kedua.

P : Planning
Tanggal : 25 April 2013 pukul : 08.00 WIB
1. Mempertahankan suhu tubuh bayi dengan menjaga bayi
tetap terbungkus, agar suhu tubuh bayi tetap normal.
2. Mengobservasi tanda- tanda vital.
3. Mengobservasi output pada bayi.
4. Memberikan kebutuhan cairan pada bayi berupa susu formula,
sebanyak ±25 cc/4 jam.
5. Menganjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI pada saat keadaan
ibu sudah mulai membaik.
6. Telah dilakukan perawatan tali pusat menggunakan kassa steril.

Evaluasi
Tanggal : 25 April 2013 pukul : 13.00 WIB
1. Bayi telah terbungkus dan suhu bayi sudah diperhatikan.
2. Telah dilakukan observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam pada bayi
dengan hasil:
Tabel. 4.4 Tanda-tanda vital
Jam Denyut jantung Respirasi Suhu
(WIB) (x/menit) (x/Menit) (ºC)
08.00 142 42 36,6
12.00 142 42 36,6
Sumber : Data Primer, 2013
Warna kulit : Merah
muda
3. Telah dilakukan observasi output pada bayi dengan hasil:

a) BAK
Frekuensi : 7-8x/hari
Warna : kuning
jernih.
b) BAB
Frekuensi :
2-3x/hari Konsistensi :
padat
Warna : coklat kehitaman

4. Telah diberikan kebutuhan cairan pada bayi berupa susu formula sebanyak
±25 cc/4 jam
5. Ibu bersedia untuk memberikan ASI jika sudah membaik keadaanya.
6. Telah dilakukan perawatan tali pusat menggunakan kassa steril.

DATA PERKEMBANGAN III


Tanggal : 26 April 2013 pukul : 07.45 WIB
S : Subyektif
1. Ibu mengatakan sudah mulai menyusui bayinya dengan
menggunakan ASI.
2. Ibu mengatakan bayinya sudah sehat.
O : Obyektif
1. Reflek isap bayi sudah baik.
2. Tanda – tanda vital bayi :
Denyut jantung : 144
x/menit. R : 48 x/menit.

S : 36,6oC
Warna kulit : kemerah-merahan.
3. Tonus otot leher baik.
4. Gerakan dada sesuai dengan pola bernapas.
5. Pergerakan tangan dan reflek baik.
A : Assesment

Bayi Ny. K Umur 3 hari dengan Riwayat Asfiksia Sedang perawatan hari
ketiga.

P : Planning
Tanggal : 26 April 2013 pukul : 08.00 WIB
1. Mempertahankan suhu tubuh bayi dengan menjaga bayi
tetap terbungkus, agar suhu tubuh bayi tetap normal.
2. Mengobservasi tanda- tanda vital.
3. Mengobservasi output pada bayi
4. Memberikan kebutuhan cairan pada bayi berupa susu formula,
sebanyak ±25cc/4 jam
5. Mengajarkan pada ibu cara merawat tali pusat menggunakan kassa
steril.
6. Menganjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI pada saat keadaan
ibu sudah mulai membaik.
7. Mempersiapkan bayi untuk pulang.
Evaluasi
Tanggal : 26 April 2013 pukul : 13.00 WIB
1. Bayi telah terbungkus dan suhu bayi sudah diperhatikan.
2. Telah dilakukan observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam pada bayi
dengan hasil:
Tabel. 4.5 Tanda-tanda vital
Jam Denyut jantung Respirasi Suhu
(WIB) (x/menit) (x/Menit) (ºC)
08.00 144 48 36,6
12.00 144 48 36,6
Sumber : Data Primer, 2013
Warna kulit : kemerahan
3. Telah dilakukan observasi output pada bayi dengan hasil:
a. BAK

Frekuensi : 8-9x/hari
Warna : kuning
jernih.
b. BAB

Frekuensi : 2-3
x/hari Konsistensi :
padat Warna : kuning
4. Telah diberikan kebutuhan cairan pada bayi berupa susu formula
sebanyak ±25 cc/4 jam
5. Ibu sudah mengerti dan paham bagaimana cara memandikan bayi dan
merawat tali pusat.
6. Ibu bersedia untuk memberikan ASI pada saat keadaan ibu sudah
mulai membaik.
7. Bayi pulang pada pukul : 13.00 WIB.
BAB IV
PENUTUP
A.        Kesimpulan
Kegawatdaruratan dapat didefinisikan sebagai situasi serius dan kadang kala berbahaya
yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan membutuhkan tindakan segera guna
menyelamtkan jiwa/ nyawa (Campbell S, Lee C, 2000).
Prinsip umum penanganan kasus kegawatdaruratan
a.              Pastikan jalan napas bebas
b.              Pemberian oksigen
c.              Pemberian cairan intravena
d.             Pemberian tranfusi darah
e.              Pasang kateter kandung kemih
f.               Pemberian antibiotika
g.              Obat pengurang rasa nyeri
h.              Penanganan masalah utama
i.                Rujukan           
Plasenta previa adalah keadaaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal,
yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan
jalan lahir (Ostium Uteri Internal) (Rustam mochtar, 1998).
Manajemen pada plasenta previa yaitu.
a.             Seksio sesarea segera
b.            Perawatan konservatif di rumah sakit
c.             Persalinan pervaginam
d.            Seksio sesarea terjadwal
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus
dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan
atau segera lahir (Prawiro Hardjo Sarwono, 1997).
Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC
resusitasi, yaitu.
1.         Memastikan saluran terbuka
1)            Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
2)            Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
3)            Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran
pernafasan terbuka.
2.         Memulai pernafasan
1)            Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
2)            Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau
mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
3.         Mempertahankan sirkulasi
1)            Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
2)            Kompresi dada.
3)            Pengobatan

DAFTAR PUSTAKA

Nwobodo EL. Obstetric emergencies as seen in a tertiary health institution in


     North-Western Nigeria: maternal and fetal outcome. Nigerian Medical
     Practitioner. 2006;49(3):54–55.
Waspodo, dkk.. 2005. Pelatihan Pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri neonatal Esensial
Dasar. Jakarta : Depkes RI.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I . EGC : Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Buku Panduan Praktis Maternal dan     Neonatal.
     2002. YBSP : Jakarta.
Aliyah Anna, dkk. 1997, Resusitasi Neonatal, Perkumpulan perinatologi
     Indonesia (Perinasia): Jakarta.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. YBPSP: Jakarta.
Allen Carol Vestal, 1998, Memahami Proses Keperawatan,  EGC : Jakarta.
Aminullah Asril,1994, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina pustaka Sarwono
     Prawirohardjo: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai