NEONATAL
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK II
KELAS : II C DIII-KEBIDANAN
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “Prinsip dasar
penanganan kegawatdaruratan maternal dan neonatal” tepat pada waktunya.
Kami sebagai manusia yang jauh dari kesempurnaan tentunya sadar akan
segala kekurangan dalam pembuatan makalah ini dan kami akan sangat bangga
apabila tugas yang kami susun ini mendapat saran dan kritik yang bersifat
membangun menyempurnakan makalah. Tak lupa pula kami mengucapkan maaf
apabila makalah ini terdapat kesalahan dalam penulisan.
Penyusun
KELOMPOK II
2
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Tujuan ........................................................................................................ 1
C. Manfaat .......................................................................................................2
A. Kesimpulan ...............................................................................................16
B. Saran ......................................................................................................... 16
3
BAB I
PENDHULUAN
A. Latar Belakang
Kematian ibu adalah kematian seorang wanita yang terjadi saat
hamil, bersalin, atau 42 hari setelah persalinan dengan penyebab yang
berhubungan langsung atau tidak langsung terhadap persalinan. Pada saat
ini Angka Kematian Ibu diIndonesia masih sangat tinggi. Angka Kematian
Ibu (AKI) di Indonesia tahun 2015 akhirnya disepakati menggunakan hasil
SUPAS (Survei Penduduk Antar Sensus) tahun 2015, yakni 305 per
100.000 kelahiran hidup.
Salah satu cara meminimalisir kematian ibu (maternal) adalah
dengan meningkatkan efektivitas penangangan rujukan kegawatdarurat
ibu. Bidan sebagai tenaga kesehatan harus memiliki kesiapan untuk
merujuk ibu atau bayi ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan
tepat waktu, didalam melakukan rujukan kasus kegawatdaruratan obstetrik
tidak terlepas dari karakteristik yang dimiliki bidan seperti : umur,
pendidikan, lama kerja/pengalaman, pelatihan klinis dan tempat praktik
(Aqmarina, 2017).
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah indonesia adalah
bekerja sama dengan USAID untuk meingkatkan kesehatan ibu dan bayi.
Program ini direncanakan akan menjadi program kesehatan ibu dan bayi di
indonesia kedepannya. Sehinggga setelah program ini sselesai, daera-
daerah-daerah di Indonesia akan menerapkan pelayanan kesehatan ibu dan
bayi yang terkiblat pada progeam EMAS (Nurul, 2017).
B. Tujuan
Setelah mengikuti perkuliahan diharapkan mahasiswa mampu:
1. Mengetahui dan memahami prinsip dasar penanganan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal
4
2. Mengetahui dan memahami TRIASE & kondisi gawat darurat
maternal dan neonatal
3. Mengetahui dan memahami peran bidan dalam penanganan awal
kasus kegawatdaruratan kebidanan secara tepat.
C. Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini untuk menambah wawasan
pengetahuan kepada pembaca mengenai prinsip dasar penanganan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal, serta diharapkan mampu
menerapkan ilmu yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
4. Pengkajian awal kasus kegawatdaruratan kebidanan secara cepat
a. Jalan nafas dan pernafasan
Perhatikan adanya cyanosis, gawat nafas, lakukan pemeriksaan
pada kulit: adakah pucat, suara paru: adakah weezhing, sirkulasi
tanda tanda syok, kaji kulit (dingin), nadi (cepat >110 kali/menit
dan lemah), tekanan daarah (rendah, sistolik < 90 mmHg)
b. Perdarahan pervaginam
Bila ada perdarahan pervaginam, tanyakan :Apakah ibu sedang
hamil, usia kehamilan, riwayat persalinan sebelumnya dan
sekarang, bagaimana proses kelahiran placenta, kaji kondisi vulva
(jumlah darah yang keluar, placenta tertahan), uterus (adakah
atonia uteri), dan kondisi kandung kemih (apakah penuh)
(Setyarini, dkk, 2016: 5).
c. Klien tidak sadar/kejang
Tanyakan pada keluarga, apakah ibu sedang hamil, usia kehamilan,
periksa: tekanan darah (tinggi, diastolic > 90 mmHg), temperatur
(lebih dari 38oC)
e. Nyeri abdomen
7
Syok atau renjatan dapat merupakan keadaan terdapatya
pengurangan yang sangat besar dan tersebar luas pada kemampuan
pengangkutan oksigen serta unsur- unsur gizi lainnya secara efektif ke
berbagai jaringan Shock tidak terjadi dalam waktu lebih lama dengan
tanda klinis penurunan tekanan darah, dingin, kulit pucat, penurunan
cardiacoutput.Syok yang terjadi dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa bagian yaitu Syok Hipovolemik atau oligemik, Syok
Kardiogenik, syok obstruksi dandistribusi dengan manifestasi klinis
sesuai dengan derajat syok yangterjadi.Mempertahankanperfusi darah
yang memadai pada organ-organ vitalmerupakan tindakan yang
penting untuk menyelamatkan jiwa penderita. Perfusiorgan tergantung
tekanan perfusi yang tepat, kemudian curah jantung dan
resistensivakulersistemik. Pasien bisa menderita lebih dari satu jenis
syok secara bersamaan. Penatalaksanaan syok secara umum dapat
dilakukan dengan mengatur Posisi Tubuh,mempertahankan respirasi
dan sirkulasi darah.
Langkah pertolongan pertama dalam menangani syok menurut
Alexander RH, Proctor H J. Shock., (1993 ; 75 – 94)
a. Posisi Tubuh
Posisi tubuh penderita diletakkan berdasarkan letak luka. Secara
umum posisipenderita dibaringkan telentang dengan tujuan
meningkatkan aliran darah keorgan-organ vital.
1) Apabila terdapat trauma pada leher dan tulang belakang,
penderita jangandigerakkan sampai persiapan transportasi
selesai, kecuali untuk menghindariterjadinya luka yang lebih
parah atau untuk memberikan pertolongan pertama seperti
pertolongan untuk membebaskan jalan napas.
2) Penderita yang mengalami luka parah pada bagian bawah
muka, atau penderitatidak sadar, harus dibaringkan pada
salah satu sisi tubuh (berbaring miring) untukmemudahkan
cairan keluar dari rongga mulut dan untuk menghindari
8
sumbatanjalan nafas oleh muntah atau darah. Penanganan
yang sangat penting adalahmeyakinkan bahwa saluran nafas
tetap terbuka untuk menghindari terjadinyaasfiksia.
3) Penderita dengan luka pada kepala dapat dibaringkan
telentang datar atau kepalaagak ditinggikan. Tidak
dibenarkan posisi kepala lebih rendah dari bagian
tubuhllainnya.
4) Kalau masih ragu tentang posisi luka penderita, sebaiknya
penderita dibaringkandengan posisi telentang datar.
5) Pada penderita-penderita syok hipovolemik, baringkan
penderita telentang dengan kaki ditinggikan 30 cm sehingga
aliran darah balik ke jantung lebih besar dan tekanan darah
menjadi meningkat. Tetapi bila penderita menjadi lebih
sukarbernafas atau penderita menjadi kesakitan segera
turunkan kakinya kembali.
b. Pertahankan respirasi
1) Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada
sekresi atau muntah.
2) Tengadah kepala-topang dagu, kalau perlu pasang alat
bantu jalan nafas (Gudel/oropharingeal airway).
3) Berikan oksigen 6 liter/menit
4) Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen
dengan pompa Sungkup (Ambu bag) atau ETT.
c. Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus.
Pantau nadi, tekanan Darah, warna kulit, isi vena, produksi
urin, dan (CVP) (Cemy, 2018).
2. Prinsip dasar penanganan Infeksi akut kasus obsterick, sepsis dan
syok septic
Jika infeksi dicurigai menjadi penyebab syok :
9
a. Ambil sampel secukupnya darah, urin, pus, untuk kultur mikroba
sebelum memulai terapi antibiotika, jika fasilitas memungkinkan.
b. Penyebab utama syok septic (70% kasus) ialah bakteri gram
negatif seperti Esckherisia koli, Klebsiella pnemoniae, Serratia,
Enterobakter, dan Psedomonas.
c. Antibiotika harus diperhatikan apabila diduga atau terdapat
infeksi, misalnya pada kasus sepsis, syok septic, cedera
intraabdominal, dan perforasi uterus
10
b. Denyut jantung stabil
c. Kondisi maternal membaik, ekspresi ketakutan berkurang
d. Produki urin bertambah. Diharapkan produksi urin paling
sedikit 100 ml/4 jam atau 30 ml/jam
Penilaian Ulang
a. Nilai ulang respon ibu tehadap pemeriksaan varian dalam
waktu 30 menit untuk menentukan apakah kondisinya
membaik. Tanda-tanda perbaikan meliputi :
1) nadi yang stabil (90 menit atau kurang)
2) Peningkatan tekanan darah (sistolik 00 mmHg atau lebih)
3) Perbaikan status mental (berkurangnya kebingungan dan
kegelisahan)
4) meningkatnya jumlah urin (30 ml per jam atau lebih)
b. Jika kondisi ibu tersebut membaik
1) Sesuaikan kecepatan infuse menajadi 1 liter dalam 6 jam
2) Teruskan penatalaksanaan untuk penyebab syok
3) Jika kondisi ibu tersebut tidak membaik, berarti ia
membutuhkan penanganan selanjutnya.
3. Prinsip dasar penilaian bayi baru lahir
Untuk menentukan tingkat asfiksia,di gunakaan kriteria
penialaina yaitu yang disebut dnegan skor APGAR .skor APGAR
biasanya di nialai 1 menit setalah bayi lahir ,lengakap pada skor
APGAR menit menunjukan beratnya asfiksia yang di derita untuk
memnuntukan pedoman resusitasi dan perlu juga di nialai 5 setelah
bayi lahir karna ini mempuyai kolerasi yang reta dnegan
morbiditasdan mortilitas neonatal Tidanakan yang di kerjakan pada
lazim di sebut dnegan resusitasi BBL sebelum resusitasi di
kerjakan perlu di berjatikan bahwa :
a. Faktor waktu sangkat penting
11
b. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia / hipoksia
antenatal tidak dapat di perbaiki ,tetapi kerusakan yang akan
terjadi .
c. Riwayat kehamila dana partus anak akan membrikan
keterangan yang jelas tenatang faktor penyebab terjadi depresi
pernaasan BBL
d. Penilian BBL perlu di kenal dengan baik agar resusitasi yanh di
lakukan dapat di pilih dan di tentukan secara adekuat .
4. Prinsip dasar mempertahankan suhu tubuh bayi baru lahir
Untuk mencegah akibat buruk dari hipotermi karena suhu
lingkungan yang rendah atau dingin harus dilakukan upaya untuk
merawat bayi dalam suhu lingkungan yang netral, yaitu suhu
diperlukan agar konsumsi oksigen dan pengeluaran kalori minimal.
Keadaan ini dapat dicapai bila suhu inti (suhu tubuh tanpa berpakaian)
dapat dipertahankan 36,6°C- 37,5°C. Kelembaban relatif sebesar 40–
60% perlu dipertahankan untuk membantu stabilitas suhu tubuh bayi,
yaitu dengan cara :
a. Mengurangi kehilangan panas pada suhu lingkungan yang rendah;
b. Mencegah kekeringan dan iritasi pada selaput lendir jalan napas,
terutama saat mendapat terapi oksigen dan selama pemasangan
intubasi endotrakea atau nasotrakea
c. Mengencerkan sekresi yang kental serta mengurangi kehilang- an
cairan insensibel dari paru.
Suhu lingkungan yang 'netral dapat diupayakan berbagai cara.
Inkubator ada berbagai macam, yang canggih dilengkapi dengan
alat pengatur suhu dan kelembaban agar bayi dapat
mempertahankan suhu tubuhnya dalam batas normal, suplai
oksigen dapat diatur, dan alat perlengkapan lain untuk
memantau. Inkubator pada umumnya ada dua macam, yaitu
inkubator tertutup yang semua perawatan dan pengobatannya
diberikan melalui lobang lengan yang tersedia, di buka bila
12
diperlukan, misalnya bayi dalam keadaan darurat; dan inkubator
terbuka yang harus dibuka bila perawat akan melakukan tindakan
perawatan pada bayi ( Yusna, 2020).
13
preterm, kurang untuk masa gestasi dan setiap bayi yang
bermasalah saat kelahiran. Jika suhu tubuh bayi 36,5°C atau di
bawahnya (melalui alat suhu aksila atau kulit), penghangat kembali
dibutuhkan.
14
kejang beruang, tetapi tidak dianjurkan untuk digunakan pada
dosis pemeliharaan
2) Fenobarbital
Dosis 5-10 mg/kg BB IV _ disuntikkan perlahan-lahan, jika
kejang berlanjut lagi dalam 5-10 menit. Fenitoin diberikan
apabila kejang tidak dapat di berikan 4-7 mg/kg BB IV pada
hari pertama di lanjutkan dengan dosis pemeliharaan 4-7
mg/kg BB atau oral dalam 2 dosis.
c. Penanganan kejang pada bayi baru lahir
1) Bayi diletakkan dalam tempat yang hangat pastikan bahwa
bayi tidak kedinginan. Suhu dipertahankan 36,5°C - 37°C
2) Jalan nafas bayi dibersihkan dengan tindakan penghisap lendir
di seputar mulut, hidung sampai nasofaring
3) Bila bayi apnea dilakukan pertolongan agar bayi bernafas lagi
dengan alat bantu balon dan sungkup, diberikan oksigen
dengan kecepatan 2 liter/menit
4) Dilakukan pemasangan infus intravena di pembuluh darah
perifer di tangan, kaki, atau kepala. Bila bayi diduga dilahirkan
oleh ibu berpenyakit diabetes miletus dilakukan pemasangan
infus melalui vena umbilikostis
5) Bila infus sudah terpasang di beri obat anti kejang diazepam
0,5 mg/kg supositoria IM setiap 2 menit sampai kejang
teratasi, kemudian di tambah luminal (fenobarbital 30 mg
IM/TV)
6) Nilai kondisi bayi selama 15 menit. Perhatikan kelainan fisik
yang ada
7) Bila kejang sudah teratasi, diberi cairan dextrose 10% dengan
kecepatan 60 ml/kg BB/hari
15
8) Dilakukan anamnesis mengenai keadaan bayi untuk mencari
faktor penyebab kejang
a) Apakah kemungkinan bayi dilahirkan oleh ibu yang
berpenyakit DM
b) Apakah kemungkinan bayi prematur
c) Apakah kemungkinan bayi mengalami asfiksia
d) Apakah kemungkinan ibu bayi mengidap/menggunakan
narkotika
9) Bila sudah teratasi di ambil bahan untuk pemeriksaan
laboratorium untuk mencari faktor penyebab kejang, misalnya
a) Darah tepi
b) Elektrolit darah
c) Gula darah
d) Kimia darah (kalsium, magnesium)
10)Bila kecurigaan kearah pepsis dilakukan pemeriksaan fungsi
lumbal
11)Obat diberikan sesuai dengan hasil penelitian ulang
12)Apabila kejang masih berulang, diazepam dapat diberikan lagi
sampai 2 kali (Julina, 2019).
6. Prinsip umum merujuk kasus kegawatdaruratan maternal dan
Neonatal
Sistem rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpuhan tugas dantanggung
jawab pelayanan kesehatan secara timbul balik, baik vertikalmaupun
horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan
kesehatanatau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas
kesehatan. Sistem rujukantersebut dilakukan secara berjenjang mulai
dari masyarakat, kader, bidan ketingkat pelayanan dasar (Puskesmas)
dilanjutkan ke jenjang tingkat lanjutanyaitu Rumah Sakit yang
memiliki dokter spesialis, sehingga kematian ibu danbayi dapat
dicegah secara dini (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
16
Rujukan maternal dan neonatal adalah sistem rujukan yang
dikelola secara strategis, proaktif, pragmatis dan koordinatif untuk
menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang
membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun
mereka berada dan berasal dari golongan ekonomi manapun, agar
dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan ibu hamil dan bayi
melalui peningkatan mutu dan ketrerjangkauan pelayanan kesehatan
internal dan neonatal di wilayah mereka berada (Depkes, 2006)
(Didien dkk,2016).
C. Peran bidan dalam penanganan awal kasus kegawatdaruratan kebidanan
secara tepat.
Bidan mempunyai peranan penting dalam menurunkan angka
kesakitan dan kematian ibu melalui kemampuannya untuk melakukan
pengawasan, pertolongan pada ibu, pengawasan bayi baru lahir (neonatus)
dan pada persalinan, ibu post partum serta mampumengidentifikasi
penyimpangan dari kehamilan dan persalinan normal dan melakukan
penanganan yang tepat termasuk merujuk ke fasilitas pelayanan yang tepat
Pengenalan dan penanganan kasus kasus yang gawat seharusnya
mendapat prioritas utama dalam usaha menurunkan angka kesakitan lebih
lebih lagi angka kematian ibu, walaupun tentu saja pencegahan lebih baik
dari pada pengobatan (Setyarini, dkk, 2016).
Dalam kegawatdaruratan, peran anda sebagai bidan antara lain
1. Melakukan pengenalan segera kondisi gawat darurat
2. Stabilisasi klien (ibu), dengan oksigen, terapi cairan, dan
medikamentosa dengan :
a. Menjamin kelancaran jalan nafas, memperbaiki fungsi system
respirasi dan sirkulasi
b. Menghentikan perdarahan
c. Mengganti cairan tubuh yang hilang
d. Mengatasi nyeri dan kegelisahan
17
3. Ditempat kerja, menyiapkan sarana dan prasarana di kamar
bersalin, yaitu:
a. Menyiapkan radiant warmer/lampu pemanas untuk mencegah
kehilangan panas pada bayi
b. Menyiapkan alat resusitasi kit untuk ibu dan bayi
c. Menyiapkan alat pelindung diri
d. Menyiapkan obat obatan emergensi
4. Memiliki ketrampilan klinik, yaitu:
a. Mampu melakukan resusitasi pada ibu dan bayi dengan
peralatan yang berkesinambungan. Peran organisasi sangat
penting didalam pengembangan sumber daya manusia (SDM)
untuk meningkatkan keahlian
b. Memahami dan mampu melakukan metode efektif dalam
pelayanan ibu dan bayi baru lahir, yang meliputi making
pregnancy safer, safe motherhood, bonding attachment, inisiasi
menyusu dini dan lain lainnya (Setyarini, dkk, 2016).
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Prinsip dasar penanganan kegawatdaruratan maternal dan neonatal,
pertama kita kita harus mengetahui cara mencegah kegawatdaruratan,
mengetahui cara merespon kegawatdaruratan, melakukan
penatalaksanaan awal terhadap kasus kegawatdaruratan kebidanan,
melakukan pengkajian awal kasus kegawatdaruratan kebidanan secara
cepat
2. Dalam TRIASE & kondisi gawat darurat maternal dan Neonatal, ada
beberapa prinsip yaitu prinsip dasar penanganan syok perdarahan ,
prinsip dasar penanganan Infeksi akut kasus obsterick, sepsis dan syok
septic, prinsip dasar penilaian bayi baru lahir, prinsip dasar
mempertahankan suhu tubuh bayi baru lahir, prinsip dasar penanganan
kejang pada bayi , prinsip umum merujuk kasus kegawatdaruratan
maternal dan neonatal.
3. Peran bidan dalam penanganan awal kasus kegawatdaruratan
kebidanan secara tepat yaitu bidan mempunyai peranan penting dalam
menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu melalui
kemampuannya untuk melakukan pengawasan, pertolongan pada ibu,
pengawasan bayi baru lahir (neonatus) dan pada persalinan, ibu post
partum serta mampumengidentifikasi penyimpangan dari kehamilan
dan persalinan normal dan melakukan penanganan yang tepat
termasuk merujuk ke fasilitas pelayanan yang tepat.
B. Saran
19
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai mahasiswa yang nantinya akan menjadi seorang tenaga
kesehatan, harusnya lebih mempelajari dan memahami tentang prinsip
dasar penanganan kegawatdaruratan maternal dan neonatal. Oleh
karena itu peran bidan sangatlah penting dalam pelayanan tersebut
2. Bagi Kampus
Diharapkan makalah ini dapat meningkatkan mutu dalam proses
pembelajaran, dapat meningkatkan kompetensi dan pengetahuan
mahasiswa kebidanan mengenai prinsip dasar penanganan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal.
20
DAFTAR PUSTAKA
Nurul Jamilah Hariani. 2017. Evaluasi Kinerja Kebijakan Kesehatan Ibu Dan
Anak. Volume 5, Nomor 3.
Sembiring Br Julina, 2019. Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita, Anak Pra
Sekolah. Yogyakarta. Deepublish
21